bab i pendahuluan i.1 latar belakangrepository.upnvj.ac.id/6039/1/bab i.pdf · standar mutu dan...
Post on 01-Nov-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan
perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang
dapat di konsusmsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang
didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak
arus transaksi barang dan/atau jasa. Akibatnya barang dan/atau jasa yang ditawarkan
bervariasi baik produksi luar negri maupun produksi dalam negri. Kondisi seperti ini
disatu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang
dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar, karena
adanya kebebasan utntuk memilih aneka jenis dan kualitas. barang dan/atau jasa
sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen
Seiring dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang melanda dunia, posisi
konsumen semakin hari semakin sulit. Dalam arti produk yang ditawarkan dan
disodorkan kepada konsumen semakin beragam, baik dari segi harga, mutu atau
kualitas dari barang-barang tersebut.oleh karena itu, konsumen harus berhati-hati
dalam menggunakan suatu produk karena dapat berdampak buruk terhadap
kesehatan. Maka untuk mencapai semua itu perlu diselenggarakan suatu sistem
jaminan mutu makanan yang memberikan perlindungan baik bagi pihak yang
memproduksi maupun yang mengkomsumsi makanan serta tidak bertentangan
dengan keyakinan masyarakat. Untuk mewujudkan sistem pengaturan, pembinaan,
dan pengawasan yang efektif di bidang makanan serta melindungi masyarakat dari
makanan yang dapat membahayakan kesehatan, diperlukan peraturan antara lain
peraturan yang dimaksudkan sebagai landasan hukum.
Landasan hukum perlindungan konsumen dalam melindungi kepentingan
konsumen adalah Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alenia ke-4 Berbunyi : “
UPN "VETERAN" JAKARTA
2
kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yng
melindungi segenap bangsa Indonesisa”. 1 Dan Landsan Hukum Lainnya terdapat
pada ketentuan termuat dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa tiap-
tiap warga negara berhak untuk memperoleh kehidupan yang layak bagi
kemanusiaan.2 Untuk memperoleh kehidupan yang layak bagi kemanusiaan itu,
diperlukan penyediaan pangan (makanan) yang sehat dan bergizi dalam jumlah yang
cukup dan berkualitas.
Seperti halnya Pembangunan nasional merupakan kehendak untuk
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraaan rakyat indonesia secara adil dan
merata. Dalam segala aspek kehidupan, baik materil maupun spiritual, yaitu dengan
tersedianya kebutuhan pokok: sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan
(perumahan) yang layak, sebagai wujud dari pembangunan yang berperikemanusiaan
sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan landasan hukum tersebut pemerintah membuat Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sekarang dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang diberlakukan pemerintah Indonesia mulai tanggal 20
April 2000, kebutuhan masyarakat akan hukum terjawab dan timbul kepastian
terhadap perlindungan konsumen. Berkaitan dengan hal-hal di atas, maka konsumen
perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang dialaminya karena
praktek bisnis curang. Harkat dan martabat konsumen perlu ditingkatkan melalui
peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi dirinya sendiri yang ditegaskan dalam pengesahan Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.3 Undang-undang ini sekaligus
menumbuh kembangkan sikap produsen atau pelaku usaha yang bertanggung jawab.
Tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal (7) UUPK No. 8 tentang Perlindungan
1 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke -4
2 Pasal 27 ayat (2) Undnag-Undang 1945
3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Bagian Penjelasan Umum
UPN "VETERAN" JAKARTA
3
Konsumen yang berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha.4 Kerugian
konsumen yang mengkomsumsi makanan atau minuman yang tidak memenuhi
standar mutu dan gizi pangan (makanan) juga telah ditetapkan dalam
Undang_Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, tercantum dalam Pasal 59,
Pasal 64, Pasal 65, Pasal 67, Pasal 28, Pasal 75 dan Pasal 76.5 serta tidak memenuhi
persyaratan kesehatan sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nmor 23
tahun 1992 tentang Kesehatan,6 perlu mendapatkan perhatian kita bersama, karena
masyarakat konsumen sulit mengetahui kerugian hal tersebut sedangkan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar bagi pengambilan tindakan atau
penghukuman atas perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau bahaya
pada konsumen bersifat baku.
