analisis keputusan tenaga kerja menjadi commuter

28
1 ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER KASUS DESA MRANGGEN, KECAMATAN MRANGGEN, KABUPATEN DEMAK Nama Peneliti : Puri Indriani Dosen Pembimbing: Drs. H. Wiratno, MEc Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro 2010 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial-ekonomi keputusan tenaga kerja menjadi commuter, serta menganalisis variabel dependen yaitu keputusan tenaga kerja menjadi commuter yang dipengaruhi oleh variabel- variabel independen yaitu selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat pendidikan, umur dan jarak. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Binary Logistic Regression karena variabel dependennya berbentuk dummy yang nilainya 0 dan 1. Penelitian ini mengambil kasus Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak dengan alasan Desa Mranggen merupakan desa dengan potensi terjadinya pergerakan commuter tertinggi, desa ini juga memiliki jumlah penduduk produktif dan kepadatan tetinggi, namun lahan pertaniannya semakin sempit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Variabel tersebut adalah selisih upah (X 1 ), pekerjaan asal (X 2 ), luas lahan di desa (X 3 ) dengan tingkat signifikasi 10%, dan umur (X 5 ), jarak (X 6 ) dengan tingkat signifikasi 5%. Sedangkan variabel independen lainnya yaitu tingkat pendidikan (X 4 ), tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter.

Upload: dinhdang

Post on 18-Jan-2017

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

1

ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA

MENJADI COMMUTER

KASUS DESA MRANGGEN, KECAMATAN MRANGGEN, KABUPATEN

DEMAK

Nama Peneliti : Puri Indriani

Dosen Pembimbing: Drs. H. Wiratno, MEc

Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro 2010

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial-ekonomi

keputusan tenaga kerja menjadi commuter, serta menganalisis variabel dependen

yaitu keputusan tenaga kerja menjadi commuter yang dipengaruhi oleh variabel-

variabel independen yaitu selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat

pendidikan, umur dan jarak.

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Binary Logistic

Regression karena variabel dependennya berbentuk dummy yang nilainya 0 dan 1.

Penelitian ini mengambil kasus Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten

Demak dengan alasan Desa Mranggen merupakan desa dengan potensi terjadinya

pergerakan commuter tertinggi, desa ini juga memiliki jumlah penduduk produktif

dan kepadatan tetinggi, namun lahan pertaniannya semakin sempit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima variabel independen yang

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Variabel tersebut adalah selisih

upah (X1), pekerjaan asal (X2), luas lahan di desa (X3) dengan tingkat signifikasi

10%, dan umur (X5), jarak (X6) dengan tingkat signifikasi 5%. Sedangkan variabel

independen lainnya yaitu tingkat pendidikan (X4), tidak berpengaruh signifikan

terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter.

Page 2: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

2

Kata kunci: Binary Logistik Regression, keputusan tenaga kerja menjadi commuter,

selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat pendidikan, umur,

jarak.

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakekatnya mobilitas penduduk merupakan refleksi perbedaan

pertumbuhan dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara satu daerah dengan

daerah lain. Kenyataan tersebut yang kemudian memicu adanya mobilitas tenaga

kerja dari daerah yang mempunyai fasilitas pembangunan kurang baik bergerak

menuju ke daerah yang mempunyai fasilitas pembangunan lebih baik, yaitu antara

wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan (Saefullah, 1994). Pertumbuhan penduduk

yang besar, persebaran yang tidak merata antar daerah dan perekonomian yang

cenderung terkonsentrasi di perkotaan mendorong masyarakat untuk melakukan

mobilitas. Pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan menunjukkan perkembangan

yang pesat, sedangkan pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan adalah cukup

lambat. Oleh karena itu, terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi antara perkotaan

dan pedesaan.

Adanya kesenjangan sosial ekonomi tersebut maka muncullah permasalahan-

permasalahan sosial ekonomi baik itu di perdesaan maupun di perkotaan yang

masalahnya relatif lebih beragam. Permasalahan yang muncul salah satunya yaitu,

munculnya fenomena keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Tenaga kerja

pedesaan yang terpaksa memutuskan menjadi commuter dengan bekerja ke kota

tersebut tentunya mempunyai latar belakang berbeda, salah satu diantaranya karena

tekanan kondisi sosial ekonomi yang tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari.

Adanya harapan untuk memperoleh kesempatan kerja dengan tingkat upah yang lebih

baik, mendorong tenaga kerja pedesaan memilih alternatif melakukan commuter ke

kota demi mencukupi kebutuhan hidupnya.

Page 3: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

3

Lahan pertanian yang semakin sempit karena pertumbuhan penduduk yang

sangat cepat dan juga dipakai untuk penyelenggaraan sektor manufaktur, jasa, dan

pemukiman penduduk sehingga terjadilah penyempitan lapangan kerja di sektor

pertanian. Di sisi lain sektor manufaktur dan jasa di pedesaan tidak mampu

menampung angkatan kerja yang ada. Hal ini memicu terjadinya intensitas mobilitas

yang cukup tinggi.

Proses mobilitas orang desa ke kota disebabkan oleh semakin kurang

menariknya kehidupan di pedesaan, kawasan pedesaan yang kegiatan ekonomi

utamanya adalah pertanian sudah kehilangan daya saing secara drastis. Produktivitas

sektor pertanian semakin menurun, sektor pertanian menjadi tidak produktif sehingga

peluang kerja di desa semakin sempit dapat mendorong penduduk desa untuk mencari

pekerjaan di sektor lain di daerah lain.

Faktor lain yang merupakan faktor dominan yang mendorong orang desa ke

kota adalah faktor ekonomi yaitu harapan memperoleh upah yang lebih besar.

Perbedaan tingkat upah antara desa dengan kota mendorong orang untuk melakukan

mobilitas terkait untuk mencukupi kebutuhan yang semakin beranekaragam. Tekanan

ekonomi dan juga demi memperoleh pendidikan yang lebih baik, pemuda desa

cenderung melakukan mobilitas ke kota. Fasilitas dan infrastuktur desa yang rendah

khususnya pada bidang pendidikan dapat lebih meningkatkan arus mobilitas dari desa

ke kota.

