2012tnc_bab ii bahan dan metode
Post on 04-Aug-2015
150 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang: waktu dan lokasi penelitian, alat dan
bahan yang digunakan dalam penelitian, perolehan data, pengolahan data, dan
pembuatan model hidrodinamika dan sebaran MPT.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan
pembuatan model hidrodinamika dan sebaran MPT di PPB. Penelitian
dilaksanakan pada Mei 2010-September 2011 berupa perolehan data (Juni
2010), analisis data, dan pemodelan arus dan sebaran sedimen melayang.
Kegiatan perolehan data meliputi: survei batimetri, data pasang surut, data arus,
data salinitas dan temperatur (dengan CTD), data sedimen dasar, dan
pengambilan sampel air untuk MPT. Pengolahan dan analisis data serta
pembuatan model dengan bantuan komputer, perangkat lunak yang digunakan
antara lain MS Excel, Surfer, Grapher, Global Mapper, dan SMS.
Lokasi penelitian di Perairan Pelawangan Barat, dengan posisi 7,72o-
7,67oLS dan 108,76o-108,81oBT, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Lokasi Penelitian
30
Penentuan stasiun berdasarkan pertimbangan daerah yang mewakili
bagian dekat dengan Laguna Segara Anakan sebagai sumber debit air dan
sedimen melayang, daerah tengah PPB sebagai stasiun validasi model, daerah
mulut PPB, dan daerah laut. Posisi tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Posisi stasiun perolehan data
Stasiun Bujur Lintang Keterangan
1 108,7758 BT 7,7052 LS 2 108,7786 BT 7,7026 LS 3 108,7874 BT 7,6973 LS 4 108,7962 BT 7,6926 LS Stasiun menetap 5 108,7968 BT 7,6871 LS 6 108,7925 BT 7,6824 LS Stasiun sumber
Stasiun-stasiun yang ada dikategorikan dalam stasiun sumber, stasiun
menetap dan stasiun spasial. Dimana stasiun sumber (stasiun 6) merupakan
stasiun dengan pengambilan data dalam satu siklus pasang surut. Stasiun
menetap (stasiun 4) merupakan stasiun dengan pangambilan data 24 jam. Data-
data yang diambil pada stasiun sumber dan stasiun menetap sama yaitu data
arus, CTD, dan sampel air untuk MPT. Data pasang surut diukur di daerah
stasiun 4. Stasiun spasial merupakan stasiun pengukuran data dengan
pertimbangan sebaran data CTD dan MPT pada saat pasang dan surut.
Keterangan lebih lengkap tentang stasiun dapat dilihat pada Tabel 7. Sampel
sedimen dasar diambil pada titik-titik yang mewakili bagian dekat hulu, tengah,
dan dekat mulut PPB.
Tabel 7 Perolehan data pada tiap kategori stasiun
Stasiun Data Keterangan
Menetap - Arus - Pengukuran arus dekat permukaan dan dekat dasar dengan perekaman data tiap 10 menit (data logger) selama 24 jam
- CTD - Pengukuran kedalaman, salinitas, dan suhu dengan pengambilan data tiap 30 menit selama 24 jam
- MPT - Pengambilan air sampel pada dekat permukaan dan dekat dasar dengan pengambilan data tiap 1 jam selama 24 jam
Sumber - Arus - Pengukuran arus dekat permukaan dengan perekaman data tiap 10 menit (data logger) selama 12 jam
- CTD - Pengukuran kedalaman, salinitas, dan suhu dengan pengambilan data tiap 30 menit selama 12 jam
- MPT - Pengambilan air sampel pada dekat permukaan dengan pengambilan data tiap 1 jam selama 12 jam
Spasial - CTD - MPT
- Pengukuran CTD pada beberapa titik acak pada waktu pasang dan waktu surut.
- Pengambilan data MPT pada tiap stasiun pada waktu pasang dan waktu surut.
31
Alat dan Bahan
Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada
Tabel 8 berikut :
Tabel 8 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
No Alat dan Bahan Satuan Keterangan
Observasi 1. GPS
olat-lon Untuk mengetahui posisi (lintang-bujur)
2. Kapal - Mobilisasi saat pengambilan sampel 3. Water Sampler Van Dorn - Pengambilan sampel air 4. Botol sampel - Tempat penyimpanan sampel air. 5. Kotak pendingin (cool box) - Tempat penyimpanan sampel 6. Grab Sampler - Pengambilan sampel sedimen dasar 7. Kantung plastik - Tempat penyimpanan sampel sedimen 8. GPS-Echo-Sounder - Pengukuran kedalaman dan posisi 9. Tongkat berskala cm Pengukuran pasang surut, ditambah data
dari prediksi pasang surut NaOTide 10. Valeport Current meter m/dtk Pengukuran kecepatan dan arah arus 11. CTD (salinitas,
suhu, kedalaman)
o/oo
oC m
Pengukuran sebaran salinitas, suhu, dan kedalaman
Laboratorium
1. Pompa vacum dan filter -
Menyaring sampel air 2. Oven
- Memanaskan sampel untuk menguapkan air dan bahan organik pada sampel
3. Kertas saring Whatman µm
Kertas Whatman tipe 0,45 µm 47 mm fine crystaline (CN Membrane WP)
4. Desikator -
Pendingin sampel setelah dari proses pengovenan, untuk mempertahankan suhu
5. Timbangan mg Menimbang sampel dari desikator 6. Analisa sedimen dasar - Mengetahui fraksi sedimen dasar Analisa Data 1. Peta lingkungan laut, data
dari GoogleEarth, gambar satelit, perangkat lunak pengolah gambar
- Pembuatan peta dasar, mengkonversi sistem koordinat (dari Latitude-Longitude menjadi Northing-Easting, UTM)
2. Perangkat lunak pengolahan peta dan batimetri
