1 preferensi peletakan telur nyamuk aedes aegyptietheses.uinmataram.ac.id/1285/1/nurul aini...
Post on 30-Jul-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PREFERENSI PELETAKAN TELUR NYAMUK Aedes aegypti (Linn) PADA
CABAI MERAH (Capsicum annum L) DAN TEBU (Saccharum officinarum L)
SEBAGAI ATRAKTAN DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA
Oleh
Nurul Aini
NIM : 151.145.088
JURUSAN PENDIDIKAN IPA BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2018
2
PREFERENSI PELETAKAN TELUR NYAMUK Aedes aegypti (Linn) PADA
CABAI MERAH (Capsicum annum L) DAN TEBU (Saccharum officinarum L)
SEBAGAI ATRAKTAN DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Diajukan kepada UIN Mataram untuk melengkapi syarat-syarat guna
memproleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Nurul Aini
NIM : 151.145.088
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2018
7
MOTTO
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.”(QS. Al-Luqman-10)1
1Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya: Mushaf Ash-Shafa, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2014), hlm. 476.
8
Lembar Persembahan
Sujud syukur kepada Allah SWT,Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Atas cinta, sayang, dan rahmat-Mu hambamu ini masih dapat untuk
bernafas, jantung masih berdetak.Nikmat yang Engkau berikan tiada terkira jumlahnya serta semangat dan pantang menyerah sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Sholawat serta salam selalu terlimpahkan kepada Rasulullah SAW.
Ku persembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang tercinta dan tersayang
1. Teruntuk ibunda (Hj. Patahiyah) dan ayahanda (H.M.Zainuddin) yang tercinta
dan terkasih, ku persembahkan kado mungil dari bangku kuliahku yang
memiliki sejuta pengorbanan, perjuangan, dan perjalanan untuk menggapai
cita-cita yang ananda inginkan. Ku ucapkan beribu terimakasih kepada kalian
yang telah mendidik dari kecil, doa, dukungan, motivasi, dan nasihat-nasihat
yang akan selalu ku ingat. Tanpa kalian, aku tak tahu akan menjadi apa.
2. Teruntuk kakak-kakakku (Dianti dan Zulkifli) dan adik-adikku (Tirmizi dan
Qoyyim), dan ponakanku (A’yun, Khalifi, dan Arfan) terimakasih selalu hadir
dalam hidupku, memberikan makna keindahan dan kebahagiaan. Dan
keluarga besarku yang tak bisa kusebutkan satu-satu.
3. Mia sahabat seperjuanganku yang selalu membantu dalam penelitian ini dan
meluangkan waktu untukku. Sekecil apapun bantuan itu, ALLAH akan
membalas segalanya.
4. Seluruh keluarga besar CCS, ku ucapkan terimakasih telah menorehkan
banyak kenangan yang tak akan aku lupakan. Selalu bersama suka maupun
duka, saling membantu, mensupport satu sama lain, dan berjuang bersama.
Masuk sama-sama dan keluarpun harus sama-sama. Semangat CCS. Wisuda
Agustus 2018.
5. Almamater yang tercinta semoga jaya selalu.
9
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Tuhan Allah SWT, Dzat
yang telah memberi hidup dan kehidupan, rahmat dan karunia sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan IPA Biologi pada Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan di Universitas Islam Negeri Mataram.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan bisa terselesaikan
tanpa adanya bantuan pihak manapun. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Lutvia Krismayanti M.Kes selaku pembimbing 1 dan Bapak Munawir Sazali
M.Si selaku pembimbing 2 yang telah banyak memberikan inspirasi, bimbingan,
dan arahan dengan sabar, motivasi dan koreksi yang mendetail ditengah-tengah
kesibukan perkuliahan sehingga skripsi ini cepat terselesaikan.
2. Bapak Dr. Ir. M. Edi Jayadi, MP. Selaku Ketua Jurusan sekaligus penguji I, dan
Ibu Nurdiana SP. MP selaku penguji II yang telah banyak memberikan saran yang
konsruktif, serta Bapak Alwan Mahsul, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan
Pendidikan IPA Biologi.
