bab i pendahuluan a. latar...
Post on 28-Apr-2019
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik melebihi 140
mmHg dan diastolik melebihi 90 mmHg (Depkes RI, 2008a). Salah satu obat
antihipertensi yang populer digunakan yaitu hidroklorotiazid atau 6 chloro-3,4-
dihydro-2H-1,2,4-benzothiadiazine-7-sulfonilamide 1,1-dioxide. Hidroklorotiazid
merupakan antihipertensi golongan diuretik thiazid yang tersedia dalam bentuk
tablet konvensional dengan dosis pemakaian 12,5-50 mg per hari (Straka dkk.,
2008)
Tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang populer digunakan dengan
beberapa keunggulan seperti mudah digunakan, praktis, stabilitas yang baik,
mudah dalam produksi dan distribusi (Sulaiman, 2007). Sediaan tablet
konvensional hidroklorotiazid dapat menimbulkan masalah efektivitas terapi
terkait biovailabilitas obat yang rendah (hanya sebesar 65-70%) (Sanphui &
Rajput, 2013; Moffat dkk., 2011) serta masalah kepatuhan penggunaan, terkait
prevalensi hipertensi terbesar pada geriatri, dengan adanya perubahan fungsi
fisiologis terkait usia, seperti kesulitan menelan tablet secara utuh (Zamhir, 2006).
Sediaan fast disintegrating tablet (FDT) diharapkan dapat digunakan untuk
mengatasi masalah tersebut. FDT merupakan tablet yang terdisintegrasi secara
cepat di rongga mulut sebelum ditelan dan memiliki keuntungan absorpsi
pregastric (Department of Health, 2014a). Disintegrasi yang cepat dapat
2
meningkatkan kecepatan deagregasi dan disolusi sehingga bioavailabilitas obat
dapat meningkat (Fudholi, 2013).
Pembuatan FDT perlu memperhatikan pemilihan kombinasi bahan
tambahan secara tepat, yang dapat menghasilkan disintegrasi cepat dan daya tahan
fisik yang baik (Bala dkk., 2012). Bahan tambahan yang dimaksudkan di sini
adalah bahan penghancur (superdisintegrant) dan filler-binder. Superdisintegran
merupakan bahan yang efektif pada konsentrasi rendah dan memiliki efisiensi
disintegrasi yang baik (Santanu dkk., 2012). Bahan penghancur yang dipilih
adalah croscarmellose sodium (Ac-Di-Sol®) yang memiliki kecepatan disintegrasi
yang lebih tinggi daripada sodium starch glycolate (Priyanka & Vandana, 2013).
Crosscarmellose sodium memiliki aksi ganda yaitu kemampuan menarik air dan
mengembang secara cepat sehingga dapat memfasilitasi FDT hancur secara cepat.
(Kumar dkk., 2010). Konsentrasi croscarmellose sodium sebagai bahan
penghancur dalam tablet digunakan dalam konsentrasi 0,5-5%, umumnya
digunakan sebanyak 2% untuk pembuatan secara kempa langsung, dengan
konsentrasi optimum jika dibuat FDT yaitu 1-3% terhadap bobot tablet (Guest,
2009; Panigrahi & Behera, 2010).
Metode kempa langsung merupakan metode yang sederhana dan populer
digunakan dalam pembuatan FDT (Fu dkk., 2004), metode ini membutuhkan
bahan yang memiliki kompresibilitas yang baik untuk menghasilkan tablet yang
keras serta tidak rapuh. Salah satu solusi untuk meningkatkan kekerasan tablet
adalah dengan menggunakan filler-binder. Filler-binder yang digunakan yaitu
microcrystalline cellulose (Avicel®) PH 200 yang memiliki kompresibilitas dan
3
sifat alir yang baik dan dinyatakan dapat mengurangi variasi bobot tablet sehingga
cocok digunakan untuk pembuatan FDT secara kempa langsung (FMC
Biopolymer, 2005). MCC umum digunakan sebagai filler-binder dalam
konsentrasi 20-90% terhadap bobot tablet (Guy, 2009).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan penelitian optimasi
formula FDT hidroklorotiazid 12,5 mg dengan metode kempa langsung
menggunakan kombinasi bahan penghancur croscarmellose sodium dan filler-
binder MCC PH 200 dengan menggunakan software Design sehingga didapatkan
sediaan FDT yang memenuhi persyaratan.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh variasi kadar kombinasi bahan penghancur
croscarmellose sodium dan filler-binder MCC PH 200 pada sifat fisik
kekerasan, kerapuhan, rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu
disintegrasi, dan disolusi FDT hidroklorotiazid (HCT)?
2. Pada kombinasi kadar berapakah bahan penghancur croscarmellose sodium
dan filler-binder MCC PH 200 memberikan sifat fisik kekerasan, kerapuhan,
rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi, dan disolusi yang
optimum pada FDT?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar bahan penghancur croscarmellose
sodium dan filler-binder MCC PH 200 pada sifat fisik kekerasan, kerapuhan,
4
rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi dan disolusi sediaan
FDT HCT.
