bab 1 kgd proposal
Post on 25-Dec-2015
55 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan
dan teknologi telah meningkat pesat. Kemajuan di
bidang teknologi membawa manfaat yang besar bagi
manusia. Penambahan jalan raya dan penggunaan
kendaraan bermotor yang tidak seimbang menyebabkan
jumlah korban kecelakaan lalu lintas menigkat, tetapi
peningkatan jumlah tinggi lebih banyak terjadi di
Negara berkembang. Tingginya angka kecelakaan
menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi,
dan kondisi fraktur yang paling sering terjadi, yang
termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan harus
menjalani pembedahan dengan konsekuensi didapatkan
efek nyeri.
Nyeri akut fraktur setidak–tidaknya mempunyai
fungsi fisiologis positif, berperan sebagai peringatan
bahwa perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah
trauma lebih lanjut pada daerah tersebut. Nyeri
fraktur normalnya dapat diramalkan hanya terjadi dalam
durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang
1
2
diperlukan untuk perbaikan alamiah jaringan- jaringan
yang rusak (Morison, 2004).
Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan
atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan
nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk
menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan.
Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang
klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua
individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada
dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon atau
perasaan yang identik pada individu. Nyeri merupakan
sumber frustasi, baik klien maupun tenaga
kesehatan(Potter dan Perry, 2006).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di
karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008).
Data World Health Organization (WHO) diperkirakan
setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di
seluruh dunia, satu untuk 25 orang hidup (Haynes, et
al. 2009).penelitian di 56 negara dari 192 negara
anggota WHO tahun 2004 diperkirakan 234,2 juta
prosedur pembedahan dilakukan setiap tahun berpotensi
komplikasi dan kematian (Weiser, et al. 2008). (WHO,
2009).
3
Masih menurut WHO, kasus fraktur di dunia kurang
lebih 13 juta orang pada tahun 2010, dengan angka
prevalensi sebesar 2,7%. Sedangkan pada tahun 2011
terdapat kurang lebih 18 juta orang mengalami fraktur
dengan prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2012 meningkat
menjadi 21 juta orang dengan prevalensi sebesar 3,5%.
Terjadi fraktur tersebut terjadi insiden kecelakaan,
cidera olahraga, bencana kebakaran dan lain sebagainya
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Depkes RI tahun 2011 di Indonesia terjadi kasus
fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena
jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/
tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami
fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus
kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur
sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda
tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236
orang (1,7%).10 .
Menurut (Direktur Lalu Lintas Polda) di daerah
Nusa Tenggara Barat selama tahun 2011-2013 tercatat
2.132 yang mengalami kecelakaan lalu lintas dengan
jumlah korban meninggal sebanyak 504 jiwa. (Direktur
Lalu Lintas Polda.)
4
Menurut hasil survey pendahuluan calon peneliti
Diwilayah Nusa Tenggara Barat, khususnya di kabupaten
sumbawa RSUD Sumbawa, terhitung dalam tiga tahun
terakhir (2011-2013) terdapat 468 jumlah pasien
fraktur, 182 orang pasien fraktur perempuan, dan 286
orang pasien fraktur laki-laki, dalam tiga tahun
terakhir jumlah pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD
Sumbawa semakin meningkat. (Direktur RSUD Sumbawa dr.
Selvi).
Menurut Walsh dalam (Harnawatiaj, 2008) pada
pasien fraktur seringkali mengalami nyeri hebat
meskipun tersedia obat-obatan analgesi yang efektif,
namun nyeri fraktur tidak dapat diatasi dengan baik,
sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga dpat
mengganggu kenyamanan pasien.
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada
sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang
sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme
terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi
diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi system kontrol desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak. Teknik relaksasi dipercaya
dapat menurunkan intensitas nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri (Smeltzer and
5
Bare, 2004). Teknik distraksi audio dan visual dapat
membantu mengurangi dan mengontrol nyeri pada pasien
dan tehnik distraksi audio dan visual dapat
dipraktekkan serta tidak menimbulkan efek samping.
Mencatat studi yang menunjukkan bahwa 60% sampai 70%
pasien dengan ketegangan nyeri dapat mengurangi
nyerinya minimal 50% dengan melakukan tehnik distraksi
audio dan visual.
