analisis kesenjangan antar wilayah 2013
Post on 04-Feb-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
1/109
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
2/109
iANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
K T PENG NT R
Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan antardaerah perlumenjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukungkebijakan nasional dalam upaya pemerataan pembangunan di Indonesia. Untuk memberikanlandasan dalam menentukan arah kebijakan mengurangi kesenjangan antardaerah, diperlukandata dan informasi objektif, serta teknik pengolahan data tertentu sehingga dapat memberi
gambaran berbagai aspek yang menunjukkan adanya kesenjangan. Aspek-aspek yang memilikiurgensi tinggi untuk dilihat pada konteks kesenjangan adalah kesenjangan perekonomian daerahdan kesejahteraan masyarakat, serta aspek-aspek yang mempengaruhinya.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari berbagai sumber yang kompeten danpengolahan data, telah dihasilkan berbagai informasi penting yang menggambarkan adanyakesenjangan. Informasi kesenjangan yang disajikan dalam buku ini dibagi menjadi 5 (lima)bagian yang meliputi:Bagian Pertama, berisi uraian yang menjadi latar belakang penyusunanbuku ini, dan penjelasan sistematika penyajian buku. Bagian Kedua, berisi uraian Metodologidan analisis kesenjangan antardaerah, bagian ketiga berisi uraian kesejangan perekonomianantardaerah,bagian keempat, berisi uraian Kesenjangan infrastruktur Antarwilayah, bagian
kelimaberisi uraian kesenjangan analisis Pendapatan dan Belanja Daerah. Data yang digunakandalam publikasi ini bersumber dari informasi yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik, PT.PLN, Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian/ Lembaga dan sumber data lainnya.
Informasi kesenjangan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan pemahaman
terhadap kondisi dan perkembangan kesenjangan di Indonesia dilihat dari beberapa aspek yangdibahas. Dengan demikian melalui informasi dari hasil analisis kesenjangan ini diharapkan
dapat menjadibenchmarking, sehingga kondisi atau kinerja tiap daerah bisa diperbandingkandengan daerah yang lain. Selanjutnya berdasarkan informasi kesenjangan antar daerah ini
diharapkan dapat memberikan orientasi terhadap berbagai kebijakan dan program pengurangankesenjangan antardaerah.
Kami mengucapkan terimakasih atas segala dukungan berbagai pihak dalampenyusunan dan penerbitan buku ini. Kami sangat menghargai kritik dan saran dari berbagaipihak guna menyempurnakan publikasi ini pada edisi yang mendatang.
Jakarta, Desember 2013
Deputi Bidang Pengembangan Regional
d a n O t on o mi D a er a h
Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
3/109
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
4/109
iiiANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Tim Penyusun
PENGARAH:
Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MADeputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
PENANGGUNG JAWAB :
Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D
Direktur Pengembangan Wilayah
TIM PENYUSUN :
Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D; Awan Setiawan, SE, MM, ME
Yudianto, ST, MT, MPP; Supriyadi, S.Si, MTP; Rudi Alfian, SE;
Agung Widodo, SP, MIDEC; Fidelia Silvana, SP, M.Int.Econ & F;
Septaliana Dewi Prananingtyas, SE, M.Bus,Ec; Bimo Fachrizal Arvianto, S.Si;
Hari Dwi Korianto, S.Kom, M.Si; Gatot Pambudhi Poetranto, S.Kom, MPM;
Ronny Komala Winoto, S.Kom.
TIM AHLI:
Bambang Waluyanto; Nana Mulyana; Aziz Faizal Fachrudin; Setya Rusdianto;
Tri Supriyana; Iskandar Zulkarnaen
TIM PENDUKUNG:Anna Astuti; Eni Arni ; Sapto Mulyono;
Zulkarnaen, S.Kom; Cecep Supriyadi; Donny Yanuar.
Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke:
Direktorat Pengembangan Wilayah
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310
Telp/Fax. (021) 3193 4195Email. dit.pw@bappenas.go.id
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
5/109
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
6/109
vANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
DAFTAR ISIKata Pengantar i
Daftar isi v
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar xi
1. PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 1
1.2. Sistematika Penyajian 3
2. METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 52.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian Antarwilayah 5
2.1.1. Metode Analisis Pendapatan Regional 6
2.1.2. Metode Analisis Kesenjangan berdasarkan Pola dan Struktur
Pertumbuhan Ekonomi 62.2. Analisis Kesenjangan kesejahteraan Infrastruktur antarwilayah 8
2.3. Analisis Pendapatan dan Belanja Daerah 9
2.4. Metode Penyajian Kesenjangan. 10
3. KESENJANGAN EKONOMI ANTARWILAYAH 133.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah 13
3.1.1. Disparitas Nilai PDRB dan PDRB Antarwilayah. 13
3.1.2. Disparitas PDRB Perkapita Antarwilayah (Dispersion Ratio) 15
3.1.3. Kesenjangan Wilayah (Williamson Index) 213.1.4. Kesenjangan Pendapatan (Gini Ratio) 24
3.2. Kesenjangan Sosial 26
4. KESENJANGAN INFRASTRUKTUR ANTARWILAYAH 294.1. Kesenjangan Infrastruktur Jalan 30
4.1.1. Wilayah Sumatera 31
4.1.2. Wilayah Jawa Bali 32
4.1.3. Wilayah Nusa Tenggara 34
4.1.4. Wilayah Kalimantan 35
4.1.5. Wilayah Sulawesi 37
4.1.6. Wilayah Maluku dan Papua 38
4.2. Kesenjangan Infrastruktur Energi Listrik 40
4.2.1. Wilayah Sumatera 41
4.2.2. Wilayah Jawa Bali 42
4.2.3. Wilayah Nusa Tenggara 43
4.2.4. Wilayah Kalimantan 43
4.2.5. Wilayah Sulawesi 44
4.2.6. Wilayah Maluku dan Papua 45
4.3. Kesenjangan Infrastruktur Telekomunikasi 46
4.3.1. Wilayah Sumatera 46
4.3.2. Wilayah Jawa Bali 474.3.3. Wilayah Nusa Tenggara 48
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
7/109
vi ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
4.3.4. Wilayah Kalimantan 48
4.3.5. Wilayah Sulawesi 49
4.3.6. Wilayah Maluku dan Papua 50
5. ANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 515.1. Analisis Pendapatan Daerah 51
5.1.1. Rasio Kemandirian Daerah 51
5.1.2. Rasio Pajak (Tax Ratio) 54
5.1.3. Ruang Fiskal Daerah 56
5.2. Analisis Belanja Daerah 59
5.2.1. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah 59
5.2.2. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja 62
5.2.3. Rasio Belanja Modal Per Total Belanja 65
5.2.4. Rasio Belanja PerJumlah Penduduk 74
5.2.5. Rasio Belanja Modal PerJumlah Penduduk 76
5.3. Perimbangan Kondisi Keuangan Daerah Dengan Kondisi Sosial Masyarakat 68
LAMPIRAN 73
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
8/109
vi iANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1.3.1.
Matrik Tipologi KlassenDistribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2008-2012
713
3.2. Distrubusi Nilai PDRB ADHB Menurut Usaha Berdasarkan Pulau Tahun 2012 143.3. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011 223.4. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Jawa Bali, Tahun 2007-2011 22
3.5. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Kalimantan , Tahun 2007-2011
23
3.6. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Sulawesi, Tahun 2007-2011 233.7. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Nusa Tenggara,Maluku dan
Papua Tahun 2007-2011
24
3.8. Perkembangan Kesenjangan Golongan Pendapatan (Gini Ratio) Menurut
Provinsi Tahun 2008-2012
25
4.1. Panjang Jalan, Luas wilayah dan Kerapatan Jalan Antar KBI dan KTI Tahun2010
30
4.2. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 324.3. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 334.4. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 35
4.5. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 364.6. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 384.7. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 404.8. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 40
4.9. Perbandingan Ketersedian Infrastruktur Energi Listrik Antarwilayah di
Indonesia, Tahun 2011
41
4.10. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sumatera
41
4.11. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi danKonsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Jawa Bali
42
4.12.
4.13.
4.14.
4.15.
4.16.
4.17.
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Nusa TenggaraPerkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi danKonsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi danKonsumsi Listrik Perkapita di Wilayah SulawesiPerkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan PapuaPerbandingan Pengunaan Alat Telekomunikasi Antarwilayah, Tahun 2010Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Sumatera
43
44
44
45
46
47
4.18. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon danPenerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Jawa-Bali
47
4.19. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon danPenerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Nusa Tenggara
48
4.20. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon danPenerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Kalimantan
49
4.21. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon danPenerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Sulawesi
49
4.22 Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon danPenerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Maluku dan Papua
50
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
9/109
viii ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
5.1. Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendahuntuk Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Tahun 2012
53
5.2. Rasio Pajak Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi danTerendah, Tahun 2011.
56
5.3. 20 Kabupaten/Kota Tertinggi dan 20 Kabupaten/Kota Terendah menurut ruangfiskal
58
5.4. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Menurut 20Peringkat Tertinggi dan Terrendah
62
5.5. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung (PNSD)Terhadap Total BelanjaKabupaten dan Kota Tahun 2012
65
5.6. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Tahun 2012 675.7. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Kesehatan Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Pendidikan Menurut Rata-rata
Lama Sekolah (RLS)
70
5.8. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan PemerintahProvinsi dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Kesehatan Menurut
Umur Harapan Hidup (UHH)
72
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
10/109
ixANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
3.1.
3.2
Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) dengan Migas Antarprovinsi, Tahun
2012 (dalam juta/jiwa)Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa Migas dan Dengan Migas
Berdasarkan Dispersion Ratio Tahun 2012
15
15
3.3.
3.4
Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio perprovinsi di wilayah Sumatera Tahun 2007-2011Disparitas PDRB Perkapita Tanpa Migas menurut Dispersion Ratio perprovinsi di wilayah Sumatera Tahun 2007-2011
16
16
3.5.
