artikel ilmiah
Post on 03-Jan-2016
79 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
VIABILITY and MOTILITY of SPERMATOZOA of MUSCOVY DUCK (Cairina moschata) in DILUTER EXTRACT BANANA and EXTRACT
PAPAYA
Serly Kadu Amah 1) Mas’ud Hariadi 2) Emy Koestanti Sabdoningrum 3)
1)Mahasiswa, 2)Departeman Reproduksi Veteriner , 3)Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
ABSTRACT
The aim of this research was to determine the viability and motility of spermatozoa of muscovy duck (Cairina moschata) in diluter extract banana and extract papaya. Samples that have been used in this research were muscovy duck (Cairina moschata) wich age are ± 1,5 years old. The semen was divided into three treatments. The control treatment (P0) were semen with NaCl 1%. The first treatments (P1) were semen with extract banana. The second treatments (P2) were semen with extract papaya. The data of three treatments, each consisted of six repetition were analyzed using Analytic of Variance (ANOVA). The differences between each treatment were analyzed with Tukey HSD 5%. The research result were showed significant differences (p<0,05) on motility and viability spermatozoa. Tukey HSD 5% test showed on 0, 2, 4, and 6 hours which motility and viability semen on first and second treatment (P1, P2) was higher and significant different with the control (P0) treatment. The result showed viability and motility were increased in diluter extract banana and extract papaya, and semen can be hold until sixth hours.
Key word : diluter, extract banana, extract papaya, muscovy duck
Surabaya, 30 Oktober 2009
Mahasiswa: Menyetujui Menyetujui Dosen Pembimbing I Dosen
Pembimbing II
(Serly kadu Amah) (Prof. Mas’ud .H.,M.Phil, Drh) (Emy Koestanti S.,M.Kes, Drh)NIM.060513537 NIP.130 531 810 NIP.132 240 300
Menyetujui Menyetujui MenyetujuiDosen Terkait I Dosen Terkait II Dosen
Terkait III
(Dr. Suherni. S.,M.Kes,Drh) (Husni Anwar., Drh) (Tatik Hernawati, M.Si.,Drh)NIP.131 653 734 NIP. 130 687 551 NIP. 131 653 459
VIABILITY and MOTILITY of SPERMATOZOA of MUSCOVY DUCK (Cairina moschata) in DILUTER EXTRACT BANANA and EXTRACT
PAPAYA
Serly Kadu Amah 1) Mas’ud Hariadi 2) Emy Koestanti Sabdoningrum 3)
1)Mahasiswa, 2)Departeman Reproduksi , 3)Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
ABSTRACT
The aim of this research was to determine the viability and motility of spermatozoa of muscovy duck (Cairina moschata) in diluter extract banana and extract papaya. Samples that have been used in this research were muscovy duck (Cairina moschata) wich age are ± 1,5 years old. The semen was divided into three treatments. The control treatment (P0) were semen with NaCl 1%. The first treatments (P1) were semen with extract banana. The second treatments (P2) were semen with extract papaya. The data of three treatments, each consisted of six repetition were analyzed using Analytic of Variance (ANOVA). The differences between each treatment were analyzed with Tukey HSD 5%. The research result were showed significant differences (p<0,05) on motility and viability spermatozoa. Tukey HSD 5% test showed on 0, 2, 4, and 6 hours which motility and viability semen on first and second treatment (P1, P2) was higher and significant different with the control (P0) treatment. The result showed viability and motility were increased in diluter extract banana and extract papaya, and semen can be hold until sixth hours.
Key word : diluter, extract banana, extract papaya, muscovy duck
----------------------------------------Pendahuluan
Tantangan di bidang peternakan sampai saat ini adalah belum
terpenuhinya kebutuhan nasional protein hewani karena produksi lebih
rendah dibanding kebutuhan. Salah satu upaya untuk memenuhi gizi
masyarakat bidang pangan hewani adalah dengan memanfaatkan itik lokal.
Selama ini itik lokal hanya dimanfaatkan untuk produksi telur, padahal
daging itik pun dapat menjadi bagian dari menu sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani. Potensi untuk mengembangkan produksi daging
itik lokal sangat besar salah satunya dengan melakukan perkawinan silang
antara itik manila (entok) dengan itik betina. Itik manila (entok) diharapkan
memperoleh bobot badan yang relatif besar dan itik betina diharapkan
menghasilkan jumlah anak yang dihasilkan lebih banyak. Hasil persilangan
tersebut dikenal dengan serati, mandalung atau tiktok. Serati merupakan itik
pedaging berkualitas tinggi protein,lemak rendah, dagingnya lebih enak dan
empuk (Susanti dkk, 2006).
