120474279-obstruksi-laring
Post on 24-Oct-2015
49 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.
1.1. Latar Belakang
Saluran napas dapat mengalami obstruksi (sumbatan). Obstruksi saluran napas
atas adalah kegagalan sistem pernapasan dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
akibat sumbatan pada saluran napas bagian atas (dari hidung sampai percabangan
trakea). Obstruksi saluran napas atas ini sering menyebabkan gagal napas.1
Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien
tidak dapat bernapas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang
kerongkongannya seperti mencekik (choking), agitasi, panik dan napas yang tersengal-
sengal dan diikuti sianosis. Selanjutnya akan terjadi gagal napas diikuti dengan
hilangnya kesadaran apabila sumbatan tidak segera ditangani akan menyebabkan
kematian pada waktu 2-5 hari.1
Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian diantaranya adalah perasaan
tercekik, tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disfoni. Kemungkinan juga terjadi
retraksi dinding interkosta dan supraklavikula. Kegagalan respirasi bisa berlangsung
cepat dan berkembang menjadi obstruksi/sumbatan komplet. Letargi, dan hilangnya
kesadaran merupakan tanda akhir dari hipoksemia. Bradikardia dan hipotensi
merupakan pertanda ancaman terjadinya gagal jantung. Oleh sebab itu penatalaksanaan
yang cepat dan identifikasi yang tepat mengenai penyebab obstruksi saluran napas atas
dapat menyelamatkan orang yang sedang mengalami obstruksi saluran napas. 1
1.2. Batasan Masalah
Clinical Science Session ini membahas mengenai anatomi dan fisiologi laring,
etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan obstruksi (sumbatan) pada
laring yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, tumor laring baik berupa tumor jinak
ataupun tumor ganas, benda asing (corpus aleinum), alergi (edema angioneurotik), dan
kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan Clinical Science Session bertujuan untuk mengetahui etiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan obstruksi (sumbatan) pada laring.
2
1.4. Metode Penulisan
Clinical Science Session ini merupakan tinjauan kepustakaan yang dirujuk dari
berbagai literatur.
1.5. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan Clinical Science Session ini adalah untuk mengetahui dan
memahami manifestasi klinis dari obstruksi laring dengan berbagai etiologi sehingga
dapat didiagnosis secara dini serta dapat ditatalaksana dengan cepat dan tepat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.
2.1. Anatomi dan Fisiologi Laring
2.1.1. Anatomi
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas
dan terdapat sepanjang vertebra servikalis IV - VI. Bentuknya menyerupai limas
segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas
atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal
kartilago krikoid.2
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang
permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh
tendo-tendo dan otot-otot. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago
epiglotis, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, dan
kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh
ligamentum krikotiroid.2
Gambar 1. Anatomi Laring
4
Gambar 2. Kartilago tritisea
Rongga Laring
Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang
yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah epiglotis,
batas belakang ialah, tuberkulum kornikulata Santorini dan insisura
interaritenoidea, batas lateralnya adalah plika ariepiglotika dan tuberkulum
kuneiformis.2
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika
ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut
rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu
vestibulum laring, glotik, dan subglotik.2
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis dan plika
ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni. Daerah
subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.2
Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang disebut
konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah terjadi
edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama.2
5
Gambar 3. Aditus Laring, batas-batas laring; tampak dorsal
2.1.2. Fisiologi
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, serta
fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis
secara bersamaan. Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis.
Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.