- Pembuatan peta batimetri, mencari luas penampang, mengetahui luas area, mengetahui volume, profil melintang dan horisontal
3. Perangkat lunak ODV (Ocean Data View) dan perangkat lunak pengolah data spread-sheet
- Mengolah data-data sebaran secara horisontal dan vertikal (salinitas, suhu, MPT, densitas). Mengolah data yang bersifat data baris-kolom dengan fungsi-fungsi matematis (MS. Excel). Lay-out (tampilan) data secara grafis (diagram Ternary, stick plot)
4. Perangkat lunak pemodelan
- Pembuatan model hidrodinamika dan sebaran sedimen melayang, analisa data model
32
Perolehan Data
Sebelum penelitian, dilakukan survei pendahuluan untuk mengetahui
pengukuran awal kedalaman, pengambilan sampel air untuk mengetahui sebaran
MPT permukaan, dan pengambilan sampel sedimen dasar. Perolehan data
penelitian meliputi data: kedalaman, pasang surut, arus, CTD, sedimen dasar
dan sampel air untuk pengukuran konsentrasi MPT. Sedangkan bahan yang
disediakan untuk pengolahan data diantaranya peta dasar, peta batimetri, data
observasi, data untuk pemodelan. Foto kegiatan penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Kedalaman
Data kedalaman (batimetri) merupakan dasar yang sangat dibutuhkan
untuk memahami hidrodinamika (Nugrahadi dan Tejakusuma 2007). Untuk
membuat peta batimetri dibutuhkan data kedalaman berkoordinat. Pengukuran
kedalaman dilakukan dengan menggunakan alat GPS-Echo-Sounder yang
dipasang pada badan perahu, sedemikian sehingga bagian penerima (receiver)
di bawah permukaan air (20 cm). Jalur perlintasan perahu mengikuti pola zig-zag
sehingga didapat sebaran acak kedalaman yang mewakili daerah penelitian.
Data kedalaman yang diperoleh berupa data posisi dan kedalaman dalam
format x-y-z (x, y, z adalah berturut-turut bujur, lintang, kedalaman), dikoreksi
dengan pasang surut untuk mendapatkan data kedalaman rerata muka air harian
(MSL, mean sea level). Lalu data kedalaman dan data garis pantai hasil digitasi
dibuat gambar profil dengan bantuan perangkat lunak Surfer dengan metode
interpolasi adalah Metode Krigging (Siregar dan Selamat 2009). Sedangkan file
interpolasi dalam bentuk grid (jaring) dapat digunakan untuk beberapa
kepentingan dalam pengolahan data selanjutnya.
Pasang Surut
Data pasang surut diambil dengan menggunakan tongkat duga berskala
dengan tabung transparan berpelampung (untuk mengurangi pengaruh dari luar)
yang dipasang di lokasi penelitian, dengan pengamatan tiap 30 menit, dengan
titik ikat mengikuti data dari DISHIDROS untuk wilayah Cilacap. Data pasang
surut yang didapat merupakan pegamatan jangka waktu pendek, sehingga
penentuan rerata muka air dugaan menurut Metode Doodson (Ongkosongo dan
33
Suyarso 1986), dengan minimal pengukuran selama 39 jam. Perhitungan MSL
dugaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Rerata muka air dugaan tersebut
dijadikan dasar analisa data selanjutnya. Tipe pasang surut berdasarkan
penelitian tentang pasang surut yang pernah dilakukan sebelumnya di Laguna
Segara Anakan dan PPB (Ongkosongo et al. 1986; Purba dan Sujastani 1989;
Holtermann et al. 2008). Tipe lokal pasang surut di daerah penelitian adalah
campuran cenderung semidiurnal, dua kali pasang dan dua kali surut
(Ongkosongo et al. 1986; Purba dan Sujastani 1989; Nugrahadi dan Tejakusuma
2007; Holtermann et al. 2008). Data pasang surut diambil sebagai data dasar
pengolahan data selanjutnya. Untuk data pasang surut sebagai input model
diperoleh dari data pasang surut dari model NaOTide yang divalidasi dengan
data observasi.
Pengukuran Arus
Data kecepatan dan arah arus diperoleh dengan metode Eularian, yaitu
arus diukur pada titik tetap pada interval waktu tertentu. Data arus diperoleh
dengan valeport current-meter (akurasi 0,001 m/detik) dengan penyimpanan
automatis (data logger) tiap 10 menit selama 24 jam. Pengukuran dilakukan pada
dua level kedalaman yaitu yang mewakili permukaan dan dekat dasar. Arus
maksimum umumnya terjadi pada jarak 0,05 sampai 0,25 dari kedalaman air
dihitung dari permukaan (Kodoatie 2002). Pada stasiun menetap dan stasiun
sumber, kedalamannya kurang lebih 6 m, maka diambil kedalaman 1 m terhitung
dari permukaan dalam pengambilan data arus. Pada saluran terbuka yang lebar,
dengan kedalaman dangkal, kecepatan maksimum terjadi pada permukaan air.
Untuk data arus dekat dasar diambil kurang lebih 1 m dari dasar.
Kriteria perolehan data arus dapat dilihat pada Tabel 7. Data arus pada
stasiun sumber dan stasiun menetap merupakan data arus yang berubah
terhadap waktu pada siklus pasang surut. Data arus (𝑣) pada stasiun sumber
dengan luas penampang (𝐴) merupakan data debit (𝑄) yang berubah menurut
waktu dalam siklus pasang surut (seperti pada rumus H-14). Data debit
digunakan sebagai input kondisi batas flow dalam model. Data arus pada stasiun
menetap merupakan data arus yang digunakan dalam validasi model.
