bab ii askep trauma abdomen,
Post on 05-Aug-2015
115 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat dibagi menjadi dua jenis, trauma
penetrasi dan non-penetrasi. Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001).
1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui definisi Trauma Dada.
2. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana Trauma Dada.
3. Agar mahasiswa/i dapat melakukan proses asuhan keperawatan.
1.3 Sistimatika Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini dibagi menjadi tiga BAB, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP TEORITIS
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Pengertian
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Manifestasi Klinik
2.1.4 Patofisiologi
2.1.5 Pemeriksaan diagnostik
2.1.6 Penatalaksanaan
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.2 Analisa data
2.2.3 Diagnosa keperawatan
1
2.2.4 Perencanaan tindakan keperawatan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1.1 Pengertian
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah
penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis :
1. Trauma penetrasi
1) Trauma Tembak
2) Trauma Tumpul
2. Trauma non-penetrasi
1) Kompresi
2) Hancur akibat kecelakaan
3) Sabuk pengaman
4) Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
3
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena
trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen mungkin
disertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen luka tusuk pada abdomen
dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen setiap luka pada thoraks yang mungkin
menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus
dieksplorasi.
2.1.2 Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi
1) Luka akibat terkena tembakan
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
2) Hancur (tertabrak mobil)
3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga.
2.1.3 Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinik
Klinis kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya jejas
atau ruptur dibagian dalam abdomen sehingga fungsi usus tidak normal dan
biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB
4
hitam (melena). Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam
setelah trauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
Terdapat luka robekan pada abdomen
Luka tusuk sampai menembus abdomen
Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa perdarahan/memperparah keadaan
keluar dari dalam abdomen
Trauma operasi terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi menekan
syaraf peritonitis terjadi perdarahan dalam jaringan lunak dan rongga abdomen
nyeri motilitas usus dilakukan tindakan drain disfungsi usus resiko tinggi infeksi
refleks usus output cairan lebih. Peningkatan gangguan keseimbangan elektrolit
metabolisme defisit volume cairan dan elektrolit intake nutrisi kurang kelemahan
fisik gangguan mobilitas.
TANDA DAN GEJALA
Nyeri pada penggerakan
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
Functio laesa (fungsi terganggu)
Posisi trauma abnormal
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ.
Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
Komplikasi klinik
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).
2.1.4 Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
5
tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda
dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas
dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila
syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang
muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi
harus dilakukan (Sjamsuhidayat, 1997).
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
6
Trauma abdomen
Takikardi
Iritasi
penetrasi
Punurunan sel darahn merah
Pendarahan
Peningkatan suhu tubuh
Syok hemarogik
Non penetrasi
Nyeri tekanNyeri spontanDistensiAbdomen
1. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL
adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk
melakukan DPL, antara lain:
- Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
- Trauma pada bagian bawah dari dada
- Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
- Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
- Pasien cedera abdominalis dan cidera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
- Patah tulang pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapat darah segar
dalam BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul)
mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB
atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus
atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritonea Lavage
(DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB. Perdarahan
dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500
sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan
indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan
prosedur laparotomi.
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara
lain:
- Hamil
- Pernah operasi abdominal
- Operator tidak berpengalaman
2. Skrinning Pemeriksaan Rontgen.
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
7
a. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
b. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
c. Sistografi Ini
Di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada
1) fraktur pelvis.
2) Trauma non-penetrasi
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Param
edik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma
benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur
ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.
1. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,
periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas.
Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status
respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation, dengan Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika
tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresidada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada
dan 2 kalibantuan napas).
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
8
2.2.1 Pengkajian Data
Dasar Pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Subjektit :Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Objektif:Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Objektif :Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll). Normalnya pernapasan normal berkisar antara 8-20
kali per menit (dewasa), 15 – 30 (anak-anak) dan 25 – 50 (bayi).
3. Integritas ego
Subjektif : menyangkal gejala penting / adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit / perawatan yang tidak perlu, kuatirtentang
eluarga, kerja, keuangan. Perubahan tingkah laku / kepribadian(tenangatau
dramatis),
Objektif : menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
4. Eliminasi
Objektif :Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi
5. Makanan dan cairan
Subjektif :Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Objektif:Mengalami distensi abdomen.Nyeri tekan di perut,kulit
kering/berkeringat, perubahan berat badan.
6. Neurosensori.
9
Objektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, Perubahan kesadaran
bisasampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam menentukanposisi
tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Subjektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Objektif : wajah meringi, gelisah, merintih, emosi labil, perilaku berhati-hati.
8. Pernafasan
Objektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Subjektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Objektif : Dislokasi gangguan kognitif.Gangguan rentang gerak.
2.2.2 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1.
2.
Ds : pasien mengatakan ”
saya tidak nafsu makan”
Do :
- mual
- muntah
- distensi abdomen
- berkeringat
- perdarahan
Ds: pasien mengatakan
”saya merasakan sakit
pada
daerah luka.
