analisis praktik klinik keperawatan anak...
Post on 06-Feb-2018
307 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN
DIARE DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Mariska Iriyanti
0706270876
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI REGULER
DEPOK , JAWA BARAT
JULI 2013
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN
DIARE DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
Mariska Iriyanti
0706270876
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI REGULER
DEPOK , JAWA BARAT
JULI 2013
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah kami nyatakan dengan benar.
Nama : Mariska Iriyanti
NPM : 0706270876
Tanda Tangan :
Tanggal : 10 Juli 2013
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh:
Nama : Mariska Iriyanti
NPM : 0706270876
Program : Profesi 2012-2013
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul Karya Ilmiah : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Diare Di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Ners pada Program Studi Profesi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Penguji I : Siti Chodijah, S. Kp., M.N. ( )
Penguji II : Ns. Ngatmi, S.Kep. ( )
Ditetapkan di : Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia
Tanggal : 21 Juni 2013
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
v
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh:
Nama : Mariska Iriyanti
NPM : 0706270876
Program : Profesi 2012-2013
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul Karya Ilmiah : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Diare Di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati
Telah mendapatkan persetujuan dari pembimbing KIA (Karya Ilmiah Akhir) dan
koordinator mata ajar peminatan anak program profesi sebagai bagian dari
persyaratan untuk memperoleh gelar nurse pada Program Studi Profesi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Menyetujui,
Pembimbing KIA
Nur Agustini, SKp., MSi
197008191995122001
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 10 Juli 2013
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga mahasiswa dapat menyelesaikan
laporan karya ilmiah akhir yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Anak dengan Diare Di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati” dalam rangka memenuhi tugas mata ajar Karya Ilmiah
Akhir.
Dalam proses penyusunan laporan kary ailmiah ini, mahasiswa menyadari masih
banyak kekurangan yang dimiliki. Namun, berkat bantuan dan bimbingan semua
pihak maka laporan karya ilmiah akhir ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
2. Ibu Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An. selaku koordinator
mata ajar peminatan anak program profesi Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
3. Ibu Nur Agustini, SKp., MSi selaku pembimbing karya ilmiah akhir yang
telah memberikan motivasi dan banyak tuntunan yang sangat berguna
selama proses penulisan dan penyusunan laporan ini .
4. Ibu Ngatmi, S.Kep selaku pembimbing klinik di R.S.U.P Fatmawati
5. Orang tua dan adikku tercinta yang selalu memberikan semangat.
6. Serta semua pihak yang tidak dapat kami uraikan satu persatu tanpa
mengurangi rasa terima kasih peneliti.
Akhir kata, mahasiswa mengucapkan terima kasih pada semua pihak.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna perbaikan di
masa mendatang. Semoga penulisan laporan ini dapat membawa manfaat bagi
pengembangan dan peningkatan ilmu keperawatan.
Depok, 10 Juli 2013
Peneliti
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Mariska Iriyanti
NPM: : 0706270876
Program studi : Profesi 2012-2013
Fakultas : Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Jenis karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksekutif (Non-
exclusive Royalty-Free Right) atas laporan penelitian kami yang berjudul:
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Pada Pasien Diare Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati”,
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan kata
(database), merawat, dan mempublikasikan laporan penelitian kami tanpa
meminta izin dari kami selama tetap mencantumkan nama kami sebagai
peneliti dan pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok
Pada tanggal: 10 Juli 2013
Yang menyatakan
(Mariska Iriyanti)
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
viii
ABSTRAK
Nama : Mariska Iriyanti
NPM : 0706270876
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Pada Pasien Diare Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Diare menempati urutan kedua pembunuh anak di bawah umur lima tahun di dunia. Diare
merupakan suatu gejala hasil dari kelainan pada peoses digestif, absorbsi, dan fungsi sekresi.
Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan terapi pijat pada penurunan frekuensi BAB penderita Diare. Aplikasi dilakukan pada dua anak sebagai responden
intervensi dan satu anak sebagai responden non-intervensi. Hasil penerapan terapi pijat ini
didapatkan bahwa terdapat penurunan frekuensi BAB pada anak dengan diare setelah dilakukan
terapi pijat. Hasil penerapan aplikasi ini menyarankan institusi pelayanan kesehatan dapat
mempertimbangkan dalam penerapan terapi ini sebagai terapi komplementer. Kemudian, terapi
komplementer dapat dijadikan salah satu mata kuliah praktik pada mahasiswa keperawatan.
Kata Kunci: anak, diare, komplementer, pijat, terapi
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
ix
ABSTRACT
Name : Mariska Iriyanti
Student ID : 0706270876
Faculty : Nursing Science
Title : The analysis of child nursing clinical practice of Urban Public Health Nursing
at Children with diarrhoea in Fatmawati Hospital
Diarrhoeal disease is the second leading cause of death in children under five years old. Diarrhoea
is a symptom which is the result of disruption in digestive process, absorption, and secretion. The
objective of this study was to ascertain the effect of massage therapy in decreasing defecation frequency on children with diarrhoea. Samples for this study were two children as an intervention
respondents, and one child as a non-intervention respondent. Result of this study indicated that
there is an effect in decreasing defecation frequency in children who had been through a massage
therapy.This study suggest that a health care institution should considered this therapy to be
applied as a complementer therapy. Furthermore, the complementary therapy could be conducted
as a practical lesson for nursing students.
Keywords: children, complementary, diarrhoea, massage, therapy
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN .... vii
ABSTRAK ............................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
BAB 2 .TINJAUAN KEPUSTAKAAN ................................................ 7
2.1 Tinjauan Teoritis ......................................................................... 7
2.1.1 Diare .............................................................................. 7
2.1.2 Konsep keseimbangan cairan & elektrolit ....................... 10
2.1.3 Terapi pijat ..................................................................... 16
BAB 3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ........................... 22
3.1. Gambaran kasus ......................................................................... 22
3.2. Asuhan keperawatan ................................................................... 22
BAB 4. ANALISA SITUASI ................................................................. 24
4.1. Profil lahan praktik ..................................................................... 24
4.2. Analisa masalah keperawatan dengan konsep terkait
KKMP dan kasus terkait ......................................................... 26
4.3. Analisa salah satu intervensi dengan konsep
dan penelitian terkait ............................................................... 30
4.4. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan ................................ 32
BAB 5. PENUTUP ................................................................................ 34
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 34
5.2 Saran .......................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA 36
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengkajian An. A
Lampiran 2. Rencana Asuhan Keperawatan An. A
Lampiran 3. Catatan Perkembangan An. A
Lampiran 4. Web of Causation (WOC) Diare
Lampiran 5: Biodata Diri
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
1 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan anak terutama di negara
berkembang. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention
(CDC, 2012), penyakit diare bertanggung jawab atas 1 dari 9 kematian di
dunia, membuat diare menjadi penyebab kedua kematian anak di bawah
usia lima tahun setelah pneumonia. Diare menjadi penyakit pembunuh di
dunia karena diare membunuh 2.195 anak setiap hari, lebih dari korban
penyakit AIDS, malaria, dan campak disatukan(CDC, 2012). Menurut
statistik World Health Oganization (WHO, 2011), diare menimbulkan
kematian bagi 2,4 juta anak di dunia atau 4,3% kematian dari total
populasi dunia, terkonsentrasi di negara miskin dan anak kurang mampu
di strata sosial dengan 90% kematian terjadi di afrika dan asia (UNICEF,
2012). Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki angka
kejadian diare tinggi ditandai dengan masih sering timbulnya Kejadian
Luar Biasa (KLB) terkait diare di beberapa wilayah Indonesia
(KEMENKES RI, 2011).
RISKESDAS (2007) menunjukkan bahwa diare merupakan penyebab
kematian pada anak di bawah lima tahun di Indonesia (UNICEF
Indonesia, 2012). Laporan RISKESDAS 2007 menunjukkan diare
sebagai penyebab 31 persen kematian anak usia antara 1 bulan hingga
satu tahun dan 25 persen kematian anak usia antara satu hingga empat
tahun (KEMENKES RI, 2011). Penurunan angka kematian anak
merupakan salah satu target dari Millenium Development Goals (MDGs)
yang disepakati dalam deklarasi internasional. Oleh karena itu, salah satu
upaya untuk mendukung tercapainya target tersebut adalah dengan
menurunkan angka kematian akibat diare.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
2
UNIVERSITAS INDONESIA
Angka kejadian diare di tempat praktik, R.S.U.P. Fatmawati Jakarta,
berada pada posisi tiga teratas dari total pasien rawat inap selama periode
07 Mei s/d 20 Juni 2013. Tercatat 31 kasus diare yang dirawat di ruang
anak lantai III selatan, R.S.U.P Fatmawati. R.S.U.P Fatmawati berlokasi
di daerah perkotaan, Jakarta Selatan, merupakan rumah sakit rujukan
daerah JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi). Daerah perkotaan (urban) menjadi faktor menarik yang
mempengaruhi angka kejadian diare.
Walaupun prevalensi diare lebih banyak terjadi di pedesaan dibanding di
daerah perkotaan, yaitu 10% di pedesaan dan 7,4 % di perkotaan
(KEMENKES RI, 2011). Namun, sebuah studi menunjukkan bahwa
angka kematian di perdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripada
angka kematian di perkotaan, dan bahwa kematian di perkotaan bahkan
telah mengalami peningkatan pada masa neonatal (UNICEF Indonesia.
2012). Tren ini tampaknya terkait dengan urbanisasi yang cepat, sehingga
menyebabkan kepadatan penduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi
yang buruk pada penduduk miskin perkotaan, yang diperburuk oleh
perubahan dalam masyarakat yang telah menyebabkan hilangnya jaring
pengaman sosial tradisional. Kualitas pelayanan yang kurang optimal di
daerah-daerah miskin perkotaan juga merupakan faktor penyebab
(UNICEF Indonesia. 2012).
Diare menimbulkan masalah serius hingga kematian akibat kehilangan
cairan dan elektrolit yang menyebabkan dehidrasi. Bagi anak-anak yang
bertahan hidup, seringnya frekuensi menderita diare dapat berkontribusi
terhadap masalah gizi sehingga menghalangi anak untuk dapat mencapai
potensi maksimal mereka. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan efek
serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan kemampuan produktif
suatu bangsa di masa datang. Penanganan standar diare menurut WHO
(2005), terdiri dari tiga elemen utama, yaitu terapi rehidrasi, pemberian
zinc, dan lanjutkan pemberian makan. Lama hari rawat penderita diare
yang dirawat di R.S.U.P Fatmawati pada 07 Mei s/d 20 Juni 2013, yaitu 4
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
3
UNIVERSITAS INDONESIA
– 7 hari. Namun demikian, hari rawat balita diare dipengaruhi oleh
kondisi fisik bayi (status gizi balita baik, kurang atau buruk), darah
penderita (normal atau tidak), protein urine positif atau negatif, derajat
dehidrasi dan makanan/ minuman yang dimimun (KEMENKES. 2011).
Trend Evidence Based Pracrise (EBP) merupakan alternatif dan metode
baru dalam pemberian asuhan keperawatan. Hal ini terjadi seiring dengan
makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan yang dituntut untuk menemukan metode baru dalam pelayanan
kesehatan. Salah satu EBP dalam asuhan keperawatan yang sedang
berkembang, yaitu terapi komplementer, terapi yag menggunakan
pendekatan tidak umum yang sejalan dengan pendekatan konvensional-
medis (NCAM, 2012).
Integrasi dari terapi komplementer dan alternatif dengan praktik medis
konvensional telah mengalami peningkatan. Persepsi perbedaan dalam
kedua terapi pun telah berubah, dalam jurnal American College of
Physicians (ACP) dilakukan survey yang menghasilkan bahwa 79% dari
responden penelitian memiliki persepsi bahwa mengunjungi dokter medis
dan menggunakan terapi komplementer dalam 12 bulan terakhir merasa
kombinasi dari kedua pendekatan lebih baik daripada hanya
menggunakan salah satu pendekatan saja (Eisenberg et.al., 2001).
Beberapa dari terapi komplementer telah dilakukan dalam intervensi
keperawatan. Dalam The National Intervention Classification (NIC)
teridentifikasi 400 intervensi keperawatan yang terkait dengan terapi
komplementer, salah satunya terapi pijat. (Snyder dalam Novianti, 2010).
Melihat data statistik dunia, Indonesia, dan R.S tempat praktik
mahasiswa yang menunjukkan bahwa angka kejadian diare yang tinggi,
mahasiswa tertarik untuk mengambil kasus diare menjadi topik bahasan
karya ilmiah akhir. Di lahan praktik mahasiswa, terdapat kesempatan
dalam menerapkan terapi komplementer berdasarkan EBP. Oleh karena
itu, mahasiswa tertarik menerapkan asuhan keperawatan anak diare
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
4
UNIVERSITAS INDONESIA
dengan mengaplikasikan terapi komplementer, terapi pijat dalam usaha
menurunkan frekuensi BAB pada anak dengan diare.
Pijat tebukti membantu dalam mengatassi beberapa kondisi anak.
Beberapa artikel dalam National Centers for Biotechnology Information
(NCBI, 2007) menuliskan mengenai manfaat terapi komplementer dalam
perawatan anak dengan asma, penanganan nyeri, berat badan rendah,
kelainan neurologis. Pijat dapat merangsang aliran darah yang akan
membawa oksigen dan nutrisi pada jaringan yang dipijat. Beberapa studi
lain menunjukkan bahwa pijat dapat mengurangi kecemasan dan stres.
Penurunan stres terjadi dengan mekanisme pengaktifan sistem saraf
parasismpatik dalam tubuh sehingga menurunkan denyut nadi dan
melemaskan otot, menurunkan tingkat hornon stres, seperti adrenalin dan
kortisol, meningkatkan level kadar mimia di otak, seperti dopamin dan
serotonin yang membantu mengendalikan nyeri. (Hughes, Ladges,
Rooney, & Kelly dalam Novianti, 2010). Pijat juga dapat menguatkan
sistem imunitas dengan meningkatkan jumlah dan keagresifan sel-sel
tubuh dala melawan virus dan kanker, serta menstimlasi produksi
limfosit dan Natural Killer (Braun & Simonson, 2008).
Jumo, Fargo, dan Akers (2006) menulis tentang efek terapi pijat pada
bayi di dua panti asuhan di Ekuador. Projek penelitian ini bertujuan
untuk menginvestigasi efek terapetik terapi pijat untuk menurunkan
episode diare dan penurunan angka kesakitan pada bayi di kedua panti
asuhan tersebut. Terapi pijat dilakukan selama kurang lebih 53 hari
dengan hasil bahwa kelompok kontrol memiliki 50% risiko lebih besar
terkena diare dibandingkan dengan kelompok eksprerimen; 11%
kelompok kontrol cenderung mengalami sakit dibandingkan kelompok
eksperimen (Jump, Fargo, dan Akers, 2006).