Itik merupakan salah satu bahan makanan asal hewan yang
dikenal oleh masyarakat luas setelah daging ayam. Hal ini sering ditemui di
rumah makan atau warung yang sering menjual makanan berupa daging itik
untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Mengingat semakin banyaknya
permintaan pasar maka diperlukan bibit unggul dengan jumlah banyak dalam
waktu singkat yaitu dengan teknologi baru dalam pengembangan ternak
dengan cara meningkatkan pemakaian pejantan dalam menghasilkan semen
untuk perkawinan. Ternak tiktok dihasilkan dari inseminasi buatan pada itik
betina alabio(Anas platyrynchos), dengan pejantan entok(Cairina moschata)
(Abidin , 2002).
Fertilitas telur hasil perkawinan alami antara entok jantan dan itik
betina relatif rendah, untuk itu diperlukan teknologi reproduksi yang dapat
meningkatkan produksi ternak. Cara praktis yang sering dipergunakan untuk
mencapai tujuan tersebut adalah dengan teknik Inseminasi Buatan (Artificial
Insemination) atau lebih dikenal dengan sebutan IB yaitu dengan cara
memindahkan semen pejantan yang sudah diencerkan dengan pengencer
tertentu ke dalam saluran reproduksi betina yang sedang birahi secara
buatan. Teknik ini sangat ekonomis dan menguntungkan karena dapat
dikerjakan sendiri sehingga lebih menghemat biaya. Semen pejantan yang
sudah diencerkan tersebut bisa untuk membuahi lebih banyak betina
(Anonimus, 2008).
Keberhasilan IB pada unggas dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain kualitas dan kuantitas semen yang digunakan, kebersihan semen
yang di tampung, keterampilan petugas inseminasi buatan dan
tercampurnya semen dengan cairan urin yang keluar dari saluran reproduksi
jantan serta dapat menghambat dalam menentukan fertilitas telur yang di
hasilkan betina. Diantara faktor tersebut yang memegang peran penting
dalam menentukan fertilitas telur yang dihasilkan betina adalah kualitas dan
kuantitas semen (Isnaini,2000).
Keberhasilan IB juga dipengaruhi oleh kualitas sperma dan bahan
pengencer yang digunakan untuk penyimpanannya. Bahan pengencer
digunakan untuk meningkatkan volume semen dalam satu kali ejakulasi
dapat digunakan untuk IB beberapa ekor betina. Bahan pengencer juga dapat
berfungsi sebagai penyimpanan untuk beberapa waktu dengan tujuan
mempertahankan kualitas spermatozoa agar tetap baik (Hardijanto dan
Hardjopranoto, 1994; Hafez, 2000).
Bahan pengencer yang di gunakan adalah sari buah pisang dan sari
buah pepaya dimana terdapat komposisi yang lengkap seperti protetin,
lemak, zat hidrat arang yang cukup dan juga mengandung beberapa vitamin
yang merupakan unsur
Penting bagi kehidupan spermatozoa. Menurut Toelihere (1979), zat hidrat
arang yang sederhana dapat dipakai sebagai sumber energi bagi
spermatozoa.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang hewan coba dan laboratorium
Inseminasi Buatan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Penelitian ini dimulai pada bulan Juli sampai Oktober 2008.
Sampel penelitian yang digunakan adalah semen itik manila dengan
penampilan bentuk tubuh ideal, sehat (tidak cacat genetik), lincah, alat
kelamin normal dan libido seksual baik, yaitu pejantan mempunyai keinginan
secara aktif untuk mengawini betina. Hal ini menandakan bahwa pejantan
tersebut merupakan penghasil semen terbaik (Sastrodihardjo & Resnawati,
1999). Pengambilan air mani dilakukan satu kali dalam satu minggu.
