2012_07_30_13_48_59
Post on 08-Apr-2016
17 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KOTA SEMARANG
I. ASPEK GEOGRAFI, GEOLOGI, HYDROLOGI & KLIMATOLOGI Luas dan batas wilayah, Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km2. Secara
administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan.
Dari 16 Kecamatan yang ada, terdapat 2 Kecamatan yang mempunyai wilayah
terluas yaitu Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah 57,55 Km2 dan Kecamatan
Gunungpati, dengan luas wilayah 54,11 Km2. Kedua Kecamatan tersebut terletak di
bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar
wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sedangkan
kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan,
dengan luas wilayah 5,93 Km2 diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan
luas wilayah 6,14 Km2 .
Wilayah Administrasi Kota Semarang (Km2)
Sumber: Kota Semarang dalam Angka 2009, BPS (data diolah)
2
Batas wilayah administratif Kota Semarang sebelah barat adalah Kabupaten
Kendal, sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan dengan
Kabupaten Semarang dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang
garis pantai mencapai 13,6 kilometer.
Letak dan kondisi geografis, Kota Semarang memiliki posisi astronomi di antara
garis 6050’ – 7o10’ Lintang Selatan dan garis 109035’ – 110050’ Bujur Timur.
Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas
ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang
terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan
ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal
dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten
Demak/Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam perkembangan dan
pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama dengan adanya
pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara
yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan Kota
Transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah
kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah
nasional bagian tengah.
Kota Semarang
Gambar
Letak Kota Semarang Dalam Wilayah Kepulauan Indonesia
3
Seiring dengan perkembangan Kota, Kota Semarang berkembang menjadi kota
yang memfokuskan pada perdagangan dan jasa. Berdasarkan lokasinya, kawasan
perdagangan dan jasa di Kota Semarang terletak menyebar dan pada umumnya
berada di sepanjang jalan-jalan utama. Kawasan perdagangan modern, terutama
terdapat di Kawasan Simpanglima yang merupakan urat nadi perekonomian Kota
Semarang. Di kawasan tersebut terdapat setidaknya tiga pusat perbelanjaan, yaitu
Matahari, Living Plaza (ex-Ramayana) dan Mall Ciputra, serta PKL-PKL yang
berada di sepanjang trotoar. Selain itu, kawasan perdagangan jasa juga terdapat di
sepanjang Jl Pandanaran dengan adanya kawasan pusat oleh-oleh khas Semarang
dan pertokoan lainnya serta di sepanjang Jl Gajahmada. Kawasan perdagangan
jasa juga dapat dijumpai di Jl Pemuda dengan adanya DP mall, Paragon City dan
Sri Ratu serta kawasan perkantoran. Kawasan perdagangan terdapat di sepanjang
Jl MT Haryono dengan adanya Java Supermall, Sri Ratu, ruko dan pertokoan.
Adapun kawasan jasa dan perkantoran juga dapat dijumpai di sepanjang Jl
Pahlawan dengan adanya kantor-kantor dan bank-bank. Belum lagi adanya pasar-
pasar tradisional seperti Pasar Johar di kawasan Kota Lama juga semakin
menambah aktivitas perdagangan di Kota Semarang.
Secara topografis Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan
daerah pantai, dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya
berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22% wilayahnya adalah dataran
dengan kemiringan 25% dan 37,78 % merupakan daerah perbukitan dengan
kemiringan 15-40%. Kondisi lereng tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis
kelerengan yaitu lereng I (0-2%) meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan,
Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara dan Tugu, serta sebagian wilayah
Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen. Lereng II (2-5%) meliputi
Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur,
Gunungpati dan Ngaliyan, lereng III (15-40%) meliputi wilayah di sekitar Kaligarang
dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah kecamatan Mijen (daerah
Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta Kecamatan
Candisari. Sedangkan lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah Kecamatan
Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian wilayah Kecamatan Gunungpati,
4
terutama disekitar Kali Garang dan Kali Kripik. Kota Bawah yang sebagian besar
tanahnya terdiri dari pasir dan lempung. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan
untuk jalan, permukiman atau perumahan, bangunan, halaman, kawasan industri,
tambak, empang dan persawahan. Kota Bawah sebagai pusat kegiatan
pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan, angkutan
atau transportasi dan perikanan. Berbeda dengan daerah perbukitan atau Kota Atas
yang struktur geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku. Wilayah Kota
Semarang berada pada ketinggian antara 0 sampai dengan 348,00 meter dpl (di
atas permukaan air laut). Secara topografi terdiri atas daerah pantai, dataran
rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah
dan kota atas. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90,56 - 348 mdpl
yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang
Selatan, Tugu, Mijen, dan Gunungpati, dan di dataran rendah mempunyai ketinggian
0,75 mdpl.
Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara
0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah dataran tinggi
dengan kemiringan bervariasi antara 5%-40%. Secara lengkap ketinggian tempat di
Kota Semarang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel Ketinggian Tempat di Kota Semarang
No. Bagian Wilayah Ketinggian (MDPL)
1. Daerah Pantai 0,75 2. Daerah Dataran Rendah - Pusat Kota (Depan Hotel Dibya Puri
Semarang) 2,45
- Simpang Lima 3,49 3. Daerah Perbukitan - Candi Baru 90,56 - Jatingaleh 136,00 - Gombel 270,00 - Mijen 253,00 - Gunungpati Barat 259,00 - Gunungpati Tmur 348,00
Sumber : Kota Semarang Dalam Angka Tahun 2009
5
Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang membentuk suatu
kota yang mempunyai ciri khas yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah
dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan
adanya berbagai kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen
(curam) dan ketinggian antara 0,75 – 348,00 mdpl.
Kondisi Geologi, Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang -
Semarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut
Aluvium (Qa), Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg), Batuan Gunungapi
Kaligesik (Qpk), Formasi Jongkong (Qpj), Formasi Damar (QTd), Formasi Kaligetas
(Qpkg), Formasi Kalibeng (Tmkl), Formasi Kerek (Tmk). Pada dataran rendah
berupa endapan aluvial sungai, endapan fasies dataran delta dan endapan fasies
pasang-surut. Endapan tersebut terdiri dari selang-seling antara lapisan pasir, pasir
lanauan dan lempung lunak, dengan sisipan lensa-lensa kerikil dan pasir vulkanik.
Sedangkan daerah perbukitan sebagian besar memiliki struktur geologi berupa
batuan beku.
Struktur geologi yang cukup mencolok di wilayah Kota Semarang berupa kelurusan-
kelurusan dan kontak batuan yang tegas yang merupakan pencerminan struktur
sesar baik geser mendatar dan normal cukup berkembang di bagian tengah dan
selatan kota. Jenis sesar yang ada secara umum terdiri dari sesar normal, sesar
geser dan sesar naik. Sesar normal relatif ke arah barat - timur sebagian agak
cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut -
tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut
umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibeng dan Formasi Damar
yang berumur kuarter dan tersier.
Berdasarkan struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas tiga bagian
yaitu struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah
bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang
diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada
daerah sekitar aliran Kali Garang merupakan patahan Kali Garang, yang membujur
arah utara sampai selatan, di sepanjang Kaligarang yang berbatasan dengan Bukit
Gombel. Patahan ini bermula dari Ondorante, ke arah utara hingga Bendan Duwur.
6
Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong formasi Notopuro, ditandai
adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan pelurusan Kali Garang serta
beberapa mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh,
Perumahan Bukit Kencana Jaya, dengan arah patahan melintas dari utara ke
selatan.
Sedangkan wilayah Kota Semarang yang berupa dataran rendah memiliki jenis
tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Jenis Tanah di
Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua
kemerahan, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua,
Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua.
Kurang lebih sebesar 25 % wilayah Kota Semarang memiliki jenis tanah
mediteranian coklat tua. Sedangkan kurang lebih 30 % lainnya memiliki jenis tanah
latosol coklat tua. Jenis tanah lain yang ada di wilayah Kota Semarang memiliki
geologi jenis tanah asosiasi kelabu dan aluvial coklat kelabu dengan luas
keseluruhan kurang lebih 22 % dari seluruh luas Kota Semarang. Sisanya alluvial
hidromorf dan grumosol kelabu tua.
Tabel Penyebaran Jenis Tanah dan Lokasi di Kota Semarang
Sumber : BPS Kota Semarang, 2009
No JENIS TANAH LOKASI % TERHADAP WILAYAH
POTENSI
• Kec. Tugu • Tanaman tahunan/keras
• Kec Semarang Selatan • Tnaman Holtikultura
• Kec. Gunungpati
1 Mediteran Coklat Tua
• Kec. Semarang Timuer
30
• Tanaman Palawija
• Kec. Mijen • Tanaman tahunan/keras
• Tanaman Holtikultura
2 Latosol Coklat Tua Kemerahan
• Kec. Gunungpati
26
• Tanaman Padi
• Kec. Genuk 3 Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat kekelabuhan • Kec. Semarang Tengah
22 Tanaman tahunan tidak produktip
• Kec. Tugu • Tanaman Tahunan
• Kec. Semarang Utara • Tanaman Holtikultura
• Kec. Genuk
4 Alluvial Hidromorf Grumosol Kelabu Tua
• Kec. Mijen
22
• Tanaman Padi
7
Kondisi Hidrologi potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai - sungai
yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo,
Kali Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain
sebagainya. Kali Garang yan bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya
memanjang ke arah Utara hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto,
bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama
pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran
mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah
diadakan pengukuran debit Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan
kali Kreo 34,7 % selanjutnya Kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kali Garang
memberikan airnya yang cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-
langkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kali Garang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang.
Air Tanah Bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air
( aquifer ) dan tidak tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini
sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota
Semarang yang berada di dataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini
dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m.
Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali
pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m.
Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan pembawa air
yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air sehingga hampir tetap debitnya
disamping kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air bersih. Debit air ini sedikit
sekali dipengaruhi oleh musim dan keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah
Semarang bawah lapisan aquifer di dapat dari endapan alluvial dan delta sungai
Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di
ujung Timur laut Kota dan pada mulut sungai Garang lama yang terletak di
pertemuan antara lembah sungai Garang dengan dataran pantai. Kelompok aquifer
delta Garang ini disebut pula kelompok aquifer utama karena merupakan sumber air
tanah yang potensial dan bersifat tawar. untuk daerah Semarang yang berbatasan
dengan kaki perbukitan air tanah artois ini terletak pada endapan pasir dan
8
konglomerat formasi damar yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90
m. Pada daerah perbukitan kondisi artois masih mungkin ditemukan. karena adanya
formasi damar yang permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan
lanau atau batu lempung.
Secara Klimatologi, Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai
iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur.
Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW)
menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan. Sifat
periode ini adalah curah hujan sering dan berat, kelembaban relatif tinggi dan
mendung. Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Dari Juni
hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim
kemarau, karena membawa sedikit uap air. Sifat periode ini adalah sedikit jumlah
curah hujan, kelembaban lebih rendah, dan jarang mendung.
Berdasarkan data yang ada, curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran
yang tidak merata sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 9.891 mm
per tahun. Ini menunjukkan curah hujan khas pola di Indonesia, khususnya di Jawa,
yang mengikuti pola angin monsun SENW yang umum. Suhu minimum rata-rata
yang diukur di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 21,1 °C pada
September ke 24,6 °C pada bulan Mei, dan suhu maksimum rata-rata
berubah-ubah dari 29,9 °C ke 32,9 °C. Kelembaban relatif bulanan rata-rata
berubah-ubah dari minimum 61% pada bulan September ke maksimum 83% pada
bulan Januari. Kecepatan angin bulanan rata-rata di Stasiun Klimatologi Semarang
berubah-ubah dari 215 km/hari pada bulan Agustus sampai 286 km/hari pada bulan
Januari. Lamanya sinar matahari, yang menunjukkan rasio sebenarnya sampai
lamanya sinar matahari maksimum hari, bervariasi dari 46% pada bulan Desember
sampai 98% pada bulan Agustus.
Penggunaan lahan di Kota Semarang, Pola tata guna lahan terdiri dari
Perumahan, Tegalan, Kebun campuran, Sawah, Tambak, Hutan, Perusahaan, Jasa,
Industri dan Penggunaan lainnya dengan sebaran Perumahan sebesar 33,70 %,
Tegalan sebesar 15,77 %, Kebun campuran sebesar 13,47 %, Sawah sebesar
9
12,96 %, Penggunaan lainnya yang meliputi jalan, sungai dan tanah kosong sebesar
8,25 %, Tambak sebesar 6,96 %, Hutan sebesar 3,69 %, Perusahaan 2,42 %, Jasa
sebesar 1,52 % dan Industri sebesar 1,26 %. Sebagaimana diatur di dalam Perda
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Semarang Tahun 2000 - 2010, telah ditetapkan kawasan yang berfungsi lindung dan
kawasan yang berfungsi budidaya. Kawasan Lindung, meliputi kawasan yang
melindungi kawasan di bawahnya, kawasan lindung setempat dan kawasan rawan
bencana. Kawasan yang melindungi kawasan di bawahnya adalah kawasan-
kawasan dengan kemiringan >40% yang tersebar di wilayah bagian Selatan.
Kawasan lindung setempat adalah kawasan sempadan pantai, sempadan sungai,
sempadan waduk, dan sempadan mata air. Kawasan lindung rawan bencana
merupakan kawasan yang mempunyai kerentanan bencana longsor dan gerakan
tanah. Kegiatan budidaya dikembangkan dalam alokasi pengembangan fungsi
budidaya.
Potensi pengembangan kawasan/wilayah, Berdasarkan deskriptif karakteristik
wilayah dan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang,
maka wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya
adalah sebagai berikut :
11.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeerrddaaggaannggaann ddaann JJaassaa
Kawasan Perdagangan dan Jasa, merupakan kawasan yang dominansi
pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan komersial perdagangan dan jasa
pelayanan.
Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa dilakukan dalam rangka
mewujudkan Kota Semarang sebagai sentra perdagangan dan jasa dalam skala
regional dan nasional.
Kawasan perdagangan dan jasa ditetapkan tersebar pada setiap Bagian wilayah
Kota (BWK) terutama di pusat-pusat BWK sehingga dapat mengurangi
kepadatan dan beban pelayanan di pusat kota.
Arahan pemanfaatan ruang kawasan perdagangan dan jasa adalah sebagai
berikut:
10
a. Pusat kawasan perdagangan dan jasa dengan lingkup pelayanan skala
regional, nasional maupun internasional, berada di kawasan PETAWANGI
(Peterongan,Tawang,Siliwangi);
b. Kawasan perdagangan dan jasa khusus, yaitu kawasan perdagangan dan
jasa dengan perlakuan dan komoditas khusus.
Kawasan perdagangan dan jasa dengan perlakuan khusus adalah kawasan
Pasar Johar. Kawasan pasar Johar merupakan pasar tradisional skala
pelayanan regional yang terletak di pusat kota, selain itu Pasar Johar
merupakan bagian dari ikon Kota Semarang.
Kawasan perdagangan dan jasa dengan komoditas khusus adalah Pasar
Agro yang direncanakan di BWK V. Pasar agro ini digunakan untuk
memasarkan produk-produk pertanian yang ada di Kota Semarang dan
daerah-daerah yang ada di sekitarnya. Pasar agro ini dirancang untuk
memiliki skala pelayanan regional, sehingga diperlukan dukungan jalan
sekurang-kurang kolektor sekunder.
c. Kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan sebagian wilayah
kota sampai dengan kota tersebar pada setiap pusat BWK dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung ruang serta lingkup
pelayanannya;
d. Kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan lingkungan dapat
berlokasi dimanapun sepanjang memiliki dukungan akses jalan sekurang-
kurangnya jalan lokal sekunder.
e. Kawasan perdagangan dan jasa direncanakan secara terpadu dengan
kawasan sekitarnya dan harus memperhatikan kepentingan semua pelaku
sektor perdagangan dan jasa termasuk pedagang informal atau pedagang
sejenis lainnya;
f. Pada pembangunan fasilitas perdagangan berupa kawasan perdagangan
terpadu, pelaksana pembangunan/ pengembang wajib menyediakan
prasarana lingkungan, utilitas umum, area untuk pedagang informal dan
fasilitas sosial dengan dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari
keseluruhan luas lahan dan selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah
Daerah;
11
g. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa harus memperhatikan
kebutuhan luas lahan, jenis-jenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang
harus tersedia, kemudahan pencapaian dan kelancaran sirkulasi lalu lintas
dari dan menuju lokasi.
Mempertimbangkan arahan pemanfaatan kawasan perdagangan jasa seperti
diatas maka di Kota Semarang juga terdapat beberapa arahan spesifik terkait
dengan pemantapan dan pengembangan kawasan fungsi perdagangan dan
jasa. Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan Dan Jasa dapat dilihat pada
Tabel sebagai berikut :
Tabel Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan dan Jasa
NO BENTUK FUNGSI LOKASI PEMANTAPAN FUNGSI
1 Kawasan perdagangan dan jasa Modern
Kegiatan perdagangan jasa dengan standar Regional/ Nasional/ Internasional
Kawasan PETAWANGI
rencana investasi berskala besar dalam bentuk Kawasan Niaga modrern dan Taman Rekreasi Kota. Pengembangan kawasan niga modern di kawasan ini dilakukan tanpa menghilangkan kantong-kantong permukiman yang telah ada
2 Kawasan perdagangan khusus
Kegiatan perdagangan jasa dengan karakter khusus
Kawasan Pasar Johar Kawasan Pasar Agro
Kegiatan perdagangan dan jasa dengan karakter khusus yang berada di pusat kota tetap dipertahankan keberadaannya, karena pusat tersebut merupakan ciri Kota Semarang.
3 Perdagangan jasa skala sub kota
Kegiatan perdagangan jasa
Pusat-Pusat BWK
Untuk memacu perkembangan daerah selatan khususnya di daerah Pedurungan, Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Mijen, Ngaliyan dan Tugu maka diarahkan untuk pengembangan perdagangan dan jasa baru skala sub kota.
12
NO BENTUK FUNGSI LOKASI PEMANTAPAN FUNGSI
4 Pasar tradisional
Kegiatan perdagangan di kawasan perkampungan non urban.
Mijen, Gunungpati
� Pasar formal ditingkatkan kualitasnya, terutama dalam hal sarana perpasaran, bidang pemasaran, bidang keuangan, peningkatan kapasitas pasar dan renovasi pasar.
� Pasar formal diharapkan mampu menampung dan berperan dalam memecahkan permasalahan pedagang informal. Di samping itu juga diharapkan mampu menertibkan pasar-pasar informal agar menunjang pengisian pasar-pasar formal yang ada.
5 Pasar loak Kegiatan perdagangan
Pasar Barito Pasar Kokrosono
� Pasar ini perlu dicarikan lokasi yang legal dengan tetap mempertimbangkan ke-khas-an kegiatan yang ada.