Hukum perlindungan konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian karena
menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat
selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga
mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan, masing-masing ada hak
dan kewajiban. Pemerintah berperan mengatur, mengawasi, dan mengontrol,
sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan
demikian tujuan mensejahterakan masyarakat secara luas dapat tercapai.
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang
lebih luas itu. Az. Nasution, misalnya bependapat bahwa hukum konsumen yang
memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat
yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan
masalah antara berbagi pihak suatu sama lain berkaitan dengan barang dan jasa
konsumen, di dalam pergaulan hidup.7
4 Pasal 19 ayat (1), Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
5 Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 75 dan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 18
tahun 2012 tentang Pangan 6 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
7 Serlina Tri Siwi Kristiani, Hukum Perlindungan Konsumen (Sinar Grafika 2008, Hukum Konsumen
dan Hukum Perlindungan Konsumen, hlm. 13, dalam Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen
(Jakarta: Grafindo, 2000), hlm. 90.
UPN "VETERAN" JAKARTA
4
iPerlunya undang-undang perlindungan konsumen tidak lain karena lemahnya
posisi konsumen dibandingkan posisi produsen. Proses sampai hasil produksi barang
atau jasa dilakukan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun. Tujuan hukum
perlindungan konsumen secara langsung adalah untuk meningkatkan martabat dan
kesadaran konsumen. secara tidak langsung, hukum ini juga akan mendorong
produsen untuk melakukan usaha dengan penuh tanggung jawab. Namun, semua
tujuan tersebut hanya dapat dicapai bila hukum perlindungan konsumen dapat
diterapkan secara konsekuen.
Pengaturan mengenai perlindungan konsumen ini dilakukan dengan
melindungi kepentingan konsumen pada khususnya meningkatkan kualitas barang
dan pelayanan jasa yang dikonsumsi oleh konsumen dan memberikan perlindungan
kepada konsumen dari peraktek usaha yang menipu dan menyesatkan „( 1 ) Dalam
Pasal 1 angka ( 1 ) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
konsumen, disebutkan bahwa: “ Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
kunsumen”.8
berbicara mengenai perlindungan konsumen berarti mempersoalkan
mengenai jaminan ataupun kepastian mengenai terpenuhinya perlindungan yang
diberikan terhadap masyarakat sebagai konsumen, konsumen yang mengkonsumsi
Makanan merupakan salah satu hasil produksi yang memiliki resiko tinggi karena
makanan yang di konsumsi oleh masyarakat untuk kelangsungan hidupnya maka
harus benar-benar terjamin mutu/kualitasnya, tetapi hal tersebut bertentangan dengan
keadaan yang terjadi saat ini masih banyak beredarnya “ makanan dari bahan-bahan
zat berbahaya.9 Yang dapat merugikan, financial, kesehatan bahkan mengancam jiwa
konsumen bila terus menerus mengonsumsi makanan yang mengandung zat
berbahaya tersebut, itu terjadi karena pendidikan konsumen yang relative rendah
terkait hokum perlindungan konsumen serta kurangnya keberanian konsumen untuk
menyelesaikan kasus-kasus tersebut keranah hukum, sebagian besar memilih diam
8 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
9 Aksesdunia.com/2012
UPN "VETERAN" JAKARTA
5
dan menerima kerugian yang mereka alami10
Penjualan makanan-makanan yang
mengandung zat berbahaya tersebut dapat di temui di beberapa pasar-pasar
tradisional, seperti pasar cibubur, pasar Cipete, pasar Palmerah11
dan penjual-penjual
makanan di tempat skolah-sekolah.seperti ditemukan pudding yang mengandung zat
berbahaya di SMPN 74 Rawamangun Jakarta Timur dan ditemukan juga makanan
berformalin di kantin sekolah bertaraf Internasional yang termasuk sekolah terbaik di
Jakarta Timur12
ataupun di tempat-tempat penjualan makanan lainnya. Jika
konsumen mengkonsumsi makanan yang telah bercampur bahan zat berbahaya
tersebut dapat membahayakan kesehatan mereka , sehingga hal itu merupakan
kerugian bagi konsumen.
