5. laporan kkp kumpul kampus.docx
Post on 03-Feb-2016
52 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Ruang Lingkup
1. Kantor Kesehatan Pelabuhan Tingkat II Kendari
Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disebut KKP adalah
unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. KKP dipimpin oleh seorang Kepala
dan dalam melaksanakan tugas secara administratif dibina oleh Sekretariat
Direktorat Jenderal dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktorat di
lingkungan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) diklasifikasikan ke dalam
4 kelas yaitu KKP kelas I, KKP kelas II, KKP kelas III dan KKP kelas IV.
Klasifikasi tersebut di dasarkan pada beban kerja di bandara, pelabuhan dan
lintas batas darat Negara.
Gambar 1. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Kendari
Klasifikasi Kantor Kesehatan Pelabuhan ditetapkan berdasarkan
kriteria yang berupa penentuan nilai terhadap seluruh komponen yang
berpengaruh terhadap beban kerja. Kriteria penentuan nilai sebagaimana
dimaksud terdiri atas unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama terdiri
atas:
1
1. Kekarantinaan kesehatan yaitu upaya mencegah dan menyangkal keluar
atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang
berpotensi menimbulkan kedaruratan masyarakat.
2. Surveilans kesehatan, yaitu upaya untuk memperoleh gambaran tentang
penyakit potensial wabah dan faktor risiko melalui pengumpulan dan
pengolahan data secara terus-menerus terhadap lalu lintas alat angkut,
penyakit potensial wabah, faktor risiko, guna menghasilkan informasi
yang cepat dan akurat dalam proses pengambilan keputusan untuk
respon cepat
3. Pengendalian faktor risiko lingkungan, yaitu upaya pencegahan
penyakit dan/atau gangguan kesehatan akibat faktor risiko lingkungan
4. Pelayanan kesehatan, yaitu kegiatan pelayanan kesehatan promotif,
preventif, dan kuratif secara terbatas di lingkungan pelabuhan, bandara,
dan lintas batas darat
5. Sumber daya manusia teknis, yaitu jumlah pejabat fungsional yang
melaksanakan tugas dan fungsi teknis Kantor Kesehatan Pelabuhan,
termasuk pegawai paruh waktu
Unsur penunjang yang dimaksud terdiri atas:
1. Sumber daya manusia teknis, yaitu jumlah pejabat fungsional yang
melaksanakan tugas dan fungsi teknis Kantor Kesehatan Pelabuhan,
termasuk pegawai paruh waktu
2. Sarana kepegawaian, yaitu kelengkapan atau media yang dipergunakan
untuk melaksanakan kegiatan teknis dan manajemen Kantor Kesehatan
Pelabuhan.
Penetapan klasifikasi didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh
Kantor Kesehatan Pelabuhan berdasarkan tata cara penilaian yang
dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan berkonsultasi dengan Menteri yang
2
menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pendayagunaan aparatur
negara dan reformasi birokrasi.
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Kendari merupakan unit Pelaksana
Teknis Ditjen PP-PL yang ikut serta berperan dalam upaya cegah tangkal
penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah baik di pelabuhan
laut maupun bandar udara. Tugas dan fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan
Kelas II Kendari sesuai dengan Kepmenkes RI No. 265/Menkes/SK/II/2004
adalah cegah tangkal penyakit karantina dan penyakit menular potensial
wabah, kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas di wilayah pelabuhan,
serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
KKP menyelenggarakan 16 (enam belas) fungsi (Pasal 3 PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
356/MENKES/ PER/IV/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA
KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN):
1. Pelaksanaan kekarantinaan
2. Pelaksanaan pelayanan kesehatan;
3. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan
lintas batas darat
Negara;
4. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit
baru, dan
Penyakit yang muncul kembali;
5. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan
kimia;
6. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai
penyakit yang
Berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional;
7. Pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan
kejadian luar
3
Biasa (klb) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra
termasuk
8. Penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk;
9. Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan
bandara, pelabuhan,
Dan lintas batas darat negara;
10. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika
dan alat
Kesehatan serta bahan adiktif (omkaba) ekspor dan mengawasi
persyaratan dokumen
Kesehatan omkaba impor;
11. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya;
12. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan
Lintas batas darat negara;
13. Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara,
pelabuhan, dan
Lintas batas darat negara;
14. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara,
pelabuhan, dan
Lintas batas darat negara;
15. pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan
surveilans
Kesehatan pelabuhan;
16. pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan
lintas batas
Darat negara pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP
Seksi PKSE
4
Bidang Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi
mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan evaluasi serta
penyusunan laporan di bidang kekarantinaan, surveilans epidemiologi
penyakit dan penyakit potensial wabah serta penyakit baru dan penyakit
yang muncul kembali, pengawasan alat angkut dan muatannya, lalu lintas
OMKABA, jejaring kerja, kemitraan, kajian, serta pengembangan
teknologi, pendidikan dan pelatihan bidang kekarantinaan di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat Negara.