2. Memperoleh formula yang memberikan sifat fisik kekerasan, kerapuhan, rasio
absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi dan disolusi optimum
pada sediaan FDT HCT.
D. Pentingnya Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan sebagai usaha untuk memperoleh formula
FDT HCT yang mempunyai sifat fisik optimum sehingga dapat membantu
meningkatkan efektifitas serta kenyamanan penggunaan HCT sebagai obat
antihipertensi.
E. Tinjauan Pustaka
1. Fast Disintegrating Tablet (FDT)
Fast Disintegrating Tablet dirancang untuk dapat hancur secara cepat
oleh saliva di rongga mulut ketika diletakkan pada lidah tanpa perlu dikunyah
atau dengan bantuan air untuk kemudian melepaskan obat (Fu dkk.,2004).
Bentuk sediaan ini disebut juga orally disintegrating tablet (ODT), tablet larut
mulut (mouth-dissolving tablet), rapid-melt, tablet berpori (porous tablet),
orodispersible, quick-dissolving, atau rapidly disintegrating tablet (Sulaiman,
2007).
Istilah orally disintegrating tablet diadaptasi dari USP (United States
Pharmacopeia), dan ODT adalah singkatan umum untuk suatu sediaan tablet
yang hancur (disintegrasi) secara cepat dalam rongga sebelum yang ditelan.
5
British Pharmacopoeia (Department of Health, 2014a) menggunakan istilah
orodispersible tablet sebagai suatu tablet yang tidak disalut yang diletakkan di
rongga mulut dan akan terdispersi secara cepat sebelum ditelan.
Tablet terdisintegrasi cepat berisi bahan tambahan untuk meningkatkan
tingkat kehancuran tablet dalam rongga mulut dan dapat berlangsung hingga
kurang dari satu menit untuk menghancurkan sepenuhnya (Allen dkk., 2010).
Dalam pendapat lain dikemukakan bahwa FDT dimaksudkan untuk
mengalami disintegrasi di mulut ketika kontak dengan air ludah/saliva dalam
waktu kurang dari 3 menit (Department of Health, 2014a).
Kelebihan dari tablet FDT diantaranya adalah (Bhowmik dkk., 2009):
a. Dapat dipakai tanpa menggunakan air
b. Mudah diberikan kepada pasien yang sulit menelan seperti penderita
stroke, pasien geriatri dan pediatri.
c. Keuntungan pada beberapa kasus seperti pada saat serangan alergi tiba-
tiba, dan pada saat mabuk perjalanan, dimana onset obat yang sangat cepat
dibutuhkan.
d. Peningkatan bioavailabilitas pada obat-obat yang sukar larut dan
hidrofobik, karena disintegrasi dan disolusi yang cepat dari sediaan FDT.
e. Rasa yang enak di mulut sehingga dapat mengurangi persepsi bahwa obat
itu pahit untuk anak-anak dan dengan rasa yang enak tersebut dapat pula
meningkatkan kepatuhan pasien.
f. Absorpsi pra-gastrik akan menghindari zat aktif dari metabolisme lintas
pertama di hati, sehingga dapat meningkatan bioavailabilitas obat.
6
Sediaan FDT hendaknya memiliki beberapa karakteristik yang ideal
diantaranya yaitu (Fu dkk., 2004):
a. Disintegrasi yang cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa disintegrasi
FDT harus terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit dan akan lebih disukai
bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut.
b. Kekerasan dan porositas tablet yang optimum. FDT dirancang memiliki
waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat, maka dibutuhkan zat tambahan
(excipients) dengan daya pembasahan (wettability) yang tinggi dan
struktur tablet dengan porositas yang tinggi guna memastikan absorpsi air
yang cepat ke dalam tablet, tanpa mengurangi kekerasan tablet sehingga
tidak mudah rusak selama pengemasan dan pendistribusian.
c. Memiliki rasa yang menyenangkan karena FDT diaplikasikan di rongga
mulut.
d. Sensitifitas yang rendah terhadap kelembaban. Untuk mengatasi hal ini,
diperlukan strategi pengemasan yang baik untuk melindungi tablet dari
berbagai pengaruh lingkungan.
Pembuatan FDT dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya
kempa langsung, sublimation, spray drying, moulding, dan freeze drying.
a. Kempa langsung (direct compression)
Metode kempa langsung merupakan teknik yang populer digunakan
dalam membuat sediaan (Taher & Sengupta, 2013). Menurut Gohel dan
Jogani (2002) merupakan proses yang sederhana, dimana serbuk yang
merupakan campuran bahan aktif dan bahan tambahan yang sesuai dikempa
7
langsung menjadi tablet. Cara ini hanya dilakukan untuk bahan-bahan tertentu
saja yang yang mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet
yang baik dan memungkinkan untuk dikompresi langsung. Zat aktif dengan
sifat aliran buruk tidak mungkin dikempa langsung (Siregar & Wikarsa,
2010).
