abstrak tangan, kacamata, sepatu boot, merupakan suatu ...repository.utu.ac.id/484/1/bab i_v.pdf ·...
Post on 13-Feb-2021
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
ii
ABSTRAK
Tendra Saputra. Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan PekerjaDi PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013. Dibawah bimbingan Zahari, SKM, MARS, dan Jun Musnadi Is, SKM.
Pemberian APD (Alat Pelindung Diri) seperti helm, baju lengan panjang, sarungtangan, kacamata, sepatu boot, merupakan suatu bagian yang di berikan olehpihak perusahaan sebagai bentuk pelayanan kepada karyawan agar karyawan tidakmengalami gangguan kesehatan dalam mengerjakan tugasnya. Pekerja di PTsocfindo Kabupaten Nagan Raya, kebiasan dalam menggunakan alat pelindungdiri (APD) belum dilaksanakan dengan baik. Kebiasan yang kurang baik initentunya akan berdampak pada kecelakaan yang dialami dalam menjalanipekerjaan. Dampak lebih lanjut adalah akan menurunkan produktivitas kerja daripara pekerja.Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus 2013. Penelitian ini termasukjenis penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui Perilaku Pemakaian APD PadaKecelakaan Pekerja di PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten NaganRaya Tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan PTSocfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya yang berjumlah 941orang. Pengambilan sampel secara proporsional random sampling dengan jumlahsampel sebanyak 71 orang. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabeldistribusi frekuensi.Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pekerja memiliki pengetahuan yangbaik(56,34%), dan sikap yang cukup (77,46%) tentang pemakaian APD. Namuntindakan pekerja dalam pemakaian APD berada pada kategori kurang (80,28%).Disarankan kepada pihak perusahaan untuk menyediakan dan mengawasipemakaian APD pada pekerja, dan bila perlu memberi sanksi yang sesuai bagipekerja yang tidak menggunakan APD.
Kata Kunci : Perilaku, pemakaian APD, Kecelakaan kerja .
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009).
Ditinjau dari letak geografisnya, Negara Indonesia merupakan Negara
yang beriklim tropis dan memiliki sumber daya alam yang kaya serta tanah yang
subur. Oleh karena itu pemerintah menggalakkan program kerja disektor pertanian
dan perkebunan. Pendapatan atau devisa negara juga berasal dari hasil pertanian
dan perkebunan tersebut, dan rata-rata penduduk Indonesia bermata pencaharian
sebagai petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.
Sebagai negara agraris pada mulanya pekerjaan perkebunan dilaksanakan
secara manual dan tradisional. Pada waktu itu, kebun yang dibuka masih berskala
kecil dengan resiko kerja yang tidak begitu diperhatikan. Sejak perkebunan dibuka
dengan berskala besar, penerapan teknologi mulai berkembang, baik dalam
penggunaan alat-alat besar/mesin-mesin maupun penggunaan bahan kimia untuk
pemberantasan hama dan dalam mempertahankan dan meningkatkan kesuburan
tanah sesuai dengan komoditi yang ditanam, resiko kerja mulai dirasakan sebagai
kendala keberhasilan di sektor perkebunan (Budiono, 2001).
Namun tidak selamanya penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan
yang beraneka ragam dalam suatu industri diikuti dengan selaras oleh keahlian
-
2
dan keterampilan pekerjanya yang mengoperasikan peralatan dan mempergunakan
bahan dalam proses produksi industri tersebut. Kesalahan dalam menggunakan
peralatan dan pemakaian, kemampuan serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai dapat membuka kemungkinan besar berupa kecelakaan kerja, peledakan,
pencemaran, kebakaran dan lain-lain.
Manusia dalam melakukan pekerjaannya disuatu perusahaan yang
menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi dituntut untuk memiliki
produktivitas yang tinggi. Produktivitas yang tinggi dari pekerja akan banyak
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan yang mempekerjakannya.
Produktivitas pekerja ini dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satu faktor
adalah faktor keselamatan dan kesehatan kerja (Achmadi, 2001).
Melalui penggunaan teknologi yang semakin canggih, muncul resiko kerja
disektor perkebunan yang bila tidak dikendalikan dengan upaya-upaya
keselamatan dan kesehatan kerja akan menimbulkan kerugian baik terhadap
tenaga kerja itu sendiri, maupun terhadap perusahaan/unit kerja tersebut. Resiko
kerja ini dapat berupa kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan
oleh faktor-faktor lingkungan kerja yang dihadapi. Kecelakaan pada hakekatnya
merupakan peristiwa yang tidak terduga dan diharapkan oleh siapapun juga
(Mansur, 2007).
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan
kerja pada perusahaan. Penyebab terjadinya kecelakaan kerja diakibatkan oleh
interaksi berbagai faktor lingkungan kerja, faktor pekerjaan dan faktor pekerja
(Achmadi, 2001).
-
3
Pemberian APD (Alat Pelindung Diri) seperti helm, baju lengan panjang,
sarung tangan, kacamata, sepatu boot, merupakan suatu bagian yang di berikan
oleh pihak perusahaan sebagai bentuk pelayanan kepada karyawan agar karyawan
tidak mengalami gangguan kesehatan dalam mengerjakan tugasnya. Walaupun
dari pihak perusahaan sudah secara maksimal memberikan banyak penyuluhan
akan pentingnya menggunakan APD dalam melakukan pekerjaan, mengingatkan
karyawan untuk menggunakan APD melalui mandor yang mengawasi pekerja,
namun pekerja tidak senantiasa mematuhi peraturan yang diberikan pihak
perusahaan. Dengan alasan ketidaknyamanan di dalam melakukan pekerjaannya
di dalam melakukan pekerjaan sehingga terkadang mereka tidak memakai secara
lengkap APD yang diberikan ketika melakukan pekerjaannya.
Menurut laporan terbaru Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)
bertajuk "Safety in Numbers, sekitar dua juta orang kehilangan nyawa mereka
setiap tahun akibat kecelakaan, luka-luka, atau penyakit di tempat kerja. Angka
tersebut setara dengan 5.000 pekerja per hari atau tiga orang setiap menitnya. Dari
sekitar 270 juta kecelakaan kerja yang terjadi, 355 ribu di antaranya merupakan
kecelakaan fatal, dan 160 juta penyakit akibat pekerjaan terjadi setiap tahun
(Ridwan, 2008).
