bab i pendahuluan - xa.yimg.com · patella dan femur tampak lesi litik . pemeriksaan...
Post on 28-Apr-2018
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang terbanyak dan
menempati urutan ke-8 terbanyak pada tumor ganas yang terjadi pada usia anak-
anak.7 Osteosarkoma dapat terjadi pada rentang usia 2 sampai 92 tahun, tetapi
paling sering terjadi pada dekade kedua dan dekade ketujuh. Osteosarkoma
primer terjadi pada usia dekade kedua, sedangkan pada usia tua biasanya
merupakan osteosarkoma sekunder misalnya pada penderita penyakit Paget.1
Klasifikasi osteosarkoma berdasarkan lokasi dan histopatologi, misalnya
berdasarkan lokasi osteosarkoma diklasifikasikan menjadi osteosarkoma
intraosseus/ intrameduler, jukstakortikal/ permukaan dan ekstraosseus/
ekstraskeletal.1,2 Berdasarkan histopatologi osteosarkoma dibagi menjadi
osteoblastik, kondroblastik dan fibroblastik sesuai komposisi sel penyusun paling
dominan.3,11
Pemeriksaan radiologi foto polos dapat mengarahkan diagnosis
osteosarkoma, tetapi untuk lokasi yang kompleks seperti vertebra dan pelvis perlu
pemeriksaan potong lintang untuk memastikan mineralisasi matriks tumor.
Osteosarkoma tipe osteoid tampak lebih sklerotik dibandingkan tipe
kondroblastik, sedangkan tipe fibroblastik tampak lebih litik daripada tipe
kondroblastik pada pemeriksaan foto polos.3,6,11,13
Pada kasus yang akan dibahas ini terdapat tiga lesi pada tiga regio dengan
gambaran yang tidak sama. Pada tibia tampak lesi sklerotik, sedangkan pada
patella dan femur tampak lesi litik . Pemeriksaan patologi-anatomi dilakukan dua
kali dan cuplikan lesi diambil dengan aspirasi jarum halus ditemukan sel ganas
condong suatu osteosarkoma pada tibia dan pemeriksaan berikutnya ditemukan sel
radang tanpa penemuan sel ganas. Penemuan ini cukup membingungkan,
walaupun pengambilan contoh lesi dengan aspirasi jarum halus kadang-kadang
tidak tepat pada lesi yang seharusnya. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah
membahas osteosarkomatosis yang secara insidensi jarang terjadi sehingga
penegakan diagnosisnya cukup sulit dilakukan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Osteosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel spindel neoplastik
yang menghasilkan tumor tulang osteoid dan/atau imatur. Ada tiga lokasi
osteosarkoma yaitu intraosseus/intrameduler, jukstakortikal/permukaan dan
ekstraosseus/ekstraskeletal (Gambar 1). Osteosarkoma intraosseus/intrameduler
jika lesi terdapat di dalam tulang (91-95% kasus), osteosarkoma
jukstakortikal/permukaan jika lesi terdapat pada permukaan tulang (5-8% kasus)
dan ekstraosseus/ekstraskeletal jika osteosarkoma terdapat di luar sistema tulang
(1% kasus). Osteosarkoma ekstraskeletal paling sering terjadi di jaringan lunak
paha aspek profunda, anggota gerak atas dan retroperitoneum.1,2
Pada beberapa kasus terjadi lesi osteosarkoma pada banyak tempat disebut
osteosarkoma multifokal, osteosarkomatosis, osteosarkoma sklerotik multipel atau
multisentrik sinkronos.1 Osteosarkomatosis harus dibedakan dengan osteosarkoma
yang meloncat (skip lesion). Osteosarkomatosis adalah fokus osteosarkoma
intraosseus multiple yang tampak pada saat bersamaan, yang terjadi kemungkinan
karena metastasis progresif. Teori ini masih kontroversial namun adanya
metastasis osteosarkoma pada paru dan osteosarkoma sisi tubuh yang simetris
mendukung teori ini. Osteosarkomatosis jarang terjadi, diperkirakan hanya 3-4%
kasus. Penelitian Hopper et al. (1990) menyebutkan dari kasus yang dilaporkan
dengan osteosarkomatosis, pemeriksaan radiologi osteosarkomatosis sebanyak
97% menunjukkan lesi berbatas tidak tegas, terdapat destruksi korteks, reaksi
periosteal agresif dengan perluasan massa ke jaringan lunak. Lesi biasanya berisi
osteoid seperti awan, tetapi ada juga yang berupa lesi litik (Gambar 2).
Fokus sekunder biasanya lebih kecil, lebih sklerotik, berbatas lebih tegas,
destruksi korteks lebih sedikit dan reaksi periosteal tidak sehebat fokus primer.
Osteosarkomatosis mempunyai prognosis buruk, penelitian Parham et al. (1985)
menyebutkan sembilan penderita osteosarkomatosis yang mereka teliti
3
kesemuanya meninggal dunia walaupun diterapi intensif (rata-rata ketahanan
hidup 12 bulan, dengan rentang waktu 6-37 bulan).3
Osteosarkoma yang melompat adalah tumor diskontinu pada tulang
tempat lesi tumor primer (Gambar 3). Menurut penelitian Greene et al. (2002)
fokus tumor terjadi pada tulang yang sama dengan lesi primer, tetapi tidak
berhubungan secara anatomis dengan lesi primer (dipisahkan oleh sumsum tulang
normal). Osteosarkoma dengan lesi yang melompat menurut penelitian Enneking
dan Kagan (1975) dan Kager et al. (2006) terjadi sebanyak 1-25% pada
osteosarkoma intraosseus tingkat tinggi, sedangkan menurut Kager et al. (2006)
pada 1765 pasien osteosarkoma yang diteliti oleh Cooperative Osteosarcoma
Study Group hanya 24 pasien (1,4%) yang menderita osteosakoma dengan lesi
yang melompat. Penderita osteosarkoma dengan lesi yang melompat juga
mempunyai prognosis yang sangat buruk. Pemeriksaan osteosarkoma dengan
MRI paling baik untuk melihat adanya lesi yang melompat dan harus dilakukan
pada saat evaluasi pertama dilakukan.3
B. Klinis
Temuan klinis osteosarkoma terbanyak adalah nyeri, baik akibat
pembengkakan jaringan lunak karena penarikan periosteum maupun oleh karena
patah tulang. Keluhan kedua terbanyak adalah pembengkakan akibat adanya
massa jaringan lunak. Gejala sistemik dapat berupa penurunan berat badan, pucat,
demam, dan anoreksia.4
C. Etiologi
Penyebab osteosarkoma secara umum tidak diketahui. Osteosarkoma yang
tidak diketahui penyebabnya merupakan osteosarkoma primer, sedangkan
osteosarkoma sebagai akibat keadaan lainnya merupakan osteosarkoma sekunder.
Osteosarkoma sekunder misalnya terjadi pada penderita penyakit Paget, displasia
fibrosa, radiasi ionisasi eksternal atau adanya riwayat makan zat radioaktif.
4
Beberapa kasus osteosarkoma dikatakan mempunyai predisposisi faktor genetik,
misalnya pada retinoblastoma herediter dan sindroma Li-Fraumeni.4,5
D. Insidensi
Insidensi osteosarkoma 0,2-3 / 100.000 jiwa per tahun, merupakan kanker
primer tulang terbanyak.6 Osteosarkoma dapat terjadi pada rentang usia 2 sampai
92 tahun, tetapi paling sering terjadi dekade kedua (60% kasus) dengan puncak
pertama pada usia 10-20 tahun dan puncak kedua pada usia 60 tahun (10%
kasus).1 Kejadian pada laki-laki dibandingkan perempuan lebih kurang 1,4 : 1.6
Osteosarkoma merupakan peringkat ke-8 terbanyak dalam kejadian
keganasan pada anak-anak setelah leukemia (30%), keganasan otak dan sistema
saraf (22,3%), neuroblastoma (7,3%), tumor Wilms (5,6%), limfoma non-
Hodgkin (4,5%), rabdomiosarkoma (3,1%), retinoblastoma (2,8%), osteosarkoma
(2,4%).7 Berdasarkan lokasi lesi osteosarkoma intraosseus sering terjadi pada
dekade kedua, sedangkan osteosarkoma ekstraskeletal sering terjadi pada orang
dewasa.1
Tingkat ketahanan hidup 5 tahun osteosarkoma 68% pada laki-laki dan
perempuan, dengan tingkat ketahanan hidup lebih jelek pada penderita usia tua.
