(analisis ilmu ma’ani terhadap bab jamiul adab dari...
Post on 13-Dec-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
NILAI-NILAI EDUKASI DALAM AS-SIYAQUN NAHYI
(ANALISIS ILMU MA’ANI TERHADAP BAB JAMIUL
ADAB DARI BULUGHUL MARAM)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Sarifah
NIM: 53040160012
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
إن أريد إلا إصلح ماستطعت * وما توفقى إلا با الله
"Sungguh aku hanya ingin melakukan perbaikan sebatas kemampuanku dan tidak
ada kesuksesan bagiku melainkan atas (pertolongan) Allah".
(QS. Huud: 88)
PERSEMBAHAN
Dengan segala cinta dan ketulusan hati, skripsi ini penulis persembahkan untuk
Ayahanda dan Ibunda tercinta, terimakasih atas do’a, kesabaran, dukungan dan
pengorbanan yang begitu besar sehingga penulis bisa menjadi seperti sekarang
dan mendorong semangat penulis dengan penuh rasa cinta kasih sayangnya.
Teruntuk Kakakku tercinta terimakasih atas do’a, kesabaran, pengorbanan dan
dukungannya selama ini. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2016, Bersama
kalian aku belajar menjadi orang yang berarti. Almamaterku Institut Agama
Islam Negeri Salatiga dan Seluruh pihak yang selama ini telah dan selalu
membantu.
vi
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang “Nilai-nilai edukasi as-siyaqun nahyi
yang terdapat dalam bab jamiul adab dari bulughul maram” dengan sub pokok
permasalahan yang dibahas adalah bagaimana as-siyaqun nahyi dan maknanya
yang terdapat dalam Kitab Bulughul maram ? serta nilai-nilai edukasi as-
siyaqun nahyi, dengan tujuan adalah mengungkapkan makna as-siyaqun nahyi
yang terdapat dalam bab jamiul adab dan nilai edukasi yang terkandung
didalamnya dengan cara menganalisisnya.
Menjawab pokok permasalahan diatas, maka penelitian ini
menggunakan beberapa metode, jenis penelitian ini dikategorikan sebagai
penelitian kualitatif deskriptif. Adapun sumber penelitian ini merupakan
penelitian pustaka (library research) yang diklasifikasikan menjadi dua data
yaitu data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu macam as-
siyaqun nahyi yaitu fi’il mudhari’ yang disertai dengan la nahy. Sedangkan
makna as-siyaqun nahyi keluar dari makna aslinya kemakna yang lain yang
dipahami melalui susunan kalimat dan konteksnya. Diantaranya adalah Do’a
(permohonan), Iltimas (Ajakan), Taiis (keputus asaan), Tamanni (angan-
angan), Tahdid (Ancaman), Taubikh (menjelekkan), Karahah (menyatakan
kemakruhan), Bayanul Aqibah (menjelaskan akibat), Dawam (Tujuan selama-
lamanya), Irsyad (petunjuk/nasihat). Sedangkan nilai-nilai edukasi yang
terdapat didalamnya ialah; pertama, keimanan dimana manusia percaya kepada
Allah dan selainnya yang ada didalam rukun iman. kedua, moral (akhlak) yaitu
tindakan manusia yang bercorak khusus. Ketiga, religius merupakan nilai
karakter pada diri manusia. Keempat, sosial nilai pantas tidaknya dalam suatu
masyarakat.
Kata Kunci : As-Siyaqun, Edukasi, Bulughul maram
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena rahmat dan hidayah yang
diberikan kepada setiap makhluknya yang ada didunia ini, serta berkat kemurahan
dan petunjuk-Nya yang mulia sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini
dengan baik dan lancar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menuangkan isi hati dan menyampaikan
penghargaan serta rasa terimaksih yang tulus kepada semua pihak yang sudah
terlibat dalam proses penyelesaian skripsi ini, antara lain kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy Selaku Rektor IAIN Salatiga, para
wakil rektor dan seluruh staf IAIN Salatiga.
2. Para guru besar dan segenap para dosen Program Studi bahasa dan
Sastra Arab IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu dan
bimbingan ilmiahnya kepada penulis selama masa studi.
3. Kepala Perpustakaan IAIN Salatiga beserta segenap stafnya yang
telah menyiapkan literatur dan memberikan kemudahan untuk dapat
memanfaatkan secara maksimal untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Sembah sujud dan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya
penulis haturkan kepada orang tua penulis: Ibu Mi’ah dan Bapak
surimin. Semoga jerih payah mereka yang telah membimbing serta
tiada hentinya memanjatkan do’a kehadirat Allah untuk memohon
keberkahan dan kesuksesan bagi anak-anaknya diberikan pahala
berlipat ganda oleh Allah.
5. Kakakku tercinta yang tak kenal lelah mendukung penuh dan
membantu penulis selama menempuh pendidikan pada program
sarjana IAIN Salatiga ini.
6. Teman-teman mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Arab
angkatan 2016 yang telah memberikan dorongan dan kerjasama
terhadap penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
viii
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis mengharapkan masukan,
saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, semoga Allah swt. Senantiasa meridhai dan merahmati semua
amal usaha yang kita laksanakan dengan baik dan penuh kesungguhan serta
keikhlasan karea Allah swt.
Aamiin Ya Rabbal Alamin
Waassalamu’alakum
Salatiga, 15 Juli 2020
Penulis,
SARIFAH
NIM. 53040160012
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Penulisan Huruf :
ix
No Huruf Arab Nama Huruf Latin
Alif Tidak dilambangkan أ 1
Ba' B ب 2
Ta T ت 3
sa s' ث 4
Jim J ج 5
Ha H ح 6
Kha Kh خ 7
Dal D د 8
Z`al Z ذ 9
Ra R ر 10
Za Z ز 11
Sin S س 12
Syin Sy ش 13
Sad S ص 14
Dad d ض 15
Ta’ t ط 16
Za z ظ 17
Ain ‘ (koma terbaliik di atas)‘ ع 18
Gain G غ 19
Fa’ F ف 20
QAF Q ق 21
Kaf K ك 22
x
Lam L لا 23
Mim M م 24
Nun N ن 25
Wawu W و 26
Ha’ H ه 27
Hamzah ‘ (apostrof) ء 28
Ya’ Y ي 29
B. Vokal :
Fathah ditulis ‘a’
Kasrah ditulis ‘i’
Dlammah ditulis ‘u’
C. Vokal panjang :
+ ا Fathah+Alif ditulis a جا هلية Jahiliyyah
+ ى Fathah
+Alif layin
ditulis a تنسى Tansa
+ ي Kasrah +
ya’ mati
ditulis i حكيم Hakim
+ و Dlammah +
wawu mati
ditulis u فروض Furud
D. Vokal rangkap :
+ ي Fathah + ya’
mati
Ditulis ai بينكم Bainakum
+ و Fathah+
wawu mati
Ditulis au قول Qaul
E. Huruf rangkap karena tasdid ( ) ditulis rangkap :
xi
Iddah‘ عد ة Ditulis dd د
Minna من ا Ditulis nn ن
F. Ta’ marbuthah :
1. Bila dimatikan ditulis dengan h :
Hikmah حكمة
Jizyah جزية
(ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa Arab yang sudah
diserap ke dalam bahasa Indonesia)
2. Bila ta’marbuthah hidup atau berharakat maka ditulis t :
Zakat al-fitr زكاة الفطر
Hayat al-insan حياة الإنسان
G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan
Apostrof (‘):
A’antum أأنتم
U’iddat أعد د
La’in syakartum لئن شكرتم
H. Kata sandang alif+lam
Al-qamariyah القرأن al-Qur’an
Al-syamsiyah السماء al-Sama’
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat :
Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
Zawi al-furud ذوي الفرود
Ahl al-sunnah أهل السن ة
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................. v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah .............................................. 5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 6
F. Kerangka Teori ........................................................................ 7
G. Metode Penelitian ................................................................... 8
H. Sistematika Penulisan ................................................................ 10
BAB II NILAI-NILAI EDUKASI DAN AS-SIYAQUN NAHYI DALAM
TINJAUAN ILMU MA'ANI
A. Nilai Edukasi .............................................................................. 12
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Ilmu Balaghah .......................... 18
C. Pengertian dan Ruang Lingkup Ilmu Ma’ani ............................. 19
D. Pengertian dan Pembagian Kalam Insya’ Thalabi ...................... 25
E. Variasi atau Bentuk-bentuk As-Siyaqun Nahyi .......................... 27
xiii
BAB III BIOGRAFI HAFIZD IBNU HAJAR Al-ASQALAANI
A. Sekilas Tentang Kitab Bulughul Maram .................................. 31
B. Biografi Hafizd Ibnu Hajar al-Asqalaani................................... 34
C. Karya- karya Al-Hafizh Ibnu Hajar AL-Asqalaani ................... 38
BAB IV ANALISIS AS-SIYAQUN NAHYI DAN MAKNANYA DALAM
BAB JAMIUL ADAB
A. Hadits-hadits yang mengandung as-siyaqun nahyi dalam bab
Jamiul Adab ...................... ........................................................ 40
B. Makna as-siyaqun nahyi dalam bab jamiul adab ........................ 44
C. Nilai edukasi as-siyaqun nahyi dalam bab jamiul adab .............. 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 58
B. Saran ......................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kitab Bulughul Maram adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan hadits
yang sangat masyhur di kalangan masyarakat muslim Indonesia, bahkan seluruh
Dunia Islam. Kita dapati hampir seluruh pondok pesantren di Indonesia
mengajarkan kitab ini, sehingga masyarakat muslim banyak yang mengenal
kitab ini.1
Penulis kitab Bulughul Maram adalah Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-
Asqalani (773-852 H). Kitab ini merupakan kitab hadits tematik yang memuat
hadits-hadits yang dijadikan sumber pengambilan hukum fiqih (istinbath) oleh
para ahli fiqih. Kitab ini menjadikan rujukan utama khususnya bagi fiqih dari
Mazhab Syafi’i. Kitab ini termasuk kitab fiqih yang menerima pengakuan
global dan juga banyak diterjemahkan di seluruh dunia.
Susunan kitab Bulughul Maram ringkas dan mudah dipahami dan
diterangkan dengan bahasa yang sederhana. Hal ini memudahkan kitab ini
untuk dijadikan kajian wajib dikalangan umat Islam Indonesia, terutama para
penganut madzhab Syafi’i di Indonesia dan Dunia Islam. Hal ini menunjukkan
bahwa kitab ini sudah diakui Dunia Islam sebagai salah satu rujukan dalam
hadist ahkam karena isinya yang ringkas dan mudah dipahami serta bahasanya
yang sederhana.
Meskipun di Indonesia kitab Bulughul Maram memang sangat bagus
namun, di sisi lain kita belum mendapati hasil karya nyata yang merupakan
buah dari kajian tersebut, khususnya dalam dunia pendidikan. Budaya
masyarakat kita yang kurang kritis dalam mempelajari sesuatu mengakibatkan
kurang tergalinya nilai-nilai berharga yang terdapat dalam kitab tersebut,
1 M.Tantowi. Nilai-nilai pendidikan Islam Dalam Kitab Hadits Arbain karangan Imam An-
Nawawi, Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung, 2016 . h. 3
2
termasuk dalam hal ini nilai-nilai pendidikan. Seringkali kita dapati kitab
Bulughul Maram hanya di Syarah ( penjelasan) dari segi fiqih atau hukum-
hukum yang dapat diambil darinya. Hadist ini mempunyai ciri-ciri khusus
dalam penulisannya di antaranya, penulisan dalam kitab ini tidak mengenal
tanda baca, pemberhentian dan kesan bahasanya yang berat.
Di sisi lain pendidikan kita masih terlalu berkiblat pada dunia Barat, dan
otak kita sudah dicuci, sehingga segala apa yang datang dari barat adalah
kemajuan, modern, kebenaran, teori yang terbaik dan lain sebagainya.2 Hal ini
menunjukkan kekalahan mental dan kerendahan diri kita sebagai bangsa
Indonesia dan umat Islam. Teori-teori pendidikan kita masih didominasi oleh
teori Barat. Mengapa kita tidak kembali kepada milik kita sendiri yang terbukti
lebih sesuai dengan karakter bangsa kita. Mengapa kita tidak kembali kepada
sang teladan kita, Rasulullah SAW dalam memajukan dunia pendidikan kita,
yang keberhasilannya dalam mendidik para sahabatnya telah dibuktikan oleh
zaman dan telah dicatat oleh sejarah serta diakui oleh dunia Barat sendiri.3
Dalam menerjemahkan kitab berbahasa Arab para Kyai tradisional
(salaf) menggunakan metode kata-perkata (leterleij), hal ini mengakibatkan
kurangnya kemampuan para santri dalam menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar. Sebagaimana lazimnya penerjemah kitab berbahasa jawa
ini yang dilakukan bukanlah mengalihkan ide atau pesan bahasa sasaran tetapi
mengalihkannya ke bahasa setempat. Hal ini menjadikan para santri sedikit
banyak melupakan bahasa Indonesia dan kurang memperhatikan struktur atau
susunan kata, penggunaan kalimat yang sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia
yang sempurna.4 Maka untuk mengkaji dengan baik kita dituntut untuk
memahami Bahasa, terutama bahasa kitab (arab), susunan dan struktur
kalimahnya dengan berbagai macam cabangnya.
2 Andik Yidiawan, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Hadits Al-Arbain Al-Nawawiyah
(Universitas Islam Negeri malang, 2008) h. 19 3 Andik Yidiawan, Ibid, h. 21
4 Rochaya Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000).
3
Di antara cabang bahasa Arab yang harus dikuasai untuk memahami
makna dan kandungan kitab Bulughul Maram adalah ilmu Balaghah. Ilmu
Balaghah adalah salah satu cabang bahasa Arab yang mempelajari gaya bahasa
yang berhubungan dengan kaidah-kaidah penyusunan kata dan kalimah yang
benar. Tujuan mempelajari ilmu ini adalah agar seseorang memiliki
kemampuan menyampaikan suatu maksud dengan jelas dengan menggunakan
ungkapan bahasa Arab yang baik dan benar yang mempunyai pengaruh dalam
jiwa dan sesuai dengan obyek yang dibicarakan serta subyek yang diajak
bicara.5
Ilmu balaghah ini bertugas menyelidiki hal ihkwal kalimat, misalnya
apakah kalimat dapat memberikan kesan dan pengertian yang jelas dan lebih
kuat dengan memakai uslub-uslub atau gaya bahasa yang bermacam-macam
misalnya: Tasybih, majaz, dan kinayah, apakah ia dapat dipahami dengan
mudah dan cepat, bagaimana cara menyusun kalimah itu sesuai dengan
tuntunan keadaan yang disebut ilmu ma’ani.6 oleh karena itu, bidang kajian ilmu
Balaghah ini ada tiga sub ilmu yaitu:
1. Ilmu Bayan, ilmu untuk mengungkapkan suatu makna
dengan berbagai gaya bahasa. Ilmu ini objek kajiannya
berupa gaya bahasa yang berbeda untuk mengungkapkan
suatu ide yang sama. Ilmu bayan berfungsi untuk
mengetahui macam-macam kaidah pengungkapan.
Kajiannya mencakup tasybih, majaz dan kinayah.
