bab 2 sorbitol dari tepung tapioka
Post on 22-Oct-2015
774 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
SELEKSI DAN URAIAN PROSES
2.1 Tipe-tipe Proses
Sorbitol dapat dibuat dengan berbagai cara dari berbagai jenis bahan baku, dengan
kondisi operasi serta konversi yang berbeda. Pembuatan sorbitol dari bahan baku pati
melalui dua tahap proses utama yaitu:
1. Proses pengubahan starch menjadi glukosa, ada 3 macam yaitu :
Hidrolisa menggunakan katalis asam
Hidrolisa menggunakan katalis asam-enzim
Hidrolisa menggunakan katalis enzim-enzim
2. Proses pengubahan glukosa menjadi sorbitol, ada 2 macam, yaitu:
Proses reduksi elektrolitik
Proses hidrogenasi katalitik
2.1.1 Proses Pengubahan Starch Menjadi Glukosa
2.1.1.1 Hidrolisa menggunakan katalis asam
Pada proses hidrolisa menggunakan katalis asam ini, diperlukan kondisi suhu yang
tinggi agar dapat memecah komponen dari pati menjadi glukosa. Larutan asam yang
digunakan biasanya memiliki konsentrasi yang pekat, misalnya larutan H2SO4, HCl, dan
sebagainya.
Untuk mekanisme proses hidrolisa asam adalah sebagai berikut :
Proses hidrolisa dilakukan dalam tangki converter yang terbuat dari baja than karat
dengan dilengkapi pipa saluran uap pemanas dan pipa saluran udara yang
dihubungkan dengan kompresor untuk mengatur tekanan udara didalamnya.
Larutan suspense yang mengandung 18-20% pati di dalam air dialirkan masuk ke
dalam converter lalu ditambahkan lartutan HCl hingga pH mencapai nilai = 2,3
Kemudian larutan tersebut dipanaskan dalam converter hingga mencapai suhu 120-
135OC dan tekanan 3 kg/cm2 . Proses ini memakan waktu antara 15-20 menit agar
menghasilkan derajat hidrolisa yang diinginkan.
Setelah dicapai suhu yang diinginkan, kemudian hidrolisat ditampung pada tangki
penahan agar proses hidrolisa berlangsung secara sempurna.
2-1
Reaksi yang terjadi :
1. Reaksi utama
(C6H10O5)n + nH2O → C6H10O5
2. Reaksi samping
2(C6H10O5)n + nH2O → C12H22O11
3(C6H10O5)n + nH2O → C18H32O16
Keuntungan dari proses hidrolisa asam ini ialah :
- Proses yang cepat dan sederhana
- Bahan pembantu yaitu berupa asam mudah didapatkan dan sifatnya yang relatif
murah
Kerugian dalam memakai proses hidrolisa asam :
- Biaya pembuatan peralatan yang mahal, karena dibutuhkan peralatan yang tahan
terhadap korosif.
- Penanganan asam sebagai bahan pembantu akan memakan resiko besar karena
sifatnya yang eksplosif dan berbahaya bagi kesehatan pekerja serta lingkungan.
2.1.1.2 Hidrolisa menggunakan katalis asam-enzim
Hidrolisa menggunakan asam dan enzim ini memerlukan suhu dan pH yang sesuai
dalam pengoprasiannya. Dalam proses ini, hidrolisa yang terjadi secara parsial di mana
untuk pertama menggunakan asam, kemudian dilanjutkan dengan proses sakarifikasi
dengan menggunakan enzim glukoamilase. Konversi enzim biasanya dilakukan pada pH
4,5-7 dengan suhu optimum 50-60oC.
Untuk komposisi akhir dari hidrolisat bergantung pada pengaturan hidrolisa asam
mula-mula, dan tipe enzim serta tingkat sakarifikasi enzim.
Reaksi yang terjadi menggunakan katalis asam :
1. (C6H10O5)n + nH2O → C6H12O6
2. 2(C6H10O5)n + nH2O → C12H22O11
3. 3(C6H10O5)n + nH2O → C18H32O16
Reaksi yang terjadi menggunakan katalis enzim :
1. C12H22O11 + H2O → C6H12O6
2-2
2. C18H32O16 + H2O → C6H12O6
Keuntungan dari penggunaan katalis asam-enzim dari hidrolisa ini adalah :
- Yield dextrose yang dihasilkan dapat mencapai 90-92%
- Hidrolisa dapat berjalan lebih sempurna karena memakai 2 katalis disbanding
menggunakan 1 katalis.
Kerugian dengan menggunakan hidrolisa asam enzim :
- Biaya produksi yang tinggi karena penggunaan katalis asam dan enzim
- Kondisi operasi yang sulit tercapai karena penyesuaian pH dan suhu optimum dari
masing-masing katalis.
2.1.1.3 Hidrolisa menggunakan katalis enzim-enzim
Proses pembuatan sirup glukosa dari pati, memerlukan terjadinya reaksi enzimatis
sebagai berikut:
-[C6H10O5]n- α⃗ -amilase n(C6H10O5)x
n(C6H10O5)x + xnH2O g⃗lukoamilase x nC6H12O6
Pembuatan sirup glukosa yang umumnya berbahan dasar dari pati, tahapan
prosesnya meliputi likuifikasi, sakarifikasi, penjernihan, dan pemekatan. Proses diawali
dengan pencampuran larutan pati dengan air pada tangki pencampur. Selanjutnya larutan
pati yang telah dicampur dengan air ditambah dengan CaCl2. Penambahan ini bertujuan
sebagai aktivator.
Selanjutnya dilakukan penambahan enzim -amylase atau yang biasa disebut
dengan “liquefying” pada larutan pati dan dilakukan pemanasan dengan jet cooker sampai
105oC selama 5 menit. Kemudian larutan pati dialirkan ke reaktor likuifikasi untuk
mengalami proses hidrolisa selama ±2 jam. Pada proses likuifikasi ini terjadi pemutusan
rantai ikatan panjang polisakarida menjadi dekstrin dan sejumlah kecil karbohidrat.
Untuk proses selanjutnya yaitu penambahan HCl pada larutan pati untuk
menurunkan pH, agar kondisi optimum dari enzim glukoamylase tercapai. Proses hidrolisa
dari dekstrin menjadi glukosa membutuhkan waktu 24-72 jam.
Filtrasi dilakukan menggunakan rotary vacum filter, yang bertujuan untuk
memisahkan kotoran (impurities) yang tidak larut. Filtrat selanjutnya diberi karbon aktif
2-3
untuk pemucatan (penghilangan warna). Proses pertukaran ion dilakukan untuk
menghilangkan ion-ion yang terkandung pada larutan glukosa, seperti Cl- dan Na+ .