Dalam melaksanakan tugas, Bidang Pengendalian Karantina dan
Surveilans Epidemiologi menyelenggarakan fungsi:
1) kekarantinaan surveilans epidemiologi penyakit dan penyakit potensial
wabah serta penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali;
2) kesiapsiagaan, pengkajian, serta advokasi penanggulangan KLB dan
bencana/pasca bencana bidang kesehatan;
3) pengawasan lalu lintas OMKABA ekspor dan impor serta alat angkut,
termasuk muatannya;
4) kajian dan diseminasi informasi kekarantinaan di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
5) pendidikan dan pelatihan bidang kekarantinaan;
6) pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kekarantinaan;
7) pelaksanaan pengembangan teknologi bidang kekarantinaan di wilayah
kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
8) penyusunan laporan bidang pengendalian karantina dan surveilans
epidemiologi.
Seksi Pengendalian Karantina mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan,
dan koordinasi pelaksanaan pemeriksaan dan sertifikasi OMKABA ekspor
dan impor, pengembangan, pengawasan dan tindakan kekarantinaan
5
terhadap kapal, pesawat udara, dan alat transportasi lainnya, penerbitan
dokumen kesehatan kapal laut, pesawat udara, dan alat transportasi lainnya,
pengangkutan orang sakit/jenazah, kajian, pengembangan teknologi, serta
pendidikan dan pelatihan di bidang kekarantinaan.
Seksi Surveilans Epidemiologi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan,
dan koordinasi pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit, penyakit
potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali,
jejaring kerja surveilans epidemiologi nasional/internasional, serta
kesiapsiagaan, pengkajian, advokasi, dan penanggulangan KLB,
bencana/pasca bencana bidang kesehatan;
Seksi PRL
Bidang Pengendalian Risiko Lingkungan mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan
laporan di bidang Pengendalian vektor dan binatang penular penyakit,
pembinaan sanitasi lingkungan, jejaring kerja, kemitraan, kajian dan
pengembangan teknologi, serta pendidikan dan pelatihan bidang
pengendalian risiko lingkungan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan
lintas batas darat negara.
Dalam melaksanakan tugas Bidang Pengendalian Risiko
Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
1) pengawasan penyediaan air bersih, serta pengamanan makanan dan
minuman;
2) hygiene dan sanitasi lingkungan gedung/bangunan;
3) pengawasan pencemaran udara, air dan tanah;
4) pemeriksaan dan pengawasan higiene dan sanitasi kapal/pesawat/alat
transportasi lainnya di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas
darat negara;
6
5) pemberantasan serangga penular penyakit, tikus dan pinjal di
lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
6) kajian dan pengembangan teknologi di bidang pengendalian risiko
lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
7) pendidikan dan pelatihan bidang pengendalian risiko lingkungan
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
8) pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di bidang pengendalian risiko
lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
9) penyusunan laporan di bidang pengendalian risiko lingkungan.
Seksi Pengendalian Vektor dan Binatang Penular Penyakit
mernpunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan,
evaluasi, penyusunan laporan, dan koordinasi pelaksanaan pemberantasan
serangga penular penyakit, tikus, dan pinjal, pengamanan pestisida, kajian
dan diseminasi informasi, pengembangan jejaring kerja, kemitraan dan
teknologi serta pendidikan dan pelatihan bidang pengendalian vector dan
binatang penular penyakit di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas
batas darat negara.