2. Ilmu Ma’ani, Yaitu sebagai pengungkapan melalui ucapan
tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga
sebagai gambaran dari pikiran. Bidang kajian ilmu ini
meliputi kalam dan jenis-jenisnya, tujuan-tujuan kalam,
5 Mutailah, Nilai-Nilai Edukasi Siyaq Al-Amr dalam QS. Al-Baqarah, UIN Alauddin
Makassar, 2015. 6 Ibid.
4
taqdim, takhir, washl, fashl, dzikr, hadzf, ijaz, ithnab,
musawah, dan qasr.
3. Ilmu Badi’, ialah ilmu untuk mengetahui cara membentuk
kalam yang baik sesudah memelihara muthabaqah dan
kejelasan dalalah-nya. Meliputi dua bidang utama, yaitu
muhassinat lafzhiyyah, dan muhassinat ma’nawiyyah.
Muhassinat lafzhiyyah meliputi: jinas, iqtibas, dan saja’,
sedangkan muhassinat ma’nawiyyah meliputi: tauriyah,
tibaq, muqabalah, husn al-ta’lil, ta’kid al-madh bima
yusybih al-dzamm,dan uslub al-hakim.7
Dari ketiga bidang kajian Balaghah di atas, penulis hanya akan fokus
pada kajian ilmu Ma’ani. Diantara kajian ilmu Ma’ani ialah bentuk-bentuk
nahyi (larangan, menahan, menentang) dan maknanya. Adapun definisi nahyi
adalah tuntunan meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi
kepada pihak yang lebih rendah. Dari definisi tersebut, nahyi berarti tuturan
yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak
yang lebih rendah agar meninggalkan suatu perbuatan.8
Berbagai hal di atas itulah yang membuat penulis untuk menjadikan
kitab Bulughul Maram sebagai obyek melalui perspektif ilmu Ma’ani dan nilai-
nilai edukasi didalamnya. Dengan pembahasan ini diharapkan mampu
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi dunia pendidikan di Indonesia,
khususnya pendidikan Islam. Oleh karena itu, penulis sangat berkeinginan
untuk mengangkat judul “ NILAI-NILAI EDUKASI DALAM AS-SIYAQUN
NAHYI (ANALISIS ILMU MA’ANI TERHADAP BAB JAMIUL ADAB
DARI BULUGHUL MARAM)”.
7 Ahmad Al-Hasyimi, Jawahirul Balaghah, FI Al-Ma’ani, Al-Bayan, wa Al-Badi’. Cet.12;
Surabaya: Maktabah Al-Hidayah, 1960.
8 Ibid
5
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Dalam penulisan ini, agar tidak terjadi kesalahpahaman dan
pelebaran dalam pembahasannya nanti. Maka penulis membatasi fokus
pada bab Jami’ fil Adab dalam kitab Bulughul Maram.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka pokok permasalahan yang akan dibahas dapat dirinci dalam tiga
sub masalah sebagai berikut:
1. Apa saja hadist yang mengandung as-siyaqun nahyi dalam
Kitab Bulughul Maram ?
2. Apa makna as-siyaqun nahyi dalam Kitab Bulughul Maram
dalam perspektif ilmu Ma’ani?
3. Apa nilai-nilai edukasi as-siyaqun nahyi dalam Kitab
Bulughul Maram ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui Hadits-hadits yang mengandung as-siyaqun
nahyi dalam Kitab Bulughul Maram
2. Untuk mengetahui makna as-siyaqun nahyi dalam Kitab
Bulughul Maram
3. Untuk menganalisis nilai edukasi as-siyaqun nahyi dalam Kitab
Bulughul Maram
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Manfaat Teoritis
6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi
positif dalam pengembangan ilmu-ilmu keislaman khususnya dalam
makna fi’il-fi’il nahyi dalam prespektif ilmu Ma’ani untuk memudahkan
bagi yang ingin mengkaji Kitab Bulughul Maram dari segi kebahasaan
yang terkait dengan bentuk-bentuk larangan dan maknanya dalam Kitab
Bulughul Maram.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan inovasi bagi
penuntut ilmu khususnya pondok pesantren dalam merespon kondisi
sosial suatu masyarakat yang pada saat ini tengah dihadapkan pada
runtuhnya sendi-sendi moral, sehingga dapat mewujudkan nilai-nilai
pendidikan khususnya moralitas dengan menjadikan kitab Bulughul
Maram ini sebagai sarana pembentukan tingkah laku diera milenial.
E. Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka ini penulis akan memaparkan tulisan karya ilmiah
atau buku yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. Dalam
penelusurannya, penulis belum menemukan skripsi yang membahas tentang
nilai edukasi dalam as-siyaqun nahyi dan maknanya yang terdapat dalam Kitab
Bulughul Maram, akan tetapi terdapat tesis yang pembahasannya terkait dengan
nilai-nilai edukasi dalam siyag al-amr (analisis perspektif balaghah) yang
terdapat dalam surah Al-Baqarah, tesis tersebut merupakan penelitian terhadap
al-Qur’an surah Al-Baqarah yang hanya mengfokuskan pada analisis siyag al-
amr dengan menjadikan ilmu balaghah sebagai tolak ukur.
Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Hotib (2006) yang berjudul
“Analisis diksi dan terjemahan Buku Bulughul Maram pada bab Riba”versi A.
Hassan” skripsi tersebut merupakan penelitian terhadap terjemahan buku
Bulughul Maram yang mengfokuskan pada bentuk-bentuk analisis diksi.
Skripsi yang ditulis oleh Andik Yudiawan (2008) yang berjudul “Nilai-
Nilai Pendidikan Islam dalam Hadits Al-Arba’in Nawawi” skripsi tersebut
7
merupakan penelitian yang hanya mengfokuskan pada nilai-nilai terhadap
masalah pendidikan yang terkandung dalam kitab Arbain Nawawi.
Skripsi yang ditulis oleh Mutaillah (2015) yang berjudul “Nilai-Nilai
Edukasi Siyag Al-Amr dalam QS Al-Baqarah (analisis perspektif ilmu
Balaghah)” skripsi tersebut merupakan penelitian yang hanya mengfokuskan
nilai pendidikan yang pada siyag amr dengan menggunakan analisis balaghah
sebagai talak ukur.
Jadi penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada
penelitian yang penulis kaji ialah hanya mengfokuskan pada nilai-nilai terhadap
masalah pendidikan yang mengandung as-siyaqun nahyi dalam kitab Bulughul
Maram dengan menggunakan analisis ilmu Ma’ani.
F. Kerangka Teori
Memahami isi kandungan terutama memahami hadits-hadits Nabi yang
berbentuk larangan dan nilai-nilai edukasi yang dikandungnya tidak lepas dari
berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu ialah Ilmu Ma’ani. Kaitanya
dengan hadits-hadits larangan, Al-Hasyimi mendefinisikan jumlah as-siyaqun
nahyi (kalimat melarang) sebagai tuturan yang disampaikan oleh pihak yang
lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah agar meninggalkan suatu
perbuatan.9 Hal itu bisa ditemukan dalam ilmu ma’ani yang merupakan cabang
dari ilmu Balaghah kemudian secara khusus dapat dilihat dalam skema berikut:
9 Ahmad Al-Hasyimi, Jawahirul Balaghah, FI Al-Ma’ani, Al-Bayan, wa Al-Badi’. Cet.12;
Surabaya: Maktabah Al-Hidayah, 1960. h. 81
8
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian
kualitatif adalah sejenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Meskipun
datanya dapat dihitung dan disampaikan dalam angka-angka
sebagaimana dalam sensus, analisis datanya bersifat kualitatif.
Penelitian kualitatif merujuk pada data-data yang dikumpulkan dengan
ILMU BALAGHAH
ILMU MA’ANI
KALAM INSYA THALABI
KITAB BULUGHUL MARAM HADITS-HADITS
LARANGAN
SIYAG AN-NAHY
NILAI EDUKASI
9
beragam sarana, antara lain, melalui penelitian kepustakaan (library
research), wawancara, pengamatan, dokumen atau arsip.10
Sedangkan berdasarkan tujuannya, penelitian ini dikategorikan
sebagai penelitian deskriptif, yaitu mendiskripsikan dan menganalisis
makna hadits-hadits dalam kitab Bulughul Maram yang memiliki as-
siyaqun nahyi khususnya dalam bab Jami’ Fil Adab.
2. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode library
research yaitu membaca literature kepustakaan, misalnya: buku, jurnal,
makalah, dokumen-dokumen dan jenis-jenis karya ilmiah lainnya yang
ada hubungannya dengan judul yang akan dibahas dengan
menggunakan cara:
a. Kutipan langsung, yaitu penulis mengutip dari buku
yang telah dibaca dan dipindahkan sesuai dengan
aslinya.
b. Kutipan tidak langsung, mengutip suatu data atau
pendapat yang ada dengan mengubah redaksinya
tanpa mengubah maksud dan tujuannya dari suatu
sumber referensi.
Adapun sumber data dibagi menjadi dua, yaitu:
c. Sumber Primer
Sumber primer dari penelitian ini ialah kitab
Bulughul Maram
d. Sumber Sekunder
10 Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa,
Surakarta, 2014.h. 9.
10
Untuk mendukung data primer diatas, penulis
juga menggunakan berbagai referensi sebagai
pendukung dalam melengkapi pembahasan skripsi
ini, yaitu: Syarah Kitab Arba’in Nawawi oleh al-
Imam an-Nawawi, tafsir al-Misbah oleh M.Quraisy
Shihab. Selain kitab-kitab hadits, terdapat juga buku
Balaghah yang terkait, seperti Jawahirul Balaghah
oleh Ahmad Al-Hasyimi .
3. Metode pengolahan dan analisis data
Metode pengolahan data yang digunakan dalam skripsi ini
merupakan kajian pustaka (library research). Adapun data yang telah
ditemukan dari berbagai sumber data baik data primer maupun data
sekunder, dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga menghasilkan
simpulan-simpulan yang bisa dituangkan dalam bentuk karya ilmiah.
Prosedur dalam penelitian ini adalah dianalisis dengan ilmu ma’ani yang
salah satu lingkupannya meliputi an-nahyi.
H. Sistematika Penulisan
Berikut adalah langkah yang peneliti tempuh supaya penulisan ini lebih
terarah dan sistematis. Langkah-langkahnya adalah:
Bab I Pendahuluan, merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari
delapan sub bab, bagian pertama, uraian tentang latar belakang yang menjadi
pengantar. Kedua, batasan dan rumusan masalah yang dibatasi hadits-hadits
yang akan dikaji dan dirumuskan dengan bentuk pertanyaan dengan berdasar
dari masalah pokok yang akan dikaji dan dianalisis. Ketiga, tujuan sebagai
maksud dari penelitian yang dilakukan. Keempat, manfaat penelitian sebagai
khazanah islam yang dilakukan. Kelima, kajian pustaka yang berisi sekelumit
sumber-sumber penelitian yang relevan yang menjadi sumber data dalam
penelitian ini. Keenam, kerangka teori penelitian sebagai konsep dasar dan alur
penelitian ini. Ketujuh, metodologi penelitian yang digunakan penulis untuk
11
membedah dan menganalisis serta mengolah data. Kedelapan, sistematika
penulisan keseluruhan mengenai permasalahan yang akan dibahas.
Bab II, Kerangka Teori, dalam bab ini dibahas tentang nilai-nilai
edukasi dan as-siyaqun nahyi dalam tinjauan Ilmu Ma’ani.
Bab III, dalam bab ini membahas tentang gambaran umum kitab
bulughul maram.
Bab IV, dalam bab ini membahas tentang analisis As-Siyaqun Nahyi dan
maknanya dalam kitab Bulughul Maram.
Bab V, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
12
BAB II
NILAI-NILAI EDUKASI DAN AS-SIYAQUN NAHYI DALAM TEORI
ILMU MA’ANI
A. Nilai Edukasi
1. Pengertian Nilai
Nilai merupakan keyakinan mengenai baik buruknya sesuatu yang ada
dalam kehidupan. Setiap masyarakat memiliki nilai-nilai luhur tersendiri, yang
berbeda antara masyarakat yang lainnya. Nilai sebagai segala sesuatu yang
dianggap baik berdasarkan akal budi, sebagai wujud eksitensi manusia dalam
masyarakat. Nilai yang dimiliki manusia itulah yang kemudian yang dapat
membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya. Oleh sebab itu, nilai
menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Nilai akan
menuntun manusia berbuat baik terhadap sesamanya dilingkungan maupun
masyarakat.11
Terdapat beberapa perbedaan pendapat dalam mengartikan nilai.
Perbedaan cara pandang dalam memahami makna atau pengertian nilai
merupakan suatu khazanah para pakar dalam mengartikan nilai itu sendiri,
karena perspektif masing-masing berdasarkan sudut pandang teoritis, empiris
dan analisis.12
11 Atikah Mumpuni, Integrasi Nilai Karakter dalam Buku Pelajaran Analisis Konten
Buku Teks Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Deepublish, 2018). h. 10 12 Tri Sukitman, Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Upaya Menciptakan
Sumber Daya Manusia yang Berkarakter”, Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar (Vol.2
Agustus/2016), h. 86
13
Menurut Osborne yang dikutip Syaiful Sagala mejelaskan nilai
mempunyai bermacam-macam makna yang sepadan dengan pengertian baik
dan buruk. Secara psikologis, nilai antara lain dapat berarti kepuasan atau
kenikmatan. Dari konsepsi sosial, nilai merupakan objek dari cita atau tujuan
yang disepakati masyarakat bersama. Adapun menurut konsepsi yang nyata dan
religius mengartikan nilai dengan kepercayaan pada keselamatan dunia dan
akhirat.13Kata nilai merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam
kebaikan dan sejumlah hal lain.
Nilai menurut Kattsoff ialah suatu kualitas objek atau perbuatan
tertentu. Objek dan perbuatan tersebut dapat didefinisikan berdasarkan atas
nilai-nilai, tetapi tidak mungkin sebaliknya.14
Menurut Joseph Ruocek dan Roland Werren merumuskan nilai sebagai
kemampuan untuk memuaskan suatu keinginan manusia (the believed capacity
of any object to satisfy a human desire). Nilai merupakan suatu realitas
psikologis atau soal kepercayaan.15
Dengan demikian, dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa nilai pada pokoknya adalah suatu objek dari keinginan manusia.
Pengertian keinginan bilamana ditafsirkan secara cukup luas mencakup
berbagai kebutuhan karena manusia menginginkan sesuatu hal tentunya yang
memang dibutuhkan. Keinginan manusia secara lengkap mencakup unsur-unsur
kebutuhan, minat dan keterikatan yang bersifat positif. Artinya, nilai
mempunyai berbagai perwujudan dan terdapat dalam berbagai segi kehidupan
manusia apabila terpenuhi menimbulkan rasa puas.