Berdasarkan uraian diatas maka calon peneliti
melakukan penelitian dengan judul pengaruh tehnik
distraksi terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur
di Ruang Bedah RSUD Sumbawa dengan jenis distraksi
visual dan audio untuk mengurangi rasa nyeri pada
pasien fraktur.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat
dirumuskan masalah seperti berikut : “Apakah ada
pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri
pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD Sumbawa.”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri
pasien fraktur di ruang Bedah RSUD Sumbawa.
6
2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi perubahan nyeri pada pasien
fraktur sebelum dilakukan tehnik distraksi di
Ruang Bedah RSUD Sumbawa.
2. Mengidentivikasi perubahan nyeri pada pasien
fraktur setelah dilakukan tehnik distraksi di
Ruang Bedah RSUD Sumbawa.
3. Menganalisa pengaruh tehnik distraksi terhadapa
perubahan nyeri pada pasien fraktur di Ruang
Bedah RSUD Sumbawa.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi pembaca. Yaitu pihak yang nantinya
dapat mengembangkan dan apabila perlu ditindak lanjuti
dalam dunia kesehatan. Adapun manfaat yang dapat
diambil adalah sebagai berikut :
1. Institusi pendidikan Stikes Mataram
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
tambahan refrensi, dan dapat pula dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam penyusunan materi yang
akan diberikan.
2. Responden
Responden mengerti akan pentingnya Tentang
Tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri.
7
3. Peneliti
Peneliti mendapat pengetahuan dan pengalaman
dalam melakukakn penelitian serta dapat mengetahui
bagaimana tingkat perubahan terhadap penurunan rasa
nyeri pada pasien fraktur.
4. Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan rujukan atau acuan untuk pengembangan
penelitian selanjutnya.
5. Tenaga Kesehatan
Dalam hal ini adalah perawat yang berperan
sebagai seorang Change Agent berkaitan dengan salah
satu peran dan fungsi perawat yaitu sebagai seorang
pendidik. Berperan dalam memberikan pengetahuan
tentang Tehnik distraksi penurunan rasa nyeri pada
pasien Fraktur
8
Keaslian penelitian
JenisPeneliti dan Tahun Peneliti
Endah Estria Nurhayati(2011)
Rusdha Sarifitri(2014)
Judul pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi di PKU MuhammadiyahGombong
pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD Sumbawa Besardengan jenis distraksi Visual dan audio
Sampel kelayan PKU MuhammadiyahGombong dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive Sampel
pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD Sumbawa dengan tehnik pengambilan sempel purposive sampling
Variable Variable Independent :Pengaruh tehnik distraksi yang diberikan kepada pasien post operasi
Variable dependen:Nyeri post operasi
Variable Independent :Pengaruh tehnik distraksi yang diberikan kepada pasien fraktur
Variable dependen:Nyeri fraktur
Rancangan penelitian
pre eksperimen pre eksperimen
Analisa data
one group pre test–post test
one group pre test–post test
Hasil Ada pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post oprasi di PKU MuhammadiyahGombong
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1.Pengertian Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain
(1979), nyeri sebagia suatu sensori subjektif dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang bersifat actual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian
di mna terjadi kerusakan.
Arthur C. Curton (1983), nyeri merupakan suatu
mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
sedang rusa, dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.
2. Respon terhadap Nyeri
a. Respon fisiologis
Perubhan fisiologis dianggap sebagai
indicator nyeri yang lebih akuratdibandingkan
dengan laporan verbal pasien. (Smeltzer, S.C &Bare,
B.G, (2002).)mengungkappan bahwa respon fisiologik
harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan
verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan
10
jangan digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan
verbal dari nyeri individu.
b. Penilaian respon intensitas nyeri
Intensitas nyeri merupakan gambaran seberapa
parah nyeri diraskan oleh individu, pengukuran
nyeri sangat subjektif dan individual serta
kemugkinan nyeri dalam intensitas yang samadiraskan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang
paling mungkin adalah menggunakan respon
fisikologik tubuh terhadap tubuh itu sendiri
( Tamsuri, 2007).
c. Karakteristik Nyeri (Metode P, Q, R,S,T)
1) Faktor Pencetus (P: Provocate)
Pengkajian tentang stimulus nyeri pada klien,
perawat juga dapat mengobservasi bagian-bagian
tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat
mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat
harus dapat mengeksplore perasaan klien dengan
menanyakan perasaan-perasaan apa yang dapat
mencetuskan nyeri.