Sifat alir dari material yang akan dikempa sangat penting karena
berhubungan dengan keseragaman pengisian ruang cetakan (die) yang akan
mempengaruhi keseragaman bobot tablet dan akhirnya akan mempengaruhi
keseragaman zat aktif (Sulaiman, 2007; Siregar & Wikarsa, 2010). Beberapa
faktor yang mempengaruhi sifat aliran padat yaitu ukuran partikel, bentuk dan
morfologi permukaan, kelembaban dan muatan statik, serta bobot jenis
(Agoes, 2012).
Salah satu cara pengukuran sifat alir dilakukan dengan cara tidak
langsung menggunakan metode pengetapan. Pengukuran sifat alir dengan
metode pengetapan yaitu dengan melakukan penghentakan (tapping) terhadap
sejumlah serbuk dengan menggunakan alat pengetapan mekanik (Sulaiman,
2007). Sifat aliran berdasarkan uji pengetapan dapat diinterpretasikan seperti
pada Tabel I.
Tabel I. Skala sifat alir (Department of Health, 2014a)
Sifat Aliran Indeks pengetapan (%)
Bagus sekali 1-10
Bagus 11-15
Cukup 16-20
Agak baik 21-25
Buruk 26-31
Sangat buruk 32-37
Sangat-sangat buruk >38
8
Metode kempa langsung memberikan beberapa keuntungan diantaranya
tahapan produksinya sangat singkat (hanya pencampuran dan pengempaan),
peralatan yang dibutuhkan tidak banyak, ruangan yang dibutuhkan kecil dan
tenaga yang dibutuhkan juga tidak banyak karena prosesnya singkat (Fu dkk.,
2004). Kempa langsung menjadi metode terbaik untuk membuat FDT dengan
disintegrasi yang cepat akibat adanya binder dan kandungan kelembaban yang
rendah. (Taher & Sengupta, 2013).
b. Sublimation
Pada metode ini dibutuhkan bahan-bahan yang bersifat sangat mudah
menguap. Bahan-bahan yang sangat mudah menguap seperti ammonium
bikarbonat, ammonium karbonat, menthol, dan asam benzoat dicampur
dengan bahan-bahan lainnya lalu dikempa menjadi tablet. Bahan-bahan yang
sangat mudah menguap tersebut dihilangkan dengan proses sublimasi
sehingga menghasilkan struktur tablet yang sangat berpori. Tablet yang
dihasilkan dengan metode ini biasanya terdisintegrasi dalam waktu 10-20
detik (Gupta dkk., 2012).
c. Moulding
Moulding dilakukan dengan dua cara, yaitu moulding dengan
pemberian tekanan dan moulding dengan pemberian pemanasan. Moulding
dengan pemberian tekanan dilakukan dengan cara campuran bahan yang telah
dicampur, dibasahkan dengan pelarut (biasanya air atau etanol) di dalam plat
sehingga membentuk massa lembab. Moulding dengan pemanasan, obat
dilarutkan dengan matriks yang mudah meleleh. Kekurangan metode ini yaitu
9
memiliki kestabilan obat yang rendah, memiliki kekerasan tablet yang rendah,
dan membutuhkan banyak biaya (Kundu & Sahoo, 2008).
d. Freeze drying / lyophilization
Freeze drying adalah proses dimana air disublimasikan dari produk
setelah didinginkan sehingga menghasilkan struktur yang sangat berpori dan
dapat terdisintegrasi secara cepat. Zat aktif dilarutkan pada cairan yang
terdapat di matriks, lalu ditimbang dan dituangkan pada cetakan. Cetakan
yang telah terisi dilewatkan pada terowongan pembekuan yang terdiri dari
nitrogen cair agar larutan dalam cetakan menjadi beku. Setelah itu cetakan
ditempatkan di lemari pendingin untuk melanjutkan proses pengeringan
menggunakan udara dingin. Setelah selesai dikeringkan, tablet dilepas dari
cetakannya dan dikemas dengan pengemas yang sesuai. Metode freeze drying
dapat mempercepat absorpsi dan bioavailibilitas dari obat, namun memiliki
kerugian berupa biaya pembuatan yang mahal, waktu pembuatan yang lama,
dan stabilitas tablet yang buruk (Nikam dkk., 2011).
2. Parameter Sifat Fisik FDT
a. Uji Keseragaman Sediaan Tablet
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua
metode yaitu keragaman bobot atau keseragaman kandungan. Keragaman
bobot digunakan untuk sediaan yang mengandung zat aktif ≥25 mg atau
≥25% dari bobot sediaan sedangkan keseragaman kandungan digunakan
untuk sediaan yang mempunyai kandungan zat aktif dalam jumlah yang
lebih kecil (Depkes RI, 2014). Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa
10
kandungan zat aktif dalam tiap tablet relatif seragam (memiliki variasi
yang kecil) (Sulaiman, 2007).
