analisis keputusan tenaga kerja menjadi commuter
Post on 18-Jan-2017
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA
MENJADI COMMUTER
KASUS DESA MRANGGEN, KECAMATAN MRANGGEN, KABUPATEN
DEMAK
Nama Peneliti : Puri Indriani
Dosen Pembimbing: Drs. H. Wiratno, MEc
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro 2010
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial-ekonomi
keputusan tenaga kerja menjadi commuter, serta menganalisis variabel dependen
yaitu keputusan tenaga kerja menjadi commuter yang dipengaruhi oleh variabel-
variabel independen yaitu selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat
pendidikan, umur dan jarak.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Binary Logistic
Regression karena variabel dependennya berbentuk dummy yang nilainya 0 dan 1.
Penelitian ini mengambil kasus Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten
Demak dengan alasan Desa Mranggen merupakan desa dengan potensi terjadinya
pergerakan commuter tertinggi, desa ini juga memiliki jumlah penduduk produktif
dan kepadatan tetinggi, namun lahan pertaniannya semakin sempit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Variabel tersebut adalah selisih
upah (X1), pekerjaan asal (X2), luas lahan di desa (X3) dengan tingkat signifikasi
10%, dan umur (X5), jarak (X6) dengan tingkat signifikasi 5%. Sedangkan variabel
independen lainnya yaitu tingkat pendidikan (X4), tidak berpengaruh signifikan
terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter.
2
Kata kunci: Binary Logistik Regression, keputusan tenaga kerja menjadi commuter,
selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat pendidikan, umur,
jarak.
I . PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya mobilitas penduduk merupakan refleksi perbedaan
pertumbuhan dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara satu daerah dengan
daerah lain. Kenyataan tersebut yang kemudian memicu adanya mobilitas tenaga
kerja dari daerah yang mempunyai fasilitas pembangunan kurang baik bergerak
menuju ke daerah yang mempunyai fasilitas pembangunan lebih baik, yaitu antara
wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan (Saefullah, 1994). Pertumbuhan penduduk
yang besar, persebaran yang tidak merata antar daerah dan perekonomian yang
cenderung terkonsentrasi di perkotaan mendorong masyarakat untuk melakukan
mobilitas. Pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan menunjukkan perkembangan
yang pesat, sedangkan pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan adalah cukup
lambat. Oleh karena itu, terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi antara perkotaan
dan pedesaan.
Adanya kesenjangan sosial ekonomi tersebut maka muncullah permasalahan-
permasalahan sosial ekonomi baik itu di perdesaan maupun di perkotaan yang
masalahnya relatif lebih beragam. Permasalahan yang muncul salah satunya yaitu,
munculnya fenomena keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Tenaga kerja
pedesaan yang terpaksa memutuskan menjadi commuter dengan bekerja ke kota
tersebut tentunya mempunyai latar belakang berbeda, salah satu diantaranya karena
tekanan kondisi sosial ekonomi yang tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari.
Adanya harapan untuk memperoleh kesempatan kerja dengan tingkat upah yang lebih
baik, mendorong tenaga kerja pedesaan memilih alternatif melakukan commuter ke
kota demi mencukupi kebutuhan hidupnya.
3
Lahan pertanian yang semakin sempit karena pertumbuhan penduduk yang
sangat cepat dan juga dipakai untuk penyelenggaraan sektor manufaktur, jasa, dan
pemukiman penduduk sehingga terjadilah penyempitan lapangan kerja di sektor
pertanian. Di sisi lain sektor manufaktur dan jasa di pedesaan tidak mampu
menampung angkatan kerja yang ada. Hal ini memicu terjadinya intensitas mobilitas
yang cukup tinggi.
Proses mobilitas orang desa ke kota disebabkan oleh semakin kurang
menariknya kehidupan di pedesaan, kawasan pedesaan yang kegiatan ekonomi
utamanya adalah pertanian sudah kehilangan daya saing secara drastis. Produktivitas
sektor pertanian semakin menurun, sektor pertanian menjadi tidak produktif sehingga
peluang kerja di desa semakin sempit dapat mendorong penduduk desa untuk mencari
pekerjaan di sektor lain di daerah lain.
Faktor lain yang merupakan faktor dominan yang mendorong orang desa ke
kota adalah faktor ekonomi yaitu harapan memperoleh upah yang lebih besar.
Perbedaan tingkat upah antara desa dengan kota mendorong orang untuk melakukan
mobilitas terkait untuk mencukupi kebutuhan yang semakin beranekaragam. Tekanan
ekonomi dan juga demi memperoleh pendidikan yang lebih baik, pemuda desa
cenderung melakukan mobilitas ke kota. Fasilitas dan infrastuktur desa yang rendah
khususnya pada bidang pendidikan dapat lebih meningkatkan arus mobilitas dari desa
ke kota.
Seiring dengan berkembangnya waktu, fenomena tenaga kerja menjadi
commuter terkait dengan harapan untuk mendapatkan kesempatan kerja dengan
tingkat upah yang lebih baik. Namun, semakin sempitnya lahan pertanian dan
kesempatan kerja yang yang berkurang di pedesaan. Memberi pilihan terbatas bagi
penduduk desa, sehingga memaksa tenaga kerja pedesaan untuk menjadi commuter.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang : Analisis
Keputusan Tenaga Kerja menjadi Commuter (Kasus : Desa Mranggen,
Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak).
4
1.2 Permasalahan
Pertumbuhan tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan daya serap lapangan
kerja yang cukup, mengakibatkan peningkatan angka pengangguran. Hal ini banyak
terjadi di pedesaan, karena peluang kerja di pedesaan sangat terbatas yang pada
umumnya hanya tersedia di sektor pertanian.
Di lain pihak luas tanah sawah di Kecamatan Mranggen jauh lebih sedikit
dibanding luas tanah kering. Lahan pertanian yang jumlahnya semakin menyempit
sementara penduduk terus bertambah, menyebabkan penurunan produktivitas dan
berakhir pada rendahnya upah di pedesaan.
