asuhan keperawatan klien dengan hematothorak.docx
Post on 26-Dec-2015
100 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN HEMOTOTHORAKS
2.1. KONSEP PENYAKIT
2.1.1 Pengertian
Hematothoraks adalah suatu keadaan dimana darah terakumulasi
pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada
yang menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul
dikantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura (Muttaqin. 2006).
Hematothoraks adalah akumulasi darah dirongga pleura (Alsagaff,
2002).
Hematothoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial
antara pleura viseral dan parietal. Gejala dan tindakan pada waktu
penderita masuk sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang ada
di rongga toraks (Mansjoer dkk, 2008).
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari hematothoraks adalah laserasi paru atau laserasi
pembuluh darah interkostal yang disebabkan oleh cedera tajam atau
cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat
menyebabkan hematotoraks (Muttaqin. 2006).
Menurut Alsagaff (2002) penyebab dari hematothoraks terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. Trauma tembus
a. Luka Tembak
b. Luka Tikam / tusuk
Yang termasuk dalam trauma tembus yaitu:
a. Pneumothoraks
1) Tension pneumothoraks yaitu adanya mekanisme katub satu
arah atau ventil pada dinding dada ataupun pada parunya
sendiri. Akibat suatu trauma, udara masuk kedalam rongga
pleura sewaktu inspirasi, akan tetapi tidak bisa keluar
sewaktu ekspirasi
2) Simple pneumotoraks yaitu pada keadaan normal, rongga
pleura, yaitu rongga diantara pleura viseralis dan parietalis
mempunyai tekanan negatif dibawah tekanan udara luar,
1
yang menyebabkan paru menggantung tidak kolaps. Apabila
oleh karena suatu sebab tekanan udara berubah menjadi
sama besar dengan udara luar atau lebih besar, paru akan
kolaps sebagian keadaan ini kita sebut dengan
pneumotoraks simple
3) Open pneumotorks yaitu terdapatnya defek pada dinding
dada yang mengakibatkan adanya hubungan antara rongga
dada dengan udara luar (Depkes, 2005).
2. Trauma Tumpul
a. Flail Chest terjadi bila terdapat fraktur kosta lebih dari 2 yang
berurutan pada level yang sama, sehingga dinding dada tidak
mampu melakukan fungsi pernafasan, karena terjadi fraktur
tersebut segmen kosta yang patah tersebut hanya difiksasi oleh
kulit saja, sehingga akan terjadi gerakan paradoksal.
b. Fraktur sternum
Trauma tumpul
1) Kecelakaan kendaraan bermotor
2) Jatuh
3) Pukulan pada dada
Trauma yang menyebabkan tulang sternum patah adalah trauma
langsung, seringkali terjadi pada sopir yang mengendarai mobil
tanpa fasilitas “air bag”. Gejalanya biasanya penderita merasa
nyeri didaerah fraktur dan pada pemeriksaan klinis akan tampak
deformitas pada sternum.
c. Fraktur kosta merupakan bagian dari toraks yang sering
mengalami cedera. Semakin banyak kosta yang fraktur, semakin
besar traumanya dan semakin besar kemungkinan timbulnya
komplikasi pada organ didalam rongga toraks (Depkes, 2005).
2.1.3 Klasifikasi
Hematothoraks dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Hematothoraks masif terjadi perdarahan pada cedera toraks yang
cepat dalam jumlah banyak yang terkumpul pada rongga pleura.
Jumlah darah yang banyak ini dapat mengakibatkan paru kolaps
serta mendorong mediastinum seperti pada tension pneumotoraks.
2
Hal ini akan memperburuk keadaan hipoksia dan syok yang timbul
akibat perdarahan sebelumnya.
b. Hematothoraks ringan atau sedang
Penyebab tersering dari hematothoraks selain laserasi dari pembuluh
darah pada parenkim paru, juga disebabkan robekan dari pembuluh
darah interkostalis atau mamaria interna. Perdarahan yang tidak
terlalu banyak, dengan mengembangkan paru, biasanya akan
berhenti sendiri (Depkes, 2005).
2.1.4 Patofisiologi
Akibat trauma thoraks, sebagai contoh yang sederhana, penderita
mengalami patah tulang iga atau fraktur kosta, penderita akan
mengalami nyeri karena fragmen iga yang patah akan bergesekan terus
karena proses bernafas. Akibatnya penderita akan menahan napas, dan
terjadi penurunan ventilasi, oksigen yang masuk kedalam alveoli akan
menurun atau hipoksia pada jaringan. Selanjutnya difusi oksigen dan
CO2 akan menurun juga, dengan akibat CO2 akan menumpuk didarah,
hiperkarbia. Kesemuanya ini akan mengakibatkan asidosis metabolic.