Seksi Sanitasi dan Dampak Risiko Lingkungan mernpunyai tugas
melakukan penyiapan bahan, perencanaan, pemantuan, evaluasi,
penyusunan laporan, dan koordinasi pelaksanaan pengawasan penyediaan
air bersih, serta pengamanan makanan dan minuman, hygiene dan sanitasi
kapal laut dan pesawat, hygiene dan sanitasi gedung/bangunan, pengawasan
pencemaran udara, air, tanah, kajian dan diseminasi informasi,
pengembangan jejaring kerja, kemitraan dan teknologi serta pendidikan dan
pelatihan bidang sanitasi lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas
darat negara.
7
Seksi UKLW
Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah mernpunyai tugas
melaksanakan perencanaan dan evaluasi serta penyusunan laporan di
bidang pelayanan kesehatan terbatas, kesehatan haji, kesehatan kerja,
kesehatan matra, vaksinasi internasional, pengembangan jejaring kerja,
kemitraan, kajian dan teknologi, serta pendidikan dan pelatihan bidang
upaya kesehatan pelabuhan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas
batas darat negara.
Dalam melaksanakan tugas, Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas
Wilayah menyelenggarakan fungsi:
1) pelayanan kesehatan terbatas, rujukan dan gawat darurat medik di
wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
2) pemeriksaan kesehatan haji, kesehatan kerja, kesehatan matra di
wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
3) pengujian kesehatan nahkoda/pilot dan anak buah kapal/pesawat udara
serta penjamah makanan;
4) vaksinasi dan penerbitan sertifikat vaksinasi internasional;
5) pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat negara;
6) pengawasan pengangkutan orang sakit dan jenazah di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara, serta ketersediaan
obat-obatan/peralatan P3K di kapal/pesawat udara/alat transportasi
lainnya;
7) kajian dan pengembangan teknologi serta pelatihan teknis bidang upaya
kesehatan dan lintas wilayah;
8) penyusunan laporan di bidang upaya kesehatan dan lintas wilayah.
Seksi Pencegahan dan Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi,
8
penyusunan laporan, dan koordinasi pelayanan pengujian kesehatan
nahkoda, anak buah kapal dan penjamah makanan, pengawasan persediaan
obat/P3K di kapal/pesawat udara/alat transportasi lainnya, kajian
ergonomik, advokasi dan sosialisasi kesehatan kerja, pengembangan
jejaring kerja, kemitraan dan teknologi, serta pelatihan teknis bidang
kesehatan kerja di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat
negara.
Seksi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi,
penyusunan laporan, dan koordinasi pelaksanaan vaksinasi dan penerbitan
sertifikat vaksinasi internasional (ICV), pengawasan pengangkutan orang
sakit dan jenazah, kesehatan matra, kesehatan haji, perpindahan penduduk,
penanggulangan bencana, pelayanan kesehatan terbatas, rujukan gawat
darurat medik, pengembangan jejaring kerja, kemitraan, dan teknologi,
serta pelatihan teknis bidang kesehatan matra di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darai negara.
9
2. Pelabuhan Nusantara Kendari
Pelabuhan Nusantara Kendari merupakan Pelabuhan utama
penumpang di kota kendari. Bertempat di Jln. Konggoasa No. 1 Kendari.
Merupakan Badan dibawah naungan Pelabuhan Indonesia Area IV,
lokomotif Indonesia Timur.
Gambar 2. Pelabuhan Nusantara Kendari (sumber:www.inaport4.co.id)
Pelabuhan Nusantara Kendari beroperasi 24jam sehari meskipun di
hari libur. Memiliki Fasilitas berupa tiga buah dermaga yang terdiri dari
a. Dermaga Nusantara untuk kapal penumpang dengan panjang
270 m dan lebar 16 m
b. Dermaga Pertamina Jetty untuk Tanker sepanjang 120 m
c. Dermaga Jetty untuk Cargo atau kapal barangdengan panjang
110m.
10
B. Kebisingan
1. Aspek fisis kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidaksesuai
dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapatmenimbulkan ganggua
terhadap kenyamanan dan kesehatanmanusia.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usahaatau kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapatmenimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamananlingkungan (Kep. MenLH. N0. 48 Tahun 1996), atau
semua suarayang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat
prosesproduksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapatmenimbulkan
gangguan pendengaran (Kep. MenNaker. No. 51Tahun 1999).
Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang
bergetar. Getaran sumber suara inimengganggu keseimbangan molekul-
molekul udara di sekitarnyasehingga molekul-molekul udara ikut bergetar.
Getaran Sumberini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan
energymekanis dalam Medium udara menurut pola rambatanlongitudinal.
Rambatan gelombang di udara ini dikenal sebagaisuara atau bunyi.
Laju rambat gelombang suara di udara bergantung padasuhu sekitar. Pada
suhu 20ºC laju rambat suara sekitar 344 m/dt.Setiap kenaikan 10ºC maka laju
rambat suara bertambah sekitar0,61 m/dt. Dalam pengendalian kebisingan
diasumsikan bahwa laju rambat suara di udara tidak tergantung pada frequensi
dan kelembaban udara.
Suara yang merambat melalui medium udara berlangsung melalui pola
mampatan-regangan molekul udara yang dilalui. Banyaknya mampatan-
regangan yang terjadi dalam suatu interval waktu tertentu disebut frequensi
suara. Satuannya dinyatakan dalam Hertz (Hz) jika interval waktu kejadian
dinyatakan dalam detik .
Sumber bunyi merupakan gabungan dari beberapa komponen sumber suara:
11
a. Fluid Turbulence, bising yang terbentuk oleh getaran yangdiakibatkan
benturan antar partikel dalam fluida, misalnyaterjadi terjadi pada pipa,
valve, gas exchaust.Moving andvibration part, bising terjadi oleh
getaran yang disebabkanoleh gesekan, benturan atau ketidak
seimbangan gerakanbagian mesin/peralatan seperti bearing pada
kompresor,turbin, pluks pompa, blower.
b. Electrical Equipment, bising yang disebabkan efekperubahan fluks
elektromagnetik pada bagian inti yangterbuat dari logam, misalnya
generator, motor listrik,tranformator.
c. Temperatur Difference, bising yang terbentuk olehpemuaian dan
penyusutan fluida, misalnya terjadi padamesin jet pesawat.
Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan yangbersumber dari
alat produksi dan atau alat yang pada tingkat tertentu akan menimbulkan
gangguan pendengaran. Kebisingan (Noise) dapat juga diartikan sebagai sebuah
bentruk getaran yang dapat berpindah melalui medium padat, caire dan gas.
Kebisingan adalah produk samping yang tidak diinginkan dari sebuah
lingkungan Bandara yang disebabkan oleh kegiatan operasional Bandara yaitu
bunyi suara mesin pesawat terbang yang menimbulkan kebisingan yang tidak
hanya mempengaruhi aktifitas karyawan bandara (Ground Handling) dan
penduduk yang tinggal di sekitar Bandara. Peningkatan tingkat kebisingan yang
terus menerus dari berbagai aktifitas pada lingkungan Bandara dapat berujung
kepada gangguan kebisingan, efek yang ditimbulkan kebisingan berupa :
i. Efek psikologis pada manusia (kebisingan dapat membuatkaget,
mengganggu, mengacaukan konsentrasi).
ii. Menginterferensi komunikasi dalam percakapan dan lebih jauhlagi akan
menginterferensi hasil pekerjaan dan keselamatankerja.
iii. Efek fisis kebisingan dapat mengakibatkan penurunankemampuan
pendengaran dan rasa sakit pada tingkat yangsangat tinggi.
12
2. Tingkat Kebisingan
a. Tingakat kebisingan equivalent
Pernyataan tingkat kebisingan equivalent merupakan modelyang dipergunakan
untuk menyatakan tingkat kebisingan yang merupakan tingkat tekanan suara
rerata dalam interval waktu tertentu. Model matimatisnya disajikan dalam
persamaan :
Keterangan : Leq = Tingkat kebisingan equivalent (dBA).
fi = Faksi waktu terjadinya tingkat kebisinganpada interval waktu pengukuran
tertentu.
Li = Nilai tengah tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran tertentu.
13
b. Tingkat kebisingan sesaat.