2. Pengertian Edukasi (Pendidikan)
a. Menurut Bahasa
13 Syaiful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan Peluang dan Tantangan (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 5 14 Ibid, hal.6 15 Saiful Sagala, Ibid, hal 6
14
Edukasi sama halnya pendidikan. Pendidikan dalam bahasa Indonesia,
berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”,
yang mengandung arti “perbuatan”, (hal, cara, dan sebagainya).16
Dalam bahasa Inggris, Istilah pendidikan terutama pendidikan formal
dikenal dengan kata education yang berasal dari kata to educate yakni
mengasuh, mendidik. Dalam Dictionary of Education, makna education adalah
kumpulan proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah laku yang bernilai positif di dalam
masyarakat.17
b. Menurut Istilah
1) Menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip Faizah Dkk
pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya
budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan
tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan
dengan dunianya.18
2) Menurut Amos Neolaka, pendidikan adalah kegiatan membu
dayakan manusia muda atau membuat orang muda ini hidup
berbudaya sesuai standar yang diterima oleh masyarakat.19
3) Menurut Lalu Muhammad Nurul Wathoni pendidikan
merupakan proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju
manusia yang berbudaya dan beragama.20
4) Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S.
Poerwadarminta yang dikutip Abuddin Nata mengartikan
pendidikan sebagai berikut: (1) perbuatan (hal, cara) mendidik;
misalnya, ia pergi keluar negeri untuk mempelajari pendidikan
16 Nik Haryanti, Ilmu Pendidikan Islam (Malang: PT Gunung Samudera, 2014), h. 3 17 Rudi Ahmad Suryadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: DEEPUBLISH, 2018), h. 1 18 Faizah Dkk, Psikologi Pendidikan: Aplikasi Teori di Indonesia, (Malang: Universitas
Brawijaya, 2017), h. 3 19 Amos Neolaka dan Grece Amialia, Landasan Pendidikan: Dasar Pengenalan Diri
Sendiri Menuju Perubahan Hidup, (Depok: PT Kharisma Putra Utama, 2017), h. 2 20 Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemikiran
Filosofis Kurikulum 2013, (Ponorogo: CV Uwais, 2018), h. 1
15
anak-anak cacat; (2) ilmu pendidik, ilmu didik, ilmu mendidik;
dan (3)pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan,
batin dan sebagainya, misalnya pendidikan jasmani pun tidak
boleh dilupakan juga.21
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah suatu
proses bertumbuhnya karakter, tingkah laku manusia yang beragama dan
berbudaya.22
3. Macam-macam Nilai Edukasi (Pendidikan)
a. Nilai Edukasi Religius
Nilai religius merupakan nilai karakter yang berhubungan antara
manusia dengan Tuhannya. Religius adalah nilai karakter yang menunjukkan
pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang selalu diupayakan berdasarkan nilai-
nilai ketuhanan dan atau ajaran agamanya.
Nilai religius sebagai kendali diri manusia saat berinteraksi dengan
Tuhan dan sesama manusia. Nilai religius adalah karakter yang menunjukkan
perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Pertama,
kepatuhan dalam menjalankan ajaran agama dapat diwujudkan dengan
menjalankan segala perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan Tuhan.
Kedua, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain diwujudkan dengan
memberikan kesempatan dalam beribadah dan tidak pemeluk agama lain yang
sedang beribadah. Ketiga, hidup rukun dengan pemeluk agama lain dapat
ddalam bergaul dapat diwujudkan dengan tidak memilih-milih teman dalam
bergaul atau saling membantu meski berbeda agama.
Dari dua pengertian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa
religius merupakan nilai karakter yang menunjukkan perkataan, tindakan yang
sesuai dengan ajaran agamanya. Perkataan dan tindakan yang dimaksud
21 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2011). h. 15 22 Abdul Aziz, Materi Dasar Pendidikan Islam, (Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia,
2019), h. 1
16
termasuk bertoleransi dan hidup rukun dengan sesamanya sebagai wujud
kepatuhan akan kekuasaan dan kebesaran Tuhan.23
b. Nilai Edukasi Moral (akhlak)
Istilah moral berasal dari bahasa latin mores dari suku kata mos, yang
artinya adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, perasaan, sikap, akhlak, dan cara
berfikir.24 Moral adalah suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu
yang didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik-buruk. Morallah
sebenarnya yang membedakan manusia daripada makhluk Tuhan lainnya dan
menempatkannya bila telah menjadi tertib pada derajat diatas mereka.
Berbicara tentang moral, tak dapat tidak akan menyinggung tentang
manusia, yaitu tentang pribadinya dan kedudukannya. Bila kita sudah demikian
jauh membicarakan pribadi manusia, dan ternyata bahwa ia mempunyai
kelainan-kelainan khusus dipandang dari segi moralnya, maka soal berikut yang
muncul ialah tentang dasar penyebab adanya moral itu.25
Dalam bahasa Arab, kata moral sering disamakan dengan dengan
akhlak. Kata Akhlak diambil dari bahasa arab خلق yang berarti kejadian,
perangai, tabiat, atau karakter. Dari akar kata khalaqa maka terbentuklah kata
Khaliq, makhluq serta akhlak.26
Moral dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah etika, tata karma,
budi pekerti yang berkaitan dengan perilaku manusia. Moral dalam arti istilah
merupakan suatu yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat,
perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan
benar, salah, baik atau buruk, sehingga moral dapat memberikan batasan
terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau
salah.
23 Atikah Mumpuni, Op. Cit, h. 21-22 24 Subur, Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah, (Yogyakarta: KALIMEDIA, 2015),
h. 57 25 Mudlor Achmad, Etika Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas), h. 41 26 Saifuddin Amin, Etika Peserta Didik Menurut Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-
Utsaimin, (Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2019), h. 19
17
Nilai moral merupakan bagian dari nilai, yaitu nilai yang berhubungan
kelakuan baik atau buruk manusia, perilaku manusia. Moral memang selalu
berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Karena
ada nilai-nilai yang lain dalam kehidupan ini; nilai ekonomi, nilai agama, nilai
budaya, nilai social dan sebagainya.
Linda dan R. Eyre mengatakan bahwa nilai moral adalah perilaku yang
diakui banyak orang sebagai kebenaran dan sudah terbukti tidak menyulitkan
orang lain, bahkan sebaliknya memudahkan orang lain dan berinteraksi dengan
sesamanya. Nilai moral adalah nilai-nilai yang membuat orang lain bahagia.27
Sementara pendidikan moral menyangkut pembinaan dan tingkah laku
moral yang baik atau budi pekerti yang baik. Pendidikan moral adalah
pendidikan untuk menjadikan anak manusia bermoral dan manusiawi. Darmadi
menyebutkan bahwa pendidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep
kebaikan (konsep yang bermoral).28
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral
menunjukkan perilaku, budi pekerti seorang individu dari suatu kelompok.
c. Nilai Edukasi Sosial
Nilai sosial adalah sesuatu yang menjadi ukuran dan penilaian pantas
tidaknya suatu sikap yang ditujukan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai ini
memperlihatkan sejauh mana hubungan seorang individu dengan individu
lainnya terjalin sebagai anggota masyarakat. Nilai sosial sangat nyata dalam
aktifitas bermasyarakat. Nilai sosial tersebut dapat berupa nilai gotong-royong,
ikut terlibat dalam kegiatan musyawarah, kepatuhan, kesetiaaan, dan lain
sebagainya.
Adapun nilai-nilai yang menyangkut tentang nilai sosial adalah nilai
perilaku yang menggambarkan suatu tindakan masyarakat, nilai tingkah laku
yang menggambarkan suatu kebiasaan dalam lingkungan masyarakat, serta nilai
27 Subur, Op.cit, h. 54-57 28 Ani Nur Aeni, Pendidikan Karakter untuk Mahasiswa PGSD, (Bandung: UPI PRESS,
2014), h. 38
18
sikap yang secara umum menggambarkan kepribadian suatu masyarakat dalam
lingkungannya.29
d. Nilai Edukasi Budaya
Nilai-nilai budaya adalah acuan bagi pemenuhan kebutuhan adab, yaitu
kebutuhan-kebutuhan untuk mengetahui yang benar sebagai lawan dari yang
salah, yang suci dari yang kotor, yang indah dari yang buruk, dan sebagainya.
Nilai budaya yang dimiliki oleh suatu masyarakat bukanlah suatu yang statis,
tetapi terus bergeser dan berubah dari satu generasi kegenerasi berikutnya.30
B. Pengertian dan Ruang Lingkup ilmu Balaghah
Nahyi merupakan salah satu kajian dalam Ilmu Balaghah. Secara
etimologi balaghah berasal dari kata dasar بلغ yang memiliki arti yang sama
dengan kata وصل yang berarti sampai pada tujuan, mengenai sasaran, efektif
seperti dalam kalimat تبلغ بالشيء اي وصل إلى مرراده ( dia telah sampai pada
maksudnya ). Dapat juga berarti bertutur kata dengan baik, seperti dalam
kalimat بلغ الرجل بلاغة أي أحسن التعبير عما في نفسه artinya seseorang
berbalaghah berarti ia dapat mengungkapkan fikiran dan perasaannya dengan
baik.31
Secara terminologi sebagaimana diungkapkan oleh al-Hasyimiy
balaghah adalah: ilmu yang dipelajari untuk mengetahui keindahan makna
secara jelas dengan ungkapan yang benar dan fasih.32 Ilmu Balaghah menurut
29 Susianti Aisah, Nilai-nilai Sosial yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat”Ence
Sulaiman” Pada Masyarakat Tomia, (Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015/ ISSN
1979-8296), h. 5 30 Ryan Prayogi dan Endang Danial, Pergeseran Nilai-Nilai Budaya pada Suku Bonai
sebagai Civic Culture Dikecamatan Bonai Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau,
(Humanika Vol.23 No.1 (2016) ISSN 1412-9418), h. 62 31 Haniah, Al-Balagah Al-Arabiyyah, Studi Ilmu Ma’ani dalam Menyingkap Pesan Ilahi,
(Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 8 32 Ibid, h. 16
19
Abdurrahman al-Ahdori ialah ilmu yang mempelajari kefasihan berbicara, yang
meliputi Ilmu Badi’, Bayan dan Ma’ani.33
a. Ilmu Bayan
Secara bahasa Bayan merupakan bentuk infinitif dari kata
artinya tampak dan jelas. Ilmu Bayan secara praktis dapat (بان)
dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang gaya bahasa. Gaya
bahasa itu adalah perihal memilih dan menggunakan kata yang
mampu menampilkan gambaran secara kongkrit tentang gagasan
yang ingin disampaikan. Kajiannya mencakup tasybih, majaz dan
kinayah. 34
b. Ilmu Ma’ani
Ilmu Ma’ani ialah ilmu yang menjaga jangan sampai
mutakallim itu salah di dalam menerangkan makna yang diluar
makna yang dikehendaki, itu disebut Ilmu Ma’ani. Jadi, Ilmu
Ma’ani adalah ilmu untuk menjaga kesalahan berbicara. Bidang
kajian Ilmu ini ialah meliputi: kalam dan jenis-jenisnya, tujuan-
tujuan kalam, wasl dan Fasl, qasr, zikr, hazf, ijaz, musawah, dan
itnab. 35
c. Ilmu Badi’
Al-Hasyimi mengatakan bahwa badi’ adalah suatu ilmu
yang dengannya diketahui segi-segi, metode-metode dan cara-cara
yang ditetapkan untuk menghiasi kalimat dan memperindahnya) dan
keistimewaannya yang dapat membuat kalimat semakin indah,
bagus dan menghiasinya dengan kebaikan dan keindahan setelah
kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi dan telah jelas
33 Abdulrrahman Al-Ahdori, Terjemah Jauharul Maknun: Ilmu Balaghah, (Surabaya:
Mutiara Ilmu, 2009),h. 10 34 Husein Aziz, Ilmu Al-Balaghah Buku Pengajaran Jenjang S1 Jurusan Bahasa Arab
dan Sastra Fakultas Adab dan Humaniora (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2013) h.32 35 Abdulrrahman Al-Ahdori, Op.cit, h. 19.
20
makna yang dikehendaki. Bidang kajian Ilmu Badi’ ialah:
Muhassinat Lafziyyah dan Muhassinat Maknawiyah. 36
C. Pengertian dan Ruang lingkup ilmu ma’ani
1. Pengertian Ilmu ma’ani
Kata "ma’ani" merupakan bentuk jamak dari kata "ma’na"
yang secara leksikal berarti maksud, arti, atau makna. Ma’ani
merupakan istilah atau salah satu kajian dalam balaghah sedangkan
ma’na merupakan bahasan dalam ilmu semantik (dilalah).
Secara terminologi, ilmu ma’ani adalah ilmu yang dipelajari
untuk mengetahui hal ihwal lafaz bahasa arab yang diungkapkan
berdasarkan kesesuaiannya dengan situasi dan kondisi yang
melingkupinya.
Hal ihwal lafazh bahasa Arab yang dimaksud adalah
pemilihan diksi dan model-model susunan kalimat dalam bahasa
Arab, seperti penggunaan susunan balik (taqdim dan ta’khir),
penggunaan ma’rifah atau nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang
(hadzf), penggunaan kalimat efektif dalam bentuk yang lugas
maupun panjang (al-ijaz dan al-ithnab) dan sebagainya. Sedangkan
yang dimaksud dengan situasi dan kondisi mukhatab (lawan tutur)
seperti keadaan tidak memiliki informasi akan hal yang dibicarakan,
ragu-ragu atau malah mengingkari informasi yang diutarakan.
Ilmu ma’ani dipahami sebagai ilmu yang mengandung
kaidah-kaidah yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan
kulaitas kalimat dari sisi kesesuaian kalimat itu dengan konteksnya.
Para pakar bahasa sepakat bahwa ilmu ma’ani pertama kali
dikembangkan oleh Abdul Qahir al-Jurjani (W. 417 H) dalam
bukunya Dalail al-I’jaz.37
36 Yayan Nurbayan, Kamus Ilmu Balaghah (Bandung: Royyan Press, 2019), h. 14 37 Haniah, Op.cit, h. 80
21
Ilmu ma’ani bertujuan membantu agar pembicara atau
penulis dapat menyampaikan gagasannya sesuai dengan situasi dan
kondisi. Untuk itu seorang pembicara atau penulis harus mengetahui
bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa Arab, kapan ia harus
mengungkapkan gagasannya dalam bentuk susun balik, kapan ia
menggunakan kalimat verbal dan kapan ia menggunakan kalimat
nominal, kapan ia menggunakan bentuk elliptic dan sebagainya.38
Ilmu ma’ani mempelajari hal-hal yang berkaiatan dengan
kalimat (jumlah) bahasa Arab dan kaitannya dengan konteks.
Dengan mengetahui hal-hal tersebut kita bisa menyampaikan suatu
gagasan atau ide kepada mukhatahab sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Dengan melihat objeknya mempelajari ilmu ini dapat
memberi manfaat sebagai berikut:
1. Mengetahui kemukjizatan Alqur’an berupa segi
kebagusan penyampaian, keindahan deskripsinya,
pemilihan diksi, dan penyatuan antara sentuhan dan
qalbu.
2. Menguasai rahasia-rahasia ketinggian dan kefasihan
bahasa Arab baik pada syi’ir maupun prosanya. Dengan
mempelajari ilmu ma’ani kita bisa membedakan mana
ungkapan yang benar dan yang tidak, yang indah dan
yang rendah, dan yang teratur dan yang tidak.39
2. Objek kajian ilmu ma’ani
Kajian dalam ilmu ma’ani adalah keadaan kalimat dan
bagian-bagiannya. Kajian yang membahas bagian-bagian berupa
musnad-musnad ilaih dan fi’il muta’allaq. Sedangkan objek kajian
dalam bentuk jumlah meliputi fashl, washl, ijaz, ithnab, dan
38 Haniah, Loc.cit,h. 82 39 Ahmad al-Hasyimi, Op.cit, h. 13
22
musawah. Secara keseluruhan ilmu ma’ani mencakup delapan
macam, yaitu:
a. Isnad
Kaitan antara musnad dan musnad ilaih dinamakan
isnad. Isnad adalah penisbatan suatu kata dengan kata
lainnya sehingga memunculkan penetapan suatu hukum atas
yang lainnya baik bersifat positif maupun negatif.
b. Musnad Ilaih
Secara leksikal musnad ilaih bermakna yang
disandarkan kepadanya. Sedangkan secara terminologi
musnad ilaih adalah mubtada’ yang mempunyai khabar,
fa’il, naib al-fa’il, dan beberapa isim dari amil nawasikh.