Hasil akhir terapi tergantung tahap perkembangan penyakit (stadium),
keberadaan metastasis, kekambuhan lokal, regimen kemoterapi, lokasi anatomi
ukuran tumor dan prosentase jumlah sel tumor yang dihancurkan setelah
kemoterapi ajuvan.7
E. Predileksi Anatomi
Osteosarkoma intraosseus umumnya terjadi di tulang panjang anggota
tubuh dekat lempeng pertumbuhan metafiseal (Gambar 4)8, paling sering pada
femur (42% dengan tujuh puluh lima persennya pada femur aspek distal), tibia
(19% dengan delapan puluh persennya berada di tibia aspek proksimal), humerus
5
(10% dengan sembilan puluh persennya berada di humerus aspek proksimal),
tengkorak atau rahang (8%) dan pelvis (8%) (Gambar 2).7
F. Patogenesis
Stem sel mesenkimal secara normal akan berdiferensiasi menjadi tulang,
kartilago, otot, sumsum tulang, tendon, ligamen dan jaringan ikat. Pada
osteosarkoma diferensiasi ini mengalami kegagalan, sehingga osteoprogenitor
tidak berkembang menjadi proosteoblas dan berakhir menjadi osteosit sempurna.
Sel imatur ini berkembang terus dan sel tumor akan menembus trabekula tulang,
system Havers dan kanalis Volkmann. Bila tumor telah mencapai permukaan
korteks paling luar, periosteum terputus dari tulang. Lapisan kambium lapisan
dalam periosteum bereaksi agar terpisah dari korteks dengan membentuk tulang
baru yang kadang-kadang terlihat sebagai kulit tulang inkomplit yang tampak
terkait dengan permukaan tulang hanya pada satu sisi dan terbuka atau terputus di
tengah disebut segitiga Codman. Reaksi periosteal pada osteosarkoma juga dapat
terlihat seperti sinar matahari atau hair-on-end.1
G. Klasifikasi
Committee for the Classification of Bone Tumors Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pada tahun 2002 membagi osteosarkoma menjadi 8 tipe yaitu (1)
osteosarkoma konvensional; (2) osteosarkoma telengiektatik; (3) osteosarkoma
sel kecil; (4) osteosarkoma sentral tingkat rendah; (5) osteosarkoma sekunder; (6)
osteosarkoma parosteal; (7) osteosarkoma periosteal; dan (8) osteosarkoma high-
grade surface.
Berdasarkan histopatologi osteosarkoma dibagi menjadi tipe osteoblastik,
kondroblastik dan fibroblastik sesuai dengan gambaran sel pembentuk tumor yang
paling dominan. Sebenarnya kebanyakan osteosarkoma menunjukkan gambaran
histopatologi campuran (pleomorfik)3 (Gambar 5)10. Pembagian berdasarkan
gambaran histopatologi ini merujuk pada komposisi sel penyusun yaitu jika
6
osteosarkoma tipe kondroblastik jika sel dominan kondrosit sebesar 90%,
osteoblastik jika sel dominan osteosit sebanyak 50-80%, dan fibroblastik jika sel
dominan fibrosit sebanyak 5-25%. Osteosarkoma telengiektatik disusun oleh 90%
ruangan berisi darah dengan komposisi dominan.3
Osteosarkoma tipe osteoblastik memiliki matriks osteoid disusun oleh
plasmatoid ganas sampai osteoblas epiteloid dengan sebagian sel bulat kecil
sampai ovoid, sel spindel dan sel datia anaplastik mono atau multinuklear.
Matriks osteoid bervariasi dari lembaran padat, bergelombang, seperti rajutan
trabekula, halus, sampai seperti untaian. Tipe kondroblastik memiliki matriks
kondroid biasanya mirip kartilago hialin dengan sel ganas dalam lakuna.
Osteosarkoma fibroblastik disusun oleh sel spindel ganas dengan sedikit sel
osteoid. Adanya sel osteoid membedakan osteosarcoma tipe osteoid dengan
kondrosarkoma, dan osteosarkoma tipe fibroblastik dengan fibrosarkoma atau
histiositoma fibrosa maligna (MFH). Gambaran histopatologi osteosarkoma
berhubungan dengan gambaran radiologis, bila secara histopatologi tipe
osteoblastik maka gambaran radiologis cenderung sklerotik, sedangkan tipe
fibroblastik cenderung campuran dan tipe kondroblastik cenderung litik (Gambar
6).11
H. Stadium
Sistem stadium tumor tulang yang digunakan adalah sistem yang
dikembangkan oleh Musculoskeletal Tumor Society (Enneking) dan sistem TNM
(AJCC-UICC). Sistem yang dikembangkan oleh Enneking et al. membagi
stadium tumor berdasarkan tingkat (grade=G), letak tumor (T) dan adanya
metastasis (M) (Tabel 1). Tingkat terdiri dari jinak (G0), ganas tingkat rendah
(G1) dan ganas tingkat tinggi (G2). Letak tumor menilai terhadap adanya tumor
dalam kompartemen atau di luar kompartemen tulang, yaitu bila tumor hanya
berada dalam kompartemen maka dimasukkan dalam klasifikasi
intrakompartemen (T1), sedangkan bila tumor telah melewati tulang dan meluas
ke jaringan lunak sekitarnya diklasifikasikan sebagai ekstrakompartemen(T2).
7
Metastasis dibagi menjadi dua keadaan yaitu tanpa metastasis (M0) dan dengan
metastasis (M1). Jika tampak adanya metastasis limfonodi maka staging menjadi
metastasis jauh. Sistem Enneking ini mencampuradukkan gambaran histologis,
radiologi (sistem tingkat Lodwick) dan temuan klinis.3
Sistem TNM dikembangkan oleh American Joint Commission on Cancer
(AJCC) – International Union against Cancer (UICC), penerapannya terbatas
pada tumor mesenkimal (Tabel 2).12 TNM menilai adanya perluasan tumor lokal,
keterlibatan limfonodi dan metastasis. Perluasan tumor lokal adalah regio
anatomik disekitar tumor yang dibatasi oleh penghalang alami (Gambar 7). T1
bila dimensi terbesar tumor berukuran 8 cm atau kurang, T2 bila lebih dari 8 cm,
dan T3 jika ada tumor di tempat primer yang tidak berkelanjutan (diskontinu/lesi
yang melompat). Metastasis yang melompat pada tulang yang sama dan fokus
tumor yang menyeberangi sendi dikategorikan T3, bukan M1. Adanya perluasan
tumor baik intrakompartemen maupun ekstrakompartemen dapat dilihat dengan
pemeriksaan CT scan dan MRI. Shigeru et al. membagi kompartemen tangan atas
terdiri atas kompartemen anterior dan posterior, sedangkan tangan terdiri atas
kompartemen volar, dorsal, dan mobile wad. Kompartemen pelvis cukup rumit
karena berdasarkan setiap otot. Kompartemen paha terdiri atas kompartemen
anterior dan posterior. Kompartemen tungkai bawah terdiri atas anterior, lateral,
posterior dan posterior profunda. Kompartemen kaki terdiri dari kompartemen
medial, kalkaneal, lateral, interosseus, superfisial sentral, profunda sentral, dan
kulit.10
Bila terdapat keterlibatan limfonodi (N) pada tumor mesenkimal berarti
terjadi metastasis. Pada sistem TNM bila terdapat keganasan pada tangan dan
kaki, hanya limfonodi aksila dan inguinal yang dianggap limfonodi regional. Hal
yang harus diperhatikan adalah apakah fokus tumor tulang yang berada jauh satu
sama lain merupakan metastasis atau tumor primer multisentrik, misalnya pada
osteosarkoma dapat terjadi tumor sinkronos pada bagian tubuh yang berbeda.
Pada tumor mesenkimal terdapat istilah faktor G yang berasal dari tingkat
histopatologi tumor mesenkimal. Hal ini dicantumkan pada sistem TNM untuk
mengklasifikasikan apakah tumor tersebut atipik atau piknosis. Tingkat 1 bila sel
8
tumor berdiferensiasi baik. Bila semakin besar tingkatnya, yang diklasifikasikan
menjadi tingkat 4, berarti sel tumor berdiferensiasi buruk.3,11
I. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan kecurigaan osteosarkoma dapat dilakukan dengan foto polos
tulang, CT scan, MRI dan skintigrafi tulang. Pemeriksaan foto polos tulang dapat
melihat adanya perubahan osseus dan biasanya dapat mengarah kepada
osteosarkoma, pemeriksaan CT scan dapat melihat matriks tumor dan adanya
penetrasi kortikal, pemeriksaan MRI dapat menentukan batas tumor dan stadium
tumor, dan skintigrafi tulang dapat menunjukkan adanya peningkatan uptake.13
Pemeriksaan cross-sectional terutama MRI sangat berguna untuk
mengevaluasi osteosarkoma intrameduler dan perluasan ke jaringan lunak serta
hubungan tumor dengan pembuluh darah dan saraf. Pemeriksaan MRI harus
melibatkan seluruh tulang yang terlibat dan sendi yang di dekatnya sehingga bila
terdapat lesi yang melompat (skip lesion) dapat terlihat. Pemeriksaan secara
sistemis untuk menegakkan stadium harus diutamakan pada dada dan sistem
tulang.6,11,13
CT scan mempunyai kemampuan memperlihatkan area kecil matriks yang
termineralisasi yang tidak dapat dideteksi oleh foto polos, terutama pada tulang
yang anatominya kompleks seperti pelvis dan vertebra. CT scan juga lebih baik
menunjukkan lesi yang dominan litik dibandingkan MRI. Bagian tumor yang
tidak memiliki mineralisasi mempunyai atenuasi jaringan lunak dan menggantikan
atenuasi rendah normal sumsum lemak. Komponen kondroblastik menunjukkan
atenuasi rendah karena berisi air yang lebih tinggi. Adanya perdarahan atau
nekrosis mempunyai atenuasi rendah. Matriks osteoid menunjukkan atenuasi
sangat tinggi.