34
Data CTD
Kriteria perolehan data CTD (salinitas, suhu, dan kedalaman) dapat dilihat
pada Tabel 7. Prosedur pemakaian alat CTD adalah setting (penyesuaian
parameter alat) dengan komputer, menghidupkan alat, memasukkan alat pada
lokasi, ditunggu beberapa saat, ditarik ke arah permukaan. Data CTD digunakan
untuk mengetahui proses percampuran (mixing) densitas di PPB dan profil
menegak densitas untuk penentuan pemakaian model 2-dimensi. perolehan data
CTD dilakukan pada stasiun sumber, stasiun menetap, dan stasiun spasial (pada
saat pasang dan surut).
Data MPT
Sampel air diperoleh dengan Van Dorn Water Sampler dengan kriteria
perolehan data dapat dilihat pada Tabel 7. Prosedur pengambilan sampel
dengan mempersiapkan penutup automatis Van Dorn Water Sampler lalu
dimasukkan pada kedalaman yang telah ditentukan, lalu lepaskan messenger
yang akan menutup botol sampler, lalu diangkat dan sampel air dimasukkan
pada botol sampel dan dimasukkan ke kotak pendingin. Sampel air selanjutnya
digunakan untuk mengetahui konsentrasi MPT. Data konsentrasi MPT diperoleh
dengan menganalisa sampel air di laboratorium dengan metode gravimetri
(APHA 2005), dilakukan di Laboratorium kualitas air LIPI, Jakarta. Prosedur
pengukuran konsentrasi MPT dapat dilihat pada Lampiran 3.
Data Sedimen Dasar
Sampel sedimen dasar diperoleh dengan alat Sediment Grab pada titik-titik
tertentu yang mewakili bagian dekat hulu, tengah, dan dekat mulut PPB.
Prosedur pemakaian alat Sediment Grab adalah membuka penutup pengambil
sedimen, memasukkan alat ke lokasi pengambilan sampel, melepaskan
messenger sehingga membuka kunci penutup alat, tarik alat ke permukaan,
masukkan sedimen ke dalam tempat sampel, dimasukkan ke kotak pendingin.
Sampel selanjutnya dianalisa butir 7 fraksi (600-2000µm, 212-600µm, 63-212µm,
20-63µm, 6,3-20µm, 2-6,3µm, <2µm) di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Unsoed, Purwokerto. Dimana diameter butir antara 63-2000µm masuk
dalam golongan pasir (sand), 2-63µm masuk dalam golongan debu (silt), dan
diameter <2µm masuk dalam golongan liat (clay). Metode untuk mengetahui
35
karakter sedimen dasar adalah pengayakan bertingkat (APHA 2005; Wibisono
2005).
Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dikelompokkan menurut jenisnya, yaitu data:
kedalaman berkoordinat, pasang surut, kecepatan dan arah arus, salinitas dan
suhu dari CTD berkoordinat, konsentrasi MPT berkoordinat, dan prosentase
butiran sedimen dasar. Data diolah dengan perangkat lunak yang bersesuaian
menghasilkan tampilan ataupun hitungan untuk pengolahan data selanjutnya.
Beberapa data menjadi dasar dan masukan (input) model.
Peta Batimetri
Data kedalaman berkoordinat merupakan data awal untuk dijadikan peta
batimetri, yaitu peta kedalaman berkoordinat dan dinyatakan dengan garis yang
menghubungkan titik-titik (kontur) mempunyai kedalaman yang sama (isobath).
Menurut Siregar dan Selamat (2009) batimetri digital menggambarkan topografi
dasar perairan yang dibangun dari operasi interpolasi sejumlah besar titik
kedalaman hasil pemeruman (sounding). Peta batimetri yang dibuat meliputi
wilayah (Gambar 5) dari stasiun 6 di sebelah utara hingga batas laut di selatan.
Peta batimetri dibuat dengan proyeksi UTM (PPB masuk zona S-UTM 49,
datum WGS 1984) menghasilkan file jaring (grid) dengan ekstensi *.grd. Grid
dapat ditampilkan dalam bentuk plot dengan bantuan perangkat lunak Surfer
atau diolah lagi menjadi data pendukung dengan perangkat lunak yang lain. Hasil
olahan dari peta batimetri yaitu: luas penampang melintang suatu kanal, profil
penampang membujur PPB, mengetahui luas area PPB, mengetahui volume
PPB.
Luas penampang melintang kanal diketahui dengan mendigitasi melintang,
dan profil horisontal PPB membujur diketahui dengan mendigitasi membujur, lalu
hasilnya diolah dengan perangkat lunak MS Excel dan Grapher dengan
menggunakan metode planimetri (Buchan et al. 1980). Luas area PPB dan
volume PPB diketahui dengan bantuan perangkat lunak Surfer dimana
membutuhkan nilai MSL dugaan sebagai acuan perhitungan.
Peta batimetri merupakan data penting dalam pembuatan model. Data
batimetri dan garis pantai dalam format UTM digunakan untuk membuat wilayah
36
(domain) model hidrodinamika. Data tersebut diubah dalam format sebaran titik
(scatter) yang diinterpolasi dengan jaring model (mesh).
Data Pasang Surut
Data pasang surut dengan susunan data: waktu perolehan data dan
ketinggian air (m), dianalisa sehingga dapat diketahui kisaran pasang surut,
rerata muka air dugaan, koreksi data batimetri, grafik pasang surut, dan volume
prisma pasang surut. Kisaran pasang surut didapat dari selisih data maksimal
(pasang tertinggi pengukuran) dan data minimal (surut terendah pengukuran.
