aspek diagnosis dan terapi seorang pasien dengan …
Post on 16-Nov-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
LAPORAN KASUS
ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN
DENGAN PRIMARY CUTANEOUS LARGE B-CELL
LYMPHOMA, LEG TYPE
INDRAWANTI KUSADHIANI
1314048209
PEMBIMBING
dr. Ni Made Renny A. Rena Sp.PD, KHOM
PROGRAM STUDI PENYAKIT DALAM
FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2018
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya
sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tinjauan Kepustakaan
ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan
Pendidikan pada Program Studi Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
/ RSUP Sanglah Denpasar
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. dr. Ni Made Renny A. Rena Sp.PD, KHOM selaku pembimbing laporan kasus ini.
2. Seluruh staf supervisor Departemen/KSM Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP
Sanglah.
3. Rekan-rekan yang tidak sempat kami sebutkan satu-persatu, atas bantuan dan
dukungannya secara moral maupun material.
Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
COVER DEPAN ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
BAB II ISI ....................................................................................................... 3
2.1 Kasus ..................................................................................................... 3
2.2 Pembahasan ........................................................................................... 7
2.2.1 Epidemiologi ................................................................................ 7
2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi ............................................................ 7
2.2.3 Diagnosa ...................................................................................... 8
2.2.4 Diagnosis Banding ....................................................................... 11
2.2.5 Pemeriksaan Laboratorium …………………….. ........................ 13
2.2.6 Klasifikasi PCBCL dan Penanda Biologi .................................... 14
2.2.7 Stadium ........................................................................................ 18
2.2.8 Terapi ........................................................................................... 19
2.2.9 Prognosis ...................................................................................... 21
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 22
3.1 Ringkasan............................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambaran pemeriksaan histopatologi pasien.................................. 5
Gambar 2. Foto lesi kulit pasien sebelum dan sesudah kemoterapi ................. 6
5
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik immunophenotypic sel B neoplastik pada PCBCL ....... 10
Tabel 2. Modalitas utama pada penatalaksanaan primary cutaneous B-cell
lymphoma ............................................................................................ 21
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Primary Cutaneus Lymphoma (PCL) merupakan limfoma ekstra nodal dengan
lokasi primer pada kulit, dimana angka kejadiannya sekitar 10 kasus/juta penduduk/tahun
dan sekitar 20-30% adalah primary cutaneous B cell lymphoma (PCBCL).
Patologifisologinya masih belum jelas, disebabkan oleh multifaktorial dan etiologi
mungkin melibatkan rangsangan antigen kronis, seperti infeksi bakteri dan virus. Lesi kulit
dapat berupa plak, nodul atau tumor, ulkus dapat soliter atau multipel. Selain dari
gambaran klinis, laboratorium dan radiologi penegakan diagnosis PCBCL terutama
berdasarkan biopsi kulit (histopatologi) kemudian dilengkapi dengan pemeriksaan
imunohistokimia dan immunophenotypic serta sitogenetik dan genotypic. Diagnosis
banding PCBCL terutama meliputi pseudolimfoma dan primary cutaneous T-cell
lymphoma (PCTCL), serta limfoma sel B sistemik dengan keterlibatan kulit.1,2
Seperti limfoma kulit lainnya, PCBCL dikategorikan berdasarkan klasifikasi
konsensus antara European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC)
tahun 2005, dan klasifikasi WHO tentang kanker hematopoietik dan jaringan limfoid, yang
terakhir diperbarui tahun 2008. WHO-EORTC membagi tiga kategori utama PCBCL, yang
berbeda dari sudut pandang biologis dan sesuai dengan gambaran k linis dan laboratorium:3
a) Primary Cutaneous Marginal Zone Lymphoma (PCMZL), berasal dari jaringan mucosa
associated lymphoid tissue (MALT), lebih spesifik dari skin associated lymphoid tissue
(salt);
b) Primary Cutaneus Follicle Center Lymphoma (PCFCL), berasal dari folikel kutaneous
sel B; dan
c) Primary Cutaneus Large B Cell Lymphoma (PCLBCL), dibagi menjadi dua kelompok
utama yaitu "leg type" dan "others type".
Manifestasi klinis PCBCL umumnya lebih banyak indolen dan prognosis biasanya
lebih baik dibandingkan dengan keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), meskipun
tingkat rekurensi lebih tinggi. Tipe PCMZL dan PCFCL memiliki prognosis yang sangat
7
baik, dengan angka harapan hidup 5 tahun lebih tinggi dari 90% pada kedua kasus,
sedangkan untuk PCLBCL, terutama leg type, prognosis untuk angka harapan hidup 5
tahun lebih rendah yaitu dibawah 60%. Modalitas terapeutik yang tersedia beragam, antara
lain pembedahan, radioterapi, kortikosteroid, antibiotik, antibodi monoklonal dan
interferon, serta monoterapi atau polikemoterapi. Pengobatan harus disesuaikan
berdasarkan jenis limfoma, stadium klinis, serta karakteristiknya limfoma berupajenis
limfoma, jumlah lesi, luas, lokasi dan distribusi lesi kulit.2,3
Primary cutaneous large B cell lymphoma, leg type (PCLBCL-LT) merupakan
salah satu jenis limfoma kutaneus primer sel B yang cukup jarang dengan manifestasi
klinis berupa gambaran lesi kulit berbentuk nodul, plak atau ulkus dengan ukuran yang
bervariasi, dengan manifestasi tersering pada regio ekstremitas bawah. Dengan
mempelajari gambaran klinis, diagnosis dan terapi limfoma kutaneus primer sel B yang
sangat jarang, kita dapat mengenali jenis limfoma ini dengan cepat sehingga penanganan
menjadi lebih baik. Oleh karena kasus PCLBCL-LT ini cukup jarang dan penegakan
diagnosanya membutuhkan tambahan pemeriksaan imunohistokimia, maka laporan kasus
ini diangkat untuk lebih memahami tentang aspek diagnostik dan penatalaksanaan pasien
dengan PCLBCL-LT. Berikut ini akan dilaporkan suatu laporan kasus yang berjudul aspek
diagnosis dan terapi seorang pasien dengan Primary Cutaneous Large B Cell Lymphoma,
Leg Type.
8
BAB II
ISI
2.1 Kasus
Seorang laki-laki usia 45 tahun, pekerjaan petani, datang ke triage bedah RSUP
Sanglah tanggal 29 Agustus 2017 dengan keluhan utama luka pada betis kaki kiri. Keluhan
luka pada betis kaki kiri diawali dengan munculnya benjolan sebesar telur ayam kampung
sebanyak 1 buah, berwarna merah muda sejak 5 bulan yang lalu. Benjolan itu pecah sejak 3
bulan yang lalu dan menimbulkan luka yang tidak kunjung sembuh. Setelah benjolan pecah
lesi tersebut bertambah luas sampai ke belakang betis dan bertambah nyeri. Sebelumnya
pada bulan mei munjul benjolan sebesar telur puyuh, berjumlah 2 buah di selangkangan
kiri, dimana satu benjolan tersebut pecah dan mengering.
Pasien juga mengalami demam hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu, tidak terlalu
tinggi. Pasien juga mengeluh mual, tidak ada nafsu makan dan muntah sebanyak 2 kali
sejak 2 minggu yang lalu. Pasien sering merasakan lemas dan tidak dapat melaksanakan
aktivitasnya di luar rumah. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebanyak 8 kg
sejak 5 bulan terakhir. Batuk dan sesak disangkal. Buang air kecil dirasakan lebih sering
sejak 2 tahun belakangan terutama pada malam hari, pasien bisa 2-3 kali BAK pada malam
hari. Buang air besar dirasakan biasa satu kali sehari.
Riwayat penyakit sebelumnya adalah pasien memiliki riwayat penyakit kencing
manis sejak 10 tahun yang lalu, namun sejak 1 tahun yang lalu pasien sudah menggunakan
insulin karena komplikasi kaki diabetes dan ibu jari kaki kiri sudah diamputasi tahun lalu.
