60 hadits sulthaniyah
Post on 22-Nov-2015
327 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
.:. diketik ulang dengan tidak sempurna oleh: Gilang Zulfairanatama (http://www.gizul.wordpress.com)
JUDUL BUKU 60 HADITS SULTHANIYAH: Hadits-Hadits Tentang Penguasa
PENULIS Abu Lukman Fathullah
PENERJEMAH Abu Faiz
PENERBIT Pustaka Thariqul Izzah
TAHUN 2011, Juli, cetakan II
-
Daftar Isi 1. KHALIFAH ADALAH PEMIMPIN KAUM MUSLIM .............................................................................. 5
2. BISYARAH MENGENAI KEMBALINYA SISTEM KHILAFAH YANG MENGIKUTI METODE KENABIAN .. 6
3. WAJIBNYA KHILAFAH #1 .................................................................................................................. 8
4. WAJIBNYA KHILAFAH #2 .................................................................................................................. 8
5. WAJIBNYA PEMIMPIN TUNGGAL BAGI KAUM MUSLIM ............................................................... 10
6. AKIDAH ISLAM MERUPAKAN LANDASAN NEGARA #1 .................................................................. 11
7. AKIDAH ISLAM MERUPAKAN LANDASAN NEGARA #2 .................................................................. 11
8. POKOK-POKOK HUKUM SYARA ..................................................................................................... 13
9. ISLAM MENENTUKAN HUKUM SYARA, BUKAN PERSOALAN TEKNIS (PERBEDAAN ANTARA
HUKUM & USLUB) #1 .................................................................................................................... 14
10. ISLAM MENENTUKAN HUKUM SYARA, BUKAN PERSOALAN TEKNIS (PERBEDAAN ANTARA
HUKUM & USLUB) #2 .................................................................................................................... 14
11. IMAM ADALAH PENANGGUNGJAWAB URUSAN UMAT ............................................................... 16
12. TIDAK BERAMBISI MENGEJAR KEDUDUKAN DALAM PEMERINTAHAN ........................................ 18
13. BEBAN BERAT SEBUAH TANGGUNG JAWAB #1 ............................................................................ 19
14. BEBAN BERAT SEBUAH TANGGUNG JAWAB #2 ............................................................................ 19
15. KEPEMIMPINAN TIDAK DIDASARKAN PADA RASA ATAU KELOMPOK TERTENTU ........................ 21
16. LARANGAN NEPOTISME #1 ........................................................................................................... 22
17. LARANGAN NEPOTISME #2 ........................................................................................................... 22
18. LARANGAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN ................................................................................... 24
19. PENGUASA YANG ZALIM AKAN DIRANTAI PADA HARI PEMBALASAN .......................................... 25
20. HUDUD DIBERLAKUKAN MESKI TIDAK ADA PIHAK YANG MENYAMPAIKAN TUNTUTAN ............. 26
21. HUKUM DITEGAKKAN SECARA ADIL .............................................................................................. 27
22. SETIAP ORANG DIANGGAP TIDAK BERSALAH SAMPAI IA TERBUKTI BERSALAH #1 ...................... 29
23. SETIAP ORANG DIANGGAP TIDAK BERSALAH SAMPAI IA TERBUKTI BERSALAH #2 ...................... 29
24. MEMPERLAKUKAN NON MUSLIM SECARA ADIL #1 ...................................................................... 31
25. MEMPERLAKUKAN NON MUSLIM SECARA ADIL #2 ...................................................................... 31
26. AIR, PADANG GEMBALAAN, DAN API, ADALAH MILIK SELURUH KAUM MUSLIM #1 ................... 33
27. AIR, PADANG GEMBALAAN, DAN API, ADALAH MILIK SELURUH KAUM MUSLIM #2 ................... 33
28. LARANGAN MENGGELAPKAN HARTA ORANG LAIN ...................................................................... 35
29. LARANGAN BERLAKU CURANG DALAM PEMANFAATAN TANAH #1 ............................................ 36
30. LARANGAN BERLAKU CURANG DALAM PEMANFAATAN TANAH #2 ............................................ 36
31. PEMERINTAHAN, SIMPUL ISLAM YANG MENJADI TEMPAT BERGANTUNG PERKARA-PERKARA
LAINNYA ........................................................................................................................................ 37
-
32. HIDUP DI BAWAH SEORANG PEMIMPIN YANG ADIL LEBIH BAIK DARIPADA BERIBADAH SELAMA
60 TAHUN #1 ................................................................................................................................. 38
33. HIDUP DI BAWAH SEORANG PEMIMPIN YANG ADIL LEBIH BAIK DARIPADA BERIBADAH SELAMA
60 TAHUN #2 ................................................................................................................................. 38
34. IMAM LAKSANA PERISAI ............................................................................................................... 40
35. KEHORMATAN DARAH SEORANG MUSLIM #1 .............................................................................. 41
36. KEHORMATAN DARAH SEORANG MUSLIM #2 .............................................................................. 41
37. PENDERITAAN SEORANG MUSLIM ADALAH PENDERITAAN BAGI SELURUH MUSLIM #1 ............ 42
38. PENDERITAAN SEORANG MUSLIM ADALAH PENDERITAAN BAGI SELURUH MUSLIM #2 ............ 42
39. LARANGAN FANATISME GOLONGAN, NASIONALISME, ATAU BERPERANG TANPA ARGUMENTASI
YANG SHAHIH ................................................................................................................................ 43
40. PENGUASA YANG ZALIM MERUPAKAN PROBLEM TERBESAR ....................................................... 44
41. KERUSAKAN KARENA KRONIISME ................................................................................................. 45
42. CELAAN BAGI ORANG-ORANG YANG MENDUKUNG SEORANG PENGUASA KARENA INGIN
MENDAPATKAN KENIKMATAN DUNIA .......................................................................................... 46
43. TIDAK ADA KETAATAN KEPADA PEMIMPIN DALAM KEMAKSIATAN #1 ........................................ 47
44. TIDAK ADA KETAATAN KEPADA PEMIMPIN DALAM KEMAKSIATAN #2 ........................................ 47
45. SEORANG MUKMIN TIDAK BOLEH JATUH PADA LUBANG YANG SAMA DUA KALI ....................... 48
46. LARANGAN MERASA TENANG DALAM PEMERINTAHAN YANG KUFUR ........................................ 49
47. PENGKHIANATAN .......................................................................................................................... 50
48. LARANGAN MEMATA-MATAI DAN MENCELAKAI SESAMA MUSLIM ............................................ 51
49. LARANGAN MENGANIAYA ............................................................................................................ 52
50. LEBIH BAIK MATI DALAM KEADAAN TERASING DARIPADA BEKERJASAMA DALAM KERUSAKAN 53
51. LISAN HARUS DIGUNAKAN UNTUK MENYERUKAN KEBENARAN KETIKA TANGAN TIDAK MAMPU
MENGUBAH KEMUNKARAN .......................................................................................................... 55
52. MASYARAKAT MEMILIKI TUGAS KOLEKTIF UNTUK MENCEGAH KEMUNKARAN .......................... 57
53. MUHASABAH KEPADA PENGUASA #1 ........................................................................................... 59
54. MUHASABAH KEPADA PENGUASA #2 ........................................................................................... 59
55. TIDAK BERUSAHA MENCEGAH KEZALIMAN ADALAH PENYEBAB DATANGNYA AZAB ALLAH ....... 61
56. MENGABAIKAN KOREKSI PADA PENGUASA BISA MENYEBABKAN MUNCULNYA PENGUASA-
PENGUASA YANG JAHAT, MUSUH YANG KEJAM, DAN TERTOLAKNYA DOA ................................ 63
57. MENCARI KERIDHAAN MANUSIA DENGAN MENGABAIKAN KERIDHAAN ALLAH SWT HANYA
AKAN MENGHASILKAN KEHINAAN DI DUNIA DAN AKHIRAT ........................................................ 64
58. TIDAK ADA DOA YANG DIKABULKAN, DAN TIDAK ADA KEMENANGAN, KECUALI JIKA MANUSIA
MELAKUKAN MUHASABAH BERDASARKAN ISLAM #1 .................................................................. 65
-
59. TIDAK ADA DOA YANG DIKABULKAN, DAN TIDAK ADA KEMENANGAN, KECUALI JIKA MANUSIA
MELAKUKAN MUHASABAH BERDASARKAN ISLAM #2 .................................................................. 65
60. MENINGGALKAN DAKWAH DAN JIHAD ADALAH SEBAB-SEBAB KEHINAAN ................................. 66
61. KESABARAN DAN PENGORBANAN ADALAH KUNCI KEMENANGAN ............................................. 67
62. TANPA KESIAPAN DALAM BERKORBAN, UMAT AKAN MENGALAMI KEHINAAN .......................... 68
-
SYARIAH ISLAM
(10 HADITS)
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-1
KHALIFAH ADALAH PEMIMPIN KAUM MUSLIM
Dahulu Bani Israil selalu dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal,
digantikan oleh Nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak akan ada Nabi lagi sesudahku. (Tetapi) akan
ada banyak Khalifah.
Para sahabat bertanya, Apa yang engkau perintahkan kepada kami?
Beliau menjawab, Penuhilah baiat yang pertama, dan yang pertama itu saja. Berikanlah kepada
mereka haknya, karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka terhadap rakyat yang
dibebankan urusannya kepada mereka. (HR Bukhari No. 3196)
PENJELASAN:
a. Kata tasusuhum yaitu mengatur urusan mereka / selalu dipelihara urusannya menunjukkan
bahwa para Nabi sebelum Muhammad saw. juga menerapkan hukum kepada para pengikut
mereka.
Dengan kata lain, mengatur urusan mereka dengan aturan yang diturunkan Allah swt. kepada
mereka.
b. Kata khulafa adalah bentuk jamak dari kata khalifah, dan kata kerja yaktsurun akan ada
banyak menunjukkan bahwa akan ada banyak khalifah setelah Rasulullah.
Dengan demikian, hadits ini memberikan bantahan atas pendapat yang menyatakan bahwa
Khilafah hanya ada pada masa (empat) Khulafa ar-Rasyidin saja.
c. Memang ada sebuah riwayat (hadits) yang menjelaskan bahwa Khilafah berlangsung selama 30
tahun. Akan tetapi, menurut Syeikh Ibnu Taimiyah, hadits tersebut hanya menunjukkan suatu
masa (periode) Khilafah yang benar-benar mengikuti Sunnah dan berjalan sesuai metode Nabi
(yaitu masa Khulafa ar-Rasyidin).
Jadi, hadits tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi bahwa (periode) Khilafah hanya berusia
30 tahun.
Dengan cara (menggabungkan pemahaman) tersebut, maka kedua hadits tersebut dapat
dipahami secara utuh.
d. Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi, frasa Penuhilah baiat yang pertama dan yang
pertama itu saja menunjukkan bahwa dalam satu masa (periode), kaum Muslim hanya
diperbolehkan memiliki seorang Khalifah saja.
Dan baiat yang diberikan kepada orang lain (yang mengaku sebagai Khalifah tandingan),
sementara telah ada seorang Khalifah, dianggap sebagai baiat yang tidak sah.
-
SYARIAH ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-2
BISYARAH MENGENAI KEMBALINYA SISTEM KHILAFAH YANG MENGIKUTI
METODE KENABIAN
Di tengah-tengah kalian berlangsung masa kenabian sesuai dengan yang Allah kehendaki, kemudian
Allah mengangkatnya sesuai dengan kehendak-Nya.
Kemudian (akan) berlangsung masa ke-Khilafahan yang bersandar kepada manhaj Nabi sesuai
dengan kehendak Allah, lalu Allah pun mengangkatnya sesuai dengan kehendak-Nya.
Setelah itu muncul masa para penguasa yang menggigit (zalim), dan berlangsung sesuai dengan
kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya sesuai dengan kehendak-Nya.
Setelah itu datang lagi masa para penguasa diktator (yang bengis), dan berlangsung sesuai dengan
kehendak Allah, lalu Allah pun mengangkatnya sesuai dengan kehendak-Nya.