Seiring dengan berkembangnya waktu, fenomena tenaga kerja menjadi

commuter terkait dengan harapan untuk mendapatkan kesempatan kerja dengan

tingkat upah yang lebih baik. Namun, semakin sempitnya lahan pertanian dan

kesempatan kerja yang yang berkurang di pedesaan. Memberi pilihan terbatas bagi

penduduk desa, sehingga memaksa tenaga kerja pedesaan untuk menjadi commuter.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang : Analisis

Keputusan Tenaga Kerja menjadi Commuter (Kasus : Desa Mranggen,

Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak).

Page 4: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

4

1.2 Permasalahan

Pertumbuhan tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan daya serap lapangan

kerja yang cukup, mengakibatkan peningkatan angka pengangguran. Hal ini banyak

terjadi di pedesaan, karena peluang kerja di pedesaan sangat terbatas yang pada

umumnya hanya tersedia di sektor pertanian.

Di lain pihak luas tanah sawah di Kecamatan Mranggen jauh lebih sedikit

dibanding luas tanah kering. Lahan pertanian yang jumlahnya semakin menyempit

sementara penduduk terus bertambah, menyebabkan penurunan produktivitas dan

berakhir pada rendahnya upah di pedesaan.

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan adalah

banyaknya tenaga kerja pedesaan yang bekerja mencari penghasilan untuk membantu

ekonomi keluarga dengan cara melakukan commuter ke kota, padahal mereka tidak

seharusnya bekerja ke kota. Sebagian besar tenaga kerja pedesaan berharap untuk

mendapatkan kesempatan kerja di desa asalnya, namun adanya kondisi lahan dan

kondisi ekonomi di desa asal yang tidak mendukung untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari. Menyebabkan tenaga kerja pedesaan terpaksa mencari kesempatan

kerja yang lebih baik dengan upah yang lebih tinggi, yaitu dengan melakukan

commuter ke kota. Karena itu, perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi

keputusan tenaga kerja menjadi commuter.

1.3. Tujuan Penelitian

1 Menganalisis karakteristik atau profil sosial ekonomi tenaga kerja menjadi

commuter di Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.

2 Menganalisis pengaruh selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat

pendidikan, umur dan jarak terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di

Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.

Page 5: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

5

1.4.Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta ilmu

pengetahuan tentang migrasi desa-kota dan segala permasalahan yang dihadapi

serta cara mengatasi masalah tersebut.

2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan

pembuatan kebijakan yang tepat sasaran di bidang ketenagakerjaan khususnya

dalam mengontrol tenaga kerjanya yang bermigrasi.

3. Bagi peneliti lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan

informasi serupa untuk dikembangkan lebih lanjut.

II. LANDASAN TEORI

2.1. Teori Migrasi Todaro

Menurut Mantra (2000) Teori Migrasi Todaro ini bertolak dari asumsi bahwa

migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi.

Keputusan seorang individu untuk melakukan migrasi ke kota merupakan keputusan

yang telah dirumuskan secara rasional. Teori Todaro mendasarkan diri pada

pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya

perbedaan pendapatan antara desa dengan kota. Namun, pendapatan yang

dipersoalkan disini bukan pendapatan yang aktual, melainkan pendapatan yang

diharapkan (expected income).

Model migrasi Todaro memiliki empat pemikiran dasar sebagai berikut :

1. Migrasi desa-kota dirangsang, terutama sekali oleh berbagai pertimbangan

ekonomi yang rasional dan langsung yang berkaitan dengan keuntungan atau

manfaat dan biaya-biaya relatif migrasi itu sendiri (sebagian besar terwujud

dalam bentuk-bentuk atau ukuran lain, misalnya saja kepuasan psikologi).

2. Keputusan untuk bermigrasi tergantung pada selisih antara tingkat pendapatan

yang diharapkan di kota dan tingkat pendapatan aktual di pedesaan

Page 6: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

6

(pendapatan yang diharapkan adalah sejumlah pendapatan yang secara

rasional bisa diharapkan akan tercapai di masa-masa mendatang). Besar

kecilnya selisih besaran upah aktual di kota dan di desa, serta besar atau

kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan yang

menawarkan tingkat pendapatan sesuai yang diharapkan.

3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan berbanding terbalik

dengan tingkat pengangguran di kota.

4. Migrasi desa-kota bisa saja terus berlangsung meskipun pengangguran di

perkotaan sudah cukup tinggi. Kenyataan ini memiliki landasan yang rasional,

yakni para migran pergi ke kota untuk meraih tingkat upah yang lebih tinggi

yang nyata (memang tersedia). Dengan demikian, lonjakan pengangguran di

perkotaan merupakan akibat yang tidak terhindarkan dari adanya

ketidakseimbangan kesempatan ekonomi yang sangat parah antara daerah

perkotaan dan daerah pedesaan (antara lain berupa kesenjangan tingkat upah

tadi), dan ketimpangan-ketimpangan seperti itu amat mudah ditemui di

kebanyakan negara-negara di dunia ketiga.

2.2. Teori Migrasi Everett S. Lee

Mantra (dikutip dari Everett S. Lee, 1976), dijelaskan bahwa volume migrasi

di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah-daerah

wilayah tersebut. Di setiap daerah banyak sekali faktor yang mempengaruhi orang

untuk menetap atau menarik orang untuk pindah, serta ada pula faktor-faktor lain

yang memaksa mereka meninggalkan daerah itu. Di setiap daerah banyak sekali

faktor yang mempengaruhi orang untuk menetap atau menarik orang untuk pindah,

serta ada pula faktor-faktor lain yang memaksa mereka meninggalkan daerah itu. Di

daerah asal dan di daerah tujuan menurut Lee, terdapat faktor-faktor yang disebut

sebagai :

Page 7: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

7

a. Faktor (+) yaitu faktor yang memberikan nilai keuntungan bila bertempat

tinggal di tempat tersebut.

b. Faktor negatif (-) yaitu faktor yang memberikan nilai negatif atau merugikan

bila tinggal di tempat tersebut sehingga seseorang merasa perlu untuk pindah

ke tempat lain.

c. Faktor netral (0) yaitu yang tidak berpengaruh terhadap keinginan seseorang

individu untuk tetap tinggal di tempat asal atau pindah ke tempat lain.