3.6
Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio perprovinsi di wilayah Jawa+Bali Tahun 2007-2011
Disparitas PDRB Perkapita Tanpa Migas menurut Dispersion Ratio perprovinsi di wilayah Jawa+Bali Tahun 2007-2011.
17
17
3.7. Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio perprovinsi di wilayah Kalimantan Tahun 2007-2011 18
3.8. Disparitas PDRB Perkapita Tanpa Migas menurut Dispersion Ratio perprovinsi di wilayah Kalimantan Tahun 2007-2011
18
3.9. Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio per
provinsi di wilayah Sulawesi Tahun 2007-2011
19
3.10. Disparitas PDRB Perkapita Tanpa Migas menurut Dispersion Ratio perprovinsi di wilayah Sulawesi Tahun 2007-2011
19
3.11. Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio per
provinsi di wilayah Nusa tenggara, Maluku dan Papua Tahun 2007-2011
20
3.12. Disparitas PDRB Perkapita tanpa Migas menurut Dispersion Ratio per provinsidi wilayah Nusa tenggara, Maluku dan Papua Tahun 2007-2011
20
3.13. CVw dari PRB Perkapita menurut Provinsi di wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011
21
3.14. Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut ProvinsiTahun 2013(Februari)
26
3.15. Perbandingan IPM antarprovinsi Tahun 2011 273.16. Perbandingan Prosentase Proses Kelahiran ditolong Tenaga Medis Tahun 2011 27
4.1 Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antar wilayah Pulau, Tahun 2010 304.2 Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di
Wilayah Sumatera
31
4.3 Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Sumatera
31
4.4. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi DiWilayah Jawa Bali
32
4.5. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Jawa- Bali
33
4.6. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi DiWilayah Nusa Tenggara
34
4.7. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Nusa Tenggara
34
4.8. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi DiWilayah Kalimantan
35
4.9. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Kalimantan
36
4.10. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi DiWilayah Sulawesi
37
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
11/109
x ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
4.11. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Sulawesi
37
4.12. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi DiWilayah Maluku dan Papua
39
4.13. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Maluku dan Papua
39
5.1. Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi , Tahun 2008 dan2012
52
5.2. Rasio PAD terhadap total pendapatan Kabupaten/Kota se-Provinsi,Tahun 2007dan 2011
53
5.3. Tax Rasio Pemerintah Provinsi Tahun 2008-2012 555.4. Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Tahun 2008-2012 555.5. Ruag Fiskal Pemerintah Provinsi, Tahun 2012 57
5.6. Rata-rata Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota Menurut Provinsi, Tahun 2012 585.7. Rasio Belanja pegawai terhadap Total Belanja masing-masing Pemerintah
Provinsi di Indonesia Tahun 2008-201260
5.8. Rasio Belanja Pegawai Kabupaten dan Kota Se-Provinsi terhadap TotalBelanja Pemerintah Di Indonesia Tahun 2008-2012 61
5.9. Rasio Belanja Pegawai Tidak langsung terhadap Total Belanja masing- masingPemerintah Provinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
63
5.10. Rasio Belanja Pegawai Tidak langsung terhadap Total Belanja masing- masingPemerintah Kabupaten dan Kota Di Indonesia Tahun 2008-2012
64
5.11. Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja masing-masing PemerintahProvinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
66
5.12. Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja masing-masing PemerintahKabupaten dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
67
5.13. Perimbangan Indeks harapan Hidup dengan Belanja Pemerintah Urusan
Kesehatan
69
5.14. Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan Belanja Pemerintah UrusanPendidikan
71
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
12/109
1ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesenjangan antarwilayah di Indonesia tidak terlepas dari adanya keragaman
potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis
atau politik. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah keunggulan dalam satu sisi, namun
disisi lain dapat berpotensi menjadi sumber instabilitas sosial dan politik nasional. Untuk
itu, maka penyelenggaraan pembangunan secara terencana dan berorientasi terhadap
pengurangan kesenjangan antarwilayah menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan tersebut perlu menjadi
acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung upayapemerataan pembangunan di Indonesia.
Kesenjangan pendapatan di suatu daerah akan menimbulkan berbagai
permasalahan, seperti peningkatan migrasi dari daerah yang miskin ke daerah yang lebih
maju, kriminalitas, dan konflik antar masyarakat. Dalam konteks kenegaraan kesenjangan
akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang kemudian akan
mengancam keutuhan suatu negara. Maka dari itu, kesenjangan harus diatasi oleh
pemerintah dengan mendorong daerah yang miskin untuk mampu mengejar
ketertinggalan perekonomiannya terhadap daerah yang sudah kaya
Meskipun tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, kesenjangan antar daerah tetap
harus diupayakan untuk dikurangi. Salah satu prinsip dasar yang harus dipegang para
pengambil kebijakan adalah bahwa kesenjangan perekonomian antar daerah masih dapat
ditoleransi sejauh tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional dan tidak
menciptakan ketidakmerataan pendapatan yang luar biasa dalam masyarakat. Dengan kata
lain, upaya melakukan redistribusi pendapatan masyarakat haruslah mendapatkan
prioritas utama dibandingkan redistribusi perekonomian daerah. Satu hal lagi yang harus
dilakukan dalam upaya mengurangi kesenjangan perekonomian antar daerah adalah
mengurangi jarak antara daerah terkaya dengan daerah termiskin, melalui upaya
khusus untuk mengangkat daerah termiskin secara signifikan.
Penyebab terjadinya kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia
diantaranya dapat diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur dan
kemampuan keuangan antardaerah. Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses
produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output.
Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai kegiatan
ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan mobilitas
manusia, barang, dan jasa. Sementara itu kesenjangan dari sisi kemampuan keuangan
antardaerah dapat dilihat dari aspek jumlah pendapatan daerah, dan kualitas belanja
daerah. Kedua aspek di atas memiliki pengaruh nyata terhadap kinerja perekonomiandaerah.
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
13/109
2 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Selain kedua aspek tersebut diatas, masalah klasik dan mendasar terjadinya
kesenjangan antardaerah tersebut potensi ekonomi yang tidak sama. Ada beberapa wilayah
atau provinsi yang memiliki berbagai sumber daya alam berlimpah, tidak akan
permasalahan dalam membangun kegiatan ekonomi sebagai pusat perumbuhan dan
kesenjangan pembangunan antardaerah terutama terjadi antara perdesaan dan perkotaan, antaraPulau Jawa dan luar Jawa, antara antara pusat-pusat pertumbuhan dengan kawasan hinterland
dan kawasan perbatasan, serta antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur
Indonesia. Berbagai permasalahan yang masih dihadapi adalah masih terdapatnya
ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia. Indikasi ketimpangan pembangunan
tersebut dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar
wilayah. Data BPS tahun 2012 menunjukah bahwa perkembangan aktivitas ekonomi masih
terkonsentrasi di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera dengan share terbesar 82,64 persen, dan
kemiskinan tahun 2013 terkonsentrasi di wilayah Jawa-Bali, yaitu sebanyak 15,52 juta
jiwa dan berikutnya di wilayah Sumatera sebanyak 6,2 juta jiwa. Namun, secara
persentase, angka kemiskinan di DKI Jakarta menunjukkan angka yang paling kecil, yaitu
hanya sekitar 3,5 persen sedangkan angka persentase kemiskinan di wilayah Papua
mencapai persentase terbesar, yaitu 30,22 persen. Ketimpangan pelayanan sosial dasar yang
tersedia, seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih juga terjadi antar wilayah, khususnya
di Kawasan Timur Indonesia ketersediannya minim sekali.
Untuk memberikan orientasi dalam memperkuat kebijakan upaya mengurangi
kesenjangan tersebut, diperlukan data dan informasi objektif, serta teknik pengolahan data
tertentu sehingga dapat memberi gambaran adanya kesenjangan antarwilayah. Informasi
yang dikembangkan dalam anlisis kesenjangan ini mencakup dimensi internal dan
eksternal. Dimensi internal memberikan gambaran tentang keadaan di dalam tiap daerah,
sedangkan dimensi eksternal menggambarkan posisi relatif keadaan daerah terhadap
daerah lainnya. Dengan demikian informasi ini mengandung sifat benchmarking,
sehingga kondisi atau kinerja tiap daerah bisa diperbandingkan dengan daerah yang lain.
Lebih lanjut juga diharapkan bisa diketahui corak keadaan tiap daerah atau kelompok
daerah.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka Direktorat Pengembangan Wilayah
berinisiatif menyusun Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah. Melalui berbagai
temuan dari hasil anlisis kesenjangan ini diharapkan dapat memberikan alternatif dalam
penguatan perencanaan yang berbasis wilayah.
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
14/109
3ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
1.2. Sistematika Penyajian
Buku ini menyajikan data dan informasi yang terkait dengan kesenjangan
antarwilayah, dengan lingkup informasi mengenai beberapa teori pembangunan dan
kesenjangan antarwilayah, serta informasi mengenai hasil analisis kesenjangan dilihat dariperspektif perekonomian daerah, kesejahteraan masyarakat, serta kemampuan keuangan
daerah. Rincian dari informasi tersebut disajikan dalam 5 Bab, dengan gambaran singkat
dari setiap bab adalah sebagai berikut:
BAB I : berisi mengenai latar belakang dari penyajian buku analisis
kesenjangan antarwilayah;
BAB II : berisi mengenai metodologi pendekatan untuk melihat kesenjangan
antarwilayah dalam aspek perekonomian daerah, analisis
kesejahteraan masyarakat, analisis kemampuan keuangan
antarwilayah, serta metode penyajian kesenjangan antarwilayah
BAB III : berisi mengenai hasil analisis perekonomian daerah
BAB IV : berisi mengenai hasil analisis kesenjangan infrastruktur antardaerah
BAB V : berisi mengenai hasil analisis kesenjangan kemapuan keuangan
daerah
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
15/109
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
16/109
5ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
BAB 2
METODOLOGI ANALISIS
KESENJANGAN ANTARWILAYAH
Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak homogen,
yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan perhatian. Atas dasar
pengertian tersebut, analisis kesenjangan antarwilayah dimaksudkan untuk memberi
gambaran fakta-fakta perbedaan perkembangan kondisi hasil pembangunan antarwilayah,
juga terkandung informasi mengenai perbandingan antarwilayah dan informasi adanya
gap (kesenjangan) antaradaerah yang maju dan tertinggal.