Sedangkan dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea
dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang
berasal dari paru dapat dikeluarkan.2
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka
(abduksi). Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-
bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga
sebagai alat pengatur sirkulasi darah.2
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis, dan
mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke
dalam laring. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara
serta menentukan tinggi rendahnya nada.2
6
2.2. Obstruksi Laring
Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebabkan oleh
infeksi, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor jinak ataupun ganas,
alergi (edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral.2,5
Obstruksi jalan napas yang jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan penyakit
paru obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea ditandai dengan meningakatnya usaha
ventilasi untuk mempertahankan batas normal ventilasi alveolus sampai terjadi
kelelahan. Pada pasien yang lelah, kematian terjadi dalam beberapa menit atau jam
setelah usaha ventilasi maksimal tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolus yang
normal.2,3
2.2.1. Infeksi Laring (Croup)
a. Definisi
Croup adalah suatu penyakit infeksi laring yang berkembang cepat,
menimbulkan stridor dan obstruksi jalan nafas. Walaupun dapat terjadi pada
usia berapapun, bahkan pada dewasa, croup terutama menyerang pada anak di
bawah usia 6 tahun. Croup dapat dibedakan menjadi laringitis supraglotis
(epiglotitis) akut dan laringitis subglotis akut. Meskipun keduanya dapat
bersifat akut dan berat, namun epiglotitis cenderung lebih hebat, seringkali
berakibat fatal dalam beberapa jam ( 6-12 jam) tanpa terapi. Sedangkan
perjalanan penyakit dari langiritis subglotis akut berlangsung dalam beberapa
hari (2-3 hari) hingga beberapa minggu.4
b. Etiologi
Pada supraglotitis akut etiologinya seringkali. Sedangkan pada langiritis
subglotis akut etiologinya seringkali adalah virus.4
c. Manifestasi Klinis
Secara klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien
gelisah, cemas, stridor, retraksi dan sianosis namun terdapat beberapa
perbedaan ringan. Anak dengan epiglotitis cenderung duduk dengan mulut
terbuka dan dagu mengarah ke depan, tidak serak dan cenderung tidak
disertai dengan batuk croupy, namun kemungkinan besar mengalami disfagia.
Karena nyeri untuk menelan, maka anak cenderung mengiler. Disfagia pada
epiglotitis dapat merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat
7
perluasan inflamasi sepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi
telah menyebabkan pembengkakan epiglotis yang nyata.3,4
Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk
croupy (menggonggong) dan kering. Serangan batuk biasanya terjadi pada
malam hari. Tidak ada gejala disfagia dan mengiler. Makin berat penyakit
pasien, terjadi peningkatan stridor yang disertai dengan cekungan
supraklavikula, interkosta dan daerah epigastrium. Masa inspirasi memanjang
dan kemudian mengi pada ekspirasi akan timbul. Anak tampak sangat
membutuhkan udara dan hipoksia, dengan wajah cemas, gelisah, menolak
makan dan minum serta berbicara. Sianosis mungkin terjadi pada kasus yang
berat.3,4
d. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan penemuan klinis dan riwayat
perjalanan penyakit. Pada epiglotitis, foto Rontgen jaringan lunak leher dapat
memperlihatkan pembengkakan yang khas pada daerah supraglotik
memenuhi saluran nafas. Sedangkan pada laringitis subglotis akut foto
Rontgen lateral leher akan memperlihatkan penyempitan di infraglotik.
Gambar 4. Epiglotis normal Gambar 5. Epiglotitis
Apusan dan biakan dari sekret laring harus dilakukan untuk
menentukan organisme penyebab. Manfaatnya sedikit untuk perencanaan
terapi awal, tetapi berguna jika organisme tersebut resisten terhadap terapi
awal itu. Pada laringitis subglotis akut, kadar serum antibodi mungkin
8
menolong untuk mendiagnosis adanya infeksi virus, terutama bila terdapat
kenaikan titer.3
e. Penatalaksanaan
Anak-anak ini harus segera ditangani tanpa menunggu di bagian gawat
darurat atau radiologi. Pemberian cairan intravena dimulai untuk mencegah
dehidrasi dan pengeringan sekret. Udara dingin dan lembab juga perlu
diberikan, sebaiknya dengan uap air berukuran partikel terkecil. Terapi
antibiotik terhadap Haemophilus dan Staphylococcus dimulai sambil
menunggu hasil biakan. Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda, karena
secara klinis sulit untuk membedakan jenis croup dan perjalanan penyakit
dapat sangat cepat. Steroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengurangi
inflamasi.4
Pasien perlu diamati secara cermat dan dipertimbangkan untuk
trakeostomi atau intubasi. Indikasi bantuan pernapasan adalah kemunduran
meskipun telah diberikan kelembaban, antibiotik dan steroid. Pemantauan
croup termasuk denyut nadi, frekuensi pernapasan, derajat kegelisahan dan
kecemasan, penggunaan otot asesorius pada pernapasan, derajat sianosis,
derajat retraksi dan kemunduran pasien secara menyeluruh. Jika pasien dapat
tidur, bantuan jalan napas tidak diperlukan. Sebaliknya, frekuensi pernapasan
diatas 40 kali/menit, denyut nadi diatas 160 kali/menit, dan kegelisahan serta
retraksi yang makin hebat mengindikasikan perlunya bantuan pernapasan.