Dalam pengertian lain Musnad Ilaih adalah kata-kata yang
dinisbatkan kepadanya suatu hukum, pekerjaan, dan
keadaan.
c. Musnad
Musnad adalah sifat, fi’il atau sesuatu yang bersandar
kepada musnad ilaih. Musnad berada pada tempat khabar
mubtada’, fi’il tam, isim fi’il, khabar ,dan akhwatnya كان
khabar إن dan akhwatnya, maf’ul kedua dari dan ظن
akhwatnya, maf’ul ketiga dari أرى dan akhwatnya.40
d. Khuruju al-Kalam ’An Muqtadha al-Zahir
(Deviasi)
Telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
balagah kalam adalah kesesuaian pengungkapannya dengan
situasi dan kondisi yang melingkupinya. Suatu kalimat
dikatakan baligh jika diungkapkan sesuai dengan
konteksnya. Makna ini merupakan makna dasar balaghah.
40 Ahmad al-Hasyimi,Loc.cit, h. 17
23
Namun terkadang pembicaraan atau perkataan itu
menyalahi makna dasar ini dan diungkapkan menyalahi
ketentuan yang dikehendaki oleh kondisi yang
nelingkupinya. Hal tersebut tidak terjadi begitu saja namun
dibalik itu ada tujuan dan maksud yang dikehendaki.
Meskipun perkataan menyalahi ketentuan dasar namun tetap
sejalan dengan makna yang dikehendaki. Hal inilah yang
dimaksud dengan deviasi.41
e. Qasrh
Secara leksikal bermakna penjara. Adapun menurut
istilah ulama balaghah adalah mengistimewakan sesuatu atas
yang lain dengan jalan tertentu, seperti mengistimewakan
mubtada atas khabarnya dengan jalan nafyi.
f. Insya’
Secara leksikal kata insya’ bermakna membangun,
memulai, kreasi, asli, menulis, dan menyusun. Insya’
merupakan bentuk kalimat yang setelah kalimat tersebut
dituturkan kita tidak bisa menilai benar atau dusta.
g. Fashl dan washl
1. Fashl
Secara leksikal fashl bermakna memisahkan,
memotong, memecat, dan menyapih. Sedangkan dalam
terminologi ilmu balaghah fashl adalah menggabungkan dua
buah kalimat dengan tidak menggunakan huruf ‘athaf.
2. Washl
Washl menurut bahasa artinya menghimpun atau
menggabungkan. Sedang menurut istilah ilmu balaghah
41 Haniah, Op.cit, h. 116
24
adalah meng-athaf-kan satu kalimat dengan kalimat
sebelumnya melalui huruf ‘athaf.
h. Ijaz, Ithnab, dan Musawah
1. Ijaz
Ijaz merupakan salah satu bentuk pengungkapan.
Secara leksikal ijaz bermakna meringkas. Sedangkan dalam
terminology ilmu balaghah ijaz adalah mengumpulkan
makna yang banyak dengan menggunakan lafalzh yang
sedikit, akan tetapi tetap jelas dan sesuai dengan maksud
pengungkapannya.
Maksud definisi di atas, ijaz bermakna Menghadir
kan makna dengan lafazh yang lebih sedikit dari pada yang
dikenal oleh orang-orang yang pemahamannya pada tingkat
sedang. Walaupun lafazh-nya lebih sedikit dari maknanya,
akan tetapi pesan yang akan disampaikan oleh mutakallim
dapat terpenuhi. Suatu ungkapan yang singkat, dan tidak
memerlukan banyak kata-kata tidak dikatakan ijaz jika pesan
yang disampaikannya belum terpenuhi.42
2. Ithnab
Menurut al-Ahdhori ithnab Yaitu mendatangkan
makna dengan ucapan yang lebih banyak dari maknanya
karena ada faedahnya.43
3. Musawah
Secara leksikal musawah artinya sama atau
sebanding. Sedangkan secara terminologi ilmu balaghah
musawah adalah pengungkapan suatu makna melalui
ungkapan kata-kata yang sepadan, yaitu tidak
menambahkannya atau menguranginya.
42 Ahmad al-Hasyimi, Op.cit, h. 121 43 Abdulrrahman Al-Ahdori, Op.cit,h. 81
25
D. Pengertian dan Pembagian Kalam Insya’ Thalabi
1. Pengertian Insya Thalabi
Insya’ thalabi menurut para pakar balaghah adalah suatu
kalam yang menghendaki adanya suatu tuntutan yang tidak terwujud
ketika kalam itu diucapkan.44
Dari definisi diatas tampak bahwa pada kalam isnya’ thalabi
terkandung suatu tuntunan. Tuntunan tersebut belum terwujud
ketika ungkapan tersebut diucapkan. Kalimat-kalimat yang
termasuk kategori insya thalabi adalah:
a. Amr (kata perintah)
Secara leksikal amr bermakna perintah. Sedangkan
dalam terminology ilmu balaghah amr adalah tuntunan
mengerjakan sesuatu kepada yang lebih rendah. Al-Hasyimi
(1960) mendefinisikan jumlah al-amr (kalimat perintah)
sebagai tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih
tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah agar
melaksanakan suatu perbuatan.
b. Nahyu (kata larangan)
Makna nahyu secara leksikal adalah melarang,
menahan, dan menentang. Sedangkan dalam terminologi
ilmu balaghah nahyu adalah tuntunan meninggalkan suatu
perbuatan dari pihak yang lebih tinggi. Contoh:
ب لا ت ق ر ب ي لا و ش ة و س اء س ن ى إ نه ك ان ف اح ا الز و
( 32: الإسراء)
44 Haniah, Op.cit, h.105
26
Janganlah kamu sekalian mendekati zina!
Sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan jalan yang
sejelek-jeleknya. (al-Isra:32).
Pada ayat di atas terdapat ungkapan nahyu, yaitu
pada kata ن ى ا الز ب و لا ت ق ر ungkapan tersebut bermakna و
larangan. Allah swt melarang orang-orang beriman berbuat
zina.
Al-Hasyimi mendefinisikan jumlah al-nahyi
(kalimat melarang) sebagai tuturan yang disampaikan oleh
pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang
lebih rendah agar meninggalkan suatu perbuatan.
c. Istifham (kata tanya)
Kata istifham merupakan bentuk masdar dari kata
istifham. Secara leksikal kata tersebut bermakna meminta
pemahaman/pengertian. Secara istilah istifham bermakna
menuntut pengetahuan tentang sesuatu.
d. Nida’ (kata panggilan)
Secara leksikal nida’ artinya panggilan. Sedangkan
dalam terminologi ilmu balaghah nida’ adalah tuntunan
mutakallim yang menghendaki seseorang agar
menghadapnya. Nida’ menggunakan huruf yang
menggantikan lafazh “unadi” atau “ad’u” yang susunannya
dipindah dari kalam khabari menjadi kalam insyai.
e. Tamanni (angan-angan)
Kalimat tamanni (berangan-angan) adalah kalimat
yang berfungsi untuk menyatakan keinginan terhadap
sesuatu yang disukai, tetapi tidak mungkin untuk dapat
meraihnya, seperti:
ي م ظ ع ظ ن إ نه ل ذ وا ح و ت ي ق ار ا أ ث ل م ي ا ل ي ت ل ن ا م
( 79:القصص)
27
(ingin rasanya kami memiliki apa yang diberikan kepada
Karun. Sesungguhnya dia benar-benar memperoleh
keberuntungan yang besar).
Dalam terminologi ilmu balaghah tamanni adalah
menuntut sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak
mungkin terwujud.
Ketidakmungkinan terwujudnya sesuatu itu bisa
terjadi karena mustahil terjadi atau juga sesuatu yang
mungkin akan tetapi tidak maksimal dalam mencapainya.45
E. Variasi atau bentuk-bentuk as-siyaqun nahyi
Secara leksikal nahy bermakna melarang, menahan dan
menentang. Sedangkan dalam terminologi ilmu balaghah, nahy berarti
tuntunan meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi
(atasan). Nahy memiliki satu macam shigah yaitu fi’il mudhari yang
disertai dengan la nahy. Seperti kata ن ى ا الز ب و لا ت ق ر dalam firman و
Allah swt QS. Al-Isra/17:32
ش ة و س ن ى إ نه ك ان ف اح ا الز ب و لا ت ق ر ب ي لا آو ء س
( 32: الإسراء)
Dan janganlah kamu sekalian mendekati zina! Sesungguhnya
zina itu perbuatan keji dan jalan yang buruk.
Larangan berbuat zina dalam ayat tersebut bermakna haram
dilakukan. Dan ini merupakan makna asli dari nahy, namun terkadang
uslub nahy ini keluar dari makna aslinya ke makna yang lain yang
dipahami melalui susunan kalimat dan konteksnya.46 Diantara makna
tersebut adalah:
1. Do’a (الدعاء)
45 Ahmad al-Hasyimi, Op.cit, h. 75-97 46 Haniah, Op.cit, h. 110
28
Bermakna bahwa melarang ataupun menolak dengan do’a dari
derajat rendah kepada derajat yang lebih tinggi.47 Seperti firman Allah
swt:
ا ن ا ط ي ن ا أ و أ خ ذ ن ا إ ن ن س اخ بن ا لا ت ؤ (286: 2, البقرة) ر
” Ya Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau
kami tersalah”
2. Iltima ( الإلتماس(
Diartikan ajakan atau tawaran. Seperti ucapan anda kepada
sebayamu48:
ق ع ! ا و خ , لا ت ق ل ك ي ف م ا الأ أ يه
”Saudara, janganlah kau ucapkan bagaimana nanti!”
3. Irsyad (الإرشاد)
Yang berarti petunjuk terhadap sesuatu yang baik.49seperti firman
Allah SWT:
ي اء إن ت ب د ل ك م ت س ؤ ك م لا ا عن أش أ ل و ت س
“Janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika
diterangkan kepadau niscaya menyusahkan kamu” (QS. Al-
Maidah:101)
4. Dawam (الدوام)
Yang berarti larangan atau penolakan terhadap sesuatu yang ada
atau semestinya yang masih tetap atau masih berlangsung.50
ن و ل الظال م ا ي ع م س ب ن الله غ افلا ع م ولا ت ح
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira bahwa
Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim.”
(QS. Ibrahim:42)
47 Dindin Moch Saepudin, Penerapan Kaidah La Nahyu pada Juz 30 Analisis Muhammad
Khalid al-Sabith, Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol: 04 No. 1 Mei 2019 48 Ibid, h. 50 49 Dindin Moch Saepudin, Loc.cit 50 Dindin Moch Saepudin, Loc.cit
29
5. Bayanul Aqibah (بيان العقبة)
Yang berarti menjelaskan akibat. Seperti firman Allah:
ي اء ات ا ب ل أ ح و ا ف ي س ب يل لل أ م ي ن ق ت ل و س ب ن الذ ولا ت ح
“ Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur
dijalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup.” (QS. Ali
Imran”169).
6. Taiis (اليأس)
Berarti menunjukan putus harapan ketika hendak menolak
ataupun melarang. Seperti firman Allah swt:
ان ك م لا ا ق د ك ف رت م ب ع د إ ي م و ر ( 66: 9 ,التوبة) ت ع ت ذ
”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman”.
7. Tamanny (التمني)
Yang berarti mengharap sesuatu yang diidamkan tetapi sulit
tercapai ataupun mustahil didapatkan. Seperti ucapan penyair:
ل م ز ع # ي ا ل ي ل ط ل ي ا ن و ل ب ح ق ف لا ت ط ي ا ص
”Wahai malam, panjanglah; wahai kantuk, lenyaplah; wahai subuh,
berhentilah, jangan terbit”.
8. Tahdid (التهديد) seperti ucapan anda kepada pembantumu:
ي ر ع أ م !لا ت ط
“Jangan menuruti perintahku”
9. Karohah (الكراحة)
Yang berarti menunjukkan makna kemakruhan. Seperti contoh di
bawah ini:
لا تصلوا في اعطان الأبل
“ janganlah salat dikandang unta”.
10. Taubikh (التوبخ)
Yang berarti menunjukkan makna menegur. seperti ucapan
penyair:
30
ث ل ه # ت ي م ت أ ل ق و لا ت ن ه ع ن خ
ي م ل ي ك إ ذ ا ف ع ل ت ع ظ ع ار ع
”janganlah engkau melarang sesuatu perbuatan yang masih engkau
kerjakan, malu benar jika engkau ketahuan sedang mengerjakan”.51
11. I’tinas (الإئتناس)
Yang berarti menghibur atau memberikan ketenangan. Seperti
firman Allah Swt:
ع ن ا ن إ ن الله م ز لا ت ح
“ janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama
kita.” (QS. At-Taubah:40)
12. Tahqir (التحقير)
Yang berarti menunjukkan makna untuk menghina. Seperti
contoh dibawah ini:
ه ص د س لم ج جد إ ن الم ل ب الم ا الب ال لا ت ط م ي حا ن ا ع ت ر س ش م ع ع ب و
“janganlah anda mencari kemuliaan, karena kemuliaan itu
tangganya, sungguh sulit dan hiduplah anda, secara tenang lagi
nikmat hatinya.”
51 Ahmad al-Hasyimi, Op.cit, h. 105
31
BAB III
GAMBARAN UMUM KITAB BULUGHUL MARAM
A. Sekilas Tentang Kitab Bulughul Maram
Bulughul Maram atau Bulugh al-Maram min Adilatil al-Ahkam
merupakan kitab hadits tematik yang memuat hadits-hadits yang dijadikan
sumber pengambilan hukum fiqh (istinbath) oleh para ahli fiqih. Kitab ini
menjadi rujukan utama khususnya bagi fiqih dari Mazhab Syafi’i. Kitab ini
termasuk kitab fiqih yang menerima pengakuan global dan juga banyak
diterjemahkan diseluruh dunia.
Kitab Bulughul Maram memuat hampir 1600 buah hadits. Disetiap
akhir hadits yang dimuat dalam Bulughul Maram, Ibn Hajar menyebutkan
perowinya. Bulughul Maram memasukkan hadits-hadits yang berasal dari
sumber-sumber utama seperti Shahih al-Bukhori, Sahih Muslim, Sunan Abu
Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad
Ahmad dan lainnya.
Kitab Bulughul Maram memiliki keutamaan yang istimewa karena
seluruh hadits yang termuat didalamnya menjadi pondasi landasan fiqih
dalam mazhab Syafi’i. Selain menyebutkan asal-muasal hadits-hadits yang
termuat didalamnya, penyusun juga memasukkan perbandingan antara
beberapa riwayat hadits lainnya yang datang dari jalur yang lain karena
keistimewaannya ini. Bulughul Maram hingga kini tetap menjadi kitab
hadits rujukan yang dipakai secara luas oleh para ulama berbagai mazhab
fiqih.