Peta kesenjangan antarwilayah ini dibangun melalui pendekatan pengolahan dan
teknik penyajian data, sehingga dapat memberi gambaran fakta kesenjangan antarwilayah.Berdasarkan temuan fakta kesenjangan ini, selanjutnya diharapkan dapat menjadi dasar
dalam menentukan isu dan permasalahan strategis yang perlu direspon melalui kebijakan
dan program pembangunan.
Bertitik tolak dari fakta kesenjangan tersebut, melalui publikasi analisis
kesenjangan antarwilayah ini, akan menyajikan beberapa fakta kesenjangan antarwilayah
yang meliputi: (1) Kesenjangan perekonomian antarwilayah, (2) Kesenjangan
kesejahteraan antarwilayah, (3) Kesenjangan kemampuan fiskal antarwilayah, dan (4)
Keseimbangan antara kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan
kemampuan fiskal daerah.
2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian Antarwilayah
Untuk merepresentasikan pendapatan regional, digunakan parameter output
regional (pendekatan produksi) yang sangat terkait dengan area tertentu, dalam hal ini
kabupaten/kota digunakan sebagai satuan terkecil.Data yang digunakan ialah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut kabupaten/kota. Dalam hal ini, PDRB
menunjukkan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh perekonomian suatu daerah
(kabupaten/kota) selama satu tahun. Data yang digunakan berasal dari regional accountmenurut kabupaten/kota yang mulai dipublikasikan oleh BPS secara konsisten sejak tahun
1993. Selanjutnya digunakan nilai PDRB per kapita untuk menunjukkan nilai output
dibagi jumlah penduduk di area tersebut. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita berarti
semakin tinggi kekayaan daerah (region prosperity) di daerah tersebut, dengan kata lain
nilai PDRB per kapita dianggap merefleksikan tingkat kekayaan daerah. Untuk melihat
tingkat kesenjangan PDRB perkapita antar kabupaten/kota menurut masing-masing
provinsi dilakukan dengan analisis Dispersion Ratio, yaitu PDRB perkapita tertinggi
terhadap PDRB perkapita terendah dengan mengunakan data series. Dispersion rasio
dengan angka persebaran tinggi maka menunjukan bahwa kesenjangan PDRB perkapita
antardaerah tinggi dan sebaliknya.
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
17/109
6 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
2.1.1. Metode Analisis Pendapatan Regional
Metode analisis kesenjangan regional dapat ditunjukkan berdasarkan perhitungan
disparitas PDRB Perkapita antarwilayah, perhitungan yang digunakan dalam analisis
kesenjangan pendapatan antarwilayah adalah Indeks Williamson (CVw). Indeks
Williamson ini sederhana dan populer digunakan untuk mengukur kesenjangan
pendapatan regional, khususnya pendapatan dalam pengertian indikator PDRB per kapita.
1. Pendapatan per Kapita
Pendapatan per kapita didekati dari angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
per kapita, yaitu perhitungan PDRB di suatu kabupaten/kota dibagi oleh populasi
kabupaten/kota tersebut. Formulasi untuk menghitung pendapatan per kapita adalah:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari buku PDRB
Kabupaten dan Kota serta Kabupaten dalam Angka.
2. CVw (CV Williamson)
Indeks Williamson merupakan pendekatan untuk mengukur derajat ketimpangan
antar wilayah berdasarkan PDRB perkapita. Formula ini pada dasarnya sama dengan
coefficient of variation (CV) biasa dimana standar deviasi dibagi dengan rataan.
Williamson (1965) memperkenalkan CVini dengan menimbangnya dengan proporsi
penduduk, yang disebut CVw. Formulanya adalah sebagai berikut:
=
( )
Dimana:
CVw = Weighted coefficient of variation
ni = Penduduk di daerah i
n = Penduduk total
Yi =PDRB perkapita di daerah i
Y =Rata-rata PDRB perkapita untuk semua daerah
KotaKabupaten/PendudukJumlahKotaKabupaten/PDRBNilaiPerkapitaPendapatan
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
18/109
7ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
2.1.2. Metode Analisis Kesenjangan Berdasarkan Pola dan Struktur Pertumbuhan
Ekonomi.
Tipologi Klassen juga merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang
digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
suatu daerah. Pada pengertian ini, Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan
pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan
atau nasional dan membandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah dengan PDRB
per kapita daerah yang menjadi acuan atau PDB per kapita (secara nasional).
Melalui Analisis Tipologi Klassen ini selain dapat dapat digunakan untuk
mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan memperhatikan perekonomian
daerah yang diacunya, dan mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi
unggulan suatu daerah, juga dapat memberi gambaran adanya kesenjangan antarwilayah
berdasarkan posisi perekonomian yang dimiliki suatu daerah terhadap perekonomiannasional maupun daerah yang diacunya.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, pengguna analisis tipologi Klassenakan
mendapatkan manfaat sebagai berikut: (1) Dapat membuat prioritas kebijakan daerah
berdasarkan keunggulan sektor, subsektor, usaha, atau komoditi daerah yang merupakan
hasil analisis tipologi Klassen; (2) Dapat menentukan prioritas kebijakan suatu daerah
berdasarkan posisi perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian nasional maupun
daerah yang diacunya; dan (3) Dapat menilai suatu daerah baik dari segi daerah maupun
sektoral.
Tabel 2.1:
Matriks Tipologi Klassen
Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi
Rendah TinggiRata-rataPDRB
Perkapita
Tinggi
Kuadran II
Daerah Maju tetapiTertekan(high income but
low growth)
Kuadran I
Daerah Cepat Maju danCepat-Tumbuh(high growth
and high income)
Rendah
Kuadran III
Daerah Relatif Tertinggal(low growth and low
income).,
Kuadran IV
Daerah sedang Berkembang(high growth but low income)
Penjelasan dari matriks di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan
kuadran daerah dengan laju pertumbuhan PDRB yang lebih besar dibandingkan
pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan memiliki
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
19/109
8 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
pertumbuhan PDRB per kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB
per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.
2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah yang berada pada kuadran ini
memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional, tetapi memiliki pertumbuhan
PDRB per kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita
daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.
3. Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini
merupakan kuadran untuk daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih
tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional,
tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah tersebut lebih kecil dibandingkan
dengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara
nasional.
4. Daerah relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah yang
memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan sekaligus pertumbuhan
PDRB per kapita yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita
daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.
2.2. Analisis Kesenjangan Infrastruktur Antarwilayah
Untuk melihat adanya kesenjangan infrastruktur antarwilayah, dilakukan
perbandingan ketersediaan dan dukungan infrastruktur sesuai dengan jenisnya. Jenis
infrastruktur yang akan menunjukkan adanya kesenjangan meliputi infrastruktur jalan,
energi listrik dan telekomunikasi. Indikator yang digunakan meliputi kuantitas dan
kualitas dari ketersediaan infrastruktur, serta beberapa indikator yang dihitung
berdasarkan formula sebagai berikut:
1. Rasio Kerapatan Jalan
Rasio kerapatan jalan ditunjukkan oleh rasio panjang jalan (Km) terhadap Luas
wilayah (Km2). Rasio kerapatan jalan memiliki makna tinggi rendahnya tingkat
aksesibilitas antardaerah, yaitu semakin besar angka rasio kerapatan jalan maka
kemudahan dalam menjangkau antardaerah yang dihubungkan oleh infrastruktur jalan
disuatu wilayah semakin besar, dan sebaliknya.
2. Energi Terjual Perkapita (kWh/ Kapita)
Energi Terjual Perkapita menunjukkan energi yang terjual kepada pelanggan atau
energy (kWh) yang terjual kepada pelanggan TT (tegangan Tinggi), TM (Tegangan
Menengah) dan TR (Tegangan Rendah dibagi dengan jumlah penduduk.
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
20/109
9ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
3. Rasio Elektrifikasi
Merupakan rasio antara jumlah rumah tangga pengguna energi listrik PLN dibagi
dengan total jumlah rumah tangga (di kali 100%).
2.3. Analisis Pendapatan dan Belanja Daerah
Analisis keuangan diarahkan untuk mengetahui sisi pendapatan daerah dan belanja
pembangunan. Analisis dari sisi pendapatan, meliputi:
Tax Ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu daerah
terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah
pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan
ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang
baik bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut.
Ruang Fiskal merupakan rasio yang menggambarkan besarnya pendapatan yang
masih bebas digunakan oleh daerah untuk mendanai program/kegiatan sesuai
kebutuhannya. Penghitungan Ruang Fiskal diperoleh dengan mengurangkan seluruh
pendapatan dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked)
dan belanja wajib seperti belanja pegawai dan bunga.
Rasio kemandirian daerah dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap total pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan. Dua rasio
tersebut memiliki sifat berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggikemandirian daerah dan sebaliknya untuk rasio transfer. Posisi tertinggi dan terendah
rasio transfer umumnya berkebalikan dengan posisi provinsi yang bersangkutan pada
rasio PAD
Analisis dari sisi belanja daerah, meliputi:
Rasio belanja pegawai terhadap total belanja. Semakin tinggi angka rasionya maka
semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan begitu
sebaliknya semakin kecil angka rasio belanja pegawai maka semakin kecil pula
proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai APBD. Belanja pegawai
yang dihitung dalam rasio ini melipui belanja pegawai langsung dan belanja pegawai
tidak langsung.
Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. Rasio belanja pegawai
tidak langsung terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah
terhadap pembayaran gaji pegawai (PNSD). Semakin besar rasionya maka semakin
besar belanja daerah yang dibelanjakan untuk membayar gaji pegawai daerah dan
sebaliknya, semakin kecil angka rasionya maka semakin kecil belanja daerah
yang dipergunakan untuk membayar gaji pegawai daerah.
Rasio belanja modal per total belanja. Rasio belanja modal terhadap total belanjadaerah mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal.
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
21/109
10 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Belanja Modal sendiri ditambah belanja barang dan jasa, merupakan belanja
pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu,
semakin tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnyaterhadap pertumbuhan ekonomi.
Semua rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja daerah, apakah
suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat
dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk belanja yang
sifatnya untuk pendanaan aparatur, seperti belanja pegawai tidak langsung.
2.4. Metode Penyajian Kesenjangan
Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak homogen,yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan perhatian. Atas dasar
pengertian tersebut, penyusunan profil kesenjangan antarwilayah dimaksudkan untuk
memberi gambaran fakta-fakta perbedaan perkembangan kondisi hasil pembangunan
antarwilayah, juga terkandung informasi mengenai perbandingan antarwilayah yang maju
dan tertinggal.
Kondisi kesenjangan antarwilayah ini akan dilakukan melalui pendekatan analisis
data dengan perhitungan indeks yang sudah lajim digunakan, dan dibangun melalui
pendekatan pengolahan dan teknik penyajian data. Penyajian dengan cara ini diharapkan
akan lebih memberikan informasi yang lebih utuh baik secara kuantitatif maupun dimensiruangnya. Dalam Profil Kesenjangan Kesejahteraan Masyarakat Antarwilayah ini lingkup
unit-unit yang akan diperbandingkan dipilih sedemikian rupa sehingga akan
menunjukkan:
1. Kesenjangan antarwilayah
Kesenjangan bentuk ini adalah komparatif antarwilayah (kabupaten/kota) yang
disajikan dalam suatu pengamatan yang agregat terhadap seluruh kabupaten/kota
yang ada di wilayah Indonesia.
2. Kesenjangan antarwilayah dalam kelompok terdefinitif (cluster pada
integrasi spasial, provinsi, pulau, dsb.)
Dalam bentuk ini kesenjangan dilihat dalam suatu lingkup wilayah yang
terdefinitif seperti kesenjangan antarwilayah dalam lingkup satu provinsi, satu
pulau, dan lainnya. Misalnya kesenjangan antarwilayah (kabupaten/kota) dalam
suatu provinsi, kesenjangan antarwilayah (kabupaten/kota) di Pulau Jawa, dan
sebagainya.
Untuk menggambarkan perbandingan melalui pendekatan di atas, akan disajikan melalui
format sebagai berikut:
Grafik, berisi ilustrasi hasil pengolahan data tabular seperti perankingan kabupaten
dan kota berdasarkan olahan suatu variabel. Grafik ini juga untuk menggambarkan
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
22/109
11ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
nilai-nilai ekstrim seperti grafik 10 kabupaten/kota tertinggi dan 10 kabupaten/kota
terrendah dan mengambarkan perbandingan antara kabupaten/kota tertinggi dengan
kabupaten terrendah seperti grafik perbandingan 10 kabupaten/kota tertinggi dengan
10 kabupaten/kota terrendah.
Diagram Pencar (Scatter Plot), berisi pemetaan kondisi dan kedudukankota/kabupaten dilihat dari dua atau tiga aspek variabel yang saling terkait dan
dinilai mampu memberikan makna yang lebih berarti.lihat Boks 1.
BOKS 1
KETERANGAN SALIB SUMBU
Variabel 1 merupakan variabel yang dipertimbangkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap variabel 2, dan
variabel 2 dapat merupakan variabeloutput, outcomeatau impact.
Kuadran I: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata niai variabel 1 dan 2.
Kuadran II: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata variabel 2, dan berada di bawah rata-rata
variabel 1.
Kuacran III: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata niai variabel 1 dan 2.
Kuadran IV: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata variabel 2, dan berada di atas rata-rata
variabel 1.
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00
VARIABEL 1
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
V
A
R
IA
B
E
L
2
Kuadran IKuadran II
Kuadran III Kuadran IV
NilaiRata-rataVariabel1
Nilai Rata-rata Variabel2
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
23/109
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
24/109
13ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
BAB 3
KESENJANGAN EKONOMI
ANTARWILAYAH
3.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah
3.1.1. Disparitas Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Antarwilayah
Distribusi nilai PDRB antar provinsi tahun 2011, menunjukkan tingkat
kesenjangan yang cukup tinggi, berdasarkan data PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) dari tahun 2008-2012 menunjukan nilai PDRB selama periode tersebut share
terbesar masih terkonsentrasi di Wilayah Jawa-Bali dan Wilayah Sumatera. Kontribusi
PDRB dari wilayah tersebut tahun 2012 mencapai sekitar 82,64 persen terhadap
perekonomian nasional, sementara untuk wilayah lainnya relatif rendah terutama wilayahNusa Tenggara, Maluku, dan Papua hanya sebesar 3,32 persen.
Tabel 3.1:
Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2008-2012.
Wilayah 2008 2009 2010 2011 2012
Sumatera 22.90 22.69 23.12 23.57 23.77
Jawa-Bali 59.21 59.88 59.33 58.81 58.87
Kalimantan 10.36 9.21 9.15 9.55 9.30
Sulawesi 4.19 4.46 4.52 4.61 4.74
Nustra, Maluku, & Papua 3.34 3.76 3.88 3.46 3.32Luar Jawa+Bali 40.79 40.12 40.67 41.19 41.13
Sumber: BPS tahun 2012.
Besarnya kontribusi pendapatan wilayah Jawa-Bali dan Sumatera ditunjukan
dengan tingkat perkembangan aktivitas ekonomi di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera jauh
lebih maju dibandingkan terhadap wilayah di luar Jawa-Bali dan Sumatera.
Perkembangan ekonomi di Jawa-Bali dan Sumatera didominasi oleh sektor sekunder dan
tersier yang pertumbuhannya relatif cepat dan lebih berorientasi ke industri pengolahan
dan manufaktur, dan pelayanan jasa. Sementara untuk perekembangan aktivitas ekonomi
di luar wilayah Jawa-Bali dan Sumatera masih didominasi oleh sektor primer, yaitu
pertanian dan pertambangan, sementara untuk sektor sekunder dan tersierpertumbuhannya relatif lambat.
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
25/109
14 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Tabel 3.2:
Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Pulau Tahun 2012.
Pertanian
Pertambangan
&P
eng
galian
Industri
Pengolahan
Listrik,Gas&
AirBer
sih
Kontruksi
Perdagangan,
Hotel&
Restora
n
Pengangkutan
&K
om
unikasi
Keuang
an,Real
Estate&
Jasa
Perusah
aan
Jasa-La
innya
P. Sumatera 21.32 16.13 19.48 0.56 6.93 15.42 6.83 4.64 8.70
P. Jawa+Bali 10.30 1.26 27.22 1.60 6.67 23.96 7.96 10.70 10.34
P. Kalimantan 11.84 35.75 19.47 0.37 4.50 12.37 5.34 3.74 6.62
P. Sulawesi 27.18 5.43 9.50 0.82 8.10 16.57 8.39 6.70 17.32
P. Nustra, Maluku & Papua 20.60 21.94 12.71 0.34 9.08 12.39 6.49 3.69 12.76
Wil. Jawa+Bali dan
Sumatera13.47 5.54 24.99 1.30 6.74 21.50 7.63 8.96 9.86
Luar Jawa Bali &
Sumatera17.71 24.83 15.46 0.49 6.36 13.52 6.39 4.54 10.72
Kesenjangan perekonomian antarwilayah dapat digambarkan dari output regional
berdasarkan PDRB perkapita. Kesenjangan pendapatan antar provinsi menunjukan angka
cukup tinggi atau disparitas cukup tinggi, diakibatkan adanya nilai PDRB perkapita
dibeberapa provinsi yang jauh lebih besar dari rata-rata PDB perkapita nasional,
berdasarkan data BPS tahun 2012 PDRB perkapita dengan migas sebanyak lima provinsi
dengan PDRB perkapita jauh berada diatas rata-rata nasional dengan nilai tertinggi
mencapai 112,14 juta rupiah per jiwa di Provinsi DKI Jakarta dan sebanyak 28 provinsi
dengan PDRB perkapita jauh dibawah rata-rata nasional dengan PDRB perkapita paling
rendah adalah sebesar 6,37 juta rupiah per jiwa di Provinsi Maluku Utara. Tingginya
PDRB perkapita di Kalimantan Timur dan Riau disebabkan wilayah tersebut memiliki
sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang, dan
sumberdaya hutan. Di Kepulauan Riau disebabkan adanya Kota Batam yang merupakan
pusat kegiatan industri dan perdagangan antar Negara. Sementara DKI Jakarta merupakan
pusat kegiatan sektor industri, jasa dan perdagangan.
Sementara perkembangan tingkat kesenjangan dilihat berdasarkan Dispersion ratio
atau rasio antara PDRB perkapita tertinggi terhadap PDRB perkapita terendah (Gambar
3.2), menunjukan bahwa tingkat perkembangan kesenjangan antarprovinsi selama periode
tahun 2002-2008 cenderung meningkat atau kesenjangan semakin tinggi, baik untukPDRB perkapita dengan migas dan tanpa migas. Namun perkembangan dalam empat
tahun terakhir tingkat kesenjangan cenderung menurun, terutama untuk PDRB perkapita
dengan migas.
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
26/109
15ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Gambar 3-1.
Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) dengan Migas Antarprovinsi, Tahun 2012.(dalam juta/jiwa)
Gambar 3-2.
Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa Migas dan Dengan Migas BerdasarkanDispersion
RatioTahun 2012.
3.1.2. Disparitas PDRB Perkapita Antarwilayah (Dispersion Ratio)
Wilayah Sumatera.
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratiountuk setiap provinsi di wilayah Sumatera dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.3). Tingkat kesenjangan paling tinggi yaitu di Provinsi Aceh, dan
tingkat kesenjangan paling rendah di Provinsi Kep. Bangka Belitung. Dilihat dari
perkembangan tingkat kesenjangan selama 2007-2011, terlihat tingkat kesenjangan
hampir diseluruh provinsi menurun kecuali di Provinsi Riau meningkat dari tahun 2009hingga tahun 2011.
6,37
109,66112,14
27,26
33,75
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
Malut
Maluku
NTT
Gorontalo
NTB
Sulbar
Be
ngkulu
SultraDIY
Kalbar
Jateng
La
mpung
Sulteng
Banten
Sulsel
Kalsel
Sulut
Aceh
Bali
Jabar
S
umbar
Jambi
Kalteng
Papua
Babel
Jatim
Sumut
Sumsel
Kepri
Pubar
Riau
Kaltim
DKIJakarta
PDRBPerkapitaProv.
PDRB
Perkapita_33
Prov.PDB
Perkapita
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
20,00
22,00
24,00
26,00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
PDRBPerkapitadgn
Migas
PDRBPerkapita
tanpaMigas
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
27/109
16 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Gambar 3-3.
Disparitas PDRB perkapita dengan Migas MenurutDispersion RatioPer Provinsi
di Wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011
Gambar 3-4.
Disparitas PDRB perkapita Tanpa Migas MenurutDispersion RatioPer Provinsi
di Wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011
2007 2008 2009 2010* 2011**
Aceh 14,316 13,834 12,529 11,598 10,701
SUMATERA
UTARA 5,833 6,249 6,323 6,223 6,166
SUMATERABARAT 3,219 3,224 3,084 3,023 2,937
RIAU 5,252 5,930 5,195 6,360 6,716
JAMBI 3,975 4,562 5,014 4,996 4,871
SUMATERA
SELATAN 6,909 6,938 5,853 5,618 5,381
BENGKULU 3,461 3,430 3,384 3,250 3,303
LAMPUNG 2,680 2,896 3,194 3,269 3,136
KEP.
BANGKA
BELITUNG 2,001 2,101 2,116 2,114 2,090
KEPULAUANRIAU 6,805 6,199 6,429 6,100 5,629
0,000
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
DispersionRatio
2007 2008 2009 2010* 2011**
Aceh 5,351 5,810 6,201 6,513 6,754SUMATERAUTARA 5,833 6,249 6,323 6,223 6,166
SUMATERA
BARAT 3,219 3,224 3,084 3,023 2,937
RIAU 2,688 2,659 2,612 2,452 2,536
JAMBI 2,073 2,067 2,252 2,301 2,221
SUMATERA
SELATAN 2,813 2,854 2,849 2,871 3,056
BENGKULU 3,461 3,430 3,384 3,250 3,303
LAMPUNG 2,680 2,896 3,194 3,269 3,136
KEP.
BANGKA
BELITUNG 2,136 2,214 2,259 2,204 2,176
KEPULAUAN
RIAU 4,921 4,725 4,311 4,226 4,232
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
DispersionRatio
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
28/109
17ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Wilayah Jawa-Bali
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratiountuk setiap provinsi di wilayah Jawa+Bali dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.5). Tingkat kesenjangan paling tinggi yaitu di Provinsi Jawa
Timur, dan paling rendah di Provinsi Bali. Dilihat dari perkembangan tingkat kesenjanganselama 2007-2011, terlihat tingkat kesenjangan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI
Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur meningkat dibandingkan tahun sebelumnya,
sementara tingkat kesenjangan di Provinsi Bali dan Banten relatif menurun dari tahun
sebelumnya.
Gambar 3-5.
Disparitas PDRB perkapita dengan Migas MenurutDispersion RatioPer Provinsi
di Wilayah Jawa+Bali, Tahun 2007-2011.
Gambar 3-6.
Disparitas PDRB perkapita dengan Tanpa Migas MenurutDispersion RatioPer Provinsi
di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011.
2007 2008 2009 2010* 2011**
DKI
JAKARTA 4,222 4,445 4,550 4,620 4,675
JAWA
BARAT 5,606 5,391 4,952 4,864 12,681
JAWATENGAH 11,386 12,566 11,770 11,414 11,437
D
I
YOGYAKARTA 3,156 3,188 3,210 3,323 3,354
JAWA
TIMUR 33,732 33,692 34,215 34,516 35,167
BANTEN 12,250 12,189 12,063 11,948 11,903
BALI 2,614 2,570 2,648 2,634 2,582
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
DispersionRatio
2007 2008 2009 2010* 2011**
DKI
JAKARTA 13,562 14,668 14,459 14,761 14,971
JAWABARAT 5,506 5,293 4,865 4,839 12,681
JAWA
TENGAH 9,048 8,962 8,506 8,150 7,975
D
I
YOGYAKARTA 3,156 3,188 3,210 3,323 3,354
JAWA
TIMUR 33,732 33,692 34,215 34,516 35,167
BANTEN 12,250 12,189 12,063 11,948 11,903
BALI 2,614 2,570 2,648 2,634 2,582
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
DispersionRat
io
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
29/109
18 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Wilayah Kalimantan
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratio untuk setiap provinsi di wilayah Kalimantan dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.7). Tingkat kesenjangan paling tinggi yaitu di Provinsi
Kalimantan Timur, dan paling rendah di Provinsi Kalimantan Tengah. Dilihat dariperkembangan tingkat kesenjangan selama 2007-2011, terlihat tingkat kesenjangan di
seluruh provinsi menurun.
Gambar 3-7.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurutDispersion RatioPer
Provinsi di Wilayah Kalimantan. Tahun 2007-2011.
Gambar 3-8.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurutDispersion RatioPer
Provinsi di Wilayah Kalimantan. Tahun 2007-2011.
2007 2008 2009 2010* 2011**
KALIMANTAN
BARAT 3,858 3,941 4,198 4,130 4,060
KALIMANTANTENGAH 2,575 2,389 2,232 2,161 2,153
KALIMANTANSELATAN 4,884 4,792 4,621 4,445 4,409
KALIMANTAN
TIMUR 8,625 9,600 9,558 9,577 9,598
0,000
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
DispersionR
atio
2007 2008 2009 2010* 2011**
KALIMANTAN
BARAT 3,858 3,941 4,198 4,130 4,060
KALIMANTANTENGAH 2,575 2,389 2,232 2,161 2,153
KALIMANTANSELATAN 4,884 4,792 4,621 4,445 4,409
KALIMANTAN
TIMUR 25,053 27,382 20,514 18,053 17,888
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
DispersionRatio
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
30/109
19ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Wilayah Sulawesi
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratiountuk setiap provinsi di wilayah Sulawesi dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.9), menunjukan bahwa tingkat kesenjangan di Provinsi Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah cenderung meningkat, sementara untuk provinsi lainnyamenunjukan trend menurun. Tingkat kesenjangan tertinggi di wilayah Sulawesi adalah di
Provinsi Sulawesi Selatan dan terendah di Sulawesi Barat.
Gambar 3-9.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Sulawesi. Tahun 2007-2011.
Gambar 3-10:
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita tanpa Migas MenurutDispersion RatioPer
Provinsi di Wilayah Sulawesi. Tahun 2007-2011.
2007 2008 2009 2010* 2011**
SULAWESIUTARA 3,190 3,170 3,554 3,555 3,417
SULAWESITENGAH 2,260 2,152 2,094 2,097 3,136
SULAWESI
SELATAN 7,502 6,518 4,918 5,144 5,095
SULAWESITENGGARA 3,161 2,932 2,679 2,646 2,616
GORONTALO 2,000 1,960 1,929 1,842 1,797
SULAWESI
BARAT 1,505 1,604 1,558 1,565 1,565
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
DispersionRatio
2007 2008 2009 2010* 2011**
SULAWESI
UTARA 3,190 3,170 3,554 3,555 3,417
SULAWESITENGAH 2,260 2,152 2,094 2,097 3,136
SULAWESISELATAN 7,502 6,518 4,918 5,144 5,095
SULAWESI
TENGGARA 3,161 2,932 2,679 2,646 2,616
GORONTALO 2,000 1,960 1,929 1,842 1,797
SULAWESI
BARAT 1,505 1,604 1,558 1,565 1,565
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
DispersionRatio
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
31/109
20 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratio untuk setiap provinsi di wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua dalam kurun waktu 2007-2011 (Gambar 3.11), menunjukan bahwa tingkat
kesenjangan di Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Barat menurun, sebaliknyakesenjangan di Provinsi Papua Barat meningkat. Jika diperbandingkan Dispersion ratio
antarprovinsi, provinsi dengan tingkat kesenjangan paling tinggi adalah di Provinsi Papua
dan dan terendah di Nusa Tenggara Timur dan Maluku Utara.
Gambar 3-11.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tahun 2007-2011
Gambar 3-12.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurutDispersion RatioPer
Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tahun 2007-2011.