Novianti (2010) juga melakukan penelitian terkait terapi pijat dalam
menurunkan frekuensi BAB dan tingkat dehidrasi pada anak usia 0 – 2
tahun di RSUD Cibabat, Cimahi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa
terdapat pengaruh terapi pijat yang signifikan dalam penurunan frekuensi
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
5
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB dan tingkat dehidrasi pada kelompok intevensi tapi tidak ada
perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
dalam penurunan frekuensi BAB dan tingkat dehidrasi (Novianti, 2010).
1.2. Perumusan Masalah
Diare menempati posisi kedua penyebab utama kematian anak di bawah
usia lima tahun di diunia. Diare membunuh sekitar 760.000 anak di
bawah usia lima tahun (WHO, 2013). Menurut survei morbiditas yang
dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d
2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 rarata
kejadian penyakit (incidence rate) diare, yaitu 301/ 1000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423
/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk
(KEMENKES, 2011).
Diare dapat berlangsung beberapa hari yang menyebabkan tubuh
kekurangan air dan mineral garam yang penting bagi kelangsungan hidup
individu. Kebanyakan individu yang meninggal akibat diare meninggal
akibat dehidrasi dan kehilangan cairan berlebih. Diare sebenarnya
penyakit yang dapat dicegah dan diatasi. Penatalaksanaan diare yang tepat
ditambah dengan intervensi komplementer pendukung terapi
konvensional dapat menjadi pilihan yang baik untuk mengatasi diare.
Salah satu intervensi komplementer yang dapat dilakukan adalah terapi
pijat. Mengacu pada penelitian mengenai efek terapi pijat pada penurunan
frekuensi BAB yang telah dilakukan di luar negeri dan dalam negeri,
maka terapi pijat ini patut diuji coba untuk mengetahui keefektifannya.
1.3. Tujuan Penulisan
I.3.1 Tujuan umum
Mengetahui keefektifan terapi pijat pada penurunan frekuensi BAB
penderita Diare
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
6
UNIVERSITAS INDONESIA
I.3.2 Tujuan khusus
1) Mengetahui karakteristik anak yang mengalami diare (usia dan
kebiasaan mencuci tangan).
2) Menidentifikasi masalah keperawatan anak dengan diare
3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan dalam penanganan
anak dengan diare
4) Mengidentifikasi penurunan frekuensi BAB pada anak dengan
diare setelah dilakukan terapi pijat.
5) Mengetahui adanya perbedaan frekuensi BAB pada anak yang
dilakukan intervensi dan tidak dilakukan intervensi.
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1. Masyarakat
Karya ilmiah ini bermanfaat sebagai salah satu bentuk pelayanan
keperawatan dalam menangani masalah terkait diare. Terapi ini
diharapkan membawa manfaat dalam kondisi kesehatan anak dan
mendekatkan keeratan hubungan orang tua dan anak saat anak sakit.
1.4.2. Pendidikan
Karya ilmiah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dalam pemberian
asuhan keperawatan anak dengan diare.
1.4.3. Praktek keperawatan
Diharapkan karya ilmiah ini dapat menjadi landasan untuk menerapkan
terapi pijat pada anak dengan diare.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
7
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 2
STUDI KEPUSTAKAAN
Dalam bab ini akan diuraikan teori dan konsep yang berhubungan dengan dare
dan terapi pijat, serta penelitian terkait.
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Diare
2.1.1.1 Definisi
Diare adalah kondisi ketika terjadi perubahan tiba-tiba pada frekuensi
dan konsistensi buang air besar (Hazinski, 2013). Hockenberry dan
Wilson (2009) mendefinisikan diare sebagai suatu gejala yang
merupakan hasil dari kelainan pada proses digestif, absorbsi, dan fungsi
sekresi. Diare dapat dikatakan sebagai peningkatan frekuensi BAB atau
penurunan konsistensi feses (Ulshen, 2004 dalam Ricci & Kyle, 2009).
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa diare merupakan kondisi abnormal
pada proses digestif, absorbsi cairan dan elektrolit hingga gangguan
fungsi sekresinya. Diare dapat melibatkan lambung dan usus pada
penyakit gastroenteritis, usus halus (enteritis), kolon (kolitis), atau kolon
dan usus (enterokolitis)
2.1.1.2 Agen penyebab
Diare diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan durasi terjadinya
penyakit, yaitu diare akut dan diare kronik (Hockenberry & Wilson,
2009). Diare akut merupakan penyebab utama kejadian diare pada anak
berusia kurang dari lima tahun. Diare akut adalah kejadian diare,
peningkatan frekuensi BAB dan perubahan konsistensi feses, yang terjadi
selama kurang dari 14 hari. Diare jenis ini seringkali disebabkan oleh
agen infeksius di saluran cerna. Gejala tersebut juga dapat terjadi
bersamaan dengan infeksi saluran pernapasan dan saluran perkemihan.
Diare jenis ini dapat7 sembh dengan sendirinya dan tidak perlu
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
8
UNIVERSITAS INDONESIA
penanganan khusus kecuali jika terjadi dehidrasi. Agen infeksius yang
biasanya menyebabkan gastroenteritis akut adalah patogen virus, bakteri,
dan parasit (Hockenberry & Wilson, 2009).
Rotavirus merupakan agen patogen paling umum di dunia yang
menyebabkan anak usia di bawah lima tahun terkena diare (Hazinski,
2013). Selain agen patogen virus, agen patogen bakteri yang bisa menjadi
etiologi diare antara lain, E.coli, Clostridium perfringens, Clostridium
botulinum, Clostridium difficile, dll (Hazinski, 2013).
Diare kronik didefrinisikan sebagai peningkatan frekuensi BAB dan
peningkatan kandungan air dengan durasi lebih dari 14 hari. Penyebab
diare kronik diantranya adalah karena bagaian dari proses penyakit
(kanker kolon), infeksi saluran pencernaan, pertumbuhan bakteri yang
berlebihan pada usus halus, malabsorbsi karbohidrat, protein, atau
glukosa (Marks dalam Novianti, 2010).
2.1.1.3 Transmisi
Sebagian besar patogen penyebab diare disebarkan melalui jalur fekal-
oral yang mengkontaminasi makanan atau minuman (Hockenberry &
Wilson, 2009). Penyebaran juga dapat terjadi melalui infivifu yang
terinfeksi patogen bakteri dengan kontak langsung. Penyebaran patogen
bakteri yang biasanya menjadi kejadian wabah diare biasanya
dipengaruhi oleh faktor sanitasi air bersih yang tidak baik, perilaku yang
mengkontaminasi makanan atau minuman.
Penyebaran juga dapat terjadi melalui individu yang terinfeksi patogen
bakteri dengan kontak langsung. Penyebaran patogen bakteri yang
biasanya menjadi kejadian wabah diare biasanya dipengaruhi oleh faktor
kekurangan air bersih, sanitasi air bersih yang tidak baik, perilaku
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
9
UNIVERSITAS INDONESIA
mencuci tangan yang buruk, daerah pemukiman padat (Hockenberry &
Wilson, 2009).
2.1.1.4 Patofisiologi
Diare akut pada anak umumnya disebabkan oleh virus tapi etiologi
lainnya, seperti bakteri dan bakteri mungkin menjadi penyebab terjadinya
diare. Virus melukai lapisan penyerapan sel vili menyebabkan penurunan
proses penyerapan dan defisiensi disakarida (Ricci & Kyle, 2009).
Bakteri menghasilkan cedera usus dengan secara langsung menginvasi
mukosa usus, merusak lapisan permukaan vili atau melepaskan racun
(toksin). Diare akut dapat menghasilkan pengeluaran darah ataupun
tidak. Diare juga dapat terkait dengan penggunaan antibiotik dalam
waktu yang lama atau dosis yang tinggi sehingga membunuh flora
normal yang ada di usus.
Hockenberry dan Wilson (2010 dalam Novianti, 2010) merangkum
patofisiologi diare menjadi tiga mekanisme berbeda. Invasi
mikroorganisme parogen ke dalam saluran pencernaan menyebabkan
diare melalui, yaitu (1) produksi enterotoksin yang menstimukasi sekresi
air dan elektrolit, (2) invasi serta destruksi sel-sel eptitel usus, dan (3)
inflamasi lokal serta invasi sitemik oleh mikroorganisme tersebut.
Patogen merusak sel mukosa vili di usus kecil menyebabkan cedera
permukaan dan penurunan kapasitas absorbsi air dan elektrolit. Patogen
juga memasuki mukisa dan submukosa usus menyebabkan kerusakan sel,
nekrosis, dan ulserasi. Enterotoksin yang dihasilkan patogen bakteri
menstmulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel sekresi primer di usus
kecil. Aksi dari enterotoksin juga mempengaruhi fungsi absorbsi dari
daeraj permukaan usus kecil. Akibatnya, terjadilah ketidakseimbangan
sektesi cairan dan elektrolit dan termanifestasikan dengan peningkatan
frekuensi bab. Diare dengan proses demikian dapat mengarahkan
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
10
UNIVERSITAS INDONESIA
penderita mengalami dehidrasi dan asidosis metabolik (Pott and
Mandleco dalam Novanti, 2010). Jika kondisi dehidrasi dan asidosis
metabolik tidak tertangani, maka kejadian syok hipovolemik tidak
terelakkan. Kondisi tersebut mengancam jiwa penderita.
2.1.1.5 Manifestasi klinis
Anak dengan diare dan dehidrasi sudah dipastikan mengalami
ketidakadekuatan cairan masuk dan peningkatan frekuensi BAB. Anak
kemungkinan akan mengalami demam dan rewel atau tampak lemah.
Anak juga dapat mengalami muntah dan perubahan staus hemodinamik.
2.1.2 Konsep keseimbangan cairan dan elektrolit
II.1.2.1 Klasifikasi cairan tubuh
Cairan tubuh adalah cairan tubuh yang mengandung zat terlarut di
dalamnya, zat terlarut meliputi elektrolit dan ion-ion. Cairan tubuh
terletak dalam dua kompartemen utama, yaitu
1) Cairan intra selular (CIS): 2/3 cairan tubuh
2) Cairan ekstra selular (CES): 1/3 cairan tubuh
Cairan interstitial
Plasma darah
Limfe
Cairan lintas sel (serebrospinal, sinovial, perikardium, pleura,
& peritoneum, serta getah pencernaan). (Wong
&Hockenberry, 2003; Ball & Blinder, 2003; Sherwood,
2001)
II.1.2.2 Konsentrasi elektrolit tubuh
Terdapat beragam elektrolit di dalam tubuh. Selain beragam jenisnya,
elektrolit pun berbeda konsentrasinya sesuai lokasi elektrolit tersebut
berada untuk menjaga homeostasis tubuh. Table berikut menjelaskan
konsentrasi lektroli-elektrolit penting di dalam tubuh.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
11
UNIVERSITAS INDONESIA
Komponen Ekstraseluler (CES) Intravaskuler
(CIS) Vaskular Interstisial
Na+ Tinggi Tinggi Rendah
K+ Rendah Rendah Tinggi
Ca++ Rendah Rendah Rendah (lebih
tinggi dari
CES
Mg++ Rendah Rendah Tinggi
Cl- Tinggi Tinggi Rendah
Protein Tinggi Rendah Tinggi
Dikutip dari Ball & Blinder, 2003. New Jersey: Pearson Education
II.1.2.3 Perbedaan anatomi dan fisiologi cairan pada anak
Total cairan tubuh bayi dan anak <2 tahun 20% lebih banyak daripada
orang dewasa. Total cairan tubuh pada bayi baru lahir sekitar 79% dari
total berat tubuh-menurun sesuai dengan pertambahan usia. (Robinson &
Roberton, 2003; Ball & Blinder, 2003). Anak berisiko lebih tinggi untuk
kehilangan cairan karena:
1) Luas permukaan tubuh lebih besar, cairan hilang melalui kulit; bayi
prematur berisiko 5 kali lebih banyak kehilangan cairan & neonatus
berisiko 2-3 kali lebih banyak kehllangan cairan dari pada anak
yang lebih tua atau dewasa
2) BMR 2-3 X lebih tinggi, turnover air lebih cepat
3) Frekuensi pernapasan lebih tinggi
4) Ginjal belum matur: memerlukan lebih banyak air untuk
mengeluarkan sisa metabolis
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
12
UNIVERSITAS INDONESIA
5) Tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan
cairannya. (Wong ,Hockenberry, & Wilson 2003; Ball & Blinder,
2003).
II.1.2.4 Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit
1) Dehidrasi
Dehidrasi adalah kondisi akibat kehilangan cairan ekstraseluler
(Hockenberry, & Wilson 2009). Situasi yang menyebabkan
kehilangan cairan yang mengandung sodium: muntah, diare, suction
nasogastrik, hemoragi, luka bakar.
Masalah dasar dari kehilangan cairan ekstraseluler menyebabkan
penurunan cardiac output yang berakibat menurunnya MAP (Mean
arterial pressure) sehingga menurunkan perfusi jaringan. Baroreseptor
dan kemoreseptor mendeteksi perubahan tersebut sehingga membuat
jantung, ginjal, dan otak bereaksi untuk meningkatkan cardiac outout
dan meningkatkan retensi sodium dan air.
Mekanisme terhadap respon baroreseptor adalah (1) Pusat integrasi
cerebral menginisiasi respon dengan mengaktifkan sistem daraf
simpatis u/ meningkatkan denyut jantung dan kontraksi jantung
sehingga menyebabkan peningkatan cardiac ouput, (2) Stimulasi saraf
simpatis juga menyebabkan vasokonstriksi peripheral, sehingga
meningkatkan resistensi vaskular dan peningkatnan tekanan arterial.
Pada anak yang menderita diare, status dehidrasi diklasifikasikan
dengan dehidrasi berat, dehidrasi ringan-sedang, dan tanpa dehidrasi
(WHO, 2005). Tanda dan gejala dari masing-masing kondisi
dijelaskan pada tabel berikut:
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
13
UNIVERSITAS INDONESIA
Derajat Dehidrasi Tanda dan gejala
Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari
tanda di bawah ini:
Letargis/tidak sadar
Mata cekung
Tidak bisa minum atau
malas minum
Cubitan kulit perut
kembali sangat lambat (
≥ 2 detik)
Dehidrasi ringan-sedang Terdapat dua atau lebih dari
tanda di bawah ini:
Rewel, gelisah
Mata cekung
Minum dengan lahap,
haus
Cubitan kulit kembali
lambat
Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untk
diklasifikasikan sebagai
dehidrasi ringan atau berat
2) Edema
Peningkatan abnormal dari volume cairan interstisial. Kondisi
penyebab edema:
Peningkatan tekanan hidrostatik darah
Penurunan tekanan osmotik koloid darah
Peningkatan tekanan osmotik cairan interstisial
Drainase limfatik yang tersumbat
3) Ketidakseimbangan asam basa
Asidosis Respiratorik (pH Turun PCO2 Naik)
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan
karena penumpukan CO2 dalam darah sebagai akibat dari fungsi
paru-paru yang buruk atau pernapasan yang lambat. Kecepatan
dan kedalaman pernapasan mengendalikan jumlah CO2 dalam
darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul CO2, pH darah
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
14
UNIVERSITAS INDONESIA
akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar CO2 dalam
darah merangsang otak yang mengatur pernapasan, sehingga
pernapasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Penyebab asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat
mengeluarkan CO2 secara adekuat. Asidosis respiratorik dapat
juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada
menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Hal ini
dapat terjadi pada penyakit paru, seperti emfisema, edema
pulmoner, bronkitis kronis, pneumonia berat, dan asma. Selain
itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat
narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernapasan..