Keseragaman sediaan memenuhi persyaratan apabila nilai
penerimaan 10 unit sediaan yang dihitung menggunakan persamaan (7)
kurang dari atau sama dengan L1. Apabila nilai penerimaan lebih dari L1
maka dilakukan pengujian pada 20 unit sediaan tambahan dan dihitung
nilai penerimaannya. Persyaratan keseragaman sediaan memenuhi syarat
apabila dari 30 unit sediaan memiliki nilai penerimaan kurang dari L1 dan
tidak ada satupun unit sediaan yang memiliki kandungan kurang dari
(1 − ((L2 × 0,01))M atau tidak ada satupun lebih dari (1 + ((L2 ×
0,01))M. Kecuali dinyatakan lain, L1 adalah 15,0 dan L2 adalah 25,0
(Department of Health, 2014a; Depkes RI , 2014).
b. Uji Kekerasan Tablet
Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan
tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti dalam terhadap goncangan,
pengikisan dan ketahanan tabet dipengaruhi oleh tekanan kompresi,
porositas, sifat dari bahan yang dikempa, banyaknya bahan pengikat dan
metode pengempaan. Kekerasan tablet diukur dengan menggunakan
hardness tester dinyatakan dalam kg tenaga yang dibutuhkan untuk
memecahkan tablet per cm2 (Lachman dkk., 1987). Kekerasan yang baik
untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg/cm2 dan FDT adalah 3-5 kg/cm2
(Panigrahi & Behera, 2010). Kekerasan yang lebih tinggi menghasilkan
tablet yang tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan berkurangnya porositas
11
dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang mengakibatkan lamanya
waktu hancur (Marais dkk., 2003).
c. Uji Kerapuhan Tablet
Kerapuhan menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan
tekanan mekanik akibat goncangan dan pengikisan selama proses
pengemasan maupun transportasi. Adanya tekanan dapat membuat tablet
menjadi rusak dan menimbulkan variasi pada berat serta keseragaman isi
tablet. Untuk dapat memprediksi kerapuhan dari suatu tablet dilakukanlah
pengujian kerapuhan untuk 20 tablet menggunakan friability tester.
Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil 1%. (Allen dkk.,
2011).
d. Uji Rasio Absorpsi Air Tablet
Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui
kemampuan tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya.
Semakin besar rasio absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah
air yang dapat ditampung dalam matriks tablet sehingga dapat membuat
tablet hancur lebih cepat (Battu dkk., 2007). Perhitungan rasio absorpsi air
(R) dilakukan dengan cara melihat perbedaan bobot sebelum (Wa) dan
sesudah (Wb) pembasahan
e. Uji Waktu Pembasahan Tablet
Uji waktu pembasahan sangat berkaitan dengan struktur dalam
suatu tablet dan hidrofilisitas dari eksipien sehingga dapat dilihat seberapa
cepat FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan
12
mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegrasi dari tablet.
Semakin cepat waktu pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki
kemampuan disintegrasi yang semakin cepat pula (Bhowmik dkk., 2009).
f. Uji Waktu Disintegrasi Tablet
Uji waktu disintegrasi dilakukan untuk mengetahui waktu yang
diperlukan oleh tablet untuk dapat terdisintegrasi menjadi fine particle.
Prosedur standar yang biasa dilakukan untuk pengujian waktu disintegrasi
pada tablet konvensional mempunyai beberapa keterbatasan, terutama
untuk obat yang mempunyai waktu disintegrasi cepat seperti FDT. Uji
waktu disintegrasi yang dilakukan untuk FDT harusnya disesuaikan
dengan kecepatan disintegrasinya dan dilakukan tanpa air dan meniru
disintegrasi di cairan saliva (Prajapati & Patel, 2010). Allen dkk. (2011),
menyebutkan bahwa FDT setidaknya memiliki waktu hancur kurang dari 1
menit.
g. Uji Disolusi Tablet secara In-vitro
Disolusi mengacu pada proses fase padatan menuju fase larutan.
Uji disolusi merupakan uji pelarutan suatu obat ke dalam medium tertentu.
Uji ini dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa tablet mampu terlarut
dalam medium dalam jumlah dan kecepatan tertentu. Tablet akan
mengalami disintegrasi terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan
deagregasi menjadi partikel-partikel halus termasuk partikel halus zat aktif
yang terkandung dalam sediaan tablet sangat ditentukan oleh kecepatan
disintegrasi, deagregasi, dan kecepatan disolusinya (Fudholi, 2013). Uji
13
disolusi in vitro untuk sediaan FDT telah dianjurkan dilakukan dengan
USP apparatus 2 atau paddle apparatus dengan kecepatan 50 rpm (Hirani
dkk., 2009). Medium yang digunakan adalah medium dapar fosfat pH 6,8
sebanyak 900 mL (Bhowmik dkk., 2009).
3. Superdisintegrant
Superdisintegrant ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau
hancurnya tablet saat kontak dengan air, yang akan mempermudah
lepasnya obat dari tablet. Daya mengembang superdisintegrant sangat
tinggi dan cepat sehingga mampu mendesak kearah luar secara cepat.