Jadi setiap cedera toraks, hendaknya selalu dipikirkan terjadinya 3 hal,
hipoksia, hiperkarbia serta asidosis. (DepKes, 2005)
Pada trauma thoraks, yaitu trauma tajam seperti tertusuk pisau
atau peluru menembus paru-paru dan trauma tumpul seperti patahnya
tulang rusuk sehingga menyayat jaringan paru-paru mengakibatkan
darah berkumpul di ruang pleura, yang mengakibatkan tahanan periver
pembuluh darah paru meningkat. Sehingga pleura tidak dapat
mereabsorbsi darah. Akumulasi darah dikantong pleura meningkat
mengakibatkan gangguan ventilasi, pengembangan paru tidak optimal,
gangguan transpor oksigen
(Muttaqin, 2006).
3
2.1.5 Pathway
4
Trauma pada thoraks
tajamTumpul
Terputusnya kontinuitas tulang, saraf dan pembuluh
darah
Menyayat pleura
Kegagalan tulang menahan tekanan
Fraktur thoraks
Kebocoran pleura
Pendarahan jaringan interstitium, Pendarahan Intra alveolar, kolaps arteri dan kapiler- kapiler kecil, hingga tahanan periver pembuluh darah paru naik
Reabsorbsi darah oleh pleura tidak memadai/tidak optimal
Akumulasi darah di kantong pleura
Peristaltik
Perubahan nutrisi,
B5
Perpindahan CES & plasma ke interstisial
Nafsu makan
Peningkatan permeabilitas kapiler
Penumpukan sekret jalan napas
5
hematothoraks
Gangguan pertukara
Penumpukan sekret,
Ketidak efektifan
B6
Kerusakan frakmen tulang dan
meningkatnya pengeluaran darah
akibat robekan pleura
Pemasangan WSD
Keterbatasan melakukan pergerakan akibat dari pemasangan
wsd
Port de entri kuman
Resiko infeksi
Hambatan di tempat tidur
Tirah baring
Penekanan lokal
Resiko kerusakan integritas
B 1
gangguan ventilasi, pengembang an paru tidak optimal
Proses inspirasi dan ekspirasi
tidak maksimal
Sesak napas,
Ketidakefektifan pola napas,
B4
Peningkatan permeabilitas kapiler
Perpindahan CES & plasma ke interstisial
Diuresis urgensi
Gangguan eliminasi urin
B3
Trauma jaringan
Pelepasan mediator kimia (histamin,
bradikinin, prostaglandin
Serabut C terbuka
Berikatan dengan nosireseptor
Nyeri akut
Risiko kekurangan volume cairan
B2
Meningkatnya pengeluaran darah
Perdarahan di paru-paru
Penurunan Cardiak output
Penurunan perfusi paru
2.1.6 Manifestasi Klinik
Menurut Muttaqin, (2006), gejala klinik dari hematothoraks yaitu:
1. Nyeri di daerah dada akibat trauma pleura semakin lama semakin berat
2. Pernapasan yang cepat dan dangkal (takipnea) serta dispnea umum
terjadi.
3. peningkatan usaha dan frekwensi pernapasan.
4. penggunaan otot bantu pernapasan.
5. suara napas menurun sampai menghilang.
Sedangkan menurut Mansjoer (2008) pada penderita hematotoraks
keluhannya nyeri dan sesak napas. Bila ada keluhan yang progresif di
curigai adanya tension pneumotoraks. Pada inspeksi biasanya tidak tampak
kelainan, mungkin gerakan napas tertinggal atau pucat karena perdarahan.
Fremitus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain. Pada perkusi
didapatkan pekak dengan batas seperti garis miring atau mungkin tidak
jelas, tergantung pada jumlah darah yang ada dirongga toraks. Bunyi napas
mungkin tidak terdengar atau menghilang.
2.1.7 Komplikasi
a) Penumothoraks yaitu terdapat udara dalam rongga (Alsaggaf,
2002)
b) Atelektasis : penyakit rfestriktif akut, akibat kolapsnya jaringan
paru yang tadinya sudah berkembang atau pengembangan paru
yang tidak sempurna saat lahir (Alsaggaf, 2002)
c) ARDS : adalah bentuk edema pulmoner yang menyebabkan
gagal respiratorik akut yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas membran alveolokapiler June, 1990)
d) Infeksi
e) edema paru : tekanan tertentu, cairan “bocor” keluar masuk
jaringan intertisial (Tamboyang, 2000).
f) embolisme paru merupakan oklusi atau penyumbatan bagian
pembuluh darah paru-paru oleh embolus.Embolus adalah suatu
6
benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi
darah (Somantri, 2008)
g) efusi pleura : keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan
dalam rongga pleura (Somantri, 2008)
h) empisema : penyakit paru menahun yang paling umum dan
sering diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian
simultan dari du kondisi (Tamboyang, 2000)
2.1.8 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi menyatakan adanya akumulasi cairan pada area
pleural.