Asidosis Metabolik (pH Turun HCO3 Turun)
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang
ditandai dengan rendahnya kadar HCO3 dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah
akan benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernapasan menjadi lebih
dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan
kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah
CO2. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi
keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa
terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak
asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan
koma.
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3
kelompok utama. Pertama, jumlah asam dalam tubuh dapat
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
15
UNIVERSITAS INDONESIA
meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang
diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan
asidosis bila dimakan dianggap beracun, contohnya metanol
(alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin
pun dapat menyebabkan asidosis metabolic.
Kedua, tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak
melalui metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang
berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit, salah
satunya DM tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik,
tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut
keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium
lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
Ketiga, asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu
untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan
jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika
ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini
dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada
penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang
mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolic, yaitu gagal ginjal,
asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal), ketoasidosis
diabetikum, asidosis laktat, bahan beracun seperti etilen glikol,
overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau
amonium klorida, kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui
saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi.
Alkaliosis Respiratorik (pH Naik PCO2 Turun)
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah
menjadi basa karena pernapasan yang cepat dan dalam, sehingga
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
16
UNIVERSITAS INDONESIA
menyebabkan kadar CO2 dalam darah menjadi rendah. Penyebab
kondisi ini, antara lain pernapasan yang cepat dan dalam disebut
hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab
hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik, diantaranya rasa byeri,
demam,overdosis-aspirin.
Alkaliosis Metabolik (pH naik HCO3 naik)
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam
keadaan basa karena tingginya kadar HCO3. Penyebab alkalosis
metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam,
misalnya kehilangan sejumlah asam lambung selama periode
muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot
dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di
rumah sakit, terutama setelah pembedahan abdomen).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada
seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-
bahan, seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik
dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah
yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam
mengendalikan keseimbangan asam basa darah. Penyebab utama
akalosis metabolik, yaitu penggunaan diuretik (tiazid, furosemid,
asam etakrinat), kehilangan asam karena muntah atau
pengosongan lambung, dan kelenjar adrenal yang terlalu aktif
(sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).
2.1.3 Terapi Pijat
II.1.3.1 Definisi terapi pijat
Pijat merupakan manipulasi pada jaringan lunak dengan tujuan terapi (Barr
& Talitz dalam Novianti, 2010). Dunn, Slep, dan Collet (dalam Novianti,
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
17
UNIVERSITAS INDONESIA
2010) menyatakan, pijat adalah aplikasi dari gerakan tangan yang
sistematik dan biasanya ritmis yang dilakukan pada jaringan lunak tubuh.
Menurut Braun dan Simonson (2008), pijat adalah usaha yang
membutuhkan tekanan manual pada jaringan tubuh klien yang
diaplikasikan terapis untuk meningkatkan atau menjaga kesehatan. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pijat adalah suatu aplikasi terapi yang dilakukan
dengan gerakan tangan sistematis dan ritmis pada jaringan tubuh untuk
meningkatkan atau menjaga kesehatan tubuh seseorang.
II.1.3.2 Manfaat terapi pijat
Menurut Sinclair (dalam Novianti 2010), menjelaskan beberapa manfaat
dari pijat, yaitu sebagai berikut:
Meningkatkan sirkulasi darah dan kelenjar getah bening
Meningkatkan fungsi sistem imun
Meningkatkan level hormon
Menurunkan rasa nyeri
Merangsang sistem sensori
II.1.3.3 Teknik pemijatan
Terdapat beragam teknik pemijatan yang diaplikasikan pada bayi. Namun,
terdapat penelitian terkait pijat dan diare yang dilakukan sebelumnya, yaitu
penelitian mengenai pengaruh terapi pijat pada anak bayi di panti asuhan
di Ekuador tahun 2006. Pada penelitian ini dilakukan pemijatan setiap pagi
setiap harinya selama kurang lebih 53 hari setiap pagi. Hailnya adalah bayi
yang tidak diberi pemijatan pada kelompok ontrol berisiko terkena diare
50% lebih besar dibanding bayi oada kelompok eksperimen yang diberi
pemijatan setiap harinya (Jump, Fargo, & Akers, 2006).
Menurut Roesli (dalam Novianti, 2010), pemijatan dapat efektif dilakukan
pada saat pagi hari, yaitu pada asaat orang tua dan ank siap untuk memulai
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
18
UNIVERSITAS INDONESIA
hari baru, dan pada saat malam hari, sebelum tidur yang sangat baik untuk
membantu anak tidur lebih nyenyak.
Ikatan Dokter Indonesia (IDAI dalam Novianti, 2010) telah menyusun
panduan pemijatan untuk bayi cukup bulan atau anak di bawah usia 3
tahun. Total lama pemijatan yang dilakukan adalah 15 menit dengan
gerakan boleh dilakukan tidak berurutan dan dapat dihentikan sebelum
semua rangkaian selesai jika bayi/batita tidak menghendaki. Tiap gerakan
dilakukan enam kali. Berikut gerakan pemijatan yang dilakukan:
1) Pijatan wajah
Caress Love: menggunakan ± seperempat ujung telapak tangan
menekan pada kening bayi, pelipis, dan pipi dengan gerakan seperti
membuka buku dari tengah ke samping.
Relax: kedua ibu jari memijat daerah di atas alis dari tengah ke
samping
Circle down: memijat dari pangkal hidung turun sampai tulang pipi
menggunakan ibu jari atau jari telunjuk dengan gerakan memutar
perlahan
Smile: memijat di atas mulut bayi dengan ibu jari dari tengah ke
samping, tarik sehingga anak tersenyum dan dilanjutkan dengan
memijat lembut rahang bawah bayi dari tengah ke samping seolah
membuat anak tersenyum
Cute: akhiri pijat wajah dengan memijat secara lembut daerah di
belakang telinga ke arah dagu.
2) Pijatan dada
Butterfly: mulailah dengan meletakkan kedua telapak tangan di
tengah dada bayi. Menggerakkan kedua telapak tangan ke atas,
kemudian ke sisi luar tubuh dan kembali ke tengah tanpa
mengangkat tangan, seperti membentuk kup-kupu
Cross: membuat pijatan menyilang dengan telapak tangan dari
pingga ke arah baru dan sebaliknya. Bergantian dari kanan dan kiri.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
19
UNIVERSITAS INDONESIA
3) Pijatan lengan
Milking India: memegang lengan bayi dengan kedua telapak tanga,
seperti memegang pemukul softball (tangan kanan menggenggam
lengan bawah) sambil menggenggam lengan bayi kedua tangan di
gerakan dari bahu ke pergelangan tangan sampai memerah
Milking swedia: melakukan gerakan kebalikan dari pergelangan
tangan ke pangkal lengan
Rolling: gunakan kedua telapak tangan untuk emmbuat gerakan
menggulung dimulai dari pangkal lengan menuju pergelangan
tangan
Squezzing: melakukan gerakan memutar/memeras dengan lembut
kedua tangan dari pangkal lengan ke pergelangan tangan.
Thumb after thumb: dengan kedua ibu jari secara bergantian pijat
permukaan telapak tangan dan punggung tangan mulai dari
pergelangan tangan
Spiral: dengan ibu jari pijat seluruh permukaan telapak tangan dari
punggung tangan mulai dari pergelagan tangan dengan gerakan
memutar
Finger shake: akhiri dengan menggoyang dan menarik lembut
setiap jari tangan bayi.
4) Pijatan perut
Mengayuh: meletakkan telapak tangan kanan di bawah tulang iga
dan hati. Menggerakkan telapak tangan kanan ke bawah dengan
tekana yang lembut sampai di bawah pusar. Mengulang dengan
telapak tangan kiri secara bergantian.
Bulan-matahari: membuat pijatan dengan telapak tangan kanan
mulai dari perut atas sebelah kiri ke kanan searah jarum jam sampai
kanan perut bawah bayi (gerakan bulan). Dengan tangan kiri ke
atas mengikuti arah jarum jam membentuk lingkaran penuh
(gerakan matahari)
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
20
UNIVERSITAS INDONESIA
I love you
1: memijat dengan ujung telapak tangan dari perut atas lurus ke
bawah seperti membentu huruf I
Love: memijat dengan ujung telapak tangan mulai dari perut kanan
atas ke kiri kemudian ke bawah membentuk huruf L terbalik
You: memijat dengan ujung telapak tangan mulai dari perut kanan
bawah ke aras membentuk setengan lingkaran ke arah perut kiri
atas kemudian ke bawah membentuk huruf U terbalik.
Walking: menekan didnding perut dengan ujung jari telunjuk,
tengah, dan jari manis bergantian berjalan dari sebelah kanan ke
kiri. Mengalhiri pijatan perut dengan mengangkat kedua kaki bayi
kemudian menekan perlahan ke arah perut.
5) Pijatan kaki
Milking India: memegang tungkai bayi dengan kedua telapak
tangan seperti memgang pemukul softball (tangan kanan
menggenggam tungkai atas, tangan kiri menggenggam tungkai
bawah). Sambil menggenggam tungkai bayi kedua tangan
digerakkan dari pangkal paha ke tumit sampai memerah
Milking Swedia: melakukangerakan kebalikan dari milking india
dengan cara satu tangan memegang pergelangan kaki yang lain
memijat dari pergelagan kaki ke pangkal paha
Squeezing: melakukan gerakan menggenggam dan memutar dar
pangkal pada sampai ke ujung jari kaki
Thumb after thumb: menekan dengan kedua ibu jaru bergantian
mulai dari tumit ke arah ujung jari kaki; menekan tiap jari kaki
menggunakan dua jari tangan kemudian ditarik dengan lembut;
menekan pungggung kaki dengan kedua ibu jari secara bergantian
ke arah ujung jari.
6) Pijatan punggung
Go back forward: dengan posisi telapak tangan tegak lurus
terhadap tulang punggung dilakukan pemijatan dengan gerakan
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
21
UNIVERSITAS INDONESIA
maju mundur menggunakan kedua telapak tangan di sepanjang
punggung dari eher ke pantat bayi.
Slip: dengan posisi telapak tangan tegak lurus terhadap tulang
punggung dulakukan pemijatan dengan gerakan lurus ke bawah
menggelincr dari leher sampai pantat.
Spiral: dengan tiga jari membuat gerakan melingkar kecil
sepanjang otot punggung dari bahu sampai pantat sebelah kiri dan
kanan. Akhiri pijatan dengan membuat beberapa kali belaian
memanjang dengan ujung jari dari leher menuju pantat.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
22 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Gambaran Kasus
An. A (9 bulan) masuk ruang rawat tanggal 6 juni 2013 dengan
keluhan masuk, yaitu demam 2 hari SMRS, muntah positif air susu,
diare lima kali sehari cair, sedikit ampas. BB klien 6,9 kg, nadi 110
x/menit, Suhu: 37,8. Klien tampak irritable, menangis tanpa air mata
keluar, klien mau minum tapi muntah, dan masih demam.
3.2 Asuhan Keperawatan
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada An. A ditemukan kesadaran
compos mentis, klien tampak terus menangis, dan teraba hangat.
Status nutrisi An. A dengan berat badan 6,9 Kg dan panjang badan 64
cm menurut perhitungan Z-Score berada pada kisaran -2SD s/d 2SD
sehingga klien terklasifikasi gizi baik. Klien tampak pucat, kulit dan
mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, capillari refill time (CRT) <
2”, terukur suhu tubuh 38,30C. Tidak tampak adanya distensi abdomen
dengan bising usus 30 kali/menit. Klien tampak kehausan, kuat dalam
menghisap ASI ibu dan susu formula. Terobservasi klien BAB dengan
konsistensi cair, tidak ada ampas di hari rawat pertama dan ada
muntah satu kali dengan isi cairan yang keluar berupa susu.
Berdasarkan wawancara didapatkan bahwa klien merupakan anak
pertama yang lahir dengan operasi caesar. Klien tinggal di kontrakan
yang berdekatan satu sama lain di daerah Tangerang. Diagnosa medis
An. A adalah dehidrasi akut dehidrasi ringan-sedang
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi klien menunjukkan nilai
Hb, Ht, Leukosit, Thrombosit, dan Eritrosit, yaitu 11,1 g/dl, 33%, 10,8
ribu/ul, 305 ribu/ul, dan 4,48 juta/ul. Kemudian, hasil pemeriksaan
laboratorium elektolit klien menunjukkan hasil kadar natrum, kalium,
dan klorida sebagai berikut 135 mmol/L, 3,52 mmol/L, dan 95
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
23
UNIVERSITAS INDONESIA
mmol/L. Lalu, hasil pemeriksaan feses klien ditemukan bahwa
konsistensi feses cair dengan pH dalam batas normal (5), tidak
ditemukan darah, nanah, cacing atau telur cacing, E.coli dan E.
Hystolitica. Namun, berdasarkan pemeriksaan ditemukan adanya
lendir positif dan terdapat bakteri batang gram negatif positif.
Masalah keperawatan yang muncul pada An. A, meliputi hipertermia,
risiko defisit volume cairan, dan potensial peningkatan pengetahuan
tentang informasi penyakit diare dan pencegahan diare berulang.
Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien, meliputi
penerapan kompres dengan teknik tepid water sponge (TWS), anjuran
Ibu untuk terus memberikan ASI yang adekuat, observasi tanda-tanda
dehidrasi, penerapan terapi pijat, memberi pendidikan kesehatan untuk
tidak menggunakan pakaian tebal, proses penyakit diare, teknik
mencuci tangan dengan enam langkah, serta cara pengolahan dan
pemberian susu formula yang baik.
Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan
hypertermia, meliputi tiga tindakan utama. Tindakan keperawatan
yang dilakukan, yaitu penerapan kompres dengan teknik tepid water
sponge (TWS), anjuran Ibu untuk terus memberikan ASI dan PASI
yang adekuat, dan memberi pendidikan kesehatan untuk tidak
menggunakan pakaian tebal. Tindakan-tindakan tersebut bertujuan
untuk menjaga temperatur klien dalam batas normal, bebas dari
kejang, dan bebas dari komplikasi kerusakan neurologis. Evaluasi dari
tindakan keperawatan hypertermia selama tiga hari, yaitu terjadi
penurunan suhu tubuh anak menjadi suhu temperatur dalam rentang
normal (36,50C s/d 37,5
0C), klien tampak mengeluarkan keringat, Ibu
tampak agak kaku dalam melakukan kompres dengan teknik TWS
pada hari pertama tapi pada hari berikutnya Ibu tampak mampu
melakukan TWS secara mandiri dengan benar.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
24
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemudian, asuhan keperawatan yang dilakukan untuk masalah
keperawatan risiko defisit volume cairan juga meliputi tiga tindakan
utama. Tindakan tersebut, meliputi anjuran Ibu untuk terus
memberikan ASI dan PASI yang adekuat, observasi tanda-tanda
dehidrasi, dan penerapan terapi pijat dua kali sehari. Tindakan
keperawatan tersebut bertujuan untuk mencegah timbulnya defisit
volume cairan pada anak dengan memberikan rehidrasi adekuat dan
stimulasi daya tahan tubuh melalui pijat guna mengurangi frekuensi
BAB klien. Evaluasi dari tindakan yang telah diberikan, yaitu anak
masih tampak kehausan di hari pertama tapi di hari berikutnya anak
lebih tenang, menyusui dengan kuat, turgor kulit elastis, mukosa bibir
lembab, tidak ada muntah, frekuensi BAB menurun dari 9 kali/hari
menjadi 7 kali/hari (hari pertama); 7 kali/hari menjadi 5 kali/hari (hari
kedua); dan 5 kali/hari menjadi 1 kali/hari (hari ketiga) .
Lalu, asuhan keperawatan untuk masalah keperawatan potensial
peningkatan pengetahuan tentang informasi penyakit diare, yaitu
berupa pemberian pendidikan kesehatan terkait penyakit dan perilaku
hidup bersih. Pemberian pendidikan kesehatan melalui media leaflet
terdiri dari pemberian informasi mengenai proses penyakit diare,
teknik mencuci tangan dengan enam langkah, serta cara pengolahan
dan pemberian susu formula yang baik. Tujuan dilakukan tindakan ini
adalah meningkatkan pengetahuan Ibu tentang proses penyakit
sehingga diharapkan Ibu melakukan tindakan pencegahan agar diare
tidak terjadi kembali. Evaluasi dari tindakan yang diberikan, yaitu Ibu
klien mampu mengulang pengertian diare dengan benar; Ibu klien
dapat menjawab tiga dari empat penyebab diare; Ibu klien dapat
mengulang dua dari empat komplikasi diare, Ibu klien mampu
menjawab tiga dari lima cara pencegahan diare; Ibu tampak
melakukan teknik mencuci tangan dengan enam langkah setelah
membersihkan diaper anak.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
24
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 4
ANALISA SITUASI
Bab ini secara khusus akan menyajikan dan menjelaskan hasil pengamatan
mahasiswa mengenai asuhan keperawatan anak dengan diare dan analisa
mengenai hasil penerapan aplikasi terapi pijat pada penurunan frekuensi BAB.
Pengamatan yang dilakukan mahasiswa dalam periode masa praktik mata ajar
peminatan. KKMP (Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan), dan
manajemen keperawatan tanggal 07 Mei 2013 s/d 22 Juni 2013.
4.1 Profil Lahan Praktik
Ruang rawat anak gedung teratai lantai III Selatan merupakan salah satu
ruang rawat anak di RSUP Fatmawati yang terdiri atas ruang rawat inap kelas
III dan ruang rawat anak onkologi dan hematologi. Ruang ini memiliki
kapasitas kamar untuk kelas III sebanyak 4 kamar, 2 kamar onkologi dan
hematologi, 2 kamar isolasi, dan satu ruangan high care unit (HCU).
Kapasitas tempat tidur yang ada di ruang III selatan, yaitu 37 tempat tidur.
Ruang ini memiliki tingkat hunian (BOR –bed occupancy rate) rata-rata
sebesar 67,8% per bulan. Tingkat ketergantungan pasien ruangan ini rata-rata
partial care, dan sisanya pasien total care maupun minimal care. Penyakit-
penyakit yang dirawat di ruangan ini cenderung berkaitan dengan penyakit
tropis dan penyakit-penyakit dalam tanpa bedah.
Berdasarkan catatan kepegawaian di ruang anak lantai III selatan diperoleh
data bahwa pegawai di ruang ini terdiri dari perawat, pekarya, dan Cleaning
Service. Ruangan tersebut dipimpin oleh seorang kepala ruangan yang
berlatar belakang pendidikan S1 Keperawatan yang membawahi 29 orang
perawat, 1 pekarya, dan 2 Cleaning Service. Pendidikan perawat di ruang
tersebut pun cukup bervariasi. Perawat ruangan memiliki tingkat pendidikan
S1 (27%) dan D3 (73%). Terdapat 2 orang perawat yang sedang melanjutkan
studi ke jenjang pendidikan S1 dan satu perawat yang melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan S2.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
25
Berdasarkan observasi, jumlah tenaga perawat dinas pagi, sore, dan malam
hari tidak sebanding dengan jumlah pasien. Perbandingan jumlah perawat
dinas pagi:sore:malam, yaitu 8: 6: 4 perawat. Hal ini menunjukkan kelebihan
beban kerja akibat kekurangan tenaga. Berdasarkan perhitungan tenaga
menurut Douglas (1984) dengan memperhatikan tingkat ketergantungan
pasien (8 pasien total care, 21 pasien partial care, dan 8 pasien minimal
care), perbandingan jumlah perawat dinas pagi:sore:malam, yaitu 11:7:5
perawat.
Diare merupakan penyakit dengan angka kejadian di peringkat tiga teratas di
ruangan anak lantai III selatan R.S.U.P Fatmawati. Dalam periode 07 Mei s/d
20 Juni 2013, tercatat 31 kasus diare yang dirawat di ruangan ini. Bila dilihat
dari kelompok usia penderita diare, tercatat 29 anak pada usia 6 bulan hingga
4 tahun (93,54%), 1 anak usia 8 tahun (3,2%), dan 1 anak usia 15 tahun
(3,2%). Lama hari rawat penderita diare yang dirawat di R.S.U.P Fatmawati
pada 07 Mei s/d 20 Juni 2013, yaitu 4 – 7 hari.
Diare merupakan penyakit yang berkaitan dengan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Gangguan ini membutuhkan pemantauan ketat, terutama
pemantauan status hemodinamika, tingkat kesadaran, tanda dehidrasi yang
dilihat melalui pemantauan masukan dan keluaran anak. Pemantauan ini
penting dilakukan untuk mengantisipasi dan memberikan intervensi yang
tepat segera jika ada tanda-tanda bahaya akibat kekurangan cairan pada anak.
Mengacu pada perbandingan jumlah perawat dan pasien yang tidak seimbang,
pengenalan tanda bahaya ini dapat terabaikan dan dapat mengancam jiwa
akibat keterlambatan penanganan.
Diare juga merupakan salah satu penyakit menular. Penularan diare dapat
melalui oral atau fekal. Oleh karena itu diperlukan strategi khusus unuk
mencegah penularan penyakit ini. Ruang rawat anak R.S.U.P Fatmawati
memiliki satu ruang khusus untuk menempatkan pasien dengan diare.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
26
Penempatan satu ruangan khusus ini tentu bertujuan untuk memutus rantai
penularan penyakit, khususnya rantai infeksi mode transmisi (Crisp & Taylor,
2009).
Pemutusan rantai infeksi juga dapat dilakukan melalui pemutusan rantai
infeksi, portal keluar (Crisp & Taylor, 2009). Caranya adalah dengan
melaksanakan teknik mencuci tangan dan penyediaan tempat pembuangan
sampah infeksius. Teknik cuci tangan dengan enam langkah merupakan
program rumah sakit yang sudah disosialisasikan oleh perawat kepada
anggota keluarga klien. Namun, penyediaan tempat sampah infeksius di
ruang rawat pasien belum tersedia. Hal tersebut dapat memunculkan risiko
peyebaran infeksi diare meluas ataupun diare berulang sehingga
memperpanjang lawa rawat inap pasien.
4.2 Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Kasus
Terkait
Pada praktik di rumah sakit, mahasiswa mengelola satu pasien kelolaan
utama dengan diare. An. A merupakan pasien kelolaan utama dengan
diagnosa medis diare akut dehidrasi ringan-sedang. Klasifikasi dehidrasi An.
A dinyatakan ringan-sedang karena terdapat dua tanda sesuai klasifikasi
menurut WHO (2005), yaitu anak rewel, gelisah dan anak tampak minum
ASI dan PASI dengan kuat, tampak kehausan. Masalah keperawatan yang
muncul pada An. A, meliputi hipertermia, risiko defisit volume cairan, dan
potensial peningkatan pengetahuan tentang informasi penyakit diare dan
pencegahan diare berulang.
Berdasarkan wawancara kepada Ibu mengenai proses terjadinya diare pada
anak didapat informasi mengenai perilaku kebersihan, cara pengolahan dan
pemberian PASI (susu formula) dan situasi lingkungan rumah klien. Menurut
Ibu, Ibu biasa memberikan susu formula sebagai usaha untuk tambahan
nutrisi bagi anak. Namun, setelah diwawancara, Ibu biasa memberikan susu
dalam keadaan dingin dan setelah lebih dari 30 menit dari pembuatan awal,
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
27
Ibu juga hanya mencuci botol susu dengan sabun cuci dan air biasa, tidak
didihkan dengan air panas, serta hanya melakukan cuci tangan ketika ada
kotoran di tangan, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah pembuatan
susu formula. Ibu juga menyatakan tinggal di rumah kontrakan daerah
Ciputat, Tangerang Selatan, yang lumayan padat dan dekat dengan jalan raya.
Perilaku-perilaku tersebut kemungkinan menjadi penyebab klien mengalami
diare karena sanitasi dan perilaku kurang bersih, serta air minum yang tidak
aman berkontribusi terhadap 88% kematian anak akibat diare (UNICEF
indonesia, 2012).
Meskipun rumah tangga perdesaan masih memiliki angka kematian balita
sepertiga lebih tinggi daripada angka kematian balita pada rumah tangga
perkotaan, tetapi sebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian di
perdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripada angka kematian di
perkotaan, dan bahwa kematian di perkotaan bahkan telah mengalami
peningkatan pada masa neonatal (UNICEF Indonesia. 2012). Tren ini
tampaknya terkait dengan urbanisasi yang cepat, sehingga menyebabkan
kepadatan penduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi yang buruk pada
penduduk miskin perkotaan, yang diperburuk oleh perubahan dalam
masyarakat yang telah menyebabkan hilangnya jaring pengaman sosial
tradisional. Kualitas pelayanan yang kurang optimal di daerah-daerah miskin
perkotaan juga merupakan faktor penyebab.
Diare diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan durasi terjadinya penyakit,
yaitu diare akut dan diare kronik (Hockenberry & Wilson, 2009). Diare akut
adalah kejadian diare, peningkatan frekuensi BAB dan perubahan konsistensi
feses, yang terjadi selama kurang dari 14 har, sedangkan diare persisten
adalah kejadian diare lebih dari 14 hari (Hockenberry & Wilson, 2009). Oleh
karena klien mengalami diare selama enam hari, klien termasuk kasus diare
akut. Diare jenis ini seringkali disebabkan oleh agen infeksius di saluran
cerna. Berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi feses klien didapat bakteri
gram negatif positif, biasanya bakteri dari golongan Plesiomanas shigelloides
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
28
dan Spesies Aeromonas. Patogen ini dapat menimbulkan respon inflamasi di
saluran cerna, khususnya mukosa sel epitel yang dirusak oleh racun yang
diproduksi patogen tersebut (Bliss, Doughty, Heitkemper dalam Sisson,
2011). Gejala yang timbul akibat respon inflamasi ini, meliputi demam (suhu
tubuh > 37,50C) dan munculnya lendir pada feses.
An. A juga berisiko tinggi mengalami kekurangan voume cairan. Setidaknya
terdapat 10 liter cairan yang dipindahkan melalui usus halus dalam 24 jam
dari makanan, cairam, dan sekresi beragam enzime dan cairan yang
dibutuhkan dalam pencernaan (Kent and Blanks dalam Sisson, 2011). Usus
halus dan usus besar memiliki kemampuan untuk menyerap kembali cairan
tersebuat sedemikian rupa sehingga terjaga keadaan homeostasis. Namun,
ketika diare, terjadi penigkatan isi usus dan kemampuan reabsorbsi usus
menurun menyebabkan pengeluaran cairan dan elekrolit keluar dari tubuh..
Berdasarkan pemantauan klinis dan hasil lab, klien termasuk diare sekretorik
karena hasil lab menunjukkan terdapat bakteri gram negatif yang
menyebabkan penurunan kemampuan reabsorbsi lumen. Umumnya klien
dengan diare sekretorik memiliki konsistensi feses cair yang keluar kurang
lebih satu liter/hari dengan nilai pH normal (Bliss, Doughty, Heitkemper
dalam Sisson, 2011).
Pada setiap kasus diare, edukasi mengenai perilaku hidup bersih, proses
penyakit, dan pengenalan tanda bahaya anak menjadi penting. Hal ini
dikarenakan individu yang kurang terpapar informasi kesehatan cenderung
melakukan praktek-praktek kebersihan yang buruk, yang berkontribusi
terhadap penyebaran penyakit dan peningkatan risiko kematian anak
(UNICEF Indonesia, 2012). Edukasi yang diberikan terkait diare, yaitu
pengenalan proses penyakit dimulai dari pengertian, penyebab penyakit,
penularan, komplikasi penyakit, cara pencegahan, dan cara perawatan di
rumah. Ibu diberikan demonstrasi teknik cuci tangan dengan enam langkah
sesuai panduan WHO (2009). Ibu juga diberikan pendidikan mengenai
pengenalan tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada anak sehingga ketika
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
29
tanda-tanda itu muncul, keluarga dapat memberikan pertolongan segera ke
pelayanan kesehatan secara cepat.
Pendidikan kesehatan menjadi lebih penting diberikan kepada An. A karena
klien berisiko tinggi mengalami diare berulang. Hal ini disebabkan karena
An. A dilahirkan dengan operasi caesar. Alasan operasi caesar klien, yaitu
saat usia 8 bulan, Ibu sudah merasakan kontraksi yang kuat dan tidak bisa
diatasi. Laubereau et.al (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa 17%
total responden bayi yang lahir dengan operasi caesar risiko tinggi diare dan
sensitif terhadap alergi makanan.