11
2) Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan suatu yang subjektif
yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien
mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat:
tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti
tertindih, perih, tertusuk.
3) Lokasi (R: Region)
Untuk melokalisasi nyeri, perawat dapat meminta
pasien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang
palin g nyeri.
4) Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparah pasien tentang nyeri merupakan
suatu yang paling subjektif. Klien dimi ta untuk
menggambarkan nyeri yang ai rasakan sebagai nyeri
ringan, nyeri sedang, atau nyeri berat.
Penilaian Intensitas Nyeri
Numeris
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Sangat Nyeri
Deskriptif
12
Tidak Nyeri (Nyeri ringan) (Nyeri Sedang) (Nyeri Berat) (Nyeri tdk trthn)
Analog
Tidak Nyeri Nyeri yang tidak tertahan
1. Skala Numeris ( Numerical rating scales, NRS)
Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala
0-10. Skala paling efektif digunakan saaat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai
nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,
1992 dalam Perry dan Potter, 2006).
2. Deskriptif (Verbal Descriptor Scale, VDS)
Sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
dengan lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan
jarak yang sama disepanjang garis. Skala ini
dirangkai dri “Tdak tersa nyeri” sampai “nyeri tidak
tertahan”. Perawat menunjukan pasien skala an
meminta klien memilih intensitas nyeri terbaru yang
ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh
nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh
nyeri terasa paling tidak menyakitkan (Potter &
Perry, 2006).
13
3. Analok (Visual Analog scale, VAS)
Suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm,
yang mewakili intensitas nyeri terus-menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien
biasa diminta menunjuk titik pada garis yang
menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis
tersebut. Ujung kiri basanya menandakan “tidak ada”
atau “tidak nyeri”, sedang ujung kanan biasanya
menandkan “berat” atau “nyeri yang palig buruk”.
Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan
sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada
garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis
dalam centimeter (Smeltzer,2002).
B. Konsep Tehnik Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien
pada sesuatu selain nyeri, atau distraksi adalah
suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-
hal diluar nyeri. Dengan demikian diharapkan pasien
tidak berfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan
kewaspadaaan pasien terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri
dengan menstimulasi sistem control desenden, yang
14
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditranmisikan ke otak. Keefektifan distraksi
tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain nyeri ( Smeltzer
& Bare, 2002). Tehnik ini biasanya tidak efektif
diberikan pada pasien yang mengalami nyeri berat
atau nyeri akut. Hal ini disebabkan pada nyeri
berat dan nyeri akut, pasien tidak dapat
berkonsentrasi dengan baik dan tidak cukup baik
untuk ikut serta dalam aktifitas mental dan fisik
yang kompleks.
Jenis Tehnik Distraksi
a. Distraksi Visual
Distraksi Visual Atau Penglihatan adalah
pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan
kedalam tindakan-tindakan visual atau melalui
pengamatan. Misalnya melihat pertandingan olahraga,
menonton televisi, membaca Koran, melihat
pemandangan atau gambar yang indah.
b. Distraksi Audio
Pengalihan perhatian selain nyeri yang
diarahkan kedalamn tindakan-tindakan memalui organ
15
pendengaran. Mislanya, mendengarkn music yang
disukai atau mendengarkan suara kicauan burung
serta gemercikan air. Kloien juga diperbolehkan
untuk menggerakan tubuh mengikuti irama lagu
seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki
(Tamsuri, 2007).
c. Distraksi intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki silang,
bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat
tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis
cerita.
d. Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang
fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan
melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan
hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan
dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati).
Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi
pernafasan dan terhadap gambar yang memberi
ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk
pola pernafasan ritmik. Bernafas ritmik dan
massase, instruksi kan klien untuk melakukan
pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan
16
lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami
nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar
di area nyeri.
C. Konsep Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut
Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and
Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang.
Fraktur adalah setiap tulang atau retak pada
tulang yang utuh (Charless J Meeves, 2005).