Jika anak kolaps, gunakan respirator ambu bertekanan positif untuk memaksa
oksigen melalui jalan napas yang edematosa.4
2.2.2. Trauma Laring
a. Definisi
Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam
akibat luka sayat, luka tusuk,dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah
leher selain dapat merusak struktur laring juga menyebabkan cedera pada
jaringan lunak seperti otot, saraf, pembuluh darah, dll. Hal ini sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai pompa air,
leher membentur dash board dalam kecelakaan mobil, tertendang atau
terpukul waktu berolah raga bela diri, berkelahi, dicekik, atau usaha bunuh
9
diri dengan menggantung diri (strangulasi) atau seseorang pengendara motor
terjerat tali di jalan (clothesline injury).
b. Etiologi
Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:
1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi
trakeostomi atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan
endoskopi, intubasi endotrakea, atau pemasangan pipa nasogaster).
2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan
kimia (cairan alkohol, amoniak, natrium hipoklorit, dan lisol) yang
terhirup.
3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.
4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vokal abuse)
misalnya akibat berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara
keras.2
c. Patofisiologi
Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika
ariepiglotika dan plika ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa di
daerah ini mudah membengkak. Selain itu mukosa faring dan laring mudah
robek, yang akan diikuti dengan terbentuknya emfisema subkutis di daerah
leher. Infeksi sekunder melalui robekan ini dapat menyebabkan selulitis,
abses, atau fistel.2
Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan
dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma,
nekrosis tulang rawan, dan perikondritis yang mengakibatkan penyempitan
lumen laring dan trakea. Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik,
yang diikuti oleh infeksi sekunder, dapat menimbulkan terbentuknya jaringan
granulasi, fibrosis, dan akhirnya stenosis.2
d. Manifestasi Klinis
Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24
jam pertama. Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin
menghebat atau timbul mendadak sesudah trauma merupakan tanda adanya
10
sumbatan jalan napas. Gejala-gejala berikut menunjukkan adanya kelainan
pada struktur laring:
1) meningkatnya obstruksi jalan napas dengan adanya sesak napas (dispnoe)
2) disfonia atau afonia
3) batuk
4) hemoptisis dan hematemesis
5) nyeri pada leher
6) disfagia dan odinofagia.
Gejala awal mungkin disertai dengan tanda-tanda klinis berikut:
1) deformitas leher
2) emfisema subkutis
3) nyeri tekan laring
4) krepitasi tulang.2,3
Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat
kelainan pita suara akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau
parese pita suara.
Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea,
atau fraktur tulang-tulang rawan laring hingga mengakibatkan udara
pernapasan akan keluar dan masuk ke jaringan subkutis leher. Emfisema leher
dapat meluas sampai ke daerah muka, dada, dan abdomen dan pada perabaan
terasa sebagai krepitasi kulit.2
Hemoptisis dan hematemesis dapat terjadi akibat laserasi mukosa
jalan napas dan bila jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan napas.
Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka tusuk, luka sayat, luka tembak,
maupun luka tumpul. Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia (nyeri menelan)
dapat timbul akibat ikut bergeraknya laring yang mengalami cedera pada saat
menelan.2,3
Gejala luka tertutup tergantung pada berat ringannya trauma. Pada
trauma ringan gejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan, waktu
batuk, dan waktu bicara. Di samping itu mungkin terdapat disfonia, tetapi
belum terdapat sesak napas.Pada trauma berat dapat terjadi fraktur dan
dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa laring. Sehingga menyebabkan
gejala sumbatan jalan napas (stridor dan dispnea), disfonia atau afonia,
11
hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia serta emfisema yang
ditemukan di daerah leher, muka, dada, dan mediastinum.2
e. Diagnosis
Terdapatnya salah satu manifestasi klinik di atas merupakan dasar
perkiraan adanya trauma yang berat dan merupakan indikasi untuk melakukan
pemeriksaan laringoskopi indirek, laringoskopi langsung dan bronkoskopi
untuk menentukan adanya edema,hematoma, mukosa dan tulang rawan yang
bergeser dan paralisis pita suara. Rontgen foto leher dan dada harus dilakukan
untuk mendeteksi adanya fraktur laring dan trauma trakea.2,3
Diagnosis luka terbuka di laring dapat ditegakkan dengan adanya
gelembung-gelembung udara pada daerah luka, oleh karena udara yang keluar
dari trakea. Berbeda dengan luka terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring
lebih sulit. Diagnosis ini penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah
perlu dilakukan eksplorasi atau cukup dengan pengobatan konservatif dan
observasi saja.2,3
f. Penatalaksanaan
Sebagai terapi awal pada trauma laring akut ialah dengan
mempertahankan aliran udara adekuat, mungkin diperlukan tindakan