Mayoritas penduduk di sekitar PT. Socfindo Kabupaten Nagan Raya
bekerja sebagai karyawan di perusahaan tersebut dengan berbagai macam profesi,
diantaranya sebagai pengegrek buah sawit, pembersih piringan kelapa sawit, dan
penyemprot pestisida. Namun walaupun mereka sudah lama bekerja di PT
socfindo Kabupaten Nagan Raya, kebiasan mereka dalam menggunakan alat
pelindung diri (APD) belum dilaksanakan dengan baik. Kebiasan yang kurang
-
4
baik ini tentunya akan berdampak pada kecelakaan yang dialami dalam menjalani
pekerjaan. Dampak lebih lanjut adalah akan menurunkan produktivitas kerja dari
para pekerja.
Laporan dari PT Socfindo-Indonesia Perkebunan Seunagan, selama tahun
2011 terdapat 13 orang yang dirawat akibat kecelakaan kerja, dari jumlah tersebut
2 orang (15%) di rujuk ke Medan. Adapun jenis kecelakaan kerja yang dialami
diantaranya 5 orang (38%) tertimpa dahan/cabang pohon, 5 orang (38%)
mengalami gangguan pada mata, selebihnya (23%) mengalami luka-luka ringan
(Klinik PT Sofindo, 2012). Sedangkan untuk tahun 2012 terjadi peningkatan
jumlah karyawan yang mengalami kecelakaan kerja yaitu sebanyak 32 orang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cut Misrianti (2011) menunjukkan
bahwa pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerja hanya 57,4% yang
terlaksana dengan baik, sedangkan produktivitas kerja yang baik mencapai 56,6%.
Dari survey awal pada bulan Desember 2012 yang dilakukan terlihat bahwa
hampir sekitar 20 pekerja tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri) secara
lengkap dalam bekerja. Hal seperti ini akan dapat mempengaruhi status kesehatan
pekerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui
bagaimana Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan Pekerja Di PT
Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Gambaran
Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan Pekerja Di PT Socfindo Perkebunan
Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013?
-
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan
Pekerja Di PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun
2013
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja tentang pemakaian APD di
PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya.
2. Untuk mengetahui gambaran sikap pekerja tentang pemakaian APD di PT
Socfindo Kabupaten Nagan Raya.
3. Untuk mengetahui gambaran tindakan pekerja tentang pemakaian APD di PT
Socfindo Kabupaten Nagan Raya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Perusahaan
Sebagai masukan bagi PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya terkait dalam
hal perilaku pekerja.
1.4.2 Bagi Pekerja
Sebagai masukan kepada pekerja di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya
tentang manfaat penggunaan APD dengan kesehatan pekerja itu sendiri.
1.4.3 Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam
melaksanakan penelitian, serta dapat menjadi bekal dalam melakukan
penelitian di masa yang akan datang.
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Perilaku
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Oleh karena
itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme merespon stimulus tersebut. Dilihat dari bentuk respon
terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua ; (1) perilaku
tertutup, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert); (2) perilaku terbuka, yaitu respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Benyamin Bloom (1908) dalam buku Notoadmojo (2007) seorang ahli
psikologi pendidikan membagi perilaku manusia menjadi tiga domain atau ranah
yakni : pengetahuan/kognitif (cognitive), sikap/afektif (affective),
tindakan/psikomotor (psychomotor) (Notoatmodjo, 2007).
2.1.1. Pengetahuan
2.1.1.1. Defenisi pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
-
7
7
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas
manusia. Ilmu pengetahuan merupakan upaya khusus manusia untuk
menyingkapkan realitas, supaya memungkinkan manusia berkomunikasi satu
sama lain, membangun dialog dengan mengakui yang lain, dan meningkatkan
harkat kemanusiaannya. Mengetahui secara ilmiah itu bukan menjadi lingkup
adanya manusia lengkap, akan tetapi merupakan sarana memungkinkan adanya
tindakan manusia (Wawan, 2010).
Pengetahuan adalah kesatuan atau perpaduan antara subjek yang
mengetahui dan objek yang diketahui atau dengan kata lain subjek itu memandang
objek sebagai suatu yang diketahuinya (Lubis, 2004). Teori pengetahuan
bertalian dengan sumber-sumber pengetahuan jadi pengetahuan merupakan hasil
tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu
(Notoatmodjo, 2007).
2.1.1.2. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior). Pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai beberapa tingkatan yaitu tahu (know),
memahami (comprehention), aplikasi (application), analisa (analysis).
Sintesis (synthesis), evaluasi (Notoatmodjo, 2007)
Tahu (know) artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, yang termasuk kedalam tingkat pengetahuan ini adalah
mengingat kembali terhadap hal-hal yang spesifik dari seluruh materi yang telah
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, kata kerja untuk mengukur bahwa
-
8
8
orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Memahami (comprehention) artinya kemampuan untuk menjelaskan
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, memberi contoh atau menyimpulkan.
Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
Analisa (analysis), suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek dalam komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analysis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan,
membedakan dan sebagainya.
Sintesis (synthesis), menunjukkan suatu kemampuan dalam meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,
dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Evaluasi, ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
(Notoatmodjo, 2007).
-
9
9
2.1.1.3.Cara memperoleh pengetahuan
Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara tradisional dan cara modern.
Pengetahuan berdasarkan cara tradisional dapat diperoleh melalui : (1) cara coba-
salah (trial and error); (2) kekuasaan atau otoritas; (3) cara memperoleh
pengetahuan berdasarkan pengalaman. Sedangkan pengetahuan berdasarkan cara
modren dapat diperoleh melalui penelitian ilmiah atau metodologi penelitian
(Wawan, 2010).
Memperoleh pengetahuan berdasarkan cara tradisional trial and error
merupakan cara yang telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban, sedangkan cara kekuasaan atau otoritas
yaitu cara memperoleh adanya peradaban, sedangkan cara kekuasaan atau otoritas
yaitu cara memperoleh pengetahuan berdasarkan kehidupan sehari-hari,
kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang lain tanpa
melalui penalaran baik atau tidak dan cara memperoleh pengetahuan berdasarkan
pengalaman masa lalu untuk memecahkan suatu masalah atau dengan kata lain
memperoleh pengetahuan melalui jalan pikiran dimana cara ini sejalan dengan
perkembangan kebudayaaan umat manusia (Wawan, 2010)
Sedangkan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan cara modern
merupakan cara baru yang lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut
metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian
(Notoatmodjo, 2007).
2.1.1.4 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
-
10
10
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Wawan, 2010).
Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2011), pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam
pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003) dalam Wawan
(2010), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja
umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu
akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Wawan, 2010)
3) Umur
Menurut Elizabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
Sedangkan menurut Hurlock (1998) yang dikutip oleh Wawan (2010)
-
11
11
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
b. Faktor eksternal
1) Lingkungan
Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) dalam Wawan
(2010), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial Budaya
Sistem social budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
2.1.1.5. Cara pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti atau
responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita ukur dan
dapat disesuaikan dengan tingkatan tersebut diatas (Notoatmodjo, 2007).
2.1.2.Sikap
2.1.2.1 Definisi sikap
Thrustone & Chave (1990) dalam Wawan (2010), mengemukakan bahwa
sikap adalah keseluruhan dari kecenderungan dan perasaan, curiga atau bias,
asumsi-asumsi, ide-ide, ketakutan-ketakutan, tantangan-tantangan dan keyakinan-
keyakinan manusia mengenai topik tertentu. Pendapat ini berbeda dengan
Thomas & Znaniecki (1920) dalam Wawan (2010), yang berpendapat bahwa
-
12
12
sikap tidak semata-mata ditentukan oleh aspek internal psikologis individu
melainkan melibatkan juga nilai-nilai yang dibawa dari kelompoknya.
Campbel (1950) dalam Wawan (2010), mengemukakan bahwa sikap
adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek sosial. Penekanan
konsistensi respon ini memberikan muatan emosional pada definisi yang
dikemukakan. Sikap tidak hanya kecenderungan merespon yang diperoleh dari
pengalaman tetapi sikap respon tersebut harus konsisten. Pengalaman memberikan
kesempatan bagi incividu untuk belajar.
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan,
jalan pikiran dan perilaku. Sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang
melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara
tertentu.
2.1.2.2 Komponen sikap
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang :
Komponen kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh
individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki
individu mengenai sesuatu.
Komponen afektif, merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-
pengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang.
Komponen konatif, merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau
-
13
13
kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Wawan,
2010).
2.1.2.3 Tingkatan sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan
(Notoatmodjo, 2007) :
a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding) adalah memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi
dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau
salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing) adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan dan
mendiskusikan suatu masakah adalah indikasi dari sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
2.1.2.4 Sifat sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif; Sikap
positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan
objek tertentu.sedangkan sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu (Wawan, 2010).
2.1.2.5 Ciri-ciri sikap
Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Wawan, 2010) :
-
14
14
Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek sikap, sikap
dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada
orang-orang bila terdapat keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah
sikap pada orang lain, sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai
hubungan tertentu terhadap suatu objek, objek sikap merupakan suatu hal tertentu,
tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut, sikap mempunyai
segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, yaitu sifat alamiah yang membedakan
sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki seseorang.
2.1.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Pengalaman pribadi, merupakan apa yang telah dan sedang kita alami akan
ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial
dan tanggapan akan menjadi salah-satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat
mempunyai tangapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman
yang berkaitan denga objek psikologis, apakah penghayatan itu kemudian akan
membentuk sikap positif ataukah negatif.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan salah-satu diantara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap, seseorang yang diharapakan
akan menjadi persetujuan pada setiap gerak dan tingkah laku serta akan
memberikan pendapat pada kita adalah seseorang yang berarti khusus bagi kita.
Pengaruh kebudayaan dimana kita hidup dan di besarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam
budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan, sangat mungkin kita
akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan.
-
15
15
Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan
berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap
kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.
Media masa sebagai sarana komunikasi terhadap berbagai bentuk media
masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah mempunyai pengaruh besar
dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Walaupun pengaruh media
masa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individu secara langsung, namun dalam
pembentukan sikap, peran media masa tidak kecil artinya. Karena itulah, salah-
satu bentuk informasi sugestif dalam media masa.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama, merupakan suatu sistem yang
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakan
dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pahaman akan baik dan
buruk garis pemisah antara sesuatu yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran
ajaranya.
Pengaruh faktor emosi, tidak semua sikap ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, Kadang-kadang suatu bentuk
sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Sikap demikan dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu
frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten
dan bertahan lama. Suatu contoh sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah
prasangka, Prasangka seringkali merupakan bentuk sikap negatif yang didasari
-
16
16
oleh kelainan kepribadian pada orang-orang yang frustasi (Azwar, 2005 dalam
Wawan 2010).
2.1.2.7 Cara mengukur sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner
(Notoatmodjo, 2007).
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap
seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang menyatakan sesuatu
mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi
atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya
bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut
dengan pernyataan yang favorable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula
berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidak mendukung
maupun kontra terhadap objek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan
pernyataan tidak favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar
terdiri atas pernyataan favorable dan tidak vaforable dalam jumlah yang seimbang
(Wawan, 2010).
2.1.2.8 Skala pengukuran sikap
Skala Thrustone merupakan metode ini mencoba menempatkan sikap
seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorable hingga sangat
favorable terhadap suatu objek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut
-
17
17
sejumlah aitem sikap yang telah ditentukan derajad favorabilitasnya (Wawan,
2010).
Untuk menghitung nilai skala dengan memilih pertanyaan sikap, pembuat
skala perlu membuat sampel pertanyaan sikap sekitar 100 buah atau lebih.
Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian diberikan kepada seorang penilai. Penilai ini
bertugas untuk menentukan derajat favorabilitasnya masing-masing pertanyaan.
Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala yang memiliki rentang
1-11. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sangat setuju.
Likert (1932) dalam Wawan (2010), mengajukan metodenya sebagai
alternatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan skala thrustone. Dalam
metode likert, masing-masing responden diminta melakukan egreement atau
disegreement untuk masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point
(Sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju). Untuk
pernyataan yang favorable nilai skala diubah menjadi angka yaitu sangat setuju
nilainya 5, setuju 4, ragu-ragu 3, tidak setuju 2 dan sangat tidak setuju 1.
Sebaliknya untuk pernyataan tidak favorable sangat setuju nilainya 1, setuju
nilainya 2, ragu-ragu 3, tidak setuju 4 dan sangat tidak setuju 5 (Wawan, 2010).
2.1.3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support)
-
18
18
dari pihak lain, misalnya dari keluarga. Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan
atau praktik mempunyai beberapa tindakan :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak
balitanya.
2. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya seseorang ibu dapat
memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya,
lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.
3. Mekanisme (mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
praktik tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah mengimunisasikan
bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang
lain.
4. Adaptasi
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut. Misalnya seorang ibu dapat memilih dan
memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah
dan sederhana.
-
19
19
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tindak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,
2007).