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan adalah
banyaknya tenaga kerja pedesaan yang bekerja mencari penghasilan untuk membantu
ekonomi keluarga dengan cara melakukan commuter ke kota, padahal mereka tidak
seharusnya bekerja ke kota. Sebagian besar tenaga kerja pedesaan berharap untuk
mendapatkan kesempatan kerja di desa asalnya, namun adanya kondisi lahan dan
kondisi ekonomi di desa asal yang tidak mendukung untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Menyebabkan tenaga kerja pedesaan terpaksa mencari kesempatan
kerja yang lebih baik dengan upah yang lebih tinggi, yaitu dengan melakukan
commuter ke kota. Karena itu, perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan tenaga kerja menjadi commuter.
1.3. Tujuan Penelitian
1 Menganalisis karakteristik atau profil sosial ekonomi tenaga kerja menjadi
commuter di Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.
2 Menganalisis pengaruh selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat
pendidikan, umur dan jarak terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di
Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.
5
1.4.Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan tentang migrasi desa-kota dan segala permasalahan yang dihadapi
serta cara mengatasi masalah tersebut.
2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan
pembuatan kebijakan yang tepat sasaran di bidang ketenagakerjaan khususnya
dalam mengontrol tenaga kerjanya yang bermigrasi.
3. Bagi peneliti lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan
informasi serupa untuk dikembangkan lebih lanjut.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Teori Migrasi Todaro
Menurut Mantra (2000) Teori Migrasi Todaro ini bertolak dari asumsi bahwa
migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi.
Keputusan seorang individu untuk melakukan migrasi ke kota merupakan keputusan
yang telah dirumuskan secara rasional. Teori Todaro mendasarkan diri pada
pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya
perbedaan pendapatan antara desa dengan kota. Namun, pendapatan yang
dipersoalkan disini bukan pendapatan yang aktual, melainkan pendapatan yang
diharapkan (expected income).
Model migrasi Todaro memiliki empat pemikiran dasar sebagai berikut :
1. Migrasi desa-kota dirangsang, terutama sekali oleh berbagai pertimbangan
ekonomi yang rasional dan langsung yang berkaitan dengan keuntungan atau
manfaat dan biaya-biaya relatif migrasi itu sendiri (sebagian besar terwujud
dalam bentuk-bentuk atau ukuran lain, misalnya saja kepuasan psikologi).
2. Keputusan untuk bermigrasi tergantung pada selisih antara tingkat pendapatan
yang diharapkan di kota dan tingkat pendapatan aktual di pedesaan
6
(pendapatan yang diharapkan adalah sejumlah pendapatan yang secara
rasional bisa diharapkan akan tercapai di masa-masa mendatang). Besar
kecilnya selisih besaran upah aktual di kota dan di desa, serta besar atau
kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan yang
menawarkan tingkat pendapatan sesuai yang diharapkan.
3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan berbanding terbalik
dengan tingkat pengangguran di kota.
4. Migrasi desa-kota bisa saja terus berlangsung meskipun pengangguran di
perkotaan sudah cukup tinggi. Kenyataan ini memiliki landasan yang rasional,
yakni para migran pergi ke kota untuk meraih tingkat upah yang lebih tinggi
yang nyata (memang tersedia). Dengan demikian, lonjakan pengangguran di
perkotaan merupakan akibat yang tidak terhindarkan dari adanya
ketidakseimbangan kesempatan ekonomi yang sangat parah antara daerah
perkotaan dan daerah pedesaan (antara lain berupa kesenjangan tingkat upah
tadi), dan ketimpangan-ketimpangan seperti itu amat mudah ditemui di
kebanyakan negara-negara di dunia ketiga.
2.2. Teori Migrasi Everett S. Lee
Mantra (dikutip dari Everett S. Lee, 1976), dijelaskan bahwa volume migrasi
di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah-daerah
wilayah tersebut. Di setiap daerah banyak sekali faktor yang mempengaruhi orang
untuk menetap atau menarik orang untuk pindah, serta ada pula faktor-faktor lain
yang memaksa mereka meninggalkan daerah itu. Di setiap daerah banyak sekali
faktor yang mempengaruhi orang untuk menetap atau menarik orang untuk pindah,
serta ada pula faktor-faktor lain yang memaksa mereka meninggalkan daerah itu. Di
daerah asal dan di daerah tujuan menurut Lee, terdapat faktor-faktor yang disebut
sebagai :
7
a. Faktor (+) yaitu faktor yang memberikan nilai keuntungan bila bertempat
tinggal di tempat tersebut.
b. Faktor negatif (-) yaitu faktor yang memberikan nilai negatif atau merugikan
bila tinggal di tempat tersebut sehingga seseorang merasa perlu untuk pindah
ke tempat lain.
c. Faktor netral (0) yaitu yang tidak berpengaruh terhadap keinginan seseorang
individu untuk tetap tinggal di tempat asal atau pindah ke tempat lain.
2.3. Teori Pembangunan Arthtur Lewis
Teori Pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses
pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang mengikutsertakan proses
urbanisasi yang terjadi diantara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola
investasi yang terjadi di sektor modern yang pada akhirnya akan berpengaruh besar
terhadap arus urbanisasi yang ada. Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu
negara pada dasarnya akan terbagi menjadi dua, yaitu pertama, perekonomian
tradisional (di daerah pedesaan) dimana perekonomian ini mempunyai ciri yaitu
mengalami surplus tenaga kerja, tingkat hidup masyarakat yang berada pada kondisi
subsisten akibat dari perekonomian yang bersifat subsisten pula. Kedua,
perekonomian industri (di daerah perkotaan), perekonomian mempunyai ciri yaitu
tingkat produktivitas yang tinggi dari input yang digunakan, termasuk tenaga kerja.