Kemudian akan (muncul) masanya ke-Khilafahan (lagi) yang bersandar pada manhaj nabi. Dan
kemudian Rasulullah terdiam. (Musnad Imam Ahmad No. 17680)
PENJELASAN:
a. Hadits ini menjelaskan bahwa tidak akan ada perbedaan dari sisi hukum atau aturan, antara masa
Rasulullah dengan masa-masa sesudahnya. Khilafah setelah Nabi akan mengikuti manhaj atau
metode kenabian, dan berjalan sesuai dengan Sunnahnya.
Dengan demikian, ada persamaan antara manhaj kenabian dengan manhaj para penggantinya
(para Khalifah) dalam menerapkan syariat (sistem hukum) Islam.
Satu-satunya perbedaan adalah bahwa pada masa Rasulullah, wahyu Allah berakhir bersamaan
dengan wafatnya Rasulullah. Sedangkan pada masa-masa setelah beliau, syariat yang lengkap
telah ditetapkan.
b. Masa para penguasa yang menggigit menunjukkan kesalahan dalam hal peralihan kekuasaan,
yaitu adanya pengambilan baiat yang dilakukan secara paksa, dan kemudian kekuasaan tersebut
diwariskan secara turun-temurun kepada keluarganya.
Peralihan kekuasaan tersebut tidak mengikuti contoh sebagaimana yang ditunjukkan Rasulullah
dan keempat Khulafa ar-Rasyidin.
c. Masa penguasa diktator adalah masa dimana kaum Muslim diatur oleh para penguasa yang
memerintah berdasarkan Islam, tetapi bersikap kejam (bengis) kepada umatnya, sebagaimana
-
ditunjukkan Rasulullah dalam sebuah hadits yang menerangkan bahwa kaum Muslim harus
menaati para pemimpinnya, selama mereka tidak memerintahkan suatu kemaksiatan.
Ada juga yang memahami bahwa periode ini (penguasa diktator) adalah masa dimana kaum
Muslim tidak lagi dipimpin oleh para Khalifah, tetapi dipimpin oleh para penguasa yang sudah
mencampakkan sistem hukum Islam, dan bertindak sebagaimana para diktator yang berperilaku
bengis terhadap rakyatnya.
d. Bagian akhir hadits ini berisi sebuah berita gembira bagi kaum Muslim, sebuah nubuwwah yang
menyatakan bahwa akan tegak kembali Negara Khilafah insyaallah yang mengikuti metode
kenabian.
-
SYARIAH ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-3 & 4
WAJIBNYA KHILAFAH #1
Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan (kepada Allah), niscaya ia akan berjumpa
dengan Allah di Hari Kiamat tanpa memiliki hujjah. Dan siapa saja yang mati, sedangkan di pundaknya
tidak ada baiat, maka matinya (seperti) mati (dalam keadaan) jahiliyah. (HR. Imam Muslim No. 3441)
WAJIBNYA KHILAFAH #2
Siapa saja yang keluar dari jamaah (kaum Muslim) meski sejengkal, maka sungguh ia telah
melepaskan Islam dari pundaknya sampai ia kembali ke dalam jamaah. Dan siapa saja yang mati dan
tidak mempunyai seorang pemimpin bagi jamaah, maka matinya (seperti) mati (dalam keadaan)
jahiliyah. (Mustradak al-Hakim No. 239)
PENJELASAN:
a. Kedua hadits di atas menjelaskan tentang kewajiban untuk bersatu atas dasar kebenaran (Islam);
larangan keluar dari jamaah meski hanya sejengkal menunjukkan bahwa perpecahan betapa
pun kecilnya merupakan sesuatu yang diharamkan.
b. Islam mewajibkan umatnya untuk taat kepada penguasa yang sah, meski tetap harus
disandingkan dengan hadits-hadits yang menjelaskan tentang keadaan-keadaan khusus yang
membolehkan kaum Muslim melakukan pembangkangan atau bahkan perlawanan, misalnya
ketika pemimpin mereka menerapkan hukum selain syariat (hukum) Islam.
c. Baiat yang dimaksud dalam hadits di atas adalah baiat yang diberikan kepada para pemimpin
sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya yang mengatur urusan umat dengan al-Quran
dan as-Sunnah; dan sebagai gantinya mereka berhak untuk ditaati.
d. Mati jahiliyah menjadi sebuah petunjuk dalam hadits-hadits tersebut, bahwa mati tanpa memiliki
baiat di pundak merupakan sebuah perkara yang diharamkan. Dengan demikian, dapat ditarik
pengertian bahwa baiat merupakan suatu perkara yang diwajibkan; dan sebagai konsekuensinya,
mengharuskan keberadaan seorang Khalifah yang dibaiat.
Demikianlah penjelasan Imam Taftazani dan Syah Waliyullah Dahlawi dalam bukunya yang
aslinya ditulis dalam Bahasa Persia Izalatul Khafa an Khilafatul Khulafa.
-
e. Pada hadits yang kedua, pemahaman tersebut diungkapkan secara lebih eksplisit dengan kalimat
tidak mempunyai seorang pemimpin bagi jamaah (Kaum Muslim). Kalimat pada hadits kedua
ini menjelaskan apa yang dimaksud oleh pernyataan pada hadits pertama di pundaknya tidak
ada baiat.
f. Oleh karena itu, menegakkan Negara Khilafah merupakan perkara wajib, sesuai dengan kaidah;
Segala sesuatu yang menyebabkan tidak sempurnanya sebuah kewajiban, maka ia termasuk
perkara wajib.
Kewajiban tersebut dialamatkan kepada seluruh umat manusia, mengingat hadits tersebut bersifat
umum yang ditunjukkan oleh kata man siapa saja.
-
SYARIAH ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-5
WAJIBNYA PEMIMPIN TUNGGAL BAGI KAUM MUSLIM
Jika dibaiat dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim No. 3444)
PENJELASAN:
a. Hadits ini merupakan dalil tambahan bahwa kaum Muslim tidak diperbolehkan memiliki lebih dari
seorang Khalifah pada satu periode tertentu. Demikianlah penjelasan Imam Nawawi yang
mengatakan bahwa hadits ini menjadi sebuah dalil yang memperkuat pengertian tentang perkara
ini, di samping hadits-hadits sebelumnya.
b. Perintah dalam hadits ini untuk bunuhlah yang terakhir dari keduanya mengisyaratkan bahwa
segala cara dapat digunakan untuk menyingkirkan orang kedua yang mengaku sebagai Khalifah
itu.
c. Telah diketahui secara luas bahwa darah seorang Muslim merupakan sesuatu yang terjaga; maka,
perintah untuk membunuh orang kedua yang mengaku sebagai Khalifah menjadi sebuah petunjuk
kuat tentang wajibnya kepemimpinan tunggal bagi seluruh kaum Muslim, dan mengangkat
masalah kepemimpinan tunggal ini menjadi sebuah persoalan hidup atau mati, yang sangat vital
bagi masyarakat.
-
SYARIAH ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-6 & 7
AKIDAH ISLAM MERUPAKAN LANDASAN NEGARA #1
Diriwayatkan dari Junadah bin Abi Umayyah yang mengatakan, Kami pernah mendatangi Ubaidah bin
Shamit yang waktu itu sedang sakit. Kami berkata, Semoga Allah memperbaiki keadaanmu.
Beritahukanlah kepada kami sebuah hadits yang dengannya Allah memberi manfaat yang engkau
dengar dari Nabi saw.
Ia berkata, Nabi saw mengajak kami dan kami pun membaiat beliau.
Kemudian berkata, Kami membaiat beliau untuk mendengar dan menaatinya, baik dalam keadaan
yang kami senangi maupun kami benci, baik dalam keadaan yang sulit maupun keadaan yang mudah,
dan tidak mengutamakan urusan kami; juga agar kami tidak merebut kekuasaan dari yang berhak,
kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata, yang dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari
Allah taala. (HR Bukhari No. 6532)
AKIDAH ISLAM MERUPAKAN LANDASAN NEGARA #2
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, hingga mereka menyatakan kesaksian Laa ilaaha illa
Allah wa anna Muhammadar Rasulullah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Dan jika mereka
melakukan itu, maka terpeliharalah darah dan harta mereka dariku, kecuali ada hak (hukum Islam), dan
perhitungan mereka dengan Allah. (HR Bukhari No. 24)
PENJELASAN:
a. Tidak boleh menjadikan sesuatu (baik itu pemikiran maupun ideologi) selain akidah Islam sebagai
landasan atau dasar negara. Dengan demikian, konstitusi (undang-undang dasar) dan hukum-
hukum negara harus diambil dari syariat Islam.
b. Hadits pertama menjadi dalil bagi pernyataan di atas (pernyataan poin a), karena hadits tersebut
menjadikan penyimpangan terhadap akidah Islam sebagai dasar atau alasan bagi umat untuk
melawan; atau dengan kata lain, penguasa tidak boleh menerapkan suatu peraturan atau hukum
yang tidak bersumber dari akidah Islam.
c. Riwayat-riwayat lain menjelaskan larangan untuk mengangkat pedang (memberontak) melawan
penguasa selama mereka menegakkan shalat, atau sepanjang mereka tidak melakukan kekufuran
yang nyata, atau selama mereka tidak bermaksiat kepada Allah secara terang-terangan.
-
Semua riwayat tersebut menunjukkan bahwa penerapan dan ketundukan kepada hukum-hukum
Islam adalah dasar (bagi) sahnya kekuasaan mereka.
d. Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi, yang dimaksud dengan kekufuran yang nyata adalah
dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka, yaitu perbuatan-perbuatan yang bertentangan secara
nyata dengan dalil-dalil syara, dan dapat dibuktikan.
e. Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan umat diwajibkan melakukan upaya aktif untuk
memakzulkan penguasa. Diriwayatkan bahwa Qadli Iyad berpendapat bahwa apabila penguasa
terbukti secara nyata melakukan kekufuran, penyimpangan terhadap syariat, dan melakukan
bidah secara terang-terangan, maka wajib bagi kaum Muslim untuk berjuang memakzulkannya,
dan menggantinya dengan penguasa yang adil.
f. Perlu dicatat bahwa semua hadits tersebut berkaitan dengan penguasa zalim yang sebelumnya
telah sah menjadi pemimpin Kaum Muslim, tapi kemudian melakukan penyimpangan-
penyimpangan. Jadi, hadits-hadits tersebut membahas para penguasa dalam sistem (hukum)
Islam, sehingga yang perlu diluruskan hanyalah pribadi pemimpinnya (tanpa mengganti
sistemnya).
Dengan kata lain, hadits-hadits tersebut berkaitan dengan koreksi terhadap penguasa dalam
sistem Islam, apabila mereka melakukan penyimpangan.
Hadits-hadits tersebut tidak membahas para penguasa saat ini, yang tidak pernah menerapkan
hukum-hukum yang berasal dari akidah Islam, bahkan mereka hanya menerapkan sistem hukum
dan aturan kufur.
g. Hadits kedua menunjukkan bahwa akidah Islam tidak hanya menjadi landasan bagi kekuasaan
dan pemerintahan. Lebih dari itu, Rasulullah saw juga mensyariatkan jihad, dan menjadikannya
sebagai kewajiban bagi kaum Muslim untuk menyebarluaskan akidah Islam kepada seluruh umat
manusia.
-
SYARIAH ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-8
POKOK-POKOK HUKUM SYARA
Bagaimana caramu memutuskan (bila engkau dihadapkan pada sebuah perkara?), Muadz
menjawab, Aku akan memutuskannya dengan Kitabullah.
Beliau saw bertanya, Jika engkau tidak menemukannya dalam Kitabullah?, Muadz menjawab, Aku
akan memutuskannya dengan Sunnah Rasul-Nya.