Osteosarkoma pada pemeriksaan T1-weighted MRI akan menunjukkan
sinyal intensitas intermediet dan T2-weighted menunjukkan sinyal intensitas
tinggi. Area dengan sinyal intensitas rendah pada T1-weighted dan T2-weighted
sering tampak dan tampak adanya matriks yang termineralisasi. Perdarahan
9
sentral ditunjukkan oleh area dengan intensitas sinyal tinggi pada semua sekuens
MRI. Nekrosis ditunjukkan oleh sinyal intensitas rendah pada T1-weighted dan
sinyal intensitas tinggi pada T2-weighted.3
J. Temuan Radiologi
Ada lima hal yang wajib dilaporkan dalam temuan lesi pada tulang yaitu
batas tumor atau pola destruksi tulang, densitas lesi atau matriks tumor, lokasi
tumor, reaksi periosteal dan umur penderita. Batas tumor adalah batas antara
tumor dengan tulang normal penderita, antara lain lebar batas tulang normal
dengan abnormal (zona transisi) dan keberadaan batas sklerotik. Batas tumor
tulang litik dibagi menjadi tipe 1 (geografik), tipe 2 (moth-eaten) dan tipe 3
(permiatif). Tipe geografik jika batas lesi tegas, tetapi lesi ini dibedakan lagi
menjadi 3 tipe yaitu tipe 1 A jika zona transisi batas tegas, tipis dengan batas
sklerotik, tipe 1 B jika zona transisi batas tegas, tipis, tetapi tidak terdapat batas
sklerotik, dan tipe 1 C zona transisi lebar dan tidak memiliki batas sklerotik. Tipe
moth-eaten jika destruksi tulang multifokal ditunjukkan oleh gambaran lubang-
lubang yang berbatas tidak tegas. Tipe permiatif jika terjadi infiltrasi tumor dan
pembesaran pada sistem Havers.
Hal kedua yang harus dilaporkan adalah densitas lesi atau matriks tumor
sesuai dengan gambaran radiolusen (lesi litik), radioopak (lesi blastik) atau
campuran (lesi litik dan blastik). Matriks kondroid adalah osifikasi enkondral
nodul kondroit, pada foto polos tampak lingkaran atau potongan lingkaran
berukuran 1 sampai 2 mm, atau bisa juga disebut kalsifikasi arcs and rings,
punctata, popcorn, C and J shaped. Matriks osteoid adalah kalsifikasi dengan
bentuk amorf, sering disebut cloud like, fluffy, atau cotton wool. Opasifikasi
ground glass pada displasia fibrosa termasuk kalsifikasi osteoid. Jika gambaran
foto polos menimbulkan keraguan, maka CT scan dapat memberikan gambaran
yang lebih jelas.
Hal ketiga yang harus dilaporkan adalah lokasi lesi. Lesi tertentu biasanya
berada pada lokasi tertentu, misalnya lesi soliter di epifisis, metafisis dan diafisis,
10
lesi berada pada tulang pipih atau tubular, berada di sentral atau eksentrik, dan
berada pada satu tulang tertentu.
Hal keempat yang harus dilaporkan adalah adanya reaksi periosteal.
Reaksi periosteal adalah pembentukan tulang baru dari periosteum, dibagi
menjadi dua yaitu solid (tidak terputus) dan terputus. Reaksi periosteal tidak
terputus jika penebalan kortikal seragam. Hal ini terjadi karena pertumbuhan
tumor lamban kemudian menyerap korteks, tetapi periosteum bereaksi dengan
pembentukan tulang baru. Reaksi periosteal terputus menunjukkan lesi agresif,
termasuk reaksi periosteal adalah lamellated (onion-skin), hair-on-end, sunburst,
dan absent. Reaksi periosteal lamellated jika pembentukan tulang baru sejajar
dengan korteks di dekatnya, dibatasi oleh lapisan radiolusen tipis matriks yang tak
berkalsifikasi atau tumor. Hair-on-end dan sunburst menunjukkan pertumbuhan
yang cepat. Codman’s triangle adalah kalsifikasi periosteal yang terbentuk pada
tepi lesi agresif, tetapi periosteum tidak terlihat karena penghancuran dan
pengangkatan terjadi sangat cepat.
Hal kelima yang harus dilaporkan adalah usia penderita. Usia penderita
seperti halnya lokasi lesi sangat penting diketahui karena jenis tumor tertentu
hanya terjadi pada usia tertentu, misalnya usia kurang dari satu tahun cenderung
mengalami metastasis neuroblastoma, usia 1 sampai 10 tahun cenderung
menderita sarkoma Ewing, usia 10 sampai 30 tahun cenderung menderita
osteosarkoma, osteoblastoma, giant cell tumor, dan lain-lain.
Penyakit tertentu biasanya merupakan lesi tulang tunggal, tetapi ada juga
penyakit dengan lesi dari satu. Lesi multipel dapat bersifat jinak atau ganas. Lesi
jinak seperti displasia fibrosa, histiositosis, eksostosis / osteokondromata multipel,
penyakit Paget, atau enkondromatosis. Lesi ganas misalnya metastasis, mieloma
multipel, atau lesi primer multipel seperti angiosarkoma dan
hemangioendotelioma.14
Temuan radiologi sesuai subtipe osteosarkoma, lokasi pada tulang dan
histopatologi.2 Gambaran foto polos osteosarkoma intraosseus bervariasi mulai
dari radiolusen (25-43%) sampai sklerotik (25-47%). Daerah sklerosis/kalsifikasi
osteosarkoma intrameduler dan ekstraosseus bentuk ireguler, sebagian bulat, batas
11
tidak tegas yang disebut gambaran awan kumulus dan/atau disorganisasi.
Mineralisasi/kalsifikasi matriks tulang bisa berpola ground-glass atau ivory,
misalnya osteosarkoma pada corpus vertebra polanya ivory. Pada osteosarkoma
tipe kondroblastik kalsifikasi tampak seperti cincin atau seperti busur. Pada
osteosarkoma ekstraskeletal/osseus akan tampak matriks osteoid berkalsifikasi .
Lokasi osteosarkoma sering di meta-diafiseal atau metafisis, tetapi dapat
juga melibatkan lempeng epifiseal dan meluas ke epifisis. Kartilago sendi sering
menjadi penghalang perluasan osteosarkoma ke intraartikuler, sehingga lesi tidak
dapat masuk ke sendi. Perluasaan ke tulang baik di aspek proksimal maupun distal
tulang lesi primer pada kasus osteosarkoma merupakan penyebaran hematogen.
Osteosarkoma intraosseus sering menyebabkan destruksi kortikal, diikuti
dengan adanya reaksi periosteal. Hal ini terjadi pasca tiga minggu terjadinya
destruksi. Sel tumor menembus trabekula tulang, system Havers dan kanalis
Volkmann. Bila tumor telah mencapai permukaan korteks paling luar, periosteum
terputus dari tulang. Lapisan kambium lapisan dalam periosteum bereaksi agar
terpisah dari korteks dengan membentuk tulang baru yang kadang-kadang terlihat
sebagai kulit tulang inkomplit yang tampak terkait dengan permukaan tulang
hanya pada satu sisi dan terbuka atau terputus di tengah disebut segitiga Codman.
Reaksi periosteal pada osteosarkoma juga dapat terlihat seperti sinar matahari
(sunburst) atau hair-on-end.1,13,15
Pada osteosarkoma osteoblastik sinkronos lesi berada pada beberapa
tempat cenderung di metafisis dan simetris pada sisi yang sama. Jenis ini khusus
terjadi pada anak usia 5-10 tahun dan prognosisnya buruk.13,15 Osteosarkoma jenis
ini proses kemungkinan akibat metastasis progresif. Biasanya metastasis juga
terjadi pada paru-paru, walaupun pada penelitian Hatori et al. pada kasus seorang
anak laki-laki berusia 15 tahun tidak terdapat metastasis pada paru-paru, tetapi
anak tersebut tetap didiagnosis sebagai osteosarkoma multifokal berdasarkan
temuan pada berbagai tempat pada tulang lainnya.16
12
K. Diferensial Diagnosis
Osteosarkomatosis menunjukkan gambaran radiologis lesi multipel
campuran sejumlah sklerotik sedangkan yang lainnya litik. Gambaran ini dapat
ditemui juga pada metastasis pada tulang oleh keganasan lainnya seperti
keganasan payudara, prostat, ginjal dan lain-lain atau limfoma primer pada tulang.
Limfoma primer pada tulang termasuk limfoma yang jarang. Limfoma
primer pada tulang harus dibedakan dengan penyakit tulang akibat penyakit
primer ektraosseus karena penyakit ini membutuhkan terapi yang lebih agresif dan
prognosisnya lebih buruk.