Pernyataan tingkat kebisingan sesaat merupakan model yangdipergunakan
untuk menyatakan tingkat kebisingan pada keadaan tertentu dalam interval
waktu yang sangat singkat seperti kebisingan yang ditimbulkan aktifitas tinggal
landas pesawat terbang. Model matematis yang dipergunakan disajikan menurut
persamaan :
Keterangan :
Lt = Tingkat kebisingan sesaat (dBA).
L(t) = Tingkat kebisingan rerata dalam interval waktu pengukuran tertentu
(dBA).
dt = Interval waktu pengukuran t1 ke t2 (detik).
c. Tingkat kebisingan siang dan malam.
Pernyataan tingkat kebisingan siang-malam merupakanmodel tingkat
kebisingan equivalent yang dipergunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan
terutama di daerah permukiman. Pengukurannya dilakukan selama 24 jam,
yang dibagi dalaminterval waktu malam (22.00 – 06.00) dan interval waktu
siang( 06.00 – 22.00).
Menurut tingkatan bising (noise level) daerah sekitar pesawat dibagi menjadi 4
zone yaitu :
i. Zone A : Daerah dengan tingkatan bising antara 150 dB. Zone ini
jangan dimasuki sama sekali.
ii. Zone B : Daerah dengan tingkatan bising antara 135 – 150 dB. Di
daerah ini orang harus berusaha sesingkat mungkin dan harus memakai
ear muff.
iii. Zone C : Daerah dengan tingkatan bising antara 115 – 135 dB. Semua
orang yang bekerja di sini harus memakai ear muff. Bila hanya sebentar
boleh memakai ear plug.
14
iv. Zone D : Daerah dengan tingkatan bising antara 100 – 115 dB. Mereka
yang bekerja di sini harus mekakai ear plug terus menerus.
3. Kontrol Kebisingan
Kebisingan sebagai suara yang tidak dikehendakiharus kendalikan agar
tidak mengganggu kenyamanan dan kesehatan manusia. Getaran yang
dibangkitkan secara terus menerus (kontinyu) akan mengakibatkan stress, mual,
atau pusing tergantung frequensi yang dibangkitkan. Tingkat kebisingan pada
suatu titik yang berasosiasi dengan sumber peruntukan lingkungan yang
tertentu disebut kebisingan ambien. Kontrol kebisingan dilakukan sebagai
upaya pengendalian kebisingan ambien untuk mereduksi tingkat kebisingan
sampai taraf yang ditentukan oleh baku tingkat kebisingan untuk lingkungan
dengan peruntukan tertentu. Secara umum control kebisingan diklasifikasikan
atas tiga kategori yaitu:
1. Kontrol kebisingan pada sumber kebisingan.
2. Kontrol kebisingan pada lintasan (medium perambatansuara)
3. Kontrol kebisingan pada penerima (manusia).
4. Baku mutu tingkat kebisingan.
Baku mutu kebisingan adalah batas maksimal tingkat Bakumutu
kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan (Kep.MenLHNo.48 Tahun 1996). Tingkat kebisingan adalah
ukuran energy bunyi yang dinyatakan dalam satuan Decibel disingkat dB.
Decibel adalah ukuran energi bunyi atau kuantitas yang dipergunakan sebagai
unit-unit tingkat tekanan suara berbobot A. Yang dilakukan untuk
mensederhanakan plot-plot multipledan untuk secara kira-kira membandingkan
kuantitas logaritmik dari stimulus akustik yang diterima telinga. Berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
15
KEP.48/MENLH/11/1996, tanggal 25 Nopember 1996. Tentangbaku tingkat
kebisingan Peruntukan Kawasan atau Lingkungan Kegiatan.
16
C. Tuli Akibat Bising
1. Definisi
Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing
loss / NIHL ) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh
bising lingkungan kerja.1,2 Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian
ensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis.3,4 Secara
umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan.
2. Epidemiologi
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling
sering dijumpai setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika
mengalami ketulian dengan berbagai macam derajat, dimana 10 juta
orang diantaranya mengalami ketulian akibat terpapar bunyi yang keras
pada tempat kerjanya. Sedangkan Sataloff dan Sataloff ( 1987 )
mendapati sebanyak 35 juta orang Amerika menderita ketulian dan 8
juta orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja.
Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya
terhadap 105 karyawan pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d
100 dB didapati bahwa sebanyak 74 telinga belum terjadi pergeseran
nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami
pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga
( 55,3% ), derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat berat 3 ( 1,4% ). 7
Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang
berada di sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari
pandai besi tersebut menderita sangkaan NIHL.
3. Patomekanisme
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama
sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar
17
yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan
intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar
menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi.
Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai
lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang
pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia,
sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut.
Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam
dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan
pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat
dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.
Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga
akibat kebisingan adalah sebagai berikut :
a. Kerusakan pada sel sensoris
b. Kerusakan pada stria vaskularis
c. Kerusakan pada serabut saraf dan nerve ending
d. Hidrops endolimf
4. Gambaran Klinis
Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan
dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada
tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak
didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus
merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat
mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.Secara umum
gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss )
adalah :
a. Bersifat sensorineural
b. Hampir selalu bilateral
c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing
loss ) Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
18
d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan
pendengaran yang signifikan.
e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000,
4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada
frekwensi 4000 Hz.
f. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000,
4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10
– 15 tahun.
Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang
berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh
terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur
sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.
5. Pencegahan
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk
mencegah terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di
lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Pengukuran pendengaran Test pendengaran yang harus dilakukan
ada 2 macam, yaitu
1. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
2. Pengukuran pendengaran secara periodik.
b. Pengendalian suara bising Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan
memakai ear muff ( tutup telinga ), ear plugs ( sumbat telinga )
dan helmet ( pelindung kepala ).
2. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan
dengan cara :
memasang peredam suara
menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu
ruangan yang terpisah dari pekerja
19
c. Analisa bising Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai
intensitas bising, frekwensi bising, lama dan distribusi pemaparan
serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam pengukuran
kebisingan adalah sound level meter .
20
BAB II
LAPORAN KEGIATAN PENYULUHAN
KESEHATAN DI PELABUHAN NUSANTARA KOTA KENDARI
1. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para
pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.
Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja
tersebut, risiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan
dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan
pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah
capek. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek
perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian
keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan
mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi.
Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk
menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi,
unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku
pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi. Meskipun
ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur
sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan.
Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis.
Salah satunya adalah pekerja-pekerja bongkar muat barang pelabuhan,
memikul lebih banyak beban fisik daripada beban mental ataupun
sosial.
21
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.
Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang
artifisial atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut
KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit yang disebabkan
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai
pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja.
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing
loss/ NIHL ) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh
bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian
sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis.
2. Dasar Hukum
a. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 tahun 1999
c. UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3. Tujuan
Untuk Meningkatkan pengetahuan para buruh pelabuhan di
Pelabuhan Nusantara Kendari tentang pentingnya penggunaan alat
pelindung diri dari kebisingan untuk menghindari dampak penyakit
akibat kerja yang dapat timbul yaitu Ketulian akibat Bising.
4. Manfaat
a. Menambah pengetahuan bagi para pekerja-pekerja buruh
pelabuhan, di pelabuhan Nusantara Kendari tentang upaya program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
22
b. Dapat meminimalisasi penyakit akibat kerja yang disebabkan tidak
digunakannya alat pelindung diri.
5. Sasaran Kegiatan
Para teknisi mesin, abk kapal, buruh pelabuhan di Pelabuhan Nusantara
Kendari Kendari
6. Waktu dan Lokasi
Waktu Pelaksanaan : Kamis, 17 September 2015
Jam : 12.00-13.00 WITA
Tempat Pelaksanaan : Pelabuhan Nusantara Kendari Kendari
23
7. Metode
Menggunakan metode ceramah dengan mengunjungi satu persatu sasaran
penyuluhan. Menggunakan leaflet tentang Bahaya kebisingan dan
pengenalan jenis-jenis Alat Pelindung Diri yang berhubungan dengan
kebisingan.
8. Hasil Kegiatan
Penyuluhan K3 diikuti oleh 20 orang buruh pelabuhan.
Pelaksanaan penyuluhan berlangsung dengan baik dan seluruh peserta
cukup antusias dalam mengikuti penyuluhan.