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari gelas ukur,
tabung reaksi, cawan petri, pH meter atau kertas lakmus, kertas saring, spuit
1 ml, spuit 20 ml, objek glass, cover glass, beker glass, pipet Pasteur,
pinset, batang pengaduk, pembakar bunsen, kertas label, aluminium foil,
seperangkat gelas skala penampung sperma, dan mikroskop cahaya. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari semen entok, sari buah
pisang, sari buah pepaya, air hangat, NaCl, Natrium sitrat, sulfanilamide,
aquadest, 1 vial Penicillin 1000 IU, 1 vial Streptomycin 1 g dan larutan
pewarna Eosin Negrosin
Penelitian ini diawali dengan pengamatan fisik entok jantan yang
digunakan untuk penelitian. Bila pejantan memenuhi syarat yaitu besar dan
bentuk tubuhnya sedang, tampak sehat, lincah, bulu ekor yang bagus, dan
disekitar kloaka berwarna merah, maka dilakukan pengambilan semen
dengan menggunakan sebuah tabung berskala untuk menampung semen.
Pakan yang diberikan adalah pellet dan konsentrat dan air minum secara ad
libitum. Pengambilan air mani dilakukan sebanyak 6 kali ulangan selama 10
minggu. Dalam satu minggu dilakukan pengambilan semen sebanyak satu
kali setiap pagi hari pukul 06.30 WIB.
Semen yang layak dan memenuhi syarat pemeriksaan di atas dibagi
menjadi 3 perlakuan, kemudian dicampur dengan bahan pengencer
menggunakan perbandingan 1 : 5.
Ketiga perlakuan tersebut terdiri dari :
1. Kontrol (P0) : NaCL 1%
2. Perlakuan I (P1) : Sari buah pisang + natrium sitrat
3. Perlakuan II(PII): Sari buah papaya + Natrium sitrat
Pada masing – masing perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 6
(enam) kali. Untuk melihat persentase viabilitas spermatozoa, persentase
motilitas spermatozoa, dan pH semen itik manila/entok. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data hasil
pengukuran terhadap persentase viabilitas dan persentase motilitas
spermatozoa yang terdiri dari tiga perlakuan dengan masing-masing enam
ulangan dianalisis menggunakan metode Analysis of Variance (Anova), dan
apabila terdapat perbedaan pada masing-masing perlakuan, dilanjutkan
dengan Uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference) 5%.(Kusriningrum,
2008).
Hasil dan Pembahasan
Semen itik manila sebelum perlakuan terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan makroskopis yang meliputi : volume(ml), warna, bau,
konsistensi, pH dan pemeriksaan mikroskopis: gerakan individu, gerakan
masa, persentase motilitas, konsentrasi, persentase viabilitas (persentsae
sperma yang hidup).
Evaluasi terhadap semen itik manila baik secara
makroskopis maupun mikroskopis dilakukan segera setelah
proses penampungan semen itik manila. Penilaian semen
sangat penting artinya sebelum melakukan proses lebih
lanjut terhadap semen tersebut. Hasil pemeriksaan semen itik
manila sebelum perlakuan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut
Ulangan
Makroskopis Mikroskopis
Volume
( ml )
Warna Bau Konsistensi pH K
(Rusia)
viabilitas
(%)
GI M
(%)
G M
1 1,2 PS Khas Pekat 7 D 80 P 80 +++
2 1,0 PS Khas Pekat 7 D 84 P 84 +++
3 0,8 PS Khas Pekat 7 D 70 P 68 +++
4 0,8 PS Khas Pekat 7 D 80 P 76 +++
5 1.0 PS Khas Pekat 7 D 74 P 72 +++
6 1.2 PS Khas Pekat 7 D 80 P 78 +++
GI : Gerakan Individu
PS : Putih Susu
Hasil pemeriksaan viabilitas itik manila setelah diberi perlakuan selama 0, 2,
4, dan 6 jam dapat dilihat pada tabel 4.2.1 berikut ini
D : Densum GM : Gerakan Masa
K : Konsentrasi M : Motil
P : Progresif +++ : Sangat Baik
Perlakuan Jam ke-satu(0) Jam
kedua(2) Jam ketiga(4)
Jam ke empat(6)
Rata-Rata ± SD Rata-Rata ± SD Rata-Rata ± SD Rata-Rata ± SD
P0 72,17b ± 5,71 62,83 b ± 6,49 47,83 b± 5,15 41,67 b ± 2,73
P1 82,67 a ± 4,72 73 a ± 3,52 60,33 a ± 4,41 46,50 a b ± 4,59
P2 82.17 a ± 3,60 74,64 a ± 4,41 61,83 a ± 4,45 47,50 a ± 2,51Keterangan : Superskrip dengan notasi yang berbeda berarti berbeda nyata (p<0,05)
P0 : Kontrol NaCl 1%; P1 : Sari Buah Pisang; P2 : Sari Buah Pepaya
Tabel 4.2.1 menunjukkan Rataan viabilitas spermatozoa setelah
diberikan perlakuan menghasilkan viabilitas spermatozoa yang berbeda.