3. Bapak Muhamad Zulpiani Hamdi, M.Pd. dan Bapak Dr. Adi Fadli, M.Ag. selaku
dosen wali yang selalu memberikan arahan selama studi.
10
4. Negeri Mataram yang telah memberikan pembelajaran dan mimbingan selama
menjalani perkuliahan.
5. Staf laboran Semua Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan IPA Biologi
Universitas Islam Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Mataram
yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.
6. Ibu Dr. Hj. Lubna, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
7. Bapak Prof. Dr. H. Mutawali, M. Ag, selaku rektor Universitas Islam Negeri
Mataram dan segenap civitas akademik Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang
telah memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, meskipun
penulis telah berusaha agar penulisan skripsi ini tersusun dengan cermat dan
bersumber dari berbagai acuan.Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran,
kritik, dan koreksi dari para pembaca.Semoga ada manfaatnya.
Mataram, 2 Juli 2018
Penulis,
Nurul Aini
11
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ iii
NOTASI DINAS PEMBIMBING ............................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................. v
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ............................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................ viii
KATA PENGANTAR .............................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
ABSTRAK ......................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 7
D. Penegasan Istilah ...................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 12
A. Kajian Pustaka .......................................................................... 12
1. Nyamuk Aedes aegypti. ....................................................... 12
a. Taksonomi Aedes aegypti ............................................... 13
b. Morfologi Aedes aegypti ................................................. 13
c. Siklus hidup Aedes aegypti ............................................. 16
d. Bionomika Aedes aegypti ............................................... 17
2. Ovitrap ................................................................................ 19
12
3. Atraktan .............................................................................. 21
4. Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L). .................... 21
a. Kandungan cabai merah.................................................. 22
b. Taksonomi dan morfologi cabai merah .......................... 23
c. Syarat tumbuh cabai merah............................................. 29
5. Tanaman Tebu (Sacharum officinarum L) ......................... 26
a. Kandungan tebu .............................................................. 28
b. Taksonomi dan morfologi tebu ....................................... 29
c. Syarat tumbuh tanaman tebu........................................... 33
B. Kerangka Berpikir ..................................................................... 35
C. Hipotesis ................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 38
A. Jenis Penelitian ......................................................................... 38
B. Populasi dan Sampel ................................................................ 38
C. Tempat danWaktu Penelitian ................................................... 39
D. Variabel Penelitian ................................................................... 39
E. Desain Penelitian ...................................................................... 42
F. Alat dan Bahan ......................................................................... 39
G. Prosedur Penelitian ................................................................... 40
1. Pembuatan ovitrap ................................................................. 41
2. Pembuatan kandang ............................................................... 41
3. Pembuatan atraktan cabai merah dan tebu ............................. 42
4. Tahap Pengenceran ................................................................ 43
5. Tahap Pembiakan Aedes aegypti ........................................... 44
6. Tahap Pengujian .................................................................... 45
H. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 45
I. Teknik Analisis Data ................................................................ 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 48
13
A. Hasil Penelitian ....................................................................... 48
B. Analisis Data ........................................................................... 51