Pengertian dan dampak yang ditimbulkan dari zat-zat yang membahayakan,
yang kebanyakan dipakai sebagai bahan tambahan produk pangan tersebut yaitu :
Formalin, Boraks, Rhodamin, Metanil. Penyalahgunaan zat berbahaya tersebut
banyak digunakan dalam jenis makanan seperti: bakso, jelly, agar-agar, cendol,
kolak, bubur ketan hitam, es kacang hijau, kolang kaling mie kudapan. Selain itu,
ditemukan pula di empek-empek, batagor, kripik, sate ikan goreng.13
Ada juga pabrik
tahu berformalin di Bogor Jawa Barat14
Selain itu ditemukan juga zat berbahaya pada buah anggur impor dari Australia
yang mengandung formalin di Pasar Ciawi Bogor15
Penyalahgunaan bahan tambahan
pangan (BTP) yang melebihi dosis yang diizinkan antara lain ditemui pada
penggunaan pemanis buatan (sakarin dan siklamat).
Kasus-kasus peredaran makanan yang tidak layak konsumsi memang tidak akan
pernah behenti, karena banyak pihak pelaku usaha /produsen yang berusaha meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya, tanpa mempedulikan kerugian dan bahaya yang
dialami konsumen. konsumen menjadi objek dari aktifitas bisnis untuk mendapatkan
10
Mariana Anisa Putri, Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Konsumen oleh BPSK dalam
Prespektif Perlindungan Konsumen. 11
Berita Jakarta (Selasa. 22 Juli 2014), Warta kota (Selasa, 15 September 2015, Metro Sindo News
(Rabu , 1 Juli 2015) 12
Metro News. Com (13 April 2015), Metro.Sindo News.com (8 Agustus 2015) 13
Detik news.com (18 Juli, 2014) BPOM temukan boraks, formalin, dan pewrna tekstil 14
ROL ( Republika online) 14 September 2015 15
Metro.Sindo News.Com (2 Juli 2015) Waspada, buah imporberformalin beredar di Bogor
UPN "VETERAN" JAKARTA
6
keuntungan yang sebsar- besarnya oleh pelaku usaha. Faktor utama yang menjadi
kelemahan konsumen tingkat kesadaran dari konsumen akan hak-haknya sebgai
konsumen selain itu pula maraknya makanan yang mengandung bahan berbahaya
disebabkan terlalu longgarnya jual beli bahan berbahaya dan hal lain inlah yang
sering dijadikan oleh para produsen/pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan
sepihak. Keamanan suatu produk makanan yang di tawarkan kepada konsumen itu
tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak akan
dirugikan. Secara yuridis normatif, semua tentang pemasaran produk makanan sudah
memenuhi standar. tapi dalam proses penegakannya, aturan –aturan itu seringkali
dilanggar atau tidak dilaksanakan secara konsekuen. Banyak bukti yang terjadi di
masyarakat yang menunjukan terjadinya peredaran-peredaran makanan dari bahan zat
berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan/kehiupan manusia.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian Latar Belakang diatas, maka pokok permasalahan yang
akan dibahas didalam penelitian ini sebgai berikut :
Adapun rumusan masalah yang Penulis rumuskan disini difokuskan pada
perlindungan konsumen terhadap peredaran makanan yang mengandung bahan zat
berbahaya di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
a. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas beredarnya makanan dari
bahan zat berbahaya ?
b. Bagaimana lembaga perlindungan konsumen dalam pengawasan dan
pembinaan terhadap kepentingan konsumen dari peredaran makanan yang
mengandung bahan zat berbahaya ?