Perlakuan jam ke-satu
( 0 jam) menunjukkan bahwa viabilitas tertinggi 82,67 % pada P1 dan
terendah 72,17 % pada P0, pada jam Ke-2( 2 jam), menunjukan bahwa
viabilitas tertinggi 74,64 % pada P2 dan terendah 62,83 % pada P0, Pada jam
Ke-3(4 jam), jam Ke-4(6 jam) viabilitas tertinggi terdapat pada P2 dan
terendah pada P0. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata
(p<0,05) pada perlakuan terhadap viabilitas spermatozoa.
Hasil uji Tukey HSD 5 % diperoleh hasil bahwa pada jam ke-satu 0 jam
dan jam ke dua, 2 jam, dan ke tiga 4 jam terdapat perbedaan yang nyata
pada P1, P2 terhadap P0, tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada
P1 terhadap P2. perlakuan jam ke-empat( 6 jam) menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata pada P2 terhadap P0 tetapi tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada P1 terhadap P2 dan P0 .
Hasil pemeriksaan motilitas itik manila setelah diberi perlakuan selama 0, 2, 4, dan
6 jam dapat dilihat pada tabel 4.2.2 berikut ini
Perlakuan Jam ke-satu(0) Jam
kedua(2) Jam ketiga(4)
Jam ke empat(6)
Rata-Rata ± SD Rata-Rata± SD Rata-Rata ± SD Rata-Rata ± SD
P0 67,67 b± 6,62 56b ± 5,22 44b ± 3,79 34,8 b ± 2,99
P1 78,67 a ± 4,13 67 a± 3,52 52,33 a ± 6,12 41,33 a ± 4,68
P2 78,33a± 3,67 67a ± 3,52 55a ± 4,55 40,83a ± 1,60 Keterangan : Superskrip dengan notasi yang berbeda berarti berbeda nyata (p<0,05)
P0 : Kontrol NaCl 1%; P1 : Sari Buah Pisang; P2 : Sari Buah Pepaya
Tabel 4.2.2 menunjukkan Rataan motilitas spermatozoa setelah
diberikan perlakuan menghasilkan motilitas spermatozoa yang berbeda
nyata. Perlakuan jam pertama hasil percobaan menunjukan motilitas
tertinggi 78,67 %, terlihat pada P1 dan hasil terendah 67,67 % didapatkan
pada P0. Perlakuan jam ke dua hasil percobaan hasil tertinggi, 67 % terlihat
pada P1 dan P2, dan hasil terendah 56 % pada P0. perlakuan jam ketiga hasil
percobaan, hasil tertinggi 55 % terlihat pada P2, hasil terendah 44 % pada
P0. Jam keempat, P1 memberikan hasil tertinggi 41,33 % dan hasil terendah
34,8 % didapatkan pada P0. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang
nyata (p<0,05) pada perlakuan terhadap motilitas spermatozoa.
Hasil uji Tukey HSD 5 % diperoleh pada perlakuan jam ke satu P1 dan
P2 berbeda terhadap P0, P1 berbeda terhadap P0, P1 tidak berbeda dengan
P2 berbeda dengan P0 tetapi P2 sama dengan P1. Perlakuan jam ke dua P1
dan P2 berbeda terhadap P0, P1 tidak berbeda nyata dengan P2. Perlakuan
jam ke tiga P0 berbeda terhadap P1,P2. P1 berbeda terhadap P0 tetapi tidak
berbeda dengan P2. perlakuan jam ke empat P0 berbeda terhadap P1 dan P2,
P1 berbeda terhadap P0 tetapi tidak berbeda dengan P2.
