antepartum bleeding
Post on 02-Jan-2016
95 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ANTEPARTUM BLEEDING
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000
kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN lainnya. Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan
angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia
sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre
eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang
berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap
sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut
keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan
antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah
kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup
janin diluar uterus .
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan
sebelum 28 minggu.
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di
Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh
persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala
Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan.
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio
plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak solusio
plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat membantu
menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama
sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.
Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada
trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan
janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak pada
trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan sebagai
implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix uteri).
Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan
mempunyai tingkat kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997 plasenta
previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia,
RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200
persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781
persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.
Angka kematian maternal karena plasenta previa berkisar 0,03%. Bayi yang
lahir dengan plasenta previa cenderuing memiliki berat badan yang rendah
dibandingkan bayi yang lahir tanpa plasenta previa. Resiko kematian neonatal juga
tinggi pada bayi dengan plasenta previa, dibandingkan dengan bayi tanpa plasenta
previa.
Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari
dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala dengan
pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distres.
Di AS frekwensi solusio plasenta kira-kira 1%, dan solusio plasenta yang
mengakibatkan kematian didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah kehamilan
(1:830). Secara keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah 20-
40%, tergantung pada tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi tinggi pada
pasien dengan riwayat merokok. Sekarang ini, solusio plasenta adalah bertanggung
jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal. Resiko solusio plasenta meningkatkan
pada pasien dengan umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
KLASIFIKASI
1. Placenta previa
2. Abruptio placenta
3. Vasa previa
4. Ruptura sinus marginalis
5. Lesi setempat
6. Idiopatik : sebab – sebabnya tidak dapat ditemukan
PLACENTA PREVIA
DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang
letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).
Plasenta previa adalah plasenta yang ada
didepan jalan lahir (prae = di depan ; vias = jalan)
( Menurut Prawiroharjo 1992)
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan
segmen bawah rahim. (Menurut Cunningham 2006).
Placenta Previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat
abnormal ,rendah sekali, yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan/ostium uteri internal (OUI) pada usia
kehamilan lebih dari atau sama dengan 28 minggu.
Pada plasenta pervia, jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpus uteri
jauh dari ostium internum servisis, tetapi terletak sangat dekat atau pada ostium
internum tersebut.
Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu atau derajat abnormalitas tertentu :
1. Plasenta previa totalis : bila ostium internum servisis seluruh pembukaan
jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : ostium internum servisis bila hanya sebagian
pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan lahir.
5. Vasa Previa
Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi
serviks saat dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk
mencoba memastikan hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan
ostium internum ketika serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan
hebat.
Gambar: A. Implantasi plasenta normal. B. Plasenta letak rendah C. Plasenta previa partialis D.Plasenta Previa totalis
Klasifikasi lainnya menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
2.1Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
2.2Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
3. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang
ditutupi plasenta.
Etiologi
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti. akan tetapi ada beberapa faktor
yang jelas menjadi penyebab plasenta previa, yaitu vaskularisasi yang kurang baik,
adanya radang/atrofi pada endometrium, dan plasenta yang terlalu besar. Menurut
Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah
mencakup :
a. Usia lebih dari 35 tahun.
b. Multiparitas.
c. Multiple gestation.
d. Erythroblastosis.
e. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
f. Keguguran berulang.
g. Jarak antar kehamilan yang pendek.
h. Merokok.
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada
beberapafaktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekas
operasi rahim (bekas sesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim
(radang panggul), kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan
rahim.
Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat
mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :
1. Melebarnya pertumbuhan plasenta :
Kehamilan kembar (gamelli).
Tumbuh kembang plasenta tipis.
2. Kurang suburnya endometrium :
Malnutrisi ibu hamil.
Melebarnya plasenta karena gamelli.
Bekas seksio sesarea.
Sering dijumpai pada grande multipara.
3. Terlambat implantasi :
Endometrium fundus kurang subur.
Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula
yang siap untuk nidasi.
FREKUENSI
Kejadian plasenta previa sekitar 0,3% sampai 0,6% dari persalinan, sedangkan
di rumah sakit lebih tinggi, karena menerima rujukan dari luar.