Proses ini dilakukan pada penukar ion, vessel berisi resin yang telah diaktivasi dan
dapat menukarkan ion positif terlarut dengan ion H+ (pada kation exchanger) dan ion
negatif terlarut dengan OH- (pada anion exchanger). Apabila resin yang digunakan telah
jenuh, perlu dilakukan proses regenerasi, yang bertujuan untuk mengaktifkan resin
sehingga dapat digunakan kembali. Pada proses pemekatan dilakukan dengan
menggunakan evaporator, tahap evaporasi ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi
sirup glukosa yang diinginkan.
(Food Chemistry,74,1961)
Keuntungan menggunakan hidrolisa enzim :
- Yield dextrose yang dihasilkan lebih tinggi dari hidrolisa asam
- Kemurnian produk yang dihasilkan lebih tinggi daripada hidrolisa asam.
- Sirup yang dihasilkan mempunyai komposisi yang lebih stabil
- Tidak menyebabkan korosi pada peralatan.
Kerugian dalam mengunakan hidrolisa enzim :
- Membutuhkan kondisi operasi yang berbeda untuk setiap enzim agar tercapai
konversi produk yang diinginkan.
- Enzim yang harus diimport karena produsen berasal dari Jepang, Amerika, Jerman,
Denmark, Inggris dan lainnya.
2.1.2 Proses pengubahan glukosa menjadi sorbitol
2.1.2.1 Proses Reduksi Elektrolitik
Industri sorbitol pertama kali dibangun pada tahun 1937 dan menggunakan proses
elektrolitik. Larutan D-glukosa atau disebut juga dekstrosa, yang juga mengandung sodium
sulfat dielektrolisis. Hidrogen yang berada pada katoda amalgam mereduksi dekstrosa
menjadi sorbitol. Pemurnian dan recovery larutan sorbitol dilakukan dengan metode yang
sama dengan yang saat ini digunakan.
(Faith, 1975)
Pada bagian elektrolisis ini dilengkapi dengan sumber arus yang tidak berfluktuasi
elektroda yang dipakai adalah amalgam sebagai katoda dan timbal sebagai anoda
2-4
CH
H
H
OH
C
C
CH2OH
C
H
HO
OH
H
C
O
OH
+
NiRaney H H
sedangkan larutan yang dipakai NaOH dan Na2SO4. Pada prinsipnya dextrosa akan
direduksi dengan H2 sebagai hasil proses elektrolisis diatas. Dari proses diatas akan
menghasilkan sorbitol dan mannitol. Mannitol terbentuk karena sebagian dextrosa pada
kondisi basa akan berubah menjadi fruktosa dan mannose sehingga saat direduksi akan
menjadi mannitol.
Untuk proses reduksi elektrolitik faktor-faktor yang yang mempengaruhi hasil dan
kualitas yaitu densitas arus, konsentrasi, temperatur, komposisi elektroda serta elektrolitik
dan promotornya.
2.1.2.2 Proses Hidrogenasi Katalitik
Proses pembuatan sorbitol dengan hidrogenasi katalitik dilakukan dengan
mereaksikan larutan dekstrose dan gas hidrogen bertekanan tinggi dengan menambahkan
katalis nikel dalam reaktor (Reaktor Hidrogenasi). Gas hidrogen masuk dari bawah reaktor
secara bubbling dan larutan dekstrose diumpankan dari atas reaktor sehingga kontak yang
terjadi semakin baik.
Reaksi yang terjadi :
Gambar 2.1. Reaksi Hidrogenasi Katalitik
Proses ini menghasilkan overall yield 95 – 99%. Secara keseluruhan proses pembuatannya
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
2-5
Dextrose
CH2OH
H
H
OH
C
C
CH2OH
C
H
HO
OH
H
C OH
Sorbitol
Gambar 2.2 Proses pembuatan sorbitol dengan proses hidrogenasi katalitik
2.2 Seleksi Proses
2.2.1 Seleksi Proses Pengubahan Starch menjadi Glukosa
Dari berbagai macam proses pembuatan sirup glukosa secara hidrolisa di atas,
berikut akan ditunjukkan perbedaan dari segi teknis maupun ekonomis ketiganya.
Tabel II.2 Perbandingan kondisi operasi pada proses hidrolisa
UraianHidrolisa
Asam Asam-enzim Enzim-enzim
Aspek teknis
1. Operasi- Tekanan ( kg/cm2)- Suhu (0C )- pH2. Proses- DE- Reaksi samping- Daya korosi
3
140-160
2,3
30-55%
Ada
Tinggi
1-3
60-140
1,8-2
63-30%
Ada
tinggi
1
60-105
4,5-6
90-95%
-
Rendah
Aspek Ekonomi
1. Kebutuhan asam2. Biaya peralatan3. Energi4. Investasi
Banyak
Mahal
Banyak
Mahal
Sedikit
Murah
2-6
(Faiths, 1975)
Besar
Tinggi
Besar
tinggi
Kecil
Rendah
Dapat diliat dari tabel perbandingan di atas, bahwa keuntungan menggunakan proses
hidrolisa enzim-enzim daripada yang lainnya ialah :
- Nilai DE sangat tinggi yaitu sekitar 90-98%
- Biaya energi lebih rendah karena suhu operasi yang lebih rendah
- Terhindar dari korosi, sehingga harga peralatan lebih murah
- Tidak terjadi reaksi samping.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka proses yang dipilih ialah hidrolisa pati dengan
katalis enzim-enzim.
2.2.2 Seleksi Proses Pembuatan Sorbitol
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan proses adalah proses pembuatan
produk yang meliputi bahan baku, konversi reaksi, kuantitas produk, sedangkan dari
kondisi operasi adalah mengenai temperatur dan tekanan operasi.
Dari kriteria-kriteria dan uraian proses pembuatan sorbitol di atas dapat dilihat
keuntungan dan kerugian dari masing-masing proses seperti terlihat dalam tabel di bawah
ini.