Limfoma primer pada tulang dapat terjadi pada segala usia, tetapi paling
sering pada dekade 4 sampai 718. Insidensi hanya 7% dari seluruh kasus tumor
tulang, 4-5% dari limfoma non Hodgkin ekstranodal, dan kurang dari 1% dari
keganasan limfoma. Laki-laki lebih sering menderita kelainan ini dibandingkan
perempuan. Pada pemeriksaan patologi anatomi limfoma kebanyakan adalah
limfoma sel B besar difus sesuai klasifikasi WHO.19
Secara radiologis pada foto polos tampak lesi litik atau campuran bentuk
permiatif atau moth-eaten dengan penebalan endosteal. Lesi cenderung terjadi
pada diafisis atau metadiafisis appendikular, terutama femur, tibia dan humerus.
Lesi tumbuh cepat sehingga pada foto polos, CT dan MRI tampak massa jaringan
lunak yang sangat besar tanpa destruksi korteks luas dan sekuestrum. Skintigrafi
tulang dapat menunjukkan peningkatan ambilan tracer sebelum ada perubahan
pada tulang secara radiologis.18 Pada MRI sekuens T1-weighted tampak lesi
permiatif dengan sinyal intermediet batas tidak tegas, tepi ireguler pada
metadiafisis atau diafisis tulang tidak disertai reaksi periosteal, sedangkan pada
sekuens T2-weighted tampak lesi hiperintens dan dengan pemberian gadolinium
tampak penyangatan pada lesi.20
Limfoma pada tulang dapat menyebar ke limfonodi dan tulang, tetapi
penyebaran ke paru jarang terjadi. Bila terjadi penyebaran ke paru, lesi cepat
membesar dan bertambah banyak.
13
Terapi limfoma pada tulang adalah radiasi seluruh tulang disertai
kemoterapi untuk disseminated disease. Hal ini berbeda dengan limfoma sistemik
yang disertai keterlibatan tulang yaitu kemoterapi. Limfoma sistemik dengan
limfoma sekunder pada tulang, lesi selalu sklerotik terutama jika limfoma berhasil
diterapi. Pada limfoma non-Hodgkin dengan penyebaran ke tulang menunjukkan
limfoma sangat agresif dengan prognosis buruk.18
Diagnosis banding osteosarkomatosis berikutnya adalah metastasis
keganasan pada tulang terjadi pada 20% sampai 35% kasus keganasan, hal ini
lebih sering terjadi dibandingkan tumor tulang itu sendiri dengan perbandingan
metastasis berbanding keganasan primer tulang 25:1. Sebanyak 80% metastasis
pada tulang berasal dari keganasan pada paru-paru, payudara, prostat dan ginjal.
Metastasis dapat ditemukan dengan pemeriksaan foto polos, PET atau
skintigrafi tulang. Skintigrafi tulang sangat sensitif sebesar 10% sampai 40% bila
dibandingkan dengan foto polos, sedangkan bila foto polos hanya 5%
dibandingkan skintigrafi tulang, tetapi spesivitas skintigrafi sangat rendah.
Kecuali lesi pada costa dan vertebra, MRI merupakan modalitas yang paling baik
dalam menemukan kelainan ini.
Metastasis pada foto polos mempunyai densitas yang bervariasi. Lesi litik
dapat terjadi pada keganasan yang berasal pada paru, ginjal, payudara, tiroid,
gastrointestinal dan neuroblastoma. Lesi sklerotik dapat terjadi pada keganasan
yang berasal dari prostat, payudara, kandung kemih, gastrointestinal
(adenokarsinoma dan karsinoid), paru (biasanya karsinoma small cell) dan
meduloblastoma. Lesi campuran litik dan sklerotik dapat terjadi pada keganasan
yang berasal dari payudara, paru-paru, kandung kemih dan neuroblastoma.
Gambaran radiologis metastasis biasanya permiatif atau moth-eaten dengan batas
tidak tegas, zona transisi lebar, tanpa batas sklerotik dengan reaksi periosteal
sedikit. Kadang-kadang metastasis dapat berupa gambaran geografik, bubbly
dengan massa ekspansil. Metastasis soliter ekspansil berasal dari keganasal sel
renal atau tiroid. Nekrosis pada lesi pasca kemoterapi atau radioterapi tampak
densitas lesi mungkin berubah.
14
Metastasis paling banyak terjadi pada lokasi sumsum tulang merah tulang
aksial (costa, pelvis, vertebra dan tengkorak), humerus aspek proksimal dan
femur. Epifisis dan mandibula jarang terlibat. Lesi pada cubiti dan genu aspek
distal biasanya berasal dari keganasan primer paru-paru. Metastasis pada korteks
tulang selalu terjadi pada keganasan yang berasal dari paru-paru dan payudara.18
L. Terapi
Terapi osteosarkoma tingkat tinggi tergantung tumor terlokalisir pada satu
tulang atau telah mengalami metastasis jauh. Tumor dikatakan terlokalisir apabila
sel kanker tidak menyebar melewati tulang primer yang terlibat atau jaringan di
dekatnya. Osteosarkoma dikatakan mengalami metastasis jika pada saat diagnosis
sel kanker tampak menyebar ke bagian tubuh lainnya. Osteosarkoma dikatakan
kambuh jika tumor tampak lagi setelah dilakukan terapi.
Osteosarkoma terlokalisir diterapi dengan reseksi komplit dilanjutkan
dengan kemoterapi. Osteosarkoma yang disertai metastasis terutama di paru-paru
diterapi dengan reseksi komplit tulang primer dan nodul metastasis di paru-paru.
Pada beberapa kasus terbukti nodul di paru-paru bukan nodul metastasis, tetapi
dinyatakan sebagai pseudometastasis. Osteosarkoma kambuh diterapi dengan
reseksi komplit dan apabila terdapat nodul metastasis pada paru-paru maka nodul
di paru-paru juga di reseksi.4 Radioterapi mempunyai peran yang terbatas dan
hanya dilakukan pada tumor yang inoperabel.6
M. Prognosis
Reseksi dikombinasi dengan kemoterapi neoajuvan memberikan
kesembuhan 60-70% pada pasien dengan osteosarkoma terlokalisir di anggota
gerak dan 30% pada osteosarkoma di tulang aksial,4 sedangkan
osteosarkomatosis mempunyai prognosis buruk walaupun diterapi intensif (rata-
rata ketahanan hidup 12 bulan, dengan rentang waktu 6-37 bulan).3
Pada osteosarkoma terlokalisir pemeriksaan tindak lanjut disarankan setiap
6 minggu sampai 3 bulan sekali dalam 1 dan 2 tahun setelah penegakan diagnosis,
15
kemudian dilanjutkan setiap 2-4 bulan dalam 3 dan 4 tahun berikutnya, setiap 6
bulan dalam 5-10 tahun berikutnya dan setiap 6-12 bulan setelah 10 tahun
tersebut. Pemeriksaan termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto thorax.
Foto polos pada tumor tulang primer direkomendasikan setiap 4 bulan sampai
akhir tahun ke-4. Metastasis pada osteosarkoma terlokalisis dapat terjadi setelah
10 tahun setelah didiagnosis dan sampai saat ini belum ada konsensus batas waktu
akhir pengawasan pada kasus osteosarkoma.4
Terapi multimodalitas osteosarkoma berhubungan dengan perubahan
menetap pada jantung, ginjal, pendengaran, fungsi reproduksi, masalah ortopedik
dan kemungkinan keganasan sekunder, sehingga pemeriksaan tindak lanjut harus
meliputi pemeriksaan organ tubuh lainnya.6
16
BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki berumur 14 tahun datang berobat ke RSS (tanggal
14-06-2014) dengan keluhan benjolan pada tungkai kiri bawah. Benjolan tidak
terlihat merah, tidak terasa panas, tetapi nyeri bila ditekan. Benjolan di tungkai
kiri bawah dikatakan mulai ada sejak lebih kurang dua bulan yang lalu setelah
terjatuh. Saat itu besarnya sebesar telur angsa. Os mengatakan benjolan sejak awal
tidak nyeri, tetapi nyeri jika ditekan. Keluhan ini menyebabkan os berobat ke
tukang pijat untuk diurut. Keluhan tidak membaik, malahan benjolan semakin
besar. Os berobat ke puskesmas, karena tidak sembuh juga maka os ke RS K,
kemudian dirujuk ke RSS. Os menyangkal adanya demam atau benjolan di
tempat lainnya. Keluarga juga tidak pernah menderita tumor.
Pemeriksaan penunjang sebelum dirujuk ke RSS adalah pemeriksaan
patologi anatomi (tanggal 20-06-2014) dengan aspirasi jarum halus pada benjolan.
Hasil pemeriksaan menyatakan didapatkan sel ganas cenderung kepada
osteosarkoma pada tibia sinistra.