(Kuncoro, 2000).
2.4. Bentuk-bentuk Mobilitas Penduduk
Menurut Mantra (2000) menjelaskan bila dilihat dari ada tidaknya niatan
untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula dibagi menjadi dua,
yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan mobilitas penduduk non-
permanen. Jadi, menurut Mantra (2000) migrasi adalah gerak penduduk yang
8
melintasi batas wilayah asal menuju ke wilayah tujuan dengan niatan menetap.
Sebaliknya, mobilitas penduduk non permanen adalah gerak penduduk dari suatu
wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Apabila
seseorang menuju ke daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di
daerah tujuan, orang tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas non-permanen
walaupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama.
Gerak penduduk yang non-permanen (circulation) ini juga dibagi menjadi
dua, yaitu ulang-alik (Jawa = nglaju, Inggris = commuting) dan menginap atau
mondok di daerah tujuan. Mobilitas ulang-alik adalah gerak penduduk dari daerah
asal menuju daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dengan kembali ke daerah asal
pada hari itu juga. Sedangkan mobilitas penduduk mondok atau menginap merupakan
gerak penduduk yang meninggalkan daerah asal menuju daerah tujuan dengan batas
waktu lebih dari satu hari, namun kurang dari enam bulan (Mantra, 2000).
2.5. Teori Kebutuhan dan Tekanan (Need and Stress)
Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang perlu untuk dipenuhi. Apabila
tekanan yang dirasakan oleh seorang individu masih dalam batas toleransi maka
individu tersebut tidak akan pindah dan tetap di daerah asal dan berusaha
menyesuaikan kebutuhannya dengan lingkungan yang ada, namun bila tekanan yang
dirasakan oleh seorang individu di luar batas toleransinya maka individu tersebut
akan mempertimbangkan untuk pindah ke tempat dimana dia merasa kebutuhan-
kebutuhan yang diperlukannya dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, bisa
dikatakan bahwa seseorang akan pindah dari tempat yang memiliki nilai kefaedahan
tempat (place utility) rendah ke tempat yang memiliki nilai kefaedahan tempat yang
lebih tinggi agar kebutuhannya terpenuhi (Mantra, 2000).
9
2.6. Teori Pilihan Rasional
Becker (Susilowati, 2003), menyatakan bahwa dalam menentukan suatu
pilihan, seorang individu akan memilih satu diantara beberapa alternatif yang dapat
memberikan kegunaan (utility) yang paling maksimum bagi dirinya. Dengan kata
lain, secara rasional seseorang akan menganut prinsip ekonomi dalam menentukan
pilihannya yaitu akan memilih sesuatu tempat (benefit) semaksimum mungkin
dengan biaya (cost) dan resiko (risk) seminimum mungkin. Tyler (Susilowati, 2003),
menyatakan bahwa teori pilihan yang dikemukakan Becker tersebut kemudian
penerapannya dikembangkan tidak hanya di bidang ekonomi tetapi juga disiplin ilmu
sosial lainnya seperti psikologi, sosiologi dan kriminologi. Triantoro (Susilowati,
2003), menyatakan bahwa teori pilihan yang rasional mempunyai asumsi bahwa
individu merupakan pelaku ekonomi yang rasional dan bersikap netral dalam
menerima resiko (neutral risk). Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan
mereka akan memperhitungkan unsur untung-ruginya dengan tetap
mempertimbangkan biaya dan manfaat dari keputusan yang diambilnya.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, keputusan tenaga kerja menjadi commuter atau tidak
menjadi commuter bertindak sebagai variabel dependen, sedangkan variabel
independen antara lain selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat
pendidikan, umur dan jarak.
Definisi operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
1. Keputusan tenaga kerja menjadi commuter (Y)
Keputusan untuk menjadi commuter atau tidak menjadi commuter merupakan
keputusan tenaga kerja dalam menentukan pilihannya apakah akan mencari
pekerjaan yang lebih baik dengan upah yang tinggi diluar daerahnya atau
tidak. Pilihan tersebut dinyatakan dalam variabel dummy, yaitu keputusan
10
melakukan commuter diberi nilai 1 jika responden menjawab memutuskan
menjadi commuter, begitu pula sebaliknya diberi nilai 0 jika responden
menjawab memutuskan tidak menjadi commuter.
2. Selisih upah (X1)
Selisih upah adalah selisih antara upah yang diharapkan di kota dengan upah
aktual di desa. Selisih upah merupakan variabel continuous yang diukur
dalam rupiah per bulan.
3. Pekerjaan asal (X2)
Pekerjaan asal adalah status pekerjaan responden di daerah asal. Pekerjaan
asal ini dinyatakan dengan variabel dummy, yaitu bernilai 1 jika responden
bekerja di desa, dan bernilai 0 jika responden tidak bekerja di desa.
4. Luas lahan di desa (X3)
Luas lahan di desa adalah luas lahan sawah dan ladang yang dimiliki oleh
responden di desa. Luas lahan di desa merupakan variabel diskrit yang
dihitung berdasarkan satuan hektar (ha).
5. Tingkat pendidikan (X4)
Tingkat pendidikan adalah berapa tahun responden menamatkan pendidikan
terakhir (sukses sekolah). Tingkat pendidikan merupakan variabel continuous
yang diukur berdasarkan satuan tahun (sukses sekolah).
6. Umur (X5)
Umur adalah umur responden berdasarkan ulang tahun terakhir. Umur
merupakan variabel continuous yang diukur berdasarkan umur responden
terpilih dengan satuan tahun.
7. Jarak (X6)
Jarak adalah jarak yang ditempuh seorang responden dari desa ke tempat
kerja. Jarak merupakan variabel continuous yang dihitung berdasarkan satuan
kilometer (km).