Rerata muka air dugaan dihitung dengan Metode Doodson (Ongkosongo dan
Suyarso 1986), dimana hanya membutuhkan 39 jam pengukuran. Untuk koreksi
batimetri yaitu dengan menyesuaikan waktu pengukuran kedalaman dengan
waktu pengamatan tinggi pasang surut, apabila pengukuran kedalaman
dilakukan pada saat pasang, maka kedalaman dikoreksi dengan selisih tinggi
muka air pengukuran dikurangi tinggi air untuk menjadi muka air rata-rata (MSL).
Tipe pasang surut diketahui dari penelitian-penelitian terdahulu dengan lokasi
Laguna Segara Anakan dan sekitar PPB.
Pengukuran pasang surut pada daerah sekitar stasiun 4. Data elevasi
untuk model dipilih NaOTide (Nurjaya dan Surbakti 2010) yang dibandingkan
keakurasiannya atau divalidasi dengan data observasi pasang surut pada titik
koordinat yang sama. Apabila menghasilkan tingkat kesesuiaan tinggi maka data
pasang surut hasil model NaOTide dapat digunakan untuk masukan elevasi
dalam kondisi batas model. Hasil elevasi keluaran model juga akan divalidasi
dengan elevasi hasil observasi.
Data Arus
Data arus dalam bentuk besar arus (m/detik) dan arah arus (o, derajat).
Data arus diolah dalam bentuk: grafik stick plot arus pada stasiun pengamatan,
perhitungan debit pada stasiun sumber. Pembuatan grafik stick plot dengan
bantuan perangkat lunak Grapher dan MS Excel. Penentuan besarnya debit air
dari keluaran Laguna Segara Anakan dihitung pada stasiun 6. Debit air dihitung
dari perhitungan luas penampang melintang pada stasiun 6 dikalikan arus
persatuan waktu. Data pengukuran arus pada stasiun 4 digunakan untuk validasi
hasil arus dari model.
37
Debit masukan dari Laguna Segara Anakan diperoleh dengan cara
pengukuran luas penampang basah stasiun 6 dan kecepatan arus. Luas
penampang basah diketahui dengan metode planimetri dari Buchan et al. (1980)
yang dihitung dengan bantuan perangkat lunak Grapher. Debit dapat diperoleh
melalui persamaan:
𝑄 = 𝑣.𝐴 (H-14)
dimana:
𝑄 = debit (m3/detik)
𝑣 = kecepatan air pada stasiun 6 (m/detik)
𝐴 = luas penampang basah limpasan air sungai (m2)
Dalam Kodoatie (2002) besarnya debit dapat didekati dengan persamaan (H-14)
dikalikan 0,806 sebagai faktor koreksi bentuk profil kecepatan dalam suatu kanal.
Hasil debit dari stasiun 6 dapat dilihat pada Lampiran 4.
Data CTD
Data CTD merupakan data salinitas, suhu, densitas, dan kedalaman pada
suatu titik di stasiun menetap, stasiun sumber, dan stasiun sebaran (spasial).
Format data berupa titik berkoordinat, waktu pengukuran, kedalaman, salinitas,
suhu, densitas. Pengolahan data CTD: profil menegak salinitas, suhu, dan
densitas dengan perangkat lunak ODV (Ocean Data View); profil salinitas, suhu,
dan densitas irisan membujur pada waktu pasang dan surut dengan perangkat
lunak ODV. Profil menegak densitas pada waktu dan tempat tertentu
menunjukkan tipe stratifikasi PPB, apabila PPB merupakan perairan dengan
stratifikasi densitas sebagian (partially mixed), maka akan memenuhi syarat
digunakannya model 2D (depth average) (Donnell 2008). Hasil profil menegak
densitas dapat dilihat pada Lampiran 5. Untuk profil irisan membujur dapat
diketahui tipe proses percampuran dengan didukung dengan hitungan Angka
Richardson. Hasil perhitungan Angka Richardson dapat dilihat pada Lampiran 6.
Konsentrasi MPT
Sampel air yang diperoleh dengan alat pengambil sampel Van Dorn,
selanjutnya dianalisa di laboratorium Produktivitas Primer LIPI. Format data MPT
berupa: titik koordinat pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel,
konsentrasi MPT (mg/l atau kg/m3). Data yang diperolah berupa data deret waktu
38
konsentrasi MPT pada stasiun sumber dan menetap. Selanjutnya data
konsentrasi MPT dibuat grafik dengan bantuan perangkat lunak Grapher dengan
dibandingkan dengan data pasang surut, arus, salinitas, suhu, dan densitas.
Debit MPT dari Laguna Segara Anakan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan umum hubungan antara debit air dengan debit
sedimen, yaitu:
𝑄𝑠 = 𝑄.𝐶𝑠 (S-14)
dimana:
𝑄𝑠 = debit MPT (kg/detik)
𝑄 = debit tempat tertentu (m3/detik)
𝐶𝑠 = konsentrasi sedimen (mg/l dijadikan kg/m3)
Nilai 𝑄 dari stasiun sumber adalah dari debit stasiun 6. Data konsentrasi
MPT jenis deret waktu dari stasiun sumber digunakan sebagai masukan (input)
model sebaran MPT. Sedangkan data MPT jenis deret waktu stasiun 4
digunakan sebagai validasi hasil dari model. Analisa lebih lanjut dilakukan
dengan perangkat lunak model. Untuk menghitung load dari mulut PPB
digunakan 𝑄 dari debit mulut, yaitu perkalian kecepatan arus titik tertentu dengan
luas penampang mulut PPB.