C. Pembahasan............................................................................. 54
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 62
A. Simpulan ................................................................................. 62
B. Saran ....................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 63
LAMPIRAN ............................................................................................... 68
14
DAFTAR TABEL
Tabel.3.1.Rancangan Variasi Perlakuan, 40
Tabel.3.2. Pengamatan telur nyamuk Aedes aegypti, 46
Tabel.3.3. Ringkasan rumus ANOVA, 46
Tabel.4.1. Pengamatan jumlah telur pada atraktan cabai merah dan tebu, 49
Tabel.4.2. Uji normalitas data, 51
Tabel.4.3. Uji homogenitas, 51
Tabel.4.4. Data hasil sidik ragam jumlah telur menggunakan spss, 52
Tabel.4.5. Notasi garis uji lanjut (BNT), 53
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar.2.1.Telur nymuk Aedes aegypti, 14
Gambar.2.2. Larva Aedes aegypti, 15
Gambar.2.3. Pupa nyamukAedes aegypti, 15
Gambar.2.4. Imago Aedes aegypti, 16
Gambar.2.5. Cabai merah, 24
Gambar.2.6. Tebu, 31
Gambar.3.1. Ovitrap, 42
Gambar.4.1. Diagram batang rata-rata jumlah telur Aedes aegypti, 50
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Dokumentasi penelitian
Lampiran 2: Data hasil penelitian
Lampiran 3: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS
Lampiran 4: Surat penelitian
Lampiran 5: Rancangan Jadwal Kegiatan Penelitian
17
Preferensi Peletakan Telur Nyamuk Aedes aegypti (Linn) Pada Cabai Merah (Capsicum annum L) Dan Tebu (Saccharum officinarum L) Sebagai Atraktan
Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Oleh
Nurul Aini
NIM : 151.145.088
Abstrak:
Nyamuk Aedes aegyptimerupakansalah satu spesies yang membawa vektor penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Berbagai cara telah dilakukan untuk menurunkan populasi nyamuk tersebut, salah satunya ialah dengan menggunakan ovitrap yang diaplikasikan dengan atraktan. Ovitrap merupakan perangkap telur nyamuk yang dapat digunakan untuk mengetahui persebaran nyamuk, pemutus siklus hidup, dan menurunkan populasi nyamuk tersebut.Atraktan merupakan senyawa yang dapat menarik perhatian nyamuk.Atraktan yang digunkan dalam penelitian ialah atraktan cabai merah dan tebu.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi peletakan telur nyamuk pada atraktan cabai merah dan tebu.Jenis penelitian ini ialah penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) 2 Faktorial.Data kemudian diolah menggunakan two way annova melalui program spss 16.0 dan dilanjutkan menggunakan uji LSD. Konsentrasi atraktan cabai merah dan tebu yang digunakan ialah 0%,10%, 30%, dan 60% dengan 3 kali ulangan. Nyamuk uji yang digunakan ialah 40 ekor nyamuk yang diberi pakan gula dengan konsentrasi 10% dan pakan darah.Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan dihitung jumlah telur yang terperangkap pada hari ke-7 agar oviposisi tidak terganggu. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat pengaruh penggunaan atraktan cabai merah dan tebu (0,265>0,05), sedangkan konsentrasi memiliki pengaruh yang signifikan (0,00<0,05). Konsentrasi 10% pada atraktan cabai lebih banyak memerangkap telur nyamuk yaitu 288 dan terendah pada atraktan tebu dengan konsentrasi 60% yaitu 3.
Kata kunci: Atraktan Cabai Merah, Atraktan Tebu, Konsentrasi, Telur Aedes aegypti
18
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyamuk merupakan serangga yang memiliki peranan penting bagi
kehidupan manusia Aedes sp. merupakan salah satu spesies nyamuk yang
berperan sebagai pembawa vektor penyebab DBD (Demam Berdarah
Dengue), penyakit kuning (yellow fever), DB (demam dengue), dan
chikungunya.2 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini bersifat antropofilik yang berarti lebih
menyukai menghisap darah manusia dibandingkan dengan menghisap darah
hewan. Penyakit ini sudah menjadi masalah kesehatan terutama pada negara
beriklim tropis dan negara-negara berkembang.3
Masalah penyakit DBD ini merupakan masalah klasik yang terjadi
setiap tahunnya dan akan meningkat pada saat musim penghujan.4 Hal ini
disebabkan karena populasi nyamuk meningkat dan tersedianya tempat-
tempat perindukan seperti, tempat-tempat yang tergenang air hujan seperti
2 3 Siti Rahayu, Whawan Bayu A, Destie Nur Lailly V, M. Adib Mubarok, “Uji Kefektifan Atraktan oryza sativa, capsicum annum, trachisperum roxburgianum pada Trapping nyamuk Aedes Aegypti”, Artikel Ilmiah, 2015 Universitas Diponegoro, tanpa hlm. 4 I Wayan Supartha, “Pengendalian Terpadu Vektor VirusDemam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.)danAedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae)”, (Seminar, Fakultas Kedokteran, UNUD, Denpasar, 2008), hlm. 2.