2007 2008 2009 2010* 2011**
NUSA
TENGGARA
BARAT 32,985 23,952 29,433 28,878 18,016
NUSATENGGARATIMUR 4,300 4,309 4,211 4,263 4,229
MALUKU 3,714 3,712 3,674 3,725 3,845
MALUKU
UTARA 2,499 2,590 2,931 3,002 3,029
PAPUABARAT 8,402 9,386 16,187 29,284 44,720
PAPUA 226,150 163,307 197,264 169,029 88,181
0,000
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
DispersionRatio
2007 2008 2009 2010* 2011**
NUSA
TENGGARA
BARAT 32,985 23,952 29,433 28,878 18,016
NUSA
TENGGARA
TIMUR 4,300 4,309 4,211 4,263 4,229
MALUKU 4,035 4,029 3,990 4,021 4,153
MALUKU
UTARA 2,499 2,590 2,931 3,002 3,029
PAPUA
BARAT 2,800 2,710 3,951 3,994 4,000
PAPUA 226,150 163,307 197,264 169,029 88,181
0,000
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
Dispe
rsionRatio
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
32/109
21ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
3.1.3. Kesenjangan Wilayah (Williamson Index).
Hasil analisis ketimpangan berdasarkanIndeks Williamsondapat dikelompokan ke
dalam kategori wilayah dengan tingkat ketimpangan rendah dengan nilai indeks
williamson < 0,3, tingkat ketimpangan sedang dengan nilai indeks williamsonantar 0,3-
0,7, dan tingkat ketimpangan tinggi dengan nilai indeks williamson >0,7. Hasil indeks
williamson untuk ketimpangan pembangunan secara nasional menunjukan bahwa
ketimpangan pembangunan sangat tinggi atau pembangunan antarprovinsi tidak merata
dengan indeks williamson dari tahun 2000-2012 rata-rata > 1. Sementara ketimpangan
pembangunan antarprovinsi menurut masing-masing pulau, yang ditunjukan pada Gambar
3.12, menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan sangat tinggi di Pulau Sumatera,
Jawa+Bali, Kalimantan, dan Nustra-Maluku-Papua atau pembangunan antarprovinsi di
wilayah tersebut tidak merata, sebaliknya untuk wilayah Sulawesi ketimpangan
pembangunan sangat rendah atau pembangunan antarprovinsi di Sulawesi relatif merata.
Dilihat berdasarkan perkembangan ketimpangan antarpulau, Wilayah Sumatera danKalimantan menunjukan trend menurun dari tahun 2002 hingga 2012.
Gambar 3-13.
CVw dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011.
Wilayah Sumatera
Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi
di Wilayah Sumatera dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 3.3, menunjukan
bahwa Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan memiliki tingkat
ketimpangan pembangunan tinggi atau pembangunan antar kabupaten/kota di wilayah
tersebut belum merata. Ketimpangan pembangunan di Provinsi Jambi, Bengkulu,
Lampung, dan Kepulauan Riau tergolong ketimpangan pembangunan sedang, sementara
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ketimpangan pembangunan yang terjadi sangat
rendah atau ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota cukup merata.
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
P.Sumatera 0,98 0,94 0,93 1,44 1,47 1,45 1,45 1,44 1,45 1,41 1,41 1,38 1,38
P.
Jawa+Bali 0,85 0,86 0,88 0,88 0,88 0,87 0,86 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87
P.Kalimantan 1,00 1,00 0,98 0,92 0,90 0,87 0,85 0,81 0,79 0,76 0,74 0,72 0,69
P.Sulawesi 0,21 0,20 0,20 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20 0,20 0,21 0,21 0,21 0,21
P.Nustra+Maluku+Papua 0,58 0,60 0,80 0,78 0,58 0,67 0,54 0,53 0,50 0,54 0,55 0,61 0,66
Nasional_Pulau 0,23 0,23 0,22 0,22 0,23 0,21 0,22 0,21 0,21 0,20 0,20 0,20 0,20
Nasional_Provinsi 1,27 1,28 1,28 1,30 1,30 1,30 1,29 1,29 1,29 1,29 1,28 1,28 1,28
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
IW
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
33/109
22 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Tabel 3.3:
Indeks Willamson Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Aceh 0,84 0,81 0,72 0,68 0,65
Sumatera Utara 0,66 0,68 0,71 0,78 0,72
Sumatera Barat 0,38 0,38 0,35 0,35 0,34
Riau 0,68 0,69 0,57 0,60 0,66
Jambi 0,40 0,46 0,48 0,48 0,47
Sumatera Selatan 0,80 0,81 0,77 0,78 0,74
Bengkulu 0,41 0,41 0,41 0,41 0,40
Lampung 0,30 0,35 0,37 0,35 0,43
Kep. Bangka Belitung 0,27 0,29 0,29 0,28 0,28
Kepulauan Riau 0,52 0,41 0,43 0,38 0,38Sumber:, Data BPS tahun 2012, Diolah Bappenas 2012
Wilayah Jawa-Bali
Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi
di Wilayah Jawa-Bali dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 3.4,
menunjukan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki tingkat ketimpangan
pembangunan tinggi atau pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa tengah dan
jawa Timur belum merata. Sementara untuk provinsi lainnya DKI Jakarta, Jawa Barat,
DI. Yogyakarta, Banten dan Bali termasuk kategori kelompok ketimpangan sedang.
Berdasarkan tingkat perkembangan ketimpangan pembangunan, Provinsi Jawa Tengah
dan Banten menunjukan kinerja yang cukup baik dibandingka provinsi, dimana trend
ketimpangan provinsi tersebut menurun dari tahun 2008 hingga 2011.
Tabel 3.4:
Indeks Willamsonmenurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
DKI Jakarta 0,50 0,52 0,53 0,53 0,53
Jawa Barat 0,58 0,61 0,56 0,56 0,60
Jawa Tengah 1,04 1,10 1,07 1,05 1,05
D I Yogyakarta 0,47 0,48 0,48 0,49 0,49Jawa Timur 1,11 1,10 1,10 1,10 1,11
Banten 0,57 0,63 0,72 0,65 0,64
Bali 0,33 0,33 0,35 0,34 0,35
Sumber:, Data BPS tahun 2012, Diolah Bappenas 2012
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
34/109
23ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Wilayah Kalimantan
Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi
di Wilayah Kalimantan dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 3.5,
menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan di seluruh provinsi di wilayah Kalimantan
cenderung meningkat, kecuali di Provinsi Kalimantan Timur. Ketimpangan pembangunan
antar kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur tinggi dengan indeks willamson > 1.
Sementara tingkat ketimpangan pembangunan paling rendah di Provinsi Kalimantan
Tengah dengan indeks williamson berkisar antara 0,17-0,19.
Tabel 3.5:
Indeks Williamsonmenurut Provinsi Tahun 2007-2011 di Wilayah Kalimantan.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Kalimantan Barat 0,36 0,36 0,38 0,39 0,38
Kalimantan Tengah 0,19 0,17 0,17 0,17 0,18
Kalimantan Selatan 0,44 0,43 0,43 0,45 0,46
Kalimantan Timur 1,18 1,20 1,07 1,00 1,01
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012
Wilayah Sulawesi.
Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi
di Wilayah Sulawesi dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 3.6, menunjukan
bahwa ketimpangan pembangunan provinsi di Sulawesi masih dalm kategori kelompok
ketimpangan sedang dan rendah, Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi
Tenggara termasuk kelompok ketimpangan sedang, dan Gorontalo, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Barat termasuk kelompok ketimpangan rendah. Gambaran ini menunjukan
bahwa pembangunan antar kabupaten/kota di Wilayah Sulawesi cukup merata, khususnya
di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo yang merupakan provinsi hasil pemekaran
relative lebih tinggi dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Namun dilihat dari trend
perkembangan tingkat ketimpangan selama 2007-2011, ketimpangan pembangunan di
Provinsi Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara kecenderungan meningkat.
Tabel 3.6:
Indeks Williamson menurut Provinsi Tahun 2007-2011. di Wilayah Sulawesi.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Sulawesi Utara 0,44 0,43 0,45 0,45 0,44
Sulawesi Tengah 0,22 0,22 0,22 0,22 0,34
Sulawesi Selatan 0,63 0,58 0,53 0,54 0,54
Sulawesi Tenggara 0,40 0,37 0,33 0,34 0,35
Gorontalo 0,25 0,22 0,18 0,19 0,20
Sulawesi Barat 0,15 0,17 0,16 0,16 0,16Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
35/109
24 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua
Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi
di Wilayah Nusa Tenggara-Maluku dan Papua dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan
pada Tabel 3.7, bahwa ketimpangan pembangunan yang terjadi di Wilayah Nusa
Tenggara dan Papua tergolong kelompok tingkat pembangunan tinggi dan sedang.Sementara ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota yang terjadi di Wilayah
Maluku tergolong ketimpangan rendah atau pembangunan antara kabupaten/kota cukup
merata. Ketimpangan pembangunan tinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan
Papua Barat, dengan indeks williamson mencapai > 1 dengan trend yang meningkat dari
tahun 2007-2013. Sementara ketimpangan untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat memliki
tingkat ketimpangan pembangunan dengan kategori ketimpangan tinggi.
Tabel 3.7:
Indeks Williamson menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua,
Tahun 2007-2011.Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Nusa Tenggara Barat 1,13 1,03 1,17 1,17 0,97
Nusa Tenggara Timur 0,52 0,53 0,53 0,54 0,55
Maluku 0,27 0,26 0,26 0,25 0,25
Maluku Utara 0,22 0,23 0,25 0,26 0,27
Papua Barat 0,69 0,77 0,91 1,17 1,43
Papua 3,02 2,81 3,54 3,62 2,77Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012
3.1.4. Kesenjangan Pendapatan (Gini Ratio).
Tingkat kesenjangan pendapatan penduduk di Indonesia dalam periode 2008-2012
kecenderungan kesenjangan tingkat pendapatan meningkat, hal ini ditunjukan dengan
Indeks Gini dari tahun 2008 hingga 2012 semakin meningkat. Pada tahun 2012 tercatat
Indeks Gini sebesar 0,41 lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sementara untuk perkembangan Indeks Gini masing-masing provinsi pada tahun
2008-2012, secara keseluruhan dapat dikategorikan rendah dan berfluktuatif dengan
kecenderungan meningkat, hal ini menunjukan bahwa tingkat kesenjangan pendapatan disetiap provinsi rata-rata semakin tinggi. Di Wilayah Sumatera, tercatat lima provinsi
memiliki Indeks Gini meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Riau, sementara kesenjangan tingkat pendapatan
di Provinsi Sumatera Utara dan Kep. Bangka Belitung kecenderungan semakin menurun.