GAMBARAN KLINIK
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau
bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan
berakibat fataL. Akan tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu banyak daripada
sebelumnya, apalagi jika sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam.
Walaupun perdarahan sering dikatakan terjadi dalam triwulan ketiga, akan tetapi
tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen
bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah
tuanya kehamilan, Segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi dan serviks mulai
membuka.Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen
bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat
di situ tanpa terlepasnya sebagian palsenta dari dinding uterus. Pada saat itu
mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan
darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta
dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen
bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana
serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala 3 dengan plasenta yang
letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.
Diagnosa dan Gambaran Klinis
a. Anamneses
a. Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28
minggu/trimester III
b. Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
c. Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;
terbentuknya SBR, terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal.
d. Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya
robekan pembuluh darah dan placenta.
b. Inspeksi
a. Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
b. Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
c. Palpasi abdomen
a. Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
b. Sering dijumpai kesalahan letak
c. Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala
biasanya kepala masih goyang/floating.
d. Pemeriksaan in spekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti
erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises
vulva dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostiumuteri eksternum,
adanya plasenta previa harus dicurigai.
e. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pertengahan trimester II, plasenta menutup ostium internum pada 30%
kasus. Dengan perkembangan segmen bawah rahim, sebagian besar
implantasi yang rendah tersebut terbawa ke lokasi yang lebih atas.
Penggunaan color Doppler dapat menyingkirkan kesalahan pemeriksaan.
USG transvaginal secara akurat dapat menentukan adanya plasenta letak
rendah pada segmen bawah uterus.
f. Penentuan Plasenta secara langsung
Penanganan letak plasenta secara langsung. Untuk menegakkan diagnosis
yang tepat tentang adanya dan jens palenta previa ialah langsung meraba
plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu
pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan
pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaan harus
dilakukan dalam keadaan siap operasi (Double set up, dimana terdapat 2 tim,
1 tim sudah siap untuk SC, tim lainnya siap untuk melahirkan pervaginam).
Pemeriksaan dalam di meja operasi dilakukan sebagai berikut.
Perabaan formises. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam
presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas
panggul, perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya
terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta; dan akan
terasa padat ( keras). Apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat
palsenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta.
Plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu
mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan
pertama ada tidaknya plasenta previa.
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah
terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis,
dengan tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon
plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis.
Jangan sekali-kali berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena
mungkin plasenta akan terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan
perdarahan banyak.
2.7 DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding plasenta previa antara lain solusio plasenta, vasa previa,
laserasi serviks atau vagina. Perdarahan karena laserasi serviks atau vagina dapat
dilihat dengan inspekulo. Vasa previa, dimana tali pusat berkembang pada tempat
abnormal selain di tengah plasenta, yang menyebabkan pembuluh darah fetus
menyilang servix. Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah
umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban. Hal ini
dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah yang mengancam janin. Pada
pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban.
Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah
terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak
beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi ketika atau
beberapa saat setelah selaput ketuban pecah.
PENATALAKSANAAN PLASENTA PREVIA
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester
ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok
karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya
dengan pemberian infus atau tranfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
• Keadaan umum pasien, kadar hb.
• Jumlah perdarahan yang terjadi.
• Umur kehamilan/taksiran BB janin.
• Jenis plasenta previa.
• Paritas dan kemajuan persalinan
Penanganan Ekspektif
Kriteria : - Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
1. Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis
2. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin
3. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.
4. Awasi tanda vital ibu, perdarahan, dan detak jantung janin.
5. Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
1. Uji pematangan paru janin dengan test kocok dari hasil amniosentesis
2. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada
disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas,
sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat darurat
3. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di
luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam)
4. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 28 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa
2.8.2 Penanganan aktif
Kriteria :
• umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
• Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
• Ada tanda-tanda persalinan.
• Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum,
dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah
terpasang.
2.8.3 Indikasi Seksio Sesarea :
1. Plasenta previa totalis.
2. Plasenta previa pada primigravida.
3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4. Anak berharga dan fetal distres
5. Plasenta previa lateralis jika :
• Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
• Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
• Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan
cepat.