Riwayat penyakit keganasan sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit darah tinggi
disangkal dan penyakit paru-paru sebelumnya disangkal. Pasien sudah menikah dan
memiliki anak. Riwayat penyakit kanker dalam keluarga dikatakan tidak ada.
Pemeriksaan fisik saat pasien datang ke UGD didapatkan kesadaran compos mentis
E4V5M6, kesan sakit sedang, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90 kali/menit, frekuensi
napas 20 kali/menit, suhu 36,80C dan skor nyeri 2/10. Pada konjunctiva tidak tampak
anemia dan pada sklera tidak tampak ikterus. Pada pemeriksaan jantung didapatkan dalam
9
batas normal. Dari pemeriksaan paru didapatkan, kedua paru simetris, bunyi pernapasan
vesikuler dan tidak ditemukan ronki maupun wheezing pada kedua lapangan paru.. Dari
pemeriksaan abdomen tidak ditemukan adanya massa, tidak ada asites, tidak ada nyeri
tekan, hepar dan lien tidak teraba, namun pada region inguinal sinistra ditemukan adanya
pembesaran KGB sebanyak 1 buah ukuran 1 x 0,5 cm, dapat digerakkan (+), tidak nyeri,
dan tidak ada hiperemis. Selain itu terdapat sisa pembesaran KGB yang sudah pecah dan
menimbulkan jaringan parut yang berbentuk ulkus. Pada ekstremitas bawah dijumpai nodul
dan plak berbentuk seperti ulkus berwarna kemerahan dengan dasar luka berwarna merah,
bercampur pus disertai dengan nyeri tekan serta tepi luka nampak hiperemis. Lesi yang
berbentuk plak dan ulkus tersebut berukuran 18 x 15 cm. Regio cruris dirasakan masih
hangat dan arteri dorsalis pedis masih teraba.
Dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan WBC 13,36, Neutrofil 11,6 (86,8%),
Limfosit 0,73 (5,48%), Monosit 0,88 (6,56%), Basofil 0,08 (0,58%), Eosinofil 0,08
(0,57%), HGB 9,39, HCT 29,76%, MCV 85,8, MCH 27,07, dan PLT 341,7. Dari
pemeriksaan kimia darah didapatkan BS acak 553 mg/dl, BUN 38,8 mg/dl, SC 2,1 mg/dl,
SGOT 8,0 U/L, SGPT 8,1 U/L, asam urat 11,2 mg/dl, LDH 302 U/L, kalium 5,4 mmol/L,
natrium 122 mmol/L, dan HbA1C 9,4. Dari pemeriksaan foto thoraks cor dan pulmo dalam
batas normal. Oleh TS Bedah pasien didiagnosis dengan diabetes mellitus – diabetic foot
DM-DF grade III-IV regio cruris sinistra pro debridement. Kemudian pasien dikonsul ke
TS Interna, dengan diagnosis DM Tipe II, DM-DF regio cruris grade III-IV pro
debridement dengan sepsis, anemia ringan normositik normokrom et causa suspek anemic
on chronic disease, DM Tipe 2, ACKD prerenal on CKD ec susp PNC. TS Bedah
memberikan IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, paracetamol 3 x 750 mg, ceftriaxone 1 x 2 gr
IV dan metronidazole 3 x 500 mg IV. Dari TS interna menambahkan dengan bolus insulin
5 unit IV, dilanjutkan drip insulin 5 unit/jam IV, tranfusi PRC hingga Hb lebih dari 10
mg/dl.
Dua hari kemudian pasien dilakukan tindakan debridement. Namun setelah hari
kesepuluh post operasi debridement dan pemberian antibiotik, luka tidak kunjung sembuh
dan diputuskan untuk debridement dan biopsi ulkus pada tanggal 13 September 2017, 7
hari kemudian keluar hasil PA, menunjukkan suatu Non Hodgkin Lymphoma, diffuse,
10
mixed small and large cell (intermediate grade). Dan dilakukan review PA tanggal 18
oktober dengan hasil diffuse large B cell lymphoma, cenderung primary cutaneous DLBCL,
leg type. Kemudian pasien dipulangkan dan kontrol ke poli BTKV pada tanggal 22
september 2017, selanjutnya berdasarkan hasil PA tersebut pasien dikonsul ke TS HOM
untuk kemoterapi LNH kutaneus regio cruris sinistra. Dari hasil pemeriksaan
imunohistokimia tanggal 11 Desember 2017 menunjukkan CD-20 positif, CD-3 negatif,
Ki-67 positif pada 80% sel, CD-10 negatif, MUM-1 dan PAX-5 positif , CD-30 negatif dan
BCL-6 sedang tidak tersedia sehingga tidak dapat diperiksa.
Gambar 1. Gambaran hasil pemeriksaan histopatologi pasien
Pada akhirnya pasien didiagnosis dengan primary cutaneous diffuse large B cell
lymphoma, leg type stadium T2bN1M0 dengan skor karnofsky 70-80%. Primary cutaneous
large B cell lymphoma (PCLBCL) merupakan salah satu jenis limfoma non Hodgkin
ekstranodal yang cukup jarang dengan manifestasi primer berupa nodul, plak atau ulkus
pada kulit, sebagian besar pada region cruris namun bisa juga pada bagian tubuh yang lain..
Pasien kemudian dipersiapkan untuk kemoterapi Cyclophosphamid Doxorubicin
Vincristin, dan Prednison (CHOP). Dari pemeriksaan USG abdomen tanggal 5 Oktober
2017 didapatkan hasil lesi hiperechoic batas tegas pada gallbladder suspect giant polip dd/
sludge ball, tak tampak nodul metastase pada hepar dan paraaorta. Dari pemeriksaan
kardiologi tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan kemoterapi CHOP. Selanjutnya pasien
dilakukan kemoterapi pada pertengahan oktober 2017. Setelah kemoterapi pertama regimen
11
CHOP didapatkan lesi ulkus mulai mengering dan benjolan KGB di inguinal kiri
menghilang. Pada akhir desember 2017 keluarlah hasil laboratorium CD 20 yang
dinyatakan positif, yang menunjukaan LNH jenis tersebut sensitif dengan tambahan
regimen rituximab. Selanjutnya pasien rutin mendapatkan kemoterapi rituximab 375
mg/m2 (600 mg) intravena (IV), cyclofosfamid 750 mg/m2 (1000 mg) IV, doxorubicin 50
mg/m2 (75 mg) IV, vincristine 1,4 mg/m2 (2 mg) IV dan prednisone 3 x 20 mg intraoral
selama 5 hari.
Gambar 2. Foto lesi kulit pasien sebelum dan sesudah kemoterapi.
Dalam perkembangannya setelah beberapa kali kemoterapi hingga april 2018
pasien sudah mendapat kemoterapi sebanyak 4 siklus untuk rituximab dan 6 siklus CHOP.
Rituximab hanya empat kali diberikan karena hasil imunohistokimia CD20 baru keluar 2
bulan setelah diagnosis. Setelah mendapat kemoterapi R4CHOP6 nampak perubahan yang
sangat signifikan dari lesi tumor, didapatkan ulkus menjadi kering sempurna, pembesaran
KGB di inguinal sinistra menghilang, tidak muncul nodul atau KGB baru pada regio cruris
Pro kemoterapi
kemoKemo
Post kemoterapi R4CHOP6
12
dan inguinal, tidak terjadi toksisitas kardiologi dan hematologi serta perfoma status pasien
menjadi jauh lebih baik, saat ini dengan skor karnofsky 90%.
2.2 Pembahasan
2.2.1 Epidemiologi
Sebuah studi epidemiologi Amerika tahun 2009, didapatkan 3.884 kasus Primary
Cutaneus Lymphoma (PCL) yang didiagnosis di Amerika Serikat antara tahun 2001 dan
2005, terungkap bahwa 71% adalah PCTCL (7,7 kasus / juta penduduk /tahun) dan 29%
adalah PCBCL (3,1 kasus/juta penduduk/tahun). Insiden tertinggi PCTCL diamati pada
orang kulit hitam, sedangkan insidensi PCBCL tertinggi diamati pada orang Kaukasia non-
Hispanik (masing-masing 10.0 dan 3,5 kasus/ juta penduduk/tahun). Studi ini juga
menunjukkan peningkatan kejadian PCL pada tahun 2001-2003, dibandingkan dengan
yang diobservasi pada tahun 1980-1982 (masing-masing 14,3 dan 5,0 kasus/juta
penduduk/tahun), sedangkan antara tahun 2004 dan 2005 (12,7 kasus / juta penduduk /
tahun).4
PCLBCL, Leg Type menyumbang sekitar 20% dari keseluruhan tipe PCBCL dan
4% dari keseluruhan limfomakutaneus. Lebih sering terjadi pada usia lanjut decade ke-7.