Sumber : RTRW Kota Semarang, 2009
22.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeerrmmuukkiimmaann,, PPeerrddaaggaannggaann ddaann JJaassaa
Potensi pergeseran peruntukan non komersial ke arah komersial ini harus
diantisipasi dalam kebijakan penataan ruang wilayah Kota Semarang. Hal ini
bertujuan untuk mengarahkan perkembangan yang ada agar konflik antar
kegiatan kawasan, antar pelaku kegiatan, dan antar jenis kegiatan ekonomi tidak
terjadi.
Arahan pemanfaatan ruang kawasan permukiman, perdagangan dan jasa adalah
sebagai berikut:
a. Pengembangan Fungsi Rencana Kawasan Permukiman, Perdagangan dan
Jasa dilakukan di kawasan pusat kota (Central Bussiness Distric/CBD)
PETAWANGI (Peterongan – Tawang – Siliwangi);
13
b. Pengembangan jenis kegatan ini di kawasan PETAWANGI bertujuan untuk
mendukung terwujudnya kawasan PETAWANGI sebagai kawasan
perdagangan dan jasa skala pelayanan regional/ nasional/ internasional;
c. Pengembangan kawasan kawasan permukiman, perdagangan dan jasa di
kawasan PETAWANGI tetap mempertahankan Kampung Heritage sebagai
kawasan permukiman dan pariwisata;
d. Pengembangan kegiatan permukiman di kawasan ini dilakukan secara
vertikal dengan pola rumah susun/ apartemen/ kondominium.
33.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeennddiiddiikkaann
Dalam hal pendidikan, Kota Semarang diharapkan dapat berperan sebagai pusat
pendidikan khususnya pendidikan tinggi di wilayah Jawa Tengah.
Mempertimbangkan hal tersebut, maka rencana pengembangan kawasan
pendidikan tinggi di Kota Semarang dilakukan sebagai berikut :
a. Mengarahkan pengembangan pendidikan tinggi/akademi dengan skala
regional nasional yang berada di kawasan Tembalang, Pedurungan,
Sekaran, dan Mijen. Pengembangan fasilitas pendidikan tinggi skala
pelayanan regional/ nasional perlu didukung dengan penyediaan infrastruktur
dan fasilitas pendukung yang memadai.
b. Kawasan Pendidikan Bendan perlu ada pembatasan pengembangan karena
kondisi fisiknya yang rawan bencana alam dan kegiatan pendidikannya yang
kurang berkembang. Kawasan ini akan dialihkan sebagai kawasan jasa
pelayanan untuk penginapan, rapat, pertemuan, seminar, dan sebagainya.
c. Pembangunan fasilitas pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di pusat
kota diarahkan pada lokasi atau kawasan atau ruas jalan yang memadai
serta tidak menimbulkan gangguan pada lingkungan.
d. Pembangunan fasilitas pendidikan ditepi ruas jalan utama harus
mempertimbangkan kelancaran pergerakan pada ruas jalan tersebut.
e. Untuk pendidikan dasar dan menengah diarahkan sebagai fasilitas pelayanan
lokal, jadi fasilitas ini akan dikembangkan disetiap BWK sebagai bagian dari
fasilitas lingkungan dan bagian wilayah kota.
14
44.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeemmeerriinnttaahhaann ddaann PPeerrkkaannttoorraann..
Kawasan Pemerintahan, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan
ruangnya adalah penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, baik pemerintah
pusat, regional Propinsi, maupun pemerintahan kota.
Rencana kawasan pemerintahan dan perkantoran dalam RTRW Kota Semarang
ini adalah :
a. Kawasan perkantoran pemerintahan Provinsi
Kawasan perkantoran utama pemerintah provinsi direncanakan berada di
Jalan Pahlawan dan Jalan Madukoro. Lokasi pengembangan kantor
pemerintahan provinsi dapat dilakukan dilokasi lain dengan tetap
mempertimbangkan kemudahan jangkauan pelayanan bagi pengguna dan
masyarakat Provinsi Jawa Tengah.
b. Kawasan perkantoran pemerintahan Kota Semarang
Kawasan pemerintahan Kota Semarang direncanakan di Jalan Pemuda dan
Jalan Soekarno-Hatta (didekat kawasan kawasan Masjid Agung Jawa
Tengah). Kawasan perkantoran yang ada di Jalan Pemuda direncanakan
untuk Kantor Walikota dan DPRD Kota Semarang, kawasan ini sekaligus
berfungsi sebagai balai kota (city hall) . Sedangkan kawasan perkantoran
pemerintah Kota Semarang yang ada di Jalan Soekarno-Hatta diperuntukkan
untuk pelayanan pemerintahan.
c. Kawasan Perkantoran Swasta
Kawasan perkantoran menengah dan besar diarahkan pada kawasan
perdagangan dan jasa, sedangkan kawasan perkantoran kecil lokasinya
dapat dikawasan permukiman dengan memperhatikan akses pelayanan.
Arahan pemanfaatan ruang untuk kawasan perkantoran ini adalah ;
a. Kawasan pekantoran yang harus memiliki ruang parkir yang mampu
menampung jumlah kendaraan bagi karyawan atau pihak-pihak yang
aktivitasnya terkait dengan kegiatan yang ada di kawasan perkantoran.
b. Untuk kawasan balaikota atau Kantor Walikota dan DPRD Kota Semarang
dan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Jawa Tengah harus memiliki ruang
15
terbuka publik yang dapat digunakan bagi masyarakat untuk berkumpul,
menyampaikan aspirasi, dan berinteraksi sosial.
c. Kegiatan perkantoran swasta pengembangannya direncanakan sebagai
berikut:
1) Kegiatan perkantoran swasta yang memiliki karyawan sampai dengan 20
orang dapat berlokasi dikawasan permukiman atau kawasan lainnya
dengan memperhatikan akses pelayanan.
2) Kegiatan perkantoran yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20-50
orang diarahkan pada kawasan perdagangan dan jasa yang sekurang-
kurangnya dilayani jalan lokal sekunder.
3) Kegiatan perkantoran yang memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari diatas
50 orang orang diarahkan pada kawasan perdagangan dan jasa dengan
pelayanan jalan sekurang-kurangnya kolektor sekunder.
55.. RReennccaannaa KKaawwaassaann IInndduussttrrii
Kawasan Industri, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya
untuk kegiatan-kegiatan di bidang industri seperti pabrik dan pergudangan.
Dalam RTRW Kota Semarang 2010-2030 pengembangan kawasan industri lebih
dibatasi, hal ini sesuai dengan visi Kota Semarang yang akan lebih
mengedepankan pengembangan sektor tersier (perdagangan dan jasa) sebagai
penopang utama perekonomian kota. Kawasan industri direncanakan di BWK III
(Kawasan industri dan pergudangan Tanjung Emas), BWK IV (Genuk), BWK X
(Kawasan Industri Tugu dan Mijen). Kegiatan industri diprioritaskan untuk
pengembangan industri modern dengan kadar polusi rendah.
Rencana sebaran industri Kota Semarang adalah sebagai berikut;
a. Kawasan Industri Genuk
Kawasan ini direncanakan untuk yang berskala besar, menengah, dan kecil.
Areal yang direncanakan adalah seluas ± 1000 ha. Pertimbangan bahwa
kawasan ini dapat dikembangkan karena didukung oleh letak yang
berdekatan dengan pelabuhan laut, pergudangan dan pusat perdagangan.
Selain dilalui jalan raya penghubung Jakarta-Surabaya yang merupakan jalur
radial Kota Semarang, kawasan ini juga dekat dengan wilayah tenaga kerja
(Genuk dan Sayung) dan arah angin tidak menuju ke pusat kota.
16
b. Kawasan Industri Tugu Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate, dengan areal seluas ±
795,09 ha. Penetapan kawasan ini sebagai Industrial Estate didukung oleh
kedekatannya dengan wilayah tenaga kerja dan areal promosi (PRPP).
Selain itu kondisi tanahnya lebih matang daripada Genuk.
c. Kawasan Industri Candi
Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate, dengan areal seluas ±
912,04 ha. Penetapan kawasan ini sebagai Industrial Estate didukung oleh
kedekatannya dengan wilayah tenaga kerja dan areal promosi Jawa Tengah,
Pelabuhan, dan Jalan arteri (termasuk jalan Tol).
d. Kawasan industri dan Pergudangan Tanjung Emas
Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate beserta pergudangan yang
sangat dekat dengan prasarana pelabuhan.
e. Kawasan Industri Mijen
Direncanakan sebagai satu kesatuan dengan pengembangan Kota Baru
Mijen yaitu pada areal seluas ± 75 ha, dengan jenis industri yang akan
dikembangkan adalah industri nonpolutif (rendah polusi baik polusi udara,
polusi air, maupun polusi tanah) dan merupakan industri berteknologi tinggi.
Kawasan ini perlu memiliki akses langsung ke Pelabuhan Laut Tanjung
Emas, sebagai pintu keluar pemasaran produk industri dengan tujuan pasar
internasional. Selain itu juga perlu didukung suatu jaringan jalan yang
memiliki akses tinggi, dalam hal ini adalah akses jalan yang berfungsi
sebagai arteri primer.
f. Kawasan Industri Pedurungan
Kawasan industri ini tidak dikembangkan menjadi kawasan industri yang
besar seperti halnya Genuk dan Tugu. Kawasan industri yang ada di
Pedurungan hanya memanfaatkan potensi strategis Jalan Majapahit dan
aglomerasi dengan sebaran yang ada di Mranggen. Luas kawasan industri di
Pedurungan adalah 57,63 Ha.
17
Arahan pemanfaatan ruang kawasan industri adalah :
a. Pembangunan Kawasan Industri dilakukan secara terpadu dengan
lingkungan sekitarnya dengan memperhatikan radius / jarak dan tingkat
pencemaran yang dapat ditimbulkan serta upaya-upaya pencegahan
pencemaran terhadap kawasan di sekitarnya;
b. Pada pembangunan industri berupa industri/pergudangan estate,
perusahaan pembangunan industri wajib menyiapkan prasarana lingkungan,
utilitas umum, bangunan perumahan untuk pekerja dan fasilitas sosial
dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan dan
selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah;
c. Pembangunan industri harus memperhatikan kebutuhan luas lahan, jenis-
jenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang harus tersedia (parkir, ruang
terbuka hijau, ruang pedagang kaki lima, pencegahan dan penanggulangan
bahaya kebakaran), kemudahan pencapaian dan kelancaran sirkulasi lalu
lintas dari dan menuju lokasi;
d. Pembangunan dan pelaksanaan kegiatan industri harus disertai dengan
upaya-upaya terpadu dalam mencegah dan mengatasi terjadinya
pencemaran lingkungan mulai dari penyusunan AMDAL, Upaya
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL dan UPL), Surat
Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), penyediaan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan disertai dengan pengawasan oleh
Pemerintah Daerah secara intensif terhadap kegiatan industri yang
dilaksanakan.
e. Dalam setiap unit kegiatan industri, pengusaha harus menyediakan lahan
dikavling industrinya untuk penghijauan sebagai filter udara dan peneduh;
f. Lokasi-lokasi industri terpisah (individual) yang masih berada di luar
kawasan industri dan terindikasi atau berpotensi menyebabkan pencemaran
lingkungan akan direlokasi secara bertahap ke kawasan-kawasan yang
direncanakan sebagai kawasan industri, sedangkan lokasi Industri kecil dan
Rumah tangga dapat berada di kawasan perumahan sejauh tidak
mengganggu fungsi lingkungan hunian.
18
66.. RReennccaannaa KKaawwaassaann OOllaahh rraaggaa
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan lapangan olahraga, maka selain
lapangan olahraga yang benar-benar resmi dan dikelola oleh pemerintah, maka
diperlukan suatu areal terbuka, yang dapat difungsikan sebagai lapangan olah
raga yang ada di lingkungan masyarakat.
Saat ini di Kota Semarang sudah ada stadion olahraga Gelanggang Olah Raga
(GOR) Jatidiri di Kecamatan Gajahmungkur yang berskala regional/nasional.
Selain itu juga terdapat stadion lainnya yang berskala kota yaitu Stadion Citarum
dan Stadion Diponegoro. Berdasarkan Pedoman Perencanaan Lingkungan
Pemukiman Kota, maka standar yang diambil adalah Taman dan Lapangan
Olahraga untuk 30.000 penduduk sehingga hal ini dapat mewakili masing-
masing kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk lebih besar dari jumlah
penduduk menurut standar tersebut.
77.. RReennccaannaa KKaawwaassaann WWiissaattaa // RReekkrreeaassii
Kawasan Wisata, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya
untuk kegiatan-kegiatan wisata dan rekreasi. Sesuai dengan potensi yang
dimiliki, fasilitas rekreasi Kota Semarang direncanakan meliputi:
a. wisata bahari/pantai ditetapkan pada BWK III (Kawasan Marina) dan BWK X
(direncanakan di kawasan pantai di Kecamatan Tugu) dimana
pembangunannya harus tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan
ekosistem di wilayah pantai/pesisir;
b. wisata satwa berada pada di BWK X, yaitu di Kawasan Kebun Binatang yang
ditekankan pada upaya pelestarian satwa dan lingkungan alam di dalamnya;
c. wisata pertanian (agrowisata) berada pada BWK VI (Kecamatan tembalang),
BWK VIII (Kecamatan Gunungpati), dan BWK IX (Kecamatan Mijen) juga
berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian perkotaan
dan budidaya pertanian.
d. Lokasi yang ditetapkan dan rencana pengembangan kawasan wisata Religi
dan Religi:
� BWK III : Kawasan Gereja Blenduk dan Kuil Sam Po Kong
19
� BWK V : Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah
� BWK VII : Kawasan Vihara Watugong
e. Wisata alam dan cagar budaya berada di
� BWK I : Kampung Pecinan dan Kampung Melayu
� BWK III : Museum Ronggowarsito, kawasan Maerokoco, kawasan
Kota Lama Semarang
� BWK VII : Kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo
� BWK VIII : Gua Kreo, Waduk Jatibarang, Lembah Sungai Garang.
� BWK X : Taman lele
f. Wisata belanja dikembangkan di Kawasan Johar, Simpang Lima dan koridor
Jalan Pandanaran.
g. Wisata Mainan Anak berada di Wonderia (BWK II) , WaterPark (BWK IX dan
BWK III)
Pengembangan kawasan wisata ini direncanakan untuk dapat mendukung fungsi
kota Semarang sebagai Kawasan Perkotaan dengan skala regional/ nasional/
internasional.
88.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeerruummaahhaann ddaann PPeerrmmuukkiimmaann
Kawasan Perumahan dan permukiman, adalah kawasan yang
pemanfaatannya untuk perumahan dan permukiman, serta berfungsi sebagai
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan. Kawasan ini terdiri dari kawasan perumahan yang dibangun
oleh penduduk sendiri dibangun oleh perusahaan pembangunan perumahan dan
dibangun oleh pemerintah.
Arahan pembangunan dan pemanfaatan kawasan perumahan dan permukiman
ditetapkan sebagai berikut :
a. pembangunan perumahan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan
tempat tinggal yang layak bagi masyarakat dan/atau untuk pemukiman
kembali (resettlement) sebagai akibat dari pembangunan prasarana dan
sarana kota.
20
b. pembangunan perumahan dilakukan dengan dengan pengembangan
perumahan yang sudah ada maupun pembangunan perumahan baru;
c. pembangunan perumahan baru dilakukan secara intensif (vertikal dan
horisontal) dengan pemanfaatan lahan secara optimal pada kawasan-
kawasan di luar kawasan lindung dengan fungsi kegiatan perumahan
permukiman;
d. pembangunan perumahan baru dilakukan di masing-masing BWK dengan
ketentuan sebagai berikut :
• Pengembangan perumahan dengan bangunan vertikal (rumah susun/
apartemen) dilakukan di kawasan pusat kota (BWK I, BWK II, dan BWK III)
• Pengembangan perumahan dengan kedatan sedang sampai dengan tinggi
di BWK IV, V, VI, VII, dan X.
• Perumahan pada BWK VIII, dan IX direncanakan dengan kepadatan
rendah sampai sedang.
e. Pada pembangunan perumahan, pelaksana pembangunan
perumahan/pengembang wajib menyediakan prasarana lingkungan, utilitas
umum, dan fasilitas sosial dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari
keseluruhan luas lahan perumahan, dan selanjutnya diserahkan kepada
Pemerintah Daerah;
f. Pembangunan perumahan secara intensif vertikal dilakukan dengan
pembangunan rumah susun baik pada kawasan perumahan baru maupun
kawasan padat hunian yang dilakukan secara terpadu dengan lingkungan
sekitarnya;
g. Pengembangan lokasi perumahan lama dan perkampungan kota ditekankan
pada peningkatan kualitas lingkungan, dan pembenahan prasarana dan
sarana perumahan;
h. Pembangunan perumahan lama/ perkampungan dilakukan secara terpadu
baik fisik maupun sosial ekonomi masyarakat melalui program pembenahan
lingkungan, peremajaan kawasan maupun perbaikan kampung.
21
99.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeemmaakkaammaann UUmmuumm
Pembangunan Tempat Pemakaman Umum dilakukan dalam rangka peningkatan
pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan tempat pemakaman
umum di Kota Semarang. Kawasan Tempat Pemakaman Umum dapat menjadi
bagian dari Ruang Terbuka Hijau yang pelaksanaan pembangunannya dilakukan
sebagai berikut :
a. pembangunan Tempat Pemakaman Umum dilakukan dengan
pengembangan makam-makam yang telah ada maupun pembangunan
makam baru, dan didukung dengan penyediaan prasarana dan sarana
permakaman;
b. pembangunan Tempat Pemakaman Umum skala kota berada di Bergota
yang termasuk di BWK I dan Pemakaman di Kecamatan Gayamsari yang
termasuk di BWK V;
c. pada skala lingkungan pembangunan tempat pemakaman umum dilakukan
dengan pembangunan makam baru pada lahan fasilitas umum atau dengan
optimalisasi dan pengembangan lahan makam yang telah ada sesuai
dengan kapasitas, kebutuhan, dan lingkup pelayanannya;
d. untuk mendukung penyediaan tempat pemakaman umum setiap perusahaan
pembangunan perumahan yang melaksanakan pembangunan perumahan,
diwajibkan menyediakan lahan pemakaman umum seluas 2% (dua persen)
dari keseluruhan luas lahan;
e. penyediaan tempat pemakaman umum dapat dilakukan dengan penyediaan
lahan pemakaman di sekitar lokasi pembangunan atau berpartisipasi dengan
menyerahkan uang yang akan digunakan untuk pengembangan makam
Kepada Pemerintah Kota Semarang senilai harga tanah seluas 2% (dua
persen) dari keseluruhan luas lahan.
1100.. RReennccaannaa KKaawwaassaann KKhhuussuuss
Kawasan Khusus, merupakan kawasan dengan kondisi dan karakteristik yang
bersifat khusus karena jenis kegiatan yang diwadahi memiliki kondisi dan
perlakuan tertentu. Dalam Kebijakan penataan ruang Kota Semarang, kawasan
yang ditetapkan sebagai kawasan khusus adalah kawasan militer dan kawasan
pelabuhan.