2.8.4 Partus per vaginam.
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan
anak sudah meninggal atau prematur.
1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah
(amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.
2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan
perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap
plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau
sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur
kehamilan dan derajat plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa
hams dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan
operasi. Sebe- lum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah
darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina,
karena akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi
. Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF < 2500 g: Perdarahan sedikit
keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif sampai umur
kehamilan aterm. Penanganan berupa tirah baring, hematinik, antibiotika dan
tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tak ada perdarahan pasien mobilisasi
bertahap. Bila setelah pasien berjalan tetap tak ada perdarahan pasien boleh
pulang. Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke
rumah sakit jika terjadi perdarahan. Nasihat ini juga dianjurkan bagi pasien yang
didiagnosis plasenta previa dengan USG namun tidak mengalami perdarahan. Jika
perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka dilakukan
resusitasi cairan dan penanganan secara aktif
Bila umur kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF 2500 g maka dilakukan
penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri kehamilan, baik secara
pervagina/perabdominal. Persalinan pervagina diindikasikan pada plasenta previa
marginalis, plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pem-
bukaan 4 cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat
dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas
panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan
pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar.
Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik janin
mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana perbukaan <4 cm atau servik
belum matang, plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan plasenta
previa dengan gawat janin. Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan
darurat kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan
pada plasenta previa adalah:
1. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak atau untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
2. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melukakan pertolongan lebih lanjut.
3. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang
cukup.
Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi dengan:
- Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan
- Sedapat mungkin diantar oleh petugas
- Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah.
Pertolongan persalinan seksio sesaria merupakan bentuk pertolongan yang
paling banyak dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:
a. Cunam Willet Gausz
- Menjepit kulit kepala bayi pada plasenta previa yang ketubannya telah
dipecahkan
- Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat
- Diharapkan persalinan spontan
- Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.
b. Versi Braxton Hicks
- Dilakukan versi ke letak sungsang
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat untuk
mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan.
- Diharapkan persalinan spontan
- Janin sebagian besar akan meninggal
c. Pemasangan kantong karet metreurynter
- kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan mempercepat
pembukaan sehingga persalinan dapat segera berlangsung.Dengan
kemajuan dalam operasi kebidanan, pemberiam transfusi, dan cairan maka
tatalaksana pertolongan perdarahan plasenta previa hanya dalam bentuk :
- memecahkan ketuban
- melakukan seksio sesaria
- untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang
cepat dan tepat.
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi ibu yang sering terjadi adalah perdarahan post partum dan syok karena
kurang kuatnya kontraksi segmen bawah rahim, infeksi dan trauma dan uterus/servik
1. Perdarahan dan syok.
2. Infeksi.
3. Laserasi serviks.
4. Plasenta akreta. Pada kondisi ini, plasenta berimplantasi terlalu dalam dan kuat
pada dinding uterin, yang menyebabkan sulitnya plasenta terlepas secara
spontan saat melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat dan perlu
operasi histerektomi. Keadaan ini jarang, tetapi sangat khas mempengaruhi
wanita dengan plasenta previa atau wanita dengan sesar sebelumnya atau
operasi uterus lainnya
5. Prematuritas atau lahir mati
6. Prolaps tali pusar.
7. Prolaps plasenta
Komplikasi bayi yang sering terjadi adalah prematuritas dengan angka kematian ±
5%
2.10 PROGNOSIS
2.10.1 Maternal
Tanpa melakukan tindakan Double setup, langsung melakukan tindakan
seksio sesar dan pemberian anaestesi oleh tenaga kompeten, maka angka
kematian dapat diturunkan sampai < 1%
2.10.2 FETAL
Mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa kira-kira
10%
Meskipun persalinan prematur, solusio plasenta, cedera talipusat serta
perdarahan yang tak terkendali tak dapat dihindari, angka mortalitas dapat
sangat diturunkan melalui perawatan obstetrik dan neonatus yang ideal.
Solusio Plasenta
Definisi
Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada sebelum waktunya yakni antara minggu 20 dan
lahirnya anak. Plasenta secara normal terlepas setelah bayi lahir.
