bab 2 landasan teori - perpustakaan digital itb...
Post on 01-May-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Bab 2
Landasan Teori
2.1 System Identification
System identification adalah suatu metode umum untuk membangun model
matematika berdasarkan data masukan dan data keluaran. Metode ini termasuk
dalam teori kontrol modern namun menggunakan dasar statistika. System identifi-
cation merupakan perpaduan harmonis antara statistika dengan teori kontrol. Tiga
komponen utama yang diperlukan dalam system identification, yaitu:
1. Data masukan dan keluaran.
2. Himpunan model yang dapat dipilih.
3. Metode identifikasi, yaitu kriteria pemilihan model dari himpunan model ber-
dasarkan informasi data.
Misalkan suatu sistem memiliki sinyal masukan u(t) dan sinyal keluaran
y(t) yang berupa besaran skalar. Sistem tersebut bersifat invarian terhadap waktu,
linear, dan kausal. Sistem yang memiliki sifat tersebut dapat didefinisikan berda-
sarkan fungsi berbobot g(τ) sebagai berikut:
y(t) =
∞∫τ=0
g(τ)u(kt− τ)dτ
5
BAB 2. LANDASAN TEORI 6
Atau dalam bentuk diskret; hubungan masukan keluaran dijabarkan sebagai
y(t) =∞∑
k=1
g(k)u(t− k), t = 0, 1, 2, . . . (2.1)
Misalkan ditambahkan suatu fungsi v(t) yang menggambarkan gangguan terhadap
sistem, sistemnya menjadi:
y(t) =∞∑
k=1
g(k)u(t− k) + v(t) (2.2)
dengan v(t) =∞∑
k=0
h(k)e(t− k). e(t) adalah galat pada saat t.
Berdasarkan transformasi-z, didefinisikan :
qu(t) = u(t + 1)
dan
q−1u(t) = u(t− 1) (2.3)
Dengan substitusi 2.3 ke persamaan 2.1 , persamaan 2.1 menjadi :
y(t) =∞∑
k=1
g(k)u(t− k)
=∞∑
k=1
g(k)(q−ku(t))
= [∞∑
k=1
g(k)q−k]u(t)
= G(q)u(t)
Notasi G(q) disebut juga operator transfer atau fungsi transfer dari persamaan 2.1.
Dengan cara yang serupa, fungsi gangguan v(t) dapat dinyatakan:
v(t) = H(q)e(t) (2.4)
dengan
H(q) =∞∑
k=0
h(k)q−k
BAB 2. LANDASAN TEORI 7
Sehingga sistem linear dasar dengan tambahan gangguan yang digunakan adalah:
y(t) = G(q)u(t) + H(q)e(t) (2.5)
Sistem di atas merupakan bentuk dasar referensi sistem dalam system identification.
G dan H lebih sering dikenal sebagai fungsi transfer.
Sistem-sistem referensi yang digunakan dalam system identification dite-
rangkan dalam beberapa subbab berikut.
2.1.1 Model ARX
Model ARX merupakan kepanjangan dari AutoRegressive with eXternal in-
put. Model ARX memiliki struktur beda linear:
y(t) + a1y(t− 1) + · · ·+ any(t− na) = b1u(t− 1) + · · ·+ bnbu(t− nb) + e(t) (2.6)
dengan
y(t) merupakan keluaran pada saat t
u(t) merupakan masukan pada saat t
e(t) merupakan galat pada saat t. e(t) adalah barisan variabel acak yang independen
dengan rataan 0 dan variansi λ.
Parameter yang dicari dalam model ARX adalah:
θ = [a1 a2 · · · ana b1 · · · bnb]T
Dalam bentuk sistem linear dasar, model ARX dinyatakan:
G(q) =B(q)
A(q)
H(q) =1
A(q)
dengan
A(q) = 1 + a1q−1 + · · ·+ anaq
−na
B(q) = b1q−1 + · · ·+ bnb
q−nb
BAB 2. LANDASAN TEORI 8
Bagian A(q)y(t) merupakan bagian autoregressive dan bagian B(q)u(t) merupakan
masukan ekstra. Model ARX bukanlah model yang alamiah karena white noise
diasumsikan melewati denominator terlebih dulu baru ditambahkan ke keluaran-
nya. Tetapi model ini lebih umum digunakan karena model hanya tergantung pada
pengamatan masukan dan keluaran, tidak tergantung pada pengamatan galat yang
lebih sulit dilakukan.