11
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk berumur 15-64 tahun
yang menjadi angkatan kerja di Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten
Demak. Metode yang digunakan dalam menentukan sampel adalah teknik multistage
sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara bertahap. Lingkup Desa
Mranggen terdiri dari 8 RW, kemudian dipilih dua RW secara undian, dan RW yang
terpilih yaitu RW 4 dan RW 6. Selanjutnya dari masing-masing RW, dipilih dua RT
dengan cara undian juga, yaitu dari RW 4, terpilih RT 4 dan RT 7, sedangkan RW 6,
terpilih RT 5 dan RT 10.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara dengan
responden menggunakan daftar pertanyaan kuesioner. Wawancara dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh peneliti tentang faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa
Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara tidak langsung
dari sumbernya melainkan data itu diperoleh dan dicatat oleh instansi yang terkait.
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, jurnal-jurnal,
buku-buku referensi yang terkait dan Balai Kelurahan setempat.
3.4. Metode Analisis
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Logistic
Regression Model (LRM) untuk mengestimasi keputusan tenaga kerja menjadi
commuter berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu selisih upah,
pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat pendidikan, umur, dan jarak.
12
Data yang dikumpulkan dalam penelitian, kemudian diolah dan dianalisis
dengan alat statistik atau dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Penggunaan model regresi logistik
ini dianggap sebagai alat yang paling tepat untuk menganalisis data dalam penelitian
ini, karena variabel dependennya bersifat dikotomi atau multinominal yaitu lebih dari
satu atribut. Dasar penggunaan BLR, karena variabel dependennya berbentuk dummy
yang nilainya hanya 1 dan 0. Adapun bentuk model ekonometriknya dapat dituliskan
sebagai berikut :
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + µi
3.5 Menilai Model Fit (Goodness of Fit)
Imam Ghozali (2001) menambahkan bahwa untuk menguji keseluruhan
model dapat dilakukan dengan membandingkan nilai -2 Likelihood pada tabel
Iteration Historya,b,c dengan -2 Likelihood pada tabel model Summary. Jika terjadi
penurunan nilai -2 Likelihood pada tabel Iteration Historya,b,c dengan -2 Likelihood
pada tabel Model regresi berarti model yang kedua adalah lebih baik.
Cox dan Snell’s R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2
pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan
nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke’s R
square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa
nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara
membagi nilai Cox dan Snell’s R2 dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke’s R2
dapat diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression (Ghozali, 2005).
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama.
Menurut Ghozali (2005) dasar pengambilan keputusan yaitu dengan memperhatikan
13
nilai Goodness of Fit Test yang diukur dengan nilai probabilitas pada bagian uji
Hosmer and Lemeshow.
Jika probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima berarti tidak ada perbedaan
yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati
sehingga model BLR mampu memprediksi nilai observasinya, oleh karena itu model
layak dipakai untuk analisis selanjutnya.
Jika probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak, berarti ada perbedaan yang
nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati sehingga
model BLR tidak mampu memprediksi nilai observasinya, oleh karena itu model
dapat dipakai untuk analisis selanjutnya.
Uji Hipotesis, untuk menentukan justifikasi signifikansi statistik bagi masing-
masing variabel yang diuji adalah dengan mendasarkan pada nilai wald ratio (χ2–
wald). Jika nilai probabilitasnya kurang dari α = 0,01; α = 0,05; dan α = 0,10 maka
variabel independen yang diamati berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Hipotesis statistik (H0) ditolak apabila p-value kurang dari α = 1%, α =
5%, dan α = 10%.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Penelitian ini melibatkan 100 responden yang masuk dalam kategori angkatan
kerja yaitu penduduk yang berumur 15-64 tahun yang terdapat di keempat Rukun
Tetangga yaitu RT 4 RW 4, RT 7 RW 4, RT 5 RW 6 dan RT 10 RW 6. Dari 100
responden tersebut 74 responden diantaranya memutuskan untuk menjadi commuter,
sedangkan sisanya 26 responden memutuskan untuk tidak melakukan commuter.
Dilihat dari sisi jumlah responden yang memutuskan menjadi commuter,
pekerja laki-laki lebih banyak dibanding pekerja perempuan, yaitu 43 orang atau
58,1% sedangkan pekerja perempuan sebanyak 31 orang atau 41,9%. Jenis kelamin
laki-laki memiliki probabilitas lebih besar dalam melakukan commuter dibanding
14
perempuan. Hal ini dikarenakan sifat alamiah laki-laki yang secara fisik cenderung
lebih kuat dibanding perempuan serta adanya anggapan bahwa laki-laki merupakan
tulang punggung (pencari nafkah) bagi keluarga, sehingga pencari kerja laki-laki
biasanya lebih selektif dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan aspirasinya baik
segi pendapatan maupun kedudukan dibanding perempuan (Simanjuntak, 1985).
Secara khusus dari 74 responden yang memutuskan menjadi commuter,
jumlah terbesar pada kisaran selisih upah responden antara Rp. 500.000 – Rp.749.999
sebanyak 29 orang atau 39,2%. Adapun responden yang mempunyai kisaran selisih
upah antara Rp. 0 - Rp. 249.999 yaitu sebanyak 4 orang atau 5,4%. Sebanyak 6
orang lainnya atau 8,1% berada pada kisaran selisih upah responden Rp. 250.000 -
Rp. 499.999, 21 orang atau 28,4% berada pada kelompok dengan kisaran selisih upah
responden antara Rp. 750.000 – Rp. 999.999. dan 14 orang atau 18,9% berada pada
kelompok dengan kisaran selisih upah responden antara Rp. 1.000.000 – Rp.
1.249.999. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin besar selisih upah responden,
probabilitas tenaga kerja memutuskan menjadi commuter semakin besar.
Ada 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, 29 responden
melakukan aktivitas bekerja di desa atau 39,2% dan 45 responden tidak bekerja di
desa atau 60,8%, sedangkan responden yang memutuskan tidak menjadi commuter,
sebanyak 22 responden bekerja di desa dan terdapat 4 responden termasuk
pengangguran musiman. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang tidak
bekerja di desa atau sedang mencari kerja, maka probabilitas keputusan tenaga kerja
menjadi commuter semakin besar.