UPN "VETERAN" JAKARTA
7
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian terhadap penerapan hukum perlindungan konsumen terhadap
peredaran makan dari bahan zat berbhaya ini adalah:
a. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen terhadap peredaran
makanan dari bahan zat berbahaya di Dki Jakarta.
b. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas perbuatan
menjual makanan dari bahan zat berbahaya dan sangsi apa saja yang dapat di
berikan terhadap pelaku usaha.
c. Unuk mengetahui sejauh mana upaya Lembaga Perlindungan Konsumen
dalam meningkatkan pengawasan dan pembinaan dalam melindungi
konsumen dari peredaran makanan yang mengandung bahan zat berbahaya.
I.4 Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah
dirumuskan diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan di bidang
perlindungan konsumen, khususnya berkaitan dengan peredaran makanan
dari bahan zat berbahaya. Selain itu, hasil pemikiran ini juga akan dapat
menambah khasanah kepustakaan di bidang konsumen pada umumnya, dan
peredaran makanan dari bahan-bahan zat berbhaya pada khususnya, serta
dapat dijadikan sebagai bahan yang memuat data empiris sebagai dasar
penelitian selanjutnya.
b. Secara Praktis, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat
menjadi bahan masukan bagi Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM), Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI), Badan
UPN "VETERAN" JAKARTA
8
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan khususnya pemerintah
sebagai bahan pertimbangan di dalam menentukan kebijakkan dan langkah-
langkah untuk memberikan perlindungan hukum yang baik terhadap
konsumen yang berkaitan dengan makanan dari bahan zat berbahaya di
Indonesia, juga bagi produsen, serta masyarakat umum mengenai berbagai
problema praktis yang dihadapi dalam menegakkan hak dari konsumen
dalam memperoleh informasi produk, terutama dari bahan-bahan zat
berbahaya pada makanan yang juga dapat dijadikan sebagai landasan
operasional bagi instansi yang terkait dalam menanggulangi hambatan-
hambatan dalam penerapan peraturan perlindungan konsumen pada
umumnya, hak konsumen terlindungi dari peredaran makanan dari bahan zat
berbahaya pada khususnya.
I.5 Kerangka Teori
Teori keadilan
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Keadilan yang di
kembangkan oleh Plato, Hans Kelsen, H.L.A Hart, Jhon Stuart Mill dan Jhon Rawls :
Plato mengemukakan tentang kedilan yang dikaitkan dengan Kemanfaatan . ia
mengemukakan bahwa : “ Keadilan memempunyai hubungan yang baik dan adil
ditentukan oleh pernyataan yang belakangan menjadi bermanfaat dan berguna hanya
apabila sebelumnya dimanfaatkan; yang menytakan bahwa gagasan tentang keadilan
menghasilkan satu-satunya nilai dari gagasan tentang kebaikan “. 16
Konsep keadilan yang dikemukakan oleh Plato erat kaitannya dengan
kemanfaatan. Sesuatu bermanfaat apabila sesuai dengan kebaikan. Kebaikan
merupakan substansi keadilan.
Jhon Stuart Mill menyajikan tentang Teori Keadlilan. Ia mengemukakan
bahwa: “ Tidak ada teori keadilan yang bisa dipisahklan dari tuntutan kemanfaatan .
16
Dr H.Salim HS. SH,MS., Erlies Septiana Nurbani, SH., LLM. Buku Kedua Penerapan Teori Hukum
Pada Penelitian Disertasi dan Tesis. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2014. Hal 29-30. Dalam Hans
Kelsen, Dasar-dasar Hukum Normatif (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 117.
UPN "VETERAN" JAKARTA
9
Keadilan adalah istilah yang di berikan kepada aturan-aturan yang melindungi klaim-
klaim yang dianggap esensial bagi Kesejahteraan masyarakat, klaim-klaim untuk
memegang janji diperlukan dengan setara, dan sebagainya”17
.
Jhon Stuart Mill memokuskan konsep keadilan pada perlindungan terhadap
klaim-klaim. Tujuan dari klaim-klaim itu, yaitu untuk meningkatkan Kesejahteraan
dan memegang janji secara setara. Secara setara diartikan bahwa kedududkan
orang adlah sejajar (sama tingginya), sama kedudukannya atau kedudukannya
seimbang.