2.3. Teori Pembangunan Arthtur Lewis

Teori Pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses

pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang mengikutsertakan proses

urbanisasi yang terjadi diantara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola

investasi yang terjadi di sektor modern yang pada akhirnya akan berpengaruh besar

terhadap arus urbanisasi yang ada. Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu

negara pada dasarnya akan terbagi menjadi dua, yaitu pertama, perekonomian

tradisional (di daerah pedesaan) dimana perekonomian ini mempunyai ciri yaitu

mengalami surplus tenaga kerja, tingkat hidup masyarakat yang berada pada kondisi

subsisten akibat dari perekonomian yang bersifat subsisten pula. Kedua,

perekonomian industri (di daerah perkotaan), perekonomian mempunyai ciri yaitu

tingkat produktivitas yang tinggi dari input yang digunakan, termasuk tenaga kerja.

(Kuncoro, 2000).

2.4. Bentuk-bentuk Mobilitas Penduduk

Menurut Mantra (2000) menjelaskan bila dilihat dari ada tidaknya niatan

untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula dibagi menjadi dua,

yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan mobilitas penduduk non-

permanen. Jadi, menurut Mantra (2000) migrasi adalah gerak penduduk yang

Page 8: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

8

melintasi batas wilayah asal menuju ke wilayah tujuan dengan niatan menetap.

Sebaliknya, mobilitas penduduk non permanen adalah gerak penduduk dari suatu

wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Apabila

seseorang menuju ke daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di

daerah tujuan, orang tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas non-permanen

walaupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama.

Gerak penduduk yang non-permanen (circulation) ini juga dibagi menjadi

dua, yaitu ulang-alik (Jawa = nglaju, Inggris = commuting) dan menginap atau

mondok di daerah tujuan. Mobilitas ulang-alik adalah gerak penduduk dari daerah

asal menuju daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dengan kembali ke daerah asal

pada hari itu juga. Sedangkan mobilitas penduduk mondok atau menginap merupakan

gerak penduduk yang meninggalkan daerah asal menuju daerah tujuan dengan batas

waktu lebih dari satu hari, namun kurang dari enam bulan (Mantra, 2000).

2.5. Teori Kebutuhan dan Tekanan (Need and Stress)

Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang perlu untuk dipenuhi. Apabila

tekanan yang dirasakan oleh seorang individu masih dalam batas toleransi maka

individu tersebut tidak akan pindah dan tetap di daerah asal dan berusaha

menyesuaikan kebutuhannya dengan lingkungan yang ada, namun bila tekanan yang

dirasakan oleh seorang individu di luar batas toleransinya maka individu tersebut

akan mempertimbangkan untuk pindah ke tempat dimana dia merasa kebutuhan-

kebutuhan yang diperlukannya dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, bisa

dikatakan bahwa seseorang akan pindah dari tempat yang memiliki nilai kefaedahan

tempat (place utility) rendah ke tempat yang memiliki nilai kefaedahan tempat yang

lebih tinggi agar kebutuhannya terpenuhi (Mantra, 2000).

Page 9: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

9

2.6. Teori Pilihan Rasional

Becker (Susilowati, 2003), menyatakan bahwa dalam menentukan suatu

pilihan, seorang individu akan memilih satu diantara beberapa alternatif yang dapat

memberikan kegunaan (utility) yang paling maksimum bagi dirinya. Dengan kata

lain, secara rasional seseorang akan menganut prinsip ekonomi dalam menentukan

pilihannya yaitu akan memilih sesuatu tempat (benefit) semaksimum mungkin

dengan biaya (cost) dan resiko (risk) seminimum mungkin. Tyler (Susilowati, 2003),

menyatakan bahwa teori pilihan yang dikemukakan Becker tersebut kemudian

penerapannya dikembangkan tidak hanya di bidang ekonomi tetapi juga disiplin ilmu

sosial lainnya seperti psikologi, sosiologi dan kriminologi. Triantoro (Susilowati,

2003), menyatakan bahwa teori pilihan yang rasional mempunyai asumsi bahwa

individu merupakan pelaku ekonomi yang rasional dan bersikap netral dalam

menerima resiko (neutral risk). Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan

mereka akan memperhitungkan unsur untung-ruginya dengan tetap

mempertimbangkan biaya dan manfaat dari keputusan yang diambilnya.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, keputusan tenaga kerja menjadi commuter atau tidak

menjadi commuter bertindak sebagai variabel dependen, sedangkan variabel

independen antara lain selisih upah, pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat

pendidikan, umur dan jarak.

Definisi operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

1. Keputusan tenaga kerja menjadi commuter (Y)

Keputusan untuk menjadi commuter atau tidak menjadi commuter merupakan

keputusan tenaga kerja dalam menentukan pilihannya apakah akan mencari

pekerjaan yang lebih baik dengan upah yang tinggi diluar daerahnya atau

tidak. Pilihan tersebut dinyatakan dalam variabel dummy, yaitu keputusan

Page 10: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

10

melakukan commuter diberi nilai 1 jika responden menjawab memutuskan

menjadi commuter, begitu pula sebaliknya diberi nilai 0 jika responden

menjawab memutuskan tidak menjadi commuter.

2. Selisih upah (X1)

Selisih upah adalah selisih antara upah yang diharapkan di kota dengan upah

aktual di desa. Selisih upah merupakan variabel continuous yang diukur

dalam rupiah per bulan.

3. Pekerjaan asal (X2)

Pekerjaan asal adalah status pekerjaan responden di daerah asal. Pekerjaan

asal ini dinyatakan dengan variabel dummy, yaitu bernilai 1 jika responden

bekerja di desa, dan bernilai 0 jika responden tidak bekerja di desa.

4. Luas lahan di desa (X3)

Luas lahan di desa adalah luas lahan sawah dan ladang yang dimiliki oleh

responden di desa. Luas lahan di desa merupakan variabel diskrit yang

dihitung berdasarkan satuan hektar (ha).

5. Tingkat pendidikan (X4)

Tingkat pendidikan adalah berapa tahun responden menamatkan pendidikan

terakhir (sukses sekolah). Tingkat pendidikan merupakan variabel continuous

yang diukur berdasarkan satuan tahun (sukses sekolah).