Hasil pemeriksaan fisik di RSS didapati keadaan umum baik, kesadaran
compos mentis dengan tanda vital normal. Pada pemeriksaan kepala, leher, dada,
perut, anggota gerak atas, dan anggota gerak bawah kanan didapati normal. Pada
pemeriksaan anggota gerak bawah regio cruris sinistra tampak massa di daerah
proximal cruris sinistra di sisi medial, warna kulit seperti kulit di sekitarnya,
teraba keras, permukaan licin, ukuran 8 cm x 4 cm keras, venektasi (+),
sedangkan bagian distal dan proximal massa tampak normal. Pada pemeriksaan
nyeri tekan pada benjolan, tampak os kesakitan. Os mengalami keterbatasan
dalam menggerakkan tungkai bawah yang menderita benjolan.
Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 30-06-2014) didapati nilai
sebagai berikut Hb 11,7 g/dL, AL 11,3 /uL, AT 664.000/uL ,
Na 135 mmol/L, K 4,10 mmol/L, Cl 89 mmol/L, Ca 2,42 mmol/L, BUN
9,10 mg/dL , Creat 0,88 mg/dL , GDS 104 mg/dl, SGOT 41 U/L, SGPT 68
17
U/L, CRP Kuantitatif >150 mg/L, HbsAg 0,537 (NR), AFP 0,527 IU/mL,
Ca 125 10,52 U/mL, Ca 15-3 13,11 U/mL, dan Ca 19-9 <2,50 U/mL.
Pemeriksaan MRI cruris-genu sinistra (tanggal 20-06-2014) dengan
sekuens T1-weighted dan T2- weighted tampak tumor jaringan lunak di daerah
musculus gastrocnemius, ukuran sekitar 8,4 x 5,8 x 5 cm, batas iregular, tampak
infiltrasi ke tulang tibia. Tidak tampak lesi melewati sendi genu. Sela sendi
simetris, tak menyempit. Condylus femur, muskulus dan jaringan lemak
sekitarnya tak tampak lesi. Tak tampak efusi sendi. Kesan : tumor jaringan lunak
(sarcoma ?), curiga berasal dari musculus gastrocnemius, ukuran sekitar 8,4 x 5,8
x 5 cm, tampak infiltrasi ke tulang tibia proximal. Tidak tampak infiltrasi ke sela
sendi genu/ke daerah femur.
Pada pemeriksaan foto polos genu bilateral (tanggal 30-06-2014) tampak
lesi sklerotik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi
sempit ukuran kurang dari 8 cm, di metafisis tibia sinistra aspek anteromedial
disertai reaksi periosteal segitiga Codman (+). Tampak massa jaringan lunak di
regio cruris sinistra. Facies articularis tampak licin. Celah sendi tak tampak
kelainan. Kesan curiga osteosarkoma os tibia sinistra.
Pada pemeriksaan foto polos cruris bilateral (tanggal 30-06-2014) tampak
sklerotik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi
sempit di metafisis tibia sinistra aspek anteromedial disertai reaksi periosteal
segitiga Codman (+). Tampak massa jaringan lunak di regio cruris sinistra. Facies
articularis tampak licin. Celah sendi tak tampak kelainan. Kesan curiga
osteosarkoma os tibia sinistra.
Pada pemeriksaan foto polos femur sinistra (tanggal 30-06-2014) tampak
lesi litik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi
sempit di metadiafisis femur sinistra aspek anteromedial. Tampak lesi litik
bentuk amorf, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi sempit di
patella sinistra. Tak tampak reaksi periosteal. Tak tampak massa jaringan lunak.
Facies articularis tampak licin. Celah sendi tak tampak kelainan. Kesan curiga
metastasis osteosarkoma di femur sinistra aspek distal dan patella sinistra.
18
Pada pemeriksaan foto thorax (tanggal 30-06-2014) tak tampak adanya lesi
pada pulmo dan sistema tulang. Tak tampak adanya efusi cairan pada pleura.
Rasio jantung-dada dalam batas normal.
Pemeriksaan histopatologi dengan aspirasi jarum halus diperoleh sel-sel
radang terdiri atas limfosit, leukosit PMN, sel-sel spindel dengan kromatin halus.
Latar belakang massa amorf biru nekrotik dan eritrosit merata. Tidak didapatkan
sel ganas. Hasil pemeriksaan tidak mendapatkan adanya sel ganas, hanya tampak
proses peradangan.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien berusia dekade kedua (usia 14 tahun) berjenis
kelamin laki-laki dengan benjolan pada tungkai kiri bawah, ada riwayat trauma
sebelumnya. Pasien dipijat pada tempat yang mengalami mengalami sakit,
kemudian benjolan mengalami pembesaran dan nyeri bila ditekan. Benjolan tidak
didahului warna kemerahan pada kulit, tidak ada luka dan tidak panas. Pada kasus
awal kemungkinan adanya peradangan dapat disingkirkan, sehingga diduga sejak
awal kelainan ini adalah tumor.
Tidak ada data apakah pasien diperiksa foto polos tulang di rumah sakit
sebelumnya, tetapi dengan asumsi pasien telah diperiksa foto polos dan
kecurigaan mengarah kepada tumor maka pemeriksaan dilanjutkan dengan
pemeriksaan patologi anatomi. Hasil pemeriksaan patologi anatomi dinyatakan
lesi condong suatu osteosarkoma os tibia sinistra. Osteosarkoma pada laki-laki
dan perempuan angka kejadiannya lebih sering pada laki-laki dengan
perbandingan 1,4:1. Hal ini diduga berhubungan dengan tempat pertumbuhan
tulang laki-laki tumbuh dalam waktu relatif lebih lama dibandingkan perempuan.
Penelitian osteosarkoma pada hewan dikatakan hewan yang mempunyai ukuran
tubuh lebih besar cenderung menderita osteosarkoma dibandingkan yang bertubuh
lebih kecil.9
Pada kasus ini tidak ada infeksi atau tumor lainnya pada penderita,
sehingga kita tidak mengetahui penyebab tumor. Penderita hanya mengatakan
benjolan sudah besar sejak dua bulan yang lalu. Kelainan ini merupakan kelainan
primer karena tidak ada riwayat penyakit keluarga maupun riwayat penyakit pada
penderita ini, seperti tidak adanya retinoblastoma yang diderita pasien pada kasus
ini. Pada kasus osteosarkoma sering ada hubungan antara terjadinya osteosarkoma
dengan retinoblastoma herediter atau sindroma Li-Fraumeni, tetapi untuk
menyingkirkan kemungkinan ini pemeriksaan genetika merupakan alat
pemeriksaan pilihan.
20
Pasien diperiksa MRI untuk mengetahui luas lesi, keterlibatan struktur
jaringan dan adanya kemungkinan metastasis pada limfonodi regional dan tulang
yang sama (skip lesion). Hasil pemeriksaan MRI dengan sekuens T1 dan T2
weighted dinyatakan adanya massa pada jaringan lunak yang kemungkinan
berasal dari musculus gastrocnemius dan menginfiltrasi os tibia sinistra aspek
proksimal, sehingga os dicurigai menderita sarkoma jaringan lunak
(rhabdomyosarcoma ?). Hasil pemeriksaan MRI dan patologi anatomi yang
berbeda menyebabkan klinisi ragu dalam melakukan terapi, sehingga dilakukan
pemeriksaan foto polos dan patologi anatomi regio genu sinistra.
Pada pemeriksaan foto polos genu bilateral tanggal 30-06-2014 tampak
lesi sklerotik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi
sempit di metafisis tibia sinistra aspek anteromedial disertai reaksi periosteal
segitiga Codman (+). Lesi sklerotik dengan bentuk lesi permiatif, batas tidak
tegas, zona transisi sempit dengan reaksi periosteal segitiga Codman pada usia
dekade 2 ini cenderung memenuhi gambaran lesi osteosarkoma intraosseus tipe
osteoblastik, bukan sarkoma Ewing yang cenderung litik dengan reaksi periosteal
gambaran lamellar/ kulit bawang. Tampak adanya massa pada jaringan lunak
regio cruris sinistra, mungkin ini adalah efek massa yang mulai menyebar ke
jaringan di luar tulang (ekstrakompartemen).
Pada pemeriksaan foto polos cruris bilateral tanggal 30-06-2014 tampak
lesi litik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi
sempit ukuran kurang dari di metafisis tibia sinistra aspek anteromedial disertai
reaksi periosteal segitiga Codman (+). Tampak massa jaringan lunak di regio
cruris sinistra. Facies articularis tampak licin. Celah sendi tak tampak kelainan.
Pada pemeriksaan foto polos femur sinistra tanggal 30-06-2014 tampak
lesi litik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi
sempit di metadiafisis femur sinistra aspek anteromedial. Tampak lesi litik
bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi sempit di
patella sinistra. Tak tampak reaksi periosteal. Tak tampak massa jaringan lunak.
Facies articularis tampak licin. Celah sendi tak tampak kelainan. Pemeriksaan
21
genu dan cruris di atas mendapatkan data tambahan adanya lesi multipel pada
pasien.