Metode yang digunakan oleh Ibnu Hajar dalam menyusun kitab ini
ialah dengan metode tematis (maudhu’i) yakni dengan membagi kitab
berdasarkan tema-tema fiqh. Mulai dari Bab Bersuci (Thaharah) sampai
Bab kompilasi (al-jami’). Ia menyeleksi beberapa hadits dari kitab-kitab
32
shahih, sunan, mu’jam dan al-jami’ yang berkaitan dengan hukum-hukum
fiqh.
Adapun Sistematika dan metode penulisan kitab Bulughul Maram
adalah sebagai berikut:
1. Terdiri dari 16 bab mulai dari Bab Bersuci (Kitab at-Thaharah)
sampai Bab Kompilasi (Kitab al-Jami’), setiap Bab terdiri dari
beberapa sub-bab.
2. Memuat sebanyak 1596 buah hadits shahih, hasan, bahkan dhaif
yang bertemakan fiqh.
3. Memotong (ta’liq) rangkaian sanad, kecuali pada tingkat sahabat
dan mukharrij.
4. Terkadang bmenyertakan jalur-jalur periwayatan hadits secara
ringkas dan menyebutkan tambahan-tambahan redaksi dari
riwayat lainnya dan m,enjelaskan statusnya
5. Menjelaskan status hadits-hadits yang lemah (padanya ada
kelemahan, sanadnya lemah…dsb) atau dengan keterangan
ulama, seperti ”dilemahkan oleh Abu Hatim, dll.
6. Dalam hal penguat hadits, Ibnu Hajar menyertakan keterangan
ringkas yang hanya mencantumkan sanad saja tanpa mengulang
isi matan.
7. Ibnu Hajar menggunakan istilah tertentu dalam penyebutan yang
mengeluarkan hadits (muhkarrij), yakni:
• Rowahu as-Sab’ah untuk hadits yang diriwayatkan oleh
tujuh Imam dalam Ilmu Hadits, yaitu Ahmad, Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Tirmidzy, Nasa’i dan Ibnu Majah.
• Rowahu as-Sittah untuk hadits yang diriwayatkan oleh
tujuh Imam selain Ahmad.
• Rowahu al-Khamsah untuk hadits yang diriwayatkan
oleh tujuh Imam selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
33
• Rowahu al-Arba’ah untuk hadits yang diriwayatkan
oleh tujuh Imam selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan
Ibnu Majah.
• Rowahu ats-Tsalitsah untuk hadits yang diriwayatkan
oleh tujuh Imam selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan
Ibnu Majah.
• Muttafaqun ‘alaih untuk hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim.52
Kitab ini meski relatif kecil membawa keberkahan dan kemanfaatan
yang besar karena di dalamnya terkandung saripati ilmu yang terdapat pada
kitab-kitab yang berukuran besar. Para ulama zaman dahulu sampai
sekarang menerimanya dan mengambil manfaat darinya. Bahkan tidak ada
suatu majelisnya seorang ulama, melainkan kitab Bulughul Maram
dijadikan sebagai pelajaran pokoknya. Para penuntut ilmupun
menghafalkannya dan mengambil manfaat darinya. Diantara keistimewaan
kitab ini adalah :
1. Penulis (Ibnu Hajar Al-Asqolani) menjelaskan martabat
(derajat) hadist berupa shahih, hasan dan dhaifnya, sehingga
para penuntut ilmu tidak perlu mencari rujukan dari kitab lain.
2. Beliau menuliskan sebagian matan hadits saja yang
berhubungan dengan bab yang dimaksud, sehingga singkat dan
padat manfaat.
3. Jika suatu hadits memiliki riwayat lain yang dapat menjadi
tambahan yang bermanfaat, penulis membawakannya dengan
singkat dan jelas. Dengan demikian riwayat-riwayat hadits
saling menyempurnakan terhadap suatu masalah.
4. Penulis menyeleksi hadits-hadits dari diwan dan kitab induk
yang terkenal, seperti musnad Imam Ahmad, Shohih Bukhori
dan Shohih Muslim, kitab Sunan yang empat, dll.
52 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemahan Paling lengkap Bulughul Maram Jilid 1
(Bandung: Inaba Pustaka, 2015)
34
5. Kebanyakan hadits bersumber Shohih Buhori dan Muslim atau
shahih atau salah satunya, selanjutnya diikuti dengan riwayat
Sunan agar hadits-hadits yang benar-benar shahih menjadi
landasan dan referensi terhadap suatu masalah dan selainnya
menjadi penyempurna.
6. Penulis menyebutkan ’illah (cacat) yang ada pada hadits tertentu.
7. Jika hadits tersebut mempunyai penguat (taabi’ atau syaahid),
beliau mengisyaratkan dengan isyarat yang lembut. Dari sini
terailah faedah dari sisi menjama’ (menggabungkan) haduits
lebih baik dibandingkan dengan mencelanya.
8. Penulis mengurutkan bab-bab dan hadits-hadits sesuai dengan
kitab-kitab fiqh, agar memudahkan pembacanya untuk
muroja’ah.
9. Beliau menutup kitabnya dengan bab tentang adab yang
merupakan kumpulan-kumpulan dari hadits-hadits pilihan yang
beliau namakan bab ”Jami’ Fil Adab” agar pembaca mengambil
manfaat dari kitab ini, bukan hanya hukum tetapi juga ahklak.
Secara keseluruhan, kitab Bulughul Maram ini merupakan ruhnya
kitab-kitab ahkam (tentang hukum). Layak bagi penuntut ilmu untuk
menghafal dan memahaminya.53
B. Biografi al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani
Al-Imam Al-Hafizh Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-Asqalani adalah
Syaikhul Islam, pembela sunnah, dan hakim utama, dikenal juga sebagai
Abu Al-Fadhl. Ibn Hajar disegani karena sangat cerdas dan terhormat. Ibn
Hajar juga pernah menjabat sebagai qadhi (hakim). Selain sebagai penulis,
ia juga mengajar dan berfatwa. Terlahir dari seorang ayah yang merupakan
salah seorang pakar dibidang fiqih, bahasa Arab, qira’at, dan sastra.
53 Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Kitab Bulughul Maram (Jakarta: Shahih,
2016).
35
Ibn Hajar lahir pada 12 Sya’ban 773 H di Mesir. Ia tumbuh di Mesir,
dan setelah Ibunya meninggal, ia diasuh oleh ayahnya dengan penuh kasih
sayang dan perlindungan. Ayahnya tidak pernah membawanya ke toko
buku, kecuali setelah ia berumur lima tahun. Ia hafal Al-Qur’an pada usia 9
tahun. Ia juga hafal kitab Al-Umdah,Al-Hawi Al-Shagir, Mukhtashar Ibn
Hajib Al-Ashli, Mulhal Al-I’rab, dan yang lainnya. Kitab yang pertama kali
ia pelajari adalah Al-Umdah. Ia berguru kepada Al-Jamal ibn Zhahirah di
Makkah. Selain itu, ia juga belajar kepada Al-Shadr Al-Abshithi di Kairo.
Semangatnya menekuni bidang keilmuan sempat mengendur karena
merasa tidak ada yang mendukungnya sampai ia berumur 17 tahun. Ia
kemudian kembali belajar dengan tekun kepada salah seorang guru yang
menerima wasiat untuk memeliharanya, yaitu Allamah Al-Syams ibn Al-
Qaththan yang membekalinya berbagai bidang ilmu seperti, fiqih, bahasa
arab, ilmu hisab, serta pemahaman atas sebagian besar isi kitab Al-Hawi. Di
samping itu, is juga belajar fiqih dan bahasa arab kepada Al-Nur Al-Adami.
Guru fiqih lainnya adalah Al-Anbasi.54
Ibn Hajar juga belajar fiqih kepada Al-Bulqini dengan menghadiri
beberapa pengajiannya tentang fiqih dan membaca sebagian besar kitab Ar-
Raudhah, serta menuliskan catatan pinggirnya. Ia juga pernah belajar secara
khusus kepada Ibn Al-Mulaqqan dan membaca sebagian besar syarh-nya
atas kitab Al-Minhaj. Kemudian Ibn Hajar belajar kepada `Izzuddin ibn
Jama’ah berbagai cabang ilmu dalam rentang waktu yang cukup panjang,
yaitu sejak 790 H sampai syaikh`Izzuddin wafat pada 819 H. Ia ikut pula
mengomentari sebagian syarh Syaikh `Izzuddin atas kitab Jam’u Al-
Jawami.
Ibn Hajar menghadiri sejumlah pengajian yang disampaikan oleh
Al-Hammam Al-Khawarizmi, belajar bahasa arab kepada Al-Fairuzzabadi,
penyususn Al-Qamus, ia juga belajar bahasa kepada Al-Ghamari dan Al-
54 Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Panduan Lengkap Masalah-masalah Fiqih,
Akhlak, dan Keutamaan Amal (Bairut: Dar Al-Fikr, 1998)
36
Muhibb ibn Hisyam, belajar ilmu qira’ah sab’ah kepada Al-Burhan Al-
Tanukhi, dan mendalami berbagai disiplin ilmu hingga mencapai titik
puncaknya.
Allah Swt. Mengaruniai Ibn Hajar dengan rasa cinta terhadap ilmu
hadits, sehingga ia pun mempelajari ilmu hadits ini dengan berbagai
pembahasanya. ia belajar hadits untuk pertama kalinya pada tahun 793 H,
tapi, baru mendalaminya pada tahun 796 H. Mempelajari hadits, menurut
pengakuan Ibn Hajar dalam tulisannya, dapat menghilangkan hijab
(penghalang), membukakan pintu barakah, memacu semangat untuk
berhasil, dan mendatangkan hidayah. Oleh karena itu, Ibn Hjar serius
mempelajarinya dari para ulama hadits yang ada pada saat itu. Ia tinggal
bersama Al-Zain Al-Iraqi selama sepuluh tahun untuk mempelajari
sebagian besar karyanya serta karya ulama lainnya.
Ibn Hajar melakukan pengembara ke negara-negara Syam dan Hijaz
untuk belajar dari banyak guru, sehingga jumlah gurunya saat itu tidak ada
yang menyamai. Para gurunya memberinya izin untuk berfatwa, mengajar
dan menyebarluskan hadits dengan menelaah, membacakan, dan menulis
kitab-kitab mayoritas dalam bidang hadits yang berjumlah lebih dari 150
karya. Semua karyanya mendapat sambutan yang baik dan diterima oleh
umat, terutama kitab Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari.
Ibn Hajar memiliki pendirian yang teguh untuk tidak terlibat dalam
jabatan pemerintahan, sehingga ketika Al-Shadr Al-Munawi menawarkan
kepadanya untuk menggantikan posisinya sebagai qadhi, ia menolaknya.
Namun kemudian, Sultan Al-Mu’ayyad mempercayakan kepadanya
peradilan dalam bidang tertentu, yang kemudian jabatan itu diminta oleh
Jalaluddin Al-Bulqini, dan diserahkannya. Hal ini mendatangkan tawaran
lain baginya untuk menggantikan posisi seseorang. Lalu ia juga mendapat
tawaran untuk menjabat Hakim Agung (al-qadhi al-akbar), hingga akhirnya
dilantik sebagai Hakim Agung pada sabtu, 12 Muharram 827 H. Namun dia
kemudian menyesal telah menerima jabatan tersebut, dan penyesalannya
bertambah ketika para penguasa membedakan antara orang yang memiliki
37
keutamaan dengan yang lain. Mereka mencela bahkan memusuhi, apabila
keinginannya ditolak, tanpa mau melihat kebenaran dan kesalahnnya. Oleh
karena itu, seorang qadhi harus bisa berada di antara orang kecil dan orang
besar.
Ibn Hajar pun kemudian meninggalkan dunia peradilan setelah
menggelutinya selama satu tahun, tepatnya pada 7 atau 8 Dzulqa’dah 828
pada 2 Rajab 828 H. Berita kembalinya Ibn Hajar menjadi hakim disambut
gembira seluruh rakyat, karena kecintaan mereka yang sangat besar
kepadanya, dan bahkan kali ini wilayah kerjanya meluas ke Negara-negara
Syam. Ia memutuskan melepas jabatannya pada kamis 16 Shafar 833 H.
Namun untuk kesekian kalinya ia diangkat kembali pada 26 Jumada Al-Ula
834 H. Jabatan ini ia geluti sampai kamis 5 Syawwal 840 H.
Akhirnya Ibn Hajar mengundurkan diri pada Senin, 15 Dzulqa’dah
846 H, karena ia memutuskan perkara yang tidak sesuai dengan kehendak
sultan. Ketika sultan memanggilnya, ia pun menjelaskan alasan
pengambilan keputusan tersebut yang memaksa sultan kembali
mengangkatnya sebagai qadhi. Jabatan ini terus dijalaninya sampai
akhirnya ia mengasingkan diri pada 8 Muharram 849 H, karena fitnah atas
dirinya yang juga didengar sultan. Sultan mengangkatnya kembali pada 5
Shafar 850 hingga ia tersisihkan pada akhir Dhuzhijjah 850 H. ia diangkat
kembali pada 8 Rabi’ Al-Tsani 852 H, sebelum akhirnya tersisihkan
kembali dan dipecat dari jabatan tersebut. Akhirnya, ia memilih hidup
zuhud karena banyaknya fitnah terhadap dirinya dan kesusahan yang ia
hadapi dalam jabatan tersebut.
Secara keseluruhan, Ibn Hajar Menjadi hakim lebih dari 21 tahun.
Selain itu, ia juga mengajar di berbagai sarana pendidikan di Kairo, seperti
masjid-masjid, madrasah-madrasah, dan sebagainya. Ia juga diberi
kepercayaan untuk mengurus dan menjadi guru besar pada Perguruan Al-
Bibrisiyyah, memberi fatwa di Dar Al-‘Adi, dan kesempatan-kesempatan
lainnya yang tidak didapatkan oleh orang lain pada waktu yang bersamaan.
Ia mengajarkan hadis dalam berbagai forum berdasarkan hafalannya,
38
sehingga ia sangat masyhur, dan para ulama pun berdatangankepadanya.
Banyak tokoh ulama dari berbagai mazhab yang menjadi muridnya. Para
ulama mendahuluinya pun mengakui hafalannya, pengetahuan dan
kecerdasannya, serta semangatnya yang tinggi untuk mencari ilmu. Al-
‘Iraqi mengakui Ibnu Hajar sebagai salah seorang muridnya yang paling
mengenal hadis.
Banyak ulama dan huffazh menyusun buku secara khusus tentang
riwayat hidupnya, diantaranya adalah Al-Jawahir wa Al-Durar fi Tarjamah
Al-Hafizh Ibn Hajar, karya seorang muridnya, Al-Sakhawi. Sebagian dari
naskah kitab ini berupa fotokopi terdapat di Darul Kutub Al-Mishriyyah,
sedangkan naskah aslinya terdapat di Paris.