22
Kawasan militer berada di BWK III (Kawasan Bandara Militer A Yani) dan BWK
VII (Kawasan Kodam). Kawasan Pelabuhan berada di wilayah BWK III yaitu di
Kawasan Pelabuhan Laut Tanjung Emas.
Pelaksanaan pembangunan di kawasan khusus harus tetap memperhatikan
keterpaduan dengan lingkungan sekitarnya.
1111.. RReennccaannaa RRuuaanngg TTeerrbbuukkaa NNoonn HHiijjaauu ((RRTTNNHH))
Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah adalah ruang terbuka di bagian
wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori Ruang Terbuka Hijau
(RTH), berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun
kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori.
Komponen penataan RTNH meliputi :
d. RTNH Pada Lingkungan Bangunan, dikembangkan pada pekarangan
Bangunan Hunian dan Halaman Bangunan Non Hunian.
Arahan pemanfaatan RTNH Pada Lingkungan Bangunan adalah :
� RTNH pada rumah dengan pekarangan luas dapat dimanfaatkan
sebagai tempat parkir mobil (carport) atau jalur sirkulasi, utilitas tertentu
(sumur resapan) dan septic tank serta dapat juga dipakai untuk
meletakan tanaman pot.
� RTNH bangunan non hunian yaitu pada halaman perkantoran,
pertokoan, dan tempat usaha, selain tempat utilitas tertentu, dapat
dimanfaatkan pula sebagai area parkir terbuka, carport, dan tempat
untuk menyelenggarakan berbagai aktivitas di luar ruangan seperti
upacara, bazar, olah raga, dan lain-lain.
d. RTNH Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan dikembangkan pada
kawasan setingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelurahan,
Kecamatan
Arahan pemanfaatan RTNH Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan adalah :
� RTNH Rukun Tetangga (RT) dapat dimanfaatkan penduduk sebagai
tempat melakukan berbagai kegiatan sosial di lingkungan RT
� RTNH Rukun Warga (RW) dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan
remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan sosial lainnya di
lingkungan RW.
23
� RTNH kelurahan dapat berupa taman aktif, dengan fasilitas utama
lapangan olahraga (serbaguna) yang dapat dimanfaatkan penduduk
dalam skala kelurahan
� RTNH kecamatan dapat taman aktif dengan fasilitas utama lapangan
olahraga
d. RTNH Pada Wilayah Kota dikembangkan dalam bentuk ; Alun-Alun, Plasa,
Bangunan Ibadah, Plasa Monumen, Bawah Jalan Layang/Jembatan
Arahan pemanfaatan RTNH Pada Wilayah Kota adalah :
� RTNH dalam bentuk alun-alun direncanakan di kawasan pelayanan
umum dimanfaatkan untuk kegiatan upacara atau perayaan hari besar
lainnya
� RTNH dalam bentuk plasa bangunan ibadah terutama dimanfaatkan
untuk perluasan kegiatan ibadah pada hari-hari raya keagamaan,
dimana bangunan ibadah tidak mampu menampung jemaah yang ada.
� RTNH dalam bentuk plasa monumen terutama dimanfaatkan untuk
memperingati suatu peristiwa tertentu.
� Ruang bawah jalan layang atau jembatan dapat dimanfaatkan untuk
area penunjang ekologis tertentu, seperti taman-taman untuk
menunjang estetika kota.
d. RTNH Fungsi Tertentu, dikembangkan dalam bentuk Pemakaman dan
Tempat Pembuangan Sementara
Arahan pemanfaatan RTNH Fungsi tertentu adalah:
� RTNH pada pemakaman hanya terdiri dari area parkir dan jalur sirkulasi
manusia.
� RTNH yang disediakan untuk Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
hanya diperkenankan dimanfaatkan untuk meletakkan kontainer TPS
sebagai tempat pengumpul sementara pada suatu lingkungan tertentu
sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Rencana Luas RTNH di Kota Semarang direncanakan sebagai berikut :
a. RTNH pekarangan Bangunan Hunian : 21.074,13 Ha b. RTNH Halaman Bangunan Non Hunian : 526,85 Ha c. RTNH Rukun Tetangga (RT) : 421,48 Ha d. RTNH Rukun Warga (RW) : 368,80 Ha e. RTNH Kelurahan, : 316,11 Ha f. RTNH Kecamatan : 263,43 Ha g. RTNH Plaza & Alun-Alun : 42,15 Ha
24
h. RTNH Bangunan Ibadah : 63,22 Ha I. RTNH Pemakaman : 63,84 Ha j. RTNH Tempat Pembuangan Sementara : 31,61 Ha
Wilayah rawan bencana, Kota Semarang dengan karakteristik wilayah tersebut
berpotensi terhadap terjadinya bencana alam dengan dominasi bencana banjir, rob
dan tanah longsor. Bila ditelaah lebih jauh, ketiga macam bencana di Semarang ini
saling terkait, dengan sebab baik karena kondisi awal alamnya maupun karena
dampak pembangunan.
Banjir sering terjadi di sekitar aliran sungai dan di bagian utara kota yang
morfologinya berupa dataran pantai. Kawasan potensi bencana banjir secara umum
diklasifikasikan menjadi:
1. Kawasan Pesisir/ Pantai merupakan salah satu kawasan rawan banjir karena
kawasan tersebut merupakan dataran rendah dimana ketinggian muka tanahnya
lebih rendah atau sama dengan ketinggian muka air laut pasang rata-rata (Mean
Sea Level, MSL), dan menjadi tempat bermuaranya sungai-sungai. Di samping
itu, kawasan pesisir/pantai dapat menerima dampak dari gelombang pasang
yang tinggi, sebagai akibat dari badai angin topan atau gempa yang
menyebabkan tsunami.
2. Kawasan Dataran Banjir (Flood Plain Area) adalah daerah dataran rendah di kiri
dan kanan alur sungai, yang kemiringan muka tanahnya sangat landai dan relatif
datar.
Aliran air dari kawasan tersebut menuju sungai sangat lambat, yang
mengakibatkan potensi banjir menjadi lebih besar, baik oleh luapan air sungai
maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan
sedimen yang sangat subur, dan terdapat di bagian hilir sungai. Seringkali
kawasan ini merupakan daerah pengembangan kota, seperti permukiman, pusat
kegiatan ekonomi, perdagangan, industri dan lain sebagainya. Kawasan ini bila
dilalui oleh sungai yang mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) cukup besar,
seperti Kali Garang/ Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur di Kota
Semarang, memiliki potensi bencana banjir yang cukup besar juga, karena debit
banjir yang cukup besar yang dapat terbawa oleh sungai tersebut. Potensi
25
bencana banjir akan lebih besar lagi apabila terjadi hujan cukup besar di daerah
hulu dan hujan lokal di daerah tersebut, disertai pasang air laut.
3. Kawasan Sempadan Sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang
disebabkan pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan
tertentu.
4. Kawasan Cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di daerah
dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi daerah
rawan bencana banjir. Pengelolaan bantaran sungai harus benar-benar
dibudidayakan secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir dapat
dihindarkan.
Potensi banjir di Kota Semarang sebagian besar berada di daerah pesisir/pantai
dan daerah sempadan sungai, berdasarkan aspek penyebabnya, jenis banjir yang
ada dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: banjir limpasan sungai/banjir
kiriman; banjir lokal; dan banjir pasang (rob).
Banjir pasang (rob) ini terjadi karena pasang air laut yang relatif lebih tinggi
daripada ketinggian permukaan tanah di suatu kawasan. Biasanya terjadi pada
kawasan di sekitar pantai. Penurunan tanah disebabkan empat hal, yaitu eksploitasi
air tanah berlebihan, proses pemampatan lapisan sedimen (yang terdiri dari batuan
muda) ditambah pembebanan tinggi oleh bangunan di atasnya serta pengaruh gaya
tektonik. Dampak penurunan tanah dapat dilihat adanya luasan genangan rob yang
semakin besar.
Selain banjir, bencana yang berkaitan dengan musim hujan adalah longsor. Kota
Semarang pada beberapa wilayah menunjukkan potensi bencana longsor yang
mengancam masyarakat yang juga perlu mendapatkan perhatian.
Perubahan iklim global berpengaruh terhadap kondisi iklim di Kota Semarang,
musim kemarau menjadi lebih panjang daripada musim hujan sehingga
menyebabkan kekeringan di daerah dengan cadangan air tanah yang minimum.
Sebagian besar daerah yang mengalami kekeringan terdapat di Semarang atas.
Berdasarkan data yang ada pada Buku Rencana Aksi Nasional 2010-2014, potensi
26
bencana yang ada di Kota Semarang adalah banjir, kekeringan, longsor, kebakaran
hutan, erosi, kebakaran gedung dan permukiman dan risiko cuaca ekstrim.
II. ASPEK DEMOGRAFI
Secara Demografi, berdasarkan data statistik Kota Semarang penduduk Kota
Semarang periode tahun 2005-2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar
1,4% per tahun. Pada tahun 2005 adalah 1.419.478 jiwa, sedangkan pada tahun
2009 sebesar 1.506.924 jiwa, yang terdiri dari 748.515 penduduk laki-laki, dan
758.409 penduduk perempuan.
Tabel Jumlah Penduduk Kota Semarang Tahun 2005-2009
Laki-Laki Perempuan Jumlah1 2005 705,627 713,851 1,419,478 1.45
2 2006 711,755 722,270 1,434,025 1.06
3 2007 722,026 732,568 1,454,594 1.43
4 2008 735,457 746,183 1,481,640 1.865 2009 748,515 758,409 1,506,924 1.71
No TahunJumlah Penduduk Pertumbuhan
(%)
Sumber: Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang, 2009
Peningkatan jumlah penduduk tersebut dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian
dan migrasi. Pada tahun 2005 jumlah kelahiran sebanyak 19.504 jiwa, jumlah
kematian sebanyak 8.172 jiwa, penduduk yang datang sebanyak 38.910 jiwa dan
penduduk yang pergi sebanyak 29.107 jiwa. Besarnya penduduk yang datang ke
Kota Semarang disebabkan daya tarik kota Semarang sebagai kota perdagangan,
jasa, industri dan pendidikan.
Tabel Perkembangan Penduduk Lahir, Mati, Datang dan Pindah Kota Semarang Tahun 2005 - 2009
Lahir Mati Datang Pindah
1 2005 19,504 8,172 38,910 29,107
2 2006 21,445 9,023 42,714 32,557
3 2007 22,838 10,018 43,151 35,180 4 2008 24,472 10,018 44,187 37,128 5 2009 25,262 10,373 38,518 34,172
Penduduk (jiwa)
TahunNo
27
Sumber: Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang, 2009
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa penduduk yang datang ke Kota
Semarang dan penduduk yang lahir setiap tahunnya lebih besar dari pada penduduk
yang pindah dan penduduk yang mati, hal tersebut menggambarkan bahwa
peningkatan penduduk Kota Semarang disebabkan oleh penduduk yang datang dan
lahir dengan proporsi rata-rata 60,04% per tahun dibanding penduduk pindah dan
penduduk yang mati.
Penduduk Kota Semarang dilihat dari kelompok umur sebanyak 912.362 jiwa atau
73,96% merupakan penduduk usia produktif ( umur 15 – 65 tahun) dan 26,04%
merupakan penduduk tidak produktif (umur 0-14 tahun dan diatas 65 tahun).
Tabel Jumlah Penduduk Kota Semarang Berdasarkan Kelompok Umur
J U M L A H (jiwa) Kelompok Umur 2005 2006 2007 2008 2009
0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 +
49.497 113.270 116.321 112.459 118.682 151.571 142.919 138.312 117.958 101.529 79.698 52.619 34.063 90.480
49.935 114.216 117.280 113.442 119.829 153.198 144.321 139.631 119.214 102.571 80.937 53.336 34.522 91.593
50.721 116.072 119.198 115.241 121.618 155.321 146.455 141.734 120.876 104.041 81.772 53.921 34.906 92.718
51.664 118.230 121.414 117.384 123.879 158.209 149.178 144.369 123.124 105.976 83.292 54.924 35.555 94.442
52.635 120.566 123.840 119.586 126.012 160.805 151.697 146.930 125.351 107.815 84.568 55.630 35.965 95.524
Jumlah 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924 Sumber : BPS Kota Semarang, 2009
Komposisi penduduk kota Semarang ditinjau dari aspek pendidikan (di atas umur 5
tahun) adalah 22,86% telah tamat SD/MI, 21,10% telah tamat SLTA, 20,38%
belum tamat SD, 20,28 % telah tamat SLTP, 6,54% tidak/belum pernah sekolah,
4,51% telah tamat SD IV/S1/S2, dan 4,35% telah tamat DI/DII/DIII.
28
Grafik Penduduk Kota Semarang berdasarkan Pendidikan Tahun 2009
Tamat SLTA
21.10%
Tamat SLTP
20.28%
Tamat SD/MI
22.86%
Tidak/Belum
tamat SD/MI
20.38%
Tidak Sekolah
6.54%Tamat D1,II,III
4.35%
Tamat
DIV/S1/S2/S3
4.51%
Sumber: Kota Semarang dalam Angka 2009, BPS (data diolah)
Perkembangan jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan mata pencaharian
selama periode 2005-2009 sebagaimana tabel berikut.
Tabel Komposisi Penduduk Kota Semarang
Berdasarkan Mata Pencaharian
JUMLAH (jiwa) NO
JENIS PEKERJAA
N 2005 2006 2007 2008 2009
1 Petani Sendiri 30.440 28.185 26.494 26.203 38.945
2 Buruh Tani 17.271 22.409 18.992 18.783 27.791
3 Nelayan 2.468 2.256 2.506 2.478 3.657
4 Pengusaha 15.771 24.580 51.304 52.514 77.706
5 Buruh Industri 185.604 192.473 152.557 152.606 225.897
6 Buruh Bangunan 131.453 106.217 71.328 72.771 107.692
7 Pedagang 76.672 75.951 73.431 73.457 108.788
8 Angkutan 26.614 30.144 22.187 22.195 32.819
9 PNS/ABRI 93.707 88.486 86.918 86.949 128.718
10 Pensiunan 34.208 38.101 32.855 32.667 48.635
11 Lainnya 255.717 258.815 76.657 76.684 111.714
Jumlah 869.925 867.617 615.229 617.507 912.362
Sumber data : BPS Kota Semarang Tahun 2009
29
Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kota Semarang berturut-
turut buruh Industri dengan persentase sebesar 24,76%, PNS/ABRI sebesar
14,11%, Lainnya sebesar 12,24%, Pedagang sebesar 11,92%, Buruh Bangunan
1,80%, Pengusaha sebesar 8,52%, Pensiunan sebesar 5,33%, Petani sebesar
4,27%, Angkutan sebesar 3,60%, Buruh tani sebesar 3,05%, dan Nelayan sebesar
0,40 %. Hal ini menggambarkan bahwa aktivitas penduduk Kota Semarang
bergerak pada sektor perdagangan dan jasa.
III. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kinerja pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat merupakan
gambaran dan hasil dari pelaksanaan pembangunan selama periode tertentu
terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat yang mencakup kesejahteraan dan
pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, seni budaya dan olahraga.
Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat
selama periode 2005-2009 adalah sebagai berikut :
1. Ekonomi.
Kinerja kesejahteraan dan pemerataan ekonomi Kota Semarang selama periode
tahun 2005-2009 dapat dilihat dari indikator pertumbuhan PDRB, laju inflasi,
PDRB per kapita, dan angka kriminalitas yang tertangani. Perkembangan kinerja
pembangunan pada kesejahteraan dan pemerataan ekonomi adalah sebagai
berikut :
a. Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan PDRB merupakan indikator untuk mengetahui kondisi
perekonomian secara makro yang mencakup tingkat pertumbuhan sektor-
sektor ekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah. Laju
Pertumbuhan PDRB Kota Semarang atas dasar harga berlaku selama
periode 2005-2009 mengalami pertumbuhan yang meningkat. PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku pada tahun 2005 sebesar Rp. 26.624.244,17 sampai
dengan tahun 2009 mencapai sebesar Rp. 39.429.568.000,-.
30
Tabel 2.8 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB 2005 s.d. 2009
Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %
A PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
23,208,224 26,624,244 30,515,737 34,540,949 38,459,815
1. Pertanian 294,257 1.27 321,780 1.21 365,095 1.20 398,756 1.15 442,499 1.15
2. Pertambangan dan
Penggalian
46,997 0.20 52,327 0.20 57,063 0.19 61,694 0.18 66,480 0.17
3. Industri Pengolahan 6,256,676 26.96 7,147,347 26.85 7,883,533 25.83 8,679,006 25.13 9,483,637 24.66
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 443,417 1.91 487,538 1.83 532,280 1.74 574,399 1.66 609,532 1.58
5. Bangunan 3,584,579 15.45 4,445,308 16.70 5,414,829 17.74 6,398,054 18.52 7,453,706 19.38
6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran
6,788,735 29.25 7,480,618 28.10 8,635,562 28.30 9,972,004 28.87 10,884,995 28.30
7. Angkutan dan Komunikasi 2,399,867 10.34 2,762,149 10.37 3,073,387 10.07 3,374,753 9.7703 3,814,968 9.92
8. Keuangan, Sewa & Jasa
Perusahaan
693,463 2.99 772,160 2.90 889,126 2.91 993,471 2.8762 1,075,543 2.80
9. Jasa 2,700,233 11.63 3,155,017 11.85 3,664,861 12.01 4,088,812 11.838 4,628,454 12.03
23,208,224 26,624,244 30,515,737 34,540,949 38,459,815
B PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
1. Pertanian 207,455 1.28 213,730.87 1.25 219,249.83 1.21 227,516 1.19 234,611 1.16
2. Pertambangan dan
Penggalian
28,553 0.18 29,043.79 0.17 29,992.32 0.17 30,726 0.16 31,501 0.16
3. Industri Pengolahan 4,508,130 27.84 4,724,893.43 27.60 4,998,705.58 27.55 5,236,515 27.33 5,465,109 27.08
4. Listrik, Gas dan Air
Bersih
217,621 1.34 225,734.02 1.32 235,801.58 1.30 250,626 1.31 260,312 1.29
5. Bangunan 2,230,742 13.77 2,527,078.34 14.76 2,708,769.04 14.93 2,849,024 14.87 3,081,148 15.27
6. Perdagangan, Hotel
dan Restoran
5,025,711 31.03 5,182,067.45 30.27 5,493,915.98 30.28 5,906,984 30.83 6,217,358 30.81
7. Pengangkutan dan
Komunikasi
1,556,572 9.61 1,640,072.26 9.58 1,745,291.26 9.62 1,851,303 9.66 1,952,040 9.67
8. Keuangan, Sewa dan
Jasa Perusahaan
495,325 3.06 507,540.20 2.96 526,192.09 2.90 548,372 2.86 565,144 2.80
9. Jasa 1,924,156 11.88 2,068,544.92 12.08 2,184,722.29 12.04 2,255,749 11.78 2,373,356 11.76
16,194,265 17,118,705 18,142,640 19,156,814 20,180,578
No.Sektor Usaha /
Lapangan Usaha
Tahun ( Rp. Jutaan)
2009 *)2008200720062005
Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang BPS Kota Semarang
Dari tabel tersebut, kontribusi sektor usaha terbesar terhadap PDRB Kota
Semarang adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor
Industri Pengolahan dan sektor usaha bangunan.