2. Etiologi (Arief Mansjoer, 2006)
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan dan fraktur dapat terjadi karena :
a. Trauma
17
Sebagian fraktur terjadi karena
kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang
dpat berupa pemukulan, penghancuran,
penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila
terjadi kekuatan lansung tulang bisa patah
pada tempat yang terkena, jaringan lemak
juga pasti bisa rusak.
b. Pemukulan
Menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit.
c. Penghancuran
Menyebabkan fraktur komunitif disertai
kerusakan jaringan lemak yang luas. Biula
terkena kekuatan tak langsung dapat
mengalami fraktur pada tempat yang jauh driu
tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak
ditempat fraktur mungkin tidak ada.
d. Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pad tulang,
missal: pada logam/benda lain akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi
pada tibia/fibula, radius/ulna. Biasanya
18
pada olahragawan/atlit (bola volley, senam,
bola basket).
e. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur
patologis)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan
yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor)
atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita
kanker/infeksi.
f. Fraktur stres/fatique fraktur akibat
peningkatan drastis tingkat latihan.
3. Klasifikasi (menurut Arif Mansjoer, 2005)
a. Berdasarkan luas/garis fraktur
1)Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua tulang.
2) Fraktur tidak komplit
Bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang, missal:
a) Buckle fracture: terjadi pada lipatan
dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa dibawahnya.
19
b) Green stick fracture: fraktur tidak
sempurnah dan sering terjadi pada anak-
anak, korteks tulang masi utuh begitu
pula periosteum.
b. Berdasarkan posisi fragmen
1) Fraktur undisplaced/tidak
bergeser
Tulang patah, posisi pada tempatnya
normal/garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser, periosteum masih
utuh.
2) Fraktur displaced/bergeser
Ujung tulang yang patah berjauhan dari
tempat patah dan terjadi pergeseran fragmen-
fragmen tulang.
c. Berdasarkan bentuk/jumlah garis patah
1) Frkatur komunitif
Garis patah lebih dari satu dn saling
berhubungan
2) Fraktur segmental
20
Garis patah lebih dari atu, tidak saling
berhubungan karena tulang tertekan menjadi
beberapa bagian.
3) Fraktur multiple
Garis patah lebih dari satu tetapi pada
tulang, tempat yang berlainan.
d. Berdasarkan tempat
Missal: fraktur femur, fraktur humerus,
fraktur radius, ilna, tibia, fibula, vertebra
dll.
e. Berdasarkan garis patah dan hubungannya
dengan mekanisme trauma
1) Fraktur tranversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang.
2) Fraktur oblik
Fraktur yang garis patahnya membentuk
sudut terhadap tulang.
3) Fraktur spinal
Fraktur tulang yang melingkari tulang.
4) Fraktur kompresi
21
Fraktur dimana 2 tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada diantaranya.
5) Fraktur avulse
Fraktur yang memisahkan fragmen tulang
pada tempat inverse tendon ataupun ligament.
f. Berdasarkan hubungan tulang dengan dunia
luar
1. Fraktur tertutup (closed/simple fracture)
Bila tidak ada hubungan antara fragmen
tylang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open/compound
fracture)
Karena terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan dikulit. Menurut R. Gustillo
(2005), fraktur terbuka terbagi atas 3
derajat:
a. Derajat I
1) Luka < 1 cm
22
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada
tanda luka remuk.
3) Fraktur sederhana, tranversal, obliq, atau
komunitif ringan.
4) Kontaminasi minimal
b. Derajat II
1) Laserasi > 1cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
flap/avulse
3) Fraktur komunitif sedang
4) Kontaminasi sedang
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas
meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat
tinggi. Terbagi atas:
1) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang
harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan
jaringan lunak.
23
2) Kehilang jaringan lunak dengan fraktur
tulang yang terpapar/kontaminasi massif.
3) Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang
adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulse/fraktur segmental atau
sangat komunitif yang disebabkan trauma
berenergi tanpa melihat besr luasnya luka.