Menghitung laju MPT (fluks MPT), yaitu besarnya konsentrasi MPT yang
melewati bidang tegak lurus arah kecepatan MPT dengan kecepatan tertentu,
diketahui menggunakan rumus:
𝐹𝑙𝑢𝑘𝑠𝑀𝑃𝑇 = 𝑣.𝐶𝑠 (S-15)
dimana:
𝐹𝑙𝑢𝑘𝑠𝑀𝑃𝑇 = laju MPT (kg/m2/detik)
𝑣 = kecepatan arus di tempat tertentu (m/detik)
𝐶𝑠 = konsentrasi sedimen (mg/l dijadikan kg/m3)
Data Sedimen Dasar
Sampel sedimen dasar dianalisa menghasilkan format data titik koordinat
pengambilan sampel dan prosentase butiran untuk tiap-tiap kelas diameter butir
sedimen (fraksi). Selanjutnya dibuat grafik Ternary untuk diketahui sebaran
39
butiran dan penyusun sedimen dasar, dan hasil dari komposit sampel sedimen
dasar diolah dengan parameter statistik sedimen (mean size, sortasion,
skewness, dan kurtosis). Hasil olah data parameter statistik dapat dilihat pada
Lampiran 7. Dari mean size dapat diketahui D50 sebagai dasar untuk menentukan
koefisien kekasaran untuk model (Donnell 2006; Lippa 2006). Untuk grafik
sebaran ditampilkan dengan bantuan perangkat lunak Grapher dan Surfer.
Pembuatan Model Hidrodinamika dan Sebaran MPT
Model yang digunakan adalah Surface-Water Modelling System
(selanjutnya ditulis SMS), dibuat oleh Engineering Computer Graphics Laboratory
di Brigham Young University yang bekerjasama dengan U.S. Army Corps of
Engineer Waterways Experiment Station (WES) dan U.S Federal Highway
Administration (FHWA). Modul yang dipakai adalah RMA2 dan SED2D. Modul
RMA2 dan SED2D dapat memodelkan dengan cukup akurat untuk sedimen
pada kondisi aliran tetap (steady state) dan dinamis, dimana kecepatan dan arah
aliran diasumsikan seragam pada seluruh kedalaman. Secara umum model SMS
mempunyai beberapa kelebihan yang dijadikan dasar pemilihan model tersebut,
yaitu (Donnell 2008; Sachoemar dan Purwandani 2009):
1. Membuat, mengolah, menganalisa hasil dilakukan pada satu perangkat
lunak SMS (pre- dan post-analisis).
2. Mampu membuat, mengenali error, membuat perhitungan pada mesh
yang besar, kompleks, berbeda-beda bentuk dan ukuran.
3. Menggunakan sistem Inggris maupun Standar Internasional (SI)
4. Dapat menjalankan model keadaan tetap (steady state) dan dinamis
(berubah terhadap waktu, transient).
5. Simulasi kejadian basah dan kering (wetting dan drying) pada elemen
6. Memperhitungkan efek Coriollis
7. Memperhitungkan pengaruh cuaca
8. Dapat menentukan pengenalan langsung koefisien Manning dari
kedalaman
9. Penentuan perubahan koefisien turbulen secara manual maupun otomatis
(Direct assigment methods, Peclet method, dan Smagorinski method)
10. Penentuan parameter dengan langkah yang cukup mudah.
11. Tersedia panduan penelusuran kesalahan dari buku panduan secara
online.
40
Modul RMA2 merupakan model hidrodinamik 2-dimensi, rerata kedalaman,
elemen hingga yang telah digunakan untuk mensimulasikan kondisi sungai,
estuari, danau, teluk, dan laut. Merupakan penyelesaian Metode Reynolds untuk
rumus Navier-Stokes untuk aliran turbulen dan memungkinkan pembasahan dan
pengeringan elemen. Modul RMA2 dikembangkan oleh Resources Management
Associates, lalu dikembangkan oleh korps insinyur Tentara Amerika Serikat
Waterways Experiment Station (WES). Modul RMA2 telah dikemas dalam satu
paket modul dengan antar-muka (interface) disebut dengan FastTABS oleh
Brigham Young University pada tahun 1993, yang dapat membuat geometri
model dan kondisi batas.
Keluaran dari RMA2 merupakan input modul SED2D dan menggunakan
mesh yang sama. Modul SED2D merupakan pemodelan numerik 2 dimensi,
elemen hingga, dan rerata kedalaman untuk mensimulasi proses transpor
sedimen dalam saluran terbuka, seperti sungai, estuari dan perairan teluk. Modul
SED2D menyelesaikan rumus adveksi-difusi dengan masukan sedimen dasar
dan dapat menyelesaikan satu lapisan pasir sampai lebih dari 10 lapisan
sedimen kohesif pada tiap node dalam tipe material terpisah, ketebalan deposit
dan umur. Modul SED2D dapat memodelkan pasir atau sedimen kohesif, tetapi
tidak keduanya. Modul SED2D dapat mensimulasikan erosi dan deposisi. Modul
SED2D hanya dapat menjalankan simulasi yang mewakili 1 ukuran butir (D50)
untuk tiap tipe sedimen.
Asumsi yang Digunakan Dalam Pemodelan
Syarat utama penggunaan modul RMA2 adalah densitas perairan tidak
terstratifikasi vertikal (Donnell 2008). Hal tersebut dibuktikan dengan perbedaan
vertikal densitas yang kecil atau perairan tersebut (PPB) masuk kategori
tercampur sebagian (partially mixed). Modul RMA2 merupakan model 2 dimensi
bidang horisontal yang dijalankan berdasarkan asumsi hidrostatik dimana
kecepatan arah vertikal diabaikan. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model
hidrodinamika dan transpor sedimen melayang adalah sebagai berikut:
Tekanan atmosfer permukaan (𝑝𝑎 ) adalah konstan, sehingga turunan
parsialnya terhadap x dan y sama dengan nol 1
𝜌
𝜕𝑝𝑎𝜕𝑥
=1
𝜌
𝜕𝑝𝑎𝜕𝑦
= 0 (Pond dan
Pickard 1983).