2.1.2 Model ARMAX
Model ARMAX merupakan kepanjangan dari AutoRegressive Moving Aver-
age with eXternal input. Model ini lebih fleksibel karena persamaan galat digam-
barkan sebagai proses moving average dari white noise. Model ARMAX memiliki
persamaan:
y(t) +a1y(t− 1) + · · ·+ any(t− na)
= b1u(t− 1) + · · ·+ bnbu(t− nb) + e(t) + c1e(t− 1) + · · ·+ cnce(t− nc)
y(t) merupakan keluaran pada saat t
u(t) merupakan masukan pada saat t
e(t) merupakan galat pada saat t
Persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai
A(q)y(t) = B(q)u(t) + C(q)e(t)
y(t) =B(q)
A(q)u(t) +
C(q)
A(q)e(t)
dengan
A(q) = 1 + a1q−1 + · · ·+ anaq
−na
B(q) = b1q−1 + · · ·+ bnb
q−nb
dan
C(q) = 1 + c1q−1 + · · ·+ cncq
−nc
BAB 2. LANDASAN TEORI 9
Parameter yang dicari dalam model ARMAX adalah:
θ = [a1 a2 · · · b1 · · · bnbc1 · · · cnc ]
T
Sehingga apabila dibentuk dalam bentuk sistem linear dasar(persamaan 2.5)
G(q) =B(q)
A(q)
H(q) =C(q)
A(q)
Bagian moving average digambarkan oleh bagian C(q)e(t). Kelemahan
dari model ARMAX adalah parameter galat harus ditentukan padahal mengukur
galat yang bersifat acak merupakan masalah tersendiri.
2.1.3 Model ARARX dan ARARMAX
Persamaan galat dari model ARX dapat dinyatakan sebagai proses moving
average, seperti pada model ARMAX, dapat juga dinyatakan dalam dalam proses
autoregressive, yang disebut model ARARX. Model ARARX mempunyai bentuk:
A(q)y(t) = B(q)u(t) +1
D(q)e(t) (2.7)
dengan D(q) = 1 + d1q−1 + · · ·+ dnd
q−nd
Persamaan galat dapat diperumum dalam bentuk proses ARMA, menjadi model
ARARMAX yang mempunyai bentuk:
A(q)y(t) = B(q)u(t) +C(q)
D(q)e(t) (2.8)
2.1.4 Model Output-Error
Model output-error menghilangkan koefisien untuk keluaran y(t) sehingga
tidak memerlukan pengamatan keluaran pada periode-periode sebelumnya. Misal-
kan hubungan antara masukan dan keluaran tanpa gangguan w dinyatakan sebagai
persamaan beda linear:
w(t) + f1w(t− 1) + · · ·+ fnfw(t− nf ) = b1u(t− 1) + · · ·+ bnb
u(t− nb) (2.9)
BAB 2. LANDASAN TEORI 10
dengan hubungan antara y(t) dan w(t) mengikuti persamaan
y(t) = w(t) + e(t)
Model output-error secara umum dinyatakan:
y(t) =B(q)
F (q)u(t) + e(t) (2.10)
dengan F (q) = 1 + f1q−1 + · · ·+ fnf
q−nf
Parameter yang ditentukan adalah:
θ = [b1 b2 · · · bnbf1 f2 · · · fnf
]T
w(t) tidak diobservasi melainkan diprediksi dengan cara menghitung:
w(t) =B(q)
F (q)u(t)
2.1.5 Model Box-Jenkins
Pengembangan dari model output-error adalah dengan memodelkan karak-
teristik dari galat keluarannya. Proses ini digambarkan dengan:
y(t) =B(q)
F (q)u(t) +
C(q)
D(q)e(t) (2.11)
Model Box-Jenkins merupakan model yang paling alami karena baik masukan mau-
pun galat digambarkan sebagai suatu sistem sendiri dan masing-masing mempunyai
fungsi transfer.