19
kaleng bekas, ban bekas, bekas potongan bambu, lubang di pohon, tempat
minum burung, pot bunga, dan sebagainya.5
Demam Berdarah pertama kali ditemukan di Indonesia yang terjadi di
Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968. Jumlah orang yang terkena infeksi
sebanyak 58 dan 24 diantaranya meninggal dengan angka kematian 41,3 %.6
Dirjen PP dan PL KementerianKesehatan RI (2014) menyebutkan
angkakesakitan DBD pada tahun 2012 dengan angka kesakitan 37,27 per
100.000 penduduk (90.245 kasus). Pada tahun 2013 tercatat45,85 per 100.000
penduduk (112.511kasus) dengan angka kematian sebesar0,77% (871
kematian). Sedangkan padatahun 2014 sampai awal bulan Apriltercatat angka
kesakitan DBD sebesar 5,17per 100.000 penduduk (13.031 kasus) dengan
angka kematian sebesar 0,84%(110 kematian).7
Penyakit DBD terus menyebar ke berbagai daerah dan masyarakat
telah melakukan berbagai cara untuk menghindari serangan nyamuk. Salah
satunya yaitu penggunaan obat anti nyamuk yang dirasakan cukup efektif
5 Titi Fatmawati, Sri Ngabekti, Bambang Priyono,” Distribusi Dan Kelimpahan Populasi Aedes sp. Di Kelurahan Sukorejo Gunungpati Semarang Berdasark an Peletakan Ovitrap”, Unnes Journal of Life Science, Vol. 3, No. 2, 2014, hlm. 131. 6 Efy Yusnita, “Faktor-Faktor Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Desa Balung Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember”, (skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, 2008), hlm. 10-11. 7 Shella Elvandari Pinem, Irnawati Marsaulina, Evi Naria, ’’Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes spp Pada Ovitrap’’,Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU, 2015, hlm 1.
20
untuk menangkal nyamuk yang akan mendekat ke tubuh manusia.8 Selain itu,
pemerintah melakukan upaya dengan cara fogging (pengasapan).
Fogging merupakan cara yang dilakukan untuk membrantas vektor
DBD akan tetapi, tidak membunuh secara spesifik pada fase telur, larva, dan
pupa.9 Telur tersebut akan menetas dan menjadi vektor virus dengue yang siap
menularkan virus tersebut. Selain itu, cara ini kurang efektif karena sifat
insektisida tidak spesifik sehingga dapat membunuh jenis serangga lain yang
bermanfaat secara ekologis serta membuat serangga resisten di kemudian hari.
Fogging hanya memberikan rasa aman yang semu kepada masyarakat, namun
banyak menimbulkan masalah di lingkungan dan manusia.10
Langkah alternatif yang perlu dilakukan untuk menurunkan kepadatan
nyamuk secara alami yaitu menggunakan ovitrap dan mosquitrap. Mosquitrap
merupakan alat yang digunakan untuk perangkap nyamuk. Penelitian
mosquitrap pernah dilakukan oleh Sazali dkk (2014). Penelitian ini
menggunakan atraktan cabai merah, rendaman jerami, dan gula aren. Menurut
penelitian tersebut yang menggunakan mosquitrap sebagai perangkap nyamuk
menunjukkan hasil bahwa, alat ini mampu untuk menjebak nyamuk dengan
8 Alfi Kurniati, Indra Chahaya, Nurmaini. ”Efektifitas Fermentasi Gula Sebagai Atraktan Nyamuk”.hlm. 1. 9 Dian Perwitasari, Amrul Munif, Anggraeni dan A.Supriatna, “Model Intervensi Pengendalian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Untuk Menurunkan Insident Rate (Ir) Berdasarkan Kombinasi Fogging Dan Repelen Di Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2011”, Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 12 No 1, Maret 2013, hlm. 59. 10 Fathi, Soedjajadi Keman, Chatarina Umbul Wahyuni, “Peran Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram”, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 2 1, Juli 2005, hlm. 2.