Wilayah Jawa-Bali, tercatat empat provinsi memiliki Indeks Gini meningkat setiap
tahunnya, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, dan Bali, sementara
kesenjangan tingkat pendapatan di Provinsi Banten kecenderungan semakin menurun.
Wilayah Kalimantan, tercatat pada Provinsi Kalimantan Selatan memiliki Indeks Gini
yang meningkat setiap tahunnya, sementara untuk provinsi lainnya pada tahun 2012
berfluktuatif dan untuk Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur cenderung
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
36/109
25ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sulawesi, tercatat empat provinsi memiliki
Indeks Gini yang meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Sementara tingkat kesenjangan pendapatan
Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat cenderung menurun. Wilayah Nusa
Tenggara-Maluku-Papua, tercatat tingkat kesenjangan pendapatan di provinsi Papua danPapua Barat meningkat setiap tahunnya, namun sebaliknya perkembangan kesenjangan
pendapatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur cenderung semakin
menurun.
Jika diperbandingkan indeks Gini antarprovinsi dan nasional tahun 2012, tercatat
bahwa Provinsi Papua Barat, Papua, Gorontalo, dan D.I. Yogyakarta, tingkat kesenjangan
pendapatan pada provinsi tersebut lebih tinggi dibandinhgkan provinsi laiinya dan rata-
rata berada di atas Indeks Gini Nasional.
Tabel 3-8:
Perkembangan Kesenjangan Golongan Pendapatan (Gini Rasio) menurut Provinsi
Tahun 2008-2012.Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012
Aceh 0.27 0.29 0.30 0.33 0.32
Sumatera Utara 0.31 0.32 0.35 0.35 0.33
Sumatera Barat 0.29 0.30 0.33 0.35 0.36
Riau 0.31 0.33 0.33 0.36 0.40
Jambi 0.28 0.27 0.30 0.34 0.34
Sumatera Selatan 0.30 0.30 0.34 0.34 0.40
Kep. Bangka Belitung 0.26 0.29 0.30 0.30 0.29
Kepulauan Riau 0.30 0.29 0.29 0.32 0.35
Bengkulu 0.33 0.30 0.37 0.36 0.35
Lampung 0.35 0.35 0.36 0.37 0.36
DKI Jakarta 0.33 0.36 0.36 0.44 0.42
Jawa Barat 0.35 0.36 0.36 0.41 0.41
Jawa Tengah 0.31 0.32 0.34 0.38 0.38
DI Yogyakarta 0.36 0.38 0.41 0.40 0.43
Jawa Timur 0.33 0.33 0.34 0.37 0.36
Banten 0.34 0.37 0.42 0.40 0.39
Bali 0.30 0.31 0.37 0.41 0.43
Kalimantan Barat 0.31 0.32 0.37 0.40 0.38Kalimantan Tengah 0.29 0.29 0.30 0.34 0.33
Kalimantan Selatan 0.33 0.35 0.37 0.37 0.38
Kalimantan Timur 0.34 0.38 0.37 0.38 0.36
Sulawesi Utara 0.28 0.31 0.37 0.39 0.43
Sulawesi Tengah 0.33 0.34 0.37 0.38 0.40
Sulawesi Selatan 0.36 0.39 0.40 0.41 0.41
Sulawesi Tenggara 0.33 0.36 0.42 0.41 0.40
Gorontalo 0.34 0.35 0.43 0.46 0.44
Sulawesi Barat 0.31 0.30 0.36 0.34 0.31
Nusa Tenggara Barat 0.33 0.35 0.40 0.36 0.35
Nusa Tenggara Timur 0.34 0.36 0.38 0.36 0.36Maluku 0.31 0.31 0.33 0.41 0.38
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
37/109
26 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Maluku Utara 0.33 0.33 0.34 0.33 0.34
Papua Barat 0.31 0.35 0.38 0.40 0.43
Papua 0.40 0.38 0.41 0.42 0.44
INDONESIA 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat, BPS
3.2. Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial antarwilayah dapat digambarkan dengan beberapa indikator
seperti kondisi tingkat kemiskinan, tingkat partisipasi pendidikan masyakarat dengan
menggunakan Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), dan
Angka Partisipasi Sekolah, dan kualitas kesehatan masyarakat dengan menggunakan
Angka Harapan Hidup (AHH) dan kualiats gizi masyarakat.
Berdasarkan data BPS tahun 2013, jumlah penduduk miskin terbesar di Wilayah
Jawa-Bali yang terkonsentrasi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat,
Sementara jumlah penduduk miskin paling rendah terdapat di Provinsi kepulauan Bangka
Belitung terpusat di wilayah. Dari sisi persentase penduduk miskin, sebanyak 16 provinsi
memiliki persentase kemiskinan diatas persentase kemiskinan nasional, dan sebagian
besar provinsi dengan persentase kemiskinan paling tinggi berada di Kawasan Timur
Indonesia, yaitu di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timor.
Sementara untuk tingkat kemiskinan paling rendah yaitu di Provinsi DKI Jakarta hanya
sebesar 3,55 persen.
Gambar 3-14:
Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi Tahun 2013(Februari).
Tingkat kesenjangan dilihat dari aspek kualitas sumberdaya di masing-masing
daerah yang ditunjukan pada Gambar 3.15, bahwa masih banyak provinsi-provinsi yang
memiliki kualitas sumberdaya manusia dibawah rata-rata nasional. Berdasarkan data IPM
2011, sebanyak 18 provinsi memiliki nilai Indek Pembangunan Manusia (IPM) beradadibawah IPM nasional dan provinsi dengan IPM paling rendah adalah Papua, Nusa
31,13
20,03 19,49
26,67
11,37
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0
5
10
15
20
25
30
35
JawaTimur
JawaTengah
JawaBarat
SumateraUtara
Lampung
SumateraSelatan
Papua
NusaTenggaraTimur
Aceh
NusaTenggaraBarat
SulawesiSelatan
Banten
DlYogyakartaRiau
SumateraBarat
SulawesiTengah
KalimantanBarat
DKIJakarta
Bengkulu
Maluku
SulawesiTenggara
Jambi
KalimantanTimur
PapuaBarat
Gorontalo
SulawesiUtara
KalimantanSelatanBali
SulawesiBarat
KalimantanTengah
KepulauanRiau
MalukuUtara
KepulauanBangka
persen RibuJiwaJumlahpddMiskin PersentaseKemiskinan_Prov
PersentaseKemiskinan_Nasional
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
38/109
27ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Barat, sementara provinsi dengan IPM paling tinggi
adalah di Provinsi DKI Jakarta.
Gambar 3-15.
Perbandingan IPM antar Provinsi Tahun 2011.
Tingkat kesenjangan wilayah dilihat dari aspek pelayanan kesehatan pada masing-
masing daerah yang ditunjukan pada Gambar 3.16, bahwa tingkat pelayanan kesehatan
untuk proses kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis, sebanyak 20 provinsi memiliki
persentase proses persalinan dibantu tenaga medis berada dibawah persentase nasionaldan persentase paling rendah adalah provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia
( seperti: Papua, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur).
Sementara persentase tertinggi untuk proses kelahiran dibantu tenaga medis adalah di
Provinsi DI. Yogyakarta, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, dan Bali.
Gambar 3-16.
Perbandingan Persentase Proses Kelahiran ditolong Tenaga Medis Tahun 2011.
77,97
65,36
72,77
60,00
62,00
64,00
66,00
68,00
70,00
72,00
74,00
76,00
78,00
80,00
DKIJAKARTA
SULAWESIUTARA
RIAU
DIYOGYAKARTA
KALIMANTANTIMUR
KEPULAUANRIAU
KALIMANTANTENGA
H
SUMATERAUTARA
SUMATERABARAT
SUMATERASELATAN
BENGKULU
KEP.BANGKABELITUNG
JAMBI
JAWATENGAH
BALI
JAWABARAT
JAWATIMUR
ACEH
SULAWESISELATAN
LAMPUNG
MALUKU
SULAWESITENGAH
BANTEN
GORONTALO
SULAWESITENGGAR
A
KALIMANTANSELATA
N
SULAWESIBARAT
KALIMANTANBARAT
PAPUABARAT
MALUKUUTARA
NUSATENGGARATIMUR
NUSATENGGARABAR
AT
PAPUA
IPMProvinsi
IPMNasional
50,38
98,79
83,5
0
20
40
60
80
100
120
SulawesiBarat
Papua
MalukuUtara
Maluku
SulawesiTeng
gara
Nusa
TenggaraTimur
Gorontalo
S
ulawesiTengah
K
alimantanBarat
KalimantanTengah
PapuaBarat
JawaBarat
Banten
S
ulawesiSelatan
Jambi
Lampung
Riau
Nusa
TenggaraBarat
SulawesiUtara
SumateraSelatan
KalimantanSelatan
Bengkulu
Ke
pulauanBangka
SumateraUtara
KalimantanTimur
JawaTengah
Aceh
SumateraBarat
JawaTimur
Bali
KepulauanRiau
DKIJakarta
DlYogyakarta
Persalinanditolongtenagamedis_prov
Persalinan
ditolong
tenaga
medis_prov
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
39/109
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
40/109
29ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
BAB 4
KESENJANGAN INFRASTRUKTUR
ANTARWILAYAH
Salah satu penyebab kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia dapat
diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur. Infrastruktur merupakan suatu
input dalam proses produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal
pada output. Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai
kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan
mobilitas manusia, barang, dan jasa. Dengan demikian, infrastruktur berperan sebagai
prasyarat dalam meningkatkan perekonomian. Perbedaan ketersediannya antardaerah
dapat menciptakan perbedaan kemampuan antardaerah dalam menciptakan pendapatan.