2. Pemeriksaan Analisa Gas Darah menunjukan bahwa PCO2 meningkat
>45, PO2, menurun <80, saturasi oksigen menurun (normal saturasi
oksigen 95-100 %).
3. Torasentesis: menyatakan darah
4. Kadar HB menurun < 10gr %, menunjukan kehilangan darah (doenges,
2000).
2.1.9 Penatalaksaan Medis
Hematothoraks masif (perdarahan >750cc atau 15% dari total darah
atau 5cc/kgBB/jam) memerlukan tindakan operasi segera untuk
menghentikan perdarahan itu. Sebanyak 85% kasus hematothoraks masif
disebabkan oleh perdarahan arteri interkostalis atau arteri mamaria interna.
Sebanyak 15% sisanya berasal dari hilus, miokardium, atau laserasi paru.
Tindakan medis lainya adalah mengevakuasi darah dari rongga pleura
dengan cara memasang WSD.(Muttaqin, 2008)
7
2.2 Konsep Water Sealed Drainage
2.2.1 Prinsip Fisiologi
1. Anatomi Dada
Dada terdiri dari tiga komponen yaitu mediastinum, rongga pleura
kanan, dan rongga pleura kiri. Tiap rongga pleura dilapisi oleh
memebran tipis dan licin yang disebut pleura parietal. Membran yang
sama meliputi paru-paru disebut pleura visceral. Lapisan yang tipis
berupa cairan dengan volume total sampai 5 ml bertindak sebagai
pelumas antara pleura pariental dan visceral, memungkan cairan itu
bergerak dengan halus setiap kali bernapas. Karena dua lapisan pleura
saling bersentuhan, area pleura menjadi area “potensial”. Bila area
antara membran ini menjadi area “aktual”, paru-paru akan kolaps.
(Muttaqin. 2006).
2. Tekanan Pleura
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari pada tekanan
atmosfer, perbedaan tekanan ini berguna untuk mencegah terjadinya
kolaps paru (Muttaqin. 2006).
Tekanan negatif ini dibuat oleh dua kekuatan yang berlawanan.
Pertama, kecendrungan dinding dada untuk mengembang ke depan
dan ke belakang. Kedua adalah kecendrungan jaringan alveolar elastis
untuk berkontraksi. Analoginya adalah terdapat dua lapisan
mikroskopik yang saling mengikat tetesan air yang diletakan di
antaranya. Seseorang tak dapat menarik bagian lapisan karena adanya
tegangan permukaan cairan (Somantri, 2008)
Bandingan paru-paru dengan kedua lapisan itu. Satu lapisan
adalah pleura viseral, lainnya pleura parietal. Tetesan air adalah cairan
pleura. Sesuai dengan analoginya, upaya kekuatan yang berlawanan
untuk menarik pleura pada arah yang berbeda. Tekanan negatif yang
terjadi mengikat paru-paru dengan kencang pada dinding dada,
mencegah paru-paru kolaps.
8
3. Efek Pernapasan pada tekanan Intrapleural
Ketika kita bernapas, proses ini akan berpengaruh pada organ yang
berada di dalamnya sehingga akn merubah tekanan intrapleural.
Efek pernapasan pada tekanan intrapleural
Siklus Ventilasi Tekanan Intrapleural
Fase istirahat
Inspirasi
Ekspirasi
-5 cm H2O
-6 sampai dengan sampai 12 cmH2O
-4 sampai sampai dengan 8 cmH2O
(Somantri, 2008).
Semua gas bergerak dari area yang tekanannya tinggi ke tekanan
lebih rendah. Selama inspirasi, rongga dada membesar karena kontraksi
diafragma. Hal ini meningkatkan area paru-paru dan menyebabkan
tekanan intrapleural turun sampai di bawah tekanan atmosfer. Udara
mengalir dari tekanan relatif tinggi di atmosfer ke area tekanan rendah di
paru-paru. Selama ekspirasi, proses ini kebalikannya. Rekoil diafragma
akan menurunkan area dalam rongga dada dan menekan paru-paru.
Tekanan intrapleural kini lebih tinggi dari pada tekanan atmosfer,
menyebabkan udara bergerak keluar paru-paru. Setelah otot pernapasan
rileks, tekanan antara udara luar dan paru-paru sama (760 mmHg pada
permukaan laut), karena tekanan sama, maka tidak ada udara bergerak
(Somantri, 2008).
2.2.2 Gambaran Peralatan
1. Selang Dada
Kebanyakan selang dada adalah multipenetrasi, dengan selang
transparanyang memiliki petunjuk tanda radiopaque dan jarak. Hal
tersebut memungkinkan dokter dapat melihat posisi selang pada foto
rontgen.