Kemudian, selama praktik, mahasiswa juga menemukan klien dengan diare
lain dengan tingkatan dehidrasi berat. An. R masuk ke ruang high care unit
(HCU) dengan kondisi dehidrasi berat. Klien merupakan klien post rawat
inap tanggal 30 Mei 2013. Klien terpasang selang NGT yang dipasang sejak
tanggal 7 juni 2013 di poliklinik saat kontrol. Klien mengalami dehidrasi
berat karena memenuhi kriteria WHO (2005), yaitu dengan adanya penurunan
kesadaran (apatis), mata cekung, dan klien tidak bisa minum. Klien
didiagnosa medis diare akut dehidrasi berat, hiperpireksia, dan cerebral palsy
e.c meningitis dd TB Paru.
Masalah keperawatan klien ini sedikit berbeda dengan masalah keperawatan
An. A. Walau terdapat satu kesamaan masalah keperawatan, yaitu
kekurangan volume cairan, An. R memiliki dua masalah keperawatan yang
berbeda, yaitu ketidakefektifan thermoregulasi dan kerusakan integritas kulit.
Berbeda dengan An. A yang tidak mengalami demam sejak hari kedua
perawatan di rumah sakit, An. R selalu mengalami fluktuasi suhu tubuh
selama perawatan dan di rumah. Perubahan regulasi temperatur ini
kemungkinan diakibatkan jejas pada pusat termoregulasi di hipotalamus
(Alshahrani; Al-said; Mamoun; & Streletz, 2002). Alshahrani; Al-said;
Mamoun; & Streletz (2002) juga melaporkan bahwa klien dengan meningitis
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
30
tuberkulosis terus mengalami demam persisten walau penatalaksanaan
tuberkulosis sudah dilakukan.
An. R juga mengalami masalah kerusakan integritas kulit. Hal ini dapat
terjadi akibat peningkatan nilai keasaman feses menjadi 8,5, berbeda dengan
An. A yang memiliki tingkat keasaman feses normal,, yaitu 5. Tingkat
keasaman feses ditambah penggunaan diaper yang memungkinkan paparan
feses terhadap kulit lebih tidak terkontrol menimbulkan iritasi kulit An. R.
Disamping itu, An. R mengalami penurunan kesadaran saat hari pertama di
HCU sehingga respon terhadap diri sendiri maupun lingkungan sekitar
terganggu, klien menjadi pasien dengan keterhantungan total. An. R juga
mengalami ketidaksembangan asam basa dalam tubuh akibat muntah dan
diare sehingga menimbulkan kondisi alkalosis respiratorik.
4.3 Analisa Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Aplikasi tesis yang terkait dengan asuhan keperawatan anak dengan diare,
yaitu terapi pijat untuk menurunkan frekuensi BAB pada anak dengan diare
oleh Novianti (2010). Terapi pijat ini merupakan terapi komplementer yang
dilakukan sejalan dengan penatalaksanaan medis bagi diare sesuai protokol.
Terapi ini dilakukan mengikuti panduan Ikatan Dokter Indonesia bagi bayi
cukup bulan hingga anak di bawah usia tiga tahun. Total lama pemijatan yang
dilakukan adalah 15 menit dengan gerakan boleh dilakukan tidak berurutan
dan dapat dihentikan sebelum semua rangkaian selesai jika bayi/batita tidak
menghendaki. Tiap gerakan dilakukan enam kali. Pemijatan dilakukan dua
kali sehari, pada pagi hari dan sore hari.
Mahasiswa tertarik menerapkan terapi pijat ini karena dua alasan. Pertama,
mahasiswa melihat adanya kesempatan di ruangan karena belum pernah
diterapkannya terapi pijat ini pada anak dengan diare sehingga mahasiswa
berpeluang untuk membuktikan aplikasi tindakan keperawatan ini. Kedua,
terapi pijat ini dapat diterapkan dalam upaya penerapan teori family-centered
care (FCC). FCC merupakan suatu filosofi keperawatan yang mengakui
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
31
pentingnya keluarga sebagai fokus dasar dalam intervensi perawatan
kesehatan (Bowden & Greenberg, 2012). Model ini menekankan bahwa
hubungan kolaborasi antara keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan untuk
mencapai hasil positif bagi anggota keluarga yang sakit. Terapi pijat ini dapat
melibatkan ibu sebagai pemberi terapi pada anaknya. .
Teknik pemijatan dilakukan pada dua klien kelolaan dengan diare. Setelah
dilakukan teknik pemijatan selama tiga hari pada An. A didapatkan frekuensi
BAB pada hari pertama, kedua, dan ketiga, yaitu 7 kali, 5 kali, 1 kali.
Kemudian, pada An. R didapatkan hasil frekuensi BAB selama tiga hari,
yaitu 5 kali, 3 kali, dan 2 kali. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
terdapat penurunan frekuensi BAB pada anak dengan diare setelah dilakukan
teknik pemijatan.
Mahasiswa juga melakukan observasi klien diare lain yang tidak diberikan
terapi pijat. An. V masuk dengan diare akut tanpa dehidrasi. Keluhan klien
saat masuk, yaitu diare cair dan muntah. An. V tidak mendapatkan terapi pijat
dan didapatkan bahwa durasi diare yang dialami An. V lebih lama, yaitu lebih
dari 7 hari dengan rerata BAB lebih dari lima kali. Hal ini bukan semata-mata
akibat tidak diberikannya teknik pemijatan. Namun, berdasarkan observasi
Ibu dan keluarga klien kurang memperhatikan kebersihan anak dan makanan
anak. Anak tampak hanya satu kali ganti baju, Ibu tampak jarang mencuci
tangan sebelum menyuapi atau menyiapkan susu bagi anak, dan kurang
kesadaran bagi Ibu untuk memberikan rehidrasi adekuat kepada An. V.
Dalam The National Intervention Classification (NIC) teridentifikasi terapi
pijat merupakan salah satu dari 400 intervensi komplementer yang telah
diterapkan dalam proses keperawatan (Snyder dalam Novianti, 2010). Dalam
jurnal American College of Physicians (ACP) dihasilkan bahwa 79% dari
responden penelitian memiliki persepsi bahwa mengunjungi dokter medis dan
menggunakan terapi komplementer dalam 12 bulan terakhir merasa
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
32
kombinasi dari kedua pendekatan lebih baik daripada hanya menggunakan
salah satu pendekatan saja (Eisenberg et.al., 2001).
Lalu, penelitian Novianti (2010) yang menjadi acuan penerapan aplikasi ini
didapatkan juga hasil terdapat pengaruh terapi pijat yang signifikan dalam
penurunan frekuensi BAB dan tingkat dehidrasi pada kelompok intevensi tapi
tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi dalam penurunan frekuensi BAB dan tingkat dehidrasi.
4.4 Alternatif Pemecahan yang dapat Dilakukan
Walaupun hasil penerapan terapi pijat pada dua pasien kelolaan menunjukkan
terjadi penurunan frekuensi BAB. Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi
pada saat pelaksanaan terapi pijat. Pertama, melihat angka kesakitan diare
yang menempati urutan tiga teratas penyakit di ruang anak, perbandingan
jumlah perawat tidak cukup jika terapi ini dilakukan pada semua anak dengan
diare. Kedua, perlunya kolaborasi dan diskusi kepada dokter penanggung
jawab pasien untuk melaksanakan terapi pijat sesuai panduan. Dokter
penanggung jawab mungkin saja kurang setuju dengan terapi pijat yang
memberikan penekanan bagian abdomen sehingga ditakutkan menimbulkan
efek samping.
Alternatif pemecahan masalah yang pertama terkait beban kerja perawat yang
kurang dalam penerapan terapi pijat dapat diatasi dengan pelibatan anggota
keluarga. Sesuai dengan konsep family centered care yang menyatakan
bahwa kolaborasi antara tenaga kesehatan dan unit keluarga sangat penting
dilakukan dalam usaha peningkatan derakat kesehatan klien (Bowden &
Greenberg, 2012). Keluarga menjadi advokat untuk perawatan anak dan opini
anak sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. FCC menguatkan
keluarga dan mendorong keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan
anak. Teknik pijat ini dapat diajarkan pada Ibu. Dengan demikian, Ibu dapat
melanjutkan terapi sendiri, baik di rumah sakit maupun di rumah setelah
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
33
keluar dari rumah sakit. Dengan adanya Ibu yang melakukan terapi, efek
negatif hospitalisasi pada anak dapat dikurangi.
Kemudian, alternatif pemecahan masalah terkait kolaborasi antara perawat
dengan dokter penanggung jawab pasien, yaitu dengan memberikan ringkasan
mengenai hasil penelitian-penelitian terkait yang membuktikan keberhasilan
terapi pijat ini. Selain itu, diskusi dan negosiasi dapt diterapkan dalam terapi
pijat, misalnya tetap dilakukannya terapi pijat di lokasi tubuh lain, selain di
bagian abdomen. Hal ini logis dilakukan tanpa mengurangi efek dari terapi
pijat karena terapi ini dapat dilakukan pada lokasi lain, seperti muka, dada,
punggung, lengan tangan, dan kaki. Selain itu, gerakan pijatan pun dapat
dihentikan sebelum semua rangkaian selesai jika bayi/batita tidak
menghendaki (IDAI dalam Novianti, 2010).
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
34 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 5
PENUTUP
Bab ini menjelaskan kesimpulan dari pengamatan dan aplikasi tindakan
keperawatan yang berkaitan dengan upaya menjawab tujuan penulisan. Bab ini
juga memaparkan saran atau rekomendasi untuk memperbaiki karya ilmiah akhir
selanjutnya.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penulisan yang ditetapkan, yaitu, mengetahui keefektifan
terapi pijat pada penurunan frekuensi BAB penderita diare, maka dapat
diperoleh kesimpulan bahwa:
1) Rata-rata usia anak yang mengalami kejadian diare di R.S.U.P Fatmawati
selama satu bulan terakhir berada pada usia 6 bulan s/d 4 tahun.
2) Ibu dan anggota keluarga penderita diare cenderung belum memiliki
kebiasaan untuk mencuci tangan yang baik.
3) Terdapat penurunan frekuensi BAB pada anak yang diberikan terapi pijat
dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut.
4) Frekuensi BAB pada anak yang tidak diberikan intervensi terapi pijat
lebih lama berkurang daripada anak yang diberikan terapi pijat.
V.2. Saran
1) Pelayanan
Mengacu pada hasil yang positif, yaitu terjadi penurunan frekuensi BAB
yang lebih cepat pada anak yang diterapkan terapi pijat. Oleh karena itu,
diharapkan institusi pelayanan dapat mempertimbangkan menjadikan terapi
ini sebagai terapi komplementer yang dijalankan bersama dengan
penatalaksanaan standar medis konvensional.
2) Pendidikan
Bedasarkan hasil penelitian yang menunjukkan terjadi efek penurunan
frekuensi BAB pada anak dengan diare, diharapkan hasil ini dapat menjadi
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
35
UNIVERSITAS INDONESIA
pertimbangan untuk institusi pendidikan dalam memberikan informasi saat
perkuliahan mengenai terapi ini. Jika memungkinkan, institusi pendidikan
dapat membuka kelas khusus untuk mempelajari lebih dalam mengenai
terapi komplementer dan praktiknya selama bangku perkuliahan.
3) Penelitian
Aplikasi terapi pijat ini baru diberikan kepada dua pasien selama mahasiswa
praktik di rumah sakit. Keterbatasan jumpah responden dan waktu
mahasiswa ini kurang memberikan hasil yang signifikan bagi penelitian.
Oleh karena itu, diharapkan penerapan aplikasi terapi pijat ini dapat
diberikan dengan jumlah responden yang lebih banyak dan dapat diterapkan
modifikasi terapi pijat selain berdasarkan satu panduan saja.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 1
UNIVERSITAS INDONESIA
A. KASUS KELOLAAN UTAMA
1. Gambaran Kasus
An. A (9 bulan) masuk ruang rawat tanggal 6 juni 2013 dengan keluhan masuk, yaitu
demam 2 hari SMRS, muntah positif air susu, diare lima kali sehari cair, sedikit
ampas. BB klien 6,4 kg, nadi 110 x/menit, Suhu: 37,8. Klien tampak irritable,
menangis tanpa air mata keluar, klien mau minum tapi muntah, dan masih demam.
Klien didiagnosa medis diare akut dehidrasi ringan-sedang
2. Pengkajian
a) IDENTITAS DATA
Nama : An. A
Tempat/tgl lahir : Sumedang, 25 Agustus 2012
Usia : 9 bulan
Nama Ayah/Ibu : Andri Fauzi / Cica Nurlina
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Alamat : Kp. Gunung, Ciputat timur, Tangerang selatan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pendidikan Ayah : SLTA
Pendidikan Ibu : SLTA
b) KELUHAN UTAMA
Klien masuk IGD tanggal 06 Juni 2013 dengan keluhan demam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS), muntah lebih dari lima kali dengan isi
muntahan susu, BAB cair sebanyak delapan kali hari ini.
c) RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Pre-natal:
Ibu mengatakan, saat kehamilan anak pertama ini, ibu klien mengunjungi
bidan sejak usia kehamilan 2 bulan. Tidak ada masalah selama kehamilan
hingga usia 8 bulan. Saat usia 8 bulan, ibu mengatakan merasakan kontraksi
kuat sehingga dirujuk ke rumah sakit.
Intra-natal
Saat di rumah sakit, dokter memutuskan untuk melahirkan bayi secara caesar.
Klien lahir dengan berat 2900 gram, panjang badan 45
Post-natal
Setelah dilahirkan, An. A pulang ke rumah setelah dirawat 3 hari. Di rumah,
klien sehat, hanya pernah sakit demam dan pilek.
d) RIWAYAT MASA LAMPAU
Penyakit waktu kecil: demam dan pilek.
Riwayat dirawat di Rumah Sakit: tidak pernah
Obat-obatan yang digunakan: tidak ada
Tindakan operasi: operasi caesar saat klien dilahirkan
Alergi: tidak ada alergi obat dan makanan sampai saat ini
Kecelakaan: klien tidak pernah jatuh
Imunisasi: klien sudah diberikan imunisasi BCG, Hepatitis, Polio, DPT.
Imunisasi campak seharusnya diberikan bulan ini tapi akibat klien sakit,
imunisasi campak ditunda pemberiannya.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 1
UNIVERSITAS INDONESIA
e) RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)
f) RIWAYAT SOSIAL
Yang mengasuh: Ibu kandung
Hubungan dengan anggota keluarga: Klien tampak sangat dekat, baik ke ibu
dan ayah.
Hubungan dengan teman sebaya: Klien belum pada periode bermain dengan
teman
Pembawaan secara umum: Klien tampak rewel, tidak mudah dekat dengan
orang baru
Lingkungan rumah: Klien tinggal di rumah kontrakan yang berdekatan.