21
menambahkan sticky pada bagian tutup dan disekitar mosquitrap yang
digunakan, namun tidak menunjukkan hasil yang beda nyata terhadap jenis
atraktanyang digunakan.11
Langkah alternatif lain yang bisa digunakan selain mosquitrap ialah
ovitrap. Ovitrap berperan sebagai perangkap telur nyamuk yang terdiri dari
tempat untuk penampung air dengan kertas saring.12Ovitrap gelas plastik ialah
gelas yang berwarna bening berukuran 200 ml, 350 ml, 470 ml. Gelas plastik
tersebut dibungkus dengan kantong plastik berwarna gelap atau dicat dengan
warna hitam. Ovitrap tersebut diisi dengan air sebanyak ¾ volume bagian
dengan meletakkan kertas saring tempat untuk bertelur.13
Ovitrap dapat diaplikasikan dengan atraktan. Atraktan (senyawa
pemikat) terbukti dapat meningkatkan perhatian nyamuk untuk datang ke
perangkap.14Atraktan adalah zat yang menarik perhatian serangga untuk
datang ke suatu tempat baik secara fisika maupun kimiawi.Atraktan dari
bahan kimia dapat berupa senyawa ammonia, CO2, asam laktat, octenol, dan
asam lemak. Atraktan dapat berasal dari kandungan tanaman yang mudah
11 Munawir Sazali, Setijono Samino, Amin Setio Leksono, “Attractiveness test of attractants toward dengue virus vector (Aedes aegypti) into lethal mosquiTrap modifications (LMM)”, International Journal of Mosquito Research, Vol. 1, No. 4, 2014, hlm 47-49. 12Nur Endah Wahyuningsih, Mursid Rahardjo, Dan Taufik Hidayat, “Keefektifan penggunaan Dua Jenis Ovitrap untuk Pengambilan Contoh Telur Aedes spp. di Lapangan”, J. Entomol. Indon, Vol. 6, No. 2, September 2009, hlm. 97. 13 Sayono, R Amalia, IM Jamil, “Dampak Penggunaan Perangkap Dari Kaleng Bekas Terhadap Penurunan Populasi Nyamuk Aedes sp (Studi Awal Potensi Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue Berbasis Komunitas)”, Prosiding Seminar Nasional, UNIMUS, 2010, hlm. 160. 14 Milana Salim dan Tanwirotun Ni’mah, “Aktivitas Beberapa Atraktan Pada Perangkap Telur Berperekat Terhadap Aedes aegypti”.SPIRAKEL.Vol.7 No.2, Desember 2015, hlm. 9.
22
ditemukan di sekitar masyarakat atau bahan lain yang mempunyai aroma dan
zat yang dapat menarik nyamuk untuk bertelur. Atraktan fisika dapat berupa
getaran suara dan warna, baik warna tempat atau cahaya. 15
Penelitian yang menggunakan tanaman sebagai atraktan telah
dilakukan oleh Rahayu dkk (2015) yaitu menggunakan atraktan fermentasi
cabai merah (Capsicum annum) sebagai trapping nyamuk Aedes. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa atraktan fermentasi cabai merah memiliki
efektifitas untuk menarik perhatian nyamuk untuk datang ke perangkap.16
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Wijayanti (2015) menggunakan
atraktan fermentasi tebu sebagai bahan atraktan. Penelitian tersebut
menunjukkan hasil bahwa atraktan dengan fermentasi 40% memiliki daya
tarik lebih kuat dibandingkan dengan fermentasi air tebu dengan konsentrasi
5%, 10%, 20% dan 0%(air bersih dan ragi sebagai kontrol).Semakin
meningkatnya kepekatan fermentasi air tebu maka jumlah nyamuk yang
terperangkap semakin banyak. Hal itu disebabkan karena meningkatnya kadar
ammonia dan CO2 yang dihasilkan dari setiap bertambahnya pengenceran.17
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
atraktan nabati yaitu menggunakan cabai merah dan tebu untuk dijadikan 15 Sayono. “Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap” , (Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi, Universitas Diponegoro Semarang, 2008), hlm. 31-32. 16 Siti Rahayu, Whawan Bayu A, Destie Nur Lailly V, M. Adib Mubarok, “Uji Kefektifan Atraktan oryza sativa, capsicum annum, trachisperum roxburgianum pada Trapping nyamuk Aedes Aegypti”, Artikel Ilmiah, 2015 Universitas Diponegoro, tanpa hlm. 17 Dhani Nur Wijayanti, “Efektivitas Fermentasi Air Tebu Sebagai Bahan Atraktan Nyamuk Aedes aegepty Menggunakan Perangkap Nyamuk Di Laboratorium Entomologi” (KTI, Kesehatan Lingkungan, 2015), hlm. 65.