Nama lain yang sering dipergunakan, yaitu abruptio placentae, ablatio
placentae, accidental haemorrhage, premature separation of the normally implanted
placenta3.
Gambar Solusio Plasenta
Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus
marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa
seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan
yang terjadi akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya
menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis
servikalis dan keluar melalui vagina, menyebabkan perdarahan eksternal (revealed
hemorrhage) (Gambar 2.2).
Gambar Solusio Plasenta Dengan Perdarahan Eksternal
Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat
pada dinding rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara plasenta
yang terlepas dan uterus sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi
(concealed hemorrhage) yang dapat terjadi parsial (Gambar 2.3) atau total (Gambar
2.4)4,5.
Gambar Solusio Plasenta Parsial Disertai Perdarahan Tersembunyi
Solusio plasenta dengan perdarahan tertutup terjadi jika:
1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah
rahim.
Perdarahan yang tersembunyi biasanya menimbulkan bahaya yang lebih
besar bagi ibu, tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumptif tetapi juga
karena jumlah darah yang keluar sulit diperkirakan.
Gambar Solusio Plasenta Total Disertai Perdarahan Tersembunyi
Secara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran
klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu solusio
plasenta ringan, sedang, dan berat.
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan
kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml.
Gejala-gejala sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang
kehitamam. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
b. Solusio Plasenta Sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, namun belum mencapai
separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum
mencapai 1000 ml. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri pada
perut yang terus-menerus, denyut janin menjadi cepat, hipotensi, dan takikardi.
c. Solusio Plasenta Berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar
melebihi 1000 ml. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum disertai syok, dan
hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal
yang ditandai pada oligouri biasanya telah ada.
2.1.3 Prevalensi
Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Kejadiannya bervariasi
dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan. Frekuensi solusio plasenta di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Solusio plasenta merupakan salah satu
penyebab perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap kematian
maternal dan perinatal di Indonesia. Saat ini kematian maternal akibat solusio
plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan penyebab 20-35% kematian
perinatal.
Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per
100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan
50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju. Di negara
berkembang, penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan,
persalinan, nifas adalah perdarahan, infeksi, pre-eklamsi/eklamsi. Selain itu
kematian maternal juga dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan, sosioekonomi, usia
ibu hamil, dan paritas.
Solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya
tercatat sebesar 1 di antara 8 kehamilan3. Namun, insidensi solusio plasenta
cenderung menurun dengan semakin baiknya perawatan antenatal sejalan dengan
semakin menurunnya jumlah ibu hamil usia dan paritas tinggi dan membaiknya
kesadaran masyarakat berperilaku lebih higienis.
Etiologi
Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui , tetapi terdapat beberapa
keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio
plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko (Tabel 2.1), seperti hipertensi, riwayat
trauma, kebiasaan merokok, usia ibu, dan paritas yang tinggi.
Faktor Risiko Hubungan dengan risiko
Meningkatnya usia dan paritas 1.3–1.5
Faktor Risiko Hubungan dengan risiko
Preeklampsia 2.1–4.0
Hipertensi kronik 1.8–3.0
Ketuban pecah dini 2.4–4.9
Kehamilan ganda 2.1
Hidroamnion 2.0
Wanita perokok 1.4–1.9
Trombofilia 3–7
Penggunaan kokain NA
Riwayat solusio plasenta 10–25
Mioma dibelakang plasenta 8 dari 14
Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang
Tabel Faktor Risiko Solusio Plasenta2
Seperti diperlihatkan di Grafik 2.1, insidensinya meningkat seiring dengan
usia ibu. Meski Prtichard dkk. (1991) juga memperlihatkan bahwa insiden lebih tinggi
pada wanita dengan paritas tinggi, Toohey dkk. (1995) tidak mendapatkan hal ini
pada wanita yang memiliki 5 anak atau lebih.
Grafik Insidensi Solusio Plasenta dan Plasenta Previa
2.1.5 Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari
suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu
patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas
karena robeknya pembuluh darah desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis)
yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam
vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang
menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil
akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan
tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat
permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa
menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian
plasenta yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali
terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa
kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria
spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian
nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma
yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak
sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput ketuban
dan miometrium dan selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (revealed
hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi mengandung
tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus.