trakeostomi. Kemudian dilanjutkan dengan penilaian terhadap trauma dan
menentukan apakah terapi definitif harus dilakukan dengan segera atau perlu
ditunda, yang tergantung pada keadaan klinisnya.2
Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi
laring, misalnya oleh pisau, celurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien
dengan luka terbuka pada laring meninggal sebelum mendapat pertolongan,
oleh karena perdarahan atau terjadinya asfiksia. Penatalaksanaan luka terbuka
pada laring terutama ditujukan pada perbaikan saluran napas dan mencegah
aspirasi darah ke paru. Tindakan yang segera harus dilakukan ialah
trakeostomi dengan menggunakan kanul trakea yang memakai balon,
sehingga tidak terjadi aspirasi darah. Tindakan intubasi endotrakea tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan kerusakan struktur laring yang lebih
parah. Setelah trakeostomi barulah dilakukan eksplorasi untuk mencari dan
mengikat pembuluh darah yang cedera serta memperbaiki struktur laring
12
dengan menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek.Untuk mencegah
infeksi dan tetanus dapat diberikan antibiotika dan serum anti tetanus.2
g. Komplikasi
Komplikasi trauma laring dapat terjadi apabila penatalaksanaanya
kurang tepat dan cepat. Komplikasi yang dapat timbul antara lain:
1. Terbentuknya jaringan parut dan terjadinya stenosis laring
2. Paralisis nervus rekuren
3. Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut, dan
stenosis laring dan trakea.2
2.2.3. Tumor Laring
a. Jenis
Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, adenoma, kondroma,
mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan neurofibroma. Papiloma
laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak frekuensinya. Papiloma
pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis infantil atau tumbuh
pada usia pertengahan. Kedua keadaan ini dapat berubah jadi karsinoma sel
skuamosa. Perubahan ke arah keganasan terjadi khusus pada penderita yang
sebelumnya pernah mendapat radioterapi.2
b. Manifestasi Klinis
Gejala khasnya berupa disfonia dan apabila papiloma telah menutup rima
glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor yang dapat bertambah hebat
sampai terjadi sumbatan total jalan napas.2,5
Tumor ini terlihat pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik.
Dapat pula di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya
seperti buah murbei, berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan.
Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan
perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini ialah sering tumbuh lagi setelah
diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang.2
13
c. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laring langsung, biopsi
serta pemeriksaan patologi-anatomik. 2
Gambar 6. Papiloma Laring
Gambar 7. Karsinoma sel skuamosa pada laring
d. Penatalaksanaan
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan sinar laser.
Oleh karena sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali.
Kadang-kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma tumbuh lagi. Terapi
terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai sekarang etiologinya
belum diketahui dengan pasti. Tidak dianjurkan memberikan radioterapi, oleh
karena papiloma dapat berubah menjadi ganas. 2
Pada tumor ganas laring setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan,
maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3
cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat
sitostatika ataupun kombinasinya tergantung pada stadium penyakit dan keadaan
umum pasien. Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk
14
mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium
4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim
untuk mendapatkan radiasi. Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis
ataupun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, yang sering dilakukan
adalah laringektomi totalis karena beberapa pertimbangan, sedangkan
laringektomi parsial jarang dilakukan, karena teknik sulit untuk mentukan batas
tumor. Selain itu dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke
kelenjar limfa leher. Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal
pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk,
disamping harga obat ini yang relatif mahal, sehingga tidak terjangkau oleh
pasien.2
Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis
yang paling baik di antara tumor-tumor daerah traktur aero-digestivus, bila
dikelola dengan tepat, cepat dan radikal. 2
Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring
menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring
beserta pita suara yang ada di dalamnya, maka pasien akan menjadi afonia dan
bernapas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu diperlukan rehabilitasi
terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat
memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni
rehabilitasi suara agar pasien dapat berbicara, sehingga berkomunikasi verbal.
Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni
semacam vibrator yang ditempelkan di daerah sub mandibula, ataupun dengan
suara yang dihasilkan dari esofagus (esophageal speech) melalui proses belajar.
Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi suksesnya rehabilitasi suara ini, yakni
faktor fisik dan faktor psiko-sosial. 2
2.2.4. Corpus Alienum
a. Definisi
Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar
tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing
yang berasal dari luar tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk
melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh, disebut
benda asing endogen.2
15
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing
eksogen padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan (yang berasal
dari tumbuh- tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka binatang) dan zat
anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen
cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda
cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.2
Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan
darah, nanah, krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion,
mekonium dapat masuk ke dalam napas saluran bayi pada saat proses
persalinan.2
b. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam
saluran napas antara lain, faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan,
kondisi sosial, tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi yang normal,
(antara lain keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme), proses menelan
yang belum sempurna pada anak, ukuran dan bentuk serta sifat benda asing.
Faktor kecorobohan, (antara lain meletakan benda asing dimulut, makan atau
minum tergesa-gesa, makan sambil bermain (pada anak), memberikan kacang
atau permen pada anak yang gigi molarnya belum lengkap.2
c. Manifestasi Klinis
Gejala sumbatan benda asing didalam saluran napas tergantung pada
lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan
ukuran benda asing. Bila seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami
rasa tercekik atau manisfestasi lainnya, rasa tersumbat ditenggorok, batuk-batuk
sedang makan, maka keadaan ini haruslah dianggap sebagai gejala aspirasi
benda asing.2
Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara
atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk
dan letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan
keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam
waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala
antara lain disfonia sampai afonia, apne dan sianosis.2
16
Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau,
disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia,
mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif dari benda asing (pasien akan
menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut) dan dispne
dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing masih
tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih
meninggalkan reaksi laring oleh karena edema laring.2
d. Diagnosis
Diagnosis klinis benda asing disaluran napas ditegakan berdasarkan
anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul rasa tercekik
(choking), gejala, tanda, pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi dan
pemeriksaan radiologik sebagai pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda
asing disaluran napas ditegakan setelah dilakukan tindakan endoskopi atas
indikasi diagnostik dan terapi.2
Anamnesis yang cermat perlu ditegakan karena kasus aspirasi benda
asing sering tidak segera dibawa kedokter pada saat kejadian. Perlu diketahui
macam benda atau bahan yang teraspirasi dan telah berapa lama tersedak benda
asing itu.2
Pada kasus benda asing disaluran napas dapat dilakukan pemeriksaan
radiologik dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda
asing yang bersifat radioopak dapat dibuat Röentgen foto segera setelah
kejadian, sedangkan benda asing radiolusen (seperti kacangkacangan) dibuat
Röentgen foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum
menunjukan gambaran radiologis yang berarti. Pemeriksaan radiologik leher
dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak leher dan pemeriksaan toraks
postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing.
Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher
dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan napas dari
mulut sampai karina. Karena benda asing dibronkus utama atau lobus,
pemeriksaan paru sangat membantu diagnosis.2
Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas
secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan
adanya obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologik pada
benda asing di saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran
17
emfisema tampak sebagai pergeseran mediastinum ke sisi paru yang sehat pada
saat ekspirasi (mediastinal shift) dan pelebaran interkostal.2
Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada diperifer
pada pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda
asing yang lama berada di bronkus.2
Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya
gangguan keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial. 2
e. Penatalaksanaan
Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan dengan
segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya dalam beberapa menit.
Pada anak dengan sumbatan total pada laring, dapat dicoba dengan menolongnya
dengan memegang anak dengan posisi terbalik, kepala ke bawah, kemudian
daerah punggung/tengkuk dipukul, sehingga diharapkan benda asing dapat
dibatukkan ke luar.2
Gambar 8. Cara pengeluaran benda asing Gambar 9. Cara pengeluaran benda asing
pada anak < 1 tahun pada anak >1 tahun
Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring
secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat
dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Menurut teori Heimlich, benda
asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi. Dengan demikian paru
penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan
menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar ke luar.
Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich tidak
dapat digunakan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit
18
terdekat untuk diberi pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau
bronkoskop, atau kalau alat-alat itu tidak ada, dilakukan trakeostomi sebelum
merujuk. Pada waktu tindakan trakeostomi, pasien tidur dengan posisi
Trandelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya benda asing tidak turun
ke trakea. Kemudian pasien dapat dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas laringoskopi dan bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing itu
dengan cunam. Tindakan ini dapat dilakukan dengan anastesi (umum) dan
analgesia (lokal).2
2.2.5. Alergi: Edema Angioneurotik
a. Definisi
Edema angioneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab
obstruksi laring yang biasanya disebabkan oleh alergi. Edema laring
angioneurotik akut dapat mengobstruksi saluran pernapasan setelah respon
imun humoral akut terhadap berbagai antigen seperti sengatan lebah, suntikan
antibiotika dan makanan.5
b. Manifestasi klinis
Gejalanya berupa suara parau yang progresif setelah kontak dengan,
mengirup atau menelan alergen, tanpa tanda infeksi. 5
c. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis terdapatnya riwayat atopi
pada pasien maupun keluarganya dan terjadi setelah paparan alergen, serta
dari pemeriksaan fisik. Kadang-kadang kerentanan individu dapat dibuktikan
dengan mendeteksi C1 esterase di dalam darah.5
d. Penatalaksanaan
Diindikasikan suntikan epinefrin, oksigen dan selanjutnya
penyelidikan alergi tindak lanjut. Pada keadaan parah, diperlukan
krikotiroidotomi maupun trakeostomi untuk menyelamatkan jiwa.5
19
2.2.6. Kelumpuhan nervus rekuren bilateral
a. Etiologi
Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan
tiroid,terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena
pertumbuhan tumor tiroid yang malignan.5
b. Manifestasi klinis
Paralisis bilateral n. Laringeus rekurens menyebabkan sesak nafas sebab
celah suara cukup sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi pada
inspirasi sehingga menetap pada posisi paramedian. Kadang pita suara cenderung
bertaut pada inspirasi sehingga keselamatan penderita terancam.5
c. Penatalaksanaan
Bila pita suara bertaut pada saat inspirasi, penderita harus diselamatkan
dengan intubasi dan trakeostomi. Beberapa kondisi memiliki indikasi operasi
fiksasi pita suara di posisi abduksi pada paralisis n. Laringeus rekurens bilateral.5
2.3. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda sumbatan laring adalah :
1. Suara serak (disfoni sampai afoni)
2. Sesak napas (dispnea)
3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengan pada waktu inspiras.
4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot
pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda
dan gejala:
Stadium 1. Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu
inspirasi dan pasien masih tenang.
Stadium 2. Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,
ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai
gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.
20
Stadium 3. Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di
infraklavikuladan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor terdengar
pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Stadium 4. Cekungan-cekungan diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak
sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien maka
akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah
dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.
2.4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi.
Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi indirek, dan pada anak laringoskopi direk.2
2.5. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan/ penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan
penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin
ventilasi. Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan supaya
jalan jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian antiinflamasi,
antialergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten dilakukan pada sumbatan
laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk
membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui
mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat
trakeostomi atau melakukan krikotirotomi.
Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan
laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring
stadium 4.
Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasarkan analisis gas darah
(pemeriksaan Astrup). Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea merupakan
pilihan pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia sebaiknya
dilakukan trakeostomi.2
2.5.1. Perasat Heimlich
Dengan perasat Heimlich, dilakukan pada penekanan paru. Caranya ialah,
bila pasien masih dapat berdiri, maka penolong dapat berdiri di belakang pasien,
kepalan tangan penolong diletakkan di atas prossesus xifoid, sedangkan tangan
kirinya diletakkan diatasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan
21
keatas ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan terlempar ke
luar mulut.
Bila pasien sudah berbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu
pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan diletakkan di bawah prosesus xifoid,
kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan ke arah paru pasien beberapa kali,
sehingga benda asing akan terdorong melalui mulut. Pada tindakan abdominal
thrust ini posisi muka pasien harus lurus, leher jangan ditekuk ke samping, supaya
jalan napas merupakan garis lurus.
Komplikasi perasat Heimich ialah kemungkinan terjadinya ruptur lambung
atau hati dan fraktur iga. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya
tidak dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan menggunakan
dua buah jari kiri dan kanan.2
Gambar 10. Heimlich maneuverpada pasien tidak sadar
22
Gambar 11. Abdominal thrust pada pasien sadar
2.5.2. Intubasi Endotrakea
a. Indikasi intubasi endotrakea
1) untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas,
2) membantu ventilasi
3) memudahkan mengisap sekret dari tarktus trakeo-bronkial
4) mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari
lambung. Intubasi endotrakea merupakan cara yang paling cepat untuk
memperbaik jalan napas. Dapat dilakukan secara transnasal atau transoral.2,3
Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan
balon (cuff) pada ujungnya yang dapat diisi dengan udara, diperkenalkan oleh
Magill pertama kali tahun 1964,dan sampai sekarang sering dipakai untuk
intubasi. Ukuran pipa endotrakea ini harus sesuai dengan ukuran trakea
pasien dan umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7-
8,5 mm. Pipa endotrakea yang dimasukkan melalui hidung dapat
dipertahankan untuk beberapa hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa
intubasi endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya
dilakukan trakeostomi.2
b. Teknik Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat
dilakukan tanpa atau dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi
pasien tidur terlentang, leher fleksi sedikit dan kepala ekstensi. Laringoskop
dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukkan melalui
mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan
23
menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas,
sehingga pita suara dapat terlihat. Dengan tangan kanan pipa endotrakea
dimasukkan melalui mulut terus melalui celah antara kedua pita suara ke
dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga dimasukkan melalui salah satu
lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam Magill ujung pipa
endotrakea dimasukan ke dalam celah anatara kedua pita suara sampai ke
trakea.
Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan
baik. Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang
tidur terlentang itu, pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga
kepala mudah diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri
dan dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat
horizontal ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat. Pipa
endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukan melalui celah pita
suara sampai di trakea. Kemudia balon diisi udara dan pipa endotrakea
difiksasi dengan plester.2
c. Komplikasi
Pipa yang terpasang di laring untuk waktu lama dapat
menimbulkan ulserasi mukosa, pembentukan jaringan granulasi, edem
subglotis, dan akhirnya stenosis laring dan trakea. Komplikasi ini lebih sering
pada pasien sadar atau hiperaktif dengan refleks menelan yang aktif.4
2.5.3. Trakeostomi
Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior
trakea untuk bernapas. Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan menjadi:
1) trakeostomi letak tinggi, yaitu di cincin trakea 2-3
2) trakeostomi letak rendah, setinggi cincin trakea 4-5.
Berdasarkan letak tinggi dan rendah kira-kira setinggi ismus kelenjar
tiroid, bila melakukan trakeostomi sebaiknya letak tinggi karena:
1) letak trakea lebih superfisial
2) dekat dengan bangunan pedoman yaitu kartilago tiroid atau krikoid
3) kanul tidak mudah lepas dan bila lepas mudah dikembalikan
4) ismus atau timus pada anak tidak terganggu
5) aman, karena jauh dari pembuluh darah besar.
24
Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi
dalam:
1) trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana yang kurang
2) trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik
(lege artis).2
a. Indikasi Trakeostomi
1. Mengatasi obstruksi laring
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas
seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya
stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru,
tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien
dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam
koma.
4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas bronkoskopi. 2
b. Alat-alat trakeostomi
Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit
dengan obat anlagesia (novokain), pisau (skalpel), pinset anatomi, gunting
panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang
tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien. 2
Gambar 12. Kanul silikon Gambar 13. Kanul metal
25
Gambar 14. Alat –alat trakeostomi
c. Teknik Trakeostomi
Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga
memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital.
Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis
median dekat permukaan leher. Kulit daerah leher dibersihkan secara asepsis
dan antisepsis dan ditutup dengan kasa steril. Obat anastetikum (novokain)
disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fosa suprasternal secara infiltrasi.
Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dibawah krikoid sampai
fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada
pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-
kira 2 jari dibawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat
kira-kira 5 cm.
Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan dibawahnya
dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul,
sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin-cincin tulang
rawan yang berwarna putih. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang
tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong
ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua tepinya
dan disihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan
aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea
dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin
trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian dipasang kanul trakea
26
dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien
dengan luka operasi ditutup dengan kasa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, sebelum membuat lubang trakea, perlu
dibuktikan dulu yang akan dipotong itu benar-benar trakea dengan cara aspirasi
dengan semprit yang berisi novokain. Bila yang ditusuk itu trakea maka pada
waktu dilakukan aspirasi terasa ringan dan udara yang terisap akan
menimbulkan gelembung udara. Untuk mengurangi refleks batuk dapat
disuntikan novokain sebanyak 1 cc ke dalam trakea.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatiakan insisi kulit
jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya
emfisema kulit. Ukuran kanul harus sesuai dengan diameter lumen trakea. Bila
kanul terlalu kecil, akan menyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi
rangsangan pada mukosa trakea dan mudah terlepas ke luar.
Bila kanul terlalu besar, sulit untuk memasukkannya ke dalam lumen dan
ujung kanul akan menekan mukosa trakea dan menyebabkan nekrosis dinding
trakea. Panjang kanul harus sesuai pula. Bila terlalu pendek akan mudah keluar
dari lumen trakea dan masuk ke dalam jaringan subkutis sehingga timbul
emfisema kulit dan lumen kanul akan tertutup sehingga menimbulkan asfiksia.