Selang dada dikategorikan sebagai pleura atau mediastinal
tergantung pada lokasi ujung selang. Pasien dapat dipasang lebih dari
satu selang pada lokasi yang berbeda tergantung dari tujuan selang.
9
Selang yang lebih besar (20-36 French) digunakan untuk mengalirkan
darah atau drainase pleura yang kental. Selang yang lebih kecil (16-20
French) digunakan untuk mebuang udara.
2. Sistem Drainase
Selang dada bekerja sebagai saluran untuk udara dan cairan, untuk
membuat tekanan negatif intrapleural, sebuah segel diperlukan pada
selang dada untuk mencegah udara luar masuk ke sistem. Cara paling
sederhana untuk melakukan ini yaitu dengan menggunakan drainase
dalam air. Yang terdiri dari:
3. Sistem satu botol
Merupakan sistem drainase dada yang paling sederhana. Sistem ini
terdiri atas satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua
lubang, satu untuk ventilasi udara dan yang lainnya memungkinkan
selang untuk sampai hampir dasar botol.
Air yang digunakan pada drainase dada diusahakan dengan air
steril atau dapat pula menggunakan cairan garam fisiologis (saline)
steril. Cairan dimasukkan kedalam botol sampai ujung selang yang
kaku terendam 2 cm. Hal tersebut membuat water seal (segel air)
dengan penutup sistem bagian luar terhadap udara. Permukaan cairan
yang lebih tinggi dari 2 cm, akan membuat pasien kesulitan bernapas
karena mempunyai kolom cairan lebih panjang untuk bergerak saat
bernapas. Tekanan lebih positif kemudian diperlukan untuk
mengendalikan drainase keluar melalui water seal.
Bagian atas selang dihubungkan dengan enam kaki karet yang
diletakan di lubang akhir dari selang dada pasien. Ventilasi dalam botol
dibiarkan terbuka untuk memungkinkan udara dari area pleura keluar.
Botol yang dibiarkan terbuka akan mencegah terbentuknya tekanan
pada area pleura. Berbeda halnya dengan ventilasi tertutup, masuknya
sistem drainase melalui selang dada ke botol, keadaan botol harus
tertutup rapat.
10
Tinggi cairan pada segel air meningkat selama pernapasan.
Selama inspirasi, permukaan cairan pada selang meningkat karena
tekanan pleura menjadi negatif. Selama ekspirasi, permukaan cairan
turun karena tekanan pleura menjadi lebih positif.
Proses tersebut akan terjadi sebaliknya bila pasien bernapas
dengan ventilasi mekanik. Gelembung udara harus terlihat hanya dalam
ruang segel di bawah air selama ekspirasi dimana udara dan cairan
mengalir dari rongga pleura. Gelembung yang konstan menunjukan
kebocoran udara pada sistem atau terdapat fistula bronkopleura.
4. Sistem dua botol
Pada sistem dua botol, botol utama adalah sebagaii penampung
dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol,
pengisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan
menghubungkannya ke ventilasi udara.
5. Sistem tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan dua
botol. Cara ini yang paling aman digunakan untuk mengatur jumlah
pengisapan. Botol ketiga disusun mirip dengan segel botol dalam air.
Pada sistem ini, yang penting adalah kedalaman selang di bawah air
pada botol ketiga dan bukan pada jumlah penghisap di dinding yang
diberikan pada botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran
lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan
kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan
tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk memeriksa kepatenan
selang dada dan fluktuasi siklus pernapasan, penghisap harus
dilepaskan pada saat itu juga (Somantri, 2008).
11
2.2.3 Keuntungan dan Kerugian Sistem Drainase Selang Dada
Perbandingan sistem selang pada water seal drainage (WSD)
Sistem Keuntungan Kerugian
Satu botol Penyusunan
sederhana
Mudah untuk pasien
yang dapat berjalan
Saat drainase dada
mengisi botol, dibutuhkan
lebih banyak kekuatan
agar udara dan cairan
pleura keluar dari dada
dan masuk ke botol.
Campuran darah
drainase dan udara
menimbulkan campuran
busa dalam botol yang
membatasi garis
pengukuran drainase.
Agar terjadinya aliran,
tekanan pleura harus
lebih tinggi dari tekanan
botol.
Dua botol Mempertahankan
water seal dalam
tingkat kosntan
Memungkinkan
observasi dan
pengukuran drainase
yang lebih baik.
Menambah anatomical
dead space pada sistem
drainase yang berpotensi
untuk masuk kedalam
area pleura.
Agar terjadinya aliran,
tekanan pleura harus
lebih tinggi dari tekanan
botol.
Mempunyai batas
kelebihan kapasitas aliran
udara pada adanya
kebocoran pleura
Tiga botol Sistem paling aman Lebih kompleks,
12
untuk mengatur
pengisapan.
sehingga membuka
kesempatan terjadinya
kesalahan pada saat
perakitan dan
pemeliharaan.