Tampak lesi pada tiga buah tulang yaitu tibia sinistra, femur sinistra dan
patella sinistra. Adanya lesi multipel menimbulkan pertanyaan apakah os
mengalami osteosarkoma multipel atau metastasis akibat keganasan pada organ
lainnya seperti neuroblastoma yang sering terjadi pada anak-anak atau limfoma
primer pada tulang. Bila dilihat lesi pada ketiga regio ini maka kecurigaan lesi di
femur aspek distal dan patella yang simetris dengan lesi pada tibia sinistra
merupakan metastasis tumor di tibia sinistra karena lesi berbeda dengan lesi pada
tibia yaitu litik dengan reaksi periosteal tidak dominan, sedangkan pada tibia
tampak adanya reaksi periosteal segitiga Codman yang lebih nyata. Osteosarkoma
multipel dicurigai akibat metastasis yang progresif, sering terjadi pada usia 5
sampai 10 tahun dan prognosisnya buruk 1,13,15
Pada pemeriksaan MRI genu dengan sekuens T1 dan T2 weighted os
tampak lesi pada regio cruris sinistra aspek proksimal yang awalnya diduga
merupakan lesi jaringan lunak. Pemeriksaan lesi pada regio genu ini tidak tepat
karena seharusnya MRI yang dilakukan adalah MRI regio cruris sinistra karena
pemeriksaan MRI seharusnya dapat memeriksa lesi pada tulang, adanya destruksi
pada korteks tulang, perluasan ke stuktur sekitar dan gangguan terhadap stuktur di
sekitar lesi seperti pembuluh darah dan saraf. Kemungkinan adanya lesi yang
melompat juga tidak terlihat pada MRI regio genu, karena cruris yang dicitrakan
hanya setengah aspek proksimal.
Pemeriksaan MRI genu sinistra sekuens T1-weighted ini menunjukkan
adanya lesi hipointens bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan
destruksi korteks dari sisi medial os tibia sinistra yang menginfiltrasi musculus
soleus aspek proksimal. Tampak lesi hiperintens bentuk amorf, batas tidak tegas,
tepi ireguler pada m.soleus. Pada MRI genu sinistra sekuens T2-weighted
potongan sagital tampak lesi hipointens bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi
ireguler pada tibia sinistra aspek proksimal. Kemungkinan pada pemeriksaan ini
tidak dilakukan fat-supressed sehingga lesi yang seharusnya hiperintens tidak jelas
pada pemeriksaan.
22
Berbekal data yang minimal ini kemungkinan lesi berasal dari jaringan
lunak dapat disingkirkan, karena adanya destruksi korteks akibat lesi intraosseus
tampak jelas. Letak lesi primer pada metafisis tibia dapat terjadi pada
osteosarkoma, metastasis akibat keganasan lainnya atau limfoma primer pada
tulang.
Penderita tidak menunjukkan adanya massa pada dada, abdomen, maupun
sistema skeletal selain pada cruris. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 30
Juni 2014 tampak adanya sedikit peningkatan angka lekosit, trombosit, Cl, SGOT,
SGPT dan CRP. Penanda keganasan seperti Ca 125, Ca 19-9 dan Ca 15-3 tidak
menunjukkan peningkatan. Adanya peradangan pada pasien mungkin sesuai
dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi jarum halus yang menunjukkan
adanya peradangan di regio cruris sinistra.
Gambaran foto polos metastasis keganasan pada tulang mempunyai
densitas yang bervariasi. Lesi litik dapat terjadi pada keganasan yang berasal pada
paru, ginjal, payudara, tiroid, gastrointestinal dan neuroblastoma. Lesi sklerotik
dapat terjadi pada keganasan yang berasal dari prostat, payudara, kandung kemih,
gastrointestinal (adenokarsinoma dan karsinoid), paru-paru (biasanya karsinoma
small cell) dan meduloblastoma. Lesi campuran litik dan sklerotik dapat terjadi
pada keganasan yang berasal dari payudara, paru-paru, kandung kemih dan
neuroblastoma. Gambaran radiologis metastasis biasanya permiatif atau moth-
eaten dengan batas tidak tegas, zona transisi lebar, tanpa batas sklerotik dengan
reaksi periosteal sedikit. Kadang-kadang metastasis dapat berupa gambaran
geografik, bubbly dengan massa ekspansil. Metastasis soliter ekspansil berasal
dari keganasan sel renal atau tiroid.18 Pada kasus ini gambaran lesi memang
bervariasi, namun kemungkinan keganasan pada usia dekade 2 paling sering
seperti keganasan hematologik, neuroblastoma dan tumor wilms tidak didapatkan
pada os, sehingga kemungkinan lesi pada tibia, patella dan femur sinistra
disebabkan oleh metastasis keganasan dari organ lainnya dapat disingkirkan.1
Adanya lesi multipel pada tulang juga dapat terjadi pada kasus limfoma
primer tulang. Kelainan ini terjadi pada segala usia, tetapi paling sering pada
dekade 4 sampai 718. Insidensi hanya 7% dari seluruh kasus tumor tulang, 4-5%
23
dari limfoma non Hodgkin ekstranodal, dan kurang dari 1% dari keganasan
limfoma. Laki-laki lebih sering menderita kelainan ini dibandingkan perempuan.
Pada pemeriksaan patologi anatomi limfoma kebanyakan adalah limfoma sel B
besar difus sesuai klasifikasi WHO.19
Secara radiologis pada foto polos tampak lesi litik atau campuran bentuk
permiatif atau moth-eaten dengan penebalan endosteal. Lesi cenderung terjadi
pada diafisis atau metadiafisis appendikular, terutama femur, tibia dan humerus.
Lesi tumbuh cepat sehingga pada foto polos, CT dan MRI tampak massa jaringan
lunak yang sangat besar tanpa destruksi korteks luas dan sekuestrum. Skintigrafi
tulang dapat menunjukkan peningkatan ambilan tracer sebelum ada perubahan
pada tulang secara radiologis. Limfoma pada tulang dapat menyebar ke limfonodi,
tetapi penyebaran ke paru jarang terjadi. Bila terjadi penyebaran ke paru, lesi
cepat membesar dan bertambah banyak.10 Pemeriksaan patologi anatomi tidak
menunjukkan adanya jaringan limfoid sehingga kemungkinan ini juga dapat
disingkirkan pada kasus ini.
Data di atas menguatkan kecurigaan penderita menderita osteosarkoma
dengan metastasis multipel. Lesi pada femur, patella dan tibia sudah melewati
sendi sehingga sebutan lesi yang melompat tidak cocok karena lesi yang
melompat adalah istilah untuk lesi sekunder yang terdapat pada tulang yang sama,
sehingga pada kasus ini lebih tepat disebut osteosarkomatosis atau osteosarkoma
multipel.
Osteosarkoma multisentrik atau osteosarkomatosis adalah lesi yang timbul
secara simetris secara bersamaan terutama pada metafisis tulang panjang. Istilah
ini diperkenalkan pertama kali oleh Murphey et al. pada saat mereka menemukan
lesi yang berbatas tidak tegas dengan terputusnya korteks dan reaksi periosteal
agresif disertai perluasan ke jaringan lunak yang berdekatan. Lesi ini diikuti
adanya lesi sklerotik lainnya yang simetris dengan batas yang tegas dan reaksi
periosteal yang lebih ringan daripada lesi primer. Osteosarkomatosis adalah
bentuk osteosarkoma yang paling agresif pada dekade pertama, diduga akibat
metastasis yang progresif dan cepat. Murphey et al. juga menemukan metastasis
pada paru kebanyakan pasien. Osteosarkoma multifokal ditandai dengan adanya
24
lesi satu atau lebih setelah terapi pada osteosarkoma primer. Lesi ini asimetrik,
tidak selalu sklerotik dan ukuran bervariasi. Osteosarkoma multifokal juga bisa
mengenai remaja dan dewasa muda dengan prognosis buruk.11
Osteosarkoma multifokal ditemukan oleh Jeffree et al. (1975) dan Hopper
et al. (1990) pada 48% kasus saat otopsi. Osteosarkomatosis terjadi pada tulang
imatur dan matur, namun pada pasien yang lebih muda tampak lebih cepat,
simetris, sklerotik, sedangkan pada pasien yang lebih tua lebih sedikit, sklerotik
dan asimetris.3
Pada pemeriksaan foto polos 90% menunjukkan gambaran lesi opak
berbentuk seperti awan (kumulus) dengan matriks osteoid, kadang-kadang lesi
sepenuhnya sklerotik (tipe osteoblastik) atau litik (tipe fibroblastik) atau campuran
keduanya. Osteosarkoma tipe klasik/konvensional cenderung merusak permukaan
tulang yang merupakan gambaran sifat agresif. Reaksi periosteal akibat kerusakan
permukaan tulang dapat berupa pola segitiga Codman, laminated, hair-on-end
atau sunburst. Pada 80-90% kasus didapatkan adanya massa jaringan lunak. Pada
kasus ini adanya massa jaringan lunak pada regio cruris sinistra merupakan akibat
osteosarkoma menginfiltrasi musculus soleus, sehingga dapat dikatakan telah
terjadi perluasan ekstrakompartemen.