Pada tahun 2009 kontribusi masing-masing sektor usaha tersebut adalah
sebagai berikut : Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 29,86 %,
industri pengolahan sebesar 24,52 %, dan sektor bangunan sebesar
19,27%. Hal tersebut menggambarkan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat
Kota Semarang didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor industri pengolahan dan sektor bangunan.
31
Peningkatan Laju Pertumbuhan PDRB berimplikasi terhadap kondisi
perekonomian Kota Semarang secara makro yang ditunjukan dengan Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE). LPE Kota Semarang periode 2005-2009
mengalami pertumbuhan yang positif.
Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Tahun 2005-2009
Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang 2009, BPS Kota Semarang
Pada tahun 2005 tercatat sebesar 5,14%, kemudian meningkat sebesar 5,71
%, pada tahun 2006, 5,98 % pada tahun 2007, dan 6,03 % pada tahun 2008.
Sedangkan pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi kota Semarang tercatat
sebesar 5,47 %. Pertumbuhan ekonomi Kota Semarang terjadi penurunan
pada tahun 2009 sebesar 0,56 % dari 6,03 % pada tahun 2008 menjadi 5,47
% pada tahun 2009. Penurunan ini lebih dipengaruhi adanya kondisi
perekonomian global seperti kebijakan pasar bebas (Asean-China Free Trade
Area/ACFTA), kenaikan BBM dan TDL.
b. Laju Inflasi
Laju inflasi merupakan ukuran yang dapat menggambarkan
kenaikan/penurunan harga dari sekelompok barang dan jasa yang
berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat.
Laju inflasi Kota Semarang selama periode tahun 2005-2009 mengalami
pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 2005 sebesar 16,46 %, tahun 2006
32
sebesar 6,08 %, tahun 2007 mencapai 6,75 %, tahun 2008 sebesar 10,34 %
dan tahun 2009 sebesar 3,19 %. Besaran laju inflasi yang terjadi lebih
diakibatkan pada permintaan masyarakat akan bahan kebutuhan pokok.
Grafik Laju Inflasi
Kota Semarang Tahun 2005-2009
Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang 2009, BPS Kota Semarang
c. PDRB Perkapita
Peningkatan Laju Pertumbuhan PDRB, diikuti dengan kenaikan pendapatan
per kapita. Selama periode tahun 2005-2009 PDRB Perkapita Kota
Semarang mengalami pertumbuhan yang positif. PDRB Perkapita atas
dasar harga berlaku, pada tahun 2005 sebesar Rp. 14.947.472,59 pada
tahun 2006 sebesar Rp.17.067.350,89, pada tahun 2007 sebesar
Rp.19.394.727,40, pada tahun 2008 sebesar Rp.21.352.860,09, dan tahun
2009 sebesar Rp.23.889.579,87.
33
Grafik Perkembangan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku
Pemerintah Kota Semarang Tahun 2005-2009
0.00
5,000,000.00
10,000,000.00
15,000,000.00
20,000,000.00
25,000,000.00
2005 2006 2007 2008 2009PDRB Perkapita 14,947,472.59 17,067,350.89 19,394,727.40 21,352,860.09 23,889,579.87
PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun ke tahun
juga menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2005 sebesar Rp.
10.534.628,92,-, pada tahun 2006 sebesar Rp.11.045.072,76,-, pada tahun
2007 sebesar Rp.11.591.578,22, pada tahun 2008 sebesar
Rp.11.897.251,91, dan pada tahun 2009 sebesar Rp. 12.338.639,96.
d. Indek Pembangunan Manusia (IPM)
IPM merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat
upaya dan kinerja pembangunan dengan dimensi yang lebih luas karena
memperlihatkan kualitas penduduk dalam hal kelangsungan hidup,
intelektualias dan standar hidup layak. IPM disusun dari tiga komponen yaitu
lamanya hidup, yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir ; tingkat
pendidikan, diukur dengan kombinasi antara melek huruf pada penduduk
dewasa dan rata-rata lama sekolah ; serta tingkat kehidupan yang layak
dengan ukuran pengeluaran perkapita (purchasing power parity). Pada tahun
2009 IPM Kota Semarang telah mencapai skor 76,90, angka tersebut
menempati urutan kedua dibawah Kota Surakarta, namun masih jauh diatas
angka rata-rata Provinsi Jawa Tengah sebesar 72,10. Selengkapnya IPM
Kota Semarang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
34
Tabel Perkembangan IPM Kota Semarang
No Tahun Skor Ket
1 2005 75,3
2 2006 75,94
3 2007 77,24
4 2008 76,54
5 2009 76,90
Sumber : Indeks Pembangunan Kota Semarang BPS Kota Semarang
2. Kesejahteraan Sosial
Pembangunan pada fokus kejahteraan sosial meliputi indikator angka melek
huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan
yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi,
angka usia harapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan rasio
penduduk yang bekerja. Kinerja pembangunan kesejahteraan sosial Kota
Semarang periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagai berikut :
a. Pendidikan
Pembangunan pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Sasarannya adalah terciptanya sumber daya
manusia yang berkualitas melalui peningkatan mutu pendidikan, perluasan
dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi semua
masyarakat, tercapainya efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
pendidikan, serta tercukupinya sarana dan prasarana pendidikan. Beberapa
keberhasilan pembangunan bidang pendidikan dapat dilihat dari Angka Melek
Huruf (AMH), Rata Lama Sekolah, Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka
Partisipasi Murni (APM) dan Angka Pendidikan yang ditamatkan. AMH
adalah persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca
dan menulis huruf latin. AMH tahun 2005 sebesar 95,10 %, tahun 2006
sebesar 95,85 %, tahun 2007 sebesar 95,54 %, tahun 2008 sebesar 99,30 %
dan sampai dengan tahun 2009 angka melek huruf sebesar 99,47 %. Angka
35
pendidikan yang ditamatkan pada seluruh jenjang pendidikan baik SD, SLTP
dan SLTA selama 5 tahun menunjukkan peningkatan dari 90,97% tahun 2005
menjadi 96,51%.
Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun
usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah
penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu.
Pada tahun 2009 APK SD/MI mencapai 105,27 %, SMP/MTs 114,19,
sedangkan SMA/SMA/MA mencapai 116,96 %.
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang
berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang
sama. Capaian APM SD/MI pada tahun 2009 sebesar 89,68 %, SMP/MTs
79,01 %, SMA/SMK/MA sebesar 79,97 %. Capaian APK dan APM pada
masing-masing jenjang pendidikan telah berada di atas rata-rata APK/APM
Jawa Tengah kecuali untuk SD/MI. Belum optimalnya angka capaian
APK/APM disebabkan oleh mahalnya biaya pendidikan, walaupun dukungan
anggaran untuk pendidikan sudah melebihi 20 % dari total anggaran APBD.
Oleh karena itu diperlukan upaya pengalokasian anggaran pendidikan yang
tepat agar pendidikan menjadi murah namun tetap berkualitas.
36
Tabel Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial Indikator Pendidikan
2005 2006 2007 2008 2009
1. Angka Melek Huruf 95,10 95,85 95,94 99,30 99,47
2. Rata Lama sekolah 9,60 9,80 9,80 9,17 9,20
3. Angka Partisipasi Kasar
- SD/MI 102,54 105,87 112,76 105,79 105,27
- SLTP/MTs 89,94 97,14 103,12 89,21 114,19
- SMA/SMK/MA 89,35 88,71 100,76 90,39 116,96
4. Angka Partisipasi Murni
- SD/MI 86,64 89,6 88,36 89,21 89,68
- SLTP/MTs 66,99 71,27 66,7 65,84 79,01
- SMA/SMK/MA 62,76 63,84 88,8 62,71 79,97
5. Angka Pendidikan yang ditamatkan 90,97% 89,90% 96,72% 96,51% 96,51%
5.
Penduduk Tamat (<SD, SD, SLTP,
SLTA, Univ) 1.291.294 1.289.175 1.406.873 1.429.890 1.455.249
Jumlah Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.507.826
No UraianTahun
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Semarang, 2010 diolah
b. Kesehatan
Selama kurun waktu 5 tahun (2005-2009) kondisi pembangunan Kesehatan
menunjukkan perubahan yang fluktuatif, hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikator bidang kesehatan. Angka kelangsungan hidup bayi selama 5 tahun
menurun dari 98,08 % pada tahun 2005 menjadi 81,40 % tahun 2009.
Demikian pula Angka persentase gizi buruk mengalami peningkatan dari
tahun 2005 sebesar 0,019 % menjadi 0,04 % tahun 2009. Penurunan angka
kelengsungan hidup dan peningkatan angka gizi buruk lebih disebabkan
adanya penyakit bawaan dan wabah penyakit yang disebabkan oleh vektor
binatang seperti Demam Berdarah. Upaya pengembangan paradigma hidup
sehat harus menjadi perhatian utama agar wabah penyakit menulular tidak
terulang. Namun demikian secara keseluruhan Angka Usia harapan Hidup
Kota Semarang di Kota Semarang sebesar 72,1, jauh melebihi angka
harapan hidup nasional sebesar 69,0 tahun.
Tabel Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Indikator Kesehatan
37
2005 2006 2007 2008 2009
1. Angka Kelangsungan Hidup Bayi per /
1000 kelahiran hidup (%)
98.08 80.29 81.32 80.29 81.40
2. Angka Usia Harapan Hidup 71.8 71.9 71.9 72 72.1
3. Persentase Gizi buruk 0,019 % 0,017% 0,04 % 0,033 % 0,04 %
No UraianTahun
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010 diolah
c. Kemiskinan
Selama kurun waktu 5 tahun (2005-2009) jumlah penduduk miskin
mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, jumlah penduduk miskin tahun
2005- 2008 mengalami peningkatan peningkatan, tahun 2005 sebanyak
94.246 jiwa, tahun 2006 sebanyak 246.448 jiwa, tahun 2007 sebanyak
306.700 jiwa dan tahun 2008 sebanyak 491.747 jiwa, namun pada tahun
2009 mengalami penurunan menjadi sebesar 398.009 jiwa. Begitu pula ratio
penduduk miskin terhadap jumlah penduduk kota Semarang semakin
meningkat selama 4 tahun terakhir (2005-2008), tahun 2007 sebesar 6,64%,
tahun 200617,19%, tahun 2007 sebesar 21,08%, tahun 2008 sebanyak
33,19%, namun tahun 2009 menurun menjadi sebesar 26,41%. Penurunan
jumlah dan rasio penduduk miskin sebesar 6,78% disebabkan berbagai
program penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang semakin menyentuh
masyarakat miskin (tepat sasaran). Ketepatan tersebut didukung oleh adanya
identifikasi dan verifikasi berdasarkan indikator dan kriteria kemiskinan yang
disusun sesuai dengan kondisi lokalitas daerah yang semakin mendekati
kenyataan. Kedepan diperlukan upaya untuk melakukan unifikasi data
kemiskinan agar proses percepatan penanggulangan kemiskinan dapat
dilakukan dengan tepat. Optimalisasi peran masayarakat untuk turut serta
dalam menyalurkan program Corpotate Social Responsibility (CSR) perlu
didorong terus menerus.
Berikut gambaran perkembangan penduduk miskin kota Semarang selama 5
tahun (2005-2009) :
38
Tabel Rasio Penduduk Miskin
2005 2006 2007 2008 2009
Penduduk Miskin 94.246 246.448 306.700 491.747 398.009
Jml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924 Rasio 6,64% 17,19% 21,08% 33,19% 26,41%
UraianTahun
Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2010 diolah
d. Kepemilikan tanah
Berdasarkan sumber dari Kantor Pertanahan Kota Semarang tahun 2010,
persentase luas lahan bersertifikat yang tercatat di Kota Semarang mencapai
angka rasio 72,8 %, sedangkan untuk rasio kepemilikan tanah mencapai
40,30. Dilihat dari jumlah kepemilikan tanah yang mempunyai sertifikat,
menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya tertib
administrasi pertanahan yang berarti kepemilikan sertifikat tanah sebagai
legalitas atas tanah yang dimiliki semakin menjadi penting,
e. Kesempatan Kerja
Angka kesempatan kerja dapat dihitung dari jumlah penduduk yang bekerja
dibanding dengan angkatan kerja dalam satu wilayah. Rasio penduduk yang
bekerja mengalami peningkatan, tahun 2005 sebesar 64,32 %, tahun 2006
sebesar 64,38%, tahun 2007 sebesar 88,61%, tahun 2008 sebesar 88,51%,
namun pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 7,70% atau menjadi
sebesar 81,44%. Penurunan ratio penduduk yang bekerja lebih diakibatkan
karena meningkatnya angkatan kerja yang tidak seimbang dengan
pertumbuhan lapangan kerja. Oleh karena itu diperlukan upaya perluasan
lapangan kerja sebagai upaya mengatasi pengangguran. Berikut gambaran
perkembangan ratio penduduk yang bekerja selama 5 tahun (2005-2009)
seperti tercantum dalam tabel dibawah ini :
39
Tabel Rasio Penduduk Bekerja
2005 2006 2007 2008 2009
Penduduk yang Bekerja 465.695 537.791 663.053 658.729 563.565
Angkatan Kerja 724.048 835.323 748.302 744.239 692.019
Rasio 64,32% 64,38% 88,61% 88,51% 81,44%
UraianTahun
Sumber : Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi, 2010 diolah
f. Angka Kriminalitas
Ratio tindak kriminal selama lima (5) lima tahun terakhir menunjukkan
penurunan, tahun 2005 sebesar 0,14 %, Tahun 2006 sebesar 0,10 %, Tahun
2007 sebesar 0,08 % dan tahun 2008 dan tahun 2009 sebesar 0,07 %.
Penurunan angka rasio kriminal tersebut menunjukkan makin tingginya rasa
aman masyarakat. Kondisi rasa aman dikalangan masyarakat tersebut harus
tetap dipertahankan selama 5 tahun kedepan melalui upaya-upaya preventif
dan tetap memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Berikut
gambaran perkembangan ratio kriminal selama 5 tahun (2005-2009) seperti
tercantum dalam tabel dibawah ini :
Tabel Rasio Tindak Kriminal
2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Kriminal 195 139 117 107 108
Jumlah Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924
Rasio 0,14 0,10 0,08 0,07 0,07
UraianTahun
Sumber : Data Pengembangan SIPD, BPS Kota Semarang, 2010
3. Seni dan Budaya.
Pembangunan pada fokus seni dan budaya meliputi indikator jumlah grup
kesenian dan gedung olahraga. Kinerja pembangunan Seni dan budaya Kota
Semarang periode 2005-2009 pada masing-masing indikator adalah sebagai
berikut :
a. Seni dan Budaya
Jumlah grup kesenian di Kota Semarang selama 5 tahun (2005-2009)
menunujukkan peningkatan dari 376 buah menjadi 573 buah pada tahun
40
2009 , demikian pula ratio jumlah grup kesenian terhadap per. 10.000
jumlah penduduk kota Semarang yaitu dari 2,65 pada tahun 2005 menjadi
3,80 pada tahun 2009. Sedangkan jumlah gedung kesenian juga
mengalami peningkatan dari 33 buah dengan rasio per 10.000 sebesar 0,23
pada tahun 2005 menjadi sebesar 39 buah dengan rasio per 10.000
penduduk sebesar 0,26 pada tahun 2009. Namun jika dilihat dari ratio
jumlah grup kesenian terhadap 10.000 jumlah penduduk masih relatif kecil.
Hal ini menunjukkan bahwa masih kurang resposifnya masyarakat terhadap
kesenian tradisional. Upaya mengembangkan kesenian tradisional
diharapkan akan mampu memberikan dampak kesejahteraan bagi para
pelaku seni. Demikian pula dengan perkembangan sarana prasarana
gedung kesenian menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun namun ratio
jumlah gedung kesenian masih relatif kecil terhadap per 10.000 jumlah
penduduk yakni sebesar 3,80 pada tahun 2009. Berikut gambaran
perkembangan Jumlah Grup dan Gedung Kesenian Kota Semarang selama
5 tahun (2005-2009), sebagaimana tabel berikut :
Tabel Rasio Grup Kesenian
2005 2006 2007 2008 2009
Juml Grup Kesenian 376 386 573 573 573
Juml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924
Rasio/10.000 penduduk 2,65 2,69 3,94 3,87 3,80
UraianTahun
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, 2010 diolah
Tabel Rasio Gedung Kesenian
2005 2006 2007 2008 2009
Juml Gedung Kesenian 33 33 33 33 39
Juml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924
Rasio/10.000 penduduk 0,23 0,23 0,23 0,22 0,26
UraianTahun
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, 2010 diolah
41
b. Olah Raga
Jumlah klub olah raga selama 5 tahun (2005 – 2009) tidak mengalami
penambahan atau tetap sebanyak 561 buah pada tahun 2009, namun
rationya mengalami penurunan dari 3,95 tahun 2005 menjadi 3,72 pada
tahun 2009. Begitu pula kondisi sarana dan prasarana olah raga tidak
mengalami pertumbuhan atau tetap sebanyak 3 buah gedung olah raga.
Hal tersebut bukan berarti bahwa budaya olah raga dikalangan masyarakat
masih rendah, akan tetapi banyak aktivitas olah raga yang dilakukan diluar
gedung seperti jalan sehat, bersepeda maupun olahraga luar ruangan yang
lain. Namun demikan untuk dapat memacu peningkatan prestasi atlit
diperlukan sarana prasarana olah raga yang representative. Berikut
gambaran perkembangan klub dan sarpras olahraga sebagaimana tabel
dibawah ini :
Tabel Rasio Klub Olah Raga
2005 2006 2007 2008 2009
Juml Klub Olah Raga 561 561 561 561 561
Juml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924
Rasio/10.000 penduduk 3,95 3,91 3,86 3,79 3,72
UraianTahun
Sumber : Dinas Sosial Pemuda dan Olah Raga Kota Semarang, 2010, diolah
Tabel 2.18
Rasio Gedung Olah Raga
2005 2006 2007 2008 2009
Juml Gedung Olah Raga 3 3 3 3 3
Juml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924
Rasio/10.000 penduduk 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
UraianTahun
Sumber : Dinas Sosial Pemuda dan Olah Raga Kota Semarang, 2010, diolah
42
III. ASPEK PELAYANAN UMUM
Kinerja pembangunan pada aspek pelayanan umum merupakan gambaran dan
hasil dari pelaksanaan pembangunan selama periode tertentu terhadap kondisi
pelayanan umum yang mencakup kesejahteraan dan pemerataan ekonomi,
kesejahteraan sosial, seni budaya dan olahraga.