(Somantri, 2008).
2.2.4 Indikasi Pemasangan Selang Dada
1. Hemotothoraks : Hematothoraks adalah pengumpulan darah dalam
ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Gejala dan tindakan
pada waktu penderita masuk sangat tergantung pada jumlah
perdarahan yang ada di rongga toraks (Mansjoer dkk, 2008).
2. Pneumotoraks : rongga pleura yang terisi udara (Alsaggaf, 2002)
3. Frisrtula bronkopleura
4. Efusi pleura : keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura (Somantri, 2008)
2.2.5 Indikasi Pengangkatan Selang Dada
1. Satu hari setelah berhentinya kebocoran udara
2. Drainase < 50-100 cc cairan perhari
3. 1-3 hari pasca bedah jantung
4. 2-6 hari pasca bedah toraks
5. Kosongnya rongga empiema
6. Drainase serosangguinosa (cairan serous) disekitar sisi pemasangan
selang dada.
2.2.6 Penatalaksanaan
1. Memberikan posisi
Posisi yang ideal adalah semi fowler, untuk meningkatkan efakuasi
udara dan cairan, posisi pasien di ubah tiap 2 jam. Pasien diperlihatkan
bagaimana menyokong dinding dada dekat sisi pemasangan selang
dada. Di dorong untuk batuk, napas dalam dan ambulasi. Pemberian
13
obat nyeri sebelum latihan akan menurunkan nyeri dan meningkatkan
ekspansi paru-paru.
2. Mempertahankan kepatenan sistem
Komplikasi paling serius dari selang dada adalah tension
pneumotoraks. Bila tidak diatasi akan mengancam kehidupan. Tension
pneumotoraks terjadi bila udara masuk ke ruang pleura selama inspirasi,
tetapi tidak dapat keluar selama ekspirasi. Proses ini terjadi bila ada
obstruksi pada selang sistem drainase dada. Semakin banyak udara
terjebak dalam ruang pleura, tekanan meningkat sampai paru-paru
kolaps, dan jaringan lunak dalam dada tertekan.
Tanda dan gejala tension pneumotoraks:
a. Takikardia
b. Takipnea
c. Agitasi
d. Berkeringat
e. Pergeseran garis tenga trakhea
f. Bunyi napas pada paru-paru yang cedera tidak ada
g. Perkusi hiperresonan pada perkusi di atas paru-paru yang cedera
h. Hipotensi
i. Henti jantung
j. Alarm tekanan tinggi (jika menggunakan ventilator mekanis).
Asuhan keperawatan ditujukan untuk mempertahankan kepatenan
dan fungsi Yang tepat dari sistem drainase selang dada. Angkat
14
selang sesering mungkin untuk mendrainase cairan ke dalam wadah.
Selang dibelitkan pada tempat tidur untuk mencegah terlipat dan
terkumpulnya darah pada selang yang tergantung di lantai. Jangan
naikan sistem drainase selang dada di atas selang dada karena
drainase akan kembali ke dalam dada.
3. Memantau drainase
Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah drainase. Gunakan
pulpen untuk menandai tingkat sistem drainase pada akhir tugas jaga.
Waspada terhadap perubahan tiba-tiba jumlah drainase. Peningkatan
tiba-tiba menunjukan pendarahan atau adanya pembukaan kembali
obstruksi selang. Penurunan tiba-tiba menunjukan obstruksi selang atau
kegagalan selang dada atau sistem drainase.
Untuk mengembalikan kepatenan selang dada, tindakan
keperawatan yang dianjurkan adalah:
a. Upayakan untuk mengurangi obstruksi dengan pengubahan posisi
pasien
b. Bila bekuan terlihat, regangkan selang antara dada dan unit drainase,
dan tinggikan selang untuk meningkatkan efek gravitasi.
c. Lakukan sedikit pelepasan selang dan arahkan bekuan ke arah
wadah drainase untuk melepaskan secara perlahan bekuan ke arah
wadah drainase
15
d. Bila selang dada tetap tersumbat, pembongkaran selang dianjurkan.
Pembongkaran selang dada tanpa mengevaluasi situasi pasien
sangat beresiko.
Potensial komplikasi pembongkaran selang dada:
a. Terbentuknya tekanan negatif berlebihan dapat menyebabkan
aspirasi jaringan paru-paru ke dalam lubang selang dada.
b. Ruptur alveoli
c. Kebocoran pleura menetap
d. Kerusakan garis jahitan
e. Iskemia miokardia akut
f. Peningkatan tekanan paru-paru
g. Peningkatan aliran balik vena ke jantung kanan
h. Pergeseran septum verntruklar ke kiri
i. Ventrikel kanan memengaruhi fungsi vertikel kiri
j. Ancaman pada pengisian darah vertikel kiri
4. Memantau water seal (segel air)
Melakukan pemeriksaan secara visual untuk meyakinkan ruang
water seal terisi sampai garis air 2 cm. Bila penghisap diberikan, yakinlah
garis air pada tabung penghisap sesuai dengan jumlah yang
diindikasikan. Bila pompa penghisap cairan pleura darurat digunakan,
periksa ukuran penghisap. Jangan menutup lubang ventilasi udara.