Terdapat 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, jumlah terbesar
pada kelompok luas lahan antara 0 - 0,09 hektar yaitu sebanyak 58 orang atau 78,4%,
14 orang lainnya atau 18,9 % berada pada kelompok luas lahan antara 0,10 - 0,19
hektar, dan terdapat 2 orang atau 2,7% berada pada luas lahan antara 0,20-0,29. Hal
tersebut membuktikan bahwa semakin sempit lahan yang dimiliki responden di desa
akan menaikkan probabilitas keputusan menjadi commuter.
15
Dari 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, jumlah terbesar
berada pada tingkat pendidikan 12 tahun atau tamatan SMA, yaitu sebanyak 34 orang
atau 45,9 %, berpendidikan tamatan SMP (9 tahun) sebanyak 27 orang atau 36,5%,
dan berpendidikan tamatan SD (6 tahun) sebanyak 13 orang atau 17,6 %, sedangkan
pada kelompok responden yang memutuskan tidak menjadi commuter, sebagian besar
yaitu 11 dari 26 responden atau 42,3% berada pada tingkat pendidikan tamatan SD (6
tahun). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan,
kecenderungan responden untuk memutuskan menjadi commuter akan semakin
bertambah.
Dari 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, jumlah terbesar
berada pada kelompok umur 25 - 34 tahun, yaitu sebanyak 27 orang atau 36,5%. Pada
kelompok umur 15 - 24 tahun sebanyak 19 orang atau 25,7%, pada kelompok umur
35 - 44 tahun sebanyak 24 orang atau 32,4%, pada kelompok umur 45 - 54 tahun
sebanyak 4 orang atau 5,4% dan tidak dijumpai responden pada kelompok umur 55-
64 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur responden,
kecenderungan untuk memutuskan menjadi commuter akan semakin berkurang.
Pada 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, dapat dirinci
sebagai berikut : pada kelompok jarak yang ditempuh responden antara 1 - 5,9 km,
dijumpai 15 responden atau 20,3%. Pada kelompok jarak yang ditempuh responden
antara 6 - 10,9 km, dijumpai 32 responden atau 43,2%. Pada kelompok jarak yang
ditempuh responden antara 11 - 15,9 km, dijumpai 22 responden atau 29,7%. Pada
kelompok jarak yang ditempuh responden antara 16 -20,9 km, dijumpai 3 responden
atau 4%. Dan pada kelompok jarak yang ditempuh antara 21 - 25,9 km, dijumpai 2
responden atau 2,7%, dari data tersebut dapat dilihat bahwa semakin dekat jarak yang
ditempuh, maka akan semakin bertambah probabilitas keputusan tenaga kerja
menjadi commuter.
16
4.2. Analisis Data
Terdapat 100 responden dalam penelitian ini, 74 responden diantaranya
dipilih untuk mewakili keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen,
Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Selanjutnya untuk membuktikan hipotesis
yang telah disusun dengan menggunakan model Binary Logistic. Tingkat signifikasi
berdasarkan pada nilai uji Wald ratio dengan tingkat α = 1%,α = 5%, dan α = 10%
(batas maksimal tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini) yang
dianggap terbaik. Bila nilai probabilitasnya lebih kecil dari α = 1%,α = 5%, dan α =
10% maka variabel independen yang diamati berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen. Berikut ini adalah Tabel 4.1 Ringkasan Estimasi Model Binary
Logistic Regression Keputusan Tenaga Kerja menjadi Commuter di Desa Mranggen,
hasilnya :
17
Tabel 4.1 Ringkasan Estimasi Model Binary Logistic Regression
Keputusan Tenaga Kerja menjadi Commuter
Variabel Koefisien (B) Wald-ratio Sig (p-value) X1* 0,0006 2,815 0,093 X2* - 3,1610 3,082 0,079 X3* - 0,2380 3,681 0,055 X4 0,4300 1,540 0,215 X5 ** - 0,2302 4,370 0,037 X6 ** 1,4470 5,673 0,017 Constant - 2,2270 0,176 0,675 Chi-Square (Hosmers and Lemeshow’s test)
10,022 ( Probabilitas signifikan pada α = 5%)
Oberserved Predicted Percentage Correct Keputusan Commuter Keputusan Commuter
0 = memutuskan tidak menjadi commuter
1 = memutuskan menjadi commuter
0 = memutuskan tidak menjadi commuter
24 2 92,3
1= memutuskan menjadi commuter
1 73 98,6
Overall Percentage 97,0 Sumber: Data Primer, diolah Keterangan : Variabel Dependen : Y (0 = memutuskan tidak menjadi commuter dan 1= memutuskan menjadi commuter) ** : signifikan pada taraf α = 5% * : signifikan pada taraf α = 10%
Variabel-variabel independen yang dihipotesiskan berpengaruh terhadap
keputusan tenaga kerja menjadi commuter adalah variabel selisih upah (X1),
pekerjaan asal (X2) dan luas lahan di desa (X3) pada alpha 10%. Variabel umur (X5),
dan jarak (X6) pada alpha 5%. Sedangkan variabel independen lainnya seperti tingkat
pendidikan (X4) tidak berpengaruh secara signifikan.
Variabel selisih upah mempunyai nilai wald sebesar 2,815 dan nilai koefisien
sebesar (+) 0,0006 serta nilai signifikansi pada taraf α = 10% (p-value = 0,093). Hal
18
ini menjelaskan bahwa variabel selisih upah merupakan faktor penentu terhadap
keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Variabel selisih upah merupakan faktor
penentu terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Adapun tanda koefisien
(+) pada nilai 0,0006 menunjukkan kesesuaian hasil penelitian dengan hipotesis.