Prevalensi berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki : perempuan yaitu 1:3 sampai 1:4.
2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi
Patofisiologi PCBCL hanya sebagian yang dapat dipahami. Hal ini diyakini karena
PCBCL diawali oleh proses reaktif limfoproliferatif inflamasi dan limfomagenesis terjadi
secara bertahap. Sehingga terdapat istilah "kasus borderline" yang sulit untuk dibedakan
antara pseudolimfoma (reaktif lymphoid hyperplasia) dan limfoma yang sebenarnya.
Kondisi transisi dari pra-neoplastik ke neoplastik nampaknya ditentukan oleh
ketidakseimbangan antara proliferasi sel dan apoptosis, jalur deregulasi biokimia mayor
untuk tranmisi sinyal intraselular, adhesi sel dan migrasi, serta ekspresi onkogen dan / atau
penghambatan gen penekan tumor (tumor suppressor genes).5
Stimulasi antigenik kronis dan infeksi bakteri serta virus tampaknya merupakan
faktor predisposisi, namun penelitian untuk mendukung asumsi ini masih jarang. Dalam
banyak kasus, agen etiologi masih tidak diketahui. Mengacu pada infeksi virus, peran
13
penting virus herpes, seperti virus Epstein Barr (EBV) dan Human Herpes Virus tipe 8
(HHV8), tercatat ditemukan infeksi virus tersebut pada beberapa limfoma, terutama terjadi
pada orang dengan immunocompromised, seperti pada pasien yang terinfeksi dengan
human immunodeficiency virus (HIV) dan penerima transplantasi.Yang juga patut
diperhatikan adalah kemungkinan hubungan antara Hepatitis C Virus (HCV) dan PCBCL.
Hubungan dengan infeksi bakteri, PCMZL telah dikaitkan dengan infeksi Borrelia
burgdorferi, meski subjek masih kontroversi. Selain itu dari penelitian Jelic dkk ditemukan
adanya serologi Borrelia positif pada 12-22 (55%) kasus PCBCL.5
Limfoma kutaneus sel B bisa juga terjadi pada pasien yang mendapat terapi
methotrexate, khusus untuk rheumatoid arthritis. Dalam banyak hal, kasus EBV telah
didokumentasikan dalam kasus limfoma sel-B dan regresi lesi telah terjadi setelah
penghentian obat tersebut, menunjukkan bahwa metotreksat memicu imunosupresi
sehingga memiliki peran yang menentukan dalam memicu limfoproliferasi.6
2.2.3 Diagnosa
a. Manifestasi klinis
Gambaran lesi PCBCL,LT seperti tambalan, plak dan nodul berbentuk ulserasi atau
tumor tunggal atau multipel, biasanya dengan konsistensi yang keras dan berbatas tegas.
Meskipun penyebaran ekstrakutan bisa terjadi, namun dalam banyak kasus penyakit ini
tetap terlokalisir di kulit. Kecurigaan diagnosis ditetapkan dengan melakukan biopsi lesi
kulit, melalui histologis dan pemeriksaan sitologi, dilengkapi dengan pemeriksaan
imunofenotyping. Gambaran lesi PCBCL,LT bisa ditemukan pada satu atau kedua kaki.
Hanya sekitar 10-15% manifestasi klinik berada di luar ekstremitas bawah. Seperti halnya
pada kasus ini, lesi PCBCL,LT dijumpai pada satu sisi ekstremitas bawah. 1,3
b Histologi dan sitologi
Pola keterlibatan kulit pada PCBCL berbeda dengan PCTCL ditandai dengan
nodular atau diffuse, infiltrat limfoid terletak terutama di dermis, dan daerah sub-epidermal
"zona Grenz". Dari sudut pandang sitologi, sel B neoplastik menyerupai sel B normal yang
merupakan sel asal, yaitu centrocytes dan centroblasts dalam kasus PCFCL, monosit zona
14
marginal sel B dan sel plasma dalam kasus PCMZL, dan centroblast, imunoblast atau sel
anaplastik pada kasus PCLBCL.7
c. Imunohistokimia dan immunophenotypic
Imunohistokimia untuk karakteristik limfoma harus mencakup berbagai jenis
penanda: a) marker untuk menunjukkan asal sel B (misalnya CD19, CD20 dan CD79a); b)
marker untuk karakteristik populasi sel B yang lebih luas (misalnya CD5 dan CD10) dan
untuk mengevaluasi klonalitas (imunoglobulin kappa dan lambda rantai ringan); serta c)
marker untuk karakteristik sel yang menyertainya, terdiri dari sel plasma (misalnya CD
138), sel T (misalnya CD3, CD4, CD8), dan folikel sel dendritik (misalnya CD21).8
Secara umum, PCBCL positif jika ditemukan marker sel B antara lain CD19,
CD20, CD79, IgM atau immunoglobulin gamma (IgG) rantai berat, dan kappa atau lambda
light chain, dan negatif untuk marker sel T (yaitu, CD2, CD3, CD4, CD7 dan CD8). Selain
itu, CD5 berguna untuk menyingkirkan keterlibatan sekunder kulit misalnya pada chronic
lymphocytic leukemia atau small lymphocytic lymphoma (CLL / SLL) dan sel mantel cell
lymphoma (MCL), sedangkan CD10 mungkin positif pada follicle center lymphoma,
terutama yang berasal dari kelenjar.8
Pertanyaan yang sering muncul adalah perbedaan diagnosis antara PCLBCL-leg
type dan PCBCL tipe lainnya, terutama PCFCL dengan pola pertumbuhan menyebar dan
didominasi centroblast. Dalam hal ini, berguna untuk menilai ekspresi molekul lain pada
sel B neoplastik, seperti MUM1/IRF4 (Multiple Myeloma 1 / Interferon Regulatory Factor
4), BCL2 (B-Cell Limfoma 2), BCL6 (B-Cell Limfoma 6) dan HGAL (Human Germinal
center-Associated Lymphoma). Sebuah studi di mana antigen ini dievaluasi oleh
imunohistokimia menunjukkan bahwa kombinasi BCL6 dengan HGAL memiliki
sensitivitas tinggi dan spesifisitas untuk diagnosis PCFCL sedangkan jika positif untuk
BCL2 dan MUM1/IRF4 mendukung diagnosis jenis PCLBCL-leg type. Jadi, MUM1,
BCL2 dan BCL6 adalah marker yang berguna untuk membedakan PCLBCL-leg type
(BCL2 +, BCL6 - / +, MUM1 +) dari PCFCL (BCL2-/+, BCL6 +, MUM1-) dan PCMZL
(BCL2 +, BCL6-, MUM1-) (table 1).7,8
15
Tabel 1. Karakteristik Immunophenotypic sel B Neoplastik pada PCBCL7
Tipe
PCBCL
CD 19
CD20
CD5 CD10 BCL-6 BCL-2 MUM1 FOXP1
PCMZL + - - - + (1) - (3) -
PCFCL + - - / + + -/+ (2) - -/+
PCLBCL-
Leg Type
+ - - - / + ++ (1) + +
Keterangan: BCL-2, B-cell lymphoma 2; BCL-6, B-cell lymphoma 6; MUM1/IRF4, Multiple
Myeloma 1 / Interferon Regulatory Factor 4 protein; FOXP1, Forkhead Box Protein P1; PCFCL,
Primary cutaneous follicle center lymphoma; PCLBCL, Primary cutaneous large B-cell lymphoma;
PCMZL, Primary cutaneous marginal zone lymphomas. (1) t(14;18) negatif; (2) t(14,18) negatif
dan BCL2 negatif pada mayoritas kasus; (3) sel plasma dengan MUM1+
Pada laporan kasus ini pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan CD 20 positif,
CD 3 negatif, Ki-67 positif pada 80% sel, CD 10 negatif, MUM-1 dan PAX-5 positif , CD
30 negatif dan BCL-6 sedang tidak tersedia sehingga tidak dapat diperiksa. CD 20 positif
menunjukkan marker imunohistokimia untuk limfoma asal sel B, sedangkan untuk limfoma
asal sel T ditunjukkan dengan CD 3 positif. Sehingga pada kasus ini menunjukkan
keganasan limfoma asal sel B. Marker imunohistokimia MUM-1 sangat penting untuk
membedakan PCBCL jenis PCFCL dan PCLBCL-leg type. Pada kasus ini MUM-1 positif
merupakan marker imunohistokimia untuk PCLBCL-leg type, selain marker BCL-2 yang
positif namun tidak tersedia marker tersebut. Sedangkan jenis PCFCL ditandai oleh marker
imunohistokimia MUM-1 negatif, dan yang paling penting marker BCL-6 yang positif
meningkatkan sensitivita diagnosis PCFCL, namun pemeriksaan ini tidak tersedia.