Observasi segel dibawah air terhadap fluktuasi pernapasan. Tidak
adanya fluktuasi dapat menunjukkan bahwa paru-paru terlalu
16
mengembang atau ada obstruksipada sistem. Gelembung yang terus-
menerus pada water seal tanpa penghisap dapat menunjukan bahwa
selang telah berubah tempat atau terlepas. Oleh karena itu, perlu untuk
memeriksa seluruh sistem terhadap adanya alat yang terlepas dan
melihat selang dada untuk melihat penempatannya di luar dada.
Gelembung yang terjadi 24 jam setelah pemasangan selang dada
sehubungan dengan perbaiakan pneumotoraks dapat menunjukan
adanya fistula bronkopleura. Ini bisa terjadi pada pengesetan ventilasi
mekanis pada tidal volume dan tekanan tinggi (Somantri, 2008).
17
2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis
a. Identitas pasien: meliputi nama lengkap,umur,jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, status perkawinan, alamat dan
penanggung biaya.
b. Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada
dan keluhan susah untuk melakukan pernapasan.
c. Riwayat penyakit saat ini
yaitu sesak mendadak dan semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi
yang sakit, tertekan dan terasa lebih nyeri pada pergerakan pernapasan.
Kaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru
yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan
tekanan udara dan terjadi tekanan pada dada yang mendadak
menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat, kecelakaan lalulintas
biasanya menyebabkan trauma tumpul pada dada atau tusukan benda
tajam langsung menembus pleura.
d. Riwayat penyakit dahulu
yaitu perlu ditanyakan apakah pasien merokok, terpapar polusi udara yang
berat. Perlu ditanya pula apakah ada riwayat alergi
e. Psiko-sosio-spiritual
Kecemasan dan koping tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan
hematothoraks. Pengkajian status ekonomi yang berdampak pada asuransi
kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga (Muttaqin.
2008).
2. Pengkajian Fisik:
B1 (Breathing)
a. Inspeksi
Pada hematothoraks, akumulasi darah dan udara akan memberikan
tekanan positif dari rongga pleura, sehingga berdampak pada peningkatan
usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan.
18
Pengkajian pernapasan berupa ekspansi dada yang asimetris (pergerakan
dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, dan rongga dada
asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif
dengan sputum purulen. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang
sehat dan terdapat retraksi dada/klavikula.
b. Palpasi
Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal di dada yang sakit.
Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar.
c. Perkusi
Suara ketok pada sisi yang sakit mulai pekak dan semakin ke atas
akan didapatkan bunyi hiperresonan karena adanya darah dan udara
dirongga pleura. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila
tekanan intrapleura tinggi
d. Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang di sisi yang sakit
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak hematothoraks pada status
kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan
CRT
B3 (Brain)
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, apakah termasuk dalam compos mentis, somnolen atau
koma
B4 (Blader)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena itu merupakan
tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
Perawat perlu mengkaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda
infeksi karena dapat merangsang serangan asma, meningkatkan frekwensi
19
pernapasan, serta konstipasi. Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami
mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan
B6 (Bone)
Pada trauma tusuk di dada, sering ditemukan adanya kerusakan otot dan
jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien sering dijumpai
mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
disebabkan adanya sesak napas, kelemahan, dan keletihan fisik. (Muttaqin
2008).
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Data subjektif Data objektif
1Ketidakefektifan polanapas b.d deformitas dinding dada
Mengeluh sesak napas
Dyspnea, takipnea, pola napas tidak teratur, nafas dangkal, batuk dengan atau tanpa hemoptisis
2Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus dalam jumlah berlebihan
Mengeluh batuk berdahak bercampur darah.
Pasien batuk mengeluarkan sekret yang kental dan hemoptisis, bunyi napas ronchi, bernapas menggunakan otot-otot tambahan pernapasan seperti adanya retraksi dada.
3Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar.
Mengeluh pusing
bunyi nafas menurun atau hilang pada daerah yang terpengaruhDyspnea, takipnea; pao2 <70 mmHg, paCo2 <35mmHg, pH >7.45, sianosis, somnolence, kurang istirahat, hiperresonan pada daerah tersebut; penurunan taktil fremitus pada daerah yang terpengaruh.
4Nyeri akut b.d agenCedera (fisik)
Mengeluh nyeri di daerah dada
Wajah tampak Meringis kesakitan, terdapat nyeri tekan pada daerak dada, skala nyeri, perubahan frekuensi pernapasan
5.