Superdisintegrant atau bahan penghancur merupakan bahan yang dapat
memecah tablet menjadi bentuk granul atau serbuk sehingga lebih mudah
terlarut (Priyanka & Vandana, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aksi superdisintegran yaitu,
persentase jumlah superdisintegran, komponen eksipien yang terdapat
dalam tablet, kombinasi disintegran, adanya surfaktan, kekerasan tablet
dan pencampuran (Bala dkk., 2012). Peningkatan kadar superdisintegrant
akan meningkatkan kerapuhan tablet yang dihasilkan, sehingga
superdisintegrant digunakan dalam konsentrasi rendah (Marais
dkk.,2003). Beberapa aksi superdisintegrant dalam mendisintegrasikan
tablet, antara lain:
a. Aksi Kapiler (capillary action)/wicking
Tablet yang merupakan hasil pengempaan dari granul, memiliki
pori-pori kapiler (Sulaiman, 2007). Pada saat tablet bersinggungan dengan
14
medium air, maka air akan berpenetrasi masuk ke dalam pori-pori tablet
menggantikan udara yang diadsorbsi oleh partikel. Akibatnya ikatan antar
partikel menjadi lemah dan pada akhirnya tablet akan pecah (Mangal dkk.,
2012). Mekanisme aksi kapiler seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Aksi kapiler disintegran dalam tablet FDT (Bhowmik dkk.,2009)
Mekanisme aksi kapiler selalu menjadi awalan pada proses
disintegrasi (Bhowmik dkk.,2009). Penyerapan cairan oleh tablet
tergantung dari hidrofilisitas zat aktif atau eksipien yang digunakan, serta
kondisi pentabletan. Struktur pori-pori dan tegangan muka pada partikel
terhadap medium cairan juga penting untuk membantu proses disintegrasi
(Deepak dkk., 2012). Contoh disintegran yang bekerja dengan mekanisme
wicking adalah crospovidone dan croscarmellosa.
b. Pengembangan (Swelling)
Swelling atau mengembang merupakan mekanisme umum bahan
penghancur tablet seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 (Deepak dkk.,
2012). Bahan penghancur apabila terkena air maka akan
air masuk melalui pori-pori kapiler
ikatan antar partikel menjadi lemah
tablet pecah
tablet kontak dengan air
15
mengembang,akibatnya partikel penyusun tablet akan terdesak dan pecah.
Hancurnya tablet dengan mekanisme ini dipengaruhi oleh struktur pori-
pori tablet. Semakin kecil pori-pori granul yang ada di dalam tablet, maka
semakin besar tenaga untuk menghancurkan tablet (Zimmer dkk., 2011).
Gambar 2. Mekanisme swelling dari superdisintegrant (Bhowmik dkk., 2009)
c. Perubahan Bentuk (Deformation)
Gambar 3. Mekanisme deformation dari superdisintegrant (Bhowmik dkk.,2009)
Partikel yang mengalami penekanan pada proses pengempaan akan
berubah bentuknya. Apabila tablet terkena air maka partikel yang
tablet kontak dengan air
superdisintegran mengembang dan
berdesakkan
tablet pecah
partikel yang mengalami proses
pengempaan berubah bentuk
partikel kembali ke ukuran semula
ketika kontak dengan air
tablet pecah
16
membentuk tablet akan kembali ke bentuk asalnya, maka partikel tablet
akan berdesakan sehingga tablet dapat hancur seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 3 (Mangal dkk., 2012).
d. Perenggangan (Repulsion)
Gambar 4. Mekanisme peregangan dari superdisintegrant (Bhowmik dkk.,2009)
Teori ini menerangkan bahwa partikel tidak mengembang tetapi
dengan adanya air yang masuk melalui jaringan kapiler yang tersusun di
dalam tablet maka partikel akan tolak menolak sehingga akan saling
memisahkan diri kemudian lepas dari susunannya di dalam tablet (Mangal
dkk., 2012). Proses ini akan menyebabkan tablet terdisintegrasi seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.
4. Filler-binder
Filler-binder merupakan eksipien tablet yang dapat berfungsi sebagai
bahan pengisi sekaligus bahan pengikat. Karakteristik ini dapat diperoleh
dengan memodifikasi suatu bahan pengisi (filler) untuk bisa memiliki
kompresibilitas yang baik sehingga dengan pengempaan akan mampu
partikel tolak menolak ketika
kontak dengan air
tablet terdisintegrasi
17
berfungsi sebagai pengikat. Filler-binder merupakan bahan pengisi yang dapat
ditambahkan untuk memberikan granul yang dibutuhkan pada pembuatan
tablet. Penambahan filler-binder pada formula dapat meningkatkan sifat alir
dan kompresibilitas campuran bahan (Kanojia dkk., 2013) sehingga cocok
ditambahkan pada formula tablet yang dibuat dengan metode kempa langsung.
Suatu filler-binder pada umumnya merupakan suatu bahan pengisi
yang memiliki deformasi plastis, yaitu suatu bahan yang ketika dilakukan
pengempaan atau pengepresan maka konformasi partikel dari filler-binder
akan mengikuti celah atau ruang dan tidak akan kembali ke bentuk semula,
hal inilah yag menyebabkan suatu filler-binder akan meningkatkan
kompresibilitas bahan penyusun tablet (Gohel, 2005).