2.2. Kecelakaan Kerja
2.2.1 Definisi
Kecelakaan didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tak terduga, semula
tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas
dan dapat menimbulkan kerugian baik bagi manusia dan atau harta benda,
Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak
diharapkan dan tidak terencana yang mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik
pada manusia, barang maupun lingkungan. Sedangkan menurut Undang-Undang
No. 3 tahun 1992 Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung
dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah
menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar
dilalui (Silaban, 2012).
Undang-Undang RI No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan
tentang kesehatan kerja diantaranya :
-
20
20
Pasal 164
1. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup
sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan.
2. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pekerja di sektor formal dan informal.
3. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi
setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
4. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia
baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.
5. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
6. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.
7. Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja
yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 165
1. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja.
-
21
21
2. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat
dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.
3. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi,
hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 166
1. Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib
menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
2. Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan
akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
3. Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan
pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Disamping itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 86 disebutkan juga bahwa :
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
-
22
22
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 87 menyebutkan bahwa :
1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
2.2.2 Penyebab kecelakaan kerja
Kecelakaan tidak begitu saja terjadi, melainkan ada penyebabnya
(accidents don’t just happen, they are caused). Ada beberapa teori yang
berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan ini. Salah satu yang
ternama adalah yang diusulkan oleh H.W. Heinrich dengan teorinya yang dikenal
sebagai Teori Domino Heinrich (Silaban, 2012).
Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang
saling berhubungan:
1. Kondisi kerja
Yang termasuk kedalam factor ini adalah faktor keturunan dan pengaruh
lingkungan seperti ; keras kepala/berwatak keras, gugup, phobia/penakut,
acuh tak acuh, egois, iri hati, tidak sabar, mudah tersinggung/sangat
sensitive, pemarah, tidak dapat berkonsentrasi, mental tidak dewasa, tidak
-
23
23
loyal, tidak mau bekerja sama, suka melamun, tidak mau menerima
pendapat orang lain, dan tidak toleran
2. Kelalaian manusia
Merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan yang menjurus
pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan (berdiri di bawah
Derek/crane, menghidupkan mesin tiba-tiba, memindahkan perisai
pencegah kecelakaan, penerangan tidak sesuai, menjalankan kendaraan
kecepatan tinggi, dan lain-lain) ada beberapa keadaan yang menyebabkan
seseorang mengadakan kesalahan-kesalanan :
a. Pendidikan rendah
b. Pengetahuan rendah
c. Keterampilan rendah
d. Tidak memenuhi syarat secara fisik
e. Keadaan mesin atau lingkungan tidak memenuhi syarat
3. Tindakan tidak aman
Tindakan berbahaya yang memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya,
seperti :
a. Mengerjakan pekerjaan yang bukan tugasnya
b. Membuat alat pengaman yang bukan tugasnya
c. Menjalankan mesin dengan kecepatan yang membahayakan
d. Kurang pengetahuan dan keterampilan
e. Tidak memakai alat pelindung diri
f. Mengabaikan tanda bahaya
g. Bekerja sambil bercanda
-
24
24
h. Memakai peralatan rusak
i. Dan lain-lain
4. Kecelakaan
Terjadinya kecelakaan yang menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh
berbagai kerugian.
5. Cedera.
Kecelakaan mengakibatkan cedera (luka ringan, luka berat), cacat dan
bahkan kematian.
Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika
satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan
roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah kita kenal
sebelumnya, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa
beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain.
Gambar 2.1 Teori Domino Heinrich
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan
menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab
Kondisikerja
CederaKecelakaan
Tindakantidak aman
Kelalaianmanusia
-
25
25
kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman ini
menyumbang 98% penyebab kecelakaan.
Kemudian bagaimana penjelasan dengan menghilangkan tindakan tidak
aman ini dapat mencegah kecelakaan. Kembali ke analogi kartu domino tadi, jika
kartu nomor 3 tidak ada lagi, seandainya kartu nomor 1 dan 2 jatuh, ini tidak akan
menyebabkan jatuhnya semua kartu.
Dengan adanya gap/jarak antara kartu kedua dengan kartu keempat, pun
jika kartu kedua terjatuh, ini tidak akan sampai menimpa kartu nomer 4.
Akhirnya, kecelakaan (poin 4) dan cedera (poin 5) dapat dicegah. Dengan
penjelasannya ini, Teori Domino Heinrich menjadi teori ilmiah pertama yang
menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan tidak lagi dianggap sebagai
sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan (Silaban, 2012).
2.3. Alat Pelindung Diri
2.3.1 Definisi
APD (Alat Pelindung diri) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh
tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari adanya
kemungkinan potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Secara teknis APD tidaklah
secara sempurna dapat melindungi tubuh tetapi akan dapat meminimaliasi tingkat
keparahan kecelakaan atau keluhan / penyakit yang terjadi. Dengan kata lain,
meskipun telah menggunakan APD upaya pencegahan kecelakaan kerja secara
teknis, teknologis yang paling utama.
Alat Pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh
-
26
26
tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai apabila usaha rekayasa
(engineering) dan cara kerja yang aman (work praktis) telah maksimum (Silaban,
2012).
2.3.2 Persyaratan dan masalah APD
APD perlu sebelumnya dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi
ketentuan yang disyaratkan, yaitu :
1. Memberikan perlindungan yang cukup terhadap bahaya yang dihadapi
tenaga kerja
2. Beratnya seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan
3. Dapat dipakai secara fleksibel (enak dipakai)
4. Bentuknya cukup menarik
5. Tahun untuk pemakaian yang lama
6. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya
7. Memenuhi standar yang ditentukan
8. Tidak membatasi gerakan
9. Suku cadang mudah didapat untuk pemeliharaannya
2.3.3 Landasan hukum tentang APD
Peraturan perundang-undangan tentang APD berupa kewajiban
pengurus/perusahaan dan hak tenaga kerja telah ditetapkan dalam :
1. UU RI No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pada :
a. Pasal 9 ayat 1, Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang :
-
27
27
1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam
tempat kerjanya
2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerjanya
3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
b. Pasal 12, Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak
tenaga kerja untuk :
1) Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
1) Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
c. Pasal 14 sub c, yaitu Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki
tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No : Per 01/Men/1981 tentang kewajiban
melaporkan penyakit akibat kerja :
a. Pasal 4 ayat 3 yaitu :Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma
semua alat perlindungan diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit
akibat kerja.
b. Pasal 5 ayat 2 yaitu, Tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan
diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
-
28
28
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: Per 08/men/2010 tentang Alat Pelindung
Diri pada :
a. Pasal 2
1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat
kerja
2) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku.
3) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh
pengusaha secara cuma-cuma.
b. Pasal 4
1) APD wajib digunakan ditempat kerja di mana :
a) dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat
menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan
b) dibuat, diolah, dipakai dipergunakan, diperdagangkan, diangkut
atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah
terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi
atau bersuhu rendah
c) dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk
bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan
sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan
-
29
29
d) dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya,
peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan
e) dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas,
minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik di permukaan, di
dalam bumi maupun di dasar perairan.
f) dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di
daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun
di udara
g) dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,
dok, stasiun, bandar udara dan gudang
h) dilakukan penyelaman , pengambilan benda dan pekerjaan lain di
dalam air
i) dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau
perairan
j) dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi
atau rendah
k) dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok,
hanyut atau terpelanting
l) dilakukan pekerjaan dalam ruang terbatas tangki, sumur atau
lubang
m) terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran
-
30
30
n) dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah
o) dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi
radio, radar, televisi, atau telepon
p) dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau
riset yang menggunakan alat teknis
q) dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan
atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; dan
r) diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik
atau mekanik
c. pasal 5 :
Pengusaha atau Pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan
memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat
kerja
d. Pasal 6 :
1) Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib
memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan
risiko
2) Pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan
pekerjaan apabila APD yang disediakan tidak memenuhi ketentuan dan
persyaratan.
e. Pasal 7 :
1) Pengusaha atau Pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di
tempat kerja
2) Manajemen APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
-
31
31
a) identifikasi kebutuhan dan syarat APD
b) pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan
kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh
c) pelatihan
d) penggunaan, perawatan, dan penyimpanan
e) penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan
f) pembinaan
g) inspeksi; dan
h) evaluasi dan pelaporan.
2.3.4 Jenis Alat Pelindung Diri
Adapun jenis-jenis Alat Pelindung diri yang digunakan yaitu :
1. Alat pelindung kepala
a. Topi pengaman (safety helmet), untuk melindungi kepala dari benturan
atau pukulan benda-benda
b. Topi / Tudung, untuk melindungi kepala dari api, uap, debu, kondisi
iklim yang buruk.
c. Tutup kepala, untuk melindungi kebersihan kepala dan rambut
2. Alat pelindung telinga
a. Sumbat telinga (ear plug)
b. Tutup telinga (ear muff)
c. Alat pelindung muka dan mata (face shield)
d. Kaca mata biasa
e. Goggles
-
32
32
3. Alat perlindungan pernafasan
a. Respirator yang sifatnya memurnikan udara
b. Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih
c. Respirator dengan supply oksigen
d. Pakaian kerja
Pakaian kerja khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya
tertentu seperti :
1) Terhadap radiasi panas
2) Terhadap radiasi mengion
3) Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia
Pakaian pelindung dipakai pada tempat kerja tertentu misalnya Apron
(penutup / menahan radiasi), yang berfungsi untuk menutupi sebagian atau
seluruh badan dari panas, percikan api, pada suhu dingin, cairan kimia, oli,
dari gas berbahaya atau beracun, serta dari sinar radiasi.
4. Tali / sabuk Pengaman
Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya
digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup
atau boiler
5. Sarung Tangan
Fungsinya melindungi tangan dan jari – jari dari api, panas, dingin, radiasi,
listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, lecet dan infeksi.
6. Pelindung kaki
Fungsinya untuk melidungi kaki dari tertimpah benda – benda berat,
terbakar karena logam cair, bahan kimia, tergelincir, tertusuk.
-
33
33
Secara lebih spesifik, alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh
pekerja pada PT. Socfindo perkebunan seunagan diantaranya adalah :
1. Bagi pemotong buah
a. Helm
b. Kaca mata
c. Sarung tangan
d. Baju lengan panjang
e. Sepatu Boot
2. Bagi pembersih piringan kelapa sawit
a. Topi/penutup kepala
b. Sepato boot
c. Baju lengan panjang
d. Sarung tangan
e. Kaca mata
3. Bagi penyemprot pestisida
a. Topi/penutup kepala
b. Kaca mata
c. Masker
d. Sepato boot
f. Baju lengan panjang
g. Sarung tangan
-
34
34
2.4. PT Socfindo
PT. Socfin Indonesia berdasarkan akta pendiriannya berkedudukan di
Medan, Jl. K.L. Yos Sudarso No.106, PO BOX 1254, Medan - 20115, merupakan
perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet,
serta produksi benih unggul kelapa sawit.
PT. Socfin Indonesia menghasilkan 3 jenis komoditi utama, yaitu kelapa
sawit, karet, dan benih kelapa sawit. PT. Socfin Indonesia didirikan pada tanggal
7 Desember 1930 dengan nama Socfin Medan S.A. Pada tahun 1965, PT. Socfin
Indonesia dialihkan di bawah pengawasan pemerintah Indonesia berdasarkan
penetapan Presiden No. 6 Tahun 1965.
Pada tahun 1968, PT. Socfin Indonesia menjadi perusahaan patungan
antara Plantation Nord Sumatra S.A. - Belgia (pemilik saham Socfin) dengan
pemerintah R.I dengan nama PT. Socfin Indonesia (Socfindo), berdasarkan UU
penanaman modal asing No. 01/1967 dengan perbandingan kepemilikan 60%
saham Plantation Nord Sumatra dan 40% saham pemerintah Republik Indonesia.
Pada tanggal 13 Desember 2001, sejalan dengan privatisasi beberapa BUMN oleh
pemerintah R.I., telah terjadi perubahan kepemilikan saham Socfindo menjadi
90% saham Plantation Nord Sumatra dan 10% saham pemerintah R.I. di bawah
kementerian BUMN.
Saat ini, PT. Socfin Indonesia memiliki tiga unit bisnis utama yaitu
sebagai produsen minyak kelapa sawit dan karet, serta produsen benih kelapa
sawit unggul. Dalam pengelolaan ketiga bisnis utama tersebut, PT. Socfin
Indonesia telah menerapkan standar dan kualitas yang tinggi melalui aplikasi ISO
-
35
35
9001:2008, ISO 14001:2007, OHSAS 18001:2007 dan juga sebagai anggota dari
RSPO.
2.5. Landasan Teori
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Oleh karena
itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme merespon stimulus tersebut.
Menurut Undang-Undang No.13 tahun 1992 Kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit
yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah
melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Dalam Teori Domino Heinrich,
kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan yaitu kondisi kerja,
kelalaian manusia, tindakan tidak aman, kecelakaan, cedera (Silaban, 2012)
Alat Pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh
tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai apabila usaha rekayasa
(engineering) dan cara kerja yang aman (work praktis) telah maksimum (Silaban,
2012).