Kinerja pembangunan pada aspek pelayanan umum merupakan gambaran dan hasil
dari pelaksanaan pembangunan selama periode tertentu terhadap kondisi pelayanan
umum yang mencakup layanan urusan wajib.
Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pada aspek pelayanan umum selama
periode 2005-2009 adalah sebagai berikut :
1. Fokus layanan urusan wajib
a. Pendidikan
Kondisi kinerja pembangunan bidang pendidikan selama 5 (lima) tahun
terakhir mengalami perubahan fluktuatif, angka partisipasi sekolah
pendidikan dasar mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar
86,64% menjadi 89,76% pada tahun 2009, pendidikan menengah
meningkat dari tahun 2005 sebesar 66,99% menjadi 78,95 %, angka
kelulusan SD/MI selama 5 tahun dapat mencapai sebesar 99,99%, untuk
SMP/MTs mencapai 94,76%, SMA/SMK/MA mencapai 96,47%. Angka
ketersediaan sekolah Pendidikan Dasar dari 4 % pada tahun 2005
menjadi 4,30 % tahun 2009, ratio guru terhadap jumlah murid dari 1:28
pada tahun 2005 turun menjadi 1:19 pada tahun 2009, ratio guru terhadap
jumlah murid per kelas rata-rata tahun 2005 sebesar 1:28:45 menjadi
1:16:32 pada tahun 2009.
Sedangkan untuk Pendidikan Menengah, APS tahun 2005 sebesar 66,99
menjadi 78,95 tahun 2009, ratio ketersediaan sekolah terhadap penduduk
usia sekolah dari 2,15% pada tahun 2005 menjadi 2,80% pada tahun
2009, ratio guru terhadap murid tahun 2005 sebesar 1:13 menjadi 1:12
43
pada tahun 2009, ratio guru terhadap murid per kelas rata-rata tahun 2005
adalah 1:13:40 menjadi 1:12:34, perbandingan jumlah penduduk melek
huruf >15 tahun terhadap jumlah penduduk kota Semarang tahun 2005
sebesar 95,10% menjadi 99,47% pada tahun 2009.
Kondisi fasilitas pendidikan, jumlah sekolah SD/MI dengan kondisi baik
tahun 2005 sebanyak 2.349 gedung meningkat menjadi tahun 2.451
gedung, gedung sekolah SMP/MTs tahun 2005 sebesar 1.662 gedung
menjadi sebesar 1.761 gedung, sedangkan kondisi gedung sekolah
SMA/SMK/MA tahun 2005 sebesar 1.005 gedung meningkat menjadi
1.087 gedung pada tahun 2009. Angka Putus Sekolah dari tahun ketahun
selama 5 tahun (2005-2009) mengalami penurunan yang sangat
signifikan. Angka putus sekolah SD/MI menurun dari 151 murid pada
tahun 2005 menjadi 31 pada tahun 2009. Sedangkan untuk SMP/MTs dari
344 murid menjadi 21 murid, sedangkan untuk SMA/MA/STM menurun
dari 527 menjadi 18 murid pada tahun 2009. Kondisi Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD), jumlah siswa TK/RA/Penitipan anak terhadap jumlah
penduduk usia 4-6 tahun sebesar 74,68% tahun 2005 menjadi 78,92%
tahun 2009.Perkembangan Angka kelulusan SD/MI dari tahun 2005-2009
tetap sebesar 99,99%, SMP/MTs mengalami peningkatan dari tahun 2005
sebesar 86,60% menjadi 94,76% tahun 2009, SMA/SMK/MA mengalami
peningkatan dari 89,31% tahun 2005 menjadi 96,74% pada tahun 2009.
Meskipun telah terjadi berbagai peningkatan yang cukup berarti,
pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mampu memberi pelayanan
merata, berkualitas dan terjangkau. Sebagian penduduk tidak dapat
menjangkau biaya pendidikan yang dirasakan masih mahal dan
pendidikan juga dinilai belum sepenuhnya mampu memberikan nilai
tambah bagi masyarakat sehingga pendidikan belum dinilai sebagai
bentuk investasi.
Berikut gambaran perkembangan pelayanan bidang pendidikan
sebagaimana tabel dibawah ini :
44
Tabel Aspek Pelayanan Umum Dalam Bidang Pendidikan Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Pendidikan Dasar
a. Angka Partisipasi Sekolah 86,64 % 89,60 % 88,36 % 89,21 % 89,76 % b. Rasio Ketersediaan Sekolah 4 % 4,14 % 4,2 % 4,27 % 4,30%
c. Rasio guru/murid 1:28 1:26 1:20 1:20 1:19 d. Rasio guru/murid per kelas rata-
rata 1:28:45 1:26:40 1:20:40 1:20:40 1:16:32
2. Pendidikan Menengah 1. APS 66,99 71,27 66,70 65,84 78,95 2. Rasio ketersediaan sekolah
terhadap penduduk usia sekolah 2,15 % 2,28 % 2,55 % 2,78 % 2,80%
3. Rasio guru terhadap murid 1:13 1:13 1:11 1:12 1:12 4. Rasio guru terhadap murid per
kelas rata-rata 1:13:40 1:13:40 1:11:40 1:12:34 1:12:34
5. Penduduk yang berusia > 15 tahun melek huruf (tidak buta aksara)
95,10 % 95,85 % 95,94 % 99,30 % 99,47 %
3. Fasilitas Pendidikan Sekolah pendidikan SD/MI kondisi
bangunan baik 2.349 2.375 2.398 2.487 2.401
Kondisi Sekolah SMP/MTs 1.662 1.683 1.699 1.711 1.761 Kondisi Sekolah SMA/SMK/ MA 1.005 1.021 1.039 1.056 1.087 4. PAUD Jumlah Siswa pada jenjang
TK/RA/Penitipan Anak Jumlah anak usia 4 – 6 Tahun x100%
74,68 % 74,77 % 74, 98 % 75,03 % 78,92 %
5. Angka Putus Sekolah 1. SD/MI
2. SMP/MTs 3. SMA/SMK/MA
151 344 527
105 287 486
63 281 302
32 22 30
31 21 18
6. Angka Kelulusan
1. Angka Kelulusan SD/MI 99,99 % 99,99 % 99,99 % 99,99 % 99,99 % 2. Angka Kelulusan SMP/MTs 86,60 % 90,33 % 90,06 % 90,03 % 94,76 % 3. Angka Kelulusan SMA/SMK/MA 89,31 % 94 % 89,69 % 90,77 % 96,47 % 4. Angka Melanjutkan dari SD/MI
ke SMP/MTs 101,89 % 101,97 % 101,98 %
102,12 % 101,25 %
5. Angka Melanjutkan dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA
110,24 % 110,72 % 110,86 % 110,97 % 111,12 %
6. Guru yang memenuhi Kualifikasi S1/D-IV
70,25 % 74,77 % 78,69 % 81,80 % 86,29 %
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Semarang, 2010 diolah
b. Kesehatan
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah
perilaku hidup sehat. Dilihat dari indikator aspek pelayanan kesehatan.
Pemerintah Kota Semarang, telah berupaya menyediakan fasilitas
45
kesehatan yang dari tahun ketahun semakin dapat menjangkau
pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat Kota Semarang. Kondisi
kinerja pembangunan bidang kesehatan selama 5 tahun (2005-2009)
dapat dilihat dari Ratio Puskesmas, Poliklinik, Pustu per 1000 penduduk
dari tahun 2005-2009 yang menunjukkan penurunan dari 0,20 tahun 2005
menjadi 0,19 pada tahun 2009. Ratio RS per 1000 satuan penduduk
menurun dari 0,16 pada tahun 2005 menjadi 0,15 pada tahun 2009, ratio
dokter persatuan penduduk meningkat dari tahun 2005 sebesar 1,05
menjadi 2,17 pada tahun 2009, ratio tenaga medis per 1000 satuan
penduduk meningkat dari 1,89 tahun 2005 menjadi 2,39 pada tahun 2009,
cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan telah mencapai
100%, cakupan pelayanan Puskesmas dari tahun 2005-2009 tetap
sebesar 231,25 %, Incident rate DBD per 100.000 penduduk tahun 2005
sebesar 164 menjadi 262,1 pada tahun 2009, Prevalensi HIV–AIDs per
10.000 penduduk yang beresiko tahun 2005 sebesar 1,17 menjadi 2,2
pada tahun 2009. Permasalahan pelayanan urusan kesehatan yang perlu
mendapat perhatian adalah menurunkan Incident rate DBD dengan
melibatkan seluruh komponen masyarakat. Berikut gambaran
perkembangan pelayanan umum bidang kesehatan selama 5 tahun
sebagaimana tabel dibawah ini :
Tabel Aspek Pelayanan Umum Dalam Bidang Kesehatan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Rasio Posyandu per satuan balita 12.51 12.40 12.68 12.60 12,60 2. Rasio Puskesmas, poliklinik, pustu
per satuan penduduk x 1000 0.20 0,19 0,21 0.18 0,19
3. Rasio RS per satuan penduduk x 1000
0,16 0,16 0.17 0.16 0,15
4. Rasio dokter per satuan penduduk 1.05 1.36 1.82 2.22 2.17
5. Rasio tenaga medis per satuan penduduk x 1000
1.89 2.00 2.06 2,37 2.39
6. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
58.50% 60.53% 61.77 % 72.89 % 96.65 %
7. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
90.31 % 97.29 % 90.17 % 92.15 % 96.65 %
8. Cakupan kelurahan UCI 79,10 % 76,84% 78,5% 91% 96,65%
9. Cakupan balita gizi buruk 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
46
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
mendapat perawatan 10. Penemuan dan penanganan
penderita penyakit TBC BTA 55.24 % 59 % 49 % 48 % 50 %
11. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin
- 9,95% 10,73% 3,84% 9,01%
12. Cakupan kunjungan bayi 92.90 % 94,39 % 92.90 % 106,8% 121 %
13. Cakupan puskesmas 231.25 % 231.25 % 231.25 % 231.25 % 231.25 %14. Cakupan pembantu puskesmas 19,77 % 19,77 % 19,77 % 20,33 % 20,33% 15. Incident Rate DBD/100.000
penduduk 164 130 198,4 360,8 262,1
16. Penemuan kasus TB BTA pos (CDR)
55 59 49 47 50
17. Kesembuhan penderita TB ATA pos (cure rate)
79 70 67 74 63
18. Klien klinik VCT test HIV 71,5 95,1 75,86 17 92 19. Prevalensi HIV – AIDS per 10.000
penduduk yang beresiko 1,17 1,15 1,3 2 2,2
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010 diolah
c. Pekerjaan Umum
Kondisi kualitas jalan terhadap panjang jalan selama 5 tahun terakhir
(2005-2009) menunjukkan perkembangan yang fluktuatif, ratio kondisi
jalan dalam keadaan baik terhadap jumlah panjang jalan tahun 2005
sebesar 44,87%, tahun 2006 sebesar 44,87%, tahun 2007 sebesar
61,02%, tahun 2008 menurun menjadi sebesar 43,83% , tahun 2009
sebesar 44,01%, perubahan kondisi kualitas jalan ini dipengaruhi oleh
perubahan iklim, dimana pada saat musim hujan banyak terjadi genangan
air. Selain itu juga akibat terjadinya rob khususnya di sepanjang jalan
daerah utara Kota Semarang. Persentase rumah tinggal bersanitasi tahun
2005 sebesar 30,25% menjadi 45,85% pada tahun 2009. Kondisi kinerja
pembangunan Sanitasi selama 5 tahun (2005-2009) dapat dilihat dari
presentase sanitasi rumah tinggal pada tahun 2006 sebesar 30,25%,
meningkat hingga mencapai 45,85%, pada tahun 2009. Rasio
pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk tahun 2005 sebesar
576,63 menjadi 694,55 tahun 2009, rasio rumah layak huni tahun 2005
sebesar 0,0024 menjadi 0,0070 pada tahun 2009. Luas kawasan kumuh
47
per luas wilayah selama tahun 2005-2008 menagalami peningkatan dari
sebesar 1,5 % menjadi 2,41%, namun turun pada tahun 2009 sebesar
1,66 %. Peningkatan luas kawasan kumuh lebih disebabkan oleh
menurunnya kualitas lingkungan akibat rob dan meningkatnya migrasi
penduduk yang tidak berketrampilan dari daerah/kota lain ke Kota
Semarang, sedangkan penurunan 1,66% dipengaruhi oleh adanya
program pemugaran rumah kumuh. Berikut gambaran pelayanan umum
bidang pekerjaan umum sebagaimana tabel dibawah ini :
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pekerjaan Umum Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik
44,87 % 44,87 % 61,02 % 43,83 % 44,01%
2. Rasio jaringan irigasi 3. Rasio tempat ibadah per
satuan penduduk 1,96 2,03 2,05 2,11 2,16 %
4. Persentase rumah tinggal bersanitasi
30,25 % 35 % 38,89 % 40,89 % 45,85 %;
5. Rasio TPU per satuan penduduk per 1000 penduduk
412,72 408,50 402,70 395,40 388,77
6. Rasio pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk
576,63 623,51 623,56 638,54 694,55
7. Rasio rumah layak huni 0,0024 0,0032 0,0047 0,0061 0,0070 8. Rasio permukiman layak huni 0,105 0,125 0,186 0,210 0,256 9.
Panjang jalan dilalui roda 4 2.762,62km
0,0019 2.762,62 0,0019
2.771,54 0,0019
2.778,29 0,0019
2.778,29
10. Panjang jalan kota dalam kondisi baik (>40 km/jam)
1.177,38 2.673,98
1.177,38 2.673,98
1.177,38 2.673,98
1.152,75 2.684,74
1.157,65 2.689,64
11. Sempadan sungai yang dipakai bangunan liar
40% 46% 49% 51% 52%
12. Drainase dalam kondisi baik/ pembuangan aliran air tidak tersumbat
49% 52% 53% 55% 57%
13. Pembangunan turap di wilayah jalan penghubung dan aliran sungai rawan longsor lingkup kewenangan kota
5 ha 5 ha 6 ha 6 ha 7 ha
14. Luas irigasi Kabupaten dalam kondisi baik
45% 48% 49% 49% 65%
15. Luas Kawasan Kumuh Luas Wilayah x100%
1,5 % 1,85 % 2 % 2,41 % 1,66 %
Sumber : Data Olahan Dinas Terkait, 2010
48
d. Perumahan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perumahan di Kota
Semarang selama periode 2005-2009 dihitung dari persentase jumlah
rumah tangga yang telah menggunakan air bersih terhadap jumlah
seluruh rumah tangga. Pada tahun 2005 sebesar persentase jumlah
rumah tangga yang telah menggunakan air bersih sebesar 12,63%
meningkat menjadi 12,96% pada tahun 2009. Persentase jumlah rumah
tangga yang memiliki sanitasi terhadap jumlah rumah tangga tahun 2005
sebesar 30,25% meningkat menjadi 48,85% pada tahun 2009.
Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik terhadap
jumlah rumah tangga tahun 2005 sebesar 89,24% meningkat menjadi
98,28% tahun 2009, jumlah rumah layak huni terhadap jumlah rumah
tahun 2005 sebesar 10,50% menjadi 25,60% pada tahun 2009.
Berikut gambaran perkembangan aspek pelayanan bidang perumahan
selama 5 tahun (2005-2009) sebagaimana tabel dibawah ini :
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perumahan
Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Jumlah rumah tangga pengguna air bersih / jumlah seluruh rumah tangga x 100%
12,63 % 12,28 % 12,74 % 12,85 % 12,96 %
2. Jumlah rumah tangga ber sanitasi / Jumlah seluruh rumah tangga x100%
30,25 % 35 % 38,89 % 40,89 % 48,85 %
3. Jumlah rumah tangga pengguna listrik / Jumlah seluruh rumah tangga x100%
89,24 % 92,90 % 97,7 % 98 % 98,28 %
4. Luas lingkungan permukiman kumuh/ Luas wilayah x 100%
1,5 % 1,85 % 2 % 2,41 % 1,66 %
5. Jumlah rumah layak huni/ Jumlah seluruh rumah x 100%
10,50 % 12,50 % 18,60 % 21 % 25,60 %
Sumber : Data Olahan Dinas Tata Kota & Perumahan Kota Semarang, 2010
49
e. Penataan Ruang
Kinerja pembangunan pelayanan urusan penataan ruang tahun 2005-
2009 dilihat dari ratio luas ruang terbuka hijau terhadap luas wilayah ber
Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan atau Hak Guna Bangun. Pada Tahun
2005 mencapai sebesar 1,1 dan mengalami penurunan menjadi 1,06
pada tahun 2009. Jumlah bangunan ber-IMB pada tahun 2005 sebesar
49,73% meningkat menjadi 55,01% pada tahun 2009. Persentase
tersebut terus meningkat secara signifikan hingga tahun 2009 sebesar
55,01 %. Hal ini menunjukan semakin tingginya kesadaran masyarakat
mematuhi regulasi pendirian bangunan dan semakin membaiknya
pelayanan yang diberikan pemerintah daerah. Namun demikian upaya
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kepatuhan terhadap
regulasi tataruang dan bangunan perlu diibangi dengan pelayanan
perijinan yang lebih baik. Berikut gambaran perkembangan pembangunan
pelayanan umum bidang penataan ruang selama periode 2005-2009
sebagaimana tabel berikut :
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Penataan Ruang
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Luas ruang terbuka hijau / Luas wilayah ber HPL/HGB
1,1
1,09
1,08
1,07
1,06
2. Jumlah bangunan ber – IMB / Jumlah bangunan
49,73 % 51,34 % 52,62 % 53,85 % 55,01 %
Sumber : Data Olahan Dinas Tata Kota & Perumahan Kota Semarang, 2010
f. Perencanaan Pembangunan Daerah
Kinerja pembangunan pelayanan umum bidang perencanaan
pembangunan daerah tahun 2005-2009 adalah tersusunnya draft RPJPD
pada tahun 2005 yang selanjutnya menjadi dokumen pembangunan
50
jangka panjang daerah 2005-2025 dan telah tetapkan dengan Peraturan
Daerah pada tahun 2009 dan tersedianya dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2005-2010 yang ditetapkan
dengan oleh Peraturan Daerah. Disamping itu juga dilihat dari
tersusunnya dokumen perencanaan jangka pendek yang berupa Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (tahunan) atau yang disingkat RKPD yang
ditetapkan dengan Peratuan Kepala Daerah. Tantangan ke depan adalah
menjaga konsistensi dan kesinambungan perencanaan dengan
implementasinya. Berikut gambaran kinerja perencanaan pembangunan
daerah selama 5 tahun (2005-2010) sebagaimna tabel dibawah ini :
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perencanaan Pembangunan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yg telah ditetapkan dgn PERDA Ada/ tidak
Draf Draf Draf Draf Draf
2. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn PERDA/PERKADA Ada/ tidak
Ada Ada Ada Ada Ada
3. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA Ada/ tidak
Ada Ada Ada Ada Ada
Sumber : Data Bappeda Kota Semarang, 2010
g. Perhubungan
Kinerja pembangunan pada pelayanan pada urusan perhubungan di Kota
Semarang selama periode 2005-2009 dilihat dari jumlah arus penumpang
angkutan umum selama 5 tahun yang mengalami penurunan dari
11.742.718 penumpang tahun 2005 menjadi 5.702.073 penumpang pada
tahun 2009. Penurunan jumlah penumpang lebih disebabkan adanya
pergeseran penggunaan moda angkutan umum ke angkutan pribadi .