Sehingga jelas dari pemeriksaan imunohistokimia disimpulkan limfoma non hodgkin, sel B
jenis sel besar, difus, subtype non GCB (Diffuse Large B Cell Lymphoma, non germinal
center B cell-like subtype).
d. Genetika dan sitogenetik
Sampai saat ini, studi sitogenetik memiliki nilai diagnosis yang terbatas untuk
mendiagnosis PCBCL. Studi yang lebih baru dilakukan secara comparative genomic
16
hybridization (CGH), menggunakan microarrays dan kemudian dikonfirmasi oleh
fluorescence in situ hybridization (FISH) untuk mendeteksi sejumlah besar penyimpangan
genetik berulang pada PCLBCL-leg type, dan walaupun lebih jarang pada PCFCL dengan
dominasi sel besar; sebaliknya jarang ditemukan pada PCFCL indolen dan PCMZL.10
Salah satu gen yang terlibat berulang kali pada PCLBCL-leg type adalah CDKN2A
(cyclic dependent inhibitor kinase 2A), terletak pada lokasi kromosom 9p21, yang sering
mengalami delesi atau inaktivasi sehingga menjadi hipermetilasi. Gen ini mengkode
protein p16 (juga dikenal sebagai INK4 (inhibitor kinase 4) suatu penghambat jalur
proliferasi sel yang tergantung pada CDK4 (cyclin dependent kinase 4) (p26-INK4 / CDK4
aksis), seperti halnya protein p14 (juga dikenal sebagai ARF/alternate open reading
frame), untuk menstabilkan protein p53 (p14-ARF/p53 aksis). Penyimpangan genetik
menyebabkan ketidakstabilan / degradasi protein p53. Selain itu, peningkatan aktivitas
CDK4 menentukan inaktivasi protein Rb (retinoblastoma) protein, dikodekan oleh gen
RB1 yang berada di wilayah 13q14.2, yang secara negatif mengatur perkembangan siklus
sel (p26-INK4 aksis/ Rb), menghasilkan proliferasi sel yang meningkat. Perubahan rekuren
lainnya digambarkan pada PCLBCL-leg type adalah amplifikasi DNA di wilayah 18q21.31
- q21.33, yang mencakup BCL2 dan gen MALT1, dan juga t(8,14) (q24,q32).10,11
Suatu studi menunjukkan bahwa kasus PCLBCL-leg type mengalami amplifikasi
DNA berulang pada lokasi 18q21.31-q21.33 (67% kasus), termasuk gen BCL2 dan
MALT1, dan delesi DNA homozigot rekuren pada lokasi 9p21. (42% kasus), yang terdiri
atas gen CDKN2A, CDKN2B dan NSG-x. Selain itu, beberapa pasien dengan PCLBCL-
leg type (17%) telah mengalami hipermetilasi promotor gen CDKN2A.10,12
2.2.4 Diagnosis Banding
a. Primary cutaneus T-cell lymphoma
Secara umum, aspek sitologis dan histologis yang diamati pada PCBCL berbeda
dengan PCTCL. Secara histologis, pola infiltrasi digambarkan seperti "bentuk bola" dan
"non-epidermotropik" di PCBCL, dan "horizontal", "berbentuk cakram" dan
epidermotropik di PCTCL. Selain itu, sel T neoplastik cenderung memiliki nucleus
indentasi dan serebriform, sementara sel B neoplastik mungkin memiliki aspek centrocytes,
17
centroblasts, immunoblasts atau plasmablasts. Apapun perbedaan morfologinya,
karakterisasi immunophenotypic sel neoplastik dengan imunohistokimia sangat penting
untuk membedakan limfoma sel T (misalnya CD2, CD3, CD4 dan CD8) dari limfoma sel B
(misalnya CD19, CD20 dan CD79).2
b. Cutaneous pseudolymphoma
Diagnosis banding antara "pseudolymphoma" (reactive lymphoid hyperplasia) dan
PCBCL (follicle center atau marginal zone type) bisa jadi sangat sulit. PCBCL, seperti
"pseudolymphoma", kadang kala manifestasi lesi kulit seperti pada gigitan serangga,
vaksinasi atau tato. Dari sudut pandang histologis, pseudolymphoma diamati infiltrasi
nodular dermis oleh sel limfoid, yang dapat berasal dari germinal center, bersama dengan
makrofag dan debris sitoplasma dengan gambaran seperti "starry sky". Sel-sel T, sel
plasma dan eosinofil biasanya lebih melimpah di pinggiran nodul dan di daerah
interfolikular. Demonstrasi dari keseimbangan ekspresi rantai ringan kappa dan lambda
pada limfosit B, penataan ulang poliklonal dari gen IGH dan gambaran jaringan CD21+ sel
dendritik yang terorganisir, bulat atau berbentuk oval, lebih mengarah pada diagnosis
"pseudolymphoma". Sebaliknya, ketidakseimbangan cahaya kappa dan lambda ekspresi
rantai Ig (heavy), penataan ulang gen gen IGH klonal dan adanya jaringan CD21+ sel
dendritik yang tidak terorganisir mendukung diagnosis limfoma.2,13
c. Limfoma sel B lainnya
Limfoma folikular (FL): keterlibatan kulit dapat terjadi pada FL sistemik, jadi
penting untuk menetapkan diagnosis banding. Kepala dan leher adalah daerah yang paling
sering terkena pada kedua kasus tersebut. Positif pada CD10 dan BCL2 dan kehadiran
t(14,18) lebih sering terjadi pada keterlibatan kulit secara sekunder pada sistemik FL
daripada di PCFCL. BCL6 adalah positif dalam kedua kasus tersebut.3,7
d. Mantle cell lymphoma (MCL)
Keterlibatan kulit oleh MCL jarang terjadi dan biasanya sekunder. Pemeriksaan
histopatologis kulit menunjukkan infiltrasi pada dermis dan jaringan subkutan oleh sel
limfoid atipikal, positif pada CD20, CD5, CD43 dan cyklin D1, tapi negatif pada CD10 dan
CD23.14
e. B-cell chronic lymphositic leukemia (B-CLL)
18
Seperti MCL, B-CLL mungkin juga melibatkan kulit. Limfosit B-CLL adalah
CD5+, namun berbeda dengan yang terjadi dengan MCL, B-CLL juga CD23 dan CD20
positif, dan tidak mengekspresikan cyclin D1.15
f. Macroglobulinemia Waldenström
Penyakit ini ditandai dengan perluasan sel B klonal dengan diferensiasi
plasmasitoid, yang menghasilkan sejumlah besar IgM dan infiltrat sumsum tulang, kelenjar
getah bening dan limpa. Manifestasi kutaneus beragam dan bisa terdiri dari urtikaria dan