Hans Kelsen keadilan adalah : “ sebuah kualitas yang mungkin , tetapi bukan
harus , dari tatanan social yang menuntun terciptanya hubungan timbal balik diantara
sesame manusia. Baru setelah itu ia merupakan sebuah bentuk kebaikan manusia,
karena memang manusia itu adil bilamana perilakunya sesuai dengan norma-norma
tatanan nasional yang seharusnya memang adil. Makud tatanan nasional yang adil
adalah peraturan itu menuntun prilaku manusia dengan kata lain bahwa supaya semua
orang bisa merasa bahagia dalam peraturan tersebut”.18
Esensi keadilan menurut Hans Kelsen adalah sesuai dengan norma-norma
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Norma-norma yang hidup dalam
masyarakat , tidak hanya norma hukum, tetapi juga norma yang lainnya, seperti
norma agama , kesusilaan , dan lainnya. Tujuan dari norma yang di buat tersebut
adalah Mencapai Kebahagiaan . Kebahagiaan dalam konsep ini, bukan hanya
Kebahagaiaan individual, tetapi kebahagiaan bagi semua manusia atau orang.
H.L.A Hart mengemukakan tentang prinsip-prinsip keadilan . Ia
mengemukakan bahwa : “ dalam berbagai penerapan konsep keadilan bahwa para
individu di hadapan yang lainnya berhak atas kedududukan relative berupa kesetaraan
atau ketidak setaraan tertentu. Ia merupakan suatu yang harus di pertimbangkan
dalam ketidak pastian kehidupan social ketika beban atau manfaat hendak di
pulihkan ketika terganggu.Dari situlah menurut tradisi keadilan dipandang sebagai
17
Ibid. hlm. 29. Dalam Keren Lebacqz, Teori-teori Keadilan (Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 23. 18
Ibid. hlm 30.Dalam Hans Kelsen Dasar-dasar Hukum Normatif (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.
2.
UPN "VETERAN" JAKARTA
10
pemeliharaan atau pemulihan keseimbangan (balance) atau jatah bagian (proportion)
dan kaidah pokoknya sering dirumuskan sebagai perlakuan hal yang serupa dan tidak
serupa, kendatipun demikian kita perlu menambhakan padanya dan perlakuan hal-hal
yang berada dengan cara yang berbeda”. 19
Prinsip keadilan menurut Hart adalah
bahwa individu mempunyai kedudukan yang setara antara satu dan yang lainnya.
John Rawls. John Rawls menyajikan tentnag konsep konsep keadilan social.
Keadilan sosial merupakan : “ Prinsip kebijaksanaan rasional yang diterapkan pada
konsep kesejahteraan agresif (hasil pengumpulan) sekelompok”. 20
Subjek utama
keadilan sosial adalah struktur masyarakat, atau lebih tepatnya, cara lembaga-
lembaga sosial utama mendistribusikan hak dan kewajibannya fundamental setara
menentukan pembagian keuntungan dari kerja sama sosial.
Berkaitan dengan perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat
mencegah ( preventif ) maupun yang bersifat mengawasi ( represif ), baik yang
tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan
keadilan, ketertiban,kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Keputusan Presiden Pasal 67 No. 103 Tahun 2001 menyatakan bahwa
Penjelasan umum Undang-undang No. 8 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Konsumen ( UUPK) padaa halaman pertama (a) meyatakan bahwa undang-undang
ini mengacu pada pembangunan nasional, termasuk pembangunan hukum
didalamnya yang memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.21
Ada 5 asas perlindungan konsumen yang ditetapkan Pasal 2 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, Asas-asas tersebut meliputi:22
19
Ibid. hlm 30. Dalam H.L.A Hart, The Consept Of Law (Konsep Hukum), diterjemahkan oleh M
Khosim, (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 264 20
Ibid.hlm 31. John Rawls, A Theory of Justice (Teori Keadilan), (Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hlm 26. 21
Keputusan Presiden Pasal 67 No. 103 Tahun 2001 22
Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999
UPN "VETERAN" JAKARTA
11
Asas Manfaat: perlindungan konsumen harus memberi manfaat sebaik mungkin
,baik untuk kepentingan konsumen maupun pelaku usaha.