Ibn Hajar seorang ulama dengan kepastian derajat keilmuan,
kesalehan, dan ketakwaan yang tinggi. Pantaslah jika kitab Bulughul Maram
karyanya ini menjadi pegangan kaum muslim dan pegangan bagi orang-
orang yang mencari hidayah.55
C. Karya-karya Al-Hafizd Ibnu Hajar Al-Asqalaani
Kepakaran al-Hafizh al-Hajar sangat terbukti. Beliau mulai menulis
pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai mendekati ajalnya. Beliau
mendapatkan karunia Allah Ta’ala di dalam karya-karyanya, yaitu
keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati pada orang lain. Oleh
karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat Islam dan tersebar luas,
semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling memberikan
hadiah dengan kitab-kitab Ibnu Hajar Rahumahullah.56 Di antara karya
ilmiah beliau ialah:
1) al-Ishabah
2) fi asma` ash-shahabah
3) Tahdzib at-Tahdzib
4) at-Taqrib
55 Ibn Hajar Al-Asqalani, Ibid. 56 Al-Hafizd Ibnu Hajar Al-Asqalani, Op.cit
39
5) Ta’jil al-Manfa`ah bi Rijal al-Arba`ah
6) Musytabih an-Nisbah
7) Talkhish al-Habir fi Takhrij al-Kasysyaf
8) al-Muqaddimah, Badzl al-Ma`un
9) Nukhbah al-Fikr wa Syarhuha
10) al-Khishal, al-Mukaffirah
11) al-Qaul al-Musaddid fi adz-Dzab`an Musnad al-Imam Ahmad
12) Bulugh al-Maram
13) Diwan Khithabih
14) Diwan Syi`rih
15) Mulakhkhash ma Yuqalu fi ash-Shabah wa al-Masa`
16) ad-Durar al-Kamimah fi A`yan al-Mi`ah ats Tsaminah
17) Fath al-Bari Syarh Shahih al-Buhkari.
Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari adalah karya monumental
beliau yang dianggap sebagai kamus sunnah yang condong kepada mazdhab
Syafi’i- sesuai dengan madzhab penulis-mulai ditulis tahun 817 H setelah
pada masa sebelumnya pada tahun 813 H beliau menyelesaikan
mukadimahnya. Penulis syarh buku ini selesai tahun 842 H. Beliau
mengadakan walimah tasyakuran atas penyelesaian buku tersebit yang
dipersembahkan untuk kaum muslimin, dan bukutersebut telah memakan
biaya 500 dinar atau 250 paund Mesir. Akhirnya para raja tertarik dan
membeli buku tersebut dengan harga 150 pound Mesir. Ibnu Hajar
meninggal tahun 852 H dengan meninggalkan berbagai buku yang menarik
untuk dikaji, ditakhrij, disyarh, dan dita`lid, serta diikhtishar.57
57 Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, Fighul Islam Syarah Bulughul al-Maram Min Jam’
Adillatil Ahkam, ( Darul Haq, Jakarta, 2014)
40
BAB IV
ANALISIS AS-SIYAQUN NAHYI DAN MAKNANYA DALAM BAB
JAMIUL ADAB
A. Hadits-hadits yang mengandung as-siyaqun nahyi dalam bab Jamiul
Adab
Dalam penelusuran ini penulis hanya menemukan 16 hadits dalam bab
Jamiul Adab yang menggunakan bentuk larangan atau as-siyaqun nahyi.
Adapun hadits-hadits yang dimaksud adalah yang mengandung bentuk fi’il
mudhari’ yang dimasuki لاناهية (huruf lam’ yang menunjukkan larangan atau
menyatakan tidak boleh melakukan perbuatan)58 sebagai berikut:
1. Hadits ke-1467 Dari Abi Hurairah RA, dia berkata, Rasulullah
Saw bersabda,
ق ك م , ن ه و ف و وا إ ل ى م لا ت ن ظ ر ن ك م , و ف ل م ن ه و أ س ا ن ظ روا إلى م
ل ي ك م ة الله ع وا ن ع م د ر د ر أ ن لا ت ز و أ ج . ف ه
Terjemahnya:
“lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian, dan
janganlah kalian melihat orang yang diatas kalian, yang
demikian itu lebih patut agar kalian tidak menganggap remeh
nikmat Allah kepada kalian.”Muttaafaq ‘Alaih.
Bentuk larangan pada hadits diatas yaitu وا لا ت ن ظ ر و
merupakan bentuk Fi’il Mudhori’ yang kemasukan la nahiyah/
lam nahi yang bermakna janganlah.
2. Hadis ke-1474 dari Abu Hurairah RA, dia berkata, Rasulullah
SAW telah bersabda,
58 Haniah, Op.cit, h. 110
41
ى ب السلا م لا ت ب د أ وا ار لا النص د و و ي ق , الي ه وه م ف ى ط ر ي ت م إ ذ ا ل ق و
ي ق ه وه م إ ل ى أ ض ط ر .ف اض
Terjemahnya:
“janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang
Yahudi dan Nasran. Dan apabila kalian menjumpai mereka
disuatu jalan, maka desaklah mereka kerah yang sempit.”
Bentuk larangan diatas yaitu لا ت ب د أ وا merupakan bentuk
fi’il mudhori’ yang kemasukan la nahiyah/ lam nahi yang
bermakna janganlah.
3. Hadis ke-1491 dari Abu Dzar RA, dia berkata, Rasulullah SAW
telah bersabda,
ي ئا ف ش و ع ر ن ال م ن م ق ر ل ق , لا ت ح ه ط ج اك ب و ل و أ ن ت ل ق ى أ خ .و
Terjemahnya:
“Jangan sekali-kali kamu meremehkan, maksudnya,
janganlah sekali-kali kamu merendahkan dan menghina.”
Bentuk larangan diatas yaitu ن ق ر merupakan fi’il لا ت ح
mudhori’ yang kemasukan la nahiyah/ lam nahi yang bermakna
janganlah.
4. Hadis ke-1498 dari Ibnu Umar RA berkata:
ر س ي ت ف لا ت ن ت ظ ب اح إ ذا أ م س اء , الص ر ال م ت ف لا ت ن ت ظ ب ح إ ذ ا أ ص , و
ت ك ح ن ص ذ م خ ك و ت ك , ل س ق م و ي ات ك ل م ن ح م . و
Terjemahnya:
“ Di malam hari jangan berharap [hidup sampai] pagi
hari, dan di pagi hari jana berharap [hidup sampai] malam.
Manfaatkan [kesehatan] anda sebelum sakit, dan [manfaatkan]
hidup anda seebelum mati”.
42
Bentuk larangan diatas yaitu ر merupakan fi’il ف لا ت ن ت ظ
mudhori’ yang kemasukan la nahiyah/ lam nahi yang bermakna
janganlah.
5. Hadis ke-1520 dari Abu Hurairah RA,
ن ى ق ال ارا ( لا ت غ ض ب : )أ و ص ر دد م ق ال , ف ر (.لا ت غ ض ب : )و
Terjemahnya:
“jangan marah, lalu orang itu mengulang-ulanginya
berkali-kali, dan beliau bersabda,` janganlah marah.”
Bentuk larangan diatas yaitu لا ت غ ض ب merupakan fi’il
mudhori’ yang kemasukan la nahiyah/ lam nahi yang bermakna
janganlah.
6. Hadis ke-1524 dari Abu Hurairah RA, dia berkata, Rasulullah
SAW telah bersabda,
ش وا لا ت ن اج اس د وا و وا, لا ت ح لا ت ب ا غ ض وا, و لا ت د اب ر لا , و ع ب ي و
ك م ب اد الل , ع ل ى ب ي ع ب ع ض ب ع ض ن وا ع ك و اناو و و, إ خ ل م أ خ س ال م
ل م س ه:ال م ل م ذ ل ه , لا ي ظ لا ي خ ه , و ق ر لا ي ح ى ه اه ن ا. و ه -التق و د ر ي ر إ ل ى ص ي ش ,و
ات , ر ل م -ث لا ث م س اه الم ق ر أ خ ن الشر أ ن ي ح ئ م ر س ب ام .ب ح
س ل م ع ل ى الم س ام ل م ك ل الم ر ه : ح ال ه , د م م ه , و ض ر ع . و
Terjemahnya:
“ janganlah kalian saling hasud, dan janganlah saling
tipu dengan tambah-menambah (harga waktu membeli), dan
janganlah saling membenci, dan janganlah saling
membelakangi, dan janganlah seorang diantara kalian menjual
diatas jualan sebagiannya (memotong jalan pada orang yang
sedang tawar-menawar), dan hendaklah kalian menjadi hamba
43
Allah yang bersaudara; orang Islam itu adalah saudaranya
orang Islam lagi, ia tidak akan menganiayanya, tidak akan
mengecewakannya, dan tidak akan menghinakannya; Takwa itu
inilah ada disini (beliau menunjuk pada dadanya tiga kali) “
cukup orang berbuat jahat dengan menghinakan saudaranya
sesama Islam; Tiap orang Islam itu haram: darahnya, hartanya
dan kehormatannya.”
Bentuk larangan diatas yaitu ش وا لا ت ن اج اس د وا و , لا ت ح
وا لا ت ب ا غ ض وا, و لا ت د اب ر لا , و ع ب ي و merupakan fi’il mudhori’
yang kemasukan la nahiyah/ lam nahi yang bermakna janganlah.
7. Hadis ke-1526 dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Rasulullah
SAW telah bersabda,
اك ار أ خ ه , لا ت م ح از لا ت م ل ف ه , و دا ف ت خ ع و د ه م لا ت ع . و
Terjemahnya:
“ janganlah engkau memutus perkataan saudaramu, (
jangan mengajak berbantah-bantah), dan janganlah
memperolok-olokannya, dan janganlah engkau berjanji padanya
kemudian engkau tidak memenuhinya”.
Bentuk larangan diatas yaitu ار ه ,لا ت م ح از لا ت م لا ,و و
د ه merupakan fi’il mudhori’ yang kemasukan la nahiyah/ lam ت ع
nahi yang bermakna janganlah.
8. Hadis ke-1532 dari Aisyah RA, dia berkata, Rasulullah SAW
telah bersabda,
ا و ا ق دم و إ ل ى م م ق د أ ف ض ات ف إ نه و .لا ت س بوا الأ م
Terjemahnya:
44
“ janganlah kalian mencaci-maki yang telah meninggal
dunia, karena mereka telah sampai pada apa yang telah mereka
kerjakan”.
Bentuk larangan diatas yaitu لا ت س بوا merupakan fi’il
mudhori’ yang kemasukan la nahiyah/ lam nahi yang bermakna
janganlah.
B. Makna as-siyaqun nahyi dalam bab Jamiul Adab
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa as-siyaqun nahyi
selain memiliki makna asli yaitu tuntutan yang berisi larangan meninggalkan
sesuatu dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih
rendah tingkatannya, juga menjadi makna lain karena struktur kalimahnya yang
keluar dari makna yang sebenarnya.59 Dari kedua belas makna nahyi yang
keluar dari makna aslinya yang telah disebutkan sebelumnya, ada enam yang
terdapat dalam bab Jami’ Fil Adab yaitu makna Iltimas, Irsyad, Dawam,
Bayanul Aqibah, Tahdid, dan Taubikh. Adapun makna yang terkandung pada
hadits larangan atau as-siyaqun nahyi adalah:
1. Makna Iltimas ( الإلتماس(
Yaitu larangan dengan cara yang halus karena lawan bicara
tidak lebih rendah maupun tidak lebih tinggi daripada dirimu,
misalnya temanmu sendiri.60
Adapun hadits-hadits dalam bab Jamiul Adab yang
mengandung makna Iltimas tersebut diantaranya adalah:
a. Hadis ke-1520
ن ى ق ال ارا ( لا ت غ ض ب : )أ و ص ر دد م ق ال ,ف ر (.لا ت غ ض ب : )و
59 Haniah, Ibid, h. 110 60 Hifni Nashif dkk, Panduan Belajar Ilmu Retorika Otodidak, (Jakarta Selatan: Wali
Pustaka, 2018), h. 51
45
Terjemahnya:
“jangan marah, lalu orang itu mengulang-ulanginya
berkali-kali, dan beliau bersabda,` janganlah marah.”
Bentuk larangan diatas yaitu لا ت غ ض ب yang berarti jangan
marah. Konteks hadits diatas adalah anjuran untuk tidak
terpancing emosi di saat marah, sebab amarah melahirkan rasa iri,
dengki didalam hati, dan menyembunyikan kebusukan dengan
berbagai macamnya.
2. Makna Irsyad (الإرشاد)
Yang dimaksud dengan Irsyad adalah petunjuk terhadap
sesuatu yang baik.61
Adapun hadits-hadits dalam kitab Jamiul Adab yang
mengandung makna Irsyad tersebut diantaranya adalah:
a. Hadits ke-1491
ي ئا ف ش و ع ر ن ال م ن م ق ر ل ق , لا ت ح ه ط ج اك ب و ل و أ ن ت ل ق ى أ خ .و
Terjemahnya:
“Jangan sekali-kali kamu meremehkan, maksudnya,
janganlah sekali-kali kamu merendahkan dan menghina.”
Bentuk larangan pada hadits di atas yaitu ن ق ر yang لا ت ح
berarti larangan meremehkan. Larangan ini sebagai pelajaran
kepada kita agar tidak merendahkan dan menghina dari suatu
kebaikan sedikitpun, sekalipun hal kecil, walaupun hanya
dengan menjumpai saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.
b. Hadis ke-1524
ش وا لا ت ن اج اس د وا و وا, لا ت ح لا ت ب ا غ ض وا, و لا ت د اب ر لا , و ع ب ي و
61 Dindin Moh Saepudin, Op.cit
46
ك م انا, ع ل ى ب ي ع ب ع ض ب ع ض و ب اد الل إ خ ن وا ع ك و و, و ل م أ خ س ال م
ل م س ه:ال م ل م ذ ل ه لا ي ظ لا ي خ ه , و ق ر لا ي ح ى ه اه ن ا. و ه -التق و د ر ي ر إ ل ى ص ي ش ,و
ات , ر ل م -ث لا ث م س اه الم ق ر أ خ ن الشر أ ن ي ح ئ م ر س ب ام .ب ح
ل م س ل م ع ل ى الم س ام ك ل الم ر ه : ح ال ه , د م م ه , و ض ر ع . و
Terjemahnya:
“ janganlah kalian saling iri hati, dan jangan saling
tanajusy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi
dan janganlah seorang diantara kalian menjual diatas jualan
sebagiannya (memotong jalan pada orang yang sedang tawar-
menawar), dan hendaklah kalian menjadi hamba Allah yang
bersaudara; orang Islam itu adalah saudaranya orang Islam
lagi, ia tidak akan menganiayanya, tidak akan
mengecewakannya, dan tidak akan menghinakannya; Takwa itu
inilah ada disini (beliau menunjuk pada dadanya tiga kali) “
cukup orang berbuat jahat dengan menghinakan saudaranya
sesama Islam; Tiap orang Islam itu haram: darahnya, hartanya
dan kehormatannya.”