ruam purpura, ulkus, lesi bulosa dan vaskulitis.16
g. Neoplasma sel plasma
Plasmacytoma kutaneous dapat merupakan primer (tidak ada manifestasi ekstra
kutaneus) atau sekunder dan, dalam kasus terakhir, muncul pada pasien dengan mieloma
sel plasma atau leukemia sel plasma, dan jarang muncul sebagai manifestasi klinis pertama
dari penyakit. Pada mieloma sel plasma, spikula hyperkeratotic dapat diamati pada wajah.17
h. Limfoma Burkitt
Ini adalah neoplasma sel B yang agresif yang bisa melibatkan kulit. Dalam bentuk
endemik, terjadi pada anak-anak di Afrika Tengah, dimana pada kebanyakan kasus
dikaitkan dengan infeksi EBV. Kasus sporadis di Negara Eropa dan Amerika mungkin
terkait atau tidak terhadap EBV dan mungkin terjadi pada pasien terinfeksi HIV.18
2.2.5 Pemeriksaan Laboratorium
Pada PCBCL, pemeriksaan laboratorium atau pencitraan dapat berkontribusi pada
limfoma namun tidak dapat untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan karena dua alasan: untuk memastikan bahwa itu adalah PCLBCL dan bukan
keterlibatan kulit sekunder oleh limfoma sistemik; dan untuk menyingkirkan penyakit
terkait, karena ini sangat penting untuk keputusan terapi.3,7
Secara umum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap dengan
diferensial leukosit dan biokimia, yang mencakup pemeriksaan fungsi hati dan ginjal,
pengukuran kadar beta2-mikroglobulin, laktat dehidrogenase (LDH), indikator tumor lisis
syndrome. Jika keterlibatan leukemia (limfositosis, limfosit atipikal) dicurigai pada
diagnosis atau selama perkembangan penyakit, pemeriksaan imunofenotipik limfosit darah
perifer harus dilakukan. Tes tambahan untuk stadium termasuk rontgen thorax dan
19
ultrasonografi abdomen. Pada pasien dengan PCLCBL dan pada kasus stadium lanjut,
computed tomography (CT) toraks, abdomen dan panggul juga harus dilakukan. Biopsi
bone marrow (sumsum tulang) dilanjutkan imunofenotip wajib dilakukan untuk
menyingkirkan keterlibatan sumsum tulang. Jika ditemukan pembesaran KGB, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan biopsi eksisi, untuk menyingkirkan limfoma ekstrakutan dan/atau
keterlibatan nodal pada limfoma kulit. Studi histopatologis dan imunohistokimia harus
dilengkapi dengan immunophenotyping berbasis cytometri bila memungkinkan.19
2.2.6 Klasifikasi PCBCL dan Penanda Biologi
Secara umum PCBCL dibagi dalam 3 tipe, yang memiliki gambaran berbeda baik
dari sudut pandang biologis, klinis dan karakteristik laboratorium.
a. Primary cutaneus marginal zone B-cell lymphoma (PCMZL)
PCMZL adalah limfoma sel B zona marginal, berasal dari MALT (Mucosa
Associated Lymphoid Tissue). PCMZL mewakili sekitar 10% dari semua PCL,
menunjukkan klinis indolen dan prognosis yang sangat baik, dengan tingkat kelangsungan
hidup dalam 5 tahun melebihi 95%. PCMZL dapat berkembang dari infiltrasi reactive lymp
hoid dan dalam beberapa kasus, terdapat hubungan dengan infeksi Borrelia burgdoferi.
Primary cutaneous immunocytoma dan primary cutaneous plasmacytoma dianggap sebagai
varian PCMZL3
Secara klinis, PCMZL biasanya bermanifestasi dalam bentuk eritematosa soliter
atau multiple, papul, plak, nodul atau tumor, sering terletak pada batang tubuh dan tungkai,
dan lebih jarang pada kepala dan leher. Temuan histologis meliputi infiltrat non-
epidermotropik nodular atau difus, terdiri dari limfosit ukuran kecil atau sedang, dengan
nukleus indentasi dan sitoplasma pucat (zona marginal sel B atau sel B monocytoid), dan
banyak sel lymphoplasmacytoid. Selain itu, agregasi sel plasmacytoid dan sel-sel ini
mungkin menunjukkan inklusi sitoplasma positif pada pemeriksaan Periodic Acid Schiff
(PAS), biasa disebut sebagai “Dutcher bodies".7
Fenotip sel B tumor, terdokumentasi oleh studi imunohistokimia, positif pada
CD19, CD20, CD22, CD43, CD79a, BCL2 dan KiM1p (sel B monocytoid), dan negatif
pada CD5, CD10, CD23 dan BCL6. Analisis penataan ulang gen IGH secara umum
menunjukkan pola klonal. Namun, translokasi kromosom lainnya ditemukan pada limfoma
20
MALT yang melibatkan gen MALT1-t (11; 18) (q21, q21) (API2 /MALT1) dan t (14; 18)
(q32, q21) (IGH/MALT1) tidak ditemukan pada PCMZL, jadi studi sitogenetik memiliki
nilai yang sangat terbatas dalam diagnosis.20
b. Primary Cutaneous Follicle Center B Cell Lymphomas (PCFCL)
PCFCL berasal dari sel B dari germinal center folikel limfoid dan berkontribusi
sekitar 10% dari semua jenis PCL. PCFCL memiliki prognosis yang baik, dengan tingkat
kelangsungan hidup 5 tahun melebihi 90%; demikian juga, relaps dan penyebaran
ekstrakutaneus jarang terjadi. PCFCL juga dikenal sebagai "Crosti’s Lymphoma", untuk
menghormati Crosti, yang menemukannya tahun 1951 pada sejumlah pasien dengan plak
eritematosa dan nodul, dengan gambaran "reticulohistiocytoma". Secara umum,
manifestasi PCFCL berupa nodul dan / atau tumor dengan konsistensi yang keras, tidak
mengalami ulserasi, pada daerah kepala dan leher, tapi mungkin juga terjadi di bagian
tubuh yang lain.1,7
Dari sudut pandang histologis, tiga pola pertumbuhannya digambarkan: folikel,
folikular dan berdifusi, dan berdifusi, dimana pola terakhir adalah yang paling sering.
Infiltrasi limfoid terutama tersusun atas sel dengan morfologi sentrosit, dengan beberapa
centroblast dan imunoblast. Sub-epidermal "Zona Grenz" jarang pada banyak kasus.