6. Umur (X5)

Umur adalah umur responden berdasarkan ulang tahun terakhir. Umur

merupakan variabel continuous yang diukur berdasarkan umur responden

terpilih dengan satuan tahun.

7. Jarak (X6)

Jarak adalah jarak yang ditempuh seorang responden dari desa ke tempat

kerja. Jarak merupakan variabel continuous yang dihitung berdasarkan satuan

kilometer (km).

Page 11: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

11

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk berumur 15-64 tahun

yang menjadi angkatan kerja di Desa Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten

Demak. Metode yang digunakan dalam menentukan sampel adalah teknik multistage

sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara bertahap. Lingkup Desa

Mranggen terdiri dari 8 RW, kemudian dipilih dua RW secara undian, dan RW yang

terpilih yaitu RW 4 dan RW 6. Selanjutnya dari masing-masing RW, dipilih dua RT

dengan cara undian juga, yaitu dari RW 4, terpilih RT 4 dan RT 7, sedangkan RW 6,

terpilih RT 5 dan RT 10.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara dengan

responden menggunakan daftar pertanyaan kuesioner. Wawancara dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh peneliti tentang faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa

Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara tidak langsung

dari sumbernya melainkan data itu diperoleh dan dicatat oleh instansi yang terkait.

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, jurnal-jurnal,

buku-buku referensi yang terkait dan Balai Kelurahan setempat.

3.4. Metode Analisis

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Logistic

Regression Model (LRM) untuk mengestimasi keputusan tenaga kerja menjadi

commuter berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu selisih upah,

pekerjaan asal, luas lahan di desa, tingkat pendidikan, umur, dan jarak.

Page 12: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

12

Data yang dikumpulkan dalam penelitian, kemudian diolah dan dianalisis

dengan alat statistik atau dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis

dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Penggunaan model regresi logistik

ini dianggap sebagai alat yang paling tepat untuk menganalisis data dalam penelitian

ini, karena variabel dependennya bersifat dikotomi atau multinominal yaitu lebih dari

satu atribut. Dasar penggunaan BLR, karena variabel dependennya berbentuk dummy

yang nilainya hanya 1 dan 0. Adapun bentuk model ekonometriknya dapat dituliskan

sebagai berikut :

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + µi

3.5 Menilai Model Fit (Goodness of Fit)

Imam Ghozali (2001) menambahkan bahwa untuk menguji keseluruhan

model dapat dilakukan dengan membandingkan nilai -2 Likelihood pada tabel

Iteration Historya,b,c dengan -2 Likelihood pada tabel model Summary. Jika terjadi

penurunan nilai -2 Likelihood pada tabel Iteration Historya,b,c dengan -2 Likelihood

pada tabel Model regresi berarti model yang kedua adalah lebih baik.

Cox dan Snell’s R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2

pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan

nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke’s R

square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa

nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara

membagi nilai Cox dan Snell’s R2 dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke’s R2

dapat diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression (Ghozali, 2005).

Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test digunakan untuk mengetahui

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama.

Menurut Ghozali (2005) dasar pengambilan keputusan yaitu dengan memperhatikan

Page 13: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

13

nilai Goodness of Fit Test yang diukur dengan nilai probabilitas pada bagian uji

Hosmer and Lemeshow.

Jika probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima berarti tidak ada perbedaan

yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati

sehingga model BLR mampu memprediksi nilai observasinya, oleh karena itu model

layak dipakai untuk analisis selanjutnya.

Jika probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak, berarti ada perbedaan yang

nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati sehingga

model BLR tidak mampu memprediksi nilai observasinya, oleh karena itu model

dapat dipakai untuk analisis selanjutnya.

Uji Hipotesis, untuk menentukan justifikasi signifikansi statistik bagi masing-

masing variabel yang diuji adalah dengan mendasarkan pada nilai wald ratio (χ2–

wald). Jika nilai probabilitasnya kurang dari α = 0,01; α = 0,05; dan α = 0,10 maka

variabel independen yang diamati berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen. Hipotesis statistik (H0) ditolak apabila p-value kurang dari α = 1%, α =

5%, dan α = 10%.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden

Penelitian ini melibatkan 100 responden yang masuk dalam kategori angkatan

kerja yaitu penduduk yang berumur 15-64 tahun yang terdapat di keempat Rukun

Tetangga yaitu RT 4 RW 4, RT 7 RW 4, RT 5 RW 6 dan RT 10 RW 6. Dari 100

responden tersebut 74 responden diantaranya memutuskan untuk menjadi commuter,

sedangkan sisanya 26 responden memutuskan untuk tidak melakukan commuter.

Dilihat dari sisi jumlah responden yang memutuskan menjadi commuter,

pekerja laki-laki lebih banyak dibanding pekerja perempuan, yaitu 43 orang atau

58,1% sedangkan pekerja perempuan sebanyak 31 orang atau 41,9%. Jenis kelamin

laki-laki memiliki probabilitas lebih besar dalam melakukan commuter dibanding

Page 14: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

14

perempuan. Hal ini dikarenakan sifat alamiah laki-laki yang secara fisik cenderung

lebih kuat dibanding perempuan serta adanya anggapan bahwa laki-laki merupakan

tulang punggung (pencari nafkah) bagi keluarga, sehingga pencari kerja laki-laki

biasanya lebih selektif dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan aspirasinya baik

segi pendapatan maupun kedudukan dibanding perempuan (Simanjuntak, 1985).

Secara khusus dari 74 responden yang memutuskan menjadi commuter,

jumlah terbesar pada kisaran selisih upah responden antara Rp. 500.000 – Rp.749.999

sebanyak 29 orang atau 39,2%. Adapun responden yang mempunyai kisaran selisih

upah antara Rp. 0 - Rp. 249.999 yaitu sebanyak 4 orang atau 5,4%. Sebanyak 6

orang lainnya atau 8,1% berada pada kisaran selisih upah responden Rp. 250.000 -

Rp. 499.999, 21 orang atau 28,4% berada pada kelompok dengan kisaran selisih upah

responden antara Rp. 750.000 – Rp. 999.999. dan 14 orang atau 18,9% berada pada

kelompok dengan kisaran selisih upah responden antara Rp. 1.000.000 – Rp.