9. Kendala/hambatan
a. Ada yang menolak untuk diberi penyuluhan
b. Sebagian besar diantara mereka sedang bekerja sehingga tidak bisa
ikut mendengar penyuluhan
10. Saran
a. Kepada petugas kesehatan khususnya yang bertugas di pelabuhan
Nusantara Kendari sebaiknya sering melakukan penyuluhan agar
meningkatkan kesadaran para pekerja akan pentingnya kesehatan
dan keselamatan kerja
b. Bila dilakukan penyuluhan selanjutnya sebaiknya ketika para
pekerja tidak sedang bekerja sehingga bisa lebih banyak yang hadir
dalam penyuluhan
c. Di harapkan kepada petugas kesehatan agar dapat berkordinasi
terhadap petugas pelabuhan untuk pengadaan Alat Pelindung Diri
untuk para buruh pelabuhan.
d. Memperketat peraturan penggunaan Alat Pelindung Diri di lingkup
pelabuhan.
11. Kesimpulan
24
a. Para buruh telah mengetahui dampak bahaya polusi, penyakit-
penyakit yang dapat timbul akibat polusi dan mengetahui jenis-jenis
Alat Pelindung Diri.
b. Pelaksanaan penyuluhan berlangsung dengan baik dan seluruh
peserta cukup antusias dalam mengikuti penyuluhan
LAPORAN KEGIATAN SURVEY TINGKAT KEBISINGAN
DI PELABUHAN NUSANTARA KENDARI
1. Latar Belakang
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising
yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat menyebabkan
kerusakan reseptor pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat
ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua
telinga. Dari definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu
sangat subyektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan
tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi.
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing
loss/ NIHL ) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh
bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian
sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan
a. Intensitas kebisingan
b. Frekwensi kebisingan
c. Lamanya waktu pemaparan bising
d. Kerentanan individu
e. Jenis kelamin
25
f. Usia
g. Kelainan di telinga tengah
Tabel 1. Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan sesuai
dengan Departemen Tenaga Kerja 1994 – 1995
Intensitas bising
( dB )
Waktu paparan
Per hari dalam jam
85
87,5
90
92,5
95
100
105
110
8
6
4
3
2
1
½
¼
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999
Tabel 2. Nilai Ambang Kebisingan Menurut Kep Menaker No.
KEP-51/MEN/1999
Waktu Pemaparan per
hariIntensitas (dB A)
8
4
2
1
Jam
85
88
91
94
30
15
7,5
3,75
Menit 97
100
103
106
26
1,88
0,94
109
112
28,12
14,06
7,03
3,52
1,75
0,88
0,44
0,22
0,11
Detik
115
118
121
124
127
13
133
136
139
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap manusia, seperti
gangguan fisiologis, psikologis, komunikasi, dan ketulian atau ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti
komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, kelelahan dan stres.
2. Dasar Hukum
a. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 tahun 1999
c. UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3. Tujuan
Untuk menilai tingkat kebisingan di lingkungan kerja dan dapat
menimalisir dampak tingkat kebisingan terhadap Penyakit Akibat kerja.
Memberikan pengetahuan kepada pekerja tentang dampak tingkat
kebisingan terhadap kesehatan fungsi pendengaran.
4. Manfaat
27
a. Menambah pengetahuan bagi para pekerja-pekerja tentang bahaya
tingkat kebisingan
b. Dapat meminimalisasi penyakit akibat kerja yang disebabkan tidak
digunakannya alat pelindung diri.
c. Tingkat kebisingan di lingkungan kerja dapat diketahui
6. Sasaran Kegiatan
Petugas Mesin kapal yang berlabuh di Pelabuhan Nusantara kendari
7. Waktu dan Lokasi
Waktu Pelaksanaan : Kamis, 17 September 2015
Jam : 13.00-14.00 WITA
Tempat Pelaksanaan : Pelabuhan Pangkalan Nusantara Kendari
8. Metode
Menggunakan Alat menghitung tingkat kebisingan dengan cara
mensurvey daerah dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Memberikan
penyuluhan kepada petugas dengan metode ceramah tentang jenis alat
pelindung diri untuk menghindari paparan tingkat kebisingan yang cukup
tinggi.
9. Hasil Kegiatan
Pekerja telah mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerjanya.