Berlawanan dengan yang biasanya ditemukan pada infiltrat limfoid reaktif, mitosis jarang
diamati dan makrofag jarang ditemukan. Limfosit B neoplastik adalah CD19+, CD20+,
CD22+, CD79a +, CD5-, CD23 +/-, CD43 +, BCL6 + dan BCL2 - / +. CD10 diekspresikan
terutama pada pola pertumbuhan folikel. Ekspresi BCL2 ini bervariasi, diamati kurang dari
separuh kasus, dan berkorelasi dengan adanya t (14;18) (q32,q21) dan penataan ulang
BCL2. Antigen MUM / IRF4 ditemukan positif pada PCLBCL, tidak ditemukan pada
PCFCL dan mungkin berguna untuk membedakan identitas kedua jenis PCL ini ketika pola
pertumbuhan yang difus.7,21
c. Primary cutaneus large B-cell lymphoma (PCLBCL)
PCLBCL menyumbang sekitar 6% dari semua PCL. Mereka memiliki perilaku
yang lebih agresif dan prognosis yang lebih buruk dibandingkan PCBCL lainnya, dengan
tingkat kelangsungan hidup 5 tahun 20-55%, cenderung menyebar ke jaringan limfoid dan
21
sisi ekstrakutan lainnya. PCLBCL diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kelompok:
"Leg type" dan "Others". 1,7
c.1 Primary cutaneus large B-cell lymphoma leg type (PCLBCL-Leg Type)
PCLBCL-leg type biasanya bermanifestasi seperti nodul atau tumor, tunggal atau
ganda, terlokalisasi dalam satu wilayah anatomi. Mereka lebih sering terjadi pada wanita
yang lebih tua dan, seperti namanya, lesi kulit lebih sering terjadi pada kaki. Jenis ini
memiliki kecenderungan untuk kambuh serta menyebar secara ekstrakutan, termasuk ke
kelenjar limfe regional. Lokasi pada kaki dan adanya multipel lesi diidentifikasi sebagai
faktor prognostik yang buruk pada analisis multivariat. Limfoma biasanya berespon dengan
pengobatan R-CHOP (siklofosfamid, hydroxidoxorrubicin, vincristine dan prednison +
rituximab), kekambuhan terkadang sering terjadi dan pengobatannya tidak lagi bersifat
kuratif.7
Dari sudut pandang histologis, terdapat infiltrasi difus yang terdiri dari sel limfoid
besar, dengan morfologi centroblast atau immunoblasts, menempati dermis dan meluas ke
jaringan subkutan, biasanya tidak melibatkan zona sub-epidermal. Centrocytes dan CD21 +
sel folikel dendritik, yang biasanya ditemukan pada PCFCL, tidak ditemukan pada
PCLBCL. Karakteristik imunofenotif adalah CD19 +, CD20 +, CD22 +, CD79a +, BCL
2+, MUM1 +, BCL6 -/+, CD5-, CD10-, CD138-, dan Cyclin D1-. Positif kuat untuk BCL2
dan MUM1 membantu untuk membedakan limfoma ini dari PCFCL dengan pola
pertumbuhan yang menyebar. Studi molekuler mengkonfirmasi penataan ulang klonal dari
gen IGH dan tidak ditemukan translokasi kromosom t(14;18), namun pada sebagian besar
kasus ditemukan translokasi kromosom t(9;21).22
c.2 Primary cutaneus large B-cell lymphoma, others type
Jenis ini dapat ditemukan berbagai macam sel B besar limfoma, sebenarnya peneliti
tidak menemukan kriteria untuk diagnosis tipe PCLBCL-LT. Kelompok ini adalah
intravascular large B-cell lymphoma, plasmablastic lymphoma, T-cell and histiocyte rich
large B-cell lymphoma, dan CD30+ anaplastic large B-cell lymphoma, dan lain- lain.22
c.2.1 Intravascular large B-cell lymphoma (IVLBCL)
22
Merupakan subtipe limfoma sel B besar yang ditandai dengan akumulasi sel B
neoplastik pada pembuluh darah. IVLBCL sering mempengaruhi sistem saraf pusat, paru-
paru dan kulit dan umumnya memiliki prognosis buruk. Meskipun mungkin keterlibatan
kulit primer, penyakit ini biasanya menyebar luas. Secara klinis bermanifestasi seperti
tambalan dan plak ungu atau lesi telangiektasis, sering terletak di kaki atau batang tubuh.
Pada beberapa kasus, limfoma muncul pada lesi kulit angiomatous. Prognosis biasanya
lebih baik pada kasus dimana presentasi klinik bersifat kutaneous dibandingkan dengan
kasus gambaran klinik lainnya (kelangsungan hidup dalam 3 tahun 56% vs 22%).
Berdasarkan gambaran histologi ditemukan pembuluh darah melebar, diisi oleh sel B besar
neoplastik, pada bagian dermis dan jaringan subkutan. Pengobatan terdiri dari kemoterapi,
bahkan saat gambaran kulit hanya terbatas pada kulit.22
c.2.2 Others Cutaneus Large B-cell Lymphoma
Plasmablastic lymphoma adalah limfoma agresif yang biasanya terjadi pada pasien
immunocompromised, terutama pada pasien HIV dan penerima transplantasi, serta sering
bermanifestasi dalam rongga mulut. Jenis ini terkait dengan infeksi EBV dan HHV8. Sel B
neoplastik memiliki morfologi plasmablastik dan fenotif untuk diferensiasi sel B-terminal
positif untuk CD38, CD138, MUM1 dan EMA (epitel membrane antigen) dan tidak adanya
ekspresi CD20 dan CD79.7,22
T-cell and histiocyte rich large B-cell lymphoma adalah kasus yang jarang (1-2%
limfoma), sering memiliki gambaran keterlibatan KGB atau ekstranodal. Gambaran lesi
primer terbatas pada kulit sangat jarang, hanya pada beberapa kasus saja. Jenis ini pantas
disebutkan secara khusus, sebagai sel B neoplastik yang sangat jarang, sehingga agak sulit
menegakkan diagnosis.22
CD30+ anaplastic large B-cell lymphoma juga patut mendapat perhatian khusus,
karena jenis ini belum bersifat individual yang memiliki ciri khas tersendiri, namun
gambaran lesi nampak berbeda. Studi retrospektif terhadap 10 kasus terungkap bahwa
limfoma ini, memiliki prognosis yang sangat bagus, biasanya berupa lesi kulit tunggal,
lebih sering pada wanita usia tua. Selain itu, cukup sering ditemukan riwayat pengobatan
dengan methotrexate. Diagnosis seringkali sulit karena sel T reaktif dapat mendominasi,
terkadang muncul sebagai reaksi granulomatous. Sel B neoplastik sering memiliki
23
gambaran imunoblastik, dan positif untuk CD20, CD30, CD43 dan BCL2, dengan riwayat
infeksi EBV yang sering terjadi.22
2.2.7 Stadium
Klasifikasi TNM digunakan untuk PCTCL, mycosis fungoid (MF) dan sindrom
Sezary (SS), direvisi pada tahun 2007, tidak sesuai untuk PCBCL. Namun pada tahun yang
sama, EORTC mengusulkan agar sistem TNM (tumour, nodes, dan metastase) digunakan
untuk semua limfoma kulit bukan hanya pada MF/SS . Faktor-faktor yang dipertimbangkan
untuk stadium meliputi jumlah dan ukuran lesi kulit; jumlah daerah tubuh yang terkena dan
apakah lokasi lesi tidak bersebelahan; jumlah keterlibatan KGB dan apakah KGB yang
terlibat perifer atau sentral, dan apakah terdapat keterlibatan organ lain seperti organ
ekstrakutan. KGB perifer misalnya KGB pada antecubital, cervical, supraclavicular, aksila,
inguinal-femoral dan popliteal. KGB sentral misalnya mediastinal, hilus pulmonal,
paraaorta dan iliaka. Adapun klasifikasi TNM untuk limfoma kutaneus non mycosis
fungoides dan sezary syndrome yang disusn oleh ISCL dan EORTC sebagai berikut:2
T (tumor) T1 : lesi kutaneus single
T1a : lesi kutaneus single < 5 cm
T1b : lesi kutaneus single > 5 cm
T2 : keterlibatan lesi kulit satu regio (lesi multiple terbatas pada satu
regio atau 2 regio yang berdekatan
T2a : semua lesi – diameter < 15 cm
T2b : semua lesi – diameter 15 - 30 cm
T2c : semua lesi – diameter > 30 cm
T3 : keterlibatan lesi kulit secara sistemik (generalisata)
T3a : lesi multiple yang melibatkan 2 regio yang tidak berdekatan
T3b : lesi multiple yang melibatkan ≥ 3 regio
N (kelenjar N0 : tidak ada pembesaran kelenjar limfe secara klinis maupun patologis
limfe) N1 : terdapat pembesaran satu region kelenjar limfe perifer (antecubital,
servikal, supraklavikula, aksila, inguinal-femoral, dan popliteal)
pada area yang sama dengan lesi kutaneus
N2 : terdapat pembesaran dua atau lebih kelenjar limfe perifer atau
pembesaran kelenjar limfe yang berbeda area dengan lesi kutaneus
N3 : terdapat keterlibatan kelenjar limfe sentral (mediastinum, hilus
pulmonal, paraaorta, iliaka)
24
M (metastasis) M0 : tidak ada penyebaran pada organ ekstrakutaneus dan non kelenjar
limfe
M1 : terdapat penyebaran ke organ ekstrakutaneus dan non kelenjar
limfe
Pada laporan kasus ini pasien dengan PCLBCL-leg type stadium T1bN1Mo (stadium
IIA), karena pada kasus ini, pasien memiliki 1 lesi dimana lesi tersebut memiliki ukuran
lebih dari 5 cm, terdapat keterlibatan kelejar getah bening perifer pada satu regio yaitu
inguinal sinistra, dan dari USG abdomen tidak ditemukan adanya metastase ekstrakutaneus
dan non-KGB.