1.249.999. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin besar selisih upah responden,

probabilitas tenaga kerja memutuskan menjadi commuter semakin besar.

Ada 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, 29 responden

melakukan aktivitas bekerja di desa atau 39,2% dan 45 responden tidak bekerja di

desa atau 60,8%, sedangkan responden yang memutuskan tidak menjadi commuter,

sebanyak 22 responden bekerja di desa dan terdapat 4 responden termasuk

pengangguran musiman. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang tidak

bekerja di desa atau sedang mencari kerja, maka probabilitas keputusan tenaga kerja

menjadi commuter semakin besar.

Terdapat 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, jumlah terbesar

pada kelompok luas lahan antara 0 - 0,09 hektar yaitu sebanyak 58 orang atau 78,4%,

14 orang lainnya atau 18,9 % berada pada kelompok luas lahan antara 0,10 - 0,19

hektar, dan terdapat 2 orang atau 2,7% berada pada luas lahan antara 0,20-0,29. Hal

tersebut membuktikan bahwa semakin sempit lahan yang dimiliki responden di desa

akan menaikkan probabilitas keputusan menjadi commuter.

Page 15: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

15

Dari 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, jumlah terbesar

berada pada tingkat pendidikan 12 tahun atau tamatan SMA, yaitu sebanyak 34 orang

atau 45,9 %, berpendidikan tamatan SMP (9 tahun) sebanyak 27 orang atau 36,5%,

dan berpendidikan tamatan SD (6 tahun) sebanyak 13 orang atau 17,6 %, sedangkan

pada kelompok responden yang memutuskan tidak menjadi commuter, sebagian besar

yaitu 11 dari 26 responden atau 42,3% berada pada tingkat pendidikan tamatan SD (6

tahun). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan,

kecenderungan responden untuk memutuskan menjadi commuter akan semakin

bertambah.

Dari 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, jumlah terbesar

berada pada kelompok umur 25 - 34 tahun, yaitu sebanyak 27 orang atau 36,5%. Pada

kelompok umur 15 - 24 tahun sebanyak 19 orang atau 25,7%, pada kelompok umur

35 - 44 tahun sebanyak 24 orang atau 32,4%, pada kelompok umur 45 - 54 tahun

sebanyak 4 orang atau 5,4% dan tidak dijumpai responden pada kelompok umur 55-

64 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur responden,

kecenderungan untuk memutuskan menjadi commuter akan semakin berkurang.

Pada 74 responden yang memutuskan menjadi commuter, dapat dirinci

sebagai berikut : pada kelompok jarak yang ditempuh responden antara 1 - 5,9 km,

dijumpai 15 responden atau 20,3%. Pada kelompok jarak yang ditempuh responden

antara 6 - 10,9 km, dijumpai 32 responden atau 43,2%. Pada kelompok jarak yang

ditempuh responden antara 11 - 15,9 km, dijumpai 22 responden atau 29,7%. Pada

kelompok jarak yang ditempuh responden antara 16 -20,9 km, dijumpai 3 responden

atau 4%. Dan pada kelompok jarak yang ditempuh antara 21 - 25,9 km, dijumpai 2

responden atau 2,7%, dari data tersebut dapat dilihat bahwa semakin dekat jarak yang

ditempuh, maka akan semakin bertambah probabilitas keputusan tenaga kerja

menjadi commuter.

Page 16: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

16

4.2. Analisis Data

Terdapat 100 responden dalam penelitian ini, 74 responden diantaranya

dipilih untuk mewakili keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen,

Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Selanjutnya untuk membuktikan hipotesis

yang telah disusun dengan menggunakan model Binary Logistic. Tingkat signifikasi

berdasarkan pada nilai uji Wald ratio dengan tingkat α = 1%,α = 5%, dan α = 10%

(batas maksimal tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini) yang

dianggap terbaik. Bila nilai probabilitasnya lebih kecil dari α = 1%,α = 5%, dan α =

10% maka variabel independen yang diamati berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel dependen. Berikut ini adalah Tabel 4.1 Ringkasan Estimasi Model Binary

Logistic Regression Keputusan Tenaga Kerja menjadi Commuter di Desa Mranggen,

hasilnya :

Page 17: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

17

Tabel 4.1 Ringkasan Estimasi Model Binary Logistic Regression

Keputusan Tenaga Kerja menjadi Commuter

Variabel Koefisien (B) Wald-ratio Sig (p-value) X1* 0,0006 2,815 0,093 X2* - 3,1610 3,082 0,079 X3* - 0,2380 3,681 0,055 X4 0,4300 1,540 0,215 X5 ** - 0,2302 4,370 0,037 X6 ** 1,4470 5,673 0,017 Constant - 2,2270 0,176 0,675 Chi-Square (Hosmers and Lemeshow’s test)

10,022 ( Probabilitas signifikan pada α = 5%)

Oberserved Predicted Percentage Correct Keputusan Commuter Keputusan Commuter

0 = memutuskan tidak menjadi commuter

1 = memutuskan menjadi commuter

0 = memutuskan tidak menjadi commuter

24 2 92,3

1= memutuskan menjadi commuter

1 73 98,6

Overall Percentage 97,0 Sumber: Data Primer, diolah Keterangan : Variabel Dependen : Y (0 = memutuskan tidak menjadi commuter dan 1= memutuskan menjadi commuter) ** : signifikan pada taraf α = 5% * : signifikan pada taraf α = 10%

Variabel-variabel independen yang dihipotesiskan berpengaruh terhadap

keputusan tenaga kerja menjadi commuter adalah variabel selisih upah (X1),

pekerjaan asal (X2) dan luas lahan di desa (X3) pada alpha 10%. Variabel umur (X5),

dan jarak (X6) pada alpha 5%. Sedangkan variabel independen lainnya seperti tingkat

pendidikan (X4) tidak berpengaruh secara signifikan.