41
Area dianggap datar (proyeksi UTM) sehingga sistem koordinat kartesian
dapat digunakan. Daerah model relatif kecil, dimana Gaya Coriolis dapat
diabaikan dengan perhitungan Radius Deformasi Rossby (Rb) (Pond dan
Pickard 1983):
𝑅𝑏 = 𝑔𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠
1/2
𝑓=
9,8𝑥15
1,1𝑥10−4= 110,7108 𝑘𝑚
dimana: 𝑓 = parameter Coriolis (2Ω sin𝜃)
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = kedalaman maksimum perairan (15 m)
𝑔 = percepatan gravitasi (9,8 m/det2)
Nilai Rb tersebut jika dibandingkan daerah PPB yang kecil, maka efek
Coriolis dapat diabaikan. Maka dari persamaan (H-11) dan (H-12) pada
bagian 2𝜔𝑣 sin𝜙 diabaikan.
Tidak ada sumber dan kebocoran massa air laut yang terjadi di area,
artinya evaporasi dan presipitasi diabaikan.
Gaya-gaya luar yang terjadi pada area diabaikan (misal gelombang yang
dihasilkan oleh kapal ketika melaju)
Dasar laut impermeable, sehingga persamaan kontinuitas dapat digunakan.
Batas tertutup (daratan) tidak bergeser akibat adanya perubahan muka air
laut.
Pengaruh angin tidak diperhitungkan
Alasan: daerah penelitian sebelah Timur dan Barat merupakan daerah
bukitan dengan ketinggian 70-160 m, sehingga pengaruh angin U10
diabaikan. Pengaruh pasang surut lebih dominan (Ongkosongo et al. 1986;
Purba dan Sujastani 1989; Matsuyama et al. 1994; Nugrahadi dan
Tedjakusuma 2007; Holtermann et al. 2008) dan faktor non-pasang-surut
kecil. Maka dari persamaan (H-11) dan (H-12) pada bagian 𝜁𝑉𝑎2 cos𝜓
diabaikan.
Tidak memperhitungkan pengaruh gelombang dalam proses transpor
Alasan: gelombang merupakan faktor penting dalam transpor, tetapi
pemodelan gelombang membutuhkan analisis coupling model yang rumit
dan membutuhkan mesh dengan tipe linier yang berbeda dengan mesh
yang digunakan dalam pemodelan RMA2.
42
Persamaan yang digunakan dalam pendekatan model adalah untuk
sedimen kohesif
Masukan sedimen tersuspensi dari Laguna Segara Anakan diperhitungkan
dari rerata masukan selama observasi.
Sedimen di atas dasar perairan dianggap statis dimana perubahan
batimetri bersifat statis.
Pemodelan hidrodinamika RMA2 menghitung elevasi muka air dan
kecepatan aliran perairan dangkal, dilanjutkan SED2D memodelkan sebaran
sedimen. Proses diskretisasi area model dengan pembuatan model-konseptual,
dimana SMS dapat membuat konstruksi mesh (grid perhitungan numerik) yang
kompleks. Mesh elemen hingga dan kondisi batas dibuat pada modul dalam SMS
dan disimpan dalam file spesifik. File hasil solusi yang berisi elevasi muka air,
kecepatan aliran, konsentrasi sedimen atau data fungsional lain di setiap node
dari mesh dapat dibaca dalam SMS untuk plot vektor, plot kontur berwarna, dan
membuat animasi dinamis. Proses pembuatan model RMA2 dan SED2D dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram kerja modul RMA2 dan SED2D
43
Langkah-langkah pembuatan simulasi hidrodinamika dan sedimentasi
dengan menggunakan perangkat lunak SMS adalah:
1. Pembuatan model-konseptual
Diskritisasi daerah model dalam SMS dibuat dalam model-konseptual. SMS
mempunyai tiga modul utama dalam membuat model-konseptual RMA2,
yaitu map module, scatter point module, dan mesh module. Dalam map
module pengerjaan model-konseptual dengan bantuan peta wilayah Segara
Anakan bagian Barat Daya, dari peta Google Earth dan citra satelit Landsat
tahun 2002, 2003, dan 2005 sebagai pembanding. Peta tersebut diolah
dengan proyeksi UTM sebagai panduan pembuatan garis, titik, poligon.
Untuk garis pantai dan kedalaman berkoordinat (scatter) dibuat dalam
scatter point module. Data batimetri diubah menjadi titik (node) yang berisi
kedalaman diinterpolasikan untuk membentuk elemen. File dari model-
konseptual disimpan dalam file dengan ekstensi *.map, *.sup.
2. Pembuatan mesh elemen hingga
File dari model-konseptual dalam mesh module menghasilkan mesh elemen
berkedalaman sebagai tempat untuk menjalankan model, berupa elemen
yang dibentuk dari node. Untuk menjadi elemen kuadratik maka ada node
yang berada di tengah (midside node) untuk proses interpolasi terhadap
elemen, dengan bentuk segiempat dan segitiga. Gambar 7 menunjukkan
beberapa tipe elemen. Elemen RMA2 membutuhkan elemen kuadratik
dengan jumlah titik 6-8 (bentuk elemen segitiga kuadratik dengan 3 titik
tambahan pada sisi-sisinya dan bentuk elemen segiempat kuadratik dengan
4 titik tambahan pada sisi-sisinya).
Pada tahap ini menghasilkan file dalam bentuk *.geo. Pembuatan mesh
model RMA2 dan SED2D harus konsisten dan dengan tingkat kesalahan
kecil untuk mendapatkan solusi numeris yang stabil. Mesh dibuat dengan
coverage Fast-TABS, dimana RMA2 dan SED2D pada mesh yang sama.