Hasil ini menjelaskan bahwa semakin besar selisih upah responden yang di harapkan
dikota dengan upah aktual yang diperoleh di desa, maka semakin besar pula
probabilitas keputusan tenaga kerja menjadi commuter, begitu juga sebaliknya.
Hal ini sesuai dengan teori Todaro (1992), yang mendasarkan pemikiran
bahwa keputusan untuk bermigrasi tergantung pada selisih antara tingkat pendapatan
yang diharapkan di kota dan tingkat pendapatan aktual di pedesaan (pendapatan yang
diharapkan adalah sejumlah pendapatan yang secara rasional bisa diharapkan akan
tercapai di masa-masa mendatang). Besar kecilnya selisih besaran upah aktual di kota
dan di desa, serta besar atau kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di
perkotaan yang menawarkan tingkat pendapatan sesuai yang diharapkan.
Variabel pekerjaan asal (X2) dengan nilai statistik Wald-ratio sebesar 3,082
dan nilai koefisien sebesar – 3,1610 serta nilai signifikasi pada taraf α = 10% (p-value
= 0,079). Hal ini dapat dijelaskan bahwa pekerjaan asal merupakan faktor penentu
keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen. Adapun tanda
koefisien variabel negatif (-) pada nilai – 3,1610 menunjukkan kesesuaian hasil
penelitian dengan hipotesis. Hasil ini memberikan indikasi bahwa apabila responden
tidak bekerja di desa asal, maka mereka cenderung untuk memutuskan melakukan
commuter, keadaan ini mereka lakukan untuk mengejar nilai ekonomis. Hal yang
melatarbelakangi mereka melakukan commuter karena keinginan memperbaiki
ekonomi rumah tangganya, dimana keluarga yang menjadi tanggung jawabnya (istri,
anak, orangtua atau saudara) yang tinggal di desa. Mereka pergi ke Kota Semarang
secara commuter, atau apabila sedang tidak ada pekerjaan yang dilakukan didesa.
Hal ini sesuai dengan teori Munir (1981) yang mengatakan ada faktor
pendorong dan faktor penarik migrasi. Masuknya teknologi yang menggunakan
mesin mengakibatkan menyempitnya lapangan pekerjaan. Sehingga penduduk merasa
19
mempunyai kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan di tempat tujuan
migrasi yang dapat memberikan daya tarik untuk para tenaga kerja yang sebelumnya
tidak/belum bekerja di daerah asal.
Variabel luas lahan di desa (X3) dengan nilai statistik Wald-ratio sebesar
3,681 dan nilai koefisien sebesar – 0,2380 serta nilai signifikansi pada taraf α = 10%
(p-value = 0,055). Hal ini dapat dijelaskan bahwa variabel luas lahan di desa (X3)
merupakan faktor penentu keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa
Mranggen. Adapun tanda koefisien variabel negatif (-) pada nilai – 0,2380
menunjukkan kesesuaian hasil penelitian dengan hipotesis. Hasil ini menjelaskan
bahwa semakin sempit lahan yang dimiliki di desa atau lahan tersebut bukan milik
pribadi, sehingga memaksa mereka untuk melakukan commuter untuk memenuhi
kebutuhan dasar yang tidak tercukupi dengan bekerja di desa. Selain itu lahan
pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama penduduk desa mengalami
pengurangan karena beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk, penggunaan jalan
dan sektor jasa, sehingga dorongan orang untuk memutuskan menjadi commuter
semakin besar.
Hal ini sejalan dengan faktor pendorong migrasi yang dikemukakan Munir
(1981), yaitu makin berkurangnya sumber-sumber alam karena bahan baku makin
susah diperoleh, sehingga penduduk tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti
lahan pertanian, tanah, hasil tambang atau hasil pertanian. Penduduk yang tidak
mempunyai lahan di daerah asal akhirnya memutuskan untuk melakukan migrasi
sirkuler dengan harapan mendapat keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang lebih
baik dan menyenangkan.
Variabel tingkat pendidikan (X4) dengan nilai statistik Wald-ratio sebesar
1,540 dan nilai koefisien sebesar 0,4300 namun tidak signifikan karena memiliki nilai
p-value = 0,215 artinya lebih dari taraf alpha 10%. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
variabel tingkat pendidikan (X4) bukanlah merupakan faktor penentu keputusan
tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen. Adapun tanda koefisien variabel
positif (+) pada nilai 0,4300 menunjukkan kesesuaian hasil penelitian dengan
20
hipotesis meskipun tidak berpengaruh signifikan. Tingkat pendidikan di Desa
Mranggen masih rendah, meskipun mereka hanya menamatkan pendidikan hingga
jenjang SD, SMP maupun SMA, jarang ditemui tamatan perguruan tinggi, namun
mereka tetap memutuskan melakukan commuter. Karena tujuan mereka hanya
bekerja di sektor informal, sehingga tidak dibutuhkan tingkat pendidikan yang terlalu
tinggi. Contoh data di lapangan menunjukkan, beberapa responden yang berprofesi
sebagai buruh bangunan, mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan yang
tinggi. Sehingga hasil analisis dalam penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang
signifikan.
Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeremias
(1994), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan prediktor penting dalam
menjelaskan niat bermigrasi di tiga kota : Yogyakarta, Bandung dan Samarinda.
Mereka yang berpendidikan lebih tinggi ternyata lebih besar kemungkinan untuk
berniat pindah ke kota.