2.6 Kerangka Konsep
Salah satu penyebab kecelakaan kerja adalah tidak menggunakan alat
pelindung diri selama bekerja (Teori Domino Oleh Heinrich) dalam Silaban
(2012).
-
36
36
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Perilaku PemakaianAPD
1. Pengetahuan2. Sikap3. Tindakan
Kecelakaan Kerja
-
376
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain survey cross sectional artinya
penelitian ini dilakukan terhadap beberapa populasi yang diamati pada waktu yang
sama. Survey cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini untuk
mengetahui Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan Pekerja di PT Socfindo
Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 dan tempat penelitian di
lakukan di PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya, dengan
pertimbangan bahwa rendahnya kesadaran pekerja dalam memakai APD.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan PT Socfindo Perkebunan
Seunagan Kabupaten Nagan Raya yang berjumlah 941 orang, terdiri dari 312 orang
penyemprot, 387 orang pemotong buah, 215 orang pembersih piringan. Selebihnya
adalah karyawan yang bekerja dalam pabrik.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah karyawan PT Socfindo. Untuk menentukan jumlah sampel
menggunakan rumus Slovin :
-
38
n = Besar sampel
Z 1-α/2 = Nilai Z tabel pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) : 1,96
P = Proporsi kejadian (ditetapkan 10%)
d = Derajat penyimpangan terhadap populasi (0,05)
Jumlah sampel ditentukan sebanyak 71 orang
Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsional random sampling,
yaitu melakukan pengambilan sampel secara acak sesuai proporsi dari masing-masing
jenis pekerjaan. Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah terdaftar sebagai karyawan
PT. Socfindo, bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi tidak terdaftar
sebagai karyawan di PT. Socfindo
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data primer
Data primer merupakan data yang bersumber langsung dari responden. Untuk
memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat pengumpul
data berupa kuesioner yang di susun sendiri oleh peneliti yang terdiri dari 3
bagian yaitu kuesioner tentang perilaku karyawan dalam pemakaian APD
Z 1-α/2 P (1-P)n =
d2
1,96 . 0,10 (1-0,10)n =
0,052
n = 70,56 71
-
39
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang bersumber dari selain
responden. Data ini dapat bersumber dari PT Socfindo Nagan Raya.
3.5. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1. Definisi operasional variabel
No Variabel KeteranganVariabel Independen1 Pengetahuan Definisi
Cara ukurAlat ukurHasil Ukur
Skala Ukur
Segala sesuatu yang diketahui oleh pekerjatentang alat pelindung diri (APD) dalammelaksanakan pekerjaanWawancaraKuesioner1. Baik2. Cukup3. KurangOrdinal
2 Sikap Definisi
Cara ukurAlat ukurHasil Ukur
Skala Ukur
pendapat dan persetujuan karyawan PT SocfindoPerkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Rayatentang pemakaian alat pelindung diri (APD)WawancaraKuesioner1. Baik2. Cukup3. KurangOrdinal
3 Tindakan Definisi
Cara ukurAlat ukurHasil Ukur
Skala Ukur
Penggunaan alat pelindung diri oleh karyawan PTSocfindo Perkebunan Seunagan KabupatenNagan Raya.ObservasiChecklist1. Baik2. Cukup3. KurangOrdinal
Variabel Dependen1 Kecelakaan kerja Definisi
Cara ukurAlat ukurHasil Ukur
Skala Ukur
Segala bentuk kecelakaan akibat kerja yangterjadi pada pekerja di PT Socfindo PerkebunanSeunagan Kabupaten Nagan Raya.WawancaraKuesioner1.Ya2. TidakNominal
-
40
3.6. Aspek Pengukuran Variabel
Untuk pengukuran variabel pengetahuan terdiri dari 10 pertanyaan tertutup
dengan 2 kemungkinan jawaban yaitu “ya”, dan “tidak”. Untuk jawaban “benar” diberi
skor 1, dan “salah” skornya 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 10 dan nilai
terendah adalah 0. Untuk menentukan kategori digunakan rumus (Arikunto, 2006).
Baik : 8-10
Cukup : 6-7
Kurang :
-
41
Keterangan :
I : Interval
H : Tinggi
L : Rendah
K : Katagori
Sehingga didapatkan :
a. Kategori baik apabila skor yang diperoleh 31-40.
b. Kategori cukup apabila skor yang diperoleh 21-30.
c. Kategori kurang apabila skor yang diperoleh 10-20.
untuk variabel tindakan terdiri dari 6 pertanyaan tertutup dengan 2
kemungkinan jawaban yaitu “ya”, dan “tidak”. Untuk jawaban “benar” diberi skor 1,
dan “salah” skornya 0. Untuk menentukan kategori digunakan rumus (Arikunto, 2006).
Sedangkan untuk variabel tindakan :
Baik : 5-6
Cukup : 4
Kurang :
-
42
3.7. Teknik Analisis Data
Metode statistik untuk analisis data yang digunakan adalah:
3.7.1. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karateristik setiap variabal penelitian. Dalam analisis univariat hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).
-
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
PT Socfindo Perkebunan Seunagan atau Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Seunagan adalah salah satu unit PT Socfin Indonesia yang terletak di Wilayah
Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya dengan jarak 16 Km dari Kota
Jeuram dimana produksi awalnya dimulai pada tahun 1937. Karyawan PT
Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya yang berjumlah 941
orang, terdiri dari 312 orang penyemprot, 387 orang pemotong buah, 215 orang
pembersih piringan. Selebihnya adalah karyawan yang bekerja dalam pabrik.
Secara Geografis PT. Socfindo memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut :
Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Kuala
Timur : Berbatasan dengan Perkebuanan Seumayam
Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kuala Pesisir
Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Tadu Raya
4.1.2 Karakteristik responden
4.1.2.1 Umur
Pengukuran umur responden dikategorikan menjadi usia dewasa muda
(20-30 tahun), usia dewasa menengah (31-45 tahun), dan dewasa lanjut (46-60
tahun) (Hurlock, 2000) untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:
-
44
Tabel 4.1 Distribusi frekwensi responden berdasarkan umur di PTSocfindo Kabupaten Nagan Raya tahun 2013
No Umur Frekwensi (%)123
Dewasa Muda (20-30 tahun)Dewasa Menengah (31-45 tahun)Dewasa Lanjut (46-60 tahun)
24389
33,8053,5213,68
Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.1. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi
responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya berumur dewasa menengah
(31-45 tahun) yaitu sebanyak 38 orang (53,52%) dari 71 responden yang diteliti.