44
Bentuk Tipe Dasar
1) Quadrilateral 2) Segitiga 3) Garis (1D)
a) Linier
b) Kuadrat
c) Kurva kuadrat
Gambar 7 Tipe elemen dalam SMS
3. Penentuan kondisi batas
Pada tahap ini menghasilkan file *.bc. Ada dua macam kondisi batas yang
diaplikasikan pada modul RMA2, yaitu kondisi batas elevasi muka air
(pasang surut; BC elevation) dan kondisi batas debit (BC flow). Kondisi
batas elevasi yang digunakan adalah data model pasang surut NaOTide
yang telah divalidasi data observasi (dengan faktor koreksi nilai RMSE dan
NRMSE) (Nurjaya dan Surbakti, 2010). Kondisi batas debit merupakan aliran
air masuk ke model, yaitu perkalian data arus hasil observasi dengan luas
penampang pada lokasi pengukuran (stasiun 6), dengan asumsi fluktuasi
siklus pasang surut bersifat tetap (steady state) untuk tiap 24 jam. Kondisi
batas diberikan nodestring pada batas masing-masing, yaitu kondisi batas
elevasi di sebelah selatan dan kondisi batas debit di sebelah utara. Lama
waktu data kondisi batas disesuaikan lama waktu menjalankan model (360
jam atau 15 hari).
4. Penentuan parameter model RMA2
Elevasi awal, suhu, densitas merupakan hal yang ditentukan pada model
RMA2. Tahap selanjutnya pengaturan langkah waktu model RMA2, yaitu
Langkah waktu tiap 1 jam, dimulai dari jam ke-0, jumlah total langkah waktu
45
360 jam. Langkah waktu 1 jam disesuaikan dengan satuan terkecil dari data
observasi.
Tipe model yang dipilih adalah dinamik, data transient yaitu model akan
berjalan berdasarkan perubahan terhadap waktu. Model SMS memberi ciri
pada tiap elemen untuk membentuk model hidrodinamika. Setiap elemen
dalam mesh elemen hingga diberi suatu pengenal (ID) merupakan indeks
dan membutuhkan koefisien kekasaran Manning (n) serta koefisien
pertukaran turbulensi (𝐸𝑥𝑥 , 𝐸𝑥𝑦 , 𝐸𝑦𝑥 , 𝐸𝑦𝑦 ). Koefisien-koefisien tersebut
dapat dimasukkan sama secara keseluruhan mesh atau berbeda-beda untuk
bagian yang berbeda dalam mesh. Variabel tersebut diisi berdasarkan ECI
(1994); Lippa (2006); Donnell (2008).
Koefisien pertukaran turbulen juga dikenal sebagai viskositas eddy. SMS
memerlukan empat nilai koefisien pertukaran turbulen, yaitu masing-masing :
Koefisien pertukaran turbulen normal pada sumbu x (𝐸𝑥𝑥 )
Koefisien pertukaran turbulen tangensial pada sumbu x (𝐸𝑥𝑦 )
Koefisien pertukaran turbulen normal pada sumbu y (𝐸𝑦𝑥 )
Koefisien pertukaran turbulen tangensial pada sumbu y (𝐸𝑦𝑦 )
Namun biasanya keempat koefisien pertukaran turbulen memiliki nilai yang
sama. Aturan umum yang berlaku adalah untuk mengambil nilai koefisien
serendah mungkin tanpa menyebabkan adanya gangguan stabilitas.
Koefisien pertukaran turbulen yang terlalu tinggi akan menghasilkan solusi
yang stabil tapi akan memodelkan distribusi aliran, perpisahan aliran dan
arus eddy yang tidak sesuai. Sebaliknya koefisien pertukaran turbulen yang
terlalu rendah akan membuat perhitungan tidak stabil sehingga membuat
simulasi tidak mampu menemukan solusi. Tabel 9 menunjukkan nilai-nilai
koefisien pertukaran turbulen yang dapat digunakan secara praktis (Donnell
2008). Tabel tersebut dimaksud hanya untuk sebagai petunjuk dalam
memberi nilai awal. Nilai yang dipilih adalah muara dalam elemen kecil yaitu
antara 2400-4800 N.sec/m2, yang sebelumnya dipilih aturan baku (default).
Koefisien kekasaran Manning (n) ditentukan berdasarkan sifat fisik dari
material dasar dan pertimbangan tertentu geometris. Tidak ada cara yang
tertentu untuk memilih nilai n. Memilih suatu nilai n sebenarnya berarti
memperkirakan hambatan aliran pada saluran tertentu yang tidak dapat
diperhitungkan secara eksak. Pemberian nilai n pada kasus estuari dan
46
pantai dilakukan dengan asumsi bahwa kekasaran pada perairan terbuka
adalah fungsi dari kedalaman, endapan dasar. Nilai yang dipilih adalah
muara dalam yaitu antara 0,015-0,020, yang sebelumnya dipilih aturan baku
(default). Tabel 10 menunjukkan nilai-nilai koefisien kekasaran Manning
secara praktis (Donnell 2008).
Tabel 9 Nilai koefisien pertukaran turbulen (Donnell 2008)
Tabel 10 Nilai koefisien kekasaran Manning (Donnell 2008)
Kondisi Nilai n
Sungai dangkal tanpa penghalang tiba-tiba 0,025-0,035
Sungai dalam 0,018-0,025
Muara dangkal tanpa tumbuhan 0,020-0,030
Muara dalam 0,015-0,020
Setelah tidak ditemukan kesalahan di mesh dan kondisi batas, penentuan
nilai koefisien pertukaran turbulen dan koefisien Manning sangat
menentukan hasil model, dimana proses validasi dengan data observasi
lebih ditentukan 2 koefisien tersebut.
5. Pemeriksaan model RMA2
Apabila ditemukan kesalahan, maka model tidak dapat dilanjutkan.
Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada geometri mesh, penentuan
kondisi batas, ataupun parameter model RMA2. Alternatif solusi dari pesan
kesalahan dalam model dapat dilihat dari User Guide SMS (Donnell 2008).
Apabila telah dikoreksi maka proses selanjutnya adalah menjalankan model.
6. Menjalankan model RMA2
Proses pada tahap ini membutuhkan waktu cukup lama, tergantung jumlah
mesh dan penentuan langkah waktunya. Menghasilkan file keluaran berupa
Kondisi Nilai E (N.sec /m2)
Sungai dangkal (aliran lamban) 240-1200
Sungai dangkal (aliran cepat) 1200-2400
Muara dalam (elemen kecil) 2400-4800
Muara dalam (elemen besar) 9500-14400
Rawa basah dan kering oleh pasut 4800-9500
Perpisahan aliran sekitar struktur 50-240
47
file binari dengan ekstensi *.sol. Ada dua keluaran (output) hasil simulasi,
yang pertama adalah arah dan besar arus yang membentuk pola pergerakan
arus di lokasi yang dimodelkan (merupakan data vektor), dan yang kedua
adalah fluktuasi tinggi muka air dari MSL (merupakan data skalar).
7. Validasi data hasil model RMA2
Validasi merupakan tahap yang sangat penting dalam pemodelan, bertujuan
untuk mengatur model sedemikian rupa sehingga dapat mendekati keadaan
sebenarnya. Validasi adalah proses membandingkan data hasil model
dengan data observasi (data arus dan elevasi), apabila hasilnya
menyimpang terlalu jauh (NRMSE lebih dari 40%, Donnell 2008), maka
dilakukan pengaturan ulang pada input parameter model. Parameter yang
perlu dikaliberasi pada model SMS antara lain: kekasaran dasar, viskositas
eddy. Penentuan besarnya penyimpangan data dengan Root Mean Square
Error (RMSE) dan Normalized Root Mean Square Error (NRMSE) menurut
Hsu et al. (1999) dan Ji (2008). Apabila data sudah tervalidasi maka dapat
dibuat simulasi pola arus dan elevasi.
Ketika proses validasi model dengan data observasi mempunyai selisih yang
besar, maka aspek-aspek dalam model RMA2 yang dapat dijadikan acuan
untuk mengurangi tingkat kesalahan dapat dilihat pada Tabel 11. Dari tabel
tersebut, menggambarkan nilai perkiraan kesalahan dari beberapa aspek
yang dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki penyimpangan data model.
Dimana geometri dan model-konseptual mempunyai tingkat kesalahan
terbesar. Kategori lainnya termasuk di dalamnya adalah data observasi,
pendekatan analisis data yang dipilih. Desain penelitian termasuk pemilihan
model dan letak kondisi batas. Nilai prosentase dimaksudkan untuk memberi
pedoman bahwa aspek yang penting dalam validasi untuk dilakukan koreksi.
Tabel 11 Aspek kesalahan dalam validasi model
Nomor Aspek dalam RMA2 Prosentase Kesalahan
1 Geometri dan desain model-konseptual 60 2 Kondisi batas 20 3 Kekasaran 10 4 Viskositas 6 5 Lainnya 4
48
Analisis arus hasil model RMA2 berdasarkan 4 kondisi air, yaitu pola arus
pada waktu: menuju surut, surut, menuju pasang, dan pasang. Hasilnya
adalah pola vektor arus pada 4 kondisi air.
8. Input modul SED2D
Tahap selanjutnya adalah pembuatan model sebaran MPT. File solusi dari
RMA2 dan mesh RMA2 digunakan sebagai input modul SED2D.
9. Penentuan parameter modul SED2D
Langkah awal adalah menentukan parameter global dari modul SED2D,
melliputi: jenis dasar, koefisien difusi, konsentrasi awal, dan kecepatan
mengendap. Modul SED2D mampu diberi masukan berupa 10 lapisan
sedimen kohesif pada tiap node-nya. Untuk tiap lapisan menampung data
ukuran butir, ketebalan, densitas, sifat kohesif, besarnya tahanan dasar, dan
kecepatan erosi yang dibutuhkan sebagai data masukan. Variabel difusi
secara horisontal dan vertikal (Ex' dan Ey') pada tiap elemen pada SED2D
dan konsentrasi awal sedimen suspensi pada tiap node dibutuhkan sebagai
masukan. Nilai koefisien difusi yang direkomendasikan SMS sebesar 5-
100m2/detik. Konsentrasi awal untuk modul SED2D akan diterapkan tiap
node. Langkah waktu sama dengan model RMA2, 360 jam. Parameter
SED2D banyak diambil dari ECI (1994) dan Hu et al. (2009).
10. Pemeriksaan modul SED2D
Apabila ditemukan kesalahan maka akan model tidak dapat dilanjutkan.
Kemungkinan kesalahan terjadi pada penentuan parameter model SED2D.
11. Menjalankan modul SED2D
Apabila tidak ditemukan kesalahan maka proses selanjutnya adalah
menjalankan modul SED2D. Proses pada tahap ini cukup lama, tergantung
banyaknya data dan penentuan langkah waktunya. Menghasilkan file
keluaran berupa file binari dengan ekstensi *.sed. Pada tahap ini dilakukan
analisa hasil dengan grafik dengan tahap validasi data observsi (data MPT),
apabila hasilnya menyimpang, maka dilakukan perulangan proses.
Kemungkinan terjadi pada penentuan parameter. Apabila data sudah
tervalidasi maka dapat dibuat simulasi sebaran MPT. Analisis arus hasil
modul SED2D berdasarkan kondisi air pada waktu: surut dan pasang.
Hasilnya adalah sebaran MPT pada saat surut dan pasang.
top related