Walaupun jarang terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam uterus
(concealed hemorrhage).
Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa
menyebabkan iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti
infark, oksidatif stres, apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini berpotensi
merusak hubungan uterus dengan plasenta yang berujung kepada solusio plasenta.
Dilaporkan merokok berperan pada 15% sampai 25% dari insidensi solusio plasenta.
Merokok satu bungkus perhari menaikkan insiden menjadi 40%.
2.1.6 Gejala Klinik
Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya
perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), nyeri perut dan
uterus tegang terus-menerus mirip his partus prematurus.
Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit yang
menunjukkan gejala. Pada keadaaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali
hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal
plasenta. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit,
sehingga belum keluar dari vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan
membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar berwarna merah
segar pada plasenta previa. Tanda vital ibu dan janin masih baik. Pada inspeksi dan
auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri lokal
pada tempat terbentuknya hematom. Kadar fibrinogen darah dalam batas normal
yaitu 350 mg%. Walaupun belum memerlukan intervensi segera keadaan ringan ini
perlu dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaan bertambah berat.
Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan plasenta previa dan
mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada solusio plasenta sedang
atau berat.
Gejala dan tanda pada solusio plasenta sedang seperti rasa nyeri pada perut
yang terus-menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin,
perdarahan yang keluar tampak lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit dingin,
oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150-250 mg/100 ml, dan
mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
Rasa nyeri bersifat menetap, tidak hilang timbul seperti pada his yang normal.
Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman. Pada pemantauan keadaan
janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu dilakukan
tes gangguan pembekuan darah.
Pada solusio plasenta berat perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti
papan (defence musculare) disertai perdarahan berwarna hitam. Oleh karena itu,
palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi
daripada yang seharusnya karena telah terjadi penumpukan darah di dalam uterus
pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi fundus
bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung. Pada inspeksi rahim
terlihat membulat dan kulit di atasnya kencang. Pada auskultasi denyut jantung janin
tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi plasenta. Keadaan umum
menjadi buruk disertai syok. Adakalanya keadaan umum ibu jauh lebih buruk
dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari vagina. Kadar fibrinogen
darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada tromobositopenia.
2.1.7 Diagnosis Klinik
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio plasenta
yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan KTG.
Namun kadang pasien datang dengan gejala perdarahan tidak banyak dengan perut
tegangan tetapi janin telah meninggal. Diagnosis pasti hanya bisa ditegakkan
dengan melihat adanya perdarahan retroplasenta setelah partus (Gambar 2.6).
Gambar Perdarahan Retroplasenta
Ditekankan bahwa tanda dan gejala pada solusio plasenta dapat sangat
bervariasi. Sebagai contoh, pedarahan eksternal dapat deras, namun plasenta yang
terlepas tidak terlalu luas sehingga belum membahayakan janin secara langsung.
Walaupun jarang, mungkin tidak terjadi perdarahan eksternal tetapi plasenta
terlepas total dan sebagai akibatnya janin meninggal. Hurd dkk. (1983) dalam
sebuah penelitian prospektif yang relatif kecil tentang solusio plasenta,
mengidentifikasi frekuensi berbagai gejala dan tanda yang berhubungan (Tabel 2.2).
Perdarahan dan nyeri abdomen adalah temuan tersering. Temuan lain yang
didapatkan adalah perdarahan serius, nyeri punggung, nyeri tekan uterus, kontraksi
uterus yang sering.
Pada penelitian-penelitian lama, USG jarang mengkonfirmasi diagnosis
solusio plasenta. Sebagai contoh, Sholl (1987) memastikan diagnosis secara
sonografis hanya pada 25% wanita. Hal yang sama dikemukakan oleh Glantz dan
Purnell (2002), yang mengkalkulasi hanya 24% dari 149 wanita yang melakukan
USG dapat menyingkirkan kemungkinan adanya solusio plasenta. Yang penting,
temuan negatif pada pemeriksaan USG tidak menyingkirkan solusio plasenta.