2.2 Representasi State-Space dari Sistem Diskrit
Bentuk model sistem ruang keadaan (state-space) adalah persamaan yang
dibuat dalam bentuk notasi vektor matriks. Notasi vektor matriks digunakan untuk
memudahkan representasi matematika persamaan dari sistem. Desain sistem de-
ngan memakai konsep ruang keadaan memungkinkan desain kontrol dibuat dengan
leluasa.
BAB 2. LANDASAN TEORI 11
Dalam analisis ruang keadaan dan pemodelan sistem dinamik dilibatkan
tiga variabel yaitu: variabel masukan, variabel keluaran, dan variabel keadaan. Re-
presentasi ruang keadaan dari suatu sistem bersifat tidak unik, kecuali jika jumlah
variabel keadaan sama dengan sebarang representasi ruang keadaan dari sistem yang
sama.
Untuk sistem linear dengan waktu diskrit, persamaan keadaan dan persamaan kelu-
aran didefinisikan:
x(k + 1) = G(k)x(k) + H(k)u(k)
y(k) = C(k)x(k) + D(k)u(k)
dengan
x(k) : vektor keadaan yang berukuran n× 1
y(k) : vektor keluaran yang berukuran m× 1
u(k) : vektor masukan yang berukuran r × 1
G(k) : matriks keadaan yang berukuran n× n
H(k) : matriks masukan yang berukuran n× r
C(k) : matriks keluaran yang berukuran m× n
D(k) :matriks transmisi langsung (direct transmission matrix) yang berukuran m×r
Variabel k pada matriks-matriks di atas menunjukkan bahwa matriks tersebut ter-
gantung pada waktu (time varying).
Banyak teknik tersedia untuk mencari representasi ruang keadaan dari sis-
tem diskrit. Berikut akan dibahas bentuk kanonik untuk persamaan ruang keadaan
dari sistem diskrit. Misalkan suatu sistem diskrit berbentuk:
y(k)+a1y(k−1)+a2y(k−2)+· · ·+any(k−n) = b0u(k)+b1u(k−1)+· · ·+bnu(k−n)
(2.12)
u(k) adalah masukan dan y(k) adalah keluaran sistem pada periode ke-k. Per-
samaan 2.12 dapat diubah ke bentuk
Y (z)
U(z)=
b0 + b1z−1 + · · ·+ bnz
−n
1 + a1z−1 + · · ·+ anz−n(2.13)
BAB 2. LANDASAN TEORI 12
atauY (z)
U(z)=
b0zn + b1z
n−1 + · · ·+ bn
z−n + a1zn−1 + · · ·+ an
(2.14)
Bentuk-bentuk representasi ruang keadaan yang dapat dibentuk berdasarkan
ketiga persamaan di atas antara lain:
1. Bentuk kanonik keterkontrolan
2. Bentuk kanonik keterobservasian
3. Bentuk kanonik diagonal
4. Bentuk kanonik Jordan
2.2.1 Bentuk Kanonik Keterkontrolan
Representasi ruang keadaan dari sistem diskrit pada persamaan 2.13 atau
persamaan 2.14 dapat dinyatakan dalam bentuk kanonik keterkontrolan sebagai
berikut:
x1(k + 1)
x2(k + 1)...
xn−1(k + 1)
xn(k + 1)
=
0 1 0 · · · 0
0 0 1 · · · 0...
......
...
0 0 0 · · · 1
− an −an−1 −an−2 · · · −a1
x1(k)
x2(k)...
xn−1(k)
xn(k)
+
0
0...
0
1
u(k)
(2.15)
y(k) =[
bn − anb0... bn−1 − an−1b0
... · · · ... b1 − a1b0
]
x1(k)
x2(k)...
xn−1(k)
xn(k)
+ b0u(k)
(2.16)
Bentuk:
BAB 2. LANDASAN TEORI 13
x1(k + 1)
x2(k + 1)...
ˆxn−1(k + 1)
xn(k + 1)
=
− a1 −a2 · · · −an−1 −an
1 0 · · · 0 0
0 1 · · · 0 0...
......
...
0 0 · · · 1 0
x1(k)
x2(k)
x3(k)...
xn(k)
+
1
0
0...
0
u(k)
y(k) =[
b1 − a1b0... b2 − a2b0
... · · · ... bn − anb0
]
x1(k)
x2(k)...
xn(k)
+ b0u(k)
juga merupakan bentuk kanonik keterkontrolan.