2.2.8 Terapi
Pengobatan yang dipilih harus mempertimbangkan jenis limfoma dan stadiumnya,
dan seharusnya disesuaikan dengan risiko (tabel 2) Beberapa modalitas terapeutik tersedia
untuk PCBCL dapat dilihat pada tabel 6. Namun, indikasinya berdasarkan studi retrospektif
(laporan kasus atau serial kasus), dengan kekurangan uji coba kontrol acak yang membantu
mendukung keputusan klinis. Secara umum keputusan terapi adalah: a) perlakuan agresif
untuk PCBCL indolen (PCMZL atau PCFCL) seharusnya dihindari, karena memiliki
prognosis yang sangat baik; b) kemoterapi ditunjukkan pada PCLBCL-leg type dan pada
pasien jenis PCMZL atau PCFCL stadium lanjut, dimana resisten terhadap terapi standar
dan / atau terapi lainnya atau terdapat metastase ekstrakutaneus.24
Penderita PCLBCL, terutama leg type memiliki gambaran klinis lebih agresif dan
prognosis lebih buruk, merupakan kandidat untuk diobati multidrug dengan CHOP
(cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, dan prednison) setiap 21 hari sebanyak 6-8
siklus. Dosis kemoterapi CHOP adalah sama dengan jenis LNH lain tipe diffuse large B-
cell lainnya, yaitu cyclophosphamide 750 mg/m2, doxorubicin 50 mg/m2, vincristine 1,4
mg/m2 dan prednisone 3 x 20 mg selama 5 hari. Pada pasien usia lanjut, dianjurkan untuk
mengurangi dosis doxorubicin (25 mg/m2), vincristine (1 mg/m2) dan cyclophosphamide
(400 mg/m2) dengan tujuan mengurangi toksisitas kardiologi dan hematologi. Penambahan
rituximab pada kemoterapi (misalnya R-CHOP) menunjukkan keuntungan yang lebih baik
dibandingkan dengan kemoterapi CHOP saja, dievaluasi terjadi peningkatan harapan
25
hidup. Rituximab monoterapi menunjukkan respons yang lebih rendah dibandingkan
dengan kombinasi dengan kemoterapi CHOP, dan kekambuhan terjadi lebih awal, namun
dapat digunakan untuk pengobatan paliatif.7,24
Pada kasus diberikan polikemoterapi R-CHOP dan hingga saat ini pasien sudah
selesai menjalani kemoterapi dengan R4CHOP6, 6 siklus CHOP ditambah 4 siklus
rituximab karena pemeriksaan immunohistokimia CD20 baru keluar hasilnya setelah 2
bulan. Pasien menunjukkan complete response, sampe dengan siklus ke 4 kemoterapi luka
kering, tidak timbul lesi baru, dan pembesaran KGB tidak ditemukan. Kemoterapi
dilanjutkan hingga 6 siklus, sehingga kondisi pasien semakain baik dengan perbaikan
performa status, tidak terjadi relaps dan tidak terjadi toksisitas hematologi dan kardiologi.
Pasien rutin kontrol ke poli hematologi untuk evaluasi post kemoterapi.24,25
Pegylated liposomal doxorubicin berhasil digunakan dalam pengobatan PCTCL
dengan dosis 20 - 40 mg/m2, diberikan secara intravena, diulang setiap 2 - 4 minggu, dapat
sebagai alternatif terapi PCBCL baik sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan
rituximab. Dimana terapi ini memiliki respons yang cukup baik, toleransi yang baik dan
toksisitas hematologi rendah. Sebuah penelitian di mana 5 pasien dengan PCBCL (1
dengan PCMZL dan 4 dengan PCLBCL-leg-type) dengan lesi kulit yang luas diobati
dengan pegylated liposomal doksorubisin dosis 20 mg/m2 menunjukkan CR dalam 100%
kasus. Studi terbaru lainnya di mana 12 pasien PCLBCL diterapi dengan pegylated
liposomal doxorubicin (dosis 20 mg / m2, pada hari 1 dan 15) ditambah dengan rituximab
375 mg/m2 menunjukkan respon pada 10 dari 12 pasien (8 pasien CR dan 2 pasien PR), 2
pasien dieksklusi dan 2 pasien kambuh pada bulan 31 dan 32.24,25
Suatu penelitian baru-baru ini pada 32 pasien PCLBCL-LT yang mendapatkan
multiagen kemoterapi (tanpa rituximab), complete respons sebanyak 81% dan relaps
sebanyak 58%. Studi yang lain juga menjelaskan pada 12 pasien yang diterapi dengan R-
CHOP didapatkan angka complete respons yang lebih tinggi 92% (11 dari 12 pasien)
dengan satu orang saja yang mengalami relaps. Alternatif terapi dengan dosis tunggal
rituximab dapat dilakukan pada pasien usia lanjut yang tidak dapat mentoleransi efek
samping dari multiagen kemoterapi. Namun data penelitian tentang penggunaan dosis
tunggal rituximab masih terbatas.26,27
26
Secara umum efek samping pemberian liposomal doxorubicin, dapat saja lebih
tinggi dibandingkan regimen kemoterapi lain, misalnya palmoplantar erythrodysesthesia,
biasa dikenal dengan “hand-foot syndrome” dengan karakteristik akral (palmoplantar) yang
nyeri dan kemerahan. Menggigil selama pemberian kemoterapi, dapat diatasi dengan
pemberan kortikosteroid topikal serta pemberian profilaksis dengan piridoksin oral
direkomendasikan untuk mengatasi efek samping yang timbul.
Tabel 2. Modalitas utama pada primary cutaneus B-cell lymphoma7
PCMZL PCFCL PCBCL, leg type
Radioterapi, pembedahan,
monoterapi rituximab, IFN
alfa 2a
Radioterapi, pembedahan,
monoterapi rituximab, IFN
alfa 2a
Polikemoterapi (CHOP, R-
CHOP)
Polikemoterapi (CHOP, R-
CHOP) dipertimbangkan
pada pasien stadium lanjut
dan/atau resisten dengan
modalitas pertama atau
keterlibatan ekstrakutaneus
Polikemoterapi (CHOP, R-
CHOP) dipertimbangkan
pada pasien stadium lanjut
dan/atau resisten dengan
modalitas pertama atau
keterlibatan ekstrakutaneus
Radioterapi atau
pembedahan untuk lesi
yang soliter, IFN alfa 2a
atau rituximab sebagai
terapi tambahan atau untuk
pasien yang tidak layak
menjalani kemoterapi
2.2.9 Prognosis
Jenis tumor dan derajat lesi kulit adalah faktor prognostik yang paling penting.
Tingkat kelangsungan hidup dalam 5 tahun untuk PCMZL dan PCFCL lebih dari 90%.
Sebaliknya, untuk PCLBCL, terutama leg type, prognosis lebih buruk, dengan tingkat
kelangsungan hidup dalam 5 tahun kurang dari 60%. Pada sebagian besar kasus.
Kekambuhan lesi kulit sering terjadi, namun pada jenis PCMZL dan PCFCL biasanya tetap
terlokalisir pada kulit, sedangkan pada PCLBCL terutama leg type, penyebaran
ekstrakutaneus relatif sering terjadi. Mengingat prognosis yang baik, pasien dengan
limfoma indolen PCMZL dan PCFCL harus dievaluasi secara klinis tiap 6 bulan,
pemeriksaan laboratorium dan radiologis dilakukan hanya pada limfoma yang progresif,
sedangkan pasien dengan PCLBCL harus dipantau secara ketat (yaitu, bulanan atau tiap 4
bulan).28
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Ringkasan
Telah dilaporkan seorang pasien dengan diagnosa Primary Cutaneus Large B-Cell
Lymphoma-Leg type, yang merupakan salah satu jenis limfoma non hodgkin dengan
manifestasi primer pada kulit (PCL/Primary Cutaneus Lymphoma). Insiden PCBCL sangat
jarang dimana angka kejadian PCL sekitar 10 kasus per juta penduduk per tahun, dan
sekitar 30% adalah PCBCL, sisanya PCTCL dengan insiden yang jauh lebih sering
ditemukan. Selanjutnya insiden PCLBCL-leg type jauh lebih sedikit dimana hanya 6% dari
keseluruhan limfoma primer kulit.