Nabi saw bertanya kembali, Jika engkau tidak menemukannya dalam Sunnah Rasulullah?, Muadz
menjawab, Aku akan berijtihad dengan pendapatku. (Musnah Ahmad No. 21049)
PENJELASAN:
a. Hadits ini berisi penegasan bahwa pokok-pokok pedoman dan sumber hukum bagi kaum Muslim
adalah al-Quran dan Sunnah yang shahih.
b. Apabila tidak ada dalil langsung dari al-Quran dan as-Sunnah mengenai sebuah perkara, maka
seorang ulama atau mujtahid bisa melakukan proses ijtihad, yaitu mengerahkan seluruh
kemampuannya untuk menggali hukum-hukum syara terhadap persoalan tersebut.
c. Ada empat sumber hukum syara yang disepakati oleh para ulama Ahlus Sunnah, yaitu al-Quran,
as-Sunnah, Ijma Sahabat, dan Qiyas.
-
SYARIAH ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-9 & 10
ISLAM MENENTUKAN HUKUM SYARA, BUKAN PERSOALAN TEKNIS
(PERBEDAAN ANTARA HUKUM & USLUB) #1
Dari Musa bin Thalhah, dari bapaknya, yang berkata, Aku sedang berjalan bersama Rasulullah saw
melewati suatu kaum yang sedang mengurusi pucuk (bunga) pohon kurma.
Maka Rasulullah saw bertanya, Apa yang mereka lakukan?
Dijawab, Mereka sedang mengambil benang sari dan putik (pohon kurma) lalu mengawinkannya agar
cepat berbuah.
Rasulullah saw berkata, Aku kira hal itu tidak ada gunanya.
Dikatakan, maka diberitahukan kepada mereka (perkataan Rasul tadi) sehingga mereka pun
meninggalkan (cara mereka, yaitu tidak mengawinkan bunga kurma). (Beberapa waktu kemudian)
diberitahukan kepada Rasulullah saw bahwa pohon kurma yang tidak diserbuki itu ternyata tidak
menghasilkan (berbuah).
Maka beliau bersabda, Jika hal (penyerbukan) itu bermanfaat bagi mereka, maka laksanakan. Aku
menyampaikan (pendapat tentang hal itu) berdasarkan prasangka (pribadi), karenanya jangan
menyalahkanku disebabkan pendapat (pribadiku) itu. Namun jika aku menyampaikan sesuatu kepada
kalian yang berasal dari Allah (yaitu perkara tasyri), maka ambillah. Sebab, aku tidak akan pernah
mendustakan Allah taala. (HR Muslim No. 4356)
ISLAM MENENTUKAN HUKUM SYARA, BUKAN PERSOALAN TEKNIS
(PERBEDAAN ANTARA HUKUM & USLUB) #2
Diriwayatkan dari Anas bahwa Nabi saw berjalan melewati suatu kaum yang sedang menyerbuki
(tanaman kurma).
Beliau berkata, Seandainya mereka tidak melakukan itu, mungkin (hasilnya) akan lebih baik.
Dikatakan, (ternyata) hasilnya buruk.
(Di saat lain tatkala) melewati kaum tersebut beliau bertanya, Apa yang terjadi dengan pohon kurma
kalian?
Mereka menjawab, Bukankah Engkau pernah berkata begini dan begitu.
Beliau bersabda, Kalian lebih mengetahui urusan dunia (keahlian) kalian. (HR Muslim No. 4358)
-
PENJELASAN:
a. Sebagian kalangan modernis menggunakan hadits-hadits di atas dan hadits-hadits serupa
sebagai dalil bagi pendapat mereka, bahwa Islam tidak diturunkan untuk mengatur kehidupan
manusia.
Argumentasi seperti ini sungguh-sungguh merupakan penyimpangan makna hadits-hadits
tersebut. Imam Nawawi menulis dalam kitab Syarah Shahih Muslim sebagai berikut:
Para ulama mengatakan bahwa sabda Rasulullah saw menurut pendapatku maksudnya adalah
pada persoalan-persoalan dunia dan masalah kehidupan yang ada di dalamnya, bukan pada
persoalan-persoalan tasyri (penetapan hukum). Adapun dalam persoalan tasyri dan apa yang
beliau ucapkan dari ijtihad dan pandangan syari beliau, maka wajib (bagi kaum Muslim) untuk
beramal sesuai dengannya; dan persoalan penyerbukan putik (bunga) kurma tidaklah termasuk
pembahasan tersebut.
b. Syariat tidak diturunkan untuk mengajarkan tentang rincian dan bagaimana kita melakukan suatu
perbuatan. Akan tetapi, syariat diturunkan untuk menjelaskan kepada manusia tentang apa yang
halal dan apa yang haram, apa yang haq dan apa yang batil.
Sedangkan rincian perbuatan yakni bagaimana cara kita melakukan suatu perbuatan
tergantung pada hukum perbuatan tersebut. Maka, apabila suatu perbuatan dikategorikan sebagai
perbuatan yang mubah (halal) seperti aktivitas pertanian secara umum maka rincian perbuatan
di sekitar aktivitas pertanian itu boleh jadi akan berbeda-beda sesuai dengan perkembangan
teknologi dan hal-hal yang terkait dengannya, seperti model irigasi yang digunakan atau rotasi
tanam untuk mengoptimalkan produktivitas lahan.
c. Kedua hadits di atas berkaitan dengan penyerbukan putik (bunga) kurma, dan oleh karena itu
hanya dapat diaplikasikan pada konteks tersebut, atau pada perkara-perkara yang semisal, antara
lain dalam bidang pertanian atau industri.
d. Pada hadits yang pertama, apa yang diucapkan oleh Rasulullah saw hanyalah sebuah gagasan
yang selintas muncul dalam benak beliau saw.
Hal ini semakin jelas menunjukkan bahwa persoalan tersebut bukanlah sebuah perkara tasyri
(hukum), melainkan sebuah pendapat Rasulullah saw mengenai suatu perkara teknis.
Persoalan ini mirip dengan masalah penempatan pasukan Muslim pada saat Perang Badar. Ketika
itu, Hubab bin Mundzir ra bertanya kepada Rasulullah saw, apakah keputusan Rasul saw tersebut
murni pendapat beliau ataukah wahyu Allah swt. Maksudnya, apabila hal itu adalah wahyu Allah,
maka tidak ada lagi ruang diskusi mengenai hal tersebut; akan tetapi, jika hal itu sekedar
pendapat Rasulullah mengenai suatu persoalan teknis, maka ada alternatif lokasi pasukan yang
lebih strategis menurut perspektif militer.
-
TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
(8 HADITS)
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-11
IMAM ADALAH PENANGGUNGJAWAB URUSAN UMAT
Ingatlah, tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya itu.
Seorang amir (imam) atas manusia adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya itu.
Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin atas para anggota keluarganya, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.
Seorang perempuan (istri) adalah pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan akan
dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya itu.
Dan seorang hamba (budak) adalah pemimpin atas harta tuannya, dan akan dimintai
pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya itu.
Maka ingatlah, bahwa tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya itu. (HR Bukhari No. 844)
PENJELASAN:
a. Setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya atas berbagai persoalan yang menjadi
urusannya, sesuai dengan lingkup tanggung jawab yang dibebankan ke atas pundaknya menurut
kedudukannya.
b. Menurut para ulama rain (pemimpin) adalah orang yang memberikan perlindungan, dapat
dipercaya, layak diikuti, dan berlaku adil terhadap setiap perkara yang menjadi tanggung
jawabnya.
c. Pemimpin atau imam bertanggung jawab atas seluruh persoalan umat, bertanggung jawab
melindungi hak-hak yang ditetapkan oleh syariar bagi mereka, serta mengimplementasikan segala
sesuatu yang ditetapkan Allah atas mereka, baik dalam persoalan hukum, perundang-undangan,
maupun persanksian.
d. Kata an-nas (manusia) pada hadits tersebut bersifat umum, sehingga menunjukkan bahwa
pemimpin tersebut bertanggung jawab atas setiap warga atau rakyatnya, termasuk warganya yang
tergolong sebagai ahli dzimmah (warga negara khilafah yang non-Muslim).
e. Penggunaan istilah rain yang bisa berarti penggembala menunjukkan karakteristik orang yang
mendapatkan amanah dan menduduki jabatan yang lebih tinggi dibanding orang lain. Mereka
adalah orang yang mampu mengorganisasi dan mengatur warganya, menjaga jangan sampai
mereka tersesat hingga terjatuh ke dalam jurang, serta mengarahkan mereka menuju ke satu
-
tujuan yang benar. Dia harus peduli dengan urusan warganya, memikirkan masalah mereka, serta
menuntun, dan membimbing mereka dengan setia.
f. Realitas bahwa setiap manusia akan ditanya oleh Allah tentang kedudukan dan tanggung jawab
mereka, akan menyebabkan munculnya perasaan bertanggung jawab yang tidak ditemukan
dalam sistem selain Islam. Karena itu, para politisi dalam sistem-sistem kufur tidak akan pernah
merasa bertanggung jawab, kecuali terhadap segala sesuatu yang harus ia sampaikan secara
terbuka di depan publik.
-
TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-12
TIDAK BERAMBISI MENGEJAR KEDUDUKAN DALAM PEMERINTAHAN
Dari Abu Musa berkata, Aku dan dua orang dari kabilah pamanku menghadap Rasulullah saw.
Salah seorang dari keduanya berkata, Wahai Rasulullah, angkatlah aku untuk memangku salah satu
jabatan yang telah dikaruniakan Allah taala kepadamu.
Orang yang satunya lagi juga mengutarakan hal yang serupa.
Maka Nabi bersabda, Sungguh, demi Allah, aku tidak akan memberikan jabatan tersebut kepada
orang-orang yang memintanya atau orang-orang yang menginginkannya. (HR Muslim No. 3402)
PENJELASAN:
a. Berambisi meraih jabatan dalam pemerintahan sesungguhnya bukan merupakan karakteristik
pemimpin yang baik. Oleh karena itu, orang yang berambisi meraih jabatan tidak sepantasnya
mendapatkan kedudukan tersebut.
b. Prinsip-prinsip ini tentu saja bertolak belakang dengan lembaga-lembaga politik yang tidak islami,
dimana jabatan politik dianggap sebagai sebuah profesi dan salah satu cara untuk mendapatkan
uang serta kekuasaan. Oleh karena itu, ambisi dan saling berkompetisi untuk mendapatkan
jabatan politik seberapa pun kompetensi mereka dalam jabatan tersebut merupakan suatu
fenomena yang wajar dalam sistem perpolitikan seperti itu.
-
TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-13 & 14
BEBAN BERAT SEBUAH TANGGUNG JAWAB #1
Sesungguhnya kalian akan (berlomba-lomba) menginginkan kepemimpinan. Dan kalian akan
(menjumpai) penyesalan pada Hari Kiamat. Maka sebaik-baik (manusia adalah) pengasuh anak dan
seburuk-buruknya adalah penyapih. (HR Bukhari No. 6615)
BEBAN BERAT SEBUAH TANGGUNG JAWAB #2
Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah; dan sesungguhnya (jabatan) itu
merupakan amanah, dan sungguh pada Hari Kiamat nanti jabatan itu menjadi sumber kehinaan dan
penyesalan, kecuali bagi orang yang memangkunya dengan benar dan mampu menunaikan apa yang
telah menjadi kewajibannya. (HR Muslim No. 3404)
PENJELASAN:
a. Imam Nawawi pernah memberikan penjelasan terkait hadits-hadits di atas serta hadits-hadits yang
serupa sebagai berikut.
Hadits ini menjadi dalil untuk tidak memberikan kekuasaan kepada orang yang lemah. Hadits ini
juga ditujukan kepada orang-orang yang tidak kompeten dan tidak berlaku adil dalam jabatannya,
bahwa mereka akan menyesali kelalaiannya ketika dihinakan pada Hari Kebangkitan.
Namun demikian, bagi mereka yang memiliki kompetensi pada jabatannya dan berlaku adil dalam
kedudukannya itu, maka mereka akan mendapatkan pahala yang besar, sebagaimana
diungkapkan dalam beberapa hadits.