Gejala dan Tanda Frekuensi (%)
Perdarahan pervaginam 78
Gejala dan Tanda Frekuensi (%)
Uterus tegang atau nyeri pinggang
66
Gawat janin 60
Partus prematurus 22
Kontraksi yang terus menerus tinggi
17
Hipertonus 17
Kematian janin 15
Tabel Gejala dan Tanda yang Terdapat pada 59 Wanita Solusio Plasenta
Diagnosis BandingPada kasus solusio plasenta yang parah, diagnosis biasanya jelas. Bentuk-
bentuk solusio yang lebih ringan dan lebih sering terjadi sulit diketahui dengan pasti
dan diagnosis sering ditegakkan berdasarkan eksklusi. Karena itu, pada kehamilan
variabel dengan penyulit perdarahan pervaginam, perlu menyingkirkan plasenta
previa dan penyebab lain perdarahan dengan pemeriksaan klinis dan evaluasi USG.
Telah lama diajarkan, mungkin dengan beberapa pembenaran, bahwa perdarahan
uterus yang nyeri adalah solusio plasenta sementara perdarahan uterus yang tidak
nyeri mengindikasikan plasenta previa. Sayangnya, diagnosis banding tidak
sesederhana itu. Persalinan yang menyertai plasenta previa dapat menimbulkan
nyeri yang mengisyaratkan solusio plasenta. Perbedaan solusio plasenta dengan
plasenta previa dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
Kriteria Solusio Plasenta Plasenta Previa
Perdarahan
Uterus
Merah tua s/d coklat
hitam
Terus menerus
Disertai nyeri
Tegang, Bagian janin tak
Merah segar, Berulang ,
Tidak nyeri
Tak tegang
Syok/Anemia
Fetus
Pemeriksaan
dalam
teraba, Nyeri tekan
Lebih sering
Tidak sesuai dengan
jumlah darah yang keluar
40% fetus sudah mati
Tidak disertai kelainan
letak
Ketuban menonjol
walaupun tidak his
Tak nyeri tekan
Jarang
Sesuai dengan jumlah
darah yang keluar
Biasanya fetus hidup
Disertai kelainan letak
Teraba plasenta atau
perabaan fornik ada
bantalan antara bagian
janin dengan jari
pemeriksaan
Tabel 2.3 Perbedaan Solusio Placenta dan Placenta Previa
Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal.
Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari kematian
setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan
nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita
solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga sering terjadi
di mana proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa dijelang oleh
persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut. Hematoma
retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan retroplasenta berhenti ke
dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat perombakan
protrombin menjadi trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah
fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan utama pada solusio
plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup
banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas
(disseminated intravascular coagulation) yang semakin menguras persediaan
fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain.
Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat
tekanan intrauterina yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun dan
menyebabkan anoksia. Keadaan umum yang terjadi adalah nekrosis tubulus-tubulus
ginjal secara akut menyebabkan kegagalan fungsi ginjal.
Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah
lapisan serosa uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang
pertama kalinya dilaporkan oleh Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang
sering disebut sebagai uterus couvelaire. Pada keadaan ini perdarahan
retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut miometrium
dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan pengikat
ligamentum latum, ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke rongga
pernitonei. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu kontraksi uterus
sehingga terjadi perdarahan postpartum berat dan bukan merupakan indikasi untuk
histerektomi.
Penanganan
Terapi solusio plasenta akan berbeda-beda tergantung pada usia kehamilan
serta status ibu dan janin. Pada janin yang hidup dan matur, dan apabila persalinan
pervaginam tidak terjadi dalam waktu dekat, sebagian besar akan memilih seksio
sesaria darurat.
Solusio Plasenta Ringan
Solusio plasenta ringan jarang ditemukan di RS. Pada umumnya didiagnosis
secara kebetulan pada pemeriksaaan USG oleh karena tidak memberikan gejala
klinik yang khas. Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu dan perdarahan
kemudian berhenti, perut tidak menjadi nyeri, dna uterus tidak tegang, maka
penderita harus diobservasi dengan ketat. Apabila perdarahan berlangsung terus
dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan pemeriksaan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas maka dilakukan terminasi kehamilan
Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan
umum terlebih dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila janin masih
hidup biasanya dalam keadaan gawat janin, dilakukan seksio sesarea, kecuali bila
pembukaan telah lengkap. Pada keadaan ini dilakukan amniotomi, drip oksitosin,
dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep. Apabila janin telah mati dilakukan
persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip oksitosin. Bila bayi
belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea.