Bentuk larangan diatas yaitu ش وا لا ت ن اج اس د وا و , لا ت ح
لا ت ب ا غ ض وا وا, و لا ت د اب ر لا , و ع ب ي و yang berarti larangan saling
iri hati, jangan saling tanajusy, jangan saling membenci, jangan
saling membelakangi dan janganlah menjual diatas jualan
sebagiannya. Larangan ini sebagai pelajaran supaya setiap
muslim menjauhi sesuatu yang dapat menimbulkan sebab
terjadinya ketidakrukunan terhadap sesama, karena Orang
Muslim itu adalah saudara orang Muslim lainnya.
c. Hadis ke-1498 dari Ibnu Umar RA berkata:
47
باح تنتظر فل أمسيت إذا , المساء تنتظر فل أصبحت وإذا, الص
تك من وخذ . لموتك حياتك ومن , لسقمك صح
Terjemahnya:
“jika engkau diwaktu sore maka jangan menunggu
sampai waktu pagi dan sebaliknya, jika engkau diwaktu pagi
maka jangan menunggu sampai diwaktu sore, dan gunakanlah
sehatmu untuk sakitmu, dan gunakanlah hidupmu untuk matimu”.
Bentuk larangan diatas yaitu تنتظر فل yang berarti
larangan berisi peringatan untuk menjauhkan diri dari tipuan
dunia, masa muda, masa sehat, umur dan sebagainya.
3. Makna Dawam (الدوام)
Dawam yang berarti untuk larangan ataupun penolakan terhadap
sesuatu yang ada atau semestinya yang masih tetap ataupun terus
berlangsung.62
Adapun hadits-hadits dalam kitab Jamiul Adab yang
mengandung makna Dawam tersebut diantaranya adalah:
a. Hadits ke-1474
ى ب السلا م ار لا النص د و و ي ق , لا ت ب د أ وا الي ه وه م ف ى ط ر ي ت م إ ذ ا ل ق و
ي ق ه وه م إ ل ى أ ض ط ر .ف اض
Terjemahnya:
“janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang
Yahudi dan Nasran. Dan apabila kalian menjumpai mereka
disuatu jalan, maka desaklah mereka kerah yang sempit.”
Bentuk larangan diatas yaitu لا ت ب د أ وا yang berarti larangan
memulai salam. Dalam konteks hadits larangan diatas terdapat
62 Dindin Moh Saepudin, Loc.cit
48
bentuk nasihat supaya tidak mengucapakan salam kepada
Nasrani dan Yahudi, diperbolehkan menjawab apabila mereka
memberikan salam kepada kaum muslimin dan larangan
melapangkan jalan kepada kaum muslimin karena Islam lebih
tinggi dari pada mereka.
4. Makna Bayanul Aqibah (بيان العقبة)
Yang berarti menjelaskan sebab dan akibat. Adapun hadits-
hadits dalam kitab Jamiul Adab yang mengandung makna bayanul
aqibah tersebut diantaranya adalah:
a. Hadits ke-1467
ق ك م , ن ه و ف و وا إ ل ى م لا ت ن ظ ر ن ك م , و ف ل م ن ه و أ س ا ن ظ روا إلى م
ل ي ك م ة الله ع وا ن ع م د ر د ر أ ن لا ت ز و أ ج . ف ه
Terjemahnya:
“lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian, dan
janganlah kalian melihat orang yang diatas kalian, yang
demikian itu lebih patut agar kalian tidak menganggap remeh
nikmat Allah kepada kalian.”Muttaafaq ‘Alaih.
Bentuk larangan pada hadits diatas yaitu وا لا ت ن ظ ر و
yang berarti larangan melihat. Dalam konteks diatas terdapat
bentuk penjelasan tentang bagaimana manusia mencurahkan
perhatiannya kepada orang yang dikaruniai rizki melebihi
dirinya, dan tak sepantasnya manusia melihat memperhatikan
orang yang lebih rendah dari pada dirinya agar kita bisa
mengakui nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.
5. Makna Tahdid (التهديد)
Yang berarti ancaman. Adapun hadits-hadits dalam kitab Jamiul
Adab yang mengandung makna Tahdid tersebut diantaranya adalah:
a. Hadits ke-1526
49
اك ار أ خ ه , لا ت م ح از لا ت م ل ف ه , و دا ف ت خ ع و د ه م لا ت ع . و
Terjemahnya:
“ janganlah engkau memutus perkataan saudaramu, (jan
gan mengajak berbantah-bantah), dan janganlah memperolok-
olokannya, dan janganlah engkau berjanji padanya kemudian
engkau tidak memenuhinya”.
Bentuk larangan diatas yaitu اك ار أ خ لا ت م , لا ت م ه و ح از
د ه , لا ت ع و yang berarti larangan memutus perkataan,
memperolok-olok dan ingkar janji. Dalam konteks hadits diatas
terdapat larangan yang berbentuk ancaman bagi kaum muslimin
untuk tidak memutus perkataan ketika berbicara, larangan
memper mainkannya dan larangan menetapkan suatu perjanjian
bersamanya untuk suatu hal, kemudian mengingkarinya.
6. Makna Taubikh (التوبخ)
Taubikh yang berarti menghina atau menganggap orang lain
rendah. Larangan ini mencakup celaan terhadap segala hal.63Adapun
hadits-hadits dalam kitab Jamiul Adab yang mengandung makna
Taubikh tersebut diantaranya adalah:
a. Hadis ke-1532
ا و ا ق دم و إ ل ى م م ق د أ ف ض ات ف إ نه و .لا ت س بوا الأ م
Terjemahnya:
“ janganlah kalian mencaci-maki yang telah meninggal
dunia, karena mereka telah sampai pada apa yang telah mereka
kerjakan”.
63 https://www.inilahkoran.com/berita/5419/serius-atau-bercanda-haram-mencela-
orang-lain.
50
Bentuk larangan diatas yaitu لا ت س بوا yang berarti larangan
mencaci-maki. Pada konteks diatas terdapat larangan mencaci-
maki orang yang telah mati dan menyebut-nyebut aib mereka
karena mereka telah selesai berbuat kebaikan dan keburukan.
C. Nilai Edukasi As-Siyaqun nahyi dalam bab Jamiul Adab
1. Hadits ke-1467
ق ك م , ن ه و ف و وا إ ل ى م لا ت ن ظ ر ن ك م , و ف ل م ن ه و أ س ا ن ظ روا إلى م
د ر أ ن و أ ج ل ي ك م ف ه ة الله ع وا ن ع م د ر . لا ت ز
Terjemahnya:
“lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian, dan
janganlah kalian melihat orang yang diatas kalian, yang demikian
itu lebih patut agar kalian tidak menganggap remeh nikmat Allah
kepada kalian.”Muttaafaq ‘Alaih.
Hadits ini mengajarkan kepada kita agar dalam masalah
dunia hendaknya kita melihat ke bawah. Bagaimanapun kekurangan
yang ada pada diri kita dalam masalah dunia, pasti masih ada orang
lain yang lebih parah dari pada kita. Lihatlah kita sekarang dalam
keadaan sehat. Kalau kita melihat ke bawah, betapa banyak orang
yang sakit, banyak orang yang terkapar ditempat tidur tidak bisa
bergerak karena sakit. Kalau kita selalu meliat ke bawah dalam
masalah kesehatan saja, maka kita senantiasa bersyukur kepada
Allah SWT atas nikmat sehat yang diberikan kepada kita.64
64 Firanda Andirja, Kitabul Jami’ Bab Adab Hadits 2 pandanglah orang yang
dibawahmu dalam masalah dunia, diakses dari https://firanda.com/3657-kitabul-jami-bab-adab-
hadis-2-pandanglah-orang-yang-di-bawahmu-dalam-masalah-dunia.html, pada tanggal 25 juni,
pukul 14:42
51
Hadits diatas dapat dipahami bahwa nilai edukasi yang
terkandung pada hadits ke-1467 adalah nilai edukasi keimanan
dengan cara mensyukuri setiap nikmat yang Allah SWT berikan.
2. Hadis ke-1474
ى ب السلا م ار لا النص د و و ي ق , لا ت ب د أ وا الي ه وه م ف ى ط ر ي ت م إ ذ ا ل ق و
ي ق ه وه م إ ل ى أ ض ط ر .ف اض
Terjemahnya:
“janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang
Yahudi dan Nasran. Dan apabila kalian menjumpai mereka disuatu
jalan, maka desaklah mereka kerah yang sempit.”
Pada hadits diatas terdapat larangan memulai salam kepada
orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan larangan melapangkan jalan
untuk orang-orang Yahudi dan Nasrani.65 Seperti yang riwayatkan
Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda ,” hak
muslim terhadap lainnya ada lima, yaitu menjawab salam,
menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan,
dan mendo’akan orang yang bersin. “66
Sebagaimana penjelasan hadits diatas bahwa nilai edukasi
yang terkandung dalam hadits ke-1474 adalah akhlak bergaul yang
semestinya diterapkan oleh umat Islam terhadap umat beragama
lain, yaitu perintah untuk bersikap keras, kasar dan larangan untuk
berbuat baik terhadap non-muslim.67
3. hadis ke-1491
65 Ibid 66 Wahbah Az-Zuhaili, Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak Terhadap Sesama dan
Alam Semesta, (Bandung: PT Mizan Publika, 2014), h. 278 67 Salamah Noorhidayati, Hubungan Antar Umat Beragama Dalam Perspektif Hadits,
KALAM, Volume 10, No.2 Desember 2016.
52
ي ئا ف ش و ع ر ن ال م ن م ق ر ل ق , لا ت ح ه ط ج اك ب و ل و أ ن ت ل ق ى أ خ .و
Terjemahnya:
“Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari
kebaikan, walaupun hanya dengan menjumpai saudaramu dengan
wajah berseri-seri”.
Hadits di atas mengajarkan prinsip-prinsip etika yang paling
gampang di dalam keindahan bergaul dengan sesama manusia dan
untuk menyatukan kesatuan dan menghimpun persatuan mereka.
Bermuka ceria dan berseri-seri merupakan hal yang tidak
sepantasnya diabaikan oleh seorang muslim. Ia merupakan
perbuatan yang sangat mudah hingga di dalam sebuah peribahasa
dikatakan:
Kemurahan itu adalah sesuatu yang sangat mudah
Yaitu bermuka ceria dan tutur kata yang lembut.68
Sebagaimana penjelasan hadits diatas bahwa nilai edukasi
yang terkandung dalam hadits ke-1491 adalah ahklak. Diantara
bentuk akhlak mulia yang terdapat dalam Islam adalah bermuka
manis dihadapan orang lain69
4. hadis ke-1520
ن ى ق ال ارا ( لا ت غ ض ب : )أ و ص ر دد م ق ال , ف ر (.لا ت غ ض ب : )و
Terjemahnya:
“jangan marah, lalu orang itu mengulang-ulanginya
berkali-kali, dan beliau bersabda,` janganlah marah.”
68 Abdul Qadir Syaibah Al-Hamd, Loc.cit, hal. 294 69 Muhammad Abdu Tausikal, Bermuka Manis Dihadapan Orang Lain, diakses dari
https://rumaysho.com/2341-bermuka-manis-di-hadapan-orang-lain.html pada tanggal 4 Juli 2020
pukul 10:11
53
Hadits di atas mengajarkan bahwa marah adalah bara yang
dilemparkan setan ke dalam ati anak Adam sehingga ia mudah
emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang,dan terkadang
ungkapan dan tindaknnya tidak masuk akal. Marah banyak sekali
menimbulkan perbuatan yang diharamkan serta bisa jadi naik
kepada tingkat kekufuran sebagaimana yang terjadi pada Jabalah al-
Aiham, dan seperti sumpah yang tidak boleh dipertahankan menurut
syar’i, atau mencerai istri yang disusul dengan penyesalan.70
Sebagaimana penjelasan hadits diatas bahwa nilai edukasi
yang terkandung dalam hadits ke-1520 adalah ahklak. Pada sebuah
hadits nabi menunjukkan bahwa manusia paling kuat bukan orang
yang tidak terkalahkan namun orang yang dapat menguasai dirinya
pada saat dia marah.71
5. hadis ke-1524
ش وا لا ت ن اج اس د وا و وا, لا ت ح لا ت ب ا غ ض وا, و لا ت د اب ر ك م , و لا ي ب ع ب ع ض و
انا, ع ل ى ب ي ع ب ع ض و ب اد الل إ خ ن وا ع ك و ل م , و س و ال م ل م أ خ س ه :ال م ل م لا ي ظ
ذ ل ه لا ي خ ه , و ق ر لا ي ح ى ه اه ن ا. و ه -التق و د ر ي ر إ ل ى ص ي ش ات , و ر -ث لا ث م
ل م س اه الم ق ر أ خ ن الشر أ ن ي ح ئ م ر س ب ام ل م . ب ح س ل م ع ل ى الم س ك ل الم
ام ر ه : ح ال ه , د م م ه , و ض ر ع . و
Terjemahnya:
“ janganlah kalian saling hasud, dan janganlah saling tipu
dengan tambah-menambah (harga waktu membeli), dan janganlah
saling membenci, dan janganlah saling membelakangi, dan
janganlah seorang diantara kalian menjual diatas jualan
70 Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas, Jangan Marah Kamu Akan Masuk Surga, diakses dari
https://almanhaj.or.id/12160-jangan-marah-kamu-akan-masuk-surga-2.html pada tanggal 16 Juni
2020 pukul 9:46 71 Hammydiati Azifa Lazuardini I, Relevansi Hadits larangan Marah dengan Kesehatan
Mental, Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadits, Vol. 3 No. 1, 2019
54
sebagiannya (memotong jalan pada orang yang sedang tawar-
menawar), dan hendaklah kalian menjadi hamba Allah yang
bersaudara; orang Islam itu adalah saudaranya orang Islam lagi,
ia tidak akan menganiayanya, tidak akan mengecewakannya, dan
tidak akan menghinakannya; Takwa itu inilah ada disini (beliau
menunjuk pada dadanya tiga kali) “ cukup orang berbuat jahat
dengan menghinakan saudaranya sesama Islam; Tiap orang Islam
itu haram: darahnya, hartanya dan kehormatannya.”
Hadits di atas mengajarkan untuk menjalin ukhwah
(persaudaraan), kemudian menganjurkan kaum muslimin untuk
saling mencintai, menyelamatkan darah, harta, kehormatan dan
tidak boleh menelantarkan sesama muslim.
Sebagaimana penjelasan hadits diatas bahwa nilai edukasi
yang terkandung dalam hadits ke-1524 adalah akhlak. Manusia
sebagai makhluk ciptaan mempunyai hak untuk hidup dengan
terhormat dan bermartabat yang sama dengan manusia lainnya.
Tidak ada seorang yang mempunyai hak untuk membunuh,
menghina, merusk dan melukai yang lain tanpa ada alasan yang
dibenarkan oleh syariat Islam.72
6. hadis ke-1526
اك ار أ خ ه , لا ت م ح از لا ت م ل ف ه , و دا ف ت خ ع و د ه م لا ت ع . و
Terjemahnya:
“ janganlah engkau memutus perkataan saudaramu, (
jangan mengajak berbantah-bantah), dan janganlah memperolok-
olokannya, dan janganlah engkau berjanji padanya kemudian
engkau tidak memenuhinya”.
72 Muhammad Hatta, Tindakan Perundungan (Bullying) dalam Dunia Pendidikan ditinjau
Berdasarkan Hukum Pidana Islam, MIQOT Vol. XLI No. 2 Juli-Desember 2017
55
Hadits di atas menjelaskan larangan mendebat yang
tujuannya adalah untuk menampakkan kesalahan, untuk
menunjukkan bahwa perkataannya terdapat kekeliruan.