51
Persentase jumlah angkutan darat dibanding jumlah penumpang
angkutan darat mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 9,30%
menjadi 11,01% pada tahun 2009, jumlah pelabuhan laut/udara/terminal
bus/stasiun KA tidak mengalami perubahan atau tetap sebanyak 7 buah.
Tantangan kedepan adalah bagaimana menyediakan pelayanan angkutan
masal yang murah, nyaman, aman dan tepat waktu agar kemacetan yang
disebabkan oleh banyaknya angkutan pribadi tidak terjadi.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perhubungan
Tahun
Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Jumlah arus penumpang angkutan umum
11.742.718 9.597.857 9.290.325 5.637.648 5.702.073
2. Rasio ijin trayek 0.0022 0.0026 0.0031 0.0028 0.0026
3. Jumlah uji kir angkutan umum
7.516 8.039 7.925 5.236 5.346
4. Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis
7 7 7 7 7
5. Jumlah angkutan darat / Jumlah penumpang angkutan darat x 100%
9,30% 9,60% 9,21 % 10,38 % 11,01 %
6. Kepemilikan KIR angkutan umum
4.218 3.775 3.742 3.755 3.683
7. Lama pengujian kelayakan angkutan umum (KIR)
2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam
8. Biaya pengujian kelayakan angkutan umum
Rp29,-
Rp29,- Rp29,- Rp29,- Rp29,-
9. Pemasangan Rambu-rambu
1414
1497 1683 2060 2239
Sumber : Data Olahan Dinas Perhubungan Kota Semarang, 2010
h. Lingkungan Hidup
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan lingkungan hidup di Kota
Semarang selama periode 2005-2009 diukur dari meningkatnya
persentase penanganan sampah tahun 2005 sebesar 69% menjadi 74%
52
pada tahun 2009; Jangkauan pelayanan pengelolaan sampah telah
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, dimana pada
tahun 2009 telah menjangkau 132 Kelurahan dari 177 Kelurahan atau
74,58 % wilayah kota, dengan kemampuan pengangkutan mencapai 72
% dari seluruh produksi sampah total Kota Semarang sebesar 3.675
m3/hari atau setara dengan 1.010 ton. Persentase penduduk berakses air
minum menurun dari 57,92% pada tahun 2005 menjadi 56,95% pada
tahun 2009. Semakin besarnya volume sampah yang dihasilkan oleh
masyarakat menuntut peranserta masyarakat untuk dapat memusnakan
sampah dengan cara yang ramah lingkungan demi memperpanjang usia
TPA. Berikut gambaran perkembangan pelayanan bidang lingkungan
hidup sebagaimana tabel berikut :
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Lingkungan Hidup
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Persentase penanganan sampah 69 % 70 % 71 % 72 % 74 %
2. Persentase Penduduk berakses air minum
57.92 % 56.95 % 56.99 % 57.02 % 56.95 %
3. Persentase Luas pemukiman yang tertata
28.29 % 32.08 % 37.58 % 39.08 % 45.02 %
4. Pencemaran status mutu air 20 % 30 % 40 % 50 % 60 %
5. Cakupan penghijauan wilayah rawan longsor dan Sumber Mata Air
15% 15% 15% 20 % 20 %
6. Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan amdal.
10 % 18 % 32 % 40 % 50 %
7. Tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk
57.66 % 62.35 % 62.35 % 63.85 % 69.46 %
8. Penegakan hukum lingkungan 52 % 28 % 34 % 35 % 63 %
Sumber: Data Olahan Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang, 2010
53
i. Pertanahan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pertanahan selama periode
2007-2009 diukur dari meningkatnya persentase luas lahan bersertifikat.
Pada tahun 2009 persentase luas lahan bersertifikat mencapai sebesar
72,81%. Jumlah penyelesaian kasus tanah negara pada tahun 2007
sebanyak 25 kasus , tahun 2008 sebesar 41 kasus dan tahun 2009
sebanyak 25 kasus, sedangkan jumlah penyelesaian ijin lokasi tahun
2007 sebanyak 9 ijin, tahun 2008 sebanyak 7 ijin dan tahun 2009
sebanyak 13 ijin. Antisipasi permasalahan kedepan adalah layanan
fasilitasi konflik pertanahan berkaitan dengan pelayanan tertib
administrasi di tingkat kelurahan.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pertanahan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Persentase luas lahan bersertifikat
- - 58% 60% 72.81%
2. Penyelesaian kasus tanah Negara
- - 59 41 25
3. Penyelesaian izin lokasi - - 9 7 13
Sumber : Data Olahan Kantor Pertanahan Kota Semarang, 2010
j. Kependudukan dan Catatan Sipil
Kinerja pembangunan pada pelayanan kependudukan dan Catatan Sipil
selama 5 tahun (2005-2009) adalah :
Ratio penduduk ber KTP per satuan penduduk tahun 2005 sebesar
92,02% meningkat menjadi 95% pada tahun 2009, ratio bayi berakte
kelahiran tahun 2005 sebesar 71,50% meningkat menjadi 74,77%,
kepemilikan akte kelahiran per 1000 penduduk tahun 2009 sebesar
87,12% meningkat menjadi 96,68% pada tahun 2009. Peningkatan kinerja
kependudukan dan catatan sipil lebih dipengaruhi oleh kesadaran
penduduk yang disebabkan makin mudahnya pelayanan administrasi
54
kependudukan dan terlaksananya kebijakan kependudukan yang serasi
antara kebijakan kependudukan nasional dengan kebijakan
kependudukan Kota Semarang.
Berikut gambaran perkembangan pelayanan kependudukan dan catatan
sipil sebagaimana tabel berikut :
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang
Kependudukan dan Catatan Sipil
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Rasio penduduk berKTP per satuan penduduk
92,02% 92,02%
92,02%
95,2%
95 %
2. Rasio bayi berakte kelahiran 71,50% 74,77% 78,42%
82,88%
87,12 %
3. Rasio pasangan berakte nikah
100% 100% 100%
100%
100 %
4. Kepemilikan KTP 92,00% 92,00% 92,00%
95,21%
97,95%
5. Kepemilikan akta kelahiran per 1000 penduduk
87,12% 87,18% 87,18%
83,6%
96,68%
6. Ketersediaan database kependudukan skala provinsi Ada/tidak ada
ada ada
ada
ada
ada
7. Penerapan KTP Nasional berbasis NIK Sudah/belum
belum belum belum
belum
belum
Sumber : Data Olahan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Semarang, 2010
k. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak selama periode 2005-2009 pada masing-masing
indikator sebagaimana tabel berikut.
55
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah
15,5% 15,5% 15,5% 15,5% 15,5%
2. Partisipasi perempuan di lembaga swasta
75% 80% 85% 90 % 90 %
3. Rasio KDRT 0 0 0 0,16 % 0,65 %
5. Partisipasi angkatan kerja perempuan
(TPAK/ Tk. Partisipasi Angk Kerja)
47,72
46,94
47,48
56,92
60,62
6. Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan
0 0 0 60 191
Sumber : Data Olahan BapermasPP & KB Kota Semarang, 2010
Pembangunan pada urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak selama 5 (lima) tahun terakhir mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dilihat dari angka partisipasi perempuan yang terus meningkat sejak tahun
2005 sebesar 75% menjadi 90% pada tahun 2009, serta indeks partisipasi
angkatan kerja perempuan yang juga meningkat dari 47,72 pada tahun
2005 menjadi 60,62 pada tahun 2009. Hal ini juga ditunjang juga dengan
pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di tingkat Kota dan di 4
(empat) PPT Kecamatan pada tahun 2009, pada tahun 2010 bertambah
2 (dua) PPT Kecamatan dan diharapkan pada tahun 2012 di semua
Kecamatan sudah terbentuk PPT, untuk dapat membantu menyelesaikan
persoalan korban kekerasan terhadap perempuan.
56
l. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan keluarga berencana dan
keluarga sejahtera selama periode 2005-2009 pada masing-masing
indikator sebagaimana tabel berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Rata-rata jumlah anak per keluarga
2,85 2,80 2,78 2,75 2,50
2. Cakupan peserta KB aktif 78,81 % 78,81 % 78,91 % 78,93 % 78,95 %
3. Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I
127.559 122.029 114.275 115.643 111.480
Sumber : Data Olahan BapermasPP & KB Kota Semarang, 2010
Pembangunan dalam urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera
mengalami peningkatan yang cukup baik, terlihat dari indikator jumlah
anak per keluarga yang semakin menurun dari 2,85 menjadi 2,50 dalam 5
tahun terakhir artinya jumlah anak dalam setiap keluarga terdiri dari 2 – 3
anak dan peserta aktif yang meningkat dari 78,81 % pada tahun 2005
menjadi 78,95 % pada tahun 2009. Hal ini memberikan pengaruh yang
positif dalam menekan laju pertumbuhan penduduk sehingga akan
semakin rendah juga jumlah keluarga pra sejahtera dan sejahtera I. Hal
ini dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pemberdayaan dan
ketahanan keluarga secara menyeluruh terutama dalam kemampuan
pengasuhan dan penumbuhkembangan anak, dan peningkatan kualitas
lingkungan keluarga melalui pengembangan akses terhadap kualitas
hidup keluarga: ekonomi, kesehatan, pendidikan, parenting (beyond family
planning) dan menggalang kemitraan dengan masyarakat, swasta dan
profesi/perguruan tinggi. Permasalahan kedepan yang harus ditangani
secara serius adalah meningkatkan cakupan keluarga berencana agar
mampu menekan laju pertumbuhan penduduk.
57
m. Sosial
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan sosial selama periode
2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Sosial
Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Sarana sosial seperti panti asuhan, panti jompo dan panti rehabilitasi
75 75 124 97 103
2. PMKS yg memperoleh bantuan sosial
1.250 1.300 1.400 1.563 1.971
3. Penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial
3.150 3.168 3.210 3.261 4.357
Sumber : Data Olahan Dinas Sosial dan Olah Raga Kota Semarang, 2010
Pembangunan pelayanan sosial di Kota Semarang selama 5 (lima) tahun
terakhir mengalami peningkatan. Sarana sosial yang semula berjumlah 75
di tahun 2005 meningkat menjadi 103 di tahun 2009 dan saat ini terus
diupayakan penanganannya oleh Pemerintah Kota. Demikian pula
penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial dari tahun 2005
sebanyak 3.150 menjadi 4.357 di tahun 2009. Namun demikian hasilnya
belum mampu menekan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) termasuk di dalamnya adalah anak jalanan. Permasalahan
PMKS yang terus berkembang diantaranya disebabkan oleh persoalan
tuntutan kehidupan yang semakin berat, disamping persoalan kemiskinan.
Oleh karena itu penanganan persoalan sosial harus dilakukan secara
komprehensif dan terintegrasi.
58
n. Ketenagakerjaan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan ketenagakerjaan selama
periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel
berikut
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Ketenagakerjaan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009 1. Angka partisipasi angkatan
kerja
61,17 % 61,43 % 61,69 % 61,95 % 62,21 %
2. Angka sengketa pengusaha-pekerja per tahun
129 83 91 100 82
315 kasus
218 kasus
258 kasus
286 kasus
256 kasus
3. Tingkat partisipasi angkatan kerja
63,45 % 65,78 % 62,52 % 64,27 % 64,75 %
4. Pencari kerja yang ditempatkan
4.470 5.532 7.311 8.975 8.449
5. Tingkat pengangguran terbuka 35,68 % 35,62 % 11,39 % 11,48 % 14,96 %
6. Keselamatan dan perlindungan
14,90 % 15,60 % 20,40 % 25 % 26,20 %
109 perush
123 perush
166 perush
212 perush
237 perush
7. Perselisihan buruh dan pengusaha terhadap kebijakan pemerintah daerah
100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
Sumber : Data Olahan Disnakertrans Kota Semarang, 2010
Jumlah angka partisipasi angkatan kerja di Kota Semarang pada 5 (lima)
tahun terakhir mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk dari tahun 2005 sebesar 61,17% menjadi 62,21% pada
tahun 2009. Tingkat partisipasi angkatan kerja juga mengalami kenaikan
seiring dengan meningkatnya partisipasi angkatan kerja yaitu sebesar
63,45% pada tahun 2005 menjadi 64,75% di tahun 2009, sedangkan
59
konflik antara buruh dan pengusaha terhadap kebijakan Pemerintah Kota
Semarang dapat terselesaikan dengan baik terlihat dari menurunnya
jumlah kasus sengketa pengusaha-pekerja dari 315 kasus di tahun 2005
menurun menjadi 256 kasus pada tahun 2009. Kedepan, upaya fasilitasi
penciptangan lapangan kerja melalui pelatihan ketrampilan dan
kewirausahaan terus ditingkatkan termasuk rencana fasilitasi hubungan
industrial yang bisa memberikan solusi saling menguntungkan antara
pengusaha dan pekerja, sehingga terwujud hubungan industrial yang
harmonis.
o. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan koperasi, usaha kecil dan
menengah selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator
sebagaimana tabel berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Persentase koperasi aktif 55,06 % 63,55 % 65,30 % 75,05 % 75 %
2. Jumlah UKM non BPR/LKM UKM
36 76 140 231 346
3. Jumlah BPR/LKM 2 2 2 2 2
4. Usaha Mikro dan Kecil 1.240 1.315 8.112 9.162 10.176
Sumber : Data Olahan Dinas Koperasi & UKM Kota Semarang
Prosentase koperasi aktif di Kota Semarang mengalami kenaikan dari
55,06% pada tahun 2005 menjadi 75% pada tahun 2008 dan pada tahun
2009 Kota Semarang telah ditetapkan sebagai Kota Kota Penggerak
Koperasi.
Jumlah UKM non BPR/LKM UKM mengalami kenaikan selama kurun
waktu 5 tahun, peningkatan yang terjadi setiap tahun rata-rata hampir
mencapai 100 %. Demikian juga dengan perkembangan usaha mikro dan
60
kecil. Sehingga hal tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi
yang produktif, karena adanya pertumbuhan dan iklim usaha mikro dan
kecil yang membaik dan kondusif. Kenyataan menunjukan bahwa pada
saat terjadi krisis ekonomi, usaha kecil dan mikro lebih resisten dibanding
perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Hal-hal inilah yang akan terus
dijaga dan ditingkatkan melalui rencana-rencana fasilitasi permodalan
yang mampu mengembalikan koperasi sebagai soko guru perekonomian
masyarakat yang tidak hanya aktif namun juga benar sehat sehingga
mampu menjaga pertumbuhan ekonomi terutama dari pengembangan
usaha mikro dan kecil.
p. Penanaman Modal
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan penanaman modal selama
periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel
berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Penanaman Modal Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Jumlah investor di Kota Semarang (Penanaman Modal)
1.560 1.950 2.056 2.160 2.253
2. Jumlah nilai investasi (Rupiah)
500.914.298.068 1.218.842.970.113 1.350.746.170.600 1.540.210.674.000 1.748.936.779.411
3. Rasio daya serap tenaga
kerja *) 0,93 0,98 1,00 1,60 1,97
4.
Penanaman Modal (Jumlah tenaga kerja)
orang
4.601 6.961 7.086 11.341 13.977
5.
Kenaikan / penurunan
Nilai Realisasi PMDN (Rupiah)
216.470.910.000 1.099.581.246.897 1.191.875.230.000 2.518.121.150.000 2.874.612.497.411
Sumber : Data Olahan BPPT Kota Semarang, 2010
61
Jumlah investor dan investasi selama 5 tahun telah mengalami kenaikan.
Peningkatan tersebut didukung dengan adanya layanan One Stop Service
(OSS) yang memberikan kemudahan dalam mengurus perijinan
disamping keamanan yang kondusif, infrastruktur meningkat lebih baik,
dan promosi investasi. Kesemuanya itu akan berdampak pada
meningkatnya rasio daya serap tenaga kerja.. Upaya peningkatan
investasi kedepan, adalah perlunya dukungan peraturan yang jelas
mengenai insentif investasi yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah
guna memacu pertumbuhan investasi. Dengan demikian perwujudan
Semarang sebagai kota perdagangan dan jasa akan lebih mampu
bersaing dengan daerah lain dalam menarik minat investor dalam maupun
luar negeri.
q. Kebudayaan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kebudayaan selama
periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel
berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kebudayaan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Penyelenggaraan festival seni dan budaya
45 45 45 45 46
2. Sarana penyelenggaraan seni dan budaya
55 55 55 55 55
3. Benda, Situs dan Kawasan Cagar Budaya yang dilestarikan
174 174 174 174 174
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 2010 (data diolah)
Penyelenggaraan festival seni dan budaya dari tahun 2005 sampai 2008
jumlahnya tetap sebanyak 45 event kegiatan, hanya pada tahun 2009
bertambah 1 (satu) event kegiatan. Kota Semarang telah memiliki sarana
penyelenggaraan seni dan budaya sebanyak 55 buah dari tahun 2005
62
sampai tahun 2009. Benda, situs dan kawasan cagar budaya yang
dilestarikan ada 174 buah antara lain 4 kawasan sejarah budaya dan 170
buah bangunan, yang terdiri dari bangunan budaya sebanyak 3 buah,
bangunan tempat ibadah sebanyak 24 buah, bangunan kesehatan
sebanyak 3 buah, bangunan Perkantoran 46 buah, bangunan
Pemerintahan sebanyak 13 buah, bangunan pendidikan sebanyak 11
buah, bangunan pengangkutan sebanyak 3 buah, bangunan rumah
tinggal sebanyak 56 buah, dan bangunan lainnya sebanyak 11 buah.
Tantangan kedepan diperlukan kegiatan-kegiatan yang lebih bisa
mempromosikan kota Semarang sebagai tempat tujuan wisata, tidak lagi
hanya sebagai tempat singgah sementara. Selain itu perbaikan dan
penyempurnaan di bidang sarana penyelenggaraan kesenian juga
diperlukan dalam mendukung bentuk promosi tersebut. Sedangkan
pelestarian benda maupun bangunan cagar budaya dilakukan agar lebih
bisa menonjolkan ciri dan landmark kota Semarang dengan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan.
r. Pemuda dan Olahraga
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pemuda dan olahraga
selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana
tabel berikut.