Variabel selisih upah mempunyai nilai wald sebesar 2,815 dan nilai koefisien

sebesar (+) 0,0006 serta nilai signifikansi pada taraf α = 10% (p-value = 0,093). Hal

Page 18: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

18

ini menjelaskan bahwa variabel selisih upah merupakan faktor penentu terhadap

keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Variabel selisih upah merupakan faktor

penentu terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Adapun tanda koefisien

(+) pada nilai 0,0006 menunjukkan kesesuaian hasil penelitian dengan hipotesis.

Hasil ini menjelaskan bahwa semakin besar selisih upah responden yang di harapkan

dikota dengan upah aktual yang diperoleh di desa, maka semakin besar pula

probabilitas keputusan tenaga kerja menjadi commuter, begitu juga sebaliknya.

Hal ini sesuai dengan teori Todaro (1992), yang mendasarkan pemikiran

bahwa keputusan untuk bermigrasi tergantung pada selisih antara tingkat pendapatan

yang diharapkan di kota dan tingkat pendapatan aktual di pedesaan (pendapatan yang

diharapkan adalah sejumlah pendapatan yang secara rasional bisa diharapkan akan

tercapai di masa-masa mendatang). Besar kecilnya selisih besaran upah aktual di kota

dan di desa, serta besar atau kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di

perkotaan yang menawarkan tingkat pendapatan sesuai yang diharapkan.

Variabel pekerjaan asal (X2) dengan nilai statistik Wald-ratio sebesar 3,082

dan nilai koefisien sebesar – 3,1610 serta nilai signifikasi pada taraf α = 10% (p-value

= 0,079). Hal ini dapat dijelaskan bahwa pekerjaan asal merupakan faktor penentu

keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen. Adapun tanda

koefisien variabel negatif (-) pada nilai – 3,1610 menunjukkan kesesuaian hasil

penelitian dengan hipotesis. Hasil ini memberikan indikasi bahwa apabila responden

tidak bekerja di desa asal, maka mereka cenderung untuk memutuskan melakukan

commuter, keadaan ini mereka lakukan untuk mengejar nilai ekonomis. Hal yang

melatarbelakangi mereka melakukan commuter karena keinginan memperbaiki

ekonomi rumah tangganya, dimana keluarga yang menjadi tanggung jawabnya (istri,

anak, orangtua atau saudara) yang tinggal di desa. Mereka pergi ke Kota Semarang

secara commuter, atau apabila sedang tidak ada pekerjaan yang dilakukan didesa.

Hal ini sesuai dengan teori Munir (1981) yang mengatakan ada faktor

pendorong dan faktor penarik migrasi. Masuknya teknologi yang menggunakan

mesin mengakibatkan menyempitnya lapangan pekerjaan. Sehingga penduduk merasa

Page 19: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

19

mempunyai kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan di tempat tujuan

migrasi yang dapat memberikan daya tarik untuk para tenaga kerja yang sebelumnya

tidak/belum bekerja di daerah asal.

Variabel luas lahan di desa (X3) dengan nilai statistik Wald-ratio sebesar

3,681 dan nilai koefisien sebesar – 0,2380 serta nilai signifikansi pada taraf α = 10%

(p-value = 0,055). Hal ini dapat dijelaskan bahwa variabel luas lahan di desa (X3)

merupakan faktor penentu keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa

Mranggen. Adapun tanda koefisien variabel negatif (-) pada nilai – 0,2380

menunjukkan kesesuaian hasil penelitian dengan hipotesis. Hasil ini menjelaskan

bahwa semakin sempit lahan yang dimiliki di desa atau lahan tersebut bukan milik

pribadi, sehingga memaksa mereka untuk melakukan commuter untuk memenuhi

kebutuhan dasar yang tidak tercukupi dengan bekerja di desa. Selain itu lahan

pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama penduduk desa mengalami

pengurangan karena beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk, penggunaan jalan

dan sektor jasa, sehingga dorongan orang untuk memutuskan menjadi commuter

semakin besar.

Hal ini sejalan dengan faktor pendorong migrasi yang dikemukakan Munir

(1981), yaitu makin berkurangnya sumber-sumber alam karena bahan baku makin

susah diperoleh, sehingga penduduk tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti

lahan pertanian, tanah, hasil tambang atau hasil pertanian. Penduduk yang tidak

mempunyai lahan di daerah asal akhirnya memutuskan untuk melakukan migrasi

sirkuler dengan harapan mendapat keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang lebih

baik dan menyenangkan.

Variabel tingkat pendidikan (X4) dengan nilai statistik Wald-ratio sebesar

1,540 dan nilai koefisien sebesar 0,4300 namun tidak signifikan karena memiliki nilai

p-value = 0,215 artinya lebih dari taraf alpha 10%. Hal ini dapat dijelaskan bahwa

variabel tingkat pendidikan (X4) bukanlah merupakan faktor penentu keputusan

tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen. Adapun tanda koefisien variabel

positif (+) pada nilai 0,4300 menunjukkan kesesuaian hasil penelitian dengan

Page 20: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

20

hipotesis meskipun tidak berpengaruh signifikan. Tingkat pendidikan di Desa

Mranggen masih rendah, meskipun mereka hanya menamatkan pendidikan hingga

jenjang SD, SMP maupun SMA, jarang ditemui tamatan perguruan tinggi, namun

mereka tetap memutuskan melakukan commuter. Karena tujuan mereka hanya

bekerja di sektor informal, sehingga tidak dibutuhkan tingkat pendidikan yang terlalu

tinggi. Contoh data di lapangan menunjukkan, beberapa responden yang berprofesi

sebagai buruh bangunan, mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan yang

tinggi. Sehingga hasil analisis dalam penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang

signifikan.

Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeremias

(1994), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan prediktor penting dalam

menjelaskan niat bermigrasi di tiga kota : Yogyakarta, Bandung dan Samarinda.

Mereka yang berpendidikan lebih tinggi ternyata lebih besar kemungkinan untuk

berniat pindah ke kota.