4.1.2.2 Jenis Kelamin
Pengelompokkan jenis kelamin responden dikategorikan menjadi laki-laki
dan perempuan, untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Distribusi frekwensi responden berdasarkan Jenis Kelamin diPT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun 2013
No Jenis Kelamin Frekwensi (%)12
Laki-lakiPerempuan
4130
57,7442,26
Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.2. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi
responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 41 orang (57,74%) dari 71 responden yang diteliti.
4.1.2.3 Pendidikan
Pengukuran tingkat pendidikan responden dikategorikan ke dalam jenjang
SD, SMP dan SMA/sederajat yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
-
45
Tabel 4.3 Distribusi frekwensi responden berdasarkan tingkat pendidikandi PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun 2013
No Pendidikan Frekwensi (%)123
SMASMPSD
43199
60,5626,7612,68
Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.3. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi
responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya berlatar belakang pendidikan
SMA yaitu sebanyak 43 orang (60,56%) dari 71 responden yang diteliti.
4.1.2.4 Jenis Pekerjaan
Pengelompokan jenis pekerjaan responden dikategorikan ke dalam tiga
kelompok yaitu pemotong buah, penyemprot, dan pembersih piringan yang dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Distribusi frekwensi responden berdasarkan jenis pekerjaan diPT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun 2013
No Pendidikan Frekwensi (%)123
Pemotong buahPenyemprotPembersih piringan
292418
40,833,825,4
Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.4. di atas diketahui mayoritas responden di PT
Socfindo Kabupaten Nagan Raya bekerja sebagai pemotong buah yaitu sebanyak
29 orang (40,8%) dari 71 responden yang diteliti.
4.1.3 Analisa Univariat
4.1.3.1 Pengetahuan
Pengukuran variabel pengetahuan responden dikategorikan baik, cukup
dan kurang seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
-
46
Tabel 4.5 Distribusi frekwensi responden berdasarkan pengetahuantentang pemakaian APD di PT Socfindo Kabupaten Nagan Rayatahun 2013
No Pengetahuan tentang pemakaianAPD
Frekwensi (%)
123
BaikCukupKurang
40274
56,3438,035,63
Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.5. di atas diketahui pekerja PT Socfindo yang menjadi
responden di Kabupaten Nagan Raya mayoritas memiliki pengetahuan yang baik
tentang pemakaian APD yaitu sebanyak 40 orang (56,34%) dari 71 responden
yang diteliti.
4.1.3.2 Sikap
Pengukuran sikap responden dikategorikan baik, cukup dan kurang seperti
yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Distribusi frekwensi responden berdasarkan sikap tentangpemakaian APD di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun2013
No Sikap tentang pemakaian APD Frekwensi (%)123
BaikCukupKurang
16550
22,5477,460,0
Jumlah 71 100Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.6. di atas diketahui pekerja PT Socfindo yang menjadi
responden di Kabupaten Nagan Raya mayoritas memiliki sikap pada kategori
cukup yaitu 55 orang (77,46%) dari 71 orang responden yang diteliti.
-
47
4.1.3.3 Tindakan
Pengukuran tindakan responden dikategorikan baik, cukup dan kurang
seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Distribusi frekwensi responden berdasarkan tindakan tentangpemakaian APD di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun2013
No Tindakan tentang pemakaian APD Frekwensi (%)123
BaikCukupKurang
5957
7,0512,6780,28
Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.7. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi
responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya memiliki tindakan yang kurang
yaitu 57 orang (80,28%) dari 71 orang responden yang diteliti.
4.1.3.4 Kecelakaan Kerja
Kejadian kecelakaan kerja yang pernah terjadi pada responden
dikategorikan ya dan tidak seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.8 Distribusi frekwensi responden berdasarkan kejadiankecelakaan kerja di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun2013
No Tindakan tentang pemakaian APD Frekwensi (%)12
YaTidak
1952
26,7673,24
Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.8. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi
responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tidak mengalami kecelakaan
kerja yaitu 52 orang (73,24%) dari 71 orang responden yang diteliti.
-
48
4.2.Pembahasan
4.2.1. Sejarah PT. Socfindo
Diawali pada tahun 1909, Societe Financiere des Caouchoucs Medan
Societe Anonyme (Socfin) didirikan oleh M. Bunge. Pada saat yang bersamaan
juga, Adrian Hallet mendirikan Plantation Fauconnier & Posth bersama Henry
Fauconnier. Sementara itu, aktivitas pembukaan dan pembangunan perkebunan
PT. Socfin Indonesia pertama sekali sudah dimulai pada tahun 1906 di Kebun Sei
Liput, Aceh Timur, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sekarang).
Pada tanggal 7 Desember 1930, berdasarkan akta notaris William Leo
No.45, nama dan leaglitas PT. Socfin Medan S.A. (Societe Financiere des
Caoutchoucs Medan Societe Anonyme) resmi digunakan. Berdasarkan akta
notaris tersebut, PT. Socfin Medan S.A. berkedudukan di Medan dan mengelola
perkebunan di daerah Sumatera Timur, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Aceh
Timur.
Perkembangan selanjutnya, berdasarkan penetapan Presiden No.6 tahun
1965, Keputusan Kabinet Dwikora No.A/D/58/1965, No.SK.100/Men.Perk/1965
menyatakan bahwa perusahaan perkebunan yang dikelola oleh PT. Socfin Medan
S.A diletakkan dibawah pengawasan pemerintah, kemudian pada tahun 1966
diadakan serah terima hak milik perusahaan kepada pemerintah Indonesia atas
dasar penjualan perkebunan dan harta PT. Socfin Medan S.A.
Pada tahun 1968, tepatnya tanggal 29 April 1968 dicapai kesepakatan
antara pemerintah R.I. dengan pemilik saham PT. Socfin Medan S.A, diperkuat
dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No.B.68/PRES/6/1968 tanggal 13 Juni
1968 dan surat keputusan Menteri Pertanian No.94/Kpts/Op/6/1968 tanggal 17
-
49
Juni 1968 yang berisikan patungan antara pemerintah R.I. dengan Perusahaan
Asal Belgia yaitu Plantation Nord Sumatera Belgia S.A. (PNS) dimana komposisi
permodalan 40% pemerintah Republik Indonesia dan 60% PNS.
PNS kemudian memberi nama PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO),
didirikan melalui Akte Notaris Chairil Bahri di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1968
No.23 dan Akte Perubahan No.64 tanggal 12 Mei 1968. Disahkan oleh Menteri
Kehakiman pada tanggal 3 September 1969 dan diumumkan dalam tambahan
berita negara RI No.68/69 tanggal 31 Oktober 1969.