Evaluasi kualitas semen itik manila sebelum perlakuan
Volume semen segar yang dihasilkan oleh seekor itik jantan dalam
satu kali ejakulasi sangat bervariasi.Volume air mani yang berbeda
dipengaruhi oleh umur, besar tubuh, status kesehatan, kondisi reproduksi
kualitas pakan dan frekuensi penampungan (Toelihere,1993). Volume semen
unggas dalam satu kali ejakulasi adalah 0,5 – 2,0 ml (Simanjuntak, 2002)
hasil pemeriksaan volume semen perejakulasi dari 6 kali penampungan
memberikan gambaran yang cukup baik, yaitu berkisar antara 0,8 ml sampai
1,2 ml.
Warna dan konsistensi semen dapat dijadikan indikator untuk
memprediksi konsentrasi spermatozoa yang berbeda dalam semen secara
cepat. Kondisi awal dapat dikatakan bahwa semakin kental dan warna
mendekati putih susu atau keruh, maka konsentrasi spermatozoa yang
terkandung dalam semen tersebut semakin tinggi. Semen yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah putih susu, konsistensi pekat. Baik warna dan
konsistensi semen yang diperoleh tergolong baik. Warna semen yang normal
pada itik manila adalah putih susu. Jika semen berwarna krem keputihan,
maka dapat dikatakan semen tersebut kental dengan jumlah spermatozoa
yang tinggi (Partodiharjo, 1992).
Pemeriksaan mikroskopis yaitu motilitas berkisar antara 72% - 84 %
yang berarti banyak spermatozoa yang bergerak progresif. Motilitas semen
yang baik memungkinkan sel spermatozoa dapat mencapai sel telur di
dalam saluran oviduct dalam waktu yang relatif singkat, sehingga
memungkinkan terjadinya pembuahan yang sempurna (Nugroho, 2006).
Pemeriksaan motilitas spermatozoa segar yang baru ditampung dan
belum diencerkan meliputi pemeriksaan motilitas massa dan motilitas
individu (Toelihere, 1993). Motilitas semen itik manila segar yang diperoleh
dari penelitian ini adalah (+++). Motilitas massa ini tergolong sangat baik,
menurut Hardijanto dkk. (2008) .
Spermatozoa hidup yang diamati dengan pewarnaan eosin negrosin
akan tetap berwarna jernih, sedangkan spermatozoa mati akan menyerap zat
warna eosin nigrosin sehingga spermatozoa akan berwarna merah muda.
( Sopiyana, dkk 2006)
Persentase viabilitas itik manila yang diperoleh dari penelitian ini
berkisar antara 70 % - 80 %. Semen yang baik adalah semen yang setelah
dilakukan penafsiran mikroskopis berdasarkan kemampuan menyerap zat
warna eosin negrosin oleh spermatozoa mempunyai persentase hidup
minimum 50 % (Toelihere, 1993).
Evaluasi kualitas semen itik manila setelah perlakuan
Viabilitas Spermatozoa Itik Manila
Rataan tertinggi pada setiap pengamatan terdapat pada jam ke-1 P1,
akan tetapi pada jam ke-2 sampai jam ke-4 rataan tertinggi terdapat pada
P2. Perlakuan Jam Ke-1 hinga jam ke-4 menunjukkan bahwa viabilitas
spermatozoa P1, P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0, Pada jam Ke-1
hingga jam ke-4 terdapat perbedaan antara P2, P1 terhadap P0 hal ini
disebabkan karena P0 tekanan osmotiknya lebih hipotonis daripada P2 dan
P1 tekanan osmotiknya lebih hipertonis. P1 dan P2 merupakan pengencer
yang optimal untuk mempertahankan persentase hidup spermatozoa itik
manila. Semen yang di encerkan menggunakan sari buah pisang dan sari
buah pepaya menunjukan hasil yang lebih tinggi dari kontrol yaitu NaCl 1%.
Hal ini disebabkan terkandungnya zat-zat seperti glukosa dan zat hidrat
arang yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan spermatozoa.
Penilaian jumlah sel spermatozoa yang hidup berdasarkan banyaknya
jumlah sel spermatozoa yang tidak menyerap zat warna eosin negrosin.