2.2.2 Bentuk Kanonik Keterobservasian
Representasi ruang keadaan dari sistem diskret pada persamaan 2.13 dan 2.14
dapat juga dinyatakan dalam bentuk kanonik keterobservasian sebagai berikut:
x1(k + 1)
x2(k + 1)...
xn−1(k + 1)
xn(k + 1)
=
0 0 · · · 0 0 −an
1 0 · · · 0 0 −an−1
......
......
...
0 0 · · · 1 0 −an−2
0 0 · · · 0 1 −a1
x1(k)
x2(k)...
xn−1(k)
xn(k)
+
bn − anb0
bn−1 − an−1b0
...
b2 − a2b0
b1 − a1b0
u(k)
y(k) =[
0 0 · · · 0 1]
x1(k)
x2(k)...
xn−1(k)
xn(k)
+ b0u(k)
Matriks keadaan dari bentuk kanonik keterobservasian merupakan transpose dari
matriks keadaan bentuk kanonik keterkontrolan.
BAB 2. LANDASAN TEORI 14
Bentuk:
x1(k + 1)
x2(k + 1)...
ˆxn−1(k + 1)
xn(k + 1)
=
− a1 1 0 · · · 0 0
−a2 0 1 · · · 0 0...
......
......
−an−1 0 0 · 0 1
−an 0 0 · · · 0 0
x1(k)
x2(k)...
ˆxn−1(k)
xn(k)
+
b1 − a1b0
b2 − a2b0
...
bn−1 − an−1b0
bn − anb0
u(k)
y(k) =[
1 0 · · · 0 0]
x1(k)
x2(k)...
ˆxn−1(k)
xn(k)
+ b0u(k)
juga merupakan bentuk kanonik keterobservasian.
2.2.3 Bentuk Kanonik Diagonal
Jika poles dari fungsi transfer persamaan 2.13 atau 2.14 semuanya berbeda
maka representasi ruang keadaan dapat dinyatakan dalam bentuk kanonik diagonal
sebagai berikut:x1(k + 1)
x2(k + 1)...
xn(k + 1)
=
p1 0 · · · 0
0 p2 · · · 0...
......
0 0 · · · pn
x1(k)
x2(k)...
xn(k)
+
1
1...
1
u(k)
y(k) =[
c1 c2 · · · cn
]
x1(k)
x2(k)...
xn(k)
+ b0u(k)
2.2.4 Bentuk Kanonik Jordan
Misalkan poles dari fungsi transfer persamaan 2.13 atau 2.14 mempunyai
nilai yang sama sebanyak m pada z = p1. maka representasi ruang keadaan dapat
BAB 2. LANDASAN TEORI 15
dinyatakan dalam bentuk kanonik diagonal sebagai berikut:
x1(k + 1)
x2(k + 1)...
xm(k + 1)
xm+1(k + 1)...
xn(k + 1)
=
p1 1 0 · · · 0 0 · · · 0
0 p1 1 · · · 0 0 · · · 0...
......
......
...
0 0 0 · · · p1 0 · · · 0
0 0 0 · · · 0 pm+1 · · · 0...
......
......
...
0 0 0 · · · 0 0 · · · pn
x1(k)
x2(k)...
xm(k)
xm+1(k)...
xn(k)
+
0
0...
1
1...
1
u(k)
y(k) =[
c1 c2 · · · cn
]
x1(k)
x2(k)...
xn(k)
+ b0u(k)
2.3 Keterkontrolan
Keterkontrolan merupakan salah satu konsep dasar dari sistem kontrol. De-
ngan keterkontrolan dapat dilihat apakah suatu sistem dapat dikendalikan dari suatu
kondisi ke kondisi lainnya. Suatu sistem dapat dikatakan terkontrol apabila suatu
sistem dapat ditransfer dari sebarang keadaan awal ke sebarang keadaan yang di-
inginkan. Untuk memenuhi syarat tersebut, setiap variabel keadaan harus dapat
dikontrol dalam waktu yang terbatas oleh suatu sinyal kontrol yang tak terbatas.
Apabila variabel keadaan dan sinyal kontrol independen, variabel keadaan tidak
mungkin dikontrol.