a. Asas Keadilan: memberi kesempatan pada konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh hak dan kewajiban secara adil.
b. Asas Keseimbangan: memberi keseimbangan antara konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam masalah materil.
c. Asas Kemanan dan Keselamatan: konsumen harus diberi jaminan
keamanan dan keselamatan atas barang dan jasa yang di gunakan.
d. Asas Kepastian Hukum: Negara harus menjamin kepastian hukum untuk
memperoleh keadilan dan harus mentaati hukum.
e. Asas-asas perlindungan hukum diatas, disamakan dengan tujuan
perlindungan konsumen. Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menetapkan Tujuan perlindungan konsumen, yakni meliputi:23
1) Kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen dalam melindungi
diri;
2) Meningkatkan harkat dan martabat konsumen supaya terhindar dari
dampak negatif pemakaian barang dan jasa;
3) Meningkatan pemberdayaan konsumen dalam mengambil keputusan
mengenai hak-hak konsumennya;
4) Menciptakan system perlidungan yang berkepastian hukum,
keterbukaan informasi serta akses mendapatkan informasi ;
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur dan
bertanggung jawab supaya konsumennya terlindungi;
6) Meningkatkan kualitas produksi dengan jaminan kesehatan ,
kenyamanan,keamanan, dan keselamatan.
23
Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999
UPN "VETERAN" JAKARTA
12
I.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran
yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka dirasa perlu untuk
memberikan batasan judul penelitian yaitu sebagai berikut:
I.6.1 Perlindungan Konsumen
Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen24
I.6.2 Hukum Perlindungan Konsumen
Dalam berbagai literartur ditemukan sekurang-kurangnya dua istilah mengenai
hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen
sudah sangat sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk dalam
materi keduanya. Juga, apakah kedua cabang hukum itu identik.25
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum.
salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan
(pengayoman) kepada masyarakat jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan sulit
ditarik batasnya. Oleh Az. Nasution dijelaskan bahwa kedua istilah itu bernbeda,
yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen.
Hukum konsumen menurut beliau adalah: Keseluruhan asas-asas dan kaidah-
kaidahyang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain
berkaitan denganbarang dan atau jasa konsumen, dalam pergaulan hidup.26
Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai: Keseluruhan asas-asas
24 Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999,Tentang Perlindungan Konsumen 25
Ali Mansur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen dalam Perwujudan
Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Genta Press, 2007, hal. 81. 26
Az Nasution, op. cit. hal 4.
UPN "VETERAN" JAKARTA
13
dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan
dan masalahnya dengan para penyedia barang dan jasa konsumen.
Lebih lanjut mengenai defenisinya itu, Az Nasution menjelaskan sebagai
berikut:
Hukum konsumen pada pokonya lebih berperan dalam hubungan dan masalah
konsumen yang kondisi para pihaknya berimbaang dalam kedudukan social
ekonomi,daya saing, maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak
selalu tepat, bagi mereka masing-masing lebih mampu mempertahankan dan
menegakkan hak-hak mmereka yang sah. Hukum perlindungan konsumen
dibutuhkanapabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau
bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang.
Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen
membicarakan hal sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsummen.Bagaimana
hak-hak konsumen itu diakui dan diatur diodalam hukum serta bagaimana ditegakkan
di dalam praktek hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasan.
Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat
dartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhannya.
Kata keseluruhan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa didalamnya
termasuk seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya. Jadi, termasuk didalamnya,
baik aturan hukum perdata, pidana. Sedangkan cakupannya adalah hak dan kewajiban
serta cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu
bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen,
meliputi: informasi, memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena
penguuna kebutuhan itu, misalnya utuk mendapatkan penggantian kerugian.