Penggunaan filler-binder juga berpengaruh terhadap sifat fisik tablet
yang dihasilkan, diantaranya kekerasan, kerapuhan dan jumlah obat yang
dilepaskan dari sediaan (Bastos dkk., 2008). Filler-binder yang ideal
memiliki sifat-sifat inert, tidak menghambat disolusi zat aktif, dan memiliki
rasa enak di mulut. Filler-binder pada FDT harus diberikan dalam jumlah
optimal untuk menghasilkan tablet yang cukup keras, namun cepat hancur
ketika FDT diletakkan pada lidah. Filler-binder yang biasa digunakan antara
lain polimer selulosa, pirolidon, polivinil alkohol, kombinasi starch dan
laktosa.
5. Simplex Lattice Design (SLD)
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk optimasi adalah
SLD. Metode tersebut dapat digunakan untuk optimasi formula pada berbagai
18
jumlah komposisi bahan yang berbeda. Metode ini mempunyai keuntungan
praktis dan cepat karena tidak merupakan penentuan formula dengan coba-
coba (trial and error) (Armstrong & James, 1996).
Implementasi dari SLD dengan menyiapkan berbagai macam
formula yang mengandung konsentrasi berbeda dari beberapa bahan.
Kombinasi disiapkan dengan suatu cara yang mudah dan efisien sehingga data
percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon yang berada dalam
ruang simplex (simplex space). Walaupun konsentrasi komponen-komponen
penyusun berbeda, namun jumlah totalnya harus sama untuk tiap formula.
Hasil ekperimen digunakan untuk membuat persamaan polynomial, dimana
persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton &
Bon, 2010). Persamaan simplex lattice design dapat dilihat pada persamaan
(1).
Y = a(A) + b(B) + ab(A)(B) ........................................................................ (1)
Keterangan dari persamaan (1):
Y = respon atau efek yang dihasilkan
a, b, ab = koefisien yang dapat dihitung dari percobaan
(A) dan (B) = fraksi komponen, dengan jumlah (A) + (B) harus satu bagian
Hasil dari percobaan merupakan suatu persamaan empiris yang dapat
menggambarkan pola respon dalam suatu ruang simplex (Bolton & Bon,
2010).
Gambar 5 merupakan gambar dari kurva simplex lattice design 2
komponen. Kurva 1 pada gambar di atas menunjukkan adanya interaksi yang
19
positif (beneficial effects), yaitu masing-masing komponen saling mendukung,
kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yaitu masing-masing
komponen tidak saling mempengaruhi, sedangkan kurva 3 menunjukkan
bahwa adanya interaksi negative (detrimental effects), yaitu masing-masing
komponen saling meniadakan respon (Armstrong & James, 1996).
Gambar 5. Simplex lattice design model dua komponen (Armstrong & James, 1996)
keterangan dari Gambar 5:
kurva 1 = kurva melengkung ke atas
kurva 2 = kurva linier
kurva 3 = kurva melengkung ke bawah
A dan B = fraksi komponen; angka 50% menunjukkan pada titik tersebut fraksi
komponen A sebesar 50% dan komponen B sebesar 50%
Analisis SLD dapat dilakukan dengan software Design Expert® 9.0.3.1.
Software tersebut akan mengolah data dan memberikan formula dengan sifat
optimum yang perlu diverifikasi. Hasil verifikasi selanjutnya dibandingkan
apakah sifat hasil verifikasi berbeda secara bermakna dengan hasil prediksi
atau tidak.
6. Monografi Bahan
a. Hidroklorotiazid
Hidroklorotiazid dengan nama IUPAC 6-Chloro-3,4-dihydro-2H-
1,2,4-benzothiadiazine-7-sulfonamide 1,1-dioxide memiliki rumus
molekul C7H6ClN3O4S2 dengan berat molekul sebesar 297,74 ditunjukkan
20
pada Gambar 6. Tablet hidroklorotiazid mengandung tidak kurang dari
90,0% dan tidak lebih dari 110,0% hidroklorotiazid (Depkes RI, 2014).
Berupa serbuk hablur putih atau hampir putih, sangat sedikit larut dalam
air yaitu 0.7 g/L (Sanphui & Rajput, 2013); memiliki bioavailabilitas
sebesar 65-70% (Moffat dkk., 2011); mudah larut dalam NaOH, dalam n-
butil amina, dalam dimetilformamida; larut dalam aseton, agak larut dalam
etanol 96% ; tidak larut dalam eter, dalam kloroform dan asam mineral
encer (Department of Health, 2014a). Hidroklorotiazid dianalisis
menggunakan metode spektrofotometri UV pada panjang gelombang 272
nm dalam lingkungan asam (Department of Health, 2014b).
S
NH
HN
S
O
O
H2N
Cl
OO
Gambar 6. Struktur molekul hidroklorotiazid (Department of Health, 2014b)
Hidroklorotiazid merupakan golongan diuretik tiazid yang dapat
meningkatkan ekskresi air dan elektrolit, termasuk natrium, kalium,
klorida, dan magnesium dengan mereduksi reabsorbsi dari tubulus distal.