2.3.1 Keterkontrolan secara Lengkap untuk Sistem Kontrol
Diskret
Misalkan suatu sistem kontrol diskret didefinisikan:
x((k + 1)T ) = Gx(kT ) + Hu(kT ) (2.17)
BAB 2. LANDASAN TEORI 16
dengan
x(kT ) : vektor keadaan saat-k yang berupa vektor-n
u(kT ) : sinyal kontrol pada saat-k
G : n× n
H : n× 1
T : periode sampling
u(kT ) diasumsikan konstan untuk kT ≤ t < (k + 1)T
Sistem kontrol diskret pada persamaan 2.17 dikatakan terkontrol secara
lengkap apabila terdapat suatu sinyal kontrol u(kT ) sepanjang periode sampling
sehingga dapat membawa keadaan x(kT ) ke keadaan yang diinginkan, sebut xf
pada n periode sampling. Berdasarkan definisi tersebut, kondisi yang harus dipenuhi
untuk keterkontrolan adalah sebagai berikut. Solusi untuk persamaan 2.17 adalah:
x(nT ) = Gnx(0) +n−1∑j=0
Gn−j−1Hu(jT )
= Gnx(0) + Gn−1Hu(0) + Gn−2Hu(T ) + · · ·+ Hu((n− 1)T )
Diperoleh
x(nT )−Gnx(0) =[
H GH · · · Gn−1H]
u((n− 1)T )
u((n− 2)T )...
u(0)
Karena H adalah matriks n× 1, matriks H,GH, · · · ,Gn−1H adalah matriks n× 1
atau vektor kolom. Jika rank dari matriks
rank[
H GH · · · Gn−1H]
= n (2.18)
maka vektor sebanyak n, yaitu H,GH, · · · ,Gn−1H membangun ruang berdimensi-n
sehingga definisi keterkontrolan telah terpenuhi. Matriks[
H GH · · · Gn−1H]
disebut juga matriks keterkontrolan.
BAB 2. LANDASAN TEORI 17
2.4 Keterobservasian
Keterobservasian berkaitan dengan masalah menentukan keadaan dari sistem
dinamik berdasarkan pengamatan keluaran dan vektor kontrol dalam jangka waktu
tertentu. Susatu sistem dikatakan terobservasi apabila keadaan awal sistem da-
pat ditentukan berdasarkan pengamatan keluaran dan vektor kontrol selama selang
waktu tertentu. Konsep keterobservasian berguna dalam merekonstruksi variabel
keadaan yang tidak diketahui.
Misalkan sebuah sistem kontrol diskret dinyatakan sebagai berikut:
x((k + 1)T ) = Gx(kT ) + Hu(kT )
y(kT ) = Cx(kT ) + Du(kT )
Sistem ini mempunyai penyelesaian :
x(kT ) = Gkx(0) +k−1∑j=0
Gk−j−1Hu(jT ) (2.19)
dan
y(kT ) = CGkx(0) +k−1∑j=0
CGk−j−1Hu(jT ) + Du(kT ) (2.20)
Karena matriks G, H, C, D dan u(kT ) diketahui, bagian kanan pada persamaan 2.19
serta bagian tengah dan kanan pada persamaan 2.20 juga diketahui. Sehingga ketiga
bagian tersebut dapat dihilangkan dari nilai pengamatan y(kT ). Sistem untuk
menurunkan kondisi keterobservasian dapat disederhanakan menjadi:
x((k + 1)T ) = Gx(kT ) (2.21)
y(kT ) = Cx(kT ) (2.22)
dimana
x(kT ) : vektor keadaan pada periode ke-k yang berupa vektor n
y(kT ) : vektor keluaran pada periode ke-k yang berupa vektor m
BAB 2. LANDASAN TEORI 18
G : matriks berukuran n× n
C : matriks berukuran m× n
Sistem di atas terobservasi secara total jika keluaran y(kT ) diketahui,
keadaan awal x(0) dapat dicari. Solusi untuk persamaan 2.21 adalah:
x(kT ) = Gkx(0)
dengan substitusi ke persamaan 2.22 diperoleh
y(kT ) = CGkx(0).