Tabel 2.1 Perbandingan antara proses reduksi elektrolitik dengan hidrogenasi katalitik
Parameter Proses
Reduksi Elektrolitik Hidrogenasi Katalitik
1. Segi Proses
Bahan baku
Konversi reaksiStarch
Lambat, waktu yang
dibutuhkan lama untuk
mencapai produk yang
diinginkan
Starch
Cepat, waktu yang
dibutuhkan lebih cepat
untuk mencapai produk
yang diinginkan
2. Segi Ekonomi Harga elektroda untuk Harga bahan baku
2-7
elektrolisis mahal serta
membutuhkan power
yang besar untuk
elektrolisis.
penunjang mudah di
dapat dan cukup
terjangkau
Dari data diatas terlihat bahwa pada proses hidrogenasi katalitik lebih
menguntungkan dibanding proses reduksi elektrolitik. Dalam aplikasi di pabrik sendiri
lebih banyak menggunakan proses hidrogenasi katalitik dibandingkan reduksi elektrolitik
karena diihat dari segi ekonomi, biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan dengan
proses reduksi elektrolitik dan semua pabrik sorbitol diseluruh Indonesia menggunakan
proses hidrogenasi katalitik. Hal ini menunjukkan bahwa proses reduksi elektrolitik kurang
efisien untuk dipakai sebagai proses dalam pembuatan sorbitol. Sehingga dalam pemilihan
proses lebih menguntungkan proses hidrogenasi katalitik dibandingkan dengan proses
reduksi elektrolitik baik dari segi teknis maupun ekonomis.
2.3 Potensi dan Spesifikasi Bahan Baku
2.3.1 Tepung Tapioka
Tepung singkong dibagi menjadi 2, yaitu tepung murni dan tepung modifikasi.
Produksi tepung murni relatif sederhana, dapat dilakukan pada berbagai skala, seperti di
skala rumah tangga yang banyak dijumpai di beberapa desa di Vietnam bagian utara,
Kamboja, dan di Pulau Jawa Indonesia. Sedangkan skala besarnya bisa dijumpai di
Thailand, Vietnam bagian selatan dan di Provinsi Lampung.
(Howeler, 2002)
Gambar 2.3 Tepung Tapioka
2-8
Produksi singkong nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari
grafik di bawah ini dapat dilihat produksi singkong pada tahun 2012 mencapai 24,17 juta
ton.
2007.5 2008 2008.5 2009 2009.5 2010 2010.5 2011 2011.5 2012 2012.520.5
21
21.5
22
22.5
23
23.5
24
24.5
21.75 juta ton22.04 juta ton
23.92 juta ton 24.04 juta ton 24.17 juta ton
Tahun
Prod
uksi
(juta
ton)
Gambar 2.3 Grafik perkembangan produksi singkong Indonesia, tahun 2008-2012
Sumber : Biro Pusat Statistik 2013
Berikut ini merupakan kandungan pati singkong yaitu :
Tabel 2.2 Kandungan Tepung Tapioka
Komponen Komposisi
Karbohidrat 87.87%
Air 7.80%
Protein 1.60%
Lemak 0.51%
Abu 2.22%
Total 100.00%
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 2003
2-9
2.3.2 Pati
Pati dapat dipisahkan menjadi 2 fraksi utama berdasarkan kelarutan bila dibubur
(triturasi) dengan air panas, sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan 80% ialah
amilopektin (tidak larut).
Hidrolisis lengkap amilosa hanya menghasilkam D-glukosa, hidrolisis parsial
menghasilkan maltosa sebagai satu – satunya disakarida. Disimpulkan bahwa amilosa
adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan secara-1,4’. Beda antara amilosa
dan selulosa adalah ikatan glikosidanya, β dalam selulosa dan α dalam amilosa. Perbedaan
ini menyebabkan perbedaan sifat antara kedua polisakarida ini.
Gambar 2.4 Amilosa
Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa, banyaknya satuan
bergantung spesi hewan atau tumbuhan itu. Molekul amilosa .membentuk spiral di sekitar
molekul I2 yang menyebabkan timbulnya warna biru tua karena interaksi keduanya. Warna
ini merupakan dasar uji iod pati, dimana suatu larutan iod ditambahkan ke sampel yang
tidak diketahhui untuk menguji adanya kandungan pati di dalamnya.
Amilopektin, suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa,
mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa,
rantai utama amilopektin mengandung 1,4’-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa,
amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira – kira tiap 25
satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6’-α-glikosida.
2-10
Gambar 2.5 Amilopektin
Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis
parsial menghasilkan campuran disakarida maltosa dan isomaltosa, yang kedua ini berasal
dari percabangan-1,6’. Campuran oligosakarida yang diperolah dari hidrolisis parsial
amilopektin, yang biasa dirujuk sebagai dekstrin.
Amilopektin dekstrin maltosa + isomaltosa D-glukosa
Sumber : Fessenden
2.3.3 Dekstrin
Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula oleh
panas, asam dan atau enzim. Dekstrin dan pati memiliki rumus umum yang sama , –
[Cx(H2O)y)]n - (y = x – 1), yang mana unit glukosa bersatu dengan yang lainnya
membentuk rantai (polisakarida) tetapi dekstrin memiliki ukuran lebih kecil dan kurang
kompleks dibandingkan pati. Dekstrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan
alkohol. Dekstrin memiliki sifat seperti pati. Beberapa dekstrin bereaksi dengan iodin
memberikan warna biru dan larut dalam alkohol 25% (disebut amilodekstrin) sedang yang
lainnya berwarna coklat-kemerahan dan larut dalam alkohol 55% (disebut eritrodekstrin)
dan yang lainnya tidak membentuk warna dengan iodin serta larut dalam alkohol 70%
2-11
H2O H2O H2O
(disebut akhrodekstrin), yang juga diidentifikasi sebagai desktrosa ekuivalen (DE) . DE
yang tinggi menunjukkan adanya depolimerisasi pati yang besar. Maltodekstrin adalah
produk dengan DE rendah.