Menunjukkan kehebatan, sehingga kita terlihat spesial tatkala bisa
mengalahkan. 73
Sebagaimana penjelasan hadits diatas bahwa nilai edukasi
yang terkandung dalam hadits ke-1526 adalah ahklak. Pendidikan
ahklak disini untuk membatasi perdebatan agar tidak menimbulkan
permusuhan diantara kaum muslimin, padahal kita diperintahkan
agar menjadi saudara se-iman.74
7. Hadis ke-1498 dari Ibnu Umar RA berkata:
باح تنتظر فل أمسيت إذا , المساء تنتظر فل أصبحت وإذا, الص
تك ص من وخذ . لموتك حياتك ومن , لسقمك ح
Terjemahnya:
“jika engkau diwaktu sore maka jangan menunggu
sampai waktu pagi dan sebaliknya, jika engkau diwaktu pagi
maka jangan menunggu sampai diwaktu sore, dan gunakanlah
sehatmu untuk sakitmu, dan gunakanlah hidupmu untuk matimu”.
Kebanyakan orang bermalas-malasan, menghamburkan
waktu tanpa berbuat sesuatu yang positif. Jika waktu banyak yang
terbuang dapat berakibat hilangnya manfaat hidup. Demikian
berharganya waktu, manusia harus mampu mengatur atau
merencanakan waktu-waktunya kepada hal-hal yang positif dan
produktif. Never till tomorrow what can you do to day. Jangan
pernah tunda sampai besuk, apa yang dapat kamu lakukan hari
73 Firanda Andirja, Kitabul Jami’ Bab Peringatan Terhadap akhlak-akhlak Buruk hadits
17 Larangan mendebat sesama muslim, diakses dari: https://apbias.wordpress.com/2017/01/07 /
kitabul-jami-bab-peringatan-terhadap-akhlak-akhlak-buruk-hadits-17-larangan-mendebat -sesama-
muslim, pada tanggal 26 Juni 2020 pukul 8.28 74 Raehanul Bahraen, Mengalah dalam Debat yang tidak Bermanfaat, diakses dari
https://musim.or.id/37204-mengalah-dalam-debat-yang-tidak-bermanfaat.html pada tanggal 4 Juli
2020 pukul 09:40
56
ini. Hal itu menunjukan bahwa pentingnya mengatur rencana dan
melaksanakan rencananya segera tanpa menunda-nunda atau
mengundur-undur waktu.75
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa nilai
edukasi yang terkandung dalam hadits ke-1498 adalah tentang
ahklak. Dimana perilaku kita untuk pandai-padai memanfaatkan
waktu. Waktu merupka modal yang sangat unik yang mungkin
tidak dapat diganti dan tidak mungkin dapat disimpan dapat
digunakan. Serta tidak mungkin mendapatkan waktu ynag
dibutuhkan meskipun dengan mengeluarkan biaya.76
8. hadis ke-1532
ا و ا ق دم و إ ل ى م م ق د أ ف ض ات ف إ نه و .لا ت س بوا الأ م
Terjemahnya:
“ janganlah kalian mencela orang-orang yang telah
meninggal dunia, karena sesungguhnya mereka telah sampai pada
apa yang telah mereka kerjakan”.
Larangan di atas memberikan kita pelajaran agar tidak
menghina atau mencela orang yang sudah meninggal dunia karea hal
itu akan menyakiti yang masih hidup, yaitu dari kalangan ahli waris
dan kerabatnya. Larangan tersebut bersifat umum, termasuk jika kita
ketahui bahwa orang tersebut meninggal di atas kefasikan
(melakukan dosa besar dan belum bertaubat sampai mati).77
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa nilai
edukasi yang terkandung dalam hadits ke-1532 adalah tentang
akhlak. Kita disebut umat Rasulullah Saw karena meneladani akhlak
75 Hasbiyallah dan Moh Sulhan, Hadits Tarbawi & hadits-haits di sekolah dan madrasah,
(Bandung:2013) 76 Hasnun Jauari Ritonga, Manajemen Waktu dalam Islam, Al-Idarah, Volume v, No. 6,
2018 77 M Saifudin Hakim, Mencela Seseorang yang Sudah Meninggal, diakses dari
https://muslim.or.id/51777-mencela-seseorang-sudah-meninggal-dunia. Html, pada tanggal 25 Juni
2020
57
beliau dan salah satu ajarannya ialah menjauhi hal-hal yang tidak
berfaedah, semisal mencaci, merendahkan ataupun menghina,
karena dibalik larangan suatu perbuatan tersebut ada hikmah yang
hendak kita ingat yaitu perbuatan diatas akan menyakiti keluarga
yang meninggal.
58
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah penulis menganalisis dan membahas nilai-nilai edukasi dalam
as-siyaqun nahyi, analisis ilmu ma'ani terhadap bab Jamiul Adab dari Bulughul
Maram, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. As-Siyaqun nahyi adalah bentuk-bentuk larangan yang mengandung
bentuk fiil mudhari' yag dimasuki la nahiyah (huruf lam yang
menunjukkan larangan atau menyatakan tidak boleh melakukan
suatu perbuatan). Dalam bab jamiul adab terdapat 8 hadits yang
mengandung as-siyaqun nahyi.
2. Makna as-siyaqun nahyi yang terdapat dalam bab Jamiul Adab
adalah tuntunan meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih
tinggi (atasan). Nahyi memiliki satu macam sighah yaitu fiil
mudhari yang disertai dengan la nahy yang merupakan makna asli
dari nahyi, namun terkadang uslub nahyi ini keluar dari makna
aslinya kemakna yang lain yang dipahami melalui susunan kalimat
dan konteksnya. Di antara makna tersebut adalah: Do'a, iltimas
(ajakan), tamanni (angan-angan), tahdid (ancaman), taiis (keputus
asaan), taubikh (menjelekkan), karahah (menyatakan kemakruhan),
bayanul akibah (menjelaskan akibat), dawam (tujuan selama-
lamanya), irsyad (petunjuk/nasihat).
3. Nilai-nilai edukasi yang terdapat dalam hadits Jamiul Adab adalah;
(a) keimanan di mana manusia percaya kepada Allah dan selainnya
seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap
keseharinnya tidak mencerminkan ketaatan atau kepatuhan kepada
yang telah dipercayainya, (b) moral (akhlak) yaitu tindakan manusia
yang bercorak khusus, yaitu yang didasarkan kepada mengenai baik-
buruk.
59
B. SARAN
Saran dari penulis hendaknya pada penelitian selanjutnya apabila
menggunakan penelitian terkait, sebaiknya menggunakan berbagai macam
pendekatan berkaitan dengan hadits-hadits nabi agar dapat memahaminya
secara utuh dan jelas.
Pembahasan dalam skripsi ini dirasa masih banyak kekurangan yang
sebenarnya masih banyak nilai-nilai edukasi yang terdapat pada kajian ini,
namun penulis hanya mengkaji sebatas bab jamiul adab saja.
Untuk penelitian mendatang agar bisa dikembangkan dan diperluas
nilai-nilai edukasinya dan kajian-kajian hadits nabi lain.
60
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Mudlor. Etika Dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Aeni, Ani Nur. 2014. Pendidikan Karakter untuk Mahasiswa PGSD. Bandung: UPI
PRESS.
Aisah, Susianti. 2015. Nilai-nilai Sosial yang Terkandung Dalam Cerita
Rakyat”Ence Sulaiman” Pada Masyarakat Tomia. Jurnal Humanika
No.15, Vol. 3.
Al-Ahdori, Abdulrrahman. 2009. Terjemah Jauharul Maknun: Ilmu Balaghah.
Surabaya: Mutiara Ilmu.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2015. Terjemahan Paling lengkap Bulughul Maram Jilid
1. Bandung: Inaba Pustaka
Al- Hasyimi, Ahmad. 1960. Jawahirul Balaghah, FI Al-Ma’ani, Al-Bayan, wa Al-
Badi’. Surabaya: Maktabah Al-Hidayah
Amialia, Grece dan Amos Neolaka. 2017. Landasan Pendidikan: Dasar
Pengenalan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup. Depok: PT
Kharisma Putra Utama.
Amin, Saifuddin. 2019. Etika Peserta Didik Menurut Syaikh Muhammad Bin
Shalih Al-Utsaimin. Yogyakarta: Deepublish Publisher
Andirja, Firanda. Kitabul Jami’ Bab Adab Hadits 2 pandanglah orang yang
dibawahmu dalam masalah dunia. diakses dari
https://firanda.com/3657-kitabul-jami-bab-adab-hadis-2-pandanglah-
orang-yang-di-bawahmu-dalam-masalah-dunia.html, pada tanggal 25
juni, pukul 14:42
Azhari, Ainul. 2015. Skripsi: Studi Kritis tentang Larangan dan Kebolehan
Berjalan dengan Satu Sandal. Skripsi. Semarang, UIN Walisongo.
Aziz, Abdul. 2019. Materi Dasar Pendidikan Islam. Ponorogo: Uwais Inspirasi
Indonesia.
Aziz, Husein. 2013. Ilmu Al-Balaghah Buku Pengajaran Jenjang S1 Jurusan
Bahasa Arab dan Sastra Fakultas Adab dan Humaniora. Skripsi.
Surabaya, UIN Sunan Ampel.
61
Az-Zuhaili, Wahbah. 2014. Ensiklopedia Akhlak Muslim: Berakhlak Terhadap
Sesama dan Alam Semesta. Bandung: PT Mizan Publika.
Bahraen, Raehanul.Mengalah dalam Debat yang tidak Bermanfaat, diakses dari
https://musim.or.id/37204-mengalah-dalam-debat-yang-tidak-
bermanfaat.html pada tanggal 4 Juli 2020 pukul 09:40
Danial, Endang dan Ryan Prayogi. 2016. Pergeseran Nilai-Nilai Budaya pada Suku
Bonai sebagai Civic Culture Dikecamatan Bonai Darussalam
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Humanika Vol.23 No.1.
Faizah Dkk. 2017. Psikologi Pendidikan: Aplikasi Teori di Indonesia. Malang:
Universitas Brawijaya.
Hakim, M Saifudin. Mencela Seseorang yang Sudah Meninggal, diakses dari
https://muslim.or.id/51777-mencela-seseorang-sudah-meninggal-
dunia. Html, pada tanggal 25 Juni 2020
Haniah. 2013. Al-Balagah Al-Arabiyyah, Studi Ilmu Ma’ani dalam Menyingkap
Pesan Ilahi. Makassar: Alauddin University Press.
Haryanti, Nik. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Malang: PT Gunung Samudera.
Hatta, Muhammad. 2017. Tindakan Perundungan (Bullying) dalam Dunia
Pendidikan ditinjau Berdasarkan Hukum Pidana Islam. MIQOT Vol.
XLI No. 2.
Jawas, Yazid bin ‘Abdul Qadir. Jangan Marah Kamu Akan Masuk Surga, diakses
dari https://almanhaj.or.id/12160-jangan-marah-kamu-akan-masuk-
surga-2.html pada tanggal 16 Juni 2020 pukul 9:46
Kiptiyah, Mariyatul. 2019. Pembiasaan adab Makan Studi Living Hadis pada
Siswa Sekolah Dasar PTQ AN-NIDA SALATIGA. Salatiga, IAIN
Lazuardini, Hammydiati Azifa I. 2019. Relevansi Hadits larangan Marah dengan
Kesehatan Mental, Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadits, Vol. 3 No. 1.
Machali, Rochaya. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo
Mumpuni, Atikah. 2018. Integrasi Nilai Karakter dalam Buku Pelajaran Analisis
Konten Buku Teks Kurikulum 2013. Yogyakarta: Deepublish.
Mutailah. 2015. Nilai-Nilai Edukasi Siyaq Al-Amr dalam QS. Al-Baqarah. Skipsi
UIN Alauddin Makassar.
62
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Nashif, Hifni dkk. 2018. Panduan Belajar Ilmu Retorika Otodidak. Jakarta Selatan:
Wali Pustaka.
Noorhidayati, Salamah. 2016. Hubungan Antar Umat Beragama Dalam Perspektif
Hadits, KALAM, Volume 10, No.2
Aprilia, Mardiastuti. 2016. Syariat Makan dan Minum dalam Islam: Kajian
Terhadap Fenomena Standing Party pada Pesta Pernikahan. Jurnal
Living Hadis, Volume 1, Nomor 1
Nugrahani, Farida. 2014. Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian
Pendidikan Bahasa. Surakarta.
Nurbayan, Yayan. 2019. Kamus Ilmu Balaghah. Bandung: Royyan Press.
Ritonga, Hasnun Jauari. 2018. Manajemen Waktu dalam Islam, Al-Idarah, Volume:
v, No.6
Saepudin, Dindin Moch. 2019. Penerapan Kaidah La Nahyu pada Juz 30 Analisis
Muhammad Khalid al-Sabith. Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol:
04 No. 1
Sagala, Syaiful. 2013. Etika dan Moralitas Pendidikan Peluang dan Tantangan.
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Subur. 2015. Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah. Yogyakarta:
KALIMEDIA.
Sukitman, Tri. 2016. Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Upaya
Menciptakan Sumber Daya Manusia yang Berkarakter. Jurnal
Pendidikan Sekolah Dasar Vol.2
Sulhan, Moh dan Hasbiyallah. 2013. Hadits Tarbawi & hadits-haits di sekolah dan
madrasah. Bandung.
Suryadi, Rudi Ahmad. 2018. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: DEEPUBLISH.
Tantowi, M. 2016. Nilai-nilai pendidikan Islam Dalam Kitab Hadits Arbain
karangan Imam An-Nawawi. Universitas Islam Negeri Raden Intan,
Lampung.
63
Tausikal, Muhammad Abdu. Bermuka Manis Dihadapan Orang Lain, diakses dari
https://rumaysho.com/2341-bermuka-manis-di-hadapan-orang-
lain.html pada tanggal 4 Juli 2020 pukul 10:11
Wathoni, Lalu Muhammad Nurul. 2018. Filsafat Pendidikan Islam: Analisis
Pemikiran Filosofis Kurikulum 2013. Ponorogo: CV Uwais.
Yidiawan, Andik. 2008. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Hadits Al-Arbain Al-
Nawawiyah. Universitas Islam Negeri malang
Yunus. Hadis Tentang Isbal (Pakaian dibawah Mata Kaki) diakses dari
https://www.academia.edu/37091656/HADIS_TENTANG_ISBAL_P
AKAIAN_DIBAWAH_MATA_KAKI pada tanggal 4 Juli 2020, pukul
20:09
64
Lampiran 1
65
66
Lampiran 2
BIODATA PENELITI
A. Data Pribadi
1. Nama : Sarifah
2. Tempat & Tanggal Lahir : Kab.Semarang, 01 Maret 1998
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat Asal : Batur Kidul, RT 004/RW 014, Batur,
Kec. Getasan, Kab.Semarang
5. Telepon & HP : 085876314849
6. E-mail : sarirasasarifah@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan Formal •
1. MI Miftahul Falah Batur 01, Getasan Tahun 2010
2. MTS Darul Falah Pringsurat Temanggung Tahun 2013
3. MA Darul Falah Temanggung Tahun 2016
4. S1 Bahasa dan Sastra Arab IAIN Salatiga Tahun 2020
C. Pengalaman Organisasi •
PMII dan HMJ Bahasa dan Sastra Arab
Demikian Daftar Riwayat Hidup ini dibuat dengan benar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Semarang, 23 Oktober 2020
SARIFAH
top related