Keadaan awal x1(0), x2(0), . . . , xn(0) tidak diketahui dan akan dicari. Untuk menen-
tukan n buah nilai, nilai y(kT ) yang diperlukan hanya sebanyak n. Sehingga nilai
y(kT ) yang digunakan y(0),y(T ), . . . ,y((n−1)T ) untuk mencari nilai x1(0), x2(0), . . . ,
xn(0).
Untuk sistem yang terobservasi secara total, diberikan
y(0) = Cx(0)
y(T ) = CGx(0)
...
yn−1((n− 1)T ) = CGn−1x(0)
x1(0), x2(0), . . . , xn(0) harus dapat ditentukan. Karena y(kT ) adalah vektor beruku-
ran m dan dari x(0) mempunyai n persamaan maka diperoleh nm persamaan yang
mengandung x1(0), x2(0), . . . , xn(0). Agar solusi x1(0), x2(0), . . . , xn(0) dari nm per-
samaan tersebut unik, haruslah ada n persamaan bebas linear di dalamnya. MatriksC
CG...
CGn−1
BAB 2. LANDASAN TEORI 19
harus mempunyai rank sebesar n. Matriks di atas dapat juga dinyatakan sebagai:[C* G*C* · · · (G*)n−1C*
](2.23)
Matriks pada persamaan 2.23 disebut juga matriks keterobservasian.
2.5 Penempatan kutub
Pole-placement atau penempatan kutub merupakan salah satu metode de-
sain dimana transformasi variabel keadaan ditempatkan sebagai masukan sehingga
terbentuk sistem kontrol lup tertutup (closed-loop control system). Seluruh variabel
keadaan diasumsikan dapat diukur dan tersedia untuk feedback. Apabila sistem-
nya terkontrol secara total, kutub dari sistem tertutup tersebut dapat diletakkan di
sebarang lokasi yang diinginkan melalui state feedback gain matrix yang sesuai. De-
ngan memilih state feedback gain matrix yang sesuai, sistem dapat dipaksa memiliki
kutub pada lokasi yang diinginkan.
Misalkan suatu sistem kontrol lup terbuka memiliki persamaan keadaan :
x(k + 1) = Gx(k) + Hu(k) (2.24)
dengan
x(kT ) :vektor keadaan pada periode ke-k yang berupa vektor n
u(k) :sinyal kontrol pada periode ke-k yang berupa besaran skalar
G :matriks berukuran n× n
H :matriks berukuran n× 1
Misalkan sinyal kontrol u(k) tidak dibatasi dan dipilih sebagai:
u(k) = −Kx(k)
K adalah state feedback gain matrix berukuran 1 × n. Sehingga sistem menjadi
sistem tertutup dan persamaan keadaannya menjadi:
x(k + 1) = (G-HK)x(k) (2.25)
BAB 2. LANDASAN TEORI 20
Matriks K dipilih sedemikian hingga nilai eigen dari G-HK merupakan poles lup
tertutup yang diinginkan, µ1, µ2, . . . , µn. Sistem haruslah terkontrol secara total.
Apabila ada keadaan yang tidak terkontrol, nilai eigen G-HK tidak dapat dikontrol
dengan state feedback
Misalkan persamaan karakteristik yang diperoleh dari sistem persamaan 2.24
adalah :
|zI-G| = zn + a1zn−1 + a2z
n−2 + · · ·+ an−1z + an = 0
dan persamaan karakteristik yang diinginkan untuk sistem persamaan 2.25 adalah
|z I - G + HK| = zn + α1zn−1 + α2z
n−2 + · · ·+ αn−1z + αn = 0
Matriks K diperoleh berdasarkan :
K =[
αn − an αn−1 − an−1 · · · α1 − a1
](MW)−1 (2.26)
dengan
M =[
H GH · · · Gn−1H]
yang mempunyai rank n dan
W =
an−1 an−2 · · · a1 1
an−2 an−3 · · · 1 0...
......
...
a1 1 · · · 0 0
1 0 · · · 0 0
Apabila persamaan keadaan sistem sudah dalam bentuk kanonik keterkontrolan,
perhitungan state feedback gain matrix K dapat menjadi lebih mudah karena matriks
transformasi MW menjadi matriks identitas. Sehingga matriks K diperoleh dengan
substitusi MW = I ke persamaan 2.26.