Bila kanul terlalu panjang maka mukosa trakea akan teriritasi dan mudah
timbul jaringan granulasi. 2
Gambar 15. Teknik trakeostomi
27
d. Perawatan pasca trakeostomi
Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat
menyumbat, sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu sekret di trakea dan
kanul harus sering diisap ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya
2 kali sehari, lalu segera dimasukan lagi ke dalam kanul luar. Pasien dapat
dirawat di ruang perawatan biasa dan perawatan trakeostomi sangatlah penting.
Bila kanul harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka kanul luar harus
dibersihkan 2 minggu sekali. Kain kasa di bawah kanul harus diganti setiap
basah, untuk menghindari terjadinya dermatitis. 2
Gambar 16. Memasang kanul
2.5.4. Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan
gawat napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus
dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat. 2
a. Indikasi Krikotirotomi:
1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak
memadai untuk
mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.
2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga
yang tidak
terlatih medis.
3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring
karena tumor,
28
sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut dikeluarkan pada saat
operasi definitif. 3
b. Teknik Krikotirotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto
oksipitalis. Puncak tulang rawan (Adam’s apple) mudah diidentifikasi
difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang
rawan tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran
krikotiroid terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi
dengan anastetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan
di bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah
kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian,
masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk
sementara. 2
Gambar 17. Krikotirotomi
c. Komplikasi
Kerugian teknik ini banyak, sehingga terbatas penggunaannya.
Ruang krikotiroid relatif sempit dan sering tidak cukup untuk memasukkan
pipa trakeostomi dengan ukuran adekuat tanpa merusak kartilago krikoid.
Tiap luka pada krikoid dapat diikuti dengan perikondritis dan stenosis laring.
29
Arteri krikotiroid masuk ke dalam ruang krikotiroid dekat garis tengah yang
mungkin menjadi sumber perdarahan yang cukup banyak selama melakukan
teknik ini.3
Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama.
Makin lama pipa terpasang pada membran krikotiroid, makin besar
kemungkinan terjadi perinkondritis, karena kanul yang letaknya tinggi akan
mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotik, sehingga terbentuk jaringan
granulasi, dan akhirnya stenosis laring. Sehingga sebaiknya segera diganti
dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.2,3
Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah 12
tahun, demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan
terdapat laringitis. 2
d. Perawatan Pasca Bedah
Kanul trakeostomi harus segera dimasukkan melalui krikotirotomi
segera setelah alat tersebut tersedia. Krikotirotomi harus diganti dengan
trakeostomi melalui insisi terpisah yang lebih rendah segera setelah keadaan
pasien stabil. Bila mungkin dilakukan dalam 24 jam atau paling lama 48 jam
setelah krikotirotomi.2,3
30
BAB III
PENUTUP
3.
3.1. Kesimpulan
Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring oleh bermacam-macam
sebab seperti peradangan pada laring, tumor laring, alergi (edema angioneurotik), benda
asing, trauma, dan paralisis nervus rekuren laring bilateral yang dapat menyumbat
laring.
Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di laring akan
menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana akan menyebabkan
kematian akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring dapat menyebabkan gejala suara
parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, sianosis,
hemoptisis, dan rasa subjektif benda asing.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak
dilakukan laringoskopi langsung.
Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan derajat
obstruksi.Penatalaksanaan dapat bersifat konservatif dengan pemberian obat-obatan,
dapat pula dengan tindakan bedah. Tindakan operatif untuk membebaskan saluran napas
ini dapat dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi endotrakea
transoral) atau melalui hidung (intubasi endotrakea transnasal) , membuat trakeostomi
atau melakukan krikotirotomi.
3.2. Saran
Peranan ahli THT banyak berbuhungan dengan mempertahankan jalan napas dan
penatalaksanaan saluran napas, baik dengan cara intubasi, trakeostomi maupun
kritotirotomi. Oleh karena itu tim medis harus menguasai seluruh aspek perawatan jalan
napas.
Apabila dijumpai seseorang yang mengalami sumbatan jalan napas (laring),
sebaiknya ditangani dengan segera karena asfiksia dapat terjadi hanya dalam beberapa
menit. Tindakan yang dilakukan yaitu dengan perasat Heimlich, trakeostomi maupun
krikotirotomi.
Penyebab sumbatan jalan napas harus segera diketahui agar dapat dilakukan
penatalaksanaan dan perawatan selanjutnya. Sebaiknya penanganan darurat terhadap
sumbatan jalan napas dapat dilakukan oleh siapapun tidak bergantung hanya pada para
top related