Keterlibatan sendi pada osteosarkoma di daerah sendi dapat terjadi,
menurut penelitian Schima et al (1994) sinovium terlibat pada 19-24% kasus
yang mereka teliti. Diagnosis keterlibatan sendi oleh osteosarkoma sulit dilakukan
walaupun dengan pemeriksaan MRI, tetapi dugaan keterlibatan sendi bila
kartilago hialin dipenetrasi atau tumor meluas, melalui kapsul seperti bursa
suprapatelar aspek anterior atau posterior, masuk ke ligamentum cruciatum.
Sekuens T1-weighted fat suppressed dengan kontras gadolinium dapat
menegaskan perluasan tumor ke sendi, tetapi sinovium yang menyangat dapat
menyerupai penyebaran lesi. Ada atau tidaknya efusi intraartikular bukan nilai
prediktif untuk mencurigai adanya invasi lesi ke dalam sendi.3
Pada kasus keganasan muskuloskeletal laporan pemeriksaan MRI meliputi
anatomi yang menunjukkan perluasan lesi dan keterlibatan jaringan lunak di
25
sekitarnya, invasi ke epifisis, keterlibatan sendi dan struktur neurovascular,
identifikasi lesi yang melompat dan identifikasi tumor dan matriks tumor agar
biopsi akurat. Batas lesi yang tepat kadang dikaburkan oleh adanya edema perilesi
pada MRI dapat dihindari dengan sekuens sensitif air (inversion recovery dan T-2
weighted dengan fat suppression). Pada kasus ini dapat dilaporkan bahwa lesi
hipointens bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler di intraosseus tibia
sinistra aspek proksimal tidak menginvasi epifisis dan sendi genu sinistra, namun
pendesakan/infiltrasi neurovaskular sulit dinilai. Pada os tibia sinistra tidak dapat
dinilai ada atau tidaknya lesi yang melompat karena pemeriksaan terbatas pada
genu, bukan pada cruris sinistra. Matriks lesi merupakan matriks osteoid karena
tampak hipointens pada sekuens T1 dan T2 weighted.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan foto thorax dengan hasil kedua
pulmo dan sistema tulang yang tampak tidak ada kelainan. Tak tampak adanya
cairan pada pleura. Rasio jantung-dada dalam batas normal. Kesan ini
menegaskan tidak ada metastasis ke pulmo dan sistema tulang thorax yang
tampak. Bila kecurigaan lesi ini adalah osteosarkoma multipel sinkronos maka
perhatian pada regio selain lesi primer harus dilakukan dengan cermat. Pada
penelitian Hatori et al. pada penderita osteosarkomatosis berusia 15 tahun tidak
didapatkan adanya lesi metastasis pada pulmo, hal ini menunjukkan bahwa
metastasis dapat saja hanya terjadi pada sistema tulang dan tidak melibatkan
pulmo.16
26
BAB V
SIMPULAN
Kami laporkan sebuah kasus anak laki-laki umur 14 tahun dengan
benjolan di tungkai kiri bawah yang timbul setelah trauma, tak terdapat demam
atau adanya benjolan di tempat lain. Benjolan telah diobati dengan cara dipijat dan
pengobatan secara medis, namun benjolan bertambah besar dan nyeri bila ditekan.
Pada pemeriksaan fisik tampak adanya tumor pada tungkai bawah kiri di
dekat lutut. Tak terdapat pembesaran limfonodi regional. Pada pemeriksaan foto
polos foto polos cruris, genu dan femur sinistra tampak lesi multipel berupa lesi
sklerotik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi
sempit di metafisis tibia sinistra aspek anteromedial disertai reaksi periosteal
segitiga Codman (+) dan lesi litik di femur sinistra dan patella sinistra tidak
dominan dibandingkan lesi pada tibia. Pada pemeriksaan foto thorax tak tampak
adanya lesi pada pulmo dan sistema tulang thorax yang tervisualisasi. Tak tampak
adanya efusi cairan pada pleura. Pada pemeriksaan MRI femur sinistra dengan
sekuens T1-weighted dan T2-weighted tampak lesi hipointens bentuk permiatif,
batas tidak tegas, tepi ireguler dengan destruksi korteks os tibia sinistra aspek
proksimal sisi medial yang menginfiltrasi m. Soleus kami kesankan
osteosarkomatosis dengan lesi primer pada metafisis os tibia sinistra aspek
proksimal stadium III – IV. Penetapan kriteria G belum dapat dilakukan karena
pemeriksaan patologi anatomi dengan aspirasi jarum halus tidak didapatkan sel
ganas, hanya tampak proses peradangan.
Diagnosis banding metastasis dari keganasan organ lain dapat disingkirkan
karena tidak ditemukan adanya keganasan berdasarkan pemeriksaan fisik dan
laboratorium, sedangkan limfoma primer pada tulang dapat disingkirkan karena
lesi multipel dengan densitas berbeda sedangkan limfoma primer tulang
cenderung litik pada diafisis dan metadiafisis dengan kecenderungan terjadi pada
usia dekade 4 sampai 7 serta dua kali pemeriksaan patologi anatomi tidak
didapatkan adanya jaringan limfoid pada lesi.
27
Pemeriksaan potong lintang diperlukan pada kelainan radiologis yang
meragukan. MRI seharusnya meliputi satu regio tulang panjang, karena pada
kasus ini MRI genu sinistra dengan sekuens T1 dan T2 weighted menyebabkan
data yang diperoleh kurang optimal sehingga dapat menyulitkan penegakan
diagnosis atau menyebabkan diagnosis menjadi tidak tepat.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Meyers SP. MRI of bone and soft tissue tumors and tumorlike lesions: differential diagnosis and atlas, Thieme. 2008, p. 694
2. Van de Perre S, Vanhoenacker FM, Snoeckx A, Van Dyck P, Gielen J, Parizel PM. The variable imaging appearance of osteosarcoma, JBR–BTR, 2005. 88 (4): 204-8.
3. Davies AM, Sundaram M, James SLJ, Imaging of bone tumor and tumor-like lesions: techniques and applications, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2009. p.299
4. Picci P, Review: osteosarcoma (osteogenic sarcoma), Orphanet Journal of Rare Diseases, 2007, 2:6
5. Greenspan A, Orthopedic imaging: a practical approach, Lippincott Williams & Wilkins. 2011. p.706
6. Bielack S, Carrle D, Casali CS. On behalf of the ESMO guidelines working group Osteosarcoma: ESMO Clinical Recommendations for diagnosis, treatment and follow-up, Annals of Oncol. 2009. 20 (Supplement 4): iv137–9
7. Ottaviani G, Jaffe N, The epidemiology of osteosarcoma, Cancer Treat Res, 2009, 152:3-13
8. McKinley M, O’Loughlin VD, Human anatomy, 3rd ed., The McGraw-Hill Companies, p. 151
9. Marina N, Gebhardt M, Teot L, Gorlick R. Biology and therapeutic advances for pediatric osteosarcoma, The Oncologist. 2004. 9(4) : 422-41
10. Anonim, Osteosarcoma . [cited 19 august 2014]. Available from http://www.pathologyatlas.ro/osteosarcoma-osteogenic-sarcoma.php
11. Suresh S, Saifuddin A, Pictorial review: radiological appearances of appendicular osteosarcoma: a comprehensive pictorial review, Clinical Radiology. 2007; 62 : 314- 323
12. Baert AL, Knauth M. Medical radiology: Diagnostic imaging and radiation oncology, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2009, p.2
13. Bonakdarpour A, Reinus WR, Khurana JS, Systematic approach to tumors and focal lesions of bone diagnostic imaging of musculoskeletal diseases a systematic approach, Springer. 2010. p.249
14. Marina N, Gebhardt M, Teot L, Gorlick R, Biology and therapeutic advances for pediatric osteosarcoma, The Oncologist. 2004: 9 (4) : 422- 41
15. Hodler J, Von Schulthess GK, .Zollikofer CL, Musculoskletal diseases 2009-2012, Springer, 2009, p. 73-5
16. Hatori M, Ohtani H, Yamada N, Uzuki M, Kokubun S, Synchronous multifocal osteosarcoma with lymphatic spread in the lung : an autopsy case report, Jpn J Clin Oncol, 2001 ; 31 (11) : 562-6
17. Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani MG, Primer of diagnostic imaging, 2nd ed, Mosby Elsevier, 2003. p. 419-21
29
18. Manaster BJ, May DA, Disler DG, Muskuloskeletal imaging: the requisities in radiology, 3rd, Mosby-Elsevier. 2007, p.408
19. Maruyama D, Watanabe T, Beppu Y, Kobayashi Y, Kim SW, Tanimoto K, Makimoto K, Kagami Y, Terauchi T, Matsuno Y, Tobinai K, Primary bone lymphoma: a new and detailed characterization of 28 Patients in a single-institution study, Jpn J.Clin Oncol, 2007; 37 (3) : 216-23
20. Heyning FH, Kroon HMJA, Hogendoorn PCW, Taminiau AHM, Van der Woude HJ, MR imaging characteristics in primary lymphoma of bone with emphasis on non-aggressive appearance, Skeletal Radiol, 2007; 36:937-44
21. Reimer P, Parizel PM, Stichnoth FA, Clinical mr imaging a practical approach, 2nd ed, Springer, 2006. p. 564
30
LAMPIRAN
Gambar 1. Osteosarkoma berdasarkan lokasi dan hubungan dengan korteks tulang.2
1. Osteosarkoma intrameduler/intraosseus 2. Intrakortikal 3. Jukstakortikal 4. Ekstraskeletal/ekstraosseus 5. Stadium sekuensial pertumbuhan tumor pada osteosarkoma tipe periosteal.