Tokolitik
Hurd dkk. (1983) mendapatkan bahwa solusio berlangsung dalam waktu yang
lama dan membahayakan apabila diberikan tokolitik. Towers dkk. (1999)
memberikan magnesium sulfat, terbutalin, atau keduanya kepada 95 di antara 131
wanita dengan solusio plasenta yang didiagnosis sebelum minggu ke-36. Angka
kematian perinatal sebesar 5% dan tidak berbeda dari kelompok yang tidak diterapi.
Namun, penggunaan tokolitik pada penatalaksanaan solusio plasenta masih
kontroversial.
Seksio Sesarea
Pelahiran secara cepat janin yang hidup tetapi mengalami gawat janin hampir
selalu berarti seksio sesarea. Kayani dkk. (2003) meneliti hubungan antara cepatnya
persalinan dan prognosis janinnya pada 33 wanita hamil dengan gejala klinis berupa
solusio plasenta dan bradikardi janin. 22 bayi secara neurologis dapat selamat, 15
bayi dilahirkan dalam waktu 20 menit setelah keputusan akan dilakukan operasi. 11
bayi meninggal atau berkembang menjadi Cerebral Palsy, 8 bayi dilahirkan di bawah
20 menit setelah pertimbangan waktu, sehingga cepatnya respons adalah faktor
yang penting bagi prognosis bayi ke depannya6. Seksio sesarea pada saat ini besar
kemungkinan dapat membahayakan ibu karena mengalami hipovolemia berat dan
koagulopati konsumtif yang parah.
Persalinan Pervaginam
Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parah sehingga menyebabkan janin
meninggal, lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya
sedemikian deras sehingga tidak dapat diatasi bahkan dengan penggantian darah
secara agresif, atau terdapat penyulit obstetri yang menghambat persalinan
pervaginam. Defek koagulasi berat kemungkinan besar dapat menimbulkan
kesulitan pada seksio sesarea. Insisi abdomen dan uterus rentan terhadap
perdarahan hebat apabila koagulasi terganggu. Dengan demikian, pada persalinan
pervaginam, stimulasi miometrium secara farmakologis atau dengan massage
uterus akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah berkontraksi sehingga
perdarahan serius dapat dihindari walaupun defek koagulasinya masih ada. Lebih
lanjut, perdarahan yang sudah terjadi akan dikeluarkan melalui vagina.
Amniotomi
Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting
dalam penatalaksanaan solusio plasenta. Alasan dilakukannya amniotomi ini adalah
bahwa keluarnnya cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin dan mungkin faktor-faktor
pembekuan aktif dari bekuan retroplasenta ke dalam sirkulasi ibu. Namun, tidak ada
bukti keduanya tercapai dengan amniotomi. Apabila janin sudah cukup matur,
pemecahan selaput ketuban dengan mempercepat persalinan. Apabila janin imatur,
ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong pembukaan serviks
daripada tekanan yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang berukuran kecil dan
kurang menekan serviks.
Oksitosin
Walaupun pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat terjadi
hipertonisitas yang mencirikan kerja miometrium, apabila tidak terjadi kontraksi
uterus yang ritmik, pasien diberi oksitosin dengan dosis standar. Stimulasi uterus
untuk menimbulkan persalinan pervaginam memberikan manfaat yang lebih besar
daripada risiko yang didapat. Pemakaian oksitosin pernah dipertanyakan
berdasarkan anggapan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu sehingga memacu atau memperparah
kaogulopati konsumtif atau sindroma emboli cairan amnion.
Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan
lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio
plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena
tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai
prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan
morbiditas perinatal yang tinggi. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis yang
paling buruk baik terhadap ibu terlebih terhadap janinnya2.
top related