Menurut Ibu klien, lingkungan rumah dekat dengan jalan sehingga banyak
debu akibat lalu lalang kendaraan bermotor
g) KEBUTUHAN DASAR
Makanan yang disukai/tidak disukai :
Selera : nafsu makan menurun saat masuk rumah sakit, klien lebih
banyak minum ASI dan sudah mulai makan bubur putih dan
tim
Alat makan yang dipakai : sendok
Pola makan/jam : 2 kali sehari
Pola tidur
Siang : 09.00 s/d 11.00 WIB
Malam : 20.00 s/d 04.00 WIB
Kebiasaan sebelum tidur : tidak ada
Mandi : 2 kali sehari dibantu
Aktivitas bermain : Main boneka
Eliminasi : 2 kali sehari
h) KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
Diagnosa Medis: Diare akut dehidrasi ringan-sedang
Tindakan operasi: Tidak ada
Status nutrisi: BB: 6,9 kg/ TB: 64 cm, Lingkar Dada: 40 cm, Lingkar perut
37 cm. Klasifikasi panjang badan sesuai usia menurut NCHS growth chart
klien berada pada presentil 5, klasifikasi pendek. Klasifikasi berat badan
sesuai usia menurut NCHS growth chart klien berada pada presentil 5,
klasifikasi kurus. Namun demikian, klasifikasi NCHS merupakan rerata
status gizi yang digunakan populasi anak ras kaukasian sehingga patut
dipertimbangkan penggunaannya. Status Gizi klien menurut perhitungan Z-
score, perbandingan panjang badan dengan berat klien berada pada kisaran -
2SD s/d 2SD sehingga klien terklasifikasi gizi baik.
Status cairan
Klien tampak kehausan, kuat dalam menghisap ASI. Hari rawat pertama di
ruangan, klien tidak muntah. Intake klien didapat dari ASI dan air putih,
sedangkan output yang terjadi adalah penjumlahan BAB, Insessible water
loss (IWL), dan BAK (500 + 224 = 724 cc/24 jam).
A
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 1
UNIVERSITAS INDONESIA
Obat-obatan
Klien mendapatkan obat parasetamol syrup 0,9 ml 4 kali sehari; L-Bio 1
sachet/hari, Zink, 1 kali/hari.
Aktivitas
Pada saat pengkajian hari pertama, klien terobservasi lebih banyak menangis
Tindakan Keperawatan
1) Mengajarkan ibu klien demonstrasi Tepid water Sponge
2) Monitoring Intake dan ouput
3) Menghitung tetesan infus
4) Memberikan Pendidikan kesehatan mengenai cara pemberian Susu
formula dalam keadaan hangat dan tidak boleh diberikan setelah 30
menit dari waktu pembuatan; hand hygiene sebelum pembuatan SF
dan setelah membersikan BAB klien.
5) Melakukan tindakan pemijatan bayi
i) Hasil Laboratorium
Lab. Hematologi Hasil Interpretasi
Hb 11.1
Nilai hematologi An. A dalam batas normal,
tidak ada indikasi dehidrasi
Ht 33
Leukosit 10,8
Thrombosit 305
Eritrosit 4,48
Lab. Elektrolit Hasil Interpretasi
Natrium 135 Hasil tersebut menunjukkan bahwa
pengeluaran cairan dan elektrolit melalui diare
dikompensasi oleh tubuh akibat rehidrasi yang
baik sehingga terjadi homeostasis.
Kalium 3,51
Klorida 95
Lab. Pemeriksaan
Feses Hasil Interpretasi
Konsistensi Cair
Perubahan konsistensi feses klien menjadi cair
kemungkinan disebabkan oleh endotoksin
yang ditimbulkan oleh bakteri gram negatif,
seperti Plesiomanas shigelloides dan Spesies
Aeromonas
Warna Kuning
Bau Normal
pH 5,0
Cacing Negatif
Nanah Negatif
Lendir Positif
Darah Negatif
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 1
UNIVERSITAS INDONESIA
Lab. Pemeriksaan
Feses Hasil Interpretasi
Leukosit 0-1
Perubahan konsistensi feses klien menjadi cair
kemungkinan disebabkan oleh endotoksin
yang ditimbulkan oleh bakteri gram negatif,
seperti Plesiomanas shigelloides dan Spesies
Aeromonas
Lemak 0-1
E.Coli Negatif
E. Hystolitica Negatif
Amilum Negatif
Jamur Negatif
Serat tumbuhan Negatif
Telur cacing Negatif
Pemeriksaan
Bakteriologi
Bakteri
batang gram
negatif:
positif
j) Hasil Pemeriksaan penunjang
Tidak ada
k) Data Tambahan
Tidak ada
l) PEMERIKSAAN FISIK
Parameter Faktor yang dikaji An. A
Kulit Penurunan/lenaikan suhu
tubuh
Perubahan warna
kulitmenjadi pucat
Kulit terasa kering
Turgor melambat (poor
capilary refill)
Elastisisitas
Edema
Mata cekung
• Demam, suhu 38,30C
• Anak tampak pucat
• Kulit lembab
• Turgor kulit elastis
• CRT< 3”
• Mata tidak cekung
• Tidak ada edema
Membran
mukosa
Kering
Lidah menyusut secara
longitudinal
Membran mukosa lembab
Tanda neurologis Penampilan umum yang
lemah
Adanya tremor, kram, atau
tetany
kejang
• Tidak ada kejang, tremor, kram
Kardiovaskular Nadi lemah atau kuat
Penurunan atau kenaikan
Tekanan Darah
Distensi vena jugularis
• Nadi kuat: 110 x/menit
• TD: 100/70 mmHg
• Tidak ada distensi vena
jugularis
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 1
UNIVERSITAS INDONESIA
Parameter Faktor yang dikaji An. A
Pernapasan Kecepatan pernapasan
melambat dan dalam
Kecepatan pernapasan
cepat dan dalam
Takipneu/dispneu
• RR: 28 kali/menit cepat
Gastrointestinal Distensi abdomen Tidak ada distensi
Perilaku Perubahan tk.kesadaran-
kondisi koma (tidak
responsif), bingung
Lethargy
Iritabilitas: tangisan lemah
Kejang
• CM
• Anak tampak irritable
(menangis terus)
• Klien tampak haus, kuat
menghisap putig susu Ibu saat
menyusui
m) PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN
Kemandirian dan bergaul
Klien masih bergantung secara total terhadap orang lain. Klien tampak takut
terhadap orang baru yang ditemui
Motorik Halus
Tidak Terkaji
Kognitif dan bahasa
Klien tampak mengeluarkan suara “dadada”.
Motorik kasar
Klien tampak sudah bisa tengkurap dan duduk sendiri.
n) INFORMASI LAIN
Tidak ada
o) RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN
1) Mengajarkan ibu klien demonstrasi Tepid water Sponge
2) Monitoring Intake dan ouput
3) Menghitung tetesan infus
4) Memberikan Pendidikan kesehatan mengenai cara pemberian Susu formula dalam
keadaan hangat dan tidak boleh diberikan setelah 30 menit dari waktu pembuatan;
hand hygiene sebelum pembuatan SF dan setelah membersikan BAB klien.
5) Melakukan tindakan pemijatan bayi
p) ANALISA DATA
Data Masalah Keperawatan
Data Subjektif:
• Ibu mengatakan, “ anak saya panas,
pilek, nangis terus”
Data Objektif:
• Suhu: 38,30C
• RR: 28 kali/menit
• Badan teraba panas
Hipertermia
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 1
UNIVERSITAS INDONESIA
Data Masalah Keperawatan
Data Subjektif:
• Ibu mengatakan, “ada muntah dan
masih diare cair 7 kali hari ini, mau
minum”
Data Objektif:
• Anak tampak susah minum
• Anak demam dengan suhu 38,30C
• Anak muntah 1 kali air susu dan diare
cair
• I/8 jam: ASI + 200 cc air putih
• O/8 jam: BAB+ BAK+ IWL = 430 cc
+ 64,76 = 494,76
Risiko defisit volume
cairan
Data Subjektif:
• Ibu mengatakan, “ gak mau makan
makanan dari R.S, cuma mau ASI”
Data Objektif:
• BU hiperaktif: 30 kali/menit
• Diare 7 kali/hari cair
Ketidakseimbangan
nutrisi < dari keb.tubuh
Data Subjektif:
• Ibu mengatakan, “ Saya gak ngerti
gimana anak saya bisa kena diare ya
padahal Cuma minum ASI dan susu
formula”
Potensial peningkatan
pengetahuan tentang
informasi penyakit diare
dan pencegahan diare
berulang
q) PRIORITAS MASALAH
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Defisit volume cairan
Hipertermia
Potensial peningkatan pengetahuan tentang informasi penyakit diare dan
pencegahan diare berulang
Ketidakseimbangan nutrisi < dari keb.tubuh
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN AN. A DENGAN DIARE
Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Risiko defisit volume cairan tubuh b.d
kekurangan intake dan kehilangan cairan
berlebih akibat diare dan muntah
ditandai dengan
Data Subjektif:
• Ibu mengatakan, “ada muntah
dan masih diare cair 7 kali hari
ini, mau minum”
Data Objektif:
• Anak tampak susah minum
• Anak demam dengan suhu
38,30C
• Anak muntah 1 kali air susu
dan diare cair
• I/8 jam: ASI + 200 cc air putih
• O/8 jam: BAB+ BAK+ IWL =
430 cc + 64,76 = 494,76
Dalam 3 hari interaksi, klien akan:
1. Diperoleh informasi mengenai
faktor-faktor yang dapat
menyebabkan defisit volume
cairan
2. Menunjukkan perubahan
perilaku untuk mencegah
timbulnya defisit volume
cairan yang sesuai ditandai
dengan
kulit hangat;
denyut nadi dalam rentang
normal (100-160
kali/menit); tanda-tanda
vital dalam rentang
normal (temperatur:
360C – 37,5
0C, RR: 40-
60 kali/menit);
tk. Kesadaran klien
compos mentis;
balance intake/output;
turgor kulit baik
CTR < 3”
Tidak muntah/diare
Intake minimum ± 690 +
12% keb.caoran total (
suhu tubuh 10C)= 772,8
cc (BB= 6,9Kg)
Penurunan BB < 5% dari
BB awal
Hb rentang normal (13,2 –
17,3 g/dl
Ht dalam rentang normal
(33-46 %)
Mandiri
1. Menentukan kondisi atau proses yang
memungkinkan terjadinya defisit
volume cairan, seperti a) kehilangan
cairan berlebih (diare, muntah, diaforesis
berlebih, demam, luka bakar,
penggunaan diuretik); b) terbatasnya
intake cairan (usia ekstrim, imobilitas,
dependen dalam pemenuhan KDM; c)
Perpindahan cairan (asites, efusi, sepsis,
luka bakar); d) faktor lingkungan
(isolasi, restrain)
2. Pertimbangkan faktor usia dan jenis
kelamin. Ukur BB dan massa otot/lemak
subkutan
3. Evaluasi status nutrisi, catat intake
makanan, tipe diet. Catat masalah yang
dapat menimbulkan efek negatif pada
intake makanan, seperti mual,
imobilitas, restriksi makanan
4. Monitor intake dan output, serta balance
cairan klien
5. Ukur BB setiap hari dan bandingkan
dengan BB sebelum masuk RS
1. Mengidentifikasi risiko kondisi
penyakit yang dapat menimbulkan
terjadinya defisit volume cairan
sehingga dapat dilakukan intervensi
yang sesuai dan segera
2. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi
rasio lean body mass, yang akan
mempengaruhi juga total body water.
Secara umum, laki-laki memiliki
TBW> dari wanita, dan lansia
memiliki TBW< dari anak atau
dewasa. Infant dan anak
kemungkinan tidak bisa
memverbalisasi atau merespon rasa
haus mandiri.
3. Pengenalan masalah-masalah ini
dapat menjadi petunjuk pemilihan
intervensi yang tepat sesuai etiologi
yang menyebabkan penurunan intake
makanan.
4. Menentukan kekakuratan status
cairan klien
5. Petunjuk derajat dehidrasi
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
6. Monitor TTV, adanya hipotensi
ortostatik, takikardi, atau demam
7. Kaji turgor kulit, membran mukosa,
tanda-tanda dehidrasi, seperti mata
cekung, Ubun-ubun cekung, klien lemas
(perubahan derajat kesadaran)
8. Berikan reinforcement untuk
meningkatkan intake oral.
berikan minum sedikit tapi sering
dan lanjutnkan pemberian ASI
adekuat
Kolaboratif
1. Berikan cairan infus via IV line sesuai
indikasi
2. Berikan obat-obatan yang dian njurkan:
Zinc
L-bio (probiotik)
3. Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi
untuk mereview tipe diet, apakah perlu
restriksi pemebrian garam atau restriksi
makanan atau minuman yang dapat
menimbulkan kehilangan cairan lebih
lanjut
4. Monitor laboratorium yang
didindikasikan seperti Hb, Ht, Leukosit,
Eritrosit, Thrombosit, Elektrolit (Na, K,
Cl)
6. Perubahan-perubahan status
hemodinamik menjadi petunjuk
terjadinya dehidrasi
7. Tanda-tanda dehidrasi inilah yang
menjadi penanda adanya bahaya
terjadinya peningkatan derajat
dehidrasi dan memerlukan
penanganan segera dan tepat
8. Peningkatan intake minum akan
mengurangi terjadinya dehidrasi.
Pemberian minum dilakukan sedikit
tapi sering agar tidak terjadi
kembung, mual, dan muntah akibat
kelebihan intake minum secara cepat.
1. Cairan dapat diberikan per IV
dengan pertimbangan kien belum
dapat memenuhi kebutuhan cairan
per oral. Diberikan untuk
menghentikan atau menurunkan
terjadinya kehilangan cairan lebih
lanjut
2. Pemberian zinc merupakan protokol
penatalaksanaan diare karena zonc
dapat berfungsi untuk meningkatkan
sistem imunitas dan pertumbuhan sel
baru sehingga dapat memerangi
pertumbuhan patogen. Zinc telah
terbukti mengurangu durasi dan
keparahan diare.