Spermatozoa yang mati permeabilitas membran selnya meningkat, terutama
pada daerah post nuclear caps sehingga sel spermatozoa yang mati akan
menyerap zat warna eosin negrosin. Sedangkan sel spermatozoa yang hidup
mempunyai kondisi membran yang baik sehingga zat warna kesulitan untuk
menembus membran, akibatnya sel spermatozoa tetap berwarna jernih
(Hardijanto dkk, 2002).
Persentase spermatozoa hidup secara keseluruhan pada setiap
perlakuan juga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan semen
segar. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kerusakan
membran sel yang menyebabkan kematian sel. Maxell dan Watson (1996)
menyatakan bahwa proses berlangsungnya pengenceran semen dapat
merusak membran sel Spermatozoa sehingga mengakibatkan spermatozoa
akan mati.
Persentase motilitas spermatozoa
Motilitas spermatozoa yang baik dinilai dengan melihat gerakan
progresif dari spermatozoa tersebut. Kemampuan spermatozoa mendorong
dirinya sendiri menuju kedepan karena adanya substansi kontrakatil pada
bagian tengah spermatozoa diteruskan ke seluruh bagian ekor. Motilitas
spermatozoa normal memperlihatkan gerakan-gerakan maju kedepan secara
serempak disebabkan oleh gerakan ekor yang mengarah ke kiri dan kanan.
Gerakan ekor yang cepat dan kuat mampu mendorong spermatozoa masuk
kedalam ovum (Salisbury dan Van Demark, 1985). Menurut Garner dan
Hafez(2000) dimana motilitas pada unggas berkisar antar 60-80%.
Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa
baik yang bersifat endogen maupun eksogen. Faktor endogen merupakan
keadaan individu spermatozoa itu sendiri yang erat kaitannya dengan umur
spermatozoa, tingkat maturasi spermatozoa meliputi morfologi, faali dan
sifat-sifat biokimia, juga faktor yang menyangkut pengadaan energi misalnya
transport melalui membran spermatozoa. Faktor eksogen adalah faktor
lingkungan yang berbeda diluar membran spermatozoa, antara lain faktor
biofisika dan faali meliputi viskositas, pH, temperatur, dan komposisi ion
dalam media yang ada disekelilingnya(Hernawati, 1998).
Motilitas spermatozoa pada perlakuan jam Ke-1 hingga jam Ke-4
menunjukkan penurunan. Penurunan ini disebabkan karena gerakan individu
spermatozoa secara progresif pada semen yang telah diencerkan kecepatan
geraknya telah diperlambat karena spermatozoa akan kehabisan tenaga
(Salisbury and Van Denmark, 1995). Rataan tertinggi pada setiap
pengamatan terdapat pada P1. Perlakuan Jam Ke-1 hinga jam ke-4
menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa P1, P2 lebih tinggi dibandingkan
dengan P0, hal tersebut disebabkan karena pada P0 hanya terdapat NaCl
yang hanya berfungsi sebagai penambahan volume sedangkan pada P1,
terdapat sari buah pisang dan P2 terdapat sari buah pepaya, yang
mengandung protein dan lemak yang mencukupi sehingga memungkinkan
membentuk lipoprotein(Suherni dan Tatik, 1993). Lemak yang terkandung
dalam sari buah pisang dan sari buah pepaya dapat membatasi gerak sel
spermatozoa sehingga dapat menekan proses pemecahan energi.
Lipoprotein yang terkandung dalam sari buah pisang dan sari buah pepaya
berfungsi sebagai lapisan pelindung (protecting layer) sehingga dapat
melindungi sel spermatozoa dari beberapa gangguan yang berasal dari luar.
Zat hidrat arang yang sederhana seperti glukosa dapat dipakai sebagai
sumber energi bagi sel mani, Pada jam Ke-1, P1 lebih tinggi dibadingkan
dengan P2, jam ke-2 P1 sama dengan P2, jam ke-3 P1 lebih rendah dari P2
walaupun secara uji statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda, pada
jam ke-4 P1 menunjukkan hasil yang lebih tinggi hal ini disebabkan karena
pada awal pengamatan spermatozoa beradaptasi dengan pengencer. P1
hingga jam ke-4 menunjukkan hasil tertinggi tertinggi dan berbeda dengan
P0, hal ini menunjukkan bahwa sari buah pisang merupakan pengencer yang
optimal untuk meningkatkan motilitas spermatozoa.