Pekerja dapat mengetahui bahaya paparan tingkat kebisingan di
lingkungan terhadap fungsi pendengaran. Pekerja dapat mengetahui jenis
alat pelindung diri yang tepat digunakan untuk menghindari paparan
tingkat kebisingan yang tinggi.
12. Kendala/hambatan
1. Media penyuluhan yang terbatas.
28
2. Tidak seluruhnya petugas mesin kapal yang diberi penyuluhan
disebabkan kapal yang disurvey hanya dua dan petugas yang
bertugas dibagi dalam beberapa shift.
13. Saran
a. Kepada petugas kesehatan khususnya yang bertugas di pelabuhan
Nusantara sebaiknya sering melakukan penyuluhan agar
meningkatkan kesadaran para pekerja akan pentingnya kesehatan
dan keselamatan kerja
b. Kepada petugas kesehatan sebaiknya menyarankan kepada
pekerja mesin di kapal agar memeriksa secara rutin kesehatan
pendengaran agar dapat diketahui dampak akibat tingkat paparan
kebisingan.
c. Di harapkan kepada petugas kesehatan agar dapat berkordinasi
terhadap petugas pelabuhan untuk pengadaan Alat Pelindung Diri
untuk para buruh pelabuhan.
d. Memperketat peraturan penggunaan Alat Pelindung Diri di
lingkup pelabuhan.
14. Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil pengukuran Tingkat kebisingan, hasilnya
tingkat kebisingan di lingkungan kerja kamar mesin kapal cukup
tinggi, dan sangat membahayakan fungsi pendengaran pekerja.
b. Penggunaan alat pelindung diri di lingkungan pelabuhan masih
kurang baik, disebabkan ketersediaan APD dan kesadaran
pekerja terhadap pentingnya penggunan APD.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kantor Kesehatan Pelabuhan merupakan unit organisasi yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan
di atas. Secara kelembagaan, eksistensi KKP didasarkan atas SK.
Menkes RI No. 356/MENKES/PER/IV/2008, tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan. KKP
mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya
penyakit, penyakit potensial wabah, surveilans epidemiologi,
kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan, pengawasan OMKABA serta pengamanan terhadap
penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur
biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
KKP ini juga memiliki tiga unit usaha yang penting berupa :
Unit PKSE (Karantina dan Surveilans Epidemiologi), Unit PRL
(Pengendalian Risiko Lingkungan), dan Unit UKLW (Upaya Kesehatan
dan Lintas Wilayah) yang memiliki peran yang berbeda- beda.
Dalam kegiatan dilapangan dilakukan peyuluhan menyankut
penyakit yang dapat diakibatkan oleh kebisingan. Yaitu salah satunya
ketulian atau penurunan pendengaran yang bersifat irreversible
atautidak dapat pulih beserta upaya pencegahannya.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena
tidaksesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga
dapatmenimbulkan ganggua terhadap kenyamanan dan kesehatan
manusia. Oleh karena itu sebagai salah satu upaya pencegahan harus
dilakukan pengalisaan kebisingan pada lapangan secara berkala. Salah
30
satunya dengan pengukuran mesin kapal yang tiap harinya beroperasi
di Pelabuhan Nusantara Kendari.
B. Saran
a. Dalam Pelaksanaan upaya promotif dan preventif lebih di
kembangkan lagi, utamanya dalam hal pelaksanaan Kesehatan
dan keselamatan kerja di wilaya pelabuhan.
b. Dalam pelaksanaan program Kesehatan pelabuhan agar lebih
ditingkatkan lagi sarana dan prasarana dalam mendukung upaya
promotif dan preventif di KKP.
c. Untuk keberhasilan setiap program agar Pihak KKP lebih tegas
dalam menerapkan aturan keselamatan dan kesehatan kerja di
lingkup pelabuhan utamanya kepada pekerja.
d. Data informasi riwayat kesehatan penyakit akibat kerja agar di
lakukan survey kepada pekerja pelabuhan.
31
Lampiran 1.
Leaflet Penyuluhan Kesehatan “Tuli Akibat Kebisingan”
32
Lampiran 2.
Dokumentasi Kegiatan
Gambar 3. bersama petugas KKP
33
Gambar 4. pengukuran kebisingan mesin kapal
Gambar 5. penyuluhan kesehatan kepada teknisi mesin kapal
34
top related