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
Hipertermia
Data Subjektif:
• Ibu mengatakan, “ anak saya
panas, pilek, nangis terus”
Data Objektif:
• Suhu: 38,30C
• RR: 28 kali/menit
• Badan teraba panas
Dalam 3 hari interaksi diharapkan:
1. klien terjaga suhu tubuh
dalam batas normal
(36,50C – 37,5
0C)
2. Klien bebas kompikasi,
seperti kerusakan otak atau
saraf irreversibel, atau
gagal ginjal akut
3. Teridentifikasinya
penyebab dan faktor
pendukung terjadinya
demam
4. Bebas dari kejang
5. Keluarga dapat
mendemonstrasikan
perilaku untuk memonitor
tanda demam dan merawat
anak demam. Seperti
kompres metode TWS dan
pemakaian baju yang tidak
terlalu tebal
Mandiri
1. Identifikasi fator penyebab dan
fakor pendukung terjadinya demam
2. Perhatikan usia dan tingkatan
timbuh kembang anak
3. Monitor suhu tubuh anak setiap 4
jam
4. Kaji apakah demam terkait dengan
suhu ruang yang panas (heatstroke),
misal akibat terlalu banyak
penunggu di ruangan, ventilasi
yang kurang, atau pemakaian
seimut dan baju tebal
5. Kaji dan monitor respon neuroligis,
tk. kesadaran, dan rekasi pupil,
aktifitas kejang
6. Moniotr denyut nadi berikut
iramanya.
1. Identifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan dan mendukung
terjadinya demam pada anak
sehingga pemilihan intervensi
penanganan dan pencegahan demam
tepat sasaran.
2. Bayi, anak kecul, dan lansia
merupakan kelompok usia yang
rentan mengalami kelainan akibat
hipertermia. Faktor lingkungan dan
infeksi minimal dapat
mengakibatkan temperatur tinggi
pada kelompok usia bayi dan anak
kecil dibandingkan anak dewasa.
Bayi, anak, dan individu berkebiuhan
khusus tidak bisa mengenali dan
mengatasi sendiri demam yang
dialami.
3. Evaluasi keefekifan intervensi
penurunan demam dan mencegah
terjadinya komplikasi
4. Faktor-faktor lingungan dan
menyebabkan sulitnya demam turun
5. Demam tinggi disertai dengan
perubahan status mental menjadi
ndikasi terkadinya status septik atau
heatstroke.
6. Takikardi, disrtitmia, dan perubahan
gelombang abnormal EKG dapat
muncul akibat ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, dehidrasi, efek
katekolamin, dan efek langsung
hipertermia pada darah dan jaringan
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
7. Monior laju pernafasan.
8. Monitor dan catat intake dan output
klien
9. Monitor hasil lab, seperti penilaian
elektrolit tubuh, GDS, pemeriksaan
kultur urin dan feses.
10. Lakukan intervensi menurunkan
panas:
kompres degan metode TWS
sekaligus mengakarkan Ibu
untuk menerapkan kompres
pada anak. Anjuran untuk
kompres pada bagian ketiak,
selangkangan, dan leher.
Membatasi pemakaian pakaian
atau selimut tebal
Ciptakan ruangan sejuk, hindari
pengunjung terlalu banyak di
ruangan.
11. Kolaborasi pemberian obat yang
mengatasi etiologi demam, seperti
antibiotik,
12. Kolaborasi pemberian obat
antipiretik
13. Kolaborasi pemberian cairan IV
jika ada tanda-tanda dehidrasi.
14. Anjuran untuk hidrasi adekuar: ASI
dan PASI
sistem kardiovaskuler.
7. Hiperventilasi umumnya muncul tapi
usaha pernafasan dapat mengalami
gangguan akibat kejang
8. Intervensi ini berfungsi untuk
memonitor derajat dehidrasi klien.
9. Identifikasi penyebab hypertermia;
Evaluasi efek hipertermia pada
bagian internal tubuh
10.
Usaha menurunkan panas dengan
proses konduksi dan evaporasi.
Meningkatkan usaha mengeluarkan
panas dengan cara radiasi dan
konduksi
Meningkatkan usaha mengeluarkan
panas dengan radiasi
11. Pilihan obat yang diberikan
disesuaikan untuk mengatasi etiologi
demam
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Potensial peningkatan pengetahuan
tentang informasi penyakit diare dan
pencegahan diare berulang ditandai
dengan:
Data Subjektif:
Ibu mengatakan, “ Saya gak ngerti
gimana anak saya bisa kena diare ya
padahal Cuma minum ASI dan susu
formula”
Dalam 3 kali interaksi diharapkan klien
dan anggota keluarga klien:
1. Berpartisipasi dalam proses
pembelajaran
2. Identifikasi hambatan dalam
proses belajar
3. Menunjukkan peningkatan
keingintahuan dengan aktif
dalam bertanya dan mencari
informasi dari sumber lain
4. Memverbalisasikan pengertian
kondisi penyakit, penyebab
terjadinya penyakit, tanda dan
gejala yang mungkin muncul
akibta penyakti, dan cara
perawatan penyakit, serta
pencegahan terulangnya
penyakit
Mandiri
1. Kaji tigkat pengetahuan klien dan
anggota keluarga klien
2. Tentukan kemampuan atau kesiapan
klien/ anggota keluarga untuk belajar
3. Observasi tanda-tanda
penolakan/penghindaran
4. Libatkan anggota keluarga yang
menyakan informasi ttg penyakit
anggota keluarga
5. Diskusikan dengan anggota keluarga
tentang Diare dengan leaflet dari R.S,
meliputi
Berikan penjelasan tentang
pengertian diare
tanda dan gejala yang muncul
saat diare
Dorong keluarga untuk
mengulangi penjelasan perawat
1. Tingkat pengetahuan perlu dikaji
untuk mengetahui informasi manakah
yang perlu diberikan atau dikoreksi
saat pendidikan kesehatan.
Pengkajian meliputi definisi penyakit,
penyebab dan proses terjadi penyakit,
faktor yang menimbulkan tanda dan
gejala, cara perawatan dan
pencegahan penyakit, cara
pencegahan komplikasi
2. Klien atau anggota keluarga klien
mungkin belum siap menerima
pembelajaran secara fisik, emosional,
dan mental saat akan diberikan
pendkes dan kemungkinan
membutuhkan waktu untuk ekspresi
perasaan terlebih dahulu sebelum
memulai belajar.
3. Klien atau anggota klien mungkin
butuh diberikan waktu untuk
merasakan konsekuensi dari
kekurangan informasi sebelum klien
siap menerima informasi
4. Menyediakan informasi yang sesuai
kepada orang lain dapat menjadi
salah satu cara memberikan
pembelajaran secara tidak langsung
ke pasien
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
Dorong klien untuk bertanya
mengenai maslah yang belum
dimengerti
Berikan penguatan positif
Diskusikan bersama keluarga
tentang penyebab diare
diskusikan dengan keluarga
tentang akibat diare tidak
tertangani, serta komplikasi
yang dapat muncul
motivasi keluarga untuk
bertanya masalah yang belum
dimengerti
motivasi keluarga untuk
mengulang kembali penjelasan
dari perawat
beri penguatan positif
diskusikan dengan keluarga
tentang cara perawatan
sederhana dengan diare
diskusikan dengan keluarga
tentang cara pencegahan
munculnya diare kembali
Berikan penjelasan cara
pembuatan oralit
Demonstrasikan cara pembuatan
susu formula dan pencuciannya.
Berikan penjelasan cara
menciptakan lingkungan yang
tepat untuk mencegahterjadinya
diare dan penularan jika sudah
terjadi, yaitu mengusahakan
makanan tertutup tudung saji
(bebas dari lalat), usahakan
dalam keadaan hangat,
bersihkan kamar mandi setelah
ada anggota keluarga terjangkit
diare
Beri kesempatan keluarga untuk
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
bertanya dan mengulangi
penjelasan
beri pujian atas pujian yang
diberikan keluarga
Beri penjelasan untuk
menggunakan fasilias kesehatan
terdekat ketika tanda dan gejala
diare muncul pada anak
Motivasi anggota keluarga
untuk menggunakan fasilitas
kesehatan untuk mengkontrol
kesehatan anak setelah
hospitalisasi fasilitas pelayanan
kesehatan
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal : 06 Juni 2013 Diagnosa Medis : Diare akut dehidrasi ringan-sedang
Nama Klien/Usia : An. A/ 9 bulan Ruangan : Teratai 3 selatan, ruang 323
Waktu Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
Risiko defisit volume cairan
tubuh
Data Subjektif :
- keluarga mengatakan
bahwa klien muntah susu
satu kali
- Keluarga mengatakan
bahwa klien BAB 7 kali
cair
-
Data objektif:
- Kulit dan mukosa lembab
- Turgor kulit baik
- Klien tampak sering
berkeringat dan menangis
terus
- N:110 kali/menit
- Suhu: 38,3 0C
- Intake klien selama 8 jam:
ASI dan air putih
- Output klien:[ (Urin BAB
= 450) + IWL (66,7 cc/ 8
jam)] = 516,7 cc.
- Klien tampak kehausan,
kuat dalam menghisap ASI
Dalam 3 hari interaksi,
klien akan:
1. Diperoleh informasi
mengenai faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan defisit
volume cairan
2. Menunjukkan
perubahan perilaku
untuk mencegah
timbulnya defisit
volume cairan yang
sesuai ditandai
dengan
kulit hangat;
denyut nadi
dalam rentang
normal (100-
160
kali/menit);
tanda-tanda
vital dalam
rentang normal
(temperatur:
360C – 37,5
0C,
RR: 30-60
kali/menit);
tk. Kesadaran
klien compos
mentis;
balance
intake/output;
turgor kulit baik
CTR < 3”
Tidak
1. Mengkaji kondisi umum pasien:
derajat kesadaran
2. Mengobservasi tanda-tanda vital ( TD,
Suhu,Nadi,RR )
3. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi
(kulit kering, turgor kulit inelastic,
mukosa bibir kering, mata cekung)
4. Monitor frekuensi muntah dan diare
5. Mengobservasi tetesan infus dan
lokasi penusukan jarum infus
6. Monitoring intake dan output cairan,
balance cairan
7. Melakukan terapi pijat pada pagi hari
8. Memonitor hasil lab
9. Kolaborasi untuk program theraphy:
memberikan theraphy cairan dan obat
(zinc, L-Bio, paracetamol syrup)
S:
Ibu klien mengatakan, “ anak mau
minum ASI tapi rewel terus, nangis”
O:
N: 112 kali/menit
Suhu: 37,6 0C
RR: 32 kali/menit
I= ASI + air putih (tidak terukur)
O= (Urin + BAB) +IWL
O= 480 + 66,7 = 546,7 cc/8 jam
Turgor kulit baik
CRT< 2”
Mukosa bibir lembab
Tidak ada muntah
Cekung di kelopak mata tidak ada
Klien tampak menangis, rewel
A: Masalah teratasi sebagian
P:
Observasi tanda-tanda dehidrasi
Obsrvasi frekuensi muntah dan diare
Monitoring intake dan output
Monitoring tanda-tanda vital
Pemberian terapi pijat sore hari
Kolaborasi obat antimual: ranitidin
Monitor hasil laboratorium,
terutama hematologi dan elektrolit
darah
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 3
muntah/diare
Intake minimum
± 690 cc (BB=
6,9 Kg)
Penurunan BB <
5% dari BB
awal
Hb rentang
normal (10 – 17
g/dl
Ht dalam rentang
normal (33-46
%)
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal : 06 Juni 2013 Diagnosa Medis : Diare akut dehidrasi ringan-sedang
Nama Klien/Usia : An. A/ 9 bulan Ruangan : Teratai 3 selatan, ruang 323
Waktu Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
Hypertermia
Data subjektif:
- Ibu klien mengatakan klien
panas dari kemarin
-
Data objektif:
- Klien tampak rewel
- Suhu terukur = 38,30C
- RR = 32 kali/menit
Dalam 3 kali pertemuan
diharapkan:
1. klien terjaga pada
temperatur normal
(36,50 C– 37,7
0C
2. Klien bebas dari
komplikasi, seperti
kerusakan neurologis
3. Klien bebas kejang
1. Mengukur tanda-tanda vital,
khususnya temperatur setiap 4 jam
2. Melakukan aplikasi tepid water
sponge (TWS) selama 30 menit
3. Mengajarkan dan menganjurkan ibu
untuk meredomenstrasikan teknik
TWS pada anak
4. Menganjurkan ibu untuk tidak
memakaikan pakaian tidak terlalu
tebal dan menyerap keringat pada
klien, tidak menyelimuti dengan
selimut tebal
5. Ciptakan lingkungan nyaman dengan
membatasi pengunjung hanya saat
waktu kunjungan
6. Menanjurkan untuk memberikan
parasetamol pada anak
S:
Ibu klien mengatakan, “ panasnya
turun ya setelah dikompres tadi”
O:
Klien masih tampak menangis
Temperatur setelah dilakukan TWS
menjadi 37,60C
RR klien menjadi 30 kali/menit
Klien tampak mengeluarkan
keringat
A: Masalah teratasi sebagian
P:
Anjuran Ibu untuk terus
memberikan ASI
Kolaborasi pemberian obat
paracetamol setelah 4 jam, jika
demam masih ada
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal : 07 Mei 2013 Diagnosa Medis : Dehidrasi ringan sedang
Nama Klien/Usia : An. A/ 9 bulan Ruangan : Teratai 3 selatan, ruang 323
Waktu Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
Potensial peningkatan
pengetahuan tentang informasi
penyakit diare dan pencegahan
diare berulang
Data Subjektif :
- Ibu mengatakan, “
Saya gak ngerti gimana
anak saya bisa kena diare
ya padahal Cuma minum
ASI dan susu formula”
Data objektif:
- Ibu tampak masih
memberikan susu formula
yang telah dibuat
sebelumnya
Dalam 3 hari interaksi, Ibu
klien akan:
1. Menyebutkan pengertian
diare, penyebab diare,
tanda dan gejala diare,
komplikasi jika diare
tidak diatasi, cara
pencegahan, dan cara
perawatan anak dengan
diare
2. Mendemonstrasikan
perilaku mencuci tangan
dengan baik
3. Mendemonstrasikan cara
pengolahan susu formula
dan menjaga kebersihan
botol susu
1. Mengkaji tingkat pengetahuan Ibu
tentang diare
2. Menjelaskan dengan leaflet dari R.S
tentang diare
3. Mendiskusikan ulang jika ada
pertanyaan atau sesuatu yang belum
dimengerti Ibu
4. Mendemonstrasikan cara mencuci
tangan dengan enam langkaj
5. Menganjurkan ibu intuk
meredemonstrasikan mencuci tangan
dengan enam langkah menggunakan
handrub
6. Menjelaskan cara pengolahan susu
formula yang baik, yaitu dalam
keadaan hangat dan tidak boleh
diberikan setelah lebih dari 30 menit.
Botol susu perlu dimasak dalam air
mendidih untuk menjaga kebersihan
dari kuman.