Sifat Fisik :
Rumus molekul : (C6H10O5)10
Berat molekul : 1621,41 g/mol
Penampakan : Bubuk berwarna putih atau kuning
pH : 5-6
(Perry, 1999)
2.3.4 Glukosa
Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah
satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut
juga dekstrosa, terutama pada industri pangan.Sifat Fisik :
Rumus molekul : C6H12O6
Berat molekul : 180,156 g/ mol
Specific gravity : 1,56 g/ cm3
Titik lebur : 140-150 oC
Titik didih : 146 oC
Sifat kimia :
Larut dalam air
Larut dalam etanol dan metanol
Berasa manis
Berfungsi sebagai sumber energi
Sifat – sifat Kimia dan Fisika Bahan Penunjang :
2.3.5 Hidrogen (H2)
Sifat Fisik
Berat molekul : 2,016 g/ mol
Specific gravity : 0,06948
2-12
Specific volume : 193 cuft/lb (21.1oC)
Boiling point : -252,7 oC
Auto – ignation temperature : 580 oC
Sifat Kimia
Larut dalam air, alkohol dan eter
Tidak korosif
Mudah terbakar dan menimbulkan ledakan
2.3.6 Asam Klorida (HCl)
Sifat Fisik
Berat molekul : 36,470 g/ mol
Density : 1,126 gr/cm3
Specific gravity : 1,1 – 1,9
Boiling point : 110oC (larutan 20,2%), 48oC (larutan 38%)
Melting point : -27,32oC (larutan 38%)
Sifat Kimia
Larut dalam air dan dietil eter
Sangat korosif
Cairan tidak berwarna hingga kuning pucat
2.3.7 Kalsium Klorida (CaCl2)
Sifat Fisik
Berat molekul : 11,04 g/mol
Densitas : 2,15 g/ml
Titik didih : 1670oC
Titik lebur : 772oC
Sifat Kimia
Berbentuk putih solid
Bersifat higroskopis.
Larut dalam asam asetat, etanol, dan aseton
2.3.8 Kabon Aktif
2-13
Sifat Fisik
Melting point : 3500 oC
Specific gravity : 3,51
Berat molekul : 12,01 gram/mol
Berat jenis : 0,2 – 0,6 gram/cc
Sifat Kimia
Tidak mudah larut dalam air
Padatan berwarna hitam
2.3.9 Katalis Raney Nikel
Katalis adalah substansi yang berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi kimia, pada
temperatur tertentu, namun tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap katalis tersebut.
Katalis membuat reaksi menjadi lebih cepat karena perubahan yang mereka lakukan pada
reaktan, yaitu dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi terkecil yang dibutuhkan
untuk membuat suatu reaksi terjadi). Ada dua jenis katalis yang dikenal, yaitu katalis
heterogen dan katalis homogen. Katalis heterogen berada dalam fasa yang berbeda
dengan reaktannya, sedangkan katalis homogen berada dalam fasa yang sama dengan
reaktannya. Katalis homogen secara umum bereaksi dengan satu atau lebih reaktan untuk
membentuk senyawa kimia “intermediate” yang akan bereaksi untuk membentuk reaksi
yang diinginkan.
Gambar 2.6 Katalis Raney Nikel
Raney Nikel adalah sejenis katalis padat yang terdiri dari butiran halus alloy nikel-
alumunium yang digunakan dalam berbagai proses industri. Ia dikembangkan pada tahun
2-14
1926 oleh insinyur Amerika Murray Raney sebagai katalis alternatif untuk hidrogenasi
minyak nabati pada berbagai proses industri. Baru-baru ini, ia digunakan sebagai katalis
heterogen pada berbagai macam sintesis organik, umumnya untuk reaksi hidrogenasi.
Nikel Raney dihasilkan ketika alloy nikel-aluminium diberikan natrium hidroksida pekat.
Perlakuan yang disebut "aktivasi" ini melarutkan keluar kebanyakan aluminium dalam
alloy tersebut. Struktur berpori-pori yang ditinggalkan mempunyai luas permukaan yang
besar, menyebabkan tingginya aktivitas katalitik katalis ini.
Katalis ini pada umumnya mengandung 96% nikel berdasarkan massa,
berkorespondensi dengan dua atom nikel untuk setiap atom aluminium. Aluminium
membantu menjaga stuktur pori katalis ini secara keseluruhan. Secara makroskopis, nikel
Raney terlihat sebagai bubuk halus yang berwarna kelabu. Secara mikroskopis, setiap
partikel pada bubuk ini terlihat seperti jaring tiga dimensi, dengan ukuran dan bentuk pori-
pori yang tidak tentu yang dibentuk selama proses pelindian. Nikel Raney secara struktural
dan termal stabil, serta mempunyai luas permukaan BET yang besar. Sifat-sifat ini
merupakan akibat langsung dari proses aktivasi, yang juga mengakibatkan aktivitas
katalitik katalis yang relatif tinggi (Welsh, 2005).
Menurut Othmer (1989) kandungan dari nikel Raney adalah sebagai berikut :
Komposisi kimia
- Ni, wt % : 96
- Al,wt % : 4 (seperti Al2O3)
Densitas pada fase solid : 8.1 g/cm
Densitas partikel : 3.32 g/cm
Porosity : 0.59 cm
Pure Vol : 0.178 cm3/g
2.3.10 Enzim
Enzim adalah kompleks protein yang terdiri atas rantai peptida dan mampu secara
efisien mengkatalis reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme
perantara. Kata enzim berasal dari istilah Yunani yang berarti harfiahnya”didalam sel”
disamping kata enzim dikenal pula kata fermen yang berarti ragi atau cairan dalam.
2-15
2.3.10.1 Enzim α-amilase
Enzim α-amilase (endo-α-1,4-glucan glucanohydrolase, EC. 3.2.1.1) merupakan
enzim amilase endospliting yang memutuskan ikatan glikosidik pada bagian dalam rantai
pati secara acak. Enzim α-amilase hanya spesifik untuk memutuskan atau menghidrolisis
ikatan α-1,4-glikosidik tetapi mampu melewati titik percabangan (ikatan α-1,6-glikosidik)
untuk memutuskan ikatan ikatan α-1,4-glikosidik disebrangnya sehingga menghasilkan
isomaltase. Hasil hidrolisis pati dan glikogen oleh α-amilase adalah oligosakarida
(maltodekstrin), maltosa, dan sejumlah kecil glukosa yang mempunyai konfigurasi gula α,
seperti substrat awal.
Stabilitas enzim dalam larutan meningkat dengan pembubuhan sejumlah senyawa
tertentu, di antaranya garam dapur, garam –garam kalsium, pati dan produk-produk
hidrolisa pati.Pengaruh ini sangat penting pada suhu di atas 65oC. Pengaruh ion kalsium
terhadap stabilitas enzim sangat jelas, meskipun pada pembubuhan yang amat rendah.