Tabel 2.36 Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pemuda dan Olahraga
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Jumlah organisasi pemuda 34 34 34 34 47
2. Jumlah organisasi olahraga 3 3 3 3 3
3. Jumlah kegiatan kepemudaan 2 5 5 5 7
4. Jumlah kegiatan olahraga 6 6 9 15 19
5. Lapangan olahraga 0,058 0,068 0,067 0,065 0,064*)
Sumber : Data Olahan Dinsospora Kota Semarang, 2010
63
Dari tabel tersebut diatas, menggambarkan penyelenggaraan
pembangunan pemuda dan olahraga selama lima tahun terakhir
mengalami pertumbuhan yang membaik. Dilihat dari jumlah organisasi
pemuda dan jumlah kegiatan olahraga juga mengalami peningkatan
sampai dengan tahun 2009. Jumlah organisasi pemuda dari 34 di tahun
2005 menjadi 47 di tahun 2009. Untuk jumlah kegiatan kepemudaan dan
kegiatan olah raga masing-masing meningkat dari 2 kegiatan menjadi 7
kegiatan kepemudaan dan dari 6 kegiatan menjadi 19 kegiatan olah raga
dalam 5 tahun terakhir ini. Namun dilihat dari sarana olah raga, rasio
sarana dan prasarana olah raga semakin menurun. Hal ini dikarenakan
jumlah lapangan olah raga yang cenderung tidak bertambah dibanding
dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Permasalahan kedepan berkaitan
dengan pelayanan olah raga dan kepemudaan adalah upaya pembinaan
dini terhadap pemuda melalui pendekatan institusional baik melalui
institusi pendidikan, sekolah dan pramuka maupun institusi kepemudaan
seperti KNPI dan Karang Taruna. Sedangkan untuk ketersediaan sarana
dan prasarana olah raga dengan standar nasional saat ini masih terbatas
dan belum terkelola dengan baik. Oleh karena itu upaya yang dilakukan
yaitu dengan perbaikan dan peningkatan sarana yang ada serta
pembangunan pusat olah raga (Sport center) yang baru.
s. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kesatuan bangsa dan
politik dalam negeri selama periode 2005-2009 pada masing-masing
indikator sebagaimana tabel berikut :
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam
Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Kegiatan Pembinaan terhadap 214 174 134 94 54
64
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
LSM, Ormas dan OKP
2. Kegiatan pembinaan politik daerah
18 kgt
16 kgt
14 kgt
12 kgt 6 kgt
Sumber :Badan Kesbangpolinmas data diolah, 2010
Keberhasilan pembangunan demokrasi telah berhasil memantapkan
peran masyarakat terutama dari sisi kemandirian organisasi baik
LSM,Ormas maupun OKP. Dari tabel diatas, pelayanan urusan kesatuan
dan politik dalam negeri tersebut menggambarkan bahwa peran
pemerintah semakin tahun semakin menurun. Persoalan kedepan adalah
bagaimana membangun senergitas seluruh kekuatan LSM, Ormas dan
OKP yang ada untuk bersama-sama membantu pemerintah Kota
Semarang dalam mewujudkan visi dan misi sesuai dengan kompetensi
masing-masing.
t. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan
Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian.
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan otonomi daerah,
pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawaian dan persandian selama periode 2005-2009 pada masing-
masing indikator sebagaimana tabel berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah,
Kepegawaian dan Persandian Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Rasio jumlah Polisi Pamong Praja per 10.000 penduduk
0.85 1.76 2.36 2.27 2.20
2. Jumlah Linmas per Jumlah 10.000 Penduduk
31.17 32.09 32.85 33.45 35.22
3. Rasio Pos Siskamling per jumlah desa/kelurahan
7.28 7.32 7.35 7.51 7.68
65
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
4. Sistem informasi Pelayanan Perijinan dan adiministrasi pemerintah (Ada tidak)
tidak tidak ada ada ada
5. Penegakan PERDA 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
6. Cakupan patroli petugas Satpol PP
23 orang 125 x
57 orang 180 x
50 orang 125 x
57 orang 224 x
154 orang 600 x
7. Petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) di Kota
4.425
4.602
4.779
4.956
5.310
8. Cakupan pelayanan bencana kebakaran Kota Semarang
0,0011% 0,0011% 0,0010% 0,0011% 0,0011%
9. Tingkat waktu tanggap Jumlah ketepatan waktu tindakan pemadam kebakaran
15 menit
20%
15 menit
14,68%
15 menit
17%
15 menit
13,66%
15 menit
11,9%
Sumber : Bappeda (data di olah 2009)
Tabel di atas, menggambarkan bahwa kondisi aspek pelayanan umum
dalam Bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi
Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian
dapat dilihat dari rasio Polisi Pamong Praja, Linmas maupun pos kamling
yang menunjukan peningkatan. Rasio jumlah Linmas meningkat dari
31,17 pada tahun 2005 menjadi 35,22 di tahun 2009. Sistem Informasi
Pelayanan Perijinan dan Administrasi Pemerintah sudah mulai
diberlakukan sejak 3 tahun terakhir, telah menunjukkan perkembangan
yang positif bila dilihat dari jumlah pengaduan yang masuk. Namun
demikian, kedepan diperlukan pelayanan yang tidak mengedepankan
aspek represif tetapi lebih ke tindakan preventif.
u. Ketahanan Pangan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan ketahanan pangan selama
periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel
berikut.
66
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Ketahanan Pangan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009 1. Ketersediaan pangan
utama (kg/1.000 pdduk)
- - 84.451 101.732 108.844
Sumber:Kantor Ketahanan Pangan tahun 2010 (data diolah)
Kota Semarang telah memiliki beberapa regulasi tentang ketahanan
pangan baik dalam bentuk Peraturan Walikota, Surat Keputusan Walikota
dan Surat Edaran Walikota. Peraturan Walikota Semarang No. 4 Tahun
2009 tentang Pembentukan Dewan Ketahanan Pangan Kota Semarang
tanggal 25 Maret 2009. Surat Walikota Semarang No. 501/908 tanggal 30
Maret 2009 perihal Penumbuhan Cadangan Pangan Pemerintah
Kelurahan.
Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa ketersediaan pangan utama
mengalami peningkatan yang signifikan dengan rata-rata pertahunnya
adalah 13,7%. Walaupun dilihat dari ketersediaan pangan utama
menunjukan peningkatan yang positif, namun antisipasi kedepan
diperlukan upaya serius untuk membudayakan penganekaragamana
makanan sebagai upaya subtitusi dari pangan utama.
v. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pemberdayaan masyarakat
dan desa di Kota Semarang selama periode 2005-2009 pada masing-
masing indikator sebagaimana tabel berikut.
TabelAspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. LPM Berprestasi 2 3 3 4 5
2. PKK aktif 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
67
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
3. Posyandu aktif 99,57 % 99,72 % 99,72 % 99,86 % 100 %
4. Swadaya Masyarakat terhadap Program pemberdayaan masyarakat
80 85 85 90 100
5. Pemeliharaan Pasca Program pemberdayaan masyarakat
95 80 90 95 100
Sumber : Data Olahan BapermasPP & KB Kota Semarang, 2010
Dari tabel di atas dijelaskan bahwa kinerja pelayanan umum dalam bidang
pemberdayaan masyarakat dan desa dapat dilihat dari kinerja LPM,PKK
dan Posyandu Aktif. Jumlah Posyandu aktif sampai dengan tahun 2009
telah menunjukan kinerja optimal. Dukungan Swadaya Masyarakat
terhadapat Program pemberdayaan masyarakat dan Pemeliharaan Pasca
Program pemberdayaan masyarakat pada tahun 2009 juga telah
mencapai 100%. Salah satu akibat dari meningkatnya program tersebut
adalah meningkatnya lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) yang
berprestasi dengan kenaikan rata-rata 2,7%. Jumlah LPM yang
berprestasi diharapkan terus meningkat dikarenakan swadaya masyarakat
terhadap program pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan akan
terus dioptimalkan.
w. Statistik
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan statistik selama periode
2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Statistik
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Buku ”kabupaten dalam angka”
Ada/Tidak
ada ada ada ada ada
68
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
2. Buku ”PDRB kabupaten”
Ada/Tidak
ada ada ada ada ada
Sumber : BPS Kota Semarang, 2010
Dari tabel urusan statistik diatas menggambarkan bahwa dokumen-
dokumen yang tersedia dari tahun ke tahun tetap ada. Namun demikian,
diperlukan tambahan kelengkapan data dan informasi terutama untuk
data-data yang bersifat khusus dan olahan.
x. Kearsipan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kearsipan selama periode
2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.
TabelAspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kearsipan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Pengelolaan arsip secara baku
100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
2. Peningkatan SDM pengelola kearsipan
1 keg 2 keg 2 keg 3 keg 4 keg
Sumber : Data Olahan Kantor Perpustakaan Daerah dan Arsip Kota Semarang, 2010
Tabel tersebut di atas menggambarkan bahwa tatakelola kearsipan
semakin meningkat baik dilihat dari pengelola kearsipan maupun
peningkatan SDM. Selaras dengan perkembangan teknologi, pengelolaan
arsip harus dapat mengantisipasi arsip berujud digital, sehingga dapat
diakses secara online oleh masyarakat yang lebih luas.
y. Komunikasi dan Informatika
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan komunikasi dan informatika
di Kota Semarang selama periode 2005-2009 pada masing-masing
indikator sebagaimana tabel berikut.
69
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Komunikasi dan Informatika
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Jumlah jaringan komunikasi 51 / 1 53 / 1 59 / 1 62 / 1 75 / 1
2. Rasio wartel/warnet terhadap penduduk
0.39 0.33 0.33 0.31 0.26
3. Jumlah surat kabar nasional/lokal
10 10 10 10 11
4. Jumlah penyiaran radio/TV lokal
Radio : 34 Tv : 15
34 15
34 15
36 15
38 15
5. Web site milik pemerintah daerah
tidak ada ada ada ada
6. Pameran/expo 2 7 7 7 7
Sumber : Data Olahan Bag. Humas Setda Kota Semarang, 2010
Dari tabel tersebut diatas menggambarkan bahwa jaringan komunikasi,
penyiaran radio/TV lokal, website milik Pemerintah Kota semakin
meningkat hal ini untuk menunjang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses program dan
kegiatan Pemerintah Kota. Harapan kedepan perlu ditingkatkan kualitas
komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat termasuk
didalamnya adalah upaya pencitraan positif kota semarang.
z. Perpustakaan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perpustakaan selama
periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel
berikut.
70
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perpustakaan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Jumlah perpustakaan 131 147 150 152 156
2. Jumlah pengunjung perpustakaan per tahun (orang)
7.269 19.923 25.673 33.354 36.382
3. Koleksi buku yang tersedia di perpustakaan daerah (buah)
2.539 12.810 7.758 10.390 7.611
Sumber : Data Olahan Kantor Perpustakaan & Arsip Kota Semarang, 2010
Dari tabel tersebut diatas menggambarkan bahwa rata – rata jumlah
perpustakaan dari tahun ke tahun meningkat 4,5%. Seiring dengan makin
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya baca,
jumlah pengunjung di perpusatakaan meningkat dengan rata-rata 22,6%
pertahun. Namun demikian peningkatan tersebut belum mampu
diimbangi oleh layanan penyediaan buku. Kedepan Perpustakaan akan
dikembangkan dengan penerapan teknologi informasi sesuai tuntutan
masyarakat.
2. Fokus Layanan Urusan Pilihan
a. Pertanian
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pertanian selama periode
2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pertanian
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal lainnya per hektar (ton)
6.121 5.321 6.248 4.937
7.899
2. Kontribusi sektor pertanian/perkebunan terhadap PDRB
Hb: 1.27% Hk: 1.28%
1.21 % 1.25 %
1.20 % 1.21 %
1.15 % 1.19 %
1.15 % *) 1.16 % *)
71
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
3. Kontribusi sektor pertanian (palawija) terhadap PDRB
Hb: 0,57% Hk: 0,56%
0,54 % 0,54 %
0,53 % 0,53 %
0,50 % 0,52 %
0,50 % 0,52 %
4. Kontribusi sektor perkebunan (tanaman keras) terhadap PDRB
Hb: 0,08% Hk: 0,07%
0,07 % 0,07 %
0,07 % 0,07 %
0,07 % 0,07 %
0,07 % 0,07 %
5. Kontribusi Produksi kelompok petani terhadap PDRB
100% 100% 100% 100%
100%
6. Cakupan bina kelompok petani 0,00% 0,00% 0,00% 2,618% 7,059%
Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang 2009
Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal mencapai kenaikan
rata-rata sebesar 10, 8% dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Sebaliknya
Kontribusi sektor pertanian baik pertanian/perkebunan, palawija, tanaman
keras dan produksi kelompok tani terhadap PDRB selama kurun waktu 5
tahun terakhir relatif agak mengalami penurunan. Hal tersebut merupakan
akibat perubahan fungsi lahan pertanian menjadi permukiman sebagai
akibat berkembangnya sebuah kota. Upaya untuk terus mempertahankan
budi daya pertanian dilakukan dengan meningkatkan cakupan pembinaan
kelompok tani. Cakupan bina kelompok tani yaitu kelompok tani yang
mendapatkan bantuan dari pemerintah kota. Jumlah kelompok tani yang
mendapatkan bantuan dari tahun 2008 sebanyak 2,618% meningkat
menjadi 7,059% pada tahun 2009. Diharapkan program bina kelompok
petani akan terus ditingkatkan dalam upaya untuk dapat meningkatkan
produktivitas dan kontribusinya terhadap PDRB.
b. Kehutanan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kehutanan selama periode
2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut :
72
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kehutanan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis
8,14% 22,05% 17,02% 19,27% 80,65%
2. Kerusakan Kawasan Hutan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
3. Kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB
Hb: 0.005 % Hk: 0.005 %
0.005 % 0.005 %
0.004 % 0.005 %
0.004 % 0.005 %
0.004 % 0.005 %
Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang 2009
Sebagaimana wilayah perkotaan yang lain, kontribusi sektor kehutanan
terhuadap PDRB pasti relatif kecil. Namun demikian upaya untuk
melakukan konservasi dan rehabilitasi hutan khususnya hutan rakyat akan
terus dilakukan. Pada tahun 2008-2009 mengalami peningkatan yang
signifikan hingga 80,65%. Salah satu upaya nyata untuk mendorong
adalah pelaksanan program Konservasi Lahan Semarang Atas dan
Pengentasan Kemiskinan (KLSAPK).
c. Energi dan Sumber Daya Mineral
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan energi dan sumberdaya
mineral selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator
sebagaimana tabel berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Energi
dan Sumber Daya Mineral
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Kontribusi sektor pertambangan thd PDRB
HB: 0.20 %
HK: 0.18 %
0.20 %
0.17 %
0.19 %
0.17 %
0.18 %
0.16 %
0.17 %
0.16 %
Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang, 2009
73
Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB dari tahun 2005 hingga
tahun 2009 mengalami penurunan. Kondisi ini terjadi dikarenakan
kegiatan pertambangan khususnya bahan tambang galian C memang
sedikit-demi sedikit dikurangi aktivitasnya.
d. Pariwisata
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pariwisata selama periode
2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pariwisata
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Kunjungan wisata
1.141.323 1.255.005 1.457.554 1.465.105 1.633.042
2. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB
0.18 % 0.18% 0.18 % 0.18 % 0.18 %
Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto 2008, BPS Kota Semarang
Kunjungan wisatawan terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2005
sebanyak 1.141.323 wisatawan meningkat menjadi 1.633.042 wisatawan
pada tahun 2009. Keadaan ini tercipta karena meningkatnya semakin
banyaknya event kegiatan pariwisata maupun kegiatan bisnis. Kunjungan
wisata akan terus meningkat seiring dengan membaiknya kualitas sarana
prasarana, obyek maupun destinasi wisata yang menarik dan terintegrasi.
e. Kelautan dan Perikanan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kelautan dan perikanan
selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana
tabel berikut.
74
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kelautan dan Perikanan
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Produksi perikanan 103 % 101,95 % 101,83 % 112 % 106 %
2. Konsumsi ikan 100,3 % 100 % 99,7 % 100,2% 99,8%
3. Cakupan bina kelompok nelayan
37,5 % 25 % 37,5 % 62,5 % 100 %
4. Produksi perikanan laut 81,8 % 92,2 % 94,7 % 112 % 98,9%
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikananan Kota Semarang, 2010
Produktivitas perikanan selama lima tahun terahir menunjukan hasil yang
positif, walaupun ada masa-masa dimana terjadi penurunan produksi.
Capaian kinerja pelayanan bidang perikanan kelautan tidak lepas dari
upaya Dinas Perikanan dan Kelautan dalam membina kelompok-
kelompok nelayan yang ada. Tantangan ke depan adalah bagaimana
menjaga kelestarian sumber daya hayati perikanan agar dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran nelayan tanpa merusak
lingkungan termasuk di dalamnya adalah upaya antisipasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim yang terjadi.
f. Perdagangan
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perdagangan selama
periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel
berikut.
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perdagangan
Tahun
No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
1. Kontribusi sektor Perdagangan thd PDRB
HB: 29.25 % HK: 31.03 %
28.10 % 30.27 %
28.30 % 30.28 %
28.87 % 30.83 %
28.30 % *) 30.81 % *)
75
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
2. Ekspor Bersih Perdagangan (US$)
432.282.189,55
435.577.008,5
324.310.674,24 185.215.570,57 923.854.533,95
3. Cakupan bina kelompok pedagang/usaha informal
39% 45% 66% 27% 21%
Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang 2009 Data Olahan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang
Meningkatnya eksport perdagangan tidak lepas dari kinerja pelayanan
urusan perdagangan. Hasil tersebut tampak dari besarnya kontribusi
sektor perdagangan terhadap PDRB yang rata-rata mencapai 30 % dari
harga konstan. Berbagai layanan kemudahan eksport yang didukung
sarana prasarana yang mencukupi menjadikan urusan perdagangan
mampu menjadi unggulan. Pelayanan dukungan promosi maupun
peningkatan kualitas produk unggulan terus dilakukan seiring dengan
persaingan global yang makin tajam. Persoalan urusan perdagangan
adalah bagaimana Kota Semarang mampu menjadikan kota perdagangan
sehingga mampu merebut peluang sebagai pusat ekspor barang .
g. Perindustrian
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perindustrian selama
periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel
berikut :
Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perindustrian
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
1. Kontribusi sektor Industri terhadap PDRB
HB26.96 %
HK:27.84%
26.85 %
27.60 %
25.83 %
27.55 %
25.13 %
27.33 %
24.66 %
27.08 %
2. Kontribusi industri rumah tangga
3,8 % 3,6 % 3,9 % 3,9 % 3,9 %
76
Tahun No Indikator
2005 2006 2007 2008 2009
terhadap PDRB sektor Industri
3. Pertumbuhan Industri.
13,6 % 2,6 % 10,6 % 5,9 % 0,17 %
4. Cakupan bina kelompok pengrajin
29% 38% 47% 34% 26%
Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang 2009 Data Olahan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang
Kinerja pelayanan sektor perdagangan sebenarnya tampak dari seberapa
besar cakupan bina kelompok pengrajin. Semakin besar cakupan bina
kelompok pengrajin maka akan semakin besar pula kontribusi sektor
industri terhadap PDRB. Sektor industri merupakan sektor unggulan yang
memberikan kontribusi besar terhadap PDRB. Oleh karena itu layanan
pengembangan industri harus tetap dilaksanakan dengan tetap
mengedepankan tumbuhnya iklim investasi yang kondusif dengan
memperbesar cakupan industry kecil menengah serta ramah lingkungan.
h. Transmigrasi
Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan transmigrasi selama
periode 2005-2009 tidak menghasilkan kinerja mengingat sejalan dengan
berkembangnya semangat otonomi daerah, minat masyarakat untuk
mengikuti transmigrasi tidak ada walaupun upaya untuk melakukan
dorongan dan motivasi terus dilakukan.