S:
Ibu klien mengatakan, “ diare itu,
kalo anak BAB cair lebih dari 3
kali/hari, penyebabnya bisa dari
kuman, bakteri, dan virus. Kalo diare
teru-terusan anak bisa pingsan,
kekurangan cairan. Agar anak tidak
diare ya harus jaga kebersihan
makanan”
O:
Ibu klien bisa menjawab pengertian
diare dengan benar
Ibu klien dapat menjawab dua dari
empat penyebab diare
Ibu klien dapat menjawab 2 dari 4
komplikasi diare
Ibu klin bisa menjawab 1 dari 5 cara
pencegahan diare
A: masalah teratasi sebian
P:
Pemberian pendidikan kesehatan
ulang
Pemberian leaflet untuk ibu
Observasi ibu ketika membuat susu
formula
Observasi mencuci tangan ibu
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal : 07 Mei 2013 Diagnosa Medis : Dehidrasi ringan sedang
Nama Klien/Usia : An. A/ 9 bulan Ruangan : Teratai 3 selatan, ruang 323
Waktu Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
Risiko defisit volume cairan
tubuh
Data Subjektif :
- keluarga mengatakan
bahwa klien muntah susu
satu kali
- Keluarga mengatakan
bahwa klien BAB 7 kali
cair
-
Data objektif:
- Kulit dan mukosa lembab
- Turgor kulit baik
- Klien tampak sering
berkeringat dan menangis
terus
- N:110 kali/menit
- Suhu: 38,3 0C
- Intake klien selama 8 jam:
ASI dan air putih
- Output klien:[ (Urin BAB
= 350) + IWL (66,7 cc/ 8
jam)] = 416,7 cc.
Dalam 3 hari interaksi, klien
akan:
1. Diperoleh informasi
mengenai faktor-faktor
yang dapat
menyebabkan defisit
volume cairan
2. Menunjukkan
perubahan perilaku
untuk mencegah
timbulnya defisit
volume cairan yang
sesuai ditandai dengan
kulit hangat;
denyut nadi dalam
rentang normal
(100-160
kali/menit); tanda-
tanda vital dalam
rentang normal
(temperatur: 360C
– 37,50C, RR: 30-
60 kali/menit);
tk. Kesadaran klien
compos mentis;
balance
intake/output;
turgor kulit baik
CTR < 3”
Tidak muntah/diare
Intake minimum ±
690 cc (BB= 6,9
Kg)
Penurunan BB < 5%
dari BB awal
1. Mengkaji kondisi umum pasien:
derajat kesadaran
2. Mengobservasi tanda-tanda vital (
TD, Suhu,Nadi,RR )
3. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi
(kulit kering, turgor kulit inelastic,
mukosa bibir kering, mata cekung)
4. Monitor frekuensi muntah dan diare
5. Mengobservasi tetesan infus dan
lokasi penusukan jarum infus
6. Monitoring intake dan output cairan,
balance cairan
7. Melakukan terapi pijat pada pagi hari
8. Memonitor hasil lab
9. Kolaborasi untuk program theraphy:
memberikan theraphy cairan dan obat
(zinc, L-Bio, paracetamol syrup)
S:
Ibu klien mengatakan, “ anak mau
minum ASI tapi rewel terus, nangis”
O:
N: 116 kali/menit
Suhu: 37,6 0C
RR: 32 kali/menit
I= ASI + air putih (tidak terukur)
O= (Urin + BAB) +IWL
O= 330 + 66,7 = 396,7 cc/8 jam
BAB menurun jadi 5 kali
Turgor kulit baik
CRT< 2”
Mukosa bibir lembab
Tidak ada muntah
Cekung di kelopak mata tidak ada
Klien tampak menangis, rewel
A: Masalah teratasi sebagian
P:
Observasi tanda-tanda dehidrasi
Obsrvasi frekuensi muntah dan
diare
Monitoring intake dan output
Monitoring tanda-tanda vital
Pemberian terapi pijat sore hari
Kolaborasi obat antimual: ranitidin
Monitor hasil laboratorium,
terutama hematologi dan elektrolit
darah
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 3
Hb rentang normal
(10 – 17 g/dl
Ht dalam rentang
normal (33-46 %)
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal : 07 Mei 2013 Diagnosa Medis : Dehidrasi ringan sedang
Nama Klien/Usia : An. A/ 9 bulan Ruangan : Teratai 3 selatan, ruang 323
Waktu Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
Hypertermia
Data subjektif:
- Ibu klien mengatakan klien
panas dari kemarin padahal
udah minum obat panas
-
Data objektif:
- Klien tampak rewel
- Suhu terukur = 38,50C
- RR = 35 kali/menit
Dalam 3 kali pertemuan
diharapkan:
1. klien terjaga pada
temperatur normal
(36,50 C– 37,7
0C
2. Klien bebas dari
komplikasi, seperti
kerusakan neurologis
3. Klien bebas kejang
1. Mengukur tanda-tanda vital,
khususnya temperatur setiap 4 jam
2. Melakukan aplikasi tepid water
sponge (TWS) selama 30 menit
3. Mengajarkan dan menganjurkan ibu
untuk meredomenstrasikan teknik
TWS pada anak
4. Menganjurkan ibu untuk tidak
memakaikan pakaian tidak terlalu
tebal dan menyerap keringat pada
klien, tidak menyelimuti dengan
selimut tebal
5. Ciptakan lingkungan nyaman
dengan membatasi pengunjung
hanya saat waktu kunjungan
6. Mengobservasi pemberian obat
parasetamol ibu, kemudian
mengkoreksi dosis yang diberikan
pada anak
S:
Ibu klien mengatakan, “ panasnya
turun ya setelah dikompres tapi nanti
Saya takut naik lagi”
“Saya sudah kasih obat panasnya”
O:
Klien masih tampak menangis
Temperatur setelah dilakukan TWS
menjadi 37,30C
RR klien menjadi 30 kali/menit
Klien tampak mengeluarkan keringat
Ibu klien memberikan dosis
parasetamol 0,6 cc. Berbeda dengan
dosis anjuran dalam resep 0,9 cc
A: Masalah teratasi sebagian
P:
Anjuran Ibu untuk terus memberikan
ASI
Kolaborasi pemberian obat
paracetamol setelah 4 jam, jika
demam masih ada
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal : 08 Mei 2013 Diagnosa Medis : Dehidrasi ringan sedang
Nama Klien/Usia : An. A/ 9 bulan Ruangan : Teratai 3 selatan, ruang 323
Waktu Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
Risiko defisit volume cairan
tubuh
Data Subjektif :
- keluarga mengatakan
bahwa klien muntah susu
satu kali
- Keluarga mengatakan
bahwa klien BAB 7 kali
cair
-
Data objektif:
- Kulit dan mukosa lembab
- Turgor kulit baik
- Klien tampak sering
berkeringat dan menangis
terus
- N:110 kali/menit
- Suhu: 38,3 0C
- Intake klien selama 8 jam:
ASI dan air putih
- Output klien:[ (Urin BAB
= 450) + IWL (66,7 cc/ 8
jam)] = 516,7 cc.
- Klien tampak kehausan,
kuat dalam menghisap
ASI
Dalam 3 hari interaksi, klien
akan:
1. Diperoleh informasi
mengenai faktor-faktor
yang dapat menyebabkan
defisit volume cairan
2. Menunjukkan perubahan
perilaku untuk mencegah
timbulnya defisit volume
cairan yang sesuai
ditandai dengan
kulit hangat;
denyut nadi dalam
rentang normal
(100-160
kali/menit); tanda-
tanda vital dalam
rentang normal
(temperatur: 360C
– 37,50C, RR: 30-
60 kali/menit);
tk. Kesadaran klien
compos mentis;
balance
intake/output;
turgor kulit baik
CTR < 3”
Tidak muntah/diare
Intake minimum ±
690 cc (BB= 6,9
Kg)
Penurunan BB < 5%
1. Mengkaji kondisi umum pasien:
derajat kesadaran
2. Mengobservasi tanda-tanda vital (
TD, Suhu,Nadi,RR )
3. Mengobservasi tanda-tanda
dehidrasi (kulit kering, turgor kulit
inelastic, mukosa bibir kering, mata
cekung)
4. Monitor frekuensi muntah dan diare
5. Mengobservasi tetesan infus dan
lokasi penusukan jarum infus
6. Monitoring intake dan output
cairan, balance cairan
7. Melakukan terapi pijat pada pagi
hari
8. Memonitor hasil lab
9. Kolaborasi untuk program
theraphy: memberikan theraphy
cairan dan obat (zinc, L-Bio,
paracetamol syrup)
S:
Ibu klien mengatakan, “ anak mau
minum ASI tapi rewel terus, nangis”
O:
N: 112 kali/menit
Suhu: 37,6 0C
RR: 32 kali/menit
I= ASI + air putih (tidak terukur)
O= (Urin + BAB) +IWL
O= 280 + 66,7 = 346,7 cc/8 jam
BAB menurun jadi 1 kali
Turgor kulit baik
CRT< 2”
Mukosa bibir lembab
Tidak ada muntah
Cekung di kelopak mata tidak ada
A: Masalah teratasi
P:
Observasi tanda-tanda dehidrasi
Obsrvasi frekuensi muntah dan
diare
Monitoring intake dan output
Monitoring tanda-tanda vital
Pemberian terapi pijat sore hari
Kolaborasi obat antimual: ranitidin
Monitor hasil laboratorium,
terutama hematologi dan elektrolit
darah
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Lampiran 3
dari BB awal
Hb rentang normal
(10 – 17 g/dl
Ht dalam rentang
normal (33-46 %)
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal : 08 Mei 2013 Diagnosa Medis : Dehidrasi ringan sedang
Nama Klien/Usia : An. A/ 9 bulan Ruangan : Teratai 3 selatan, ruang 323
Waktu Diagnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
Potensial peningkatan
pengetahuan tentang informasi
penyakit diare dan pencegahan
diare berulang
Data Subjektif :
- Ibu mengatakan, “
Saya gak ngerti gimana
anak saya bisa kena diare
ya padahal Cuma minum
ASI dan susu formula”
Data objektif:
- Ibu tampak masih
memberikan susu formula
yang telah dibuat
sebelumnya
Dalam 3 hari interaksi, Ibu
klien akan:
1. Menyebutkan
pengertian diare,
penyebab diare, tanda
dan gejala diare,
komplikasi jika diare
tidak diatasi, cara
pencegahan, dan cara
perawatan anak dengan
diare
2. Mendemonstrasikan
perilaku mencuci tangan
dengan baik
3. Mendemonstrasikan
cara pengolahan susu
formula dan menjaga
kebersihan botol susu
1. Mengkaji tingkat pengetahuan Ibu
tentang diare
2. Menjelaskan dengan leaflet dari
R.S tentang diare
3. Mendiskusikan ulang jika ada
pertanyaan atau sesuatu yang
belum dimengerti Ibu
4. Mendemonstrasikan cara mencuci
tangan dengan enam langkaj
5. Menganjurkan ibu intuk
meredemonstrasikan mencuci
tangan dengan enam langkah
menggunakan handrub
6. Menjelaskan cara pengolahan susu
formula yang baik, yaitu dalam
keadaan hangat dan tidak boleh
diberikan setelah lebih dari 30
menit. Botol susu perlu dimasak
dalam air mendidih untuk menjaga
kebersihan dari kuman.
S:
Ibu klien mengatakan, “ diare itu,
kalo anak BAB cair lebih dari 3
kali/hari, penyebabnya bisa dari
kuman, bakteri, dan virus. Kalo diare
teru-terusan anak bisa pingsan,
kekurangan cairan. Agar anak tidak
diare ya harus jaga kebersihan
makanan”
O:
Ibu klien bisa menjawab pengertian
diare dengan benar
Ibu klien dapat menjawab dua dari
empat penyebab diare
Ibu klien dapat menjawab 2 dari 4
komplikasi diare
Ibu klin bisa menjawab 1 dari 5 cara
pencegahan diare
A: masalah teratasi sebian
P:
Pemberian pendidikan kesehatan
ulang
Pemberian leaflet untuk ibu
Observasi ibu ketika membuat
susu formula
Observasi mencuci tangan ibu
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
Web of Causation : DiareWeb of Causation : DiareWeb of Causation : Diare Faktor Pendukung:
Ketidakadekuatan sanitasi (Kontaminasi air dan ku-rangnya pengaliran air bersih melalui pipa)
Kurangnya kesadaran perilaku mencuci tangan
Tingkat pengetahuan ibu ten-tang cara penularan diare
Buruknya pengolahan pembu-angan sampah public
Vaksinasi Rotavirus rutin be-lum menjadi program kesehatan
AKUT KRONIK
Infeksius Non-infeksius
Proses penyakit
Medikasi
Abnormalitas
genetik
Durasi Penyakit Karakteristik Tinja
Mekanisme Patologis
Sekretori Osmosis
Berair Darah Berlemak
Bakteri, Virus, Jamur, Parasit
Masuk usus & berkembang
Reaksi inflamasi
Endotoksin merusak mukosa
Proses Absorbsi normal usus
terganggu
Hipersekresi air dan
elektrolit
Medikasi (Antibiotik) Malabsorbsi Karbohid-
rat, Protein, Lemak
Psikologi Ggn. Peristaltik
Peningkatan pergeseran elektrolit & air
di usus
Membuat Tekanan (-) di
usus
Eradikasi flora normal Cemas
Rangsan-
gan saraf
simpatis
Hiperperi-
staltik
Hipoperi-
staltik
Penurunan
Absorbsi
normal
Tempat
pertum-
buhan bak-
Endotoksin merusak
mukosa usus
Hipersekresi air dan
elektrolit
Peningkatan isi usus
Peningkatan frek-
uensi BAB Iritasi Kulit
Tubuh kehilangan
cairan & elektrolit
>>>
Penurunan CES
Penurunan CIS
Turgor kulit
menurun
Kehilang Na+, K+, HCO3-
Asidosis
Metab. (
pH,
Pernapasan
Aktivasi sys-
tem RAA
Produksi Urin
Gagal ginjal
Gangguan Sirkulasi
Perfusi jaringan
Hipoksia, Sianosis, Akral
dingin, TD , CRT > 3” Syok
Kerusakan Mukosa usus
Nyeri Akut
Kerusakan
integritas
kulit
Distensi Abdomen
Mual & Muntah
Alkalosis Metab ( (pH,
HCO3)
Muntah >>
Asidosis
Metabolik
Nafsu Makan
BB
Ketidakseimbangan nutrisi
< dari keb. tubuh
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
BIODATA DIRI
Nama : Mariska Iriyanti
TTL : Cirebon, 30 Maret 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jalan Sunan Gunung Jati Desa Pasindangan Gg. KPN
RT/RW: 04/05 No. 43 Kec. Gunung Jati Cirebon 45151
Alamat Kost : Kost Nugraha Pratama Jalan Stasiun No. 32 Pondok Cina
No. Telepon : 085716634878
E-mail : mariska.iriyanti@gmail.com
Riwayat Pendidikan Formal
SDN Pasindangan 2 (1995-2001)
SMP Negeri 2 Kota Cirebon (2001-2004)
SMA Negeri 1 Kota Cirebon (2004-2007)
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (2007-2013)
Analisis praktik ..., Mariska, FIK UI, 2013
top related