Nama Dagang : Optitherm L – 420
Berat Molekul : 28.000 daltons
Kofaktor : Ca2+ max 400 ppm
Temperatur Optimum : 90 – 95oC
Dosis : 0,5 – 0,8 kg/kg DS
2.3.10.2 Enzim Glukoamilase
Enzim-enzim yang tergolong di dalam kelompok glukoamilase ini dapat diperoleh
dari berbagai strain aspergillus dan rhizopus. Tergantung pada organisme asalnya, enzim-
enzim tersebut memiliki sifat-sifat kimia enzim yang berbeda-beda, namun pada kondisi
yang tepat, semua enzim tersebut dapat menghidrolisis pati secara sempurna menjadi
glukosa.Enzim glukoamilase bersifat eksoamilase, yaitu dapat memutus rantai pati menjadi
molekul-molekul glukosa pada bagian tak mereduksi dari molekul tersebut. Baik ikatan α-
1,4 maupun α-1,6 dapat diputuskannya, walaupun dewasa ini sudah ditemukan enzim
yang bekerjanya khusus memotong ikatan α-1,6 yaitu Pullunase yang dihasilkan oleh
Aerobacter aerogenes, namun pemanfaatannya secara komersial, masih terbatas karena
kurang ekonomis.
2.4 Target Produk
2-16
Sorbitol, suatu poliol (alkohol gula), bahan pemanis yang ditemukan dalam
berbagai produk makanan. Sorbitol adalah golongan alkohol polyhidrat dengan rumus
kimia C6H8(OH)6 struktur molekulnya mirip dengan glukosa, hanya gugus aldehide pada
glukosa diganti menjadi gugus alkohol. Kemanisan sorbitol sekitar 60% dari kemanisan
sukrosa (gula tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya. (wikipedia, 2009).
Tabel 2.3 Grade Sorbitol
Konsentrasi Grade
99% Kristal komersial
70% (sirup dalam air) Sorbitol syrup noncrystallizing
83-85% sirup Sorbitol Liquid
(Faith, 1975)
Produk yang dihasilkan adalah sorbitol syrup noncrystallizing dengan grade 70%.
Produk sorbitol syrup noncrystallizing dihasilkan dari hidrolisis larutan dekstrosa 50%,
sedangkan sorbitol kristal dihasilkan dari hidrolisis larutan dekstrosa dengan kemurnian 97
– 100%. Produk sorbitol syrup noncrystallizing rata – rata mengandung solid content 69%
(minimal), sorbitol 50% (minimal) berdasarkan berat kering.
Sifat Fisika Sorbitol :
Berbentuk kristal pada suhu kamar
Berwarna putih, tidak berbau dan berasa manis
Larut dalam air, glycerol dan propylene glycol
Sedikit larut dalam methanol, etanol, asam asetat dan phenol
Tidak larut dalam sebagian besar pelarut organic
Sifat Kimia Sorbitol :
Specific gravity : 1.472 (-5 oC)
Melting point : 93 oC (Metastable form)
: 97.5 oC (Stable form)
Kelarutan dalam air : 235 gr/100 gr H2O
Panas pelarutan dalam air : 20.2 kJ/mol
Panas pembakaran : 3025.5 kJ/mol
(Perry, 1950)
2-17
Produk Samping
Maltitol
Hasil dari proses hidrogenasi maltosa. Banyak digunakan dalam pembuatan
makanan dan minuman bebas gula, karena memiliki daya serap tinggi.Maltitol
digunakan untuk membuat makanan dan minuman untuk penderita diabetes,
sedang menjalani diet, dan untuk membuat makanan yang tidak merusak gigi.
2.5 Kapasitas Pabrik
Untuk menentukan kapasitas pabrik, analisa pasar sangat penting. Apabila kapasitas
telah ditentukan maka dapat ditentukan pula volume reaktor, perhitungan neraca massa,
neraca panas dan lain-lain. Untuk menentukan kapasitas pabrik diperlukan data-data
produksi dan pemakaian bahan, yang bisa diperoleh dari data Biro Pusat Statistik (BPS).
Pabrik Sorbitol ini akan direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2016,
dengan mengacu pada pemenuhan kebutuhan impor. Dengan analogi dari persamaan untuk
menghitung bunga, maka perkiraan volume produksi, ekspor dan impor sorbitol (dalam
ton) pada tahun 2015 dapat dihitung. Berikut persamaan yang digunakan:
F = F0(1+i)n …………………………. (1)
Dimana :
F = Perkiraan kebutuhan sorbitol pada tahun 2016
Fo = Kebutuhan sorbitol pada tahun terakhir
i = Perkembangan rata-rata
n = Selisih waktu
(Peter&Timmerhauss, 2003)
Berikut ini adalah data impor, ekspor, ekonomi dan produksi sorbitol untuk tahun
2007 – 2011 :
Tabel 2.4 Produksi Sorbitol Indonesia tahun 2007-2011
Tahun Berat (ton) Pertumbuhan
2007 298613,099 0.00
2008 250230,216 -0.16
2009 234144,725 -0.06
2010 198973,209 -0.15
2011 191414,901 -0.04
Pertumbuhan rata-rata -0.1025
2-18
Tabel 2.5 Konsumsi Sorbitol Indonesia tahun 2007-2011
Tahun Berat (Ton) Pertumbuhan
2007 193787,275 0.00
2008 192932,047 -0.0044
2009 191779,413 -0.0060
2010 191669,093 -0.0006
2011 191622,398 -0.0002
Pertumbuhan rata-rata -0.0028
Tabel 2.6 Ekspor Sorbitol Indonesia tahun 2007-2011
Tahun Berat (Ton) Pertumbuhan
2007 120439,24 0.00
2008 112459,71 -0.07
2009 100188,48 -0.11
2010 84181,728 -0.16
2011 61117,108 -0.27
Pertumbuhan rata-rata -0.61
Tabel 2.7 Impor Sorbitol Indonesia tahun 2007-2011
TAHUN BERAT (ton) Pertumbuhan
2007 1002,805 0.00
2008 1037,170 0.03
2009 900,597 -0.13
2010 1750,065 0.94
2011 3277,815 0.87
Pertumbuhan rata-rata 0.425
Sumber : Kementerian Perindustrian 2013
Hasil perhitungan proyeksi produksi, konsumsi, ekspor impor pada tahun 2016
dengan menggunakan persamaan diatas berdasarkan data-data diatas adalah sebagai
berikut :
2-19
Impor tahun 2016
Ekspor tahun 2016
Produksi pada tahun 2016
Konsumsi pada tahun 2016
INDONESIA
Tabel 2.8 Proyeksi produksi, konsumsi, ekspor dan impor pada tahun 2016
Proyeksi Berat (ton)
Produksi 111467.44
Konsumsi 188954.67
Ekspor 551.42
Impor 19260.11
Dari keterangan diatas, dapat ditentukan kebutuhan sorbitol yang belum terpenuhi
pada tahun 2016, sebagaimana dalam perhitungan berikut :
Kebutuhan sorbitol (2016) = [F(konsumsi) + F(ekspor)] – [F(produksi) + F(impor)] (2016)
= [(188954.67+551.42)]-[(111467.44+19260.11)]
= 58.778,54 ton
Pabrik yang akan berdiri direncanakan akan memenuhi 50% dari kebutuhan
sorbitol nasional. Sehingga kapasitas pabriknya menjadi :
Kapasitas Pabrik = 50% x 58.778,54 ton = 29.389,27 ton
Dibulatkan menjadi 30.000 ton pertahun, mengacu pada PT. Sorini Corporation.