Penegakan diagnosis PCLBCL-LT adalah dari gambaran klinis, pemeriksaan
laboratorium, radiologi dan sebagai gold standar adalah pemeriksaan histopatologi.
Selanjutnya dari pemeriksaan histopatologi harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
immunohistokimia dan immunophenotypic. Pemeriksaan sitogenetik dapat dilakukan
namun terbatas dalam penegakan diagnosis. Penegakan diagnosis minimal harus mencapai
tahap immunohistokimia untuk dapat memastikan diagnosis jenis PCBCL sehingga dapat
diberikan modalitas terapi yang akurat. PCLBCL-leg type adalah salah satu jenis PCBCL
yang bersifat lebih agresif dan polikemoterapi R-CHOP adalah modalitas utama untuk
mencapai complete response.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Swerdlow SH, Quintanilla-Martinez L, Willemze R, Kinney MC. Cutaneous B-cell
lymphoproliferative disorders: report of the 2011 Society for Hematopathology/
European Association for Haematopathology workshop. Am J Clin Pathol 2013; 139:
515-35.
2. Kempf W, Kazakov DV, Mitteldorf C. Cutaneous lymphomas: an update. Part 2: B-cell
lymphomas and related conditions. Am J Dermatopathol 2014; 36: 197-208.
3. Wilcox RA. Cutaneous B-cell lymphomas: 2013 update on diagnosis, risk stratification,
and management. Am J Hematol 2013; 88: 73-6.
4. Bradford PT, Devesa SS, Anderson WF, Toro JR. Cutaneous lymphoma incidence
patterns in the United States: a population-based study of 3884 cases. Blood 2009; 113:
5064-73.
5. Ponzoni M, Ferreri AJ, Mappa S, Pasini E, Govi S, Facchetti F, et al. Prevalence of
Borrelia burgdorferi infection in a series of 98 primary cutaneous lymphomas.
Oncologist 2011; 16: 1582-8.
6. Giard C, Avenel-Audran M, Croué A, Verret JL, Martin L. Primary cutaneous Epstein-
Barr virus-associated B-cell lymphoma arising at the site of subcutaneous injections of
methotrexate. J Clin Oncol 2010; 28: 717-8.
7. Lima M. Cutaneus primary B-cell lymphomas: from diagnosis to treatment. An Bras
Dermatol 2015; 90(5): 687-706.
8. Wu JM, Vonderheid E, Gocke CD, Moresi JM, Liegeois N, Borowitz MJ. Flow
cytometry of lesional skin enhances the evaluation of cutaneous B-cell lymphomas. J
Cutan Pathol 2012; 39: 918-28.
9. Xie X, Sundram U, Natkunam Y, Kohler S, Hoppe RT, Kim YH, et al. Expression of
HGAL in primary cutaneous large B-cell lymphomas: evidence for germinal center
derivation of primary cutaneous follicular lymphoma. Mod Pathol 2008; 21: 653-9.
10. Belaud-Rotureau MA, Marietta V, Vergier B, Mainhaguiet G, Turmo M, Idrissi Y, et
al. Inactivation of p16INK4a/CDKN2A gene may be a diagnostic feature of large B-
cell lymphoma leg type among cutaneous B-cell lymphomas. Virchows Arch 2008;
452: 607-20.
29
11. Kaune KM, Neumann C, Hallermann C, Haller F, Schön MP, Middel P. Simultaneous
aberrations of single CDKN2A network components and a high Rb phosphorylation
status can differentiate subgroups of primary cutaneous B-cell lymphomas. Exp
Dermatol 2011; 20: 331-5.
12. Hoefnagel JJ, Dijkman R, Basso K, Jansen PM, Hallermann C, Willemze R, et al.
Distinct types of primary cutaneous large B-cell lymphoma identified by gene
expression profiling. Blood 2005; 105: 3671-8.
13. Schafernak KT, Variakojis D, Goolsby CL, Tucker RM, Martínez-Escala ME, Smith
FA, et al. Clonality Assessment of Cutaneous B-Cell Lymphoid Proliferations: A
Comparison of Flow Cytometry Immunophenotyping, Molecular Studies, and
Immunohistochemistry/In Situ Hybridization and Review of the Literature. Am J
Dermatopathol 2014; 36: 781-95.
14. Motegi S, Okada E, Nagai Y, Tamura A, Ishikawa O. Skin manifestation of mantle cell
lymphoma. Eur J Dermatol 2006; 16: 435-8.
15. Ali L, Cheney R, Merzianu M. Subclinical chronic lymphocytic leukemia with atypical
cutaneous presentation. J Cutan Pathol 2011; 38: 236-40.
16. Oberschmid B, Siebolts U, Mechtel D, Kreibich U, Beller A, Wickenhauser C. M
protein deposition in the skin: a rare manifestation of Waldenström macroglobulinemia.
Int J Hematol 2011; 93: 403-5.
17. Braun RP, Skaria AM, Saurat JH, Borradori L. Multiple hyperkeratotic spicules and
myeloma. Exp Dermatol 2002; 205: 210-2.
18. Jacobson MA, Hutcheson AC, Hurray DH, Metcalf JS, Thiers BH. Cutaneous
involvement by Burkitt lymphoma. J Am Acad Dermatol 2006; 54: 1111-3..
19. Senff NJ, Noordijk EM, Kim YH, Bagot M, Berti E, Cerroni L, et al. European
Organization for Research and Treatment of Cancer and International Society for
Cutaneous Lymphoma consensus recommendations for the management of cutaneous
B-cell lymphomas. Blood 2008; 112: 1600-9.
20. Dalle S, Thomas L, Balme B, Dumontet C, Thieblemont C. Primary cutaneous
marginal zone lymphoma. Crit Rev Oncol Hematol 2010; 74: 156-62.
21. Mirza I, Macpherson N, Paproski S, Gascoyne RD, Yang B, Finn WG, et al. Primary
cutaneous follicular lymphoma: an assessment of clinical, histopathologic,
immunophenotypic, and molecular features. J Clin Oncol 2002 ;20: 647-55.
30
22. Paulli M, Lucioni M, Maffi A, Croci GA, Nicola M, Berti E. Primary cutaneous diffuse
large B-cell lymphoma (PCDLBCL), leg-type and other: an update on morphology and
treatment. G Ital Dermatol Venereol 2012; 147: 589-602.
23. Kim YH, Willemze R, Pimpinelli N, Whittaker S, Olsen EA, Ranki A, et al. TNM
classification system for primary cutaneous lymphomas other than mycosis fungoides
and Sezary syndrome: a proposal of the International Society for Cutaneous
Lymphomas (ISCL) and the Cutaneous Lymphoma Task Force of the European
Organization of Research and Treatment of Cancer (EORTC). Blood 2007; 110: 479-
84.
24. Hamilton SN, Wai ES, Tan K, Alexander C, Gascoyne RD, Connors JM. Treatment
and outcomes in patients with primary cutaneous B-cell lymphoma: the BC Cancer
Agency experience. Int J Radiat Oncol Biol Phy 2013; 87: 719-25.
25. Smith BD, Glusac EJ, McNiff JM, Smith GL, Heald PW, Cooper DL, et al. Primary
cutaneous B-cell lymphoma treated with radiotherapy: a comparison of the European
Organization for Research and Treatment of Cancer and the WHO classification
systems. J Clin Oncol 2004; 22: 634-9.
26. Morales AV, Advani R, Horwitz SM, Riaz N, Reddy S, Hoppe RT, et al. Indolent
primary cutaneous B-cell lymphoma: experience using systemic rituximab. J Am Acad
Dermatol 2008; 59: 953-7.
27. Zinzani PL, Quaglino P, Pimpinelli N, Berti E, Baliva G, Rupoli S, et al. Prognostic
factors in primary cutaneous B-cell lymphoma: the Italian Study Group for Cutaneous
Lymphomas. J Clin Oncol 2006; 24: 1376-82.
top related