Akan tetapi, memangku jabatan seperti itu resikonya sangat besar, sehingga para ulama besar
menghindar dari jabatan-jabatan kekuasaan.
Dalam sabda beliau saw Maka sebaik-baik pengasuh anak (yang menyusui seorang bayi)
bermakna kehidupan dunia ini. Dan seburuk-buruk penyapih bermakna kehidupan setelah
mati karena dia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah karena perbuatannya itu.
Maka dia seperti seorang anak yang disapih (dari susu ibunya) padahal dia belum mampu makan
dari makanan lain; maka tentu saja berakibat pada kehancurannya.
Dan dikatakan sebaik-baik pengasuh (penyusu) bayi bermakna kedudukan, kekayaan,
kekuasaan, dan kenikmatan duniawi lainnya yang dapat dinikmati ketika manusia memilikinya.
-
Adapun seburuk-buruk penyapih bermakna bahwa ketika seseorang kehilangan itu semua
karena salah satu sebab, seperti kematian, atau hal yang lain, karena ia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya di Hari Akhir.
b. Kepemimpinan adalah sebuah amanah dan tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu,
semestinya jabatan tersebut hanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki kemampuan
untuk mengemban amanah tersebut serta melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya. Tidak selayaknya jabatan tersebut dibebankan kepada orang-orang yang tidak
memiliki kepribadian yang kuat serta tidak berpotensi menjadi pemimpin yang adil dan berhasil,
sekalipun mereka adalah orang-orang yang bertakwa.
-
TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-15
KEPEMIMPINAN TIDAK DIDASARKAN PADA RASA ATAU KELOMPOK TERTENTU
Dan seandainya seorang budak hitam diangkat sebagai pemimpin atas kalian untuk memerintah
dengan Kitabullah, maka dengarkanlah dan taatilah ia. (HR an-Nasai No. 4121)
PENJELASAN:
a. Hadits ini menjadi dalil bagi kalangan yang berpendapat bahwa keturunan Quraisy bukanlah
syarat menjadi seorang penguasa, namun hanya merupakan karakter (sifat) yang lebih
diutamakan saja.
b. Kepemimpinan dalam Islam tidak didasarkan kepada karakteristik pribadi seorang pemimpin
(seperti ras atau asal negeri), tetapi berlandaskan pada sumber aturan yang mereka terapkan.
c. Ketaatan kepada pemimpin merupakan sebuah kewajiban jika pemimpin mengatur dengan al-
Quran dan as-Sunnah.
d. Riwayat serupa juga ditemukan pada Shahih Muslim yang tidak menyebutkan kata habasyi, dan
ditemukan pula pada riwayat-riwayat lain, karena hadits tersebut merupakan bagian dari Khutbah
Wada Rasulullah saw pada ibadah haji terakhir.
e. Semua riwayat yang serupa menekankan tentang pentingnya sikap taat kepada pemimpin;
bahkan andaikata seseorang yang dipandang paling rendah oleh masyarakat telah diangkat
menjadi pemimpin, maka ia pun harus ditaati, sepanjang ia memerintah dengan syariat Islam.
f. Aspek lain yang perlu diperhatikan pada hadits di atas adalah bahwa sistem pemerintahan Islam
bersifat non-rasial. Konsep ini berbeda dengan sistem pemerintahan Barat yang berlaku hingga
sekarang, yang menganggap sebagai suatu hal yang luar biasa bila ada seseorang dari kalangan
etnis minoritas berhasil meraih kedudukan tertentu di pemerintahan.
-
TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-16 & 17
LARANGAN NEPOTISME #1
Barangsiapa yang mengurusi salah satu urusan kaum Muslim (sebagai penguasa) dan mengangkat
seseorang untuk mereka atas dasar kecintaan, maka baginya laknat dari Allah.
Allah tidak akan menerima amal perbuatan wajibnya dan tidak akan menerima amal perbuatan
nafilahnya, hingga ia dimasukkan ke dalam neraka jahanam.
Dan barangsiapa yang memberikan kepada seseorang batasan Allah, lalu ia merusak pagar (batasan)
Allah tanpa haq. Maka atasnya laknat Allah.
Atau dikatakan oleh perawi hadits, Atasnya terlepas jaminan (perlindungan) Allah taala. (Musnad
Ahmad No. 21)
LARANGAN NEPOTISME #2
Tidaklah seorang wali yang diserahi urusan kaum Muslim, kemudian dia mati sedangkan dia bersikap
curang kepada mereka, melainkan Allah mengharamkan baginya surga. (HR Bukhari No. 6618)
PENJELASAN:
a. Larangan yang tegas terhadap sikap nepotisme atau pilih kasih dalam pengangkatan pejabat
pemerintah ditunjukkan hadits tersebut dengan ungkapan bahwa perbuatan seperti itu berujung
pada laknat Allah swt dan menyebabkan seseorang masuk neraka.
b. Memberikan jabatan kepada seseorang yang kurang kompeten hanya karena alasan suka atau
ada hubungan keluarga merupakan salah satu bentuk pengkhianatan kepada umat, karena hal itu
berarti umat diurus bukan oleh orang yang terbaik di antara mereka. Selain itu, perbuatan tersebut
juga merupakan sebuah pengkhianatan kepada agama ini, karena melanggar larangan Allah swt
dan Rasul-Nya.
c. Ada riwayat lainnya dari Umar ra yang menyatakan bahwa penguasa yang berbuat demikian sama
saja dengan mengkhianati Allah swt, Rasulullah saw, dan seluruh kaum Mukmin.
d. Dalam riwayat yang telah disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dinyatakan bahwa
penguasa yang mati, sedangkan dia berbuat curang atau berkhianat kepada umatnya, maka dia
tidak diizinkan Allah swt untuk masuk surga.
Oleh karena itu, telah nyata bahwa berbuat curang adalah salah satu dosa besar khususnya
bagi mereka yang mendapatkan amanah untuk mengelola urusan umat dan mengangkat
-
seseorang dalam urusan pemerintahan, semata-mata atas dasar rasa suka atau kedekatan
keluarga, merupakan salah satu bentuk kecurangan atau pengkhianatan tersebut.
-
TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-18
LARANGAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
Tidak akan beruntung suatu kaum yang urusan (pemerintahan) mereka dipimpin oleh seorang
perempuan. (HR Bukhari No. 4013)
PENJELASAN:
a. Diriwayatkan hadits ini diucapkan Rasulullah saw ketika beliau mendengar kabar bahwa putri
Kisra diangkat menjadi pemimpin bangsa Persia, yang menunjukkan dengan jelas bahwa
kepemimpinan tersebut berhubungan langsung dengan urusan pemerintahan (kekuasaan).
b. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Shanani, hadits tersebut menunjukkan adanya larangan bagi
kaum perempuan untuk memegang jabatan pemerintahan umum atas kaum Muslim.
c. Menurut madzhab Hanafiyah, perempuan diperbolehkan memegang jabatan-jabatan tertentu,
seperti hakim (qadli), sejauh mereka tidak ikut terlibat dalam penetapan sanksi hudud.
d. Redaksi hadits secara umum juga dapat dijadikan dalil untuk melarang kaum perempuan duduk
dalam jabatan-jabatan pemerintahan, baik itu Khalifah, Wali (gubernur), atau jabatan-jabatan
pemerintahan di bawahnya.
-
MEMERINTAH BERARTI MEMELIHARA URUSAN UMAT DENGAN SYARIAT ISLAM
(12 HADITS)
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-19
PENGUASA YANG ZALIM AKAN DIRANTAI PADA HARI PEMBALASAN
Tidaklah seseorang yang memerintah selama 10 tahun atau lebih, dan tidak berlaku adil di antara
mereka, kecuali ia akan datang pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan dirantai dan dibelenggu.
(Mustadrak al-Hakim No. 7109)
PENJELASAN:
a. Redaksi hadits ini secara umum menyebut orang-orang yang menjadi pemimpin, baik orang yang
diangkat menjadi pemimpin dengan tanggung jawab yang terbatas, gubernur, maupun imam bagi
seluruh kaum Muslim.
b. Datang pada Hari Kiamat dalam keadaan dirantai, mengandung pengertian bahwa mereka akan
datang pada Hari Kiamat dalam keadaan yang sama dengan orang-orang kafir dan munafik, yang
akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan dirantai, dan dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatan mereka.
c. Yang dimaksud dengan berlaku adil adalah bertindak sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah.
Hal ini sesuai dengan ayat-ayat Allah dalam surat al-Maidah yang menyebutkan bahwa siapa saja
yang tidak berhukum dengan aturan yang diturunkan Allah swt, maka mereka dikategorikan
sebagai orang fasik, zalim, atau kafir. Penjelasan seperti ini sangat masyhur dan banyak
ditemukan pada kitab-kitab tafsir.
-
MEMERINTAH BERARTI MEMELIHARA URUSAN UMAT DENGAN SYARIAT ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-20
HUDUD DIBERLAKUKAN MESKI TIDAK ADA PIHAK YANG MENYAMPAIKAN
TUNTUTAN
Tegakkanlah (hukum) hudud Allah, baik di tempat yang dekat maupun jauh, dan janganlah kalian
terpengaruh celaan orang-orang yang suka mencela. (HR Ibnu Majah No. 2531)
PENJELASAN:
a. Hudud adalah hukuman keras yang ditetapkan oleh Allah. Hudud diterapkan hanya terhadap
bentuk-bentuk kriminalitas tertentu dan dapat dibuktikan secara pasti tanpa ada kesamaran.
Penerapan hudud dimaksudkan untuk melindungi nilai-nilai yang paling berharga dan paling
rentan di masyarakat, seperti menyangkut agama (keyakinan), jiwa (nyawa), kehormatan,
keamanan, kesatuan, dan kesejahteraan. Apabila sebuah tindak kriminal memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan Allah, maka sanksi hudud harus dikenakan kepada pelakunya, tanpa
memandang siapa pun dia, sehingga keutuhan masyarakat dapat dilindungi.
b. Menurut Imam Suyuti, yang dimaksud dengan kalimat di tempat yang dekat maupun jauh
dapat bermakna kedekatan dalam hubungan pribadi; maka, jangan sampai dekatnya hubungan
pribadi memengaruhi proses penegakan hudud. Kalimat tersebut juga dapat berarti kedekatan
dengan penguasa (yaitu antara penguasa dengan orang-orang yang kuat dan dengan mereka
yang lemah); maka, hudud harus diterapkan secara adil terhadap setiap anggota masyarakat, apa
pun kedudukannya di tengah-tengah masyarakat, tanpa memandang sejauh mana kedekatannya
dengan orang-orang yang memegang kekuasaan. Makna yang kedua ini dikuatkan dengan hadits
Nabi saw berikutnya.
-
MEMERINTAH BERARTI MEMELIHARA URUSAN UMAT DENGAN SYARIAT ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-21
HUKUM DITEGAKKAN SECARA ADIL
Bahwasanya orang-orang Quraisy membicarakan perkara seorang perempuan dari suku Makhzumiyah
yang kedapatan mencuri. Orang-orang itu berkata, siapa yang bisa membicarakan (menegosiasikan)
hal ini kepada Rasulullah saw.
Maka mereka berkata, siapa lagi yang bisa melakukan itu selain dari Usamah bin Zaid, kesayangan
Rasulullah. Lalu Usamah berbicara kepada Rasulullah.
Maka Rasulullah bersabda, Apakah engkau meminta ampun (keringanan) dalam perkara pelaksanaan
sebuah (hukum) had dari (hukum) hudud Allah?
Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, seraya berkata, Sesungguhnya telah binasa orang-orang
sebelum kalian. Mereka itu jika mendapati orang-orang terkemukanya mencuri, maka mereka biarkan
(bebaskan). Sementara jika orang-orang lemah di antara mereka kedapatan mencuri, maka mereka
tegakkan (hukum) had atasnya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad kedapatan mencuri,
pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya. (HR Bukhari No. 3216)
PENJELASAN:
a. Tidak ada seorang pun yang memiliki kedudukan istimewa di depan hukum. Oleh karena itu,
hukuman harus dijatuhkan secara adil, tanpa memandang kedudukan sosial atau pengaruhnya di
tengah-tengah masyarakat.
b. Hadits tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa hudud wajib ditegakkan terhadap orang-orang
yang melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah swt di dalam al-Quran dan as-Sunnah,
dan sama sekali tidak perlu memperhatikan celaan orang-orang yang gemar mencela.
c. Tidak ada campur tangan manusia dalam persoalan yang menyangkut hak-hak Allah. Berbeda
dengan hak manusia atas sesama manusia, sebagaimana dalam sanksi qishash, dimana manusia
boleh meminta uang diyat sebagai pengganti hukuman fisik yang dijatuhkan kepada pelaku
kriminal.
d. Penyimpangan dalam penegakan hukum, dalam arti tidak memperlakukan manusia secara adil di
depan hukum, merupakakn salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran
masyarakat.
e. Sumpah Rasulullah yang menyatakan bahwa beliau saw akan menjatuhkan hukuman hudud
kepada putrinya sendiri seandainya kondisinya terpenuhi adalah sebuah pernyataan yang
menunjukkan ketegasan Rasulullah dalam perkara ini.
f. Penerapan hudud secara universal ini sangat berbeda dengan penegakan berbagai hukum
kontemporer yang berlaku di tengah masyarakat dunia sekarang ini. Hukum-hukum buatan
-
manusia tersebut menyatakan bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama di mata
hukum; namun kenyataannya, beban sanksi yang tidak proporsional dikenakan bagi orang-orang
yang tidak beruntung, yaitu orang-orang yang tidak mampu menyediakan penasihat hukum yang
terbaik dan tidak memiliki koneksi dengan kalangan yang menguasai simpul-simpul politik.
-
MEMERINTAH BERARTI MEMELIHARA URUSAN UMAT DENGAN SYARIAT ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-22 & 23
SETIAP ORANG DIANGGAP TIDAK BERSALAH SAMPAI IA TERBUKTI BERSALAH
#1
Bukti itu bagi yang menuduh. Dan sumpah itu bagi tertuduh. (HR Tirmidzi No. 1261)
SETIAP ORANG DIANGGAP TIDAK BERSALAH SAMPAI IA TERBUKTI BERSALAH
#2
Seandainya aku merajam seseorang tanpa bukti, pasti aku akan menjatuhkakn (hukum) rajam. (HR
Muslim No. 2571)
PENJELASAN:
a. Pada hadits yang pertama, Rasulullah saw menjelaskan bahwa mengajukan bukti merupakan
kewajiban pihak penuntut. Bila ada seseorang yang mengajukan sebuah tuntutan, sedangkan ia
tidak memiliki bukti, maka si tertuduh dapat mengucapkan sumpah untuk membela diri. Bila hal
tersebut terjadi, maka tuntutan itu ditolak oleh hakim. Ini menjadi argumentasi bahwa seseorang
dianggap tidak bersalah hingga dia terbukti bersalah.
b. Dalam hadits yang kedua, kata hubung (lau) atau seandainya dalam Bahasa Arab
menunjukkan makna tidak terjadi karena tidak adanya sesuatu. Dalam konteks hadits tersebut,
kalimat tersebut bermakna bahwa hukuman rajam tidak jadi dijatuhkan karena tidak tersedianya
bukti.
c. Hadits tersebut menjadi dalil yang kuat bahwa Rasulullah saw tidak merajam perempuan tersebut
karena tidak terdapat bukti yang cukup, sekalipun ada sangkaan kuat telah terjadi perzinaan.
d. Dalam sebuah riwayat, Ibnu Abbas ra menjelaskan bahwa perempuan yang disebut dalam hadits
di atas dikenal umum sebagai perempuan yang nakal sejak dia masuk Islam. Imam Ibnu Hajar
mengatakan bahwa ada keraguan mengenai perempuan tersebut, terkait dengan lingkungan
tempat tinggalnya dan orang-orang yang mendatanginya. Imam Nawawi menjelaskan bahwa
perempuan itu dianggap nakal karena ia memang dikenal sebagai perempuan yang nakal, dan
kabar tersebut sudah masyhur di tengah-tengah masyarakat. Namun, tidak ada bukti yang jelas,
dan perempuan itu pun tidak menyampaikan pengakuan. Padahal, hudud baru diterapkan dalam
kasus perzinaan apabila ada empat orang saksi yang melihat terjadinya perzinaan, atau jika ada
pengakuan dari pelakunya. Dengan demikian, hadits ini menjadi dalil bahwa hudud tidak bisa
dijatuhkan hanya atas dasar kabar berita, meski kabar tersebut masyhur di masyarakat, kecuali
apabila kejahatan tersebut dapat dipastikan berdasarkan bukti-bukti yang dituntut oleh syara.
-
e. Oleh karena itu, penguasa tidak boleh menjatuhkan suatu hukuman kepada siapa pun, kecuali
kepada orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan syariat sebagai
kejahatan. Selain itu, perbuatan jahat tersebut juga harus dapat dibuktikan di depan hakim yang
berkompeten dalam sebuah pengadilan.
-
MEMERINTAH BERARTI MEMELIHARA URUSAN UMAT DENGAN SYARIAT ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-24 & 25
MEMPERLAKUKAN NON MUSLIM SECARA ADIL #1
Barangsiapa yang membunuh seorang (kafir) muahid tanpa haq, maka ia tidak akan mencium wangi
surga. Dan wangi surga itu dapat tercium sejauh perjalanan lima ratus tahun. (Musnad Ahmad No.
19061)
MEMPERLAKUKAN NON MUSLIM SECARA ADIL #2
Rasulullah saw melakukan perjanjian (damai) dengan penduduk Najran, dimana mereka akan
membayar 2000 hullah (emas). Separuh dibayarkan kepada kaum Muslim pada bulan Shafar, dan
separuh sisanya pada bulan Rajab. Dan meminjamkan (kepada kaum Muslim) 30 baju besi, 30 ekor
kuda, dan 30 ekor unta dari setiap seksi persenjataan yang menggunakan senjata tersebut. Dan kaum
Muslim menjamin (pinjaman tadi) sampai dikembalikan kepada mereka, selama sumpahnya tidak
dijadikan tipu daya dan pengkhianatan. (Bahwa kaum Muslim) tidak akan merusak perjanjian
(perdagangan) mereka, tidak akan mengganti pendeta mereka, tidak akan mengeluarkan agama
mereka, selama mereka tidak mengerjakan perbuatan (zalim) dan memakan riba. (HR Abu Daud No.
2644)
PENJELASAN:
a. Pada hakikatnya, setiap orang yang menjadi warga Negara Islam baik dia seorang Muslim yang
hijrah ke wilayah Negara Islam maupun seorang non-Muslim yang menyatakan tunduk kepada
pemerintahan Islam (sehingga disebut sebagai ahlu-dzimmah) harus diperlakukan secara adil,
sesuai hak dan kewajibannya oleh penguasa. Hal ini sesuai dengan keumuman firman Allah swt:
Dan (Allah menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (TQS an-Nisa [4]:
58)
b. Demikian pula, Allah memerintahkan untuk memberikan perlindungan dan perlakuan yang adil
kepada ahlu-dzimmah sesuai ketentuan syariat; ketentuan syariat yang mengikat kaum Muslim
dan wajib diterapkan atas seluruh manusia (kecuali hukum syara yang menjadikan Islam sebagai
syarat sahnya sebuah perbuatan, seperti hukum-hukum seputar shalat dan zakat). Aturan ini digali
dari ucapan dan perbuatan Rasulullah yang memberlakukan hukum yang sama kepada kaum
Muslim maupun non-Muslim, sebagaimana ketika beliau menghukum mati seorang Yahudi yang
terbukti bersalah membunuh seorang perempuan.
-
c. Riwayat di atas menunjukkan dengan jelas, bahwa kaum Muslim wajib memberikan perlindungan
kepada ahlu-dzimmah sebagai perlindungan yang diberikan kepada orang lain.
d. Diriwayatkan bahwa menjelang wafatnya, Umar bin Khaththab ra pernah memberikan nasihat
kepada orang yang akan menggantikan dirinya sebagai Khalifah tentang persoalan ahlu-dzimmah
sebagai berikut, Dan tunjukilah dia bahwa atas jaminan Allah dan jaminan Rasul-Nya, dia harus
menunaikan jaminan Allah dan Rasul-Nya bagi mereka, untuk berperang demi mereka, dan tidak
membebani mereka dengan beban yang melebihi kemampuan mereka.
e. Perjanjian Nabi saw dengan orang-orang (non-Muslim) dari Najran, secara gamblang
menunjukkan bahwa ritual dan tempat peribadatan non-Muslim tidak akan diganggu, selama
orang-orang non-Muslim tersebut mematuhi hukum dan aturan yang diberlakukan Negara Islam.
Ini merupakan wujud nyata penerapan firman Allah dalam al-Quran bahwa tidak ada paksaan
dalam urusan agama (keimanan). Sementara itu, para imam madzhab berbeda pendapat tentang
perlu tidaknya menyerahkan urusan tempat ibadah kepada non-Muslim, meskipun mayoritas di
antara mereka berpendapat bahwa Imam (Khalifah) memiliki wewenang untuk menentukan
kebijakan yang dianggap paling baik, sesuai keadaan dan kepentingan kaum Muslim.
-
MEMERINTAH BERARTI MEMELIHARA URUSAN UMAT DENGAN SYARIAT ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-26 & 27
AIR, PADANG GEMBALAAN, DAN API, ADALAH MILIK SELURUH KAUM MUSLIM
#1
Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga perkara. (Yaitu) air, padang gembalaan, dan api. Menjualnya
adalah haram. (HR Ibnu Majah No. 2463)
AIR, PADANG GEMBALAAN, DAN API, ADALAH MILIK SELURUH KAUM MUSLIM
#2
Tiga perkara (yang manusia) tidak dilarang (untuk mendapatkannya), yaitu air, padang gembalaan,
dan api. (HR Ibnu Majah No. 2464)
PENJELASAN:
a. Menurut madzhab Imam Syafii, Maliki, dan Hanbali, yang dimaksud dengan air yang menjadi milik
bersama dan oleh karena itu tidak boleh diiperjual-belikan dalam hadits di atas adalah air hujan,
air sungai, dan yang semisal; bukan air yang berasal dari sumber-sumber air milik pribadi, seperti
sumur milik pribadi.
Padang gembalaan adalah tempat terbuka yang tidak menjadi milik seseorang, atau tanah luas
yang tidak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, dan ditumbuhi oleh tumbuhan-tumbuhan yang
biasa dimakan oleh hewan ternak.
Adapun yang dimaksud dengan api adalah berbagai aneka sumber alam yang biasa digunakan
untuk menghasilkan panas dan energi, seperti kayu, batu bara, gas alam, dan minyak bumi.
b. Riwayat-riwayat lain juga menunjukkan bahwa manusia boleh menguasai dan menjual air,
sepanjang masyarakat tidak berada dalam kondisi kekurangan atau rawan air.
c. Dari riwayat-riwayat tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh masyarakat (dan jika tidak ada, mengakibatkan kepanikan pada masyarakat)
haruslah tersedia, dan tidak boleh dikuasai oleh pribadi (atau pihak swasta) sehingga merugikan
masyarakat umum. Maka, untuk kepentingan tersebut, negara bertanggung jawab memberikan
akses kepada masyarakat untuk mendapatkan air dan energi yang mereka perlukan, serta
menyediakan berbagai keperluan umum lainnya yang dibutuhkan.
d. Oleh karena itu, negara tidak boleh mengadopsi model privatisasi liberal, dimana berbagai
komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat justru dijual kepada perusahaan-perusahaan
swasta, sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan komoditas-komoditas tersebut, kecuali
-
dengan jalan membeli. Kondisi seperti ini hanya akan menciptakan sebuah masyarakat yang
timpang, ketika golongan masyarakat yang memiliki kekayaan menjadi satu-satunya golongan
yang mampu mengakses berbagai layanan pokok.