2.6 Basis Perhitungan
Dalam perancangan pabrik, diperlukan basis perhitungan yang nantinya akan
digunakan dalam proses penghitungan neraca massa. Pabrik sorbitol ini menggunakan
basis perhitungan sebagai berikut :
2-20
Dalam menentukan perhitungan neraca massa, maka dibutuhkan basis perhitungan.
Basis perhitungan pada pabrik sorbitol ini adalah sebagai berikut :
1 tahun = 330 hari kerja
1 hari = 24 jam
Kapasitas pabrik = 30.000 ton/tahun
Jumlah Sorbitol = 30.000ton
tah un×
10001
kgton
×1
330tah unh ari
×1
24h arijam
= 3788 kg/jam
2.7 Basis Desain Data
Indonesia merupakan Negara dengan produksi singkong yang cukup besar dengan
Propinsi Lampung sebagai daerah terbesarnya. Di propinsi Lampung ini juga banyak
terdapat industri tepung tapioka yang nantinya digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sorbitol. Data produksi tepung tapioka di Lampung disajikan dalam table berikut ini :
Tabel 2.9 Produksi Tepung Tapioka di Proponsi Lampung
NoPerusahaan Lokasi (Kabupaten)
Kapasitas Produksi
(ton/tahun)
1 PT. Bumi Lampung Permai Lampung Tengah 24.000
2 PT. Sinar Labuhan Bandar Lampung 10.800
3 PT. Huma Indah Mekar Lampung Utara 12.000
4 PT. Wira Kencana Karya Lampung Utara 75.000
5 PT. Great Giant Pine Lampung Tengah 34.000
6 PT. Wira Tapioka Mandiri Bandar Lampung 75.000
7 PT. Eka Inti Tapioka Murni Lampung Tengah 112.000
8 PT. Wilang Sari Lampung Tengah 17.000
Total 359.800
Sumber : tanamanpangan.deptan.go.id, 2013
Berdasarkan referensi data diatas, pemilihan propinsi Lampung sebagai lokasi
pendirian pabrik sorbitol sangat menguntungkan mengingat melimpahnya bahan baku.
Untuk lokasi pabrik, tepatnya dipilih kabupaten Lampung Selatan yang berbatasan dengan
Kota Bandar Lampung.
2-21
Gambar 2.7 Peta Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung
Berikut ini adalah kondisi wilayah dari Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan
data dari Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) tahun 2013. Kondisi wilayah ini
dapat disajikan basis desain data pabrik sorbitol yang akan direncanakan mulai beroperasi
tahun 2016.
Kelembapan udara rata-rata = 59% - 95%
Suhu udara rata-rata = 23o – 32o Celcius
Curah hujan rata-rata = 1800 – 2400 mm pertahun
Gempa = tidak ada data
Kecepatan angin rata-rata = 23 km/jam
Kabupaten Lampung Selatan, bagian selatannya meruncing dan mempunyai sebuah teluk
besar yaitu Teluk Lampung. Di Teluk Lampung terdapat sebuah pelabuhan yaitu
Pelabuhan Panjang dimana kapal-kapal dalam dan luar negeri dapat merapat. Secara umum
pelabuhan ini merupakan faktor yang sangat penting bagi kegiatan ekonomi penduduk
Lampung, terutama penduduk Lampung Selatan. Di bagian selatan wilayah Kabupaten
Lampung Selatan yang juga ujung Pulau Sumatera terdapat sebuah pelabuhan
penyeberangan Bakauheni, yang merupakan tempat transito penduduk dari Pulau Jawa ke
Sumatera dan sebaliknya. Dengan demikian Pelabuhan Bakauheni merupakan pintu
gerbang Pulau Sumatera bagian selatan. Batas wilayah dari Kabupaten Lampung Selatan
adalah, sebelah utara Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur,
selatan Selat Sunda, Barat Kabupaten Tanggamus serta Kota Bandar Lampung dan Timur
Laut Jawa.
(id.wikipedia.org, 2013)
2-22
Alasan pemilihan kabupaten Lampung Selatan sebagai lokasi pabrik adalah :
Ketersediaan Bahan Baku
Kabupaten Lampung Selatan berada di propinsi Lampung yang merupakan daerah
penghasil tepung tapioka dengan jumlah besar sehingga akan memenuhi kebutuhan
bahan baku pabrik sorbitol.(sumber : tanamanpangan.deptan.go.id, 2013)
Ketersediaan Air
Kabupaten Lampung Selatan dialiri oleh salah satu sungai yang cukup besar yang oleh
masyarakat setempat disebut dengan sungai Seputih Sekampung sehingga kebutuhan
utilitas pabrik akan terpenuhi.(sda.pu.go.id, 2013)
Ketersediaan Lahan
Kabupaten Lampung Selatan ini memiliki lahan kosong yang luas dengan rincian,
44,132 Ha sawah, 5,703 Ha pekarangan, 84,878 Ha ladang, 536 Ha lahan tidur dan
65,508 Ha lainnya. Hal ini menunjukkan kabupaten ini memiliki lahan yang cukup luas
untuk didirikan pabrik sorbitol. (sumber : regionalinvestment.bkpm.go.id, 2013)
Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk pabrik sorbitol dapat direkrut dari masyarakat sekitar karena lokasi
pabrik cukup dekat dengan pemukiman penduduk. Selain dapat memenuhi kebutuhan
tenaga kerja juga dapat membantu meningkatkan taraf hidup penduduk sekitarnya.
Sarana Transportasi
Kabupaten Lampung Selatan dekat dengan Kota Bandar Lampung yang mana
merupakan gerbang menuju pulau Jawa. Di pulau Jawa, terutama daerah industri di
Jawa Barat banyak yang menggunakan sorbitol sebagai bahan bakunya, diantaranya
unilever. Selain itu di kabupaten ini juga terdapat pelabuhan panjang sebagai sarana
transportasi dan distribusi bahan hingga luar negeri.