4. Manifestasi Klinik
Tanda dn gejala fraktur menurut Sandra M
Nettira (2006) yaitu:
a.Rasa sakit atau nyeri, dimana nyeri akan
bertambah berat dengan gerakan dan penekanan
diatas fraktur.
b.Pembengkakan disekitar fraktur akan menyertai
proses peradangan.
c.Kelainan bentuk (deformitas), tampak jelas posisi
tulang yang tidak alami.
d.Gangguan fungsi, ekstermitas tidak dapat
digunakan
e.Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa
kesemutan yang mengisyaratkan kerusakan syaraf.
24
5. Patofisiologi (Corwin, 2005)
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas
tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan
disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah
dan persarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan
periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum
tulang serta jaringan lemak disekitarnya rusak.
Keadaan terssebut menimbulkan perdarahan dan
terbentuknya hematom dan jaringan netrotik.
Terjadinya jaringan netrotik pada jaringan sekitar
fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leokositosis.
Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai
melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki
cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan
tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat
mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.
6. Tahap penyembuhan tulang
a. Tahap pembentukan hematom/hematoma
formation
Dimulai setelah terjadi fraktur (hari ke-5).
Pada saat terjadi fraktur terjadi kerusakan
pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Dalam
24 jam terjadi reaksi peradangan, leukosit dan
25
sel mast berwkumulasi menyebabkan peninhgkatan
aliran darah pada area luka. Darah menumpuk dan
mengeratkn ujung-ujung tulang patah dan
fagositosis dan pemisahan sel-sel mati dimulai.
Sesusah proses hematom terjadi, kemudian
berkembang menjadi jaringan granulasi.
b. Tahap proliferasi seluler
Terjadi sampai hari ke-12 pada area fraktur,
periosteum,endosteum, dan sumsum tulang mensuplai
sel yang berubah menjadi fibrokartilago,
kartilago hialin dn jaringan penunjang fibrosa
terjadinya osteogenesis dengan cepat.
c. Tahap formasi kallus/prakallus
Terjadi pada hari 6-10 setelah cidera,
jaringan gradulasi berubah menjadi bentuk
prakallus. Prakallus mencapai ukuran maksimal
pada hari ke 14-21 setelah cidera.
d.Tahap osifikasi kallus
Terjadi sampai minggu ke-12 membentuk
osifikasi kallus eksternal (antara periosteum dan
korteks) kallus internal dan kallus intermediate
pada minggu ke-3 sampai ke-10 kallus menjadi
tulang.
26
e. Tahap konsulidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-
12 bulan)
Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclast,
kallus mengalami pembentukan tulang sesuai dengan
aslinya. Penyembuhan dapat terganggu/terlambat
apabila hematom fraktur/callus rusak sebelum
tulang sejati terbentuk/apabila sel-sel tulang
baru rusak selama proses klasifikasi dan
pengerasan.
7. Prosedur diagnostic (Menurut Arif Mansjoer, 2005)
a. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X. melihat gambaran terakhir atau
mendekati struktur fraktur.
2. Venogram. Menggambarkan arus vaskularisasi.
3. Konduksi saraf dan elektromiogram. Mendeteksi
cidera saraf.
4. Angiografi. Berhubungan dengan pembuluh darah
5. Antrotropi. Mendeteksi keterlibatan sendi
6. Radiografi. Menentukan integritas tulang
27
7. CT-Scan. Memperlihatkan fraktur atau
mendeteksi struktur fraktur
b. Pemeriksaan laboratorium
LED meningkat bila kerusakan jaringan
lemak luas, leukosit sebagai respon stress normal
setelah trauma, Hb dan HCT rendah akibat
perdarahan.
D. KERANGKA KONSEP
Faktor yang mempengaruhi nyeri
1. Usia2. Jenis Kelamin3. Budaya4. Keluarga5. Ansietas
(cemas)6. Pola koping
Nyeri
Penatalaksanaan
1. Farmakologi2. Non Farma
a. Massageb. Terapi es dan
panas
d. Relaksasie. Imajinasi
c. Distraksi1) Audio2) Visual
Nyeri Ringan
Terputusnya Kontinuitas Jaringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat Nyeri tidak Tertahan
Fraktur
28
Keterangan := diteliti
= tidak diteliti
Bagan 2.1 : Kerangka Konsep Pengaruh Tehnik Distraksi terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur di Ruang Bedah RSUD Sumbawa.
Penurunan Nyeri
top related