-
MEMERINTAH BERARTI MEMELIHARA URUSAN UMAT DENGAN SYARIAT ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-28
LARANGAN MENGGELAPKAN HARTA ORANG LAIN
Lelaki yang mengambil harta Allah tanpa haq, maka pada Hari Kiamat mereka akan mendapatkan
neraka. (HR Bukhari No. 2886)
PENJELASAN:
a. Hadits di atas seringkali dialamatkan kepada orang-orang yang bertanggung jawab atas harta
kekayaan orang lain, yaitu tentang beratnya beban amanah yang mereka pikul. Hadits itu
mengandung makna bahwa mereka tidak boleh mengeluarkan harta yang menjadi tanggung
jawabnya, kecuali untuk hal-hal yang wajib dan sesuai keperluan.
b. Sebagaimana penjelasan Imam al-Ayni, kata yatakhuudhuuna menunjukkan kesengajaan
mereka dalam membelanjakan harta, dengan mengambil sebagian dari harta tersebut di luar
kebutuhan. Itulah para penanggung jawab harta yang mendapatkan ancaman dari hadits di atas,
baik mereka itu adalah penjaga harta pribadi milik anak yatim, maupun para penguasa yang
bertanggung jawab atas harta milik umum.
c. Rasa tanggung jawab inilah yang membuat sejumlah penguasa Muslim, seperti Khalifah Umar bin
Abdulaziz merasa sangat takut untuk sekadar memanfaatkan cahaya lilin yang dibeli dengan uang
negara demi kepentingan pribadinya. Keadaan ini sangat jauh berbeda dengan sikap para
pemimpin dunia saat ini, yang menguasai dan memanfaatkan sumber-sumber kekayaan milik
umum demi kepentingan dan kesenangan pribadinya, sembari mengabaikan kepentingan
masyarakat.
-
MEMERINTAH BERARTI MEMELIHARA URUSAN UMAT DENGAN SYARIAT ISLAM
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-29 & 30
LARANGAN BERLAKU CURANG DALAM PEMANFAATAN TANAH #1
Barangsiapa yang berlaku zalim dengan merampas sejengkal tanah, maka ia akan dikalungi dengan
tanah (sebanyak tujuh lapis bumi). (HR Bukhari No. 2273)
LARANGAN BERLAKU CURANG DALAM PEMANFAATAN TANAH #2
Barangsiapa yang merampas sebidang tanah tanpa haq, maka pada Hari Kiamat nanti ia akan
ditenggelamkan dengannya hingga tujuh lapis bumi. (HR Bukhari No. 2274)
PENJELASAN:
a. Pada hakikatnya, merampas tanah milik seseorang dengan kekerasan, tanpa hak yang
dibenarkan syariat, merupakan suatu perbuatan yang diharamkan.
b. Riwayat kedua menjelaskan apa yang dimaksud dengan kezaliman sebagaimana disebutkan
dalam hadits pertama, yakni mengambil alih tanah atau segala sesuatu yang berada di atas tanah
dengan kekerasan atau tanpa hak.
c. Aisyah meriwayatkan ucapan Rasulullah tersebut ketika beliau mendengar ada sebuah
perselisihan mengenai sebidang tanah antara Abu Salamah dan salah seorang dari kabilahnya.
d. Maka dari itu, diharamkan menyerahkan tanah milik kaum Muslim meskipun hanya sejengkal
kepada penjajah asing, karena hal tersebut termasuk dalam kondisi yang disebutkan oleh hadits di
atas.
-
BEBERAPA ASPEK PENTING DALAM PEMERINTAHAN DAN PERSATUAN
(9 HADITS)
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-31
PEMERINTAHAN, SIMPUL ISLAM YANG MENJADI TEMPAT BERGANTUNG
PERKARA-PERKARA LAINNYA
Simpul Islam akan terlepas, satu demi satu. Setiap kali sebuah simpul yang menjadi tempat
bergantungnya manusia terlepas, akan diikuti dengan terlepasnya simpul-simpul lainnya. Dan simpul
pertama yang terlepas adalah (perkara) pemerintahan, sedangkan simpul terakhir (yang terlepas)
adalah perkara shalat. (Musnah Ahmad No. 21139)
PENJELASAN:
a. Adalah Rasulullah Muhammad saw yang telah mengikatkan simpul-simpul Islam, termasuk simpul
yang paling penting yaitu perkara pemerintahan setelah beliau saw berhasil mendirikan
Negara Islam di antara orang-orang Anshar, Muhajirin, dan orang-orang non-Muslim di sekitar
Yatsrib, setelah beliau hijrah meninggalkan kaumnya di Makkah.
b. Sebagaimana dijelaskan Imam al-Mawardi, telah diharamkan kepemimpinan sebagai penerus
Nabi dalam mempertahankan agama dan mengatur urusan masyarakat (karena tidak ada Nabi
lagi setelah Rasulullah). Maka, dalam hal ini, Imam Baidlawi mengatakan bahwa Imamah atau
Khilafah adalah pengganti kedudukan Nabi dalam hal penerapan hukum syariat dan pelindung
atas wilayah kaum Muslim. Maka, tanpa Imam, hukum-hukum syara tidak dapat diterapkan dan
wilayah kaum Muslim tidak dapat dilindungi dengan baik.
c. Hadits di atas menunjukkan bahwa pemerintahan (kekuasaan) merupakan simpul yang paling
penting, yang menjaga agar simpul-simpul lainnya tidak terurai atau terlepas. Hal ini disebabkan
karena penguasa (Imam atau Khalifah) adalah pihak yang bertanggung jawab untuk menerapkan
Islam di tengah-tengah umat, melaksanakan batas-batas yang telah ditentukan Allah, dan
melindungi masyarakat.
d. Imam Ahmad menjelaskan bahwa tanpa seorang Imam sebagai pemimpin kaum Muslim, maka
akan terjadi fitnah. Hancurnya simpul-simpul Islam akan diakhiri dengan hancurnya shalat; dan
inilah fitnah yang terbesar.
-
BEBERAPA ASPEK PENTING DALAM PEMERINTAHAN DAN PERSATUAN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-32 & 33
HIDUP DI BAWAH SEORANG PEMIMPIN YANG ADIL LEBIH BAIK DARIPADA
BERIBADAH SELAMA 60 TAHUN #1
Sehari (hidup di bawah) Imam (penguasa) yang adil, lebih baik daripada beribadah selama enam
puluh tahun. Dan (pelaksanaan satu hukum) had di muka bumi jauh lebih bersih daripada (ditimpa)
hujan selama empat puluh hari. (Sunan al-Kubra lil Baihaqi, jilid 8/162)
HIDUP DI BAWAH SEORANG PEMIMPIN YANG ADIL LEBIH BAIK DARIPADA
BERIBADAH SELAMA 60 TAHUN #2
Tiga orang, di mana pada Hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menoleh kepada mereka, (yaitu) Imam
yang suka berdusta, orang tua yang berzina, dan seorang amil yang sombong. (Musnad Ahmad No.
9222)
PENJELASAN:
a. Ada sejumlah riwayat lain yang menunjukkan bahwa Allah memberikan pahala yang besar bagi
pemimpin yang adil. Dia mendapatkan ridha Allah karena telah menerapkan hukum-hukum-Nya
atas seluruh anggota masyarakat secara adil, serta menyelesaikan persengketaan di antara
mereka secara adil pula.
b. Pemimpin yang adil menjadi salah satu kelompok manusia yang mendapatkan naungan syafaat
dari Allah, pada hari ketika tidak ada lagi naungan (perlindungan) kecuali bagi orang-orang yang
mendapatkan ridha-Nya. Sebaliknya, pemimpin yang zalim, yang gemar berbohong kepada
umatnya sebagaimana penjelasan Rasulullah menjadi salah satu golongan yang tidak akan
dilihat (ditelantarkan) oleh Allah pada Hari Pembalasan, saat ketika semua orang membutuhkan
rahmat Allah.
c. Apabila seorang Imam yang berbohong kepada umatnya tidak akan diperhatikan oleh Allah pada
Hari Kiamat nanti, maka wajar kiranya bila pemimpin yang menindas dan bersikap zalim kepada
rakyatnya akan berada dalam keadaan yang lebih buruk. Sedangkan penindasan dan kezaliman
yang paling besar adalah ketika para pemimpin itu memberlakukan hukum-hukum kufur (selain
hukum Islam) terhadap umatnya.
d. Pemberlakuan sanksi hukum sebagaimana yang diperintahkan Allah ketika syarat-syarat
pemberlakuan sanksi itu terpenuhi diibaratkan seperti hujan yang turun selama 40 hari, yang
bermakna suatu rahmat dan anugerah yang luar biasa bagi sebuah padang pasir yang sangat
kering. Oleh karena itu, sanksi-sanksi semacam itu tidak bisa disebut sebagai sanksi yang biadab,
-
mengingat Allah memuji pemberlakuan sanksi-sanksi tersebut; di samping bahwa efek jera dari
pemberlakuan sanksi-sanksi tersebut akan mendatangkan keamanan dan ketentraman di tengah
masyarakat.
-
BEBERAPA ASPEK PENTING DALAM PEMERINTAHAN DAN PERSATUAN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-34
IMAM LAKSANA PERISAI
Sesungguhnya seorang Imam (penguasa) itu (bagaikan) perisai. Orang-orang berperang di
belakangnya, dan juga berlindung dengannya. Maka jika ia memerintah (berdasarkan) takwa kepada
Allah taala dan berlaku adil, maka baginya pahala. Akan tetapi jika ia memerintah tidak dengan (takwa
kepada Allah dan tidak berlaku adil) maka ia akan mendapatkan balasannya. (HR Muslim No. 3428)
PENJELASAN:
a. Imam Nawawi menjelaskan bahwa perisai bermakna sebuah pelindung bagi orang-orang yang
berada di belakangnya, karena seorang Imam menjadi sebuah perisai yang melindungi kaum
Muslim dari musuh-musuh mereka. Perlindungan tersebut dilakukan dengan mengorganisasi
tentara, menjaga perbatasan, serta menyerukan jihad fi sabilillah.
b. Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa seorang Imam juga berfungsi laksana sebuah perisai, yang
melindungi kaum Muslim agar mereka tidak saling menganiaya satu dengan yang lain. Hal ini
dilakukan dengan menyelesaikan persengketaan di antara mereka, mengangkat para qadli
(hakim), serta menerapkan syariat Islam.
c. Kata innama sesungguhnya menurut kaidah bahasa bermakna pembatasan. Maka hadits
tersebut memberikan batasan bahwa selain imam, tidak ada lagi orang yang dapat menjalankan
fungsi sebagai perisai bagi kaum Muslim.
d. Manakala kita melihat realitas saat ini, ketika kaum Muslim menjadi sasaran penganiyaan dan
penyiksaan, maka kita dapat segera memahami bahwa faktor utama di balik serangan dan
penganiayaan yang terbuka dan terus-menerus atas kaum Muslim tersebut adalah karena tidak
ada satu pun penguasa negeri-negeri muslim saat ini yang benar-benar mewakili kepentingan
penduduknya, sekaligus mewakili kepentingan Islam. Sebaliknya, sepanjang sejarah Negara
Khilafah Islam, negara-negara asing tidak berani sembarangan menumpahkan darah kaum
Muslim, jika tidak ingin mendapatkan balasan yang setimpal dari Negara Khilafah.
e. Seorang Imam bukanlah manusia yang sempurna. Dia dapat melakukan perbuatan yang haq,
yang untuk itu dia mendapatkan pahala. Sebaliknya, dia juga bisa melakukan kezaliman, dan
untuk itu harus ada upaya koreksi (muhasabah) terhadap kezaliman tersebut. Demikianlah, Imam
bukanlah manusia yang mashum serta tidak terbebas dari kesalahan dan koreksi.