Variabel umur (X5) dengan nilai statistik Wald-ratio sebesar 4,3700 dan nilai

koefisien - 0,2302 serta nilai signifikansi pada taraf α = 5% (p-value = 0,037). Hal ini

dapat dijelaskan bahwa variabel umur (X5) merupakan faktor penentu keputusan

tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen. Adapun tanda koefisien variabel

negatif (-) pada nilai – 0,2302 menunjukkan kesesuaian hasil penelitian dengan

hipotesis. Hal ini memberikan indikasi bahwa semakin tua umur responden,

kecenderungan untuk memutuskan menjadi commuter akan semakin berkurang,

begitu juga sebaliknya. Hal ini memberikan logika yang cukup beralasan bahwa

dengan bertambahnya umur yang semakin tua maka mereka merasa keadaan fisiknya

sudah tidak sekuat waktu muda dahulu untuk bolak-balik melakukan commuter dan

mereka lebih memilih membuka usaha dan bekerja di desa asal. Hasil tersebut

sekaligus mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeremias (1994), yang

menyatakan bahwa penduduk yang masih muda lebih banyak melakukan migrasi,

karena tenaga masih kuat dan produktivitas dalam bekerja sangat baik.

Page 21: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

21

Variabel Jarak (X6) mempunyai nilai statistik Wald-ratio sebesar 5,673 dan

nilai koefisien sebesar 1,4470 serta nilai signifikansi pada taraf α=5% (p-value =

0,017). Hal ini dapat dijelaskan bahwa variabel jarak (X6) merupakan faktor penentu

keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen. Adapun tanda

koefisien variabel positif (+) pada nilai 5,673 menunjukkan kesesuaian hasil

penelitian dengan hipotesis. Hal ini memberikan indikasi bahwa semakin dekat jarak

yang ditempuh responden dari desa asal ke tempat kerja, maka akan semakin

bertambah probabilitas keputusan tenaga kerja menjadi commuter.

Hal ini memberikan logika yang cukup beralasan bahwa kedekatan jarak

antara desa asal dengan tempat bekerja, responden akan relatif memutuskan menjadi

commuter dibanding jarak yang jauh. Hal ini disebabkan adanya rasa keterikatan

responden terhadap keluarga, teman maupun kampung halaman yang ditinggalkan

selain itu untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan dalam melakukan aktivitas

commuter. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yeremias (1994)

yang menyatakan bahwa letak kota tempat kerja migran terhadap daerah asal terbukti

berpengaruh, artinya semakin jauh dari daerah asal, semakin cenderung seorang

migran untuk menetap di kota.

Dari Tabel 4.1 tersebut dapat disajikan hasil analisis binary logistik dengan

persamaan sebagai berikut :

Y = - 2,2270 + 0,0006 X1* – 3,1610 X2* – 0,2380 X3* + 0,4300 X4 – 0,2302 X5**

+ 1,4470 X6**

Keterangan ** : signifikan pada taraf α = 5% * : signifikan pada taraf α = 10%

R2 (Nagelkerke R2) = 0,896 Chi-Square (Hosmers and Lemeshow test) = 10,022 n = 100 Secara keseluruhan model regresi Binary Logistic yang digunakan untuk

menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan tenaga kerja menjadi

commuter ini mempunyai kehandalan dalam memprediksi sebesar 97,0%. Angka

Page 22: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

22

tersebut menunjukkan nilai “percentage of correct prediction” dari model yang

terpilih. Berdasarkan perhitungan probabilitas tersebut, model regresi logistik dalam

penelitian ini secara statistik dikatakan bagus.

Angka probabilitas pada bagian Hosmers and Lemeshow’s test yang

dihasilkan adalah sebesar 10,022 dengan signifikasi sebesar 0,264. Dengan nilai

signifikasi yang lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima berarti tidak ada perbedaan

yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang yang diamati

sehingga model Binary Logistic Regression layak dipakai untuk analisis selanjutnya

(Ghozali, 2005).

Tabel Iteration Historya,b,c menunjukkan angka -2 log likehood sebesar

114.611 sedangkan angka -2 log likehood pada Tabel Model Summary adalah 20.218.

Hal ini berarti angka -2 log likehood pada Tabel Model Summary adalah lebih kecil

dari angka -2 log likehood pada Tabel Iteration Historya,b,c. Sehingga dapat diartikan

bahwa model regresi kedua adalah lebih baik. Dilihat dari output SPSS nilai Cox dan

Snell’s R Square sebesar 0,611 dan nilai Nagelkerke R² adalah 0,896 yang berarti

variabilitas variabel independen sebesar 89,6 %.

V. PENUTUP

5.1. Simpulan

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Binnary Logistic

Regression. Berdasarkan hasil analisis dengan model tersebut dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Variabel selisih upah berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik

positif terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen

Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini disebabkan karena semakin

besar selisih upah responden yang diharapkan di kota dengan tingkat upah

aktual di desa, maka mereka cenderung untuk memutuskan melakukan

commuter.

Page 23: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

23

2. Variabel pekerjaan asal berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik

positif terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen

Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini disebabkan karena jika

responden tidak bekerja di desa asal, maka mereka cenderung untuk

memutuskan melakukan commuter.

3. Variabel luas lahan berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik

negatif terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa

Mranggen Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini dikarenakan

semakin sempit lahan yang dimiliki di desa karena beralih fungsi menjadi

pemukiman penduduk, penggunaan jalan dan sektor jasa, mengakibatkan

dorongan orang untuk memutuskan menjadi commuter semakin besar.

4. Variabel umur berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik negatif

terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen

Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini dikarenakan semakin

bertambahnya umur maka keadaan fisiknya sudah tidak kuat untuk melakukan

commuter sehingga keputusan menjadi commuter semakin berkurang.

5. Variabel jarak berpengaruh signifikan dengan arah regresi logistik positif

terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa Mranggen,

Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Hal ini disebabkan karena

kedekatan jarak yang ditempuh responden dari desa asal menuju tempat

bekerja, dapat meningkatkan keputusan tenaga kerja menjadi commuter .

6. Sedangkan satu variabel lainnya yaitu tingkat pendidikan berpengaruh tidak

signifikan terhadap keputusan tenaga kerja menjadi commuter di Desa

Mranggen, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.