Pemasaran
Sorbitol sebagian besar digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik
dimana sebagian besar industri tersebut terletak di Pulau Jawa. Letak pabrik yang dekat
dengan gerbang menuju pulau Jawa menjadikan Kabupaten Lampung Selatan sebagai
daerah yang cocok jika dijadikan lokasi pendirian pabrik sorbitol.
2.8 Uraian Proses
2-23
2.8.1 Proses Flow Diagram
Secara umum, proses pembuatan sorbitol dari singkong dapat digambarkan dalam
diagram alir berikut :
Gambar 2.9 Diagram Alir Umum Pembuatan Sorbitol
2.8.2 Uraian Proses
Proses pembuatan sorbitol pada pabrik ini menggunakan proses hidrogenasi
katalitik. Pembuatan sorbitol dengan hidrogenasi katalitik ini terdiri dari beberapa unit
proses yaitu :
1. Proses Hidrolisis Pati menjadi Glukosa
2. Proses Hidrogenasi Katalitik
3. Proses Finishing
2.8.2.1 Proses Hidrolisis Pati menjadi Glukosa
Proses ini merupakan langkah awal dalam pembuatan sorbitol, dimana pati
(polisakarida) dipecah menjadi monomer-monomernya (monosakarida) dalam bentuk sirup
glukosa (dekstrosa). Proses ini dapat digambarkan dalam diagram alir berikut :
2-24
Proses Hidrolisis Pati menjadi
glukosa
Proses Hidrogenasi
Katalitik
Tepung Tapioka Glukosa
Sorbitol mengandung
impuritis
Proses Finishing
Sorbitol murni
Gambar 2.11 Blok Diagram Proses Hidrolisis Pati Menjadi Glukosa
a. Liquifikasi
Tepung tapioka dari tangki penampung dengan kadar air 9.7 % diangkut dengan
menggunakan screw conveyor dan bucket elevator menuju tangki pencampur. Disini
tepung tapioka dicampur dengan CaCl2 yang telah dilarutkan dalam larutan pengencer (air)
sehingga persentase tepung tapioka terhadap air 30%. Larutan CaCl2 ditambahkan sebagai
kofaktor bakteri termamyl, yaitu zat yang dapat membantu kerja enzim supaya aktivitasnya
lebih tinggi, kondisi optimum pada tangki ini adalah pH 6. Tangki pencampur dilengkapi
dengan pengaduk agar pencampuran rata. Serta waktu tinggal diperkirakan 10 – 15 menit.
Campuran tersebut kemudian membentuk suspensi pati dan suspensi pati yang telah
tercampur dimasukkan ke dalam jet cooker. Proses pada jet cooker ini bertujuan agar
suspensi pati dapat mengalami gelatinisasi dimana saat suhu tinggi, pati lebih mudah
mengembang karena menyerap air. Pada saat pati mengembang (tergelatinisasi) akan lebih
mudah untuk mengalami hidrolisis. Dalam jet cooker diinjeksikan uap sehingga suspensi
pati mengalir dengan arah turbulen dan dipanaskan pada suhu 105˚C.
b. Dekstrinasi
Selanjutnya, suspensi pati dimasukkan dalam reactor dekstrinasi dengan tujuan untuk
memecah rantai pati yang telah tergelatinasi menjadi dekstrin dan sejumlah kecil
karbohidrat. Ikatan -1,4 dalam amilosa maupun amilopektin yang terdapat di dalam pati
2-25
suspensi pati30%
suspensi pati tergelatinisasi
30%Enzim
glucoamilase
Enzim-amilase
Cake (sisa starch dan enzim)
Mixing Tank
T = 30oC
15 menit
Tepung tapioka
CaCl2 + air
Jet Cooker
T=105oCDekstrin maltosa glukosa Dekstrin
Maltosa Glukosa
30%
Rotary Vacuum
Filter
Water
glucose 50%
Evaporator
Reaktor Dekstrinasi
95 oC,
1 atm, pH 6
IonExchanger
Reaktor sakarifikasi
T=60oC
pH= 4,2
HCl
dihidrolisa secara acak oleh -amilase sehingga dapat menurunkan viscositas dan
meningkatkan harga DE (Dekstrose Ekuivalen). Pada proses ini terbentuk larutan dekstrin.
Proses dekstrinasi adalah sebagai berikut:
1. Setelah proses gelatinasi selesai, cairan dipompakan ke reaktor dekstrinasi melalui
tangki pendingin yang akan mendinginkan cairan hidrolisat hingga mencapai suhu
95˚C.
2. Dalam reactor dekstrinasi ditambahkan enzyme -amilase. Proses dekstrinasi ini
dilakukan selama 2 -3 jam.
Reaksi dekstrinasi adalah sebagai berikut (Shreve, 1987):
(C6H10O5)1000 +500H2O α⃗−amilase 25(C6H10O5)10 + 250C12H22O11 + 250(C6H12O6)
Pati air dekstrin maltosa dekstrosa
Reaktor dilengkapi dengan pengaduk agar suhu dalam reaktor tetap merata dan
dilengkapi pula dengan jacket karena reaksi yang terjadi dalam reactor adalah eksothermis.
Temperatur reaksi 95˚C.
Dari reaktor dekstrinasi, larutan dipompa ke dalam tangki pendingin untuk
menurunkan suhu menjadi 60˚C, karena pada proses selanjutnya yaitu sakarifikasi suhu
optimum yang diperbolehkan yaitu 60˚C.
a. Proses Sakarifikasi
Larutan dekstrin dimasukkan ke dalam reaktor sakarifikasi yang bertujuan untuk
memutuskan ikatan -1,4 maupun -1,6 dalam sisa pati maupun yang terdapat dalam
dekstrin dengan menggunakan katalisator enzym glukoamilase sehingga molekul pati
dapat dikonversikan menjadi glukosa kemudian ditambahkan HCl untuk menurunkan pH
menjadi 4,2. Reaktor dilengkapi dengan pengaduk dan jacket karena reaksinya yang
isothermis. Proses sakarifikasi berlangsung selama 36-72 jam dan DE yang dihasilkan
adalah 95%-98%. (Gerald B. Borglum, web.anl.gov, diakses : 2013)
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Reaksi I : 2(C6H10O5)1000 + 1000(H2O) g⃗lukoamilase 1000(C12H22O11) Pati maltosa
Reaksi II : (C6H10O5)1000 + 1000(H2O) g⃗lukoamilase 1000(C6H12O6) pati dekstrosa
Reaksi III : (C6H10O5)10 + 10H2O g⃗lukoamilase 10(C6H12O6) dekstrin dekstrosa
2-26
Sumber : Gerald B. Borglum, web.anl.gov, diakses : 2013
Setelah dari reaktor sakarifikasi, larutan dekstrosa (sirup glukosa) dipompa menuju
filter press untuk proses purifikasi glukosa.