Hambatan mobilitas di tempat tidur b.d keterbatasan lingkungan akibat terpasang WSD
Mengeluh takut bergerak Karena terpasang WSD
Terpasang WSD, pasien Tirah baring.
6 kerusakan integritas kulit Mengeluh adanya luka Terpasang WSD
20
b.d faktor mekanikterpasang WSD
di dada akibat prosedur infasif
7. Resiko infeksi b.dprosedur invasive
-Terdapat selang WSD di dada
2.3.3 Perencanaan Keperawatan
NODiagnosa
keperawatanTujuan (Goal, objective,outcomes)
Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan Pola nafas b.d deformitas dinding dada yang ditandai dengan Mengeluh sesak saat bernapas, Dyspnea, takipnea, pola nafas tidak teratur, nafas dangkal, batuk dengan atau tanpa hemoptisis
Goal: Klien akan mempertahankan pola nafas efektif selama dalam perawatanObjective: Klien tidak akan mengalami penurunan ekspansi paru selama dalam perawatan.Outcomes: Dalam waktu 5 menit perawatan klien:- tidak dispnea- tidak takipnea- pola napas teratur- napas tidak dangkal- tidak ada batuk
dengan atau tanpa hemoptisis
1. Ajarkan teknik relaksasi untuk membantu menurunkan ansietas. Pengajaran tersebut meliputi pemberian informasi tentang imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif dan latihan bernapas.
2. Bantu dengan pemasangan selang dada sesuai anjuran
3. Berikan analgesik tanpa depresi pernafasan
4. Tinjau ulang x-ray dada
5. Inspeksi thoraks untuk pergerakan simetris pernapasan
6. Observasi perubahan pada hitungan pernafasan dan kedalaman. Nadi, dan tekanan darah
7. Pantau respon emosional
8. Pantau nyeri
1.Untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kontrol diri pasien.
2.Membantu dalam pelebaran paru
3.Mengurangi nyeri yang mungkin terjadi setiap selingan nafas
4.Untuk melihat kerusakan skeletal dan pengaruh paru
5.Menunjukkan keadekuatan dan status system kardiovaskuler
6.Menunjukkan keadekuatan dan status system kardiovaskuler
7.Deteksi penggunaan hyperventilasi sebagai suatu faktor komplikasi
8.Untuk melihat atau mengetahui faktor-faktor penyebab
21
9. Pantau pola nafas untuk SOB, nasal flaring, dan penggunaan asesoris otot dan retraksi intercostals
nyeri
9.Mengindentifikasi peningkatan kerja pernafasan
2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus dalam jumlah berlebihan yang ditandai denganMengeluh batuk berdahak bercampur darah.Pasien batuk mengeluarkan sekret yang kental dan hemoptisis, bunyi napas ronchi, bernapas menggunakan otot-otot tambahan pernapasan seperti adanya retraksi dada.
Goal : Klien akan meningkatkan bersihan jalan napas yang efektif selama dalam perawatan.Objective: Klien tidak akan mengalami penumpukan sekret di jalan napas selama dalam perawatanOutcomes: Dalam waktu 5 menit perawatan klien akan:- Mengatakan tidak
ada batuk berdahak bercampur darah
- Batuk tidak mengeluarkan sekret kental dan hemoptisis.
- Bernapas tidak menggunakan otot-otot tambahan pernapasan
1. Ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2- 4jam
2. Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
3. Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
4. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat - obatan
5. Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan,penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap peruhan
6. Kaji kualitas sputum: warna, bau, konsistensi.
1.Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
2.Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
3.Membantu mengembangkan secara maksimal.
4.Mencegah kekeringan mukosa,mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
5.Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya secret
6.Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya
22
3 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar yang ditandai dengan Mengeluh pusingbunyi nafas menurun atau hilang pada daerah yang terpengaruh, Dyspnea, takipnea; pao2 <70 mmHg, paCo2 <35mmHg, pH >7.45, sianosis, somnolence, kurang istirahat, hiperresonan pada daerah tersebut; penurunan taktil fremitus pada daerah yang terpengaruh.