Page 24: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

24

5.2. Keterbatasan Penelitian

1. Tidak ada data mengenai jumlah pelaku commuter di Desa Mranggen.

2. Data monografi Desa Mranggen kurang akurat.

5.3. Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, maka saran-saran yang

disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bahwa variabel selisih upah berpengaruh secara signifikan terhadap

keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Oleh karena itu Pemerintah

Daerah Kabupaten Demak perlu untuk mempertimbangkan penyesuaian upah

minimum antara kota besar dengan upah minimum di sekitar kota besar

(Kabupaten Demak), untuk memperkecil arus tenaga kerja melakukan

commuter.

2. Bahwa variabel pekerjaan asal berpengaruh secara signifikan terhadap

keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Di Mranggen angka wirausaha

sangat kecil, dengan demikian pemerintah perlu menggalakkan program

wirausaha dengan mengadakan lembaga perkreditan masyarakat dengan

bunga lunak. Dengan demikian akan muncul berbagai jenis lapangan kerja

baru yang akan banyak menyerap tenaga kerja di Desa Mranggen. Pada

akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi.

3. Bahwa variabel luas lahan di desa berpengaruh secara signifikan terhadap

keputusan tenaga kerja menjadi commuter. Berkurangnya lahan disebabkan

karena sebagian besar lahan sawah digunakan untuk pembangunan

infrastruktur atau berbagai fasilitas umum dan kegiatan perindustrian sehingga

lahan menjadi sempit. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengadakan kajian

ulang tentang program pembangunan yang membutuhkan lahan luas yang

dapat mengancam kelangsungan lahan sawah. Dengan demikian, penduduk

Page 25: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

25

tidak harus bermigrasi ke kota karena masih ada kesempatan kerja bagi

penduduk di desa.

4. Bahwa variabel umur berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan

tenaga kerja menjadi commuter. Hal ini relevan mengingat saat seseorang

merasa telah mampu untuk bekerja maka ia akan mencari pekerjaan yang

lebih bisa meningkatkan standar hidup keluarga di daerah asal maka ia akan

pergi ke luar daerah. Pemerintah daerah perlu mengadakan modernisasi sektor

pertanian yang merupakan sektor utama daerah pedesaan guna meningkatkan

produksi dan produktivitas hasil-hasil pertanian dan dengan harapan hal ini

dapat menambah kesempatan kerja di desa sehingga tenaga-tenaga muda di

pedesaan tidak perlu meninggalkan daerahnya untuk bekerja di luar kota.

Page 26: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

26

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L, 1999, Ekonomi Pembangunan, Penerbit STIE, Yogyakarta Badan Pusat Statistik, 2007, Kecamatan Mranggen Dalam Angka 2007, Badan Pusat

Statistik Kabupaten Demak

__________________, 2006, Kabupaten Demak Dalam Angka 2006, Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak

Firman, T, 1994, Migrasi Antar Provinsi dan Pengembangan Wilayah di Indonesia, Jurnal Prisma, No. 7 Juli 1994

Ghozali, I, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Semarang;

Badan Penerbit UNDIP Gujarati, Damodar N, 2003, Basic Econometrics, Fourth Edition, McGraw Hill

International Edition, Singapore Keban, Y. T, 1994, Studi Niat Bermigrasi di Tiga Kota, Determinan dan Intervensi

Kebijakan, Jurnal Prisma, No. 7 Juli 1994 Kuncoro, M, 2000, Ekonomi Pembanguan (Teori, Masalah dan Kebijakan),

Yogyakarta; UPP AMA YKPN ___________, 2001, Metode Kuantitatif Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan

Bisnis, Yogyakarta; UPP AMA YKPN

Mantra, I. B, 2000, Demografi Umum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Nachrowi, N. D dan H Usman, 2005, Penggunaan Teknik Ekonometri, Jakarta; PT

Raja Grafindo Persada, Prasetyo, B dan L. M. Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan

Aplikasi, Jakarta; Rajawali Press Purnomo, D, 2004, Studi Tentang Migrasi Migran Asal Wonogiri ke Jakarta, Tesis

S2 (tidak dipublikasikan) MIESP; Universitas Diponegoro, Semarang Rizal, M, 2006, Keputusan Migrasi Sirkuler Pekerja Sektor Formal di Kota Medan,

Universitas Negeri Medan, Sumatra Utara Ravenstein, 1985. Teori Migrasi. Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Yogyakarta.

Page 27: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

27

Rozy Munir. 1981. Dasar-dasar Demografi. Jakarta : Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Saefullah, H. A, 1994, Mobilitas Penduduk dan Perubahan di Pedesaan,

Universitas Padjadjaran, Jawa Barat Sevilla, Consuelo. G et. al, 1993, Pengantar Metode Penelitian (Terjemahan; Ali

Muddin Tuwu), Jakarta; UI Press Simanjuntak, P, 1985, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta; Lembaga Penerbit

FEUI Sjahrir, Kartini, 1989, Migrasi Tukang Bangunan : Beberapa Faktor Pendorong,

Jurnal Prisma No. 5, 1989 Sugianto, dkk, 2001, Teknik Sampling, Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Bisnis, Bandung, CV Alfabeta. Susilowati, I, 2001, Analisis Masalah Sosial Politik pada Migrasi Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) ke Luar Negeri, Majalah Penelitian, Tahun X No. 40 Desember 1998, Lembaga Penelitian FE UNDIP, Semarang

__________, 2003, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Niat Tenaga Kerja Indonesia

ke Malaysia, Studi kasus; Selangor, Malaysia, Majalah Penelitian, Tahun X No. 40, Desember 1998, Lembaga Penelitian FE UNDIP, Semarang

Todaro, M. P, 1992, Kajian Ekonomi Migrasi Internal di Negara Berkembang,

(terjemahan) Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Todaro, M. P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, diterjemahkan oleh

Haris Munandar, Jakarta; Penerbit Erlangga

Utami, A. Y., dkk, 2000, Mobilitas Sirkuler dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di Desa Sidorejo, Kec. Ponjong, Kab Gunung Kidul, Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 10/No. 1 Juni 2003, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Waridin, 2002, Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) ke Luar Negeri, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 3 No. 2, Desember 2002

Page 28: ANALISIS KEPUTUSAN TENAGA KERJA MENJADI COMMUTER

28

______, 2003, Pola Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri (Studi Kasus TKI di Malaysia dan Brunai Darussalam), Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 No. 1, Januari 2003