Kurangnya masukan
cairan dan elektrolit
trauma pada daerah
abdomen
Kekurangan cairan dan
elekrolit
Nyeri dan kenyamanan
10
3.
4.
5.
Do :
- wajah meringis
-gelisah,
- Merintih
- Emosi labil
- Perilaku berhati-hati.
- bradipneu
Ds : pasien mengatakan
”keadaan luka saya belum
membaik”
Do :
- suhu tubuh
meningkat lebih dari
37,8°C
- adanya
pembengkakan
- adanya kemerahan
disekitar luka
Ds : pasien menyatakan
”saya takut penyakit saya
tak akan sembuh
Do :
- cemas
- bingung
- depresi
- ekspresi wajah
tegang
- ketakutan
- insomnia
Ds : pasien mengatakan
”saya masih takut untuk
Tindakan pembedahan,
tidak adekuatnya
pertahanan tubuh
Krisis situasi dan
perubahan status
kesehatan
Kelemahan fisik
`
Infeksi
Ansietas
Gangguan mobilitas
11
bergerak”
Do :
- aktifitas terbatas
- gerakan lambat
-gaya berjalan tidak
stabil
- bicara tersendat-Sendat
`
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit
2. Nyeri
3. Resiko infeksi
4. Ansietas
5. Gangguan Mobilitas fisik
2.2.4 Perencanaan tindakan keperawatan
No Diagnosa
keperawatan
Rencana keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Defisit Volume
cairan dan
elektrolit
berhubungan
dengan perdarahan
Terjadi
keseimbangan
volume cairan
a.Kaji tanda-tanda
vital.
b.Pantau cairan
parenteral dengan
elektrolit, antibiotik
dan vitamin
c.Kaji tetesan infus
d. Kolaborasi :
Berikan cairan
parenteral sesuai
indikasi.
e. Tranfusi darah
- untuk
mengidentifikasi
defisit volume cairan
- mengidentifikasi
keadaan perdarahan
- awasi tetesan untuk
mengidentifikasi
kebutuhan cairan
- cara parenteral
membantu
memenuhi
kebutuhan nuitrisi
tubuh
- menggantikan
darah yang keluar.
12
2.
3.
Nyeri berhubungan
dengan adanya
trauma
abdomen atau luka
penetrasi abdomen.
(Doenges, 2000)
Resiko infeksi
berhubungan
dengan
tindakan
pembedahan,
tidak adekuatnya
pertahanan
tubuh
Nyeri Teratasi
Tidak terjadi
infeksi
a.Kaji karakteristik
nyeri
b.Beri posisi semi
fowler.
c.Anjurkan tehnik
manajemen nyeri
seperti distraksi
d.Kolaborasi
pemberian
analgetik sesuai
indikasi.
e.Managemant
lingkungan yang
nyaman.
a.Kaji tanda-tanda
infeksi
b.Kaji keadaan luka
c.Kaji tanda-tanda
vital
d.Perawatan luka
dengan prinsip
sterilisasi
e.Kolaborasi
pemberian
antibiotik
- mengetahui tingkat
nyeri klien
- mengurngi
kontraksi abdomen
- membantu
mengurangi rasa
nyeri dengan
mmengalihkan
perhatian
- analgetik
membantu
mengurangi rasa
nyeri
- lingkungan yang
nyaman dapat
memberikan
rasa nyaman klien.
-mengidentifikasi
adanya resiko
infeksi lebih
dini
-keadaan luka yang
diketahui lebih awal
dapat mengurangi
resiko infeksi
-suhu tubuh naik
dapat di indikasikan
adanya
proses infeksi
-teknik aseptik dapat
m5enurunkan resiko
infeksi nosokomial
13
4.
5.
Ansietas
berhubungan
dengan kurangnya
pengetahuan
tentang penyakit.
Gangguan
mobilitas
berhubungan
dengan kelemahan
fisik
pasien tidak
merasa gelisah
terhadap
penyakitnya.
pasien dapat
begerak secara
normal.
a. kaji emosional
pasien
b. memberikan
penyuluhan kepada
pasien dan keluarga
pasien.
a. kaji ruang
rentang gerak
pasien.
b. melatih pasien
dalam
berkomunikasi.
-antibiotik mencegah
adanya infeksi
bakteri
dari luar.
-untuk mengetahui
perkembangan
perasaan pasien.
-untuk menguragi
ansietas pasien
terhadap
penyakitnya.
- untuk mengetahui
berapa besar
kemampuan pasien
dalam bergerak
- agar pasien dapat
berkomunikasi
dengan lancar.
BAB III
PENUTUP
14
3.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma
Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
TANDA DAN GEJALA
Nyeri pada penggerakan
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
Functio laesa (fungsiterganggu)
Posisi trauma abnormal
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ.
Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
3.2 Saran
Kami menyadari dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar kami
menjadi lebih baik lagi.
15
top related