Sedangkan bagi produsen melipouti kewajiban yang berkaitan dengan produksi
penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk serta akibat dari pemakaian produk
itu.
UPN "VETERAN" JAKARTA
14
Dengan demikian, jika perlindungan jika Perlindungan Konsumen diartikan
sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak
konsumen sebgai wujud perlindungan kepada konsumen, maka Hukum Perlindungan
Konsumen tiadalain adalah Hukum yang mengatur Upaya-upaya untuk menjamin
terwujudanya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. Pasal 1 angka 1
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 memberi pengertian Perlindungan Konsumen
sebagai segla upaya yang menjamin adannya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen.
I.6.3 Konsumen
Setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.27
I.6.4 Pelaku Usaha
Dalam Pasal 1 angka 3 UU No.8 Tahun 1999 disebutkan pelaku usaha adalah
setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedududkan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.28
Dalam penjelasan unang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha
adalah perusaha, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor dan lain-lain
I.6.5 Makanan/Pangan
Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang juga merupakan komoditas
perdagangan, memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang etis, jujur, &
bertanggung jawab sehingga terjangkau oleh masyarakat. Pangan dalam bentuk
makanan & minuman adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperlukan
27 Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999,Tentang Perlindungan Konsumen 28
Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, Tentang Perlindungan Konsumen
UPN "VETERAN" JAKARTA
15
untuk hidup, tumbuh, berkembang biak, & reproduksi.
Dalam pasal 1 UU No.18/1012 tentang Pangan, disebutkan bahwa “Pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati & air, baik yang diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, & bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, & atau pembuatan makanan atau minuman”.29
I.6.6 Zat Berbahaya
Zat Berbahaya (Zat Adiktif) Definisi dari zat berbahaya
Zat berbahaya umum juga disebut dengan zat adiktif, yaitu obat serta bahan-bahan
aktif yang apabila dikonsumsi oleh organism hidup dapat menyebabkan kerja biologi
terhambat. Dalam hal ini, penggunaan zat tambahan dalam produk pangan pun
menimbulkan beberapa dampak yang mengganggu system kerja organ tubuh dalam
proses metabolisme sehingga zat tambahan tersebut termasuk adiktif.
I.6.7 Peredaran Pangan
Dalam pasal 1 ayat (26) UU No.18/1012 tentang Pangan Peredaran Pangan
adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan
kepada masyarakat, baik diperdagangkan maupun tidak.30
I.7 Sistematika Penulisan
I.7.1 Bab I. berisi pendahuluan yang kemudian meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori dan kerangka
konseptual serta diakhiri oleh sistematika penulisan.
I.7.2 Bab II. Tinjauan Pustaka berisi tentang Undang-undang Perlindungan
Konsumen yang mengatur Tentang Perlindungan Konsumen dan Perlindungan
29
pasal 1 angka (1) Undang-undang no.18/2012 tentang Pangan
30
Pasal 1 angka (26) Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan
UPN "VETERAN" JAKARTA
16
Konsumen. dengan Lembaga-lembaga dan peran Perlindungan Konsumen
dalam Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen serta Akibat Hukum
Terhadap Peredaran Makanan Dari Bahan Zat Berbahaya.
I.7.3 Bab III. Metode Penelitian berisi tentang type penelitian, metode pendekatan,
metode pengumpulan data metode analisis data.
I.7.4. Bab IV. Analisis Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran
Makanan Dari Bahan Zat Berbahaya di DKI Jakarta yang terdiri dari, Jenis
bahan berbahaya dan dampaknya bagi kesehatan, perlindungan bagi
konsumen terhaap peredaran makanan yang mengandung bahan zat
berbahaya, tangngung jawab pelaku atas beredarnya makanan dari bahan zat
berbahaya, bagaimana lembaga perlindungan konsumen dalam pengawasan
dan pembinaan terhadap kepentingan konsumen konsumen dari peredaran
makanan bahan zat berbahaya.
I.7.5 Bab V. Penutup tentang Kesimpulan dan Saran Penelitian
UPN "VETERAN" JAKARTA
top related