BAB 2. LANDASAN TEORI 21
2.6 Analisis Kestabilan Lyapunov
Suatu sistem dikatakan stabil apabila untuk periode yang lama, sistem dapat
mencapai titik ekulibrium. Untuk menganalisis suatu sistem dikatakan stabil atau
tidak, digunakan analisis kestabilan Lyapunov. Kriteria kestabilan Lyapunov meng-
analisis kestabilan dari sistem dinamik baik dalam bentuk diskrit maupun kontinu.
Kriteria kestabilan Lyapunov terdiri dari dua metode, yaitu metode pertama dan
kedua. Metode pertama memerlukan bentuk eksplisit solusi dari sistemnya sedang-
kan metode kedua tidak memerlukan solusi. Berikut akan dibahas metode kedua
Lyapunov.
Metode kedua Lyapunov dapat digunakan pada sistem linear maupun non
linear, sistem yang time invariant maupun time varying. Metode ini mengambil ide
dari teori mekanika klasik yaitu sistem pegas-massa dikatakan stabil apabila energi
totalnya berkurang secara kontinu hingga ekuilibrium tercapai. Karena fungsi energi
tidak mudah didefinisikan, Lyapunov mencetuskan fungsi Lyapunov yaitu suatu
fungsi fiktif yang menggambarkan fungsi energi.
Fungsi Lyapunov merupakan fungsi skalar yang definit positif, turunan
pertamanya kontinu di daerah Ω dan mempunyai turunan terhadap waktu definit
negatif. Fungsi ini biasa didefinisikan V (x, t) dan turunannya V (x, t) dan tidak unik.
Sebelumnya sudah disebutkan bahwa kriteria kestabilan Lyapunov dapat digunakan
baik untuk sistem diskrit maupun kontinu. Namun pembahasan dibatasi hanya
untuk sistem diskrit.
2.6.1 Analisis Kestabilan Lyapunov untuk Sistem Diskrit
Linear dan Time Invariant
Misalkan suatu sistem diskrit didefinisikan sebagai berikut:
x(k + 1) = Gx(k) (2.27)
BAB 2. LANDASAN TEORI 22
x adalah vektor keadaan berukuran n vektor dan G adalah n×n matriks konstan dan
nonsingular. Kestabilan dari sistem di atas akan diselidiki dengan metode Lyapunov
yang kedua.
Pilih suatu fungsi Lyapunov yaitu
V (x(k)) = x ∗ (k)Px(k)
P adalah matriks Hermitian definit positif atau matriks definit positif yang real dan
simetris. Untuk sistem diskrit, digunakan beda linear V (x(k + 1)T ) − V (x(kT ))
sebagai pengganti V (x, t). Kemudian:
∆V (x(k)) = V (x(k + 1)T )− V x(kT )
= x*(k + 1)Px(k + 1)− x*(k)Px(k)
= [Gx(k)]∗P [Gx(k)]− x*(k)Px(k)
= x*(k)G*PGx(k)− x*(k)Px(k)
= x*(k)G*PG-Px(k)
V (x(k)) harus definit positif karena V (x(k)) mengambil ide dari fungsi energi, se-
dangkan fungsi energi tanpa gaya dari luar bernilai positif. Karena V (x(k)) positif
dan agar V (x(k)) fungsi yang monoton turun, ∆V (x(k)) harus negatif. Sehingga
∆V (x(k)) = x*(k)Qx(k)
dengan
Q = −G*PG-P
definit positif. Sehingga untuk syarat kestabilan sistem 2.27 cukup dengan memenuhi
Q definit positif.
BAB 2. LANDASAN TEORI 23
Teorema 1 (Teorema Lyapunov). Misalkan sistem diskrit diberikan oleh :
x(k + 1) = Gx(k)
x adalah vektor keadaan berukuran n vektor dan G adalah n×n matriks konstan dan
nonsingular. Syarat cukup dan perlu agar keadaan ekuilibrium x = 0 stabil asim-
totis adalah untuk sebarang matriks Hermitian yang definit positif atau sebarang
matriks definit positif yang simetris dan real, Q, terdapat matriks Hermitian yang
definit positif atau matriks definit positif yang simetris dan real, P yang memenuhi
G*PG-P = −Q
Fungsi skalar x*Px adalah fungsi Lyapunov untuk sistem ini.
top related