Variabel umur (X5) dengan nilai statistik Wald-ratio sebesar 4,3700 dan nilai
koefisien - 0,2302 serta nilai signifikansi pada taraf α = 5% (p-value = 0,037). Hal ini
dapat dijelaskan bahwa variabel umur (X5) merupakan faktor penentu keputusan
tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen. Adapun tanda koefisien variabel
negatif (-) pada nilai – 0,2302 menunjukkan kesesuaian hasil penelitian dengan
hipotesis. Hal ini memberikan indikasi bahwa semakin tua umur responden,
kecenderungan untuk memutuskan menjadi commuter akan semakin berkurang,
begitu juga sebaliknya. Hal ini memberikan logika yang cukup beralasan bahwa
dengan bertambahnya umur yang semakin tua maka mereka merasa keadaan fisiknya
sudah tidak sekuat waktu muda dahulu untuk bolak-balik melakukan commuter dan
mereka lebih memilih membuka usaha dan bekerja di desa asal. Hasil tersebut
sekaligus mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeremias (1994), yang
menyatakan bahwa penduduk yang masih muda lebih banyak melakukan migrasi,
karena tenaga masih kuat dan produktivitas dalam bekerja sangat baik.
21
Variabel Jarak (X6) mempunyai nilai statistik Wald-ratio sebesar 5,673 dan
nilai koefisien sebesar 1,4470 serta nilai signifikansi pada taraf α=5% (p-value =
0,017). Hal ini dapat dijelaskan bahwa variabel jarak (X6) merupakan faktor penentu
keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen. Adapun tanda
koefisien variabel positif (+) pada nilai 5,673 menunjukkan kesesuaian hasil
penelitian dengan hipotesis. Hal ini memberikan indikasi bahwa semakin dekat jarak
yang ditempuh responden dari desa asal ke tempat kerja, maka akan semakin
bertambah probabilitas keputusan tenaga kerja menjadi commuter.
Hal ini memberikan logika yang cukup beralasan bahwa kedekatan jarak
antara desa asal dengan tempat bekerja, responden akan relatif memutuskan menjadi
commuter dibanding jarak yang jauh. Hal ini disebabkan adanya rasa keterikatan
responden terhadap keluarga, teman maupun kampung halaman yang ditinggalkan
selain itu untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan dalam melakukan aktivitas
commuter. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yeremias (1994)
yang menyatakan bahwa letak kota tempat kerja migran terhadap daerah asal terbukti
berpengaruh, artinya semakin jauh dari daerah asal, semakin cenderung seorang
migran untuk menetap di kota.
Dari Tabel 4.1 tersebut dapat disajikan hasil analisis binary logistik dengan
persamaan sebagai berikut :
Y = - 2,2270 + 0,0006 X1* – 3,1610 X2* – 0,2380 X3* + 0,4300 X4 – 0,2302 X5**
+ 1,4470 X6**
Keterangan ** : signifikan pada taraf α = 5% * : signifikan pada taraf α = 10%
R2 (Nagelkerke R2) = 0,896 Chi-Square (Hosmers and Lemeshow test) = 10,022 n = 100 Secara keseluruhan model regresi Binary Logistic yang digunakan untuk
menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan tenaga kerja menjadi
commuter ini mempunyai kehandalan dalam memprediksi sebesar 97,0%. Angka
22
tersebut menunjukkan nilai “percentage of correct prediction” dari model yang
terpilih. Berdasarkan perhitungan probabilitas tersebut, model regresi logistik dalam
penelitian ini secara statistik dikatakan bagus.
Angka probabilitas pada bagian Hosmers and Lemeshow’s test yang
dihasilkan adalah sebesar 10,022 dengan signifikasi sebesar 0,264. Dengan nilai
signifikasi yang lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima berarti tidak ada perbedaan
yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang yang diamati
sehingga model Binary Logistic Regression layak dipakai untuk analisis selanjutnya
(Ghozali, 2005).
Tabel Iteration Historya,b,c menunjukkan angka -2 log likehood sebesar
114.611 sedangkan angka -2 log likehood pada Tabel Model Summary adalah 20.218.
Hal ini berarti angka -2 log likehood pada Tabel Model Summary adalah lebih kecil
dari angka -2 log likehood pada Tabel Iteration Historya,b,c. Sehingga dapat diartikan
bahwa model regresi kedua adalah lebih baik. Dilihat dari output SPSS nilai Cox dan
Snell’s R Square sebesar 0,611 dan nilai Nagelkerke R² adalah 0,896 yang berarti
variabilitas variabel independen sebesar 89,6 %.
V. PENUTUP
5.1. Simpulan
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Binnary Logistic
Regression. Berdasarkan hasil analisis dengan model tersebut dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Variabel selisih upah berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik
positif terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen
Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini disebabkan karena semakin
besar selisih upah responden yang diharapkan di kota dengan tingkat upah
aktual di desa, maka mereka cenderung untuk memutuskan melakukan
commuter.
23
2. Variabel pekerjaan asal berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik
positif terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen
Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini disebabkan karena jika
responden tidak bekerja di desa asal, maka mereka cenderung untuk
memutuskan melakukan commuter.
3. Variabel luas lahan berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik
negatif terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa
Mranggen Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini dikarenakan
semakin sempit lahan yang dimiliki di desa karena beralih fungsi menjadi
pemukiman penduduk, penggunaan jalan dan sektor jasa, mengakibatkan
dorongan orang untuk memutuskan menjadi commuter semakin besar.
4. Variabel umur berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik negatif
terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen
Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini dikarenakan semakin
bertambahnya umur maka keadaan fisiknya sudah tidak kuat untuk melakukan
commuter sehingga keputusan menjadi commuter semakin berkurang.
5. Variabel jarak berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik positif
terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen,
Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Hal ini disebabkan karena
kedekatan jarak yang ditempuh responden dari desa asal menuju tempat
bekerja, dapat meningkatkan keputusan tenaga kerja menjadi commuter .
6. Sedangkan satu variabel lainnya yaitu tingkat pendidikan berpengaruh tidak
signifikan terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa
Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.