-
BEBERAPA ASPEK PENTING DALAM PEMERINTAHAN DAN PERSATUAN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-35 & 36
KEHORMATAN DARAH SEORANG MUSLIM #1
Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin tanpa haq. (HR
Ibnu Majah No. 2609)
KEHORMATAN DARAH SEORANG MUSLIM #2
Diceritakan kepada kami dari Abdullah bin Umar, yang berkata, aku melihat Rasulullah saw sedang
thawaf mengelilingi Kabah, seraya berkata, Betapa baik dan harumnya engkau (Kabah). Betapa
agungnya dan besarnya kehormatanmu. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,
sungguh kehormatan seorang mukmin itu jauh lebih agung di sisi Allah daripada kehormatanmu, baik
hartanya maupun darahnya. (HR Ibnu Majah No. 3922)
PENJELASAN:
a. Meskipun Kabah dianggap sebagai simbol Islam yang paling besar, dimana kaum Muslim di
seluruh dunia wajib menghadapkan wajah mereka ke arahnya paling tidak lima kali dalam sehari;
dan manakah shalat di dalamnya akan mendapatkan pahala yang jauh lebih besar daripada shalat
di tempat-tempat lainnya, akan tetapi kemuliaan darah seorang mukmin dalam pandangan Allah
jauh lebih berharga dibandingkan kemuliaan bangunan yang pertama kali dibangun untuk
menyembah-Nya itu.
b. Karena kemuliaan darah seorang Muslim dianggap Allah lebih berharga dibandingkan kemuliaan
Kabah bahkan lebih berharga daripada dunia dan segala isinya maka wajib bagi kaum Muslim
menempatkan kemuliaan darah saudara dan saudarinya pada posisi yang utama dan pertama,
serta memandang bahwa penodaan terhadap kemuliaan darah kaum mukmin itu lebih buruk
daripada serangan terbuka terhadap Kabah.
c. Oleh karena itu, masalah paling penting bagi kaum Muslim saat ini adalah bagaimana menjaga
kemuliaan darah orang-orang mukmin. Dan sebagaimana dinyatakan dalam hadits sebelumnya,
hanya Imam (Khalifah) yang mampu menjalankan fungsi sebagai tempat perisai bagi orang-orang
yang berlindung di belakangnya.
-
BEBERAPA ASPEK PENTING DALAM PEMERINTAHAN DAN PERSATUAN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-37 & 38
PENDERITAAN SEORANG MUSLIM ADALAH PENDERITAAN BAGI SELURUH
MUSLIM #1
Kaum Muslim itu laksana seorang lelaki. Jika matanya tertimpa sakit, maka seluruh (anggota
badannya) juga sakit. Dan jika kepalanya tertimpa sakit, maka seluruh (anggota badannya) sakit. (HR
Muslim No. 4687)
PENDERITAAN SEORANG MUSLIM ADALAH PENDERITAAN BAGI SELURUH
MUSLIM #2
Perumpamaan orang-orang mukmin itu seperti satu tubuh. Jika sebagian (anggota tubuhnya) sakit,
maka seluruh (anggota tubuh)nya juga merasa sakit. (Musnad Ahmad No. 17690)
PENJELASAN:
a. Kiasan seperti satu tubuh dimaksudkan menunjukkan betapa dekatnya hubungan antarsesama
kaum Muslim, sedemikian dekatnya sehingga rasa sakit yang dialami oleh salah seorang di antara
mereka akan dirasakan pula oleh yang lain, di mana pun mereka berada, apa pun bahasa dan
kebangsaan mereka.
b. Riwayat-riwayat ini memberikan penjelasan lebih lanjut atas sejumlah ayat al-Quran yang
menyatakan bahwa hanya kaum mukmin yang bersaudara (QS al-Hujurat: 10), dan bahwa kaum
mukmin saling berkasih sayang di antara mereka (QS al-Fath: 29).
c. Imam Abdul Razzaq al-Munawi menjelaskan bahwa riwayat yang pertama menekankan tentang
hak-hak seorang Muslim atas sesamanya, serta dorongan agar mereka saling menyayangi dan
tolong-menolong dalam berbagai perkara, selain kemaksiatan.
d. Dari riwayat-riwayat di atas, dapat digali pemahaman bahwa keselamatan dan keamanan kaum
Muslim adalah satu.
-
BEBERAPA ASPEK PENTING DALAM PEMERINTAHAN DAN PERSATUAN
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-39
LARANGAN FANATISME GOLONGAN, NASIONALISME, ATAU BERPERANG
TANPA ARGUMENTASI YANG SHAHIH
Barangsiapa yang keluar dari jamaah (kaum Muslim) dan melepaskan ketaatan (dari
Imam/Khalifahnya) lalu ia mati, maka matinya mati (dalam keadaan) jahiliyah. Dan barangsiapa yang
keluar (memisahkan diri) dari umatku dengan mengangkat pedang (senjata) melawan (penguasa) adil
atau pun zalim, tidak menjaga keimanannya dan tidak menepati perjanjiannya, maka ia bukanlah
bagian dari umatku. Dan barangsiapa terbunuh di bawah bendera kejahiliyahan, (merasa) benci karena
ashabiyah (fanatisme kelompok, golongan, atau nasionalisme), atau berperang atas nama ashabiyah,
atau menyeru kepada ashabiyah; maka matinya mati (dalam keadaan) jahiliyah. (Musnad Ahmad No.
7716)
PENJELASAN:
a. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah memberikan penjelasan tentang riwayat di atas, (Bahwa Rasulullah
saw) menjelaskan tentang pemberontak yang melepaskan ketaatannya terhadap penguasa dan
jamaah kaum Muslim, dan menjelaskan bahwa bila salah seorang di antara mereka mati, maka ia
mati dalam keadaan jahiliyah. Disebut sebagai mati jahiliyah karena orang-orang jahiliyah tidak
terbiasa mengangkat pemimpin bagi kabilah-kabilah mereka, akan tetapi sebaliknya, masing-
masing kelompok justru saling berperang di antara mereka. .kemudian beliau saw menjelaskan
bahwa orang-orang yang berperang karena fanatisme golongan sama saja keadaannya dengan
mereka yang berperang karena semangat kesukuan, sebagaimana kabilah Qays dan Yamanni.
Selanjutnya beliau saw menjelaskan bahwa siapa saja yang terbunuh dalam perang
antargolongan seperti itu, maka mereka tidak termasuk bagian dari umat ini.
b. Dalam riwayat tersebut, juga ada larangan dan celaan terhadap peperangan yang dilakukan tanpa
argumentasi syara yang jelas. Siapa pun yang melakukannya tidak dianggap sebagai bagian dari
umat Muhammad saw.
c. Konsep negara bangsa (nation-state) pada hakikatnya merupakan sebuah struktur kesukuan yang
lebih besar. Sedangkan kebanggaan terhadap bangsa, bendera (panji-panji), berikut berbagai
warisan leluhurnya dipandang sebagai bentuk fanatisme golongan (ashabiyah) yang jahiliyah.
Oleh karena itu, amarah, peperangan, dan kematian yang timbul karena semangat kebangsaan
dan panji-panji ashabiyah itu dianggap sebagai sesuatu yang sangat tercela, sebagaimana
terungkap dalam hadits di atas.
-
KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SAH
(6 HADITS)
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-40
PENGUASA YANG ZALIM MERUPAKAN PROBLEM TERBESAR
Sesungguhnya perkara yang aku takuti atas umatku adalah para penguasa yang menipu
(menyesatkan). (HR Tirmidzi No. 2155)
PENJELASAN:
a. Imam al-Ayni menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pemimpin yang menyesatkan adalah
para pemimpin yang menyerukan bidah, dosa, dan kerusakan. Mereka juga dikatakan sebagai
orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan
orang lain.
b. Pada bagian lain, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab ra mengatakan bahwa Islam akan hancur
oleh tergelincirnya para ulama, orang-orang munafik yang berargumentasi dengan al-Quran, serta
kepemimpinan para penguasa yang tersesat.
c. Kesesatan dan kezaliman pemimpin akan dapat mengakibatkan kesesatan dan kerusakan seluruh
masyarakat. Pemimpin adalah pihak yang mendapatkan legitimasi untuk menerapkan hukum,
menentukan batasan-batasan (benar atau salah, baik atau buruk), serta menjaga masyarakat.
Dengan posisinya yang istimewa di tengah-tengah masyarakat itu, maka kerusakan yang
ditimbulkan oleh pemimpin yang zalim pasti juga luar biasa.
-
KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SAH
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-41
KERUSAKAN KARENA KRONIISME
Barangsiapa yang mendatangi pintu-pintu penguasa maka ia membuat kerusakan. Dan barangsiapa
yang semakin dekat dengan penguasa, maka makin bertambah jauh (jaraknya) dengan Allah.
(Musnad Ahmad No. 8481)
PENJELASAN:
a. Dalam rangka membangun sebuah pemerintahan Islam yang kuat, pemimpin yang berkuasa
harus senantiasa diawasi oleh umat. Pengawasan tersebut tidak akan dapat berjalan dengan
efektif, .kecuali bila umat memiliki kedudukan yang independen di hadapan pemimpinnya,
sehingga mereka tidak akan terpengaruh oleh berbagai kebaikan hati dan pemberian
pemimpinnya. Kedudukan yang independen ini tidak akan dapat diwujudkan bila umat dan tokoh-
tokohnya sering mencari muka atau menunjukkan sikap menjilat di hadapan pemimpinnya.
b. Hadits di atas memberikan sebuah peringatan tentang kerusakan yang bisa timbul secara alamiah
akibat kekuasaan. Kepemimpinan adalah sebuah tanggung jawab yang amat besar, tidak saja
bagi orang-orang yang mengembannya tetapi juga bagi orang-orang yang berusaha berdekat-
dekat dengan penguasa demi memperoleh sejumlah manfaat. Keadaan ini bisa disaksikan di
sepanjang perjalanan sejarah ketika ada orang-orang yang memulai upayanya dengan tujuan
mengoreksi penguasa, tetapi akhirnya justru memperkokoh kedudukannya.
c. Umat Muhammad saw ini mewarisi sebuah tradisi para ulama yang berusaha menjaga jarak
dengan kekuasaan, agar tetap bebas dari pengaruh penguasa, sehingga mereka tetap dapat
mengoreksi penguasa secara independen dan bebas. Di antara para ulama itu adalah Imam Abu
Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Nawawi, dan Syeikh Ibnu Taimiyah.
d. Yang dimaksud dengan kedekatan pada riwayat di atas tidak sekadar bermakna jarak secara fisik,
tetapi memberikan sebuah petunjuk bahwa orang-orang yang dekat dengan penguasa, lalu
mereka tidak melakukan koreksi atas kesalahan penguasa, akan tetapi justru menyokong
kedudukannya, maka mereka itu akan jauh dari Allah.
Para ulama besar di masa lalu banyak yang memegang jabatan sebagai qadli pada mahkamah
negara, tetapi mereka tetap mampu menjaga jarak dengan penguasa, dalam arti bahwa mereka
akan tetap mengoreksi kesalahan yang dilakukan penguasa, dan tidak membiarkan diri mereka
terperosok jatuh dalam pusaran pengaruh kekuasaan.
-
KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SAH
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-42
CELAAN BAGI ORANG-ORANG YANG MENDUKUNG SEORANG PENGUASA
KARENA INGIN MENDAPATKAN KENIKMATAN DUNIA
Ada tiga orang pada Hari Kiamat nanti, dimana Allah tidak akan melihat kepada mereka, tidak akan
mensucikan mereka dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih.
(Pertama) orang yang memiliki kelebihan air di jalan namun melarang ibnu sabil (musafir)
memanfaatkannya.
(Kedua) orang yang menjual barang dagangan kepada orang lain setelah waktu ashar, lalu dia
bersumpah atas nama Allah bahwa dia telah diberi keuntungan dengan dagangannya itu sekian dan
sekian; orang itu (pembeli) mempercayainya padahal tidaklah sebagaimana yang diceritakannya.