Telah digunakan sebagai pengobatan beberapa penyakit seperti edema,
hipertensi, diabetes insipidus, dan hipotiroid dalam bentuk tunggal
maupun kombinasi. Diuretik tiazid merupakan obat yang banyak
diresepkan untuk monoterapi awal pasien hipertensi karena efikasi yang
21
tinggi, relatif rendah efek samping, dan harga yang relatif rendah
(Alsharif, 2010). Menurut Departemen Kesehatan RI (2006),
hidroklorotiazid digunakan pada dosis lazim 12,5-50 mg per hari (Depkes
RI, 2008b). Menurut JNC 7, golongan diuretik digunakan sebagai terapi
awal hipertensi tingkat I dan II dengan efek samping hipokalemia dan
tidak menyebabkan batuk kering (Straka dkk., 2008).
Sediaan hidroklorotiazid yang ada dipasaran masih berupa tablet
konvensional. Toleransi hasil uji disolusi tablet konvensional
hidroklorotiazid menggunakan volume media sebesar 900 mL selama 60
menit harus tidak boleh kurang dari 60% (Q) dari jumlah yang tertera pada
etiket (Depkes RI, 2014).
b. Microcrystalline Cellulose PH 200
Microcrystalline cellulose (MCC) merupakan bubuk yang diperoleh
melalui proses depolimerisasi dan pemurnian selulosa sehingga diperoleh
serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Microcrystalline
cellulose memiliki beberapa sinonim seperti Avicel PH, Cellets, Celex,
cellulose gel dan Vivapur. MCC tersedia secara komersial dalam ukuran
partikel, kelembaban, sifat dan penggunaan yang berbeda-beda (Guy,
2009). Struktur molekul MCC ditunjukkan pada Gambar 7.
MCC memiliki berbagai jenis dengan perbedaan ukuran partikel,
bentuk partikel, dan kandungan kelembaban (Khan dkk., 2002). MCC PH
200 memiliki diameter ukuran partikel rata-rata sebesar 180 µm, lebih
besar dibandingkan MCC PH 102 (100 µm). Bahan ini dapat
22
meningkatkan sifat alir dan mengurangi variasi bobot tablet, dengan
meningkatkan sifat alir maka dapat mempercepat produksi dan
meningkatkan efisiensi sehingga dapat mengurangi biaya produksi (FMC
Biopolymer, 2005).
O O
OH
OH
HOO
OH
OH
OH
HO
n/2
Gambar 7. Struktur molekul microcrystalline cellulose (Guy, 2009)
keterangan dari Gambar 7:
MCC memiliki rumus empirik kimia (C6H10O5)n, bobot molekul sebesar 36000
(n=220)
MCC umumnya digunakan dengan konsentrasi 20-90% b/b sebagai
bahan pengikat atau pengisi tablet dan kapsul (Guy, 2009). Dalam
penggunaannya, bahan ini juga memiliki sifat sebagai pelicin dan
penghancur sehingga sangat berguna dalam formulasi tablet.
Microcrystalline cellulose dapat digunakan baik pada metode kempa
langsung atau granulasi basah. MCC merupakan bahan yang stabil namun
bersifat higroskopis, harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat,
dengan suhu yang sejuk di tempat kering. Konsentrasi filler-binder
optimum yang digunakan secara spesifik sebesar 35% dan memiliki
respon kekerasan yang semakin baik dengan meningkatnya konsentrasi
23
(Mattsson, 2000). MCC merupakan pengikat yang sangat baik dan dapat
memperbaiki kekuatan mekanik secara signifikan yaitu sekitar 3-5%, serta
mampu menahan lebih dari 50% zat aktif (Siregar & Wikarsa, 2010).
c. Croscarmellose Sodium
Gambar 8. Struktur molekul croscarmellose sodium (Guest, 2009)
keterangan dari Gambar 8 : ikatan silang internal berupa ester karboksilat
Ac-Di-Sol® merupakan merek dagang dari croscarmellose sodium.
Croscarmellose sodium merupakan senyawa carboxymethylcellulose yang
mengikat garam natrium dengan ikatan silang (cross linked) yang mampu
memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam air. Croscarmellose sodium
mempunyai mekanisme ganda, yaitu penyerapan air (water wicking) dan
pembengkakan secara cepat (rapid swelling), yang akan menyebabkan
O
O
O
NaO
O
O
OH
OH
O
ONa
O
O
O
O
OH
OH
OH
O
ONa
O
O
O
O
O
OH
OH
O
O
O
NaO
O
O
OH
OH
O
O
O
OH
OH
OH
O
ONa
O
O
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
n
24
suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat (Department of Health,
2014a). Penyerapan air adalah kemampuan untuk menarik air masuk ke
dalam matriks tablet. Paparan atau kontak dengan air dapat menyebabkan
disintegran untuk mengembang dan mendesak tablet untuk pecah (FMC
Biopolymer, 2009). Struktur molekul croscarmellose sodium ditunjukkan
pada Gambar 8.