Goal: Klien akan meningkatkan pertukaran gas yang adekuat selama dalam perawatanObjective: Klien akan mempertahankan membrane kapiler alveolar kembali normal selama dalam perawatanOutcomes: Dalam waktu 1x5 menit, perwatan klien :- tidak akan
mengeluh pusing- bunyi nafas kembali
normal- (Pao2 = 80-
100mmHg- paco2 = 35-45
mmHg; pH arteri = 7.35 – 7.45)
1. Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas sesuai toleransi pasien
2. Dampingi pasien
3. Pertahankan jalan napas paten
4. Auskultasi paru
5. Sediakan alat bantu emergensi; emergensi cart dan pemajanan intubasi atau pemasangan selang
6. Berikan oksigen sesuai yang dianjurkan
7. Observasi warna kulit dan pengisian pada pembuluh kapiler
8. Pantau tingkat kesadaran, kelesuan, dan iritasi
9. Monitor elektrokardiogram
10. Monitor CBC
1.Menurunkan kebutuhan oksigen
2.Untuk melakukan observasi lebih dekat
3.Untuk mengurangi kerja system pernafasan
4.Menunjukkan keadekuatan pertukaran gas dan deteksi atelektasis
5.Menyediakan tekanan pneumotoraks atau intubasi
6.Meningkatkan pertukaran gas; mengurangi kerja system pernafasan
7.Menunjukkan jumlah hemoglobin pembawa oksigen dan adanya infeksi
8..Penurunan tingkat kesadaran menunjukkan adanya sianosis
9..Mendeteksi disritme sekunder terhadap perubahan gas darah
10. Menunjukkan keadekuatan sirkulasi
4 Nyeri akut b.d agen cedera (fisik) yang ditandai denganMengeluh sakit di daerah dada Wajah tampak Meringis
Goal: Klien akan menurunkan nyeri akut selama dalam perawatanObjective: Klien tidak akan mengalami
1. Ajarkan teknik untuk mengurangi nyeri mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/ perbincangan, relaksasi/ latihan napas
1.Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan
23
kesakitan, terdapat nyeri tekan pada daerak dada, skala nyeri, perubahan frekuensi pernapasan
cedera fisik selama dalam perawatanOutcomes: Dalam waktu 1x24 jam perawatan,- Klien akan
mengatakan nyeri berkurang.
- tidak akan meringis kesakitan.
- tidak akan merasa nyeri ketika daerah dada ditekan.
- Skala nyeri 1-3 atau 0
2. Tentukan karakteristik nyeri, mis., tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/lokasi/intensitas nyeri
3. Pantau tanda vital:TD, N, S, RR.
dan memperbesar efek terapi analgesic
2.Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada dan hemothoraks
3.Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat
5 Hambatan mobilitas di tempat tidur b.d keterbatasan lingkungan akibat terpasang WSD yang ditandai denganMengeluh takut bergerak Karena terpasang WSDTerpasang WSD, pasien Tirah baring.
Goal: klien tidak akan menurunkan hambatan mobilitas fisik di tempat tidur selama dalam perawatanObjective: tidak terpasang WSDOutcomes: dalam waktu 3x24 jam perawatan klien akan: - mengatakan
mampu melakukan mobilitas di tempat tidur
- tidak terpasang WSD
1. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
2. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
3. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
4. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
5. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
1.Batasan kemampuan aktivitas optimal
2.Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
3.Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan
4.Sebagai suaatusumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien.
5.Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
24
25
6 Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanikterpasang WSD yang ditandai denganMengeluh adanya luka di dada akibat prosedur infasifTerpasang WSD
Goal: Klien akan menurunkan gangguan integritas kulit selama dalam perawatanObjective: Klien tidak akan mengalami trauma mekanik karena pemasangan WSDOut comes: - tidak ada tanda-tanda
infeksi seperti pus.- luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi:
TD: sistol 100-120mmHg, Diastol : 60-90 mmHg, S:36,5-37,5o C, N: 60-100 x/m, RR:18-20 x/m
1. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas
2. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan
3. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement
4. Pantau peningkatan suhu tubuh
5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
6. Observasi kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
7. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
1.Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
2.Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
3.Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya
4.Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan
5.Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi
6.Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
7.Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
26
7 Resiko tinggi infeksi b.d prosedur invasif yang ditandai denganterpasang WSD
Goal: Klien akan menurunkan resiko infeksi selama dalam perawatanObjektif: -Outcomes: - tidak ada tanda-
tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi: TD: sistol 100-120 mmHg, Diastol : 60-90 mmHg,
- S:36,5-37,50C- N: 60-100 x/m,- RR:18-20 x/m
1.Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
2.Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
3.Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
4.Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
5.Pantau tanda-tanda vital.
1.Untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
2.Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen
3.Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi
4.Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen
5.Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat
(Taylor, 2010)
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana intervensi
yang telah dibuat
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dibuat untuk menilai kriteria hasil tercapai
seluruhnya, sebagian, dan tidak tercapai
27
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff dkk. (2002). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press:
Surabaya.
Depkes RI. (2005). Materi Teknis Medik Khusus catatan Ke Dua. Depkes: Jakarta
Doengoes Marilynn E, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC: Jakarta.
Muttaqin, Arif, (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan, Salemba Medika: Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI:
Jakarta
Nanda (2013). Diagnosa Keperawatan : Definisi Dan Klasifikasi 20013-2014.
Jakarta: EGC.
Susan & June, Respiratory Disorders, Mosby: St. Louis, Missouri, 1990
Somantri, Irman (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Medika: Jakarta.
Taylor,C.M. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
28
top related