77
IV. ASPEK DAYA SAING
Daya saing merupakan kemampuan sebuah daerah untuk menghasilkan barang
dan jasa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup masyarakat. Daya saing
daerah di Kota Semarang dapat dilihat dari aspek kemampuan ekonomi daerah,
fasilitas wilayah atau infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya manusia.
1. Kemampuan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi
pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tidak akan banyak membawa tingkat kesejahteran masyarakat manakala
pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat
sedangkan masyarakat lain tidak menikmati. Kemampuan ekonomi juga dapat
dilihat dari produktivitas pada masing-masing sektor lapangan usaha PDRB
Kota Semarang. Produktivitas sektor PDRB dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan sebesar 14,69 % per tahun.
Tabel Aspek Daya Saing bidang Kemampuan Ekonomi Daerah
2007 2008 2009
Produktivitas daerah setiap sektor
1. Pertanian 321.780 365.094 414.238
2. Pertambangan dan Penggalian 52.326 57.062 62.227
3. Industri Pengolahan 7.147.347 7.883.532 8.695.545
4. Listrik 487.538 532.279 581.126
5. Bangunan 4.445.307 5.414.829 6.595.804
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.480.617 8.635.562 9.968.821
7. Pengangkutan dan Komunikasi 2.762.149 3.073.387 3.419.695
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perush 772.160 889.126 1.023.810
9. Jasa 3.155.016 3.664.861 4.257.096
Uraian
Sumber : Semarang Dalam Angka th. 2009
78
Dari tabel tersebut, kontribusi sektor usaha terbesar terhadap PDRB Kota
Semarang adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor Industri
Pengolahan serta sektor usaha bangunan. Pada tahun 2009 kontribusi
masing-masing sektor usaha tersebut adalah sebagai berikut : Perdagangan,
Hotel dan Restoran sebesar 29,86 %, industri pengolahan sebesar 24,52 %,
dan sektor bangunan sebesar 19,27%. Hal tersebut menggambarkan bahwa
aktivitas ekonomi masyarakat Kota Semarang didominasi oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor
bangunan. Sektor perdagangan dan jasa inilah yang akan kembangkan
sebagai aktivitas utama warga masyarakat.
2. Fasilitasi Wilayah/Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur akan meningkatkan mobilitas manusia dan barang
antar daerah dan antara kabupaten/kota, yang meliputi fasilitas transporlasi
(jalan, jembatan, pelabuhan), fasilitas kelistrikan, fasilitas komunikasi, fasilitas
pendidikan, dan fasilitas air bersih. Tersedianya infrastruktur yang memadai
merupakan nilai tambah bagi perwujudan pembangunan suatu kota.
a. Aksesbilitas Daerah
Kota Semarang selain merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah, juga
merupakan jalur perlintasan dari wilayah barat (Jakarta) menuju wilayah
Timur (Surabaya) dan Selatan (Jogyakarta) atau sebaliknya sehingga Kota
Semarang merupakan penopang jalur distribusi perekonomian Jawa
Tengah. Kondisi infrastruktur merupakan unsur penting yang perlu
mendapatkan perhatian agar dapat berfungsi dengan optimal.Dalam
mendukung aksesibilitas, Kota Semarang memiliki panjang jalan yang
semakin meningkat dalam 5 tahun terakhir ini yaitu 2.762,62 km tahun 2005
menjadi 2.778,29 km pada tahun 2009. Daya saing lainnya di bidang
Sarana prasarana perhubungan adalah dimilikinya pelabuhan udara/laut,
terminal bus, stasiun kereta api yang mampu menghubungkan seluruh kota
di Indonesia.
79
Tabel Aspek Daya Saing bidang Aksesibilitas Daerah
2005 2006 2007 2008 2009
1. Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan 0,0040 0,0037 0,0034 0,0032 0,0030
- Panjang jalan 2.762,62 2.762,62 2.771,54 2.778,29 2.778,29
- Jumlah kendaraan 695.168 751.407 810.034 867.901 919.699 2. Jumlah orang/penumpang terangkut angkutan umum
- orang terangkut 13.593.860 11.659.645 11.811.089 8.168.046 9.058.197
- barang terangkut 6.025.208 6.501.749 7.142.156 7.333.082 7.507.390
3. Jumlah orang.barang melalui dermaga/bandara/ terminal - Dermaga
- orang 297.833 367.257 363.847 427.503 392.498
- barang 6.009.231 6.482.575 7.122.774 7.314.341 7.487.270
- Bandara
- orang 1.155.234 1.379.552 1.367.280 1.370.012 1.626.706
- barang 15.977.228 19.173.996 19.382.115 18.741.442 20.120.479
- Terminal
- orang 8.900.278 6.704.832 7.122.511 3.252.281
UraianTahun
Sumber : Data Olahan Dinhubkominfo Kota Semarang, 2010
b. Penataan wilayah
Sebagaimana Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, penataan
wilayah Kota Semarang terbagi menjadi kawasan yang berfungsi lindung
dan kawasan yang berfungsi budidaya. Kawasan Lindung, meliputi
kawasan yang melindungi kawasan di bawahnya, kawasan lindung
setempat dan kawasan rawan bencana. Kawasan yang melindungi
kawasan di bawahnya adalah kawasan-kawasan dengan kemiringan >40%
yang tersebar di wilayah bagian Selatan. Kawasan lindung setempat adalah
kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan waduk, dan
sempadan mata air. Kawasan lindung rawan bencana merupakan kawasan
yang mempunyai kerentanan bencana longsor dan gerakan tanah.
Kawasan Budidaya, merupakan kawasan yang secara karakteristik wilayah
dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah. Kawasan yang
dikembangkan berdasarkan potensi dan karakteristik wilayah adalah
sebagai berikut :Kawasan Perdagangan dan Jasa, Kawasan Permukiman,
perdagangan dan Jasa, Kawasan Pendidikan, Kawasan Pemerintahan dan
Perkantoran, Kawasan Industri, Kawasan olahraga, Kawasan Wisata
/Rekreasi, Kawasan perumahan dan permukiman, Kawasan pemakaman
80
Umum, Kawasan Khusus dan Kawasan Terbuka Non Hijau. Namun seiring
dengan pesatnya perkembangan pembangunan Kota terdapat kompensasi
yang tak bisa dihindari dalam tata guna lahan, yaitu tingginya ratio
perubahan alih fungsi lahan. Hal ini ditandai dengan timbulnya pusat-pusat
kegiatan baru seperti kawasan industri, perdagangan/jasa dan tumbuhnya
kawasan-kawasan permukiman daerah pinggiran kota.
c. Ketersediaan air bersih
Penyediaan dan pengelolaan air bersih di Kota Semarang pada saat ini
terbagi ke dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem jaringan perpipaan yang
dikelola oleh PDAM dan sistem non perpipaan yang dikelola secara mandiri
oleh penduduk. Untuk pelayanan dengan sistem perpipaan meliputi hampir
seluruh kecamatan-kecamatan di Kota Semarang, kecuali Kecamatan Mijen
dan Kecamatan Gunungpati, Pemanfaatan air tanah (non perpipaan),
khususnya di Kota Semarang bagian bawah, seharusnya dihindarkan untuk
menghindarkan dampak lingkungan yang terjadi. Sistem jaringan perpipaan
di Kota Semarang ini pelayanan dan pengelolaannya dilakukan oleh PDAM
dengan cakupan pelayanan 15 kecamatan dari 16 kecamatan yang ada di
Kota Semarang. Daya saing ketersediaan air besih akan semakin membaik
dengan selesainya pembangunan waduk jatibarang.
Tabel Aspek Daya Saing
bidang Ketersediaan Air Bersih
2005 2006 2007 2008 2009
Persentase RT menggunakan air
bersih
33,08 32,01 32,74 31,52 29,05
- Pemakaian Air Bersih RT 32.962.642 32.676.827 34.042.026 34.277.257 34.277.257
- RT berlangganan PDAM 112.915 112.650 115.358 117.844 120.204
- Jumlah RT 341.314 351.881 352.369 373.920 413.806
UraianTahun
Sumber : Data Olahan Kantor PDAM Kota Semarang, 2010
81
d. Fasilitas listrik dan telepon
Perkembangan jaringan telekomunikasi beberapa tahun terakhir cukup
menggembirakan, terlihat dengan banyaknya satuan sambungan yang
dipasarkan kepada masyarakat. Jika dilihat dari sebaran tiap kecamatan
yang ada, maka jaringan telepon telah menjangkaunya seluruh kelurahan
yang ada di tiap kecamatan. Ketersediaan daya listrik sangat
memungkinkan bagi pengembangan investasi.
Tabel Aspek Daya Saing bidang Fasilitas Listrik dan Telepon
2005 2006 2007 2008 2009
Rasio ketersediaan daya listrik
- Daya listrik terpasang (semua gol tarif) 789,384,776 828,093,447 872,034,107 872.034.017*) 872.034.017*)- Kebutuhan
Prosentase RT yang menggunakan listrik 85% 85% 86% 81% 73%
- RT yang menggunakan listrik 290,377 299,682 301,687 301.687*) 301.687*)
- Jumlah RT 341,314 351,881 352,369 373,920 413,806
Prosentase penduduk yang menggunakan
HP/Telpon - 58,12/56,10 64,79/35,11 74,65/31,93 -
UraianTahun
Sumber : Kota Semarang Dalam Angka Tahun 2009, BPS Kota Semarang
e. Ketersediaan Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Tersedianya fasilitas hotel dan restoran merupakan capaian kinerja daya
saing bidang perdagangan dan jasa. Pertumbuhan Hotel darn Restoran
baru yang terjadi selama ini merupakan salah satu bahwa pertanda bahwa
potensi ekonomi masyarakat masih akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Tabel Aspek Daya Saing Ketersediaan Perdagangan dan Jasa
2005 2006 2007 2008 2009
1. Restoran 29 29 29 29 29
2. Rumah Makan 102 102 102 109 109
3. Café 14 14 14 19 19
UraianTahun
4. Hotel Berbintang 28 28 28 28 28
5. Hotel non Bintang 56 53 53 53 51
Sumber : Data Olahan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Semarang, 2010
82
3. Fasilitas Iklim Berinvestasi
Daya tarik investor untuk memanamkan modalnya sangat dipengaruhi
faktor-faktor seperti tingkat suku bunga, kebijakan perpajakan dan regulasi
perbankan, sebagai infrastruktur dasar yang berpengaruh terhadap
kegiatan investasi. Iklim investasi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain yang mendorong berkembangnya investasi antar lain fasilitas
keamanan dan ketertiban wilayah, kemudahan proses perjinan, dan
ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.
a. Keamanan dan Ketertiban
Secara umum kondisi keamanan dan ketertiban sampai dengan tahun 2009
relatif kondusif bagi berlangsungnya aktivitas masyarakat maupun kegiatan
investasi. Berbagai tindakan kejahatan kriminalitass, unjuk rasa dan mogok
kerja yang merugikan dan mengganggu keamanan dan ketertiban
masyarakat dapat ditanggulangi dengan sigap oleh apratur pemerintah.
Situasi tersebut juga didorong oleh pembinaan keamanan dan ketertiban
masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga
keamanan lingkungannya.
Tabel Aspek Daya Saing bidang Iklim Berinvestasi
2005 2006 2007 2008 2009
1. Angka Kriminalitas
- Jumlah Kriminalitas 195 139 117 107 108 - Pertikaian antar warga 6 2 5 - - 2. Jumlah Demo - Unjuk rasa (politik & ekonomi) 258 43 102 60 119
- Mogok kerja 5 2 1 0 0
UraianTahun
Sumber : 8 Kel. Data Pengembangan SIPD, BPS Kota Semarang 2010
b. Kemudahan Perijinan
Faktor pendukung yang sangat erat kaitannya dalam melakukan
investasi adalah prosedur dan tata cara perolehan ijin atau pengurusan
ijin untuk berinvestasi. Proses perijinan dalam berinvestasi dilaksanakan
83
dengan pelayanan perijinan satu pintu (One Stop Services), melalui
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Semarang. Kepastian
prosedur, waktu dan keamanan perijinan merupakan kinerja utama
pelayanan investasi..
Dengan kemudahan perijinan berinvestasi diharapkan akan menarik
minat investor dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan
modalnya di Kota Semarang.
c. Pengenaan Pajak Daerah
Penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) salah satunya berasal dari
Pos Pajak Daerah yang pelaksanaannya mendasarkan pada Peraturan
perundang-udangan yang berlaku.
Perkembangan penerimaan pajak selama tahun 2005 sampai dengan 2009
mengalami pertumbuhan yang meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
22% per tahun. Pada tahun 2005 penerimaan pajak daerah sebanyak
Rp. 295.920.738.676,- dampai dengan tahun 2009 menjadi sebesar
Rp. 619.479.144.948,-. Sedangkan jenis dan klasifikasi pengenaan pajak
daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang No. 10
Tahun 2007 tentang Biaya Pemungutan Pajak Daerah. Upaya penyesuaian
terhadap regulasi yang baru mutlak segera dilakukan agar daya saing di
bidang pajak mampu segera diakomodasi. Secara rinci penerimaan
pendapatan asli daerah (PAD) kota Semarang selama kurun waktu lima
tahun sebagaimana table berikut.
84
Tabel Aspek Daya Saing bidang Pengenaan Pajak Daerah
2005 2006 2007 2008 2009
1. Pajak Daerah
- Pajak daerah 814.120.538 1.366.490.201 366.062.375 22.188.743.528 23.000.974.050 - Pajak Restoran 1.019.522.341 1.503.299.089 851.025.259 21.089.741.652 24.811.040.343 - Pajak Reklame 69.447.500 406.369.250 844.883.420 16.824.197.531 16.063.853.958 - Pajak Penerangan Jalan 3.745.012.698 524.412.058 2.315.059.197 76.597.927.551 82.814.660.277 - Pajak Pengambilan Bahan Galian C 81.772 1.664.008 506.600 112.046.400 100.156.400
- Pajak Parkir 8.765.290 2.621.280 - 23.562.679.011 2.780.941.510 - Pajak Hiburan 216.517.585 - - 4.084.858.928 4.933.660.602 2. Retribusi Daerah - Rtribusi dari Dinas Pendidikan 876.789.000 936.695.000 1.052.019.500 1.182.304.000 -
- Retribusi dari Dinas Kesehatan 4.317.853.905 4.718.060.581 4.850.286.317 3.713.280.772 3.631.995.000 - Retribusi RSUD 11.587.381.768 4.718.060.581 2.557.968.300 25.056.418.577 27.687.010.044 - Retribusi DPU 101.591.850 2.497.638.750 2.948.722.100 3.150.935.971 - - Retribusi DTKP 16.210.006.810 60.360.233.500 3.784.757.660 18.624.074.995 14.816.299.082 - Retribusi Dinas Kebakaran 27.263.000 28.032.500 18.405.000 34.731.000 39.145.000 - Retribusi Pertamanan 327.154.450 6.360.233.500 120.987.500 12.343.349.200 - - Retribusi BLH 100.825.000 112.110.000 121.915.000 138.540.000 185.930.000 - Retribusi Kebersihan 5.418.004.083 5.531.580.553 5.653.347.500 5.822.427.925 5.952.604.012 - Retribusi Dispenduk Capil 2.895.956.000 35.697.633.500 3.600.275.500 5.822.427.925 5.952.604.012 - Retribusi Dinas Budaya Pariwisata 898.825.700 1.058.437.250 1.929.031.510 3.232.390.683 2.524.391.800
- Retribusi Dinas Pasar 7.971.795.472 7.941.473.889 6.175.306.020 9.824.245.886 12.097.540.723 - Retribusi Dinas Perhubungan - Tempat Khusus Parkir 499.565.000 496.062.000 513.649.000 466.661.000 519.859.000 - Tempat Terminal 432.722.250 326.183.300 365.299.300 362.020.300 333.390.200 - Tempat Pengujian Kendaraan 4.332.963.200 4.621.849.110 2.231.698.300 4.824.373.600 4.214.514.490 - Parkir tepi jalan umum 979.729.158 1.350.543.669 5.962.280.950 1.940.869.900 1.583.697.100 - Retribusi Sekda 771.304.782 909.630.400 1.057.862.600 6.236.699.235 - - Retribusi Disospora - - - - 2.112.665.250 - Retribusi PSDA - - - - 78.700.000
- Retribusi Bina Marga - - - - 2.997.110.965 - Retribusi PJPR - - - - 12.669.944.300 3. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak - PBB 58.923.184.632 69.709.767.169 86.909.685.684 101.063.831.233 110.326.958.196 - BPHTB 42.525.163.172 52.558.654.386 59.103.394.867 81.242.908.408 80.697.709.086 - PPH OPDN & Pasal 21 25.316.551.632 25.054.215.226 31.363.363.113 45.449.289.132 25.037.115.402 - PPH Ps 25/29 - - - 870.685.527 30.433.825.506 - SDA - 957.947.262 1.399.541.725 1.279.583.733 1.095.964.143 - BahanBakar Kendaraan Bermotor 23.010.132.337 45.913.232.705 43.740.013.891 48.978.502.712 56.054.576.939
- Pajak Kendaraan Bermotor 82.522.507.751 78.270.526.071 51.775.744.654 59.224.119.299 63.168.610.815 - Bagi Hasil P2AP - 504.533.464 699.851.293 793.675.343 758.696.743
295.920.738.676 414.438.190.252 322.312.944.135 606.138.540.957 619.476.144.948
UraianTahun
Sumber : Data Olahan DPKAD Kota Semarang, 2010
4. Sumber Daya Manusia
Jumlah penduduk suatu daerah bisa jadi merupakan asset manakala
kualitas tenaga kerja yang tersedia sama dengan lapangan kerja yang
tersedia. Struktur dan Komposisi penduduk berdasarkan rasio
ketergantungan penduduk semarang masih sangat ideal. Sedangkan dari
sisi kualitas sumber daya manusia, dengan banyaknya perguruan tinggi dan
85
lembaga-lembaga ketrampilan yang ada, akan mampu menopang
kebutuhan pasar. Secara umum daya saing sumber daya manusia dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel Aspek Daya Saing bidang Sumber Daya Manusia
2005 2006 2007 2008 2009
1. Penduduk < 15 dan > 64 tahun 370,234 373,024 378,709 385,983 392,565
2. Penduduk 15 - 64 tahun 1,050,184 1,061,001 1,075,885 1,095,661 1,114,359
Rasio Ketergantungan 35.25% 35.16% 35.20% 35.23% 35.23%
UraianTahun
sumber : Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang 2009
top related