4.2.2. Pengetahuan
Hasil penelitian terhadap pengetahuan pekerja di PT Socfindo didapatkan
kebanyakan memiliki pengetahuan yang baik tentang pemakaian APD. Dari hasil
ini menunjukkan bahwa pekarja sudah mendapatkan informasi yang memadai
tentang pemakaian APD. Informasi yang diperoleh ini berasal dari interaksi
pekerja dengan lingkungan, baik lingkungan kerja maupun lingkungan
masyarakat.
Di lingkungan kerja sering diingatkan oleh para mandor bahwa penting
bagi pekerja untuk senantiasa menggunakan alat pelindung diri (APD) agar
tercegah dari kecelakaan kerja. Lingkungan masyarakatpun sangat mendukung
karena kebanyakan warga di lokasi penelitian bekerja di PT Socfindo dengan
berbagai jenis pekerjaan. Dengan adanya interaksi ini akan memudahkan bagi
pekerja untuk mendapatkan informasi.
-
50
Berdasarkan hal ini perlu adanya upaya dari pihak perusahaan untuk terus
mensosialisasikan tentang pentingnya menggunakan APD dalam melakukan
pekerjaan.
4.2.3 Sikap
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pekerja yang menjadi responden
di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya memiliki sikap yang berada pada kategori
cukup.
Hasil ini menunjukkan kebanyakan pekerja sudah menyadari bahwa
pemakaian APD dapat mencegah dampak dari kecelakaan kerja. Sikap Ini juga
didukung oleh pengetahuan dari pekerja itu sendiri. Sikap ini sangat dipengaruhi
oleh kondisi psikologis seseorang terutama keyakinannya. Seorang pekerja akan
sangat mendukung penggunaan APD karena ingin menjaga keselamatan diri
selama bekerja.
Menurut Notoatmodjo (2011), sikap merupakan reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek, sehingga
manifestasi sikap tidak bisa dilihat langsung. Dalam penentuan sikap ini
pengetahuan, keyakinan, pikiran dan emosi memegang peranan yang penting.
Oleh karena itu sikap itu tidak muncul dengan sendirinya.
Berdasarkan hal tersebut, untuk memunculkan sikap yang mendukung
penggunaan APD di PT Socfindo, para pekerja harus memiliki pengetahuan yang
baik dan juga memiliki keyakinan bahwa pekerjaan yang dilakukan juga memiliki
resiko terjadi kecelakaan kerja.
-
51
4.2.4 Tindakan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tindakan pekerja dalam pemakaian
APD di PT Socfindo masih kurang. Tindakan pekerja yang masih kurang baik ini
erat kaitannya dengan keinginan/dorongan (motivasi) untuk melakukan sesuatu
yang lebih baik. Walaupun sebagian besar pekerja tidak pernah mengalami
kecelakaan kerja bukan berarti mereka boleh untuk tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD). Tindakan yang ditunjukkan oleh pekerja ini juga karena
faktor kebiasaan, dimana sebagian besar pekerja tidak begitu peduli dengan
keselamatannya selama bekerja.
Perilaku akan menjadi semakin baik apabila tindakan yang ditunjukkan
juga baik. Tindakan merupakan wujud dari sikap. Namun sikap tidak otomatis
menjadi sebuah tindakan yang nyata. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu
tindakan nyata diperlukan adanya faktor pendukung seperti fasilitas
(Notoatmodjo, 2011). Oleh karena itu dukungan sangat dibutuhkan untuk
mengapliskasikan pengetahuan dan sikap.
Berdasarkan hal ini, supaya tindakan pekerja dapat mendukung
pencegahan terjadinya kecelakaan kerja harus ada peran aktif dari perusahaan
untuk mewwajibkan seluruh pekerja menggunakan APD sesuai dengan jenis
pekerjaannya.
-
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan :
1. Mayoritas pekerja memiliki pengetahuan yang baik tentang pemakaian
APD yaitu sebanyak 40 orang (56,34%).
2. Kebanyakan pekerja di PT Socfindo memiliki sikap pada kategori cukup
yaitu 55 orang (77,46%)
3. Tindakan pekerja dalam pemakaian APD berada pada kategori kurang
yaitu 57 orang (80,28%) dari 71 orang responden yang diteliti.
3.2 Saran
3.2.1 Disarankan kepada pihak manajemen perusahaan untuk menyediakan dan
mengawasi pemakaian APD pada pekerja, dan bila perlu memberi sanksi
yang sesuai bagi pekerja yang tidak menggunakan APD
3.2.2 Disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk meninjau hubungan
perilaku pekerja dengan kejadian kecelakaan kerja.
3.2.3 Kepada pekerja disarankan untuk mentaati aturan perusahaan yang berkaitan
dengan pemakaian alat pelindung diri (APD)
-
53
52
-
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, 2001. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. UI Press Jakarta.
Arikunto (2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Rineka CiptaJakarta
Budiono, 2001, Hiperkes dan Keselamatan Kerja. PT. Tri Tunggal. Tata Fajar.Jakarta
Misrianti, 2011, Gambaran Karakterisitik dan Penggunaan APD dalamMeningkatkan Produksi Kerja pada Unit Produksi Kelapa Sawit Di PTSocfindo Seunagan tahun 2011
Darmansyah, 2012. Kilas Balik PT Socfindo.
Depkes 2011. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: Per 08/men/2010 tentangAlat Pelindung Diri
Depkes RI, 2009. Undang-Undang RI No 36 tentang Kesehatan. Jakarta
Depnaker RI, 2003. Undang-Undang RI No 13 tentang Ketenagakerjaan Jakarta
Mansur. 2007. Manajemen Resiko Kesehatan di Tempat Kerja.Http:www.alzeinsi.blogspot.com. di Akses tanggal 5 Juni 2013.
Notoatmodjo, 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
------- ,2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Manusia. Rineka Cipta.Jakarta
-------, 2011, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta.
Prasetyo, 2009. Alat Pendeteksi Kebugaran Pada Atlet. Skripsi . Fakultas Teknik.Universitas Negeri Malang
Ridwan, 2008. Konsep dan Teori-teori Perilaku dalam Bidang Keselamatan danKesehatan Kerja Departemen K3 FKM UI.
Silaban, G. 2012. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prima Jaya Medan.
Wawan, 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan PerilakuManusia. Nuha Medika Yogyakarta.
UNIVERSITAS TEUKU UMARBAB IBAB IIBAB IIIBAB VDAFTAR PUSTAKA
top related