Penyimpanan spermatozoa setelah pengenceran dilakukan pada
suhu 50C, hal ini dimaksudkan agar metabolisme spermatozoa dapat
diminimalkan sehingga menghemat glukosa. Tujuannya agar ketika hendak
digunakan spermatozoa tersebut masih memiliki cukup energi untuk
mendukung selama perjalanannya didalam saluran reproduksi hewan betina
(Hermawanti, 2005).
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Terdapat peningkatan viabilitas spermatozoa Itik Manila pada
pengencer sari buah pisang dan sari buah pepaya
2. Terdapat peningkatan motilitas spermatozoa Itik Manila pada
pengencer sari buah pisang dan sari buah pepaya
Pengencer sari buah pisang dan sari buah pepaya dapat digunakan
sebagai bahan pengencer semen Itik Manila karena selain mudah didapat,
murah, dan memenuhi syarat sebagai bahan pengencer.
Daftar Pustaka
Anonimus. 2008. Mengenal Lebih Dekat. Beternak Tiktok. Balai Pembibitan Ternak Dan Hijauan Makanan Ternak Branggahan. Kediri.
Garner, D. L. and E. S.E. Hafez. 2000.Spermatozoa and Seminal Plasma. IN: Reproduction in Farm Animal. 7 th ed. Lea and Febiger. Philadelphia.
Hafez, E. S. E. dan B. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animal 7th Eddition. Lippincott Williami and Wilkins. South Carolina.
Hardijanto, T. Sardjito, T. Hernawati, S. Susilowati, T. W. Suprayogi. 2007. Penuntun Praktikum Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Hardijanto, T. Sardjito, T. Hernawati, S. Susilowati, T. W. Suprayogi. 2008. Diktat Ilmu Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Hardijanto, S. Hardjopranjoto. 1994. Ilmu Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Hal : 47 – 51.
Hardjopranjoto, S. 1981. Ilmu Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Hal : 5-10.
Hermawanti, M. 2005. Pengaruh Kuning Telur Ayam Buras dan Air Kelapa Muda dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Daya Hidup dan Motilitas Spermatozoa Domba. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga Surabaya
Hernawati, T. 1998. Peranan Heparin dan Hipotaurin dalam Media Kapasitasi terhadap Persentase Hidup dan Motilitas Spermatozoa dan Pembuahan Invitro pada Sapi Perah [Tesis]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Isnaini, N. 2000. Kualitas Semen Ayam Arab dalam Pengencer NaCl Fisiologis dan Ringer’s pada Suhu Kamar. Habitat Vol 11 No 113.
Kusriningrum, RS. 2008. Perancangan Percobaan. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya: Airlangga University Press
Maxwell, W.M.C and Watson. 1996. Recent Progress in The Preservation of Ram Semen. Animal Reproduction Research and Practice. 13rd
International Congress on Animal Reproduction. Stone and Elan (Eds). Elsevier. Sydney. Australia
Nugroho, A. W. 2006. Kualitas Air Mani Itik Manila (Cairina Moschata) Pada Berbagai Perbandingan Pengencer Air Kelapa Muda Plus Kuning Telur.( Skripsi)
Partodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Hal : 42-45
Salisbury, G. W and N. L. Van Demark. 1985. Fisiologi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 530-550, 612.
Sastrodihardjo, S dan Resnawati, H.1999. Inseminasi Buatan Ayam Buras. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal : 22
Simanjuntak, L. 2002. Tiktok. Hasil Persilangan Itik dan Entok. Argo Media Pusataka. Jakarta. Hal : 1; 21-23
Sopiyana, S., S. Iskandar., T. Susanti., dan D. Y. Ogaswara. 2006. Pengaruh Krioprotektan DMA, DMF dan GLYCEROL pada Proses Pembekuan Semen Ayam Kampung. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor
Srigandono, B.1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Susanti, T., S. Sopiyana, E. Gustiani. 2006. Daging Serati Sumber Protein yang Menjanjikan. Warta Pengembangan Penelitian dan Pertanian Vol. 28 No. 2. Ciawi, Bogor.
Susilowati, ; Tatik H. dan Suhartojo.H. 1989. Sari buah sebagai diluter air mani domba. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.Surabaya
Toelihere. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Penerbit Angkasa. Bandung. Hal : 75-77; 84-85; 120-128; 266-267.
top related