Dan (ketiga) orang yang telah mambaiat seorang Imam tetapi hanya karena motif keduniawian. Kalau
dia diberi (bagian dunia) maka ia menepatinya. Dan jika ia tidak diberi, maka ia pun tidak
menepatinya. (HR Muslim No. 157)
PENJELASAN:
a. Kepemimpinan adalah amanah yang diberikan kaum Muslim kepada salah seorang di antara
mereka untuk menerapkan hukum-hukum Allah dengan niat semata-mata karena Allah, atas
setiap orang yang mau mendengar dan menaati perintahnya semata-mata karena Allah.
b. Orang yang memberikan baiatnya kepada seorang Imam (kepala negara) kaum Muslim semata-
mata karena ingin mendapatkan kenikmatan dunia tidak hanya akan kehilangan pahala
sebagaimana yang disebutkan pada poin sebelumnya, tetapi ia juga akan mendapatkan siksaan
yang pedih dan tidak akan mendapatkan penyucian (dosa) dari Allah, pada hari dimana tidak ada
seorang pun yang dapat melepaskan diri dari murka Allah dan masuk surga tanpa rahmat-Nya.
c. Ketiga perbuatan yang dilaknat Allah pada riwayat di atas memiliki satu kesamaan, yaitu
melakukan transaksi (muamalah) di antara sesama manusia hanya karena ingin mendapatkan
keuntungan dunia, bukan dilandasi niat ikhlas semata-mata karena Allah.
-
KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SAH
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-43 & 44
TIDAK ADA KETAATAN KEPADA PEMIMPIN DALAM KEMAKSIATAN #1
Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian cinta kepada mereka, dan mereka pun mencintai kalian.
Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian
ialah kalian benci kepada mereka, dan mereka pun benci kepada kalian. Kalian melaknat mereka, dan
mereka pun melaknat kalian
Ditanyakan, Wahai Rasulullah, tidakkah kita perangi saja mereka itu?.
Beliau menjawab, Jangan, selama mereka masih menegakkan shalat (hukum Islam) di tengah-tengah
kalian. Dan jika kalian menyaksikan dari para penguasa kalian sesuatu yang kalian benci, maka
bencilah perbuatannya, dan jangan menarik tangannya dari ketaatan. (HR Muslim No. 3447)
TIDAK ADA KETAATAN KEPADA PEMIMPIN DALAM KEMAKSIATAN #2
Dengar dan taatlah (baik dalam keadaan) sempit maupun lapang, juga baik (dalam keadaan) tidak
suka maupun suka, meskipun mereka (penguasa itu) memakan hartamu dan memukul punggungmu,
kecuali (mereka) jelas-jelas bermaksiat kepada Allah. (HR Ibnu Hibban)
PENJELASAN:
a. Kedua hadits di atas serta sejumlah riwayat yang serupa menetapkan sebuah kewajiban bagi
umat ini untuk menaati pemimpin mereka, sekalipun ia adalah orang yang bersikap keras dan
zalim kepada mereka, sepanjang ia menerapkan hukum-hukum Islam.
b. Menurut pendapat Imam Ibnu Hajar, ada sebuah kesepakatan para ulama bahwa apabila seorang
Imam menunjukkan kekufuran yang nyata (misalnya memaksakan penerapan selain hukum Islam
karena menurut keyakinannya, hukum-hukum Islam tidak layak diterapkan pada setiap masa),
maka berarti ia telah memutuskan akad antara dirinya dengan kaum Muslim. Dalam keadaan
tersebut, wajib bagi setiap Muslim untuk berusaha menurunkannya dari kursi kekuasaan.
c. Riwayat kedua menjelaskan bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mendengar dan menaati
setiap perintah yang menyerunya untuk melakukan kemaksiatan. Dengan demikian, tidak ada
argumentasi syara yang mendorong orang-orang mukmin untuk mendukung atau mengikuti
kemaksiatan yang dilakukan oleh penguasa. Hadits hanya memberikan pesan kepada para
mukmin untuk bersikap sabar terhadap kezaliman penguasa mereka selama mereka diperintah
dengan syariat Islam dan tidak turut serta dalam kezaliman tersebut.
-
KEPEMIMPINAN YANG TIDAK SAH
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-45
SEORANG MUKMIN TIDAK BOLEH JATUH PADA LUBANG YANG SAMA DUA KALI
Seorang mukmin tidak akan terperosok di dalam lubang yang sama, dua kali. (HR Bukhari No. 5668)
PENJELASAN:
a. Riwayat ini keluar dari lisan Rasulullah menanggapi sebuah peristiwa yang dialami oleh penyair
Abu Ghurrah yang tertangkap pasukan Muslim pada saat perang Badar, namun kemudian
dilepaskan setelah berjanji kepada Rasulullah bahwa dirinya tidak akan lagi memerangi kaum
Muslim. Tetapi, pada saat perang Uhud, ternyata Abu Ghurrah kemabali memerangi kaum Muslim,
dan sekali lagi tertangkap pasukan Muslim. Kembali lagi Abu Ghurrah memohon pengampunan
Rasulullah dengan janji yang sama sebagaimana sebelumnya, tetapi Rasulullah menolak
permohonan tersebut. Demikianlah, kemudian Rasulullah mengatakan bahwa seorang mukmin
tidak akan terperosok pada lubang yang sama sebanyak dua kali.
b. Riwayat tersebut memberikan pelajaran kepada kaum mukmin tentang pentingnya bersikap
waspada dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. dengan kata lain, penting bagi kaum
mukmin untuk menarik pelajaran dari hal-hal yang mereka alami agar tidak lagi melakukan
kesalahan yang sama.
c. Pengaitan antara sifat waspada (tidak terperosok pada lubang yang sama) dengan karakter kaum
mukmin menunjukkan bahwa sikap waspada merupakan sebuah sifat terpuji dan penting yang
seharusnya dimiliki oleh seorang mukmin, karena ia adalah pemimpin dan menjadi saksi bagi
umat manusia.
d. Meskipun sebagian ulama membatasi hadits tersebut pada persoalan-persoalan ibadah pribadi,
seperti tidak mengulangi kesalahan dalam persoalan shalat (misalnya seseorang yang
mengetahui bahwa dirinya seringkali melewatkan waktu shalat subuh jika tidur kemalaman, maka
dia tidak lagi tidur terlalu malam atau ia harus terjaga hingga shalat subuh selesai ditunaikan),
tetapi kondisi yang melatarbelakangi keluarnya hadits tersebut menunjukkan bahwa hadits itu juga
meliputi hal-hal lain yang terkait dengan masalah politik.
e. Kisah Abu Ghurrah di atas juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa ampunan tidak
senantiasa cocok pada semua keadaan, karena boleh jadi ampunan yang diberikan justru
dimanfaatkan pihak lain (musuh Islam) demi kepentingan mereka.
-
GARIS PEMBATAS
(5 HADITS)
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-46
LARANGAN MERASA TENANG DALAM PEMERINTAHAN YANG KUFUR
Kelak sepeninggalku akan ada para Khulafa. Mereka menjalankan apa yang mereka ketahui,
mengerjakan apa yang diperintahkan. Dan kelak sepeninggal mereka akan ada para khulafa. Mereka
menjalankan apa yang mereka tidak ketahui, mengerjakan apa yang tidak diperintahkan. Barangsiapa
mengingkari (mereka) maka ia bebas. Barangsiapa menahan diri maka ia selamat. Tetapi siapa yang
ridha (dengan mereka) dan mengikutinya (maka ia tidak akan terbebas dan tidak akan selamat). (HR
Ibnu Hibban No. 6784)
PENJELASAN:
a. Siapa saja yang menyaksikan kerusakan dalam penerapan Islam oleh penguasa, kemudian
mengoreksi atau meluruskan kesalahan tersebut dengan tangan maupun dengan kata-katanya,
maka ia terbebas dari dosa yang diperbuat oleh penguasa.
b. Hal yang sama terjadi bagi siapa pun yang tidak dapat mengoreksi kesalahan tersebut disebabkan
karena rasa takut atau keterbatasan kemampuan dirinya, selama dirinya tidak berperan serta atau
mendukung kesalahan penguasa tersebut.
c. Frasa wa lakin... (tetapi siapa saja yang meridhai dan mengikutinya) menunjukkan
sebagaimana dinyatakan oleh Imam Nawawi bahwa siapa saja yang merasa tenang manakala
menyaksikan kerusakan, maka mereka itu berdosa.
d. Dalam riwayat Imam Muslim, sebuah pertanyaan muncul dari para sahabat, yaitu apakah mereka
harus memerangi (penguasa yang melakukan kerusakan)? Rasulullah menjawab, Tidak, selama
mereka menegakkan shalat. Hal ini pernah kita bahas pada bagian yang lain.
e. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang hidup dengan tenang, yaitu mereka
yang merasa tenang dan mengikuti kebijakan seorang penguasa yang menerapkan hukum Islam
namun berbuat kerusakan, termasuk orang-orang yang berdosa. Lalu, alangkah besarnya dosa
orang-orang yang merasa tenang-tenang saja dan mengikuti kebijakan seorang penguasa yang
menerapkan hukum-hukum yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam dan syariat Islam,
baik di negeri kaum Muslim maupun di tempat-tempat lainnya.
-
GARIS PEMBATAS
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-47
PENGKHIANATAN
Pada Hari Kiamat, setiap pengkhianat itu (memiliki dan membawa) bendera yang diacungkan ke atas
sesuai dengan tingkat pengkhianatannya. Dan ketahuilah bahwa tidak ada pengkhianat yang paling
besar (pengkhianatannya) kecuali penguasa. (HR Muslim No. 3272)
PENJELASAN:
a. Dalam Bahasa Arab, yang dimaksud dengan al-liwa adalah bendera besar yang biasa dipegang
oleh seorang komandan pasukan, yang diikuti di belakangnya oleh sekelompok tentara. Dengan
kata lain, yang dimaksud dengan istilah al-liwa adalah sebuah simbol yang biasa digunakan oleh
manusia untuk mengenali sekelompok orang dengan jelas. Makna riwayat tersebut adalah bahwa
setiap pengkhianat akan dikenali dengan jelas (dihinakan) pada Hari Pembalasan.
b. Kata-kata yang digunakan dalam riwayat di atas bersifat umum, sehingga bisa digunakan untuk
menunjuk berbagai bentuk pengkhianatan, baik pengkhianatan di antara individu maupun
pengkhianatan di antara bangsa-bangsa.
c. Pengkhianatan yang paling besar adalah pengkhianatan yang dilakukan oleh seorang penguasa,
karena ia bertanggung jawab untuk memelihara urusan masyarakat, sehingga setiap
pengkhianatan yang dilakukannya sama saja artinya dengan pengkhianatan kepada seluruh
masyarakat. Seorang penguasa Muslim yang melakukan pengkhianatan tidak saja berkhianat
kepada seluruh masyarakat, tetapi juga berkhianat kepada Allah swt dan Rasulullah saw. Dia juga
berkhianat kepada warga negara yang non-Muslim, karena ia bertanggung jawab menerapkan
Islam ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, pengkhianatan yang dilakukan seorang penguasa
Muslim juga memengaruhi itu semua.
d. Qadli Iyadl menyampaikan sebuah tafsir bahwa seorang Imam dilaknat atas pengkhianatan yang
dilakukannya, karena ia telah menyalahi janjinya kepada seluruh warga negara, atau kepada
orang-orang kafir, atau mengkhianati amanah yang dibebankan kepadanya, atau tidak
memperlakukan warga negaranya dengan penuh kasih dan kemurahan.
-
GARIS PEMBATAS
60 Hadits Sulthaniyah: Hadits Ke-48
LARANGAN MEMATA-MATAI DAN MENCELAKAI SESAMA MUSLIM
Berhati-hatilah kalian dengan prasangka, ka
top related