24
5.2. Keterbatasan Penelitian
1. Tidak ada data mengenai jumlah pelaku commuter di Desa Mranggen.
2. Data monografi Desa Mranggen kurang akurat.
5.3. Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, maka saran-saran yang
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Bahwa variabel selisih upah berpengaruh secara signifikan terhadap
keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Oleh karena itu Pemerintah
Daerah Kabupaten Demak perlu untuk mempertimbangkan penyesuaian upah
minimum antara kota besar dengan upah minimum di sekitar kota besar
(Kabupaten Demak), untuk memperkecil arus tenaga kerja melakukan
commuter.
2. Bahwa variabel pekerjaan asal berpengaruh secara signifikan terhadap
keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Di Mranggen angka wirausaha
sangat kecil, dengan demikian pemerintah perlu menggalakkan program
wirausaha dengan mengadakan lembaga perkreditan masyarakat dengan
bunga lunak. Dengan demikian akan muncul berbagai jenis lapangan kerja
baru yang akan banyak menyerap tenaga kerja di Desa Mranggen. Pada
akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi.
3. Bahwa variabel luas lahan di desa berpengaruh secara signifikan terhadap
keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Berkurangnya lahan disebabkan
karena sebagian besar lahan sawah digunakan untuk pembangunan
infrastruktur atau berbagai fasilitas umum dan kegiatan perindustrian sehingga
lahan menjadi sempit. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengadakan kajian
ulang tentang program pembangunan yang membutuhkan lahan luas yang
dapat mengancam kelangsungan lahan sawah. Dengan demikian, penduduk
25
tidak harus bermigrasi ke kota karena masih ada kesempatan kerja bagi
penduduk di desa.
4. Bahwa variabel umur berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
tenaga kerja menjadi commuter. Hal ini relevan mengingat saat seseorang
merasa telah mampu untuk bekerja maka ia akan mencari pekerjaan yang
lebih bisa meningkatkan standar hidup keluarga di daerah asal maka ia akan
pergi ke luar daerah. Pemerintah daerah perlu mengadakan modernisasi sektor
pertanian yang merupakan sektor utama daerah pedesaan guna meningkatkan
produksi dan produktivitas hasil-hasil pertanian dan dengan harapan hal ini
dapat menambah kesempatan kerja di desa sehingga tenaga-tenaga muda di
pedesaan tidak perlu meninggalkan daerahnya untuk bekerja di luar kota.
26
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L, 1999, Ekonomi Pembangunan, Penerbit STIE, Yogyakarta Badan Pusat Statistik, 2007, Kecamatan Mranggen Dalam Angka 2007, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Demak
__________________, 2006, Kabupaten Demak Dalam Angka 2006, Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak
Firman, T, 1994, Migrasi Antar Provinsi dan Pengembangan Wilayah di Indonesia, Jurnal Prisma, No. 7 Juli 1994
Ghozali, I, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Semarang;
Badan Penerbit UNDIP Gujarati, Damodar N, 2003, Basic Econometrics, Fourth Edition, McGraw Hill
International Edition, Singapore Keban, Y. T, 1994, Studi Niat Bermigrasi di Tiga Kota, Determinan dan Intervensi
Kebijakan, Jurnal Prisma, No. 7 Juli 1994 Kuncoro, M, 2000, Ekonomi Pembanguan (Teori, Masalah dan Kebijakan),
Yogyakarta; UPP AMA YKPN ___________, 2001, Metode Kuantitatif Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan
Bisnis, Yogyakarta; UPP AMA YKPN
Mantra, I. B, 2000, Demografi Umum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Nachrowi, N. D dan H Usman, 2005, Penggunaan Teknik Ekonometri, Jakarta; PT
Raja Grafindo Persada, Prasetyo, B dan L. M. Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan
Aplikasi, Jakarta; Rajawali Press Purnomo, D, 2004, Studi Tentang Migrasi Migran Asal Wonogiri ke Jakarta, Tesis
S2 (tidak dipublikasikan) MIESP; Universitas Diponegoro, Semarang Rizal, M, 2006, Keputusan Migrasi Sirkuler Pekerja Sektor Formal di Kota Medan,
Universitas Negeri Medan, Sumatra Utara Ravenstein, 1985. Teori Migrasi. Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Yogyakarta.
27
Rozy Munir. 1981. Dasar-dasar Demografi. Jakarta : Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Saefullah, H. A, 1994, Mobilitas Penduduk dan Perubahan di Pedesaan,
Universitas Padjadjaran, Jawa Barat Sevilla, Consuelo. G et. al, 1993, Pengantar Metode Penelitian (Terjemahan; Ali
Muddin Tuwu), Jakarta; UI Press Simanjuntak, P, 1985, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta; Lembaga Penerbit
FEUI Sjahrir, Kartini, 1989, Migrasi Tukang Bangunan : Beberapa Faktor Pendorong,
Jurnal Prisma No. 5, 1989 Sugianto, dkk, 2001, Teknik Sampling, Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Bisnis, Bandung, CV Alfabeta. Susilowati, I, 2001, Analisis Masalah Sosial Politik pada Migrasi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) ke Luar Negeri, Majalah Penelitian, Tahun X No. 40 Desember 1998, Lembaga Penelitian FE UNDIP, Semarang
__________, 2003, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Niat Tenaga Kerja Indonesia
ke Malaysia, Studi kasus; Selangor, Malaysia, Majalah Penelitian, Tahun X No. 40, Desember 1998, Lembaga Penelitian FE UNDIP, Semarang
Todaro, M. P, 1992, Kajian Ekonomi Migrasi Internal di Negara Berkembang,
(terjemahan) Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Todaro, M. P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, diterjemahkan oleh
Haris Munandar, Jakarta; Penerbit Erlangga
Utami, A. Y., dkk, 2000, Mobilitas Sirkuler dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di Desa Sidorejo, Kec. Ponjong, Kab Gunung Kidul, Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 10/No. 1 Juni 2003, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Waridin, 2002, Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) ke Luar Negeri, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 3 No. 2, Desember 2002
28
______, 2003, Pola Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri (Studi Kasus TKI di Malaysia dan Brunai Darussalam), Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 No. 1, Januari 2003
top related