Asal tumor dari lapisan dalam periosteum (garis terputus). Perkembangan tumor akan merusak periosteum sehingga menyebabkan reaksi periosteal segitiga Codman.
6. Stadium sekuensial pertumbuhan tumor pada osteosarkoma tipe paroosteal. Asal tumor dari lapisan permukaan periosteum (garis tak terputus) . Tumor dapan langsung meluas ke jaringan lunak sekitar tanpa merusak periosteum (tidak seagresif periosteal).2
.
31
Gambar 2. Osteokondromatosis pada anak laki-laki usia 12 tahun. Nyeri lutut.3
a. Foto polos proyeksi lateral : sklerosis metafisis samar (asterisk) b. Foto polos proyeksi AP : pelvis 4 minggi setelah foto (a) tampak sklerosis
pada kedua metafisis (asterisk) c. Foto polos proyeksi AP : lutut bersamaan dengan foto (b) tampak sklerosis
metafisis yang cepat.
32
d. Skintigrafi tulang : tampak metastasis kanker dengan lesi dominan pada
femur dextra (panah). e. Foto polos lateral : tampak lesi dominan pada femur dextra (asterisk)
dengan metastasis pada metafisis (panah putih). f. Foto polos pada saat otopsi : tampak metastasis luas pada lutut.3
Gambar 3. Osteosarkoma yang melompat.3
MRI : Osteosarkoma (asterisk) dengan metastasis multipel yang melompat
(panah).3
Gambar 4. Anatomi tulang panjang8
33
Gambar 5. Gambar histopatologi osteosarkoma10
Sel tumor memproduksi osteoid berupa trabekula ireguler (amorphous,
eosinophilic / merah muda) dengan atau tanpa kalsifikasi sentral (hematoksilin/
blue, granuler)- tumor tulang. Tampak matriks osteoid dan kartilago, juga
pembuluh darah imatur ( pembuluh darah sarkomatosa yang kurang sel endotelial)
menunjukkan metastasis hematogen (Hematoxylin-eosin, pembesaran x10).10
Gambar 6. Foto polos osteosarkoma konvensional11
a. Femur proyeksi AP : lesi campuran litik dan sklerotik dengan massa jaringan lunak berisi matriks tulang imatur
b. Tibia proyeksi AP : tipe osteoblastik tampak lesi sklerotik berbatas tidak tegas dengan reaksi periosteal samar
c. Tibia proyeksi AP : lesi litik (panah hitam) dengan segitiga Codman (kepala panah putih) membatasi perluasan ke distal tumor ekstraskeletal.
34
Gambar 7. Ukuran tumor3
Stadium T1 : Jika ukuran lesi kurang dari 8 cm.
Stadium T2 : Jika ukuran lesi lebih dari 8 cm
Stadium T3 : Jika terdapat lesi yang melompat.
Tingkat histopatologi (G)
G1 Diferensiasi baik
G2 Diferensiasi baik tingkat menengah
G3 Diferensiasi buruk
G4 Tidak berdiferensiasi
Luas tumor primer (T)
T1 Dimensi terbesar ≤ 8 cm
T2 Dimensi terbesar 8 cm
T3 Tumor diskontinu pada tulang primer
Keterlibatan linfonodi regional (N)
N0 Tak ada keterlibatan limfonodi regional
N1 Ada keterlibatan limfonodi regional
Metastasi jauh (M)
M0 Tak ada metastasis
M1a Ada metastasis di paru
M1b Ada metastasis jauh di tempat lain termasuk limfonodi
35
Tabel 2. Stadium tumor oleh AJCC15
Keterangan : Pemeriksaan stadium tumor meliputi 3 komponen sebagai berikut :
AT : perluasan tumor primer
N : keterlibatan limfonodi regional
M : keberadaan metastasis jauh
Gambar 8. Benjolan di tungkai bawah kiri.
36
Gambar 9. Benjolan di tungkai bawah kiri.
Gambar 10. Benjolan di tungkai bawah kiri
37
Gambar 11. Foto polos femur sinistra proyeksi AP dan lateral tanggal 30-06-2014 Tampak lesi litik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi sempit di metadiafisis femur sinistra aspek anteromedial. Tampak lesi litik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi sempit di patella sinistra. Tak tampak reaksi periosteal. Tak tampak massa jaringan lunak. Facies articularis tampak licin. Celah sendi tak tampak kelainan. Kesan : suspek metastasis osteosarkoma di femur sinistra dan patella sinistra.
Gambar 11. Foto polos genu bilateral proyeksi AP dan lateral tanggal 30-06-2014 Tampak lesi sklerotik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi sempit di metafisis tibia sinistra aspek anteromedial disertai reaksi periosteal segitiga Codman (+). Tampak massa jaringan lunak di regio cruris sinistra. Facies articularis tampak licin. Celah sendi tak tampak kelainan. Kesan suspek osteosarkoma os tibia sinistra.
38
Gambar 11. Foto polos cruris bilateral proyeksi AP dan lateral tanggal 30-06-2014 Pada pemeriksaan foto polos cruris bilateral tanggal 30-06-2014 tampak sklerotik bentuk permiatif, batas tidak tegas, tepi ireguler dengan zona transisi sempit di metafisis tibia sinistra aspek anteromedial disertai reaksi periosteal segitiga Codman (+). Tampak massa jaringan lunak di regio cruris sinistra. Facies articularis tampak licin. Celah sendi tak tampak kelainan. Kesan suspek osteosarkoma os tibia sinistra.
39
40
41
Gambar 12. MRI regio cruris – genu sinistra tanggal 20-06-2014 sekuens T1-weighted dan T2- weighted. MRI regio cruris – genu sinistra tanggal 20-06-2014 sekuens T1-weighted.
42
Tampak lesi hipointens bentuk amorf, batas tidak tegas, tepi ireguler uk.... di metafisis os tibia sinistra aspek proksimal yang menginfiltrasi area sekitarnya berupa lesi inhomogen isointens-hiperintens di m.soleus ukuran sekitar 8,4 x 5,8 x 5 cm. Tidak tampak lesi melewati sendi genu. Sela sendi simetris, tak menyempit. Condylus femur, musculus dan jaringan lemak sekitarnya tak tampak lesi. Tak tampak efusi sendi . Kesan : Mengarah osteosarcoma di metafisis os tibia aspek proksimal yang meluas ke ekstrakompartemen m.soleus.
Gambar 13. Foto polos metastasis tipe osteolitik di ischium dextra pada penderita
renal cell ca pada laki-laki 50 tahun.18
Gambar 14. Foto polos metastasis tipe osteoblastik di collum femoris dextra dan
ischium dextra pada penderita ca prostat pada laki-laki 45 tahun.18
43
Gambar 15. Foto polos limfoma primer di acetabulum yang meluas sampai
ramus superior ossis pubis sinistra pada perempuan 31 tahun.18
Gambar 16. MRI T2 weighted limfoma primer pada tulang tampak lesi
hiperintens pada acetabulum dan ramus superior ossis pubis sinistra.18
44
Gambar 17. MRI T1 weighted metastasis neuroblastoma pada metafisis femur
bilateral.18
45
Diagnosis banding osteosarkomatosis
Komponen Osteosarkomatosis Metastasis Limfoma Kasus
Lesi Sklerotik/litik/
campuran Sklerotik/litik/
campuran Litik Sklerotik
Bentuk lesi
Permiatif/Moth eaten Permiatif/Moth
eaten
Permiatif/Moth eaten Permiatif
Batas lesi Tidak tegas Tidak tegas Tidak tegas Tidak tegas
Matriks Osteoid Sama dengan lesi primer Limfoid Osteoid
Reaksi periosteal Ada Minimal Tidak ada Ada
Lesi primer > tegas
Jumlah lesi Banyak Banyak Banyak Banyak
Lokasi Metafisis Tak tentu
Diafisis/ Meta-
diafisis Metafisis
Khas
Lesi primer lebih menyerupai lesi soliter
Tergantung lesi primer Tidak ada
Lesi primer lebih menyerupai lesi soliter
Lesi sekunder
tidak khas Lesi sekunder tidak
khas
Umur Semua usia Semua usia Semua usia 15 tahun
terutama 5-10 tahun 30-60 tahun
Prevalensi ♂=♀ ♂=♀ ♂>♀ ♂
0,2-3 / 100.000
jiwa 20-30 kasus keganasan
MRI
T1 Hipointens Hipointens Inter
mediet Hipointens
T2 Hipointens Hiperintens Hiper intens Hipointens
+ kontras Sedikit
menyangat Menyangat Me-
nyangat ?
Tabel 1. Diagnosis banding osteosarkomatosis18
46
top related