b. Proses Pemurnian Glukosa
Sirup glukosa masuk ke filter press untuk memisahkan padatan yang ada di dalam
larutan dekstrosa. Padatan tersebut dapat berupa serat. Dari filter press, sirup glukosa
dipompa menuju ion exchanger. Proses penukaran ion ini dilakukan untuk menghilangkan
ion-ion yang terkandung pada larutan sirup glukosa, seperti Cl- dan Ca2+. Proses ini
dilakukan di dalam vessel yang berisi resin yang telah diaktivasi dan menukarkan ion
positif terlarut dengan H+ dan ion negatif dengan OH-, yakni Kation Exchanger dan Anion
Exchanger. Apabila resin yang digunakan telah jenuh, perlu dilakukan proses regenerasi
kembali. Reaksi yang terjadi dalam ion exchanger adalah:
Reaksi 1. Pada Kation Exchanger :
2 Resin - SO3-H+ + Ca2+ + 2 OH- (resin- SO3
- )2Ca2+ +2H2O
Reaksi 2. Pada Anion Exchanger :
Resin – N+(CH3)3OH- + H+ + Cl- resin – N+(CH3)3Cl- + H2O
Sumber : Kirk Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology
Sirup glukosa dipompa menuju penampung. Selanjutnya dipompa menuju
preheater sebelum masuk ke evaporator double effect. Diharapkan keluaran dari evaporator
ini adalah sirup glukosa dengan konsentrasi 50% glukosa. Sirup glukosa dipompa menuju
preheater kemudian diumpankan ke Reaktor hidrogenasi.
2.8.2.2 Catalytic Hydrogenation Unit
Di unit ini adalah yang paling menentukan dari keseluruhan proses produksi
dimana terjadi reaksi antara sirup glukosa dengan gas H2 menghasilkan produk utama
sorbitol dan produk samping maltitol. Reaksi ini dinamakan reaksi hidrogenasi katalitik
karena dalam proses yang terjadi di reaktor ini, menggunakan bantuan katalis Raney
Nickel. Sirup glukosa 50% dari evaporator dipompa menuju preheater kemudian
2-27
diumpankan ke Reaktor (autoclave) hidrogenasi pada suhu 130oC. Reaksi yang terjadi
yaitu:
Reaksi I: C6H12O6 + H2 C6H14O6
Dekstrosa Sorbitol
Reaksi II: C12H22O11 + H2 C12H24O11
Maltosa Maltitol
Sumber : Kirk Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology
Sebagaimana digambarkan dalam blok diagram berikut ini :
Gambar 2.12 Blok Diagram Proses Hidrogenasi Katalitik
Kondisi operasi pada reaktor ini adalah pada temperatur 130oC, tekanan 70 atm,
serta waktu tinggal di dalam reaktor 3 jam dengan penambahan H2 bertekanan 175 atm dan
katalis Raney Nickel 2% dari sirup glukosa yang masuk (Broekhuis, dkk. 2004). Selama
waktu reaksi, gas hidrogen dari tangki penampung secara kontinyu dimasukkan ke dalam
reaktor dan tergelembungkan di dalam reaktor. Sisa gas H2 yang keluar reaktor dikompresi
dengan compressor untuk dikembalikan ke penampung. Produk keluar suhunya dijaga
70oC dan kemudian dipompa menuju ke tangki adsorbsi untuk proses purifikasi sorbitol.
2.8.2.3 Finishing Unit
Pada unit ini terjadi beberapa proses pemurnian, yaitu :
2-28
sisa katalis, karbon dan impuirities
Reaktor (autoclave) hidrogenasi
T=130oC
P=70 atm
H2
KatalisRaney Nikel
Sorbitol 50%
Filter Press
Sorbitol Syrup70%
Water
Tanki adsorbsi
Penghilangan bau dan warna
Karbon aktif
Kation
Exchange
Glucose 50%
Evaporator
Sisa gas H2
Storage
a. Adsorbsi oleh Karbon Aktif
Tujuan dari adsorbsi oleh karbon ini adalah untuk menyerap warna yang
dtimbulkan dari proses sebelumnya,sehingga diperoleh sorbitol yang lebih jernih. Produk
dipompa menuju ke tangki adsorbsi dengan penambahan karbon aktif. Karbon aktif
berbentuk serbuk dengan ukuran 125 mesh dengan massa jenis 0,2 – 0,6 gram/mL. Karbon
aktif yang digunakan berupa serbuk agar menghasilkan proses penyerapan yang baik.
Kebutuhan karbon aktif yaitu 10-15 kg/ 1000 kg sorbitol. Kondisi operasi pada alat ini
yaitu pada tekanan atmosferik dengan suhu 70oC. Waktu tinggal dalam tangki adsorbsi ini
adalah 1 jam.
b. Filtrasi
Tujuan dari filtrasi adalah untuk memisahkan padatan berupa Raney Nickel dan
karbon aktif yang terikut pada proses sebelumnya. Karena zat yang akan dipisahkan berupa
padatan maka dalam proses ini menggunakan filter press. Produk dipompa menuju filter
press. Cake dari filter press akan diolah untuk dipakai kembali dengan perlakuan lanjutan
dengan memisahkan antara katalis dan karbon aktif. Karbon aktif dapat dibuang sebagai
limbah dan katalis Raney Nickel dapat digunakan kembali. Sedangkan filtrat yang berupa
sorbitol dan maltitol masuk ke kation exchanger. Waktu yang dibutuhkan untuk proses
filtrasi ini adalah 3 jam.
c. Kation Exchanger
Tujuan dari kation exchanger adalah menghilangkan ion – ion positif yang
terkandung dalam larutan. Pada kation exchanger H-330 bertujuan untuk menghilangkan
ion positif dari sisa Al2O3 yang masih terikut. Al2O3 dibawa oleh katalis Raney Nickel.
Sebagaimana dalam persamaan reaksi berikut ini :
3 Resin - SO3-H+ + Al3+ + 3 OH- (resin- SO3
- )3Al3+ +3H2O
Sumber : Kirk Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology
d. Evaporasi
Larutan sorbitol dari kation exchanger dipompa menuju ke evaporator double
effect. Tujuan dari evaporasi tersebut adalah untuk memekatkan produk sorbitol dari 50%
menjadi 70%. Kemudian produk akan ditampung pada tangki penampung.
2-29
top related