Selanjutnya, hal itu akan berdampak pada kesenjangan pendapatan antardaerah.
Salah satu peran infrastruktur adalah menjadi faktor daya tarik investasi di tiap
daerah. Dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai tentunya akan memudahkan
para investor dalam melakukan kegiatan usaha. Contohnya adalah infrastruktur jalan,
energi listrik dan telekomunikasi. Dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang baik
tentunya akan menjadikan proses distribusi barang maupun jasa menjadi lebih cepat dan
efisien dalam hal biaya dan waktu. Ketersediaan energi listrik akan meningkatkan
kapasitas pengembangan industri, dan pengembangan telekomunikasi akan meningkatkan
interaksi dan komunikasi antardaerah dan dunia global.
Infrastruktur memiliki hubungan yang erat dengan Produk Domestik Bruto (PDB)
dan keputusan pelaku usaha untuk melakukan investasi/Ketersediaan dan kualitas
infrastruktur merupakan penentu faktor penentu keputusan pelaku usaha karena sangat
menentukan biaya distribusi input dan output produksinya. Karenanya, ketersediaan
infrastruktur dapat menjadi faktor pendorong produktivitas suatu daerah.
Kinerja Indonesia dalam hal infrastruktur relatif rendah bila dibandingkan dengan
Negara-negara tetangganya. The Global Competitiveness Report2010-2011 (The World
Economis Forum,2010) menunjukkan bahwa kinerja infrastruktur Indonesia amat rendah.
Dari 139 negara yang dikaji, Indonesia menempati peringkat 90 untuk aspek infrastruktursecara keseluruhan, sementara Malaysia dan Thailand masing-masing berada pada
peringkat 27 dan 46. Dalam hal kualitas jalan, peringkat Indonesia adalah 84, jauh lebih
rendah daripada Malaysia (peringkat 21) dan Thailand (36). Demikian juga halnya dengan
kualitas listrik, Indonesia menempati peringkat 97, sementara Malaysia 40 dan Thailand
42.
Kesenjangan infrastruktur di Indonesia sangat nyata dihadapi antar Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), antarwilayah Pulau, serta antar
provinsi. Kesenjangan infrastruktur tersebut diantaranya dapat ditunjukkan dari
ketersediaan infrastruktur jalan, energi listrik dan telekomunikasi.
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
41/109
30 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
4.1. Kesenjangan Infrastruktur Jalan.
Kesenjangan ketersediaan infrastruktur jalan antar KBI dan KTI dapat ditunjukkan
melalui indikator Rasio Kerapatan Jalan yang menggambarkan panjang jalan pada setiap
luas wilayah 1 Km2. Rasio kerapatan jalan di KBI mencapai 0,46 Km/Km2, sementara
KTI 0,15 Km/Km2
. Perbedaan yang cukup nyata dari kerapatan jalan di kedua kawasantersebut, disebabkan panjang jalan di KBI meliputi 59 persen dari total panjang jalan di
Indonesia, sementara luasan wilayahnya hanya meliputi 32 persen.
Tabel 4.1:
Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan Jalan Antar KBI dan KTI, Tahun 2010
KAWASAN
INDONESIA
Panjang Jalan Luas Wilayah Rasio Kerapatan
Jalan (Km/Km2)
(Km) persen (Km) persen
KBI 281.128 59 616.012 32 0,46
KTI 197.540 41 1.294.920 68 0,15
TOTAL 478.668 100 1.910.931 100 0,25Sumber: Hasil Pengolahan data Bina Marga, Kementerian PU.
Kerapatan pada tingkat antarwilayah pulau, Jawa Bali memiliki kerapatan
tertinggi (0,89 Km/Km2), sementara terendah di wilayah Papua yang hanya mencapai
0,06 Km/Km2. Kerapatan di wilayah KTI tertinggi berada di wilayah Sulawesi (0,43
Km/Km2, lebih tinggi dari kerapatan jalan di wilayah Sumatera yang berada di KBI.
Gambar 4-1.
Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antarwilayah Pulau, Tahun 2010
Sumber: Hasil Pengolahan data Ditjen Bina Marga, Kementerian PU.
4.1.1. Wilayah Sumatera
Kerapatan jalan di wilayah Sumatera sebesar 0,34 Km/Km, lebih tinggi dari
kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km. Kerapatan jalan antarprovinsi,
tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 0,55 Km/Km, dan terendah di
provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,18 Km/Km.
0,34
0,89
0,40
0,10
0,43
0,160,06
0,100,200,300,400,500,600,700,800,901,00
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000160.000
180.000
Km
Km/km2)
PanjangJalan(Km)
KerapatanJalan(Km/Km2)
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
42/109
31ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Gambar 4-2.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Sumatera
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuksetiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan kerapatan tertinggi (43,18 unit/Km), dan
berada di atas rata-rata nasional (33,42 unt/Km). Kerapatan kendaraan terendah berada di
Provinsi Bengkulu sebesar 10,58 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan
panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per
1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sumatera menunjukkan
nilai rasio lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Hal ini menunjukkan kebutuhan
penduduk terhadap infrastrukur jalan masih dibawah rata-rata nasional, khususnya di
Provinsi Aceh dan Bengkulu.
Gambar 4-3.Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar Proviinsi
Di Wilayah Sumatera
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di
Provinsi Sumatera Utara yaitu meliputi panjang 556 Km 25,02persen dari total panjang
jalan, dengan komposisi 46,72 persen Rusak Ringan dan 53,28 persen Rusak Berat.
Berikutnya di Provinsi Kepulauan Riau dengan panjang jalan Tidak Mantap sepanjang
69,22 Km 20,73 persen, dengan komposisi sebesar 15,88 persen Rusak Ringan dan 84,12
persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terendah terdapat di
2079
5
3544
8
2076
3
2345
0
1037
2
1663
5
7811
1700
3
4526
4523
0,36
0,49 0,49
0,270,21 0,18
0,39
0,49
0,28
0,55
0,340,25
0,100,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0
10.000
20.000
30.000
40.000
Km
Km/Km2
TotalPanjangJalan(Km)
KerapatanJalan
(Km/Km2)
11,
98
21,
75
16,
15
27,
68
35,
41
33,
81
10,
58
11,
05
43,
18
35,
49
22,
07
33,
42
4,63
2,73
4,284,23
3,35
2,23
4,55
2,23
3,70
2,693,19
2,01
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Unit/Km
Km/1000Orang
RasioJumlahKendaraan
Roda4denganPanjangJalan
(Unit/Km)
Rasio Panjangjalandengan
JumlahPenduduk(Km/1000
Orang)
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
43/109
32 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu sepanjang 1,28 Km atau 0,25 persen dari total
panjang jalan, dengan komposisi 85,94 persen Rusak Ringan dan 14,06 persen Rusak
Berat.
Tabel 4.2:
Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010
PROVINSI
PanjangJalan
Nasional
(Km)
KUALITAS JALAN NASIONAL
Panjang Jalan Mantap Panjang Jalan TidakMantap
Komposisi JalanTidak Mantap
(Km) persen (Km) persen persenRusak
Ringan
persenRusak
Berat
Aceh 1.803,36 1.667,56 92,47 135,80 7,53 33,63 66,37
Sumatera Utara 2.224,51 1.667,91 74,98 556,60 25,02 46,72 53,28
Sumatera Barat 1.212,88 1.103,21 90,96 109,67 9,04 76,46 23,55
Riau 1.082,12 954,77 88,23 127,35 11,77 62,39 37,61
Kepulauan Riau 333,99 264,77 79,27 69,22 20,73 15,88 84,12
Jambi 936,48 824,23 88,01 112,25 11,99 68,73 31,27
Bengkulu 782,87 728,67 93,08 54,20 6,92 55,61 44,39
Sumatera Selatan 1.418,38 1.400,49 98,74 17,89 1,26 85,69 14,31
Kep. Bangka Belitung 509,59 508,31 99,75 1,28 0,25 85,94 14,06
Lampung 1.159,57 1.017,22 87,72 142,35 12,28 70,64 29,36
SUMATERA .463,75 10.137,14 88,43 1.326,61 11,57 53,09 46,91
INDONESIA .189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga
(Status 18 Agustus 2010)
4.1.2. Wilayah Jawa-Bali
Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan
kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Jawa Bali
sebesar 0,89 Km/Km, lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25
Km/Km. Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta
sebesar 9,65 Km/Km, dan terendah di provinsi Banten sebesar 0,67 Km/Km.
Gambar 4-4.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Provinsi Di Wilayah Jawa Bali
6409
25803
29203
4753
39854
6474
7306
9,65
0,73 0,891,52
0,83 0,671,26 0,89
0,25
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
Km
Km/Km2
TotalPanjangJalan(Km)
KerapatanJalan(Km/Km2)
-
7/21/2019 Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2013
44/109
33ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi DKI
Jakarta menunjukkan kerapatan tertinggi (550,49 unit/Km), dan menduduki peringkat
kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi
Banten sebesar 27,88 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan
per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Jawa-Bali berada dibawah nilai
rasio nasional. Hal ini menunjukkan tingginya kebutuhan dukungan infrastruktur jalan
bagi mobilitas penduduk.
Gambar 4-5.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar Proviinsi
Di Wilayah Jawa-Bali
Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, persentase jalan Tidak Mantap tertinggiterdapat di Provinsi DI. Yogyakarta dan Banten masing-masing sebesar 26,00 persen dan
25,67 persen.Kondisi Jalan tidak mantap di DI. Yogyakarta sebesar 99,66 persen Rusak
Ringan, sementara di Provinsi Banten sebesar 60,61 persen dan 39,38 persen rusak berat.
Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terendah terdapat di Provinsi Jaw
top related