Croscarmellose sodium efektif digunakan dengan metode kempa
langsung untuk menghindari adanya air berlebih. Croscarmellose sodium
sebagai disintegrant umumnya digunakan dalam kadar yang sangat kecil
dihitung terhadap bobot tablet yaitu berkisar pada kadar 0,5-5%, umumnya
sebanyak 2% jika digunakan secara kempa langsung (Guest, 2009). Dalam
penelitian lain dikatakan bahwa croscarmellose sodium umumnya
digunakan dalam konsentrasi 1-3%, memiliki disintegrasi yang cepat pada
konsentrasi lebih dari 1,25% (Marais dkk., 2003; Kumar dkk., 2010).
Croscarmellose sodium merupakan superdisintegran tidak larut air,
memiliki struktur berserat yang memberikan kemampuan menarik air
dengan baik (FMC Biopolymer, 2009).
F. Landasan Teori
Pembuatan FDT HCT lebih menguntungkan dalam pengobatan hipertensi
pada pasien geriatri, karena akan memudahkan dan meningkatkan kenyamanan
dalam penggunaan serta meningkatkan efektivitas terapi. FDT mampu
terdisintegrasi secara cepat pada rongga mulut (Department of Health, 2014a).
25
Penambahan superdisintegrant/bahan penghancur merupakan salah satu teknik
pembuatan FDT yang paling umum dan mudah dilakukan karena tidak
membutuhkan alat khusus. Salah satu bahan penghancur yang digunakan dalam
pembuatan FDT adalah croscarmellose sodium. Penggunaan croscarmellose
sodium sebagai bahan penghancur diharapkan mampu memfasilitasi disintegrasi
secara cepat dengan mekanisme pengembangan (swelling) dan penarikan air
secara cepat, dikombinasikan dengan filler-binder microcrystalline cellulose yang
dapat meningkatkan kekerasan tablet sehingga diharapkan dapat lebih baik dalam
disintegrasinya dan tablet tidak rapuh.
Metode kempa langsung dipilih karena memberikan beberapa keuntungan
diantaranya merupakan metode yang sederhana, tahapan produksinya sangat
singkat (hanya pencampuran dan pengempaan), peralatan yang dibutuhkan tidak
banyak (Fu dkk., 2004). Kempa langsung menjadi metode terbaik untuk membuat
FDT dengan disintegrasi yang cepat dengan adanya binder (Taher & Sengupta,
2013). MCC PH 200 ini memiliki ukuran partikel 180 µm dan memiliki sifat alir
yang baik sehingga cocok digunakan dalam metode kempa langsung (FMC
Biopolymer, 2005).
Superdisintegran umumnya digunakan pada konsentrasi rendah yaitu 1-
10% terhadap bobot tablet. Croscarmellose sodium sebagai bahan penghancur
pada tablet memiliki konsentrasi optimum berada pada rentang 1-3% (Guest,
2009; Panigrahi & Behera, 2010). Menurut Marais dkk. (2003), konsentrasi bahan
penghancur lebih dari 1,25% dapat memberikan disintegrasi secara cepat.
Croscarmellose sodium dapat membentuk lapisan seperti gel seiring
26
meningkatnya kemampuan penarikan air. Pada konsentrasi bahan penghancur di
luar batas optimum, pembentukan struktur seperti gel dapat menghambat disolusi
karena obat harus berdifusi menembus lapisan gel.
Konsentrasi MCC sebagai filler-binder umumnya digunakan dalam rentang
20-90% (Guy, 2009). MCC memberikan respon kekerasan semakin baik dengan
meningkatnya konsentrasi, namun penggunaan lebih dari 80% dapat memperlama
disolusi obat (Mattsson, 2000; Siregar & Wikarsa, 2010). Oleh karena itu,
konsentrasi keduanya perlu dioptimasi untuk mendapatkan sifat fisik kekerasan,
kerapuhan, rasio absorpsi air, waktu pembasahan, waktu disintegrasi, dan disolusi
yang optimum dengan menggunakan metode SLD.
G. Hipotesis
1. Penggunaan kombinasi bahan penghancur croscarmellose sodium sebesar 1-
10% dan filler-binder MCC PH 200 sebesar 20-90% terhadap bobot tablet
dapat mempengaruhi sifat fisik FDT. Peningkatan proporsi crosscarmellose
sodium dalam tablet dapat berpengaruh meningkatkan kerapuhan,
meningkatkan rasio absorpsi air, meningkatkan waktu pembasahan,
meningkatkan waktu disintegrasi, dan menurunkan disolusi FDT HCT.
2. Pada kombinasi croscarmellose sodium konsentrasi rendah antara 1-3% dan
filler-binder MCC PH 200 pada konsentrasi tinggi terhadap bobot tablet akan
memberikan sifat fisik kekerasan, kerapuhan, rasio absorpsi air, waktu
pembasahan, waktu disintegrasi, dan disolusi optimum FDT HCT.
top related