23
sebagai penarik nyamuk Aedes aegypti untuk bertelur di ovitrap. Ovitrap
dapat dijadikan sebagai perangkap telur, pemutus siklus hidup, dan
mengurangi timbulnya berbagai macam penyakit yang dapat ditularkan oleh
nyamuk Aedes sp. Sehingga peneliti merumuskan judul tentang “Preferensi
Peletakan Telur Nyamuk Aedes aegypti (Linn) Pada Cabai Merah (Capsicum
annum L) Dan Tebu (Saccharum officinarum L) Sebagai Atraktan Dengan
Konsentrasi Yang Berbeda”
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian
ini ialah:
Apakah terdapat preferensi peletakan telur nyamuk Aedes aegypti
(Linn) pada cabai merah dan tebu sebagai atraktan dengan konsentrasi
yang berbeda?
2. Batasan Masalah
Berdasarkan objek yang akan diteliti dan untuk memperjelas ruang
lingkup ini, maka diperlukan batasan masalah. Adapun batasan masalah
dalam penelitian ini ialah:
a. Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah atraktan cabai
merah dan tebu.
b. Penelitian ini menggunakan telur nyamuk Aedes aegyti yang sudah
direaring (dipelihara) hingga menjadi imago.
24
c. Penelitian ini menggunakan wadah gelas plastik sebagai ovitrap.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
ialah:
Untuk mengetahui preferensi peletakan telur nyamuk Aedes aegypti
(Linn) pada cabai merah dan tebu sebagai atraktan dengan konsentrasi
yang berbeda.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dimaksud ialah:
a. Manfaat Teoritis
Agar peneliti mendapatkan informasi yang jelas dan
menambah wawasan tentang efektifitas ovitrap dengan variasi
atraktan cabai merah dan tebu terhadap ketertarikan nyamuk Aedes
aegypti untuk meletakkan telur. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat mengembangkan penelitian yang lebih luas dengan mengkaji
ovitrap yang lebih spesifik dan menggunakan variasi atraktan nabati
yang lebih beragam.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Instansi dan Stake holder
Bagi instansi terkait, dapat dijadikan sebagai pedoman atau
rekomendasi untuk pemberantasan nyamuk secara
25
alami.diharapkan tidak akan menyebabkan cedera bagi binatang
yang bukan menjadi sasaran.
2. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat mengetahui cara mencegah nyamuk Aedes
aegypti bertelur di tempat lain dengan menggunakan alternatif
sederhana dan ramah lingkungan. Alternatif tersebut dapat dibuat
sendiri yaitu membuat ovitrap dengan atraktan cabai dan tebu.
Untuk itu, masyarakat akan lebih menghemat biaya dan tidak
menggunakan bahan kimia yang nantinya dapat mengganggu
kesehatan.
D. Penegasan Istilah
Untuk mencegah terjadinya perluasan makna terhadap istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, peneliti akan menjelaskan beberapa istilah
yang digunakan pada judul tersebut:
1. Preferensi
Kata efektif berarti (hak untuk) didahulukan dan diutamakan daripada
yang lain, prioritas, pilihan, kecenderungan, kesukaan. 18Keberhasilan yang
diamati dalam penelitian ini ialah preferensi atraktan cabai merah dan tebu
terhadap jumlah telur yang terperangkap.
2. Atraktan
18 Tim Penyusun Realit, “Kamus Biolodi Edisi Lengkap”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Hlm. 230.
26
Atraktan adalah sesuatu yang memiliki daya tarik terhadap serangga
(nyamuk) baik secara kimiawi maupun visual (fisik).Atraktan dari bahan
kimia dapat berupa senyawa ammonia, CO2, asam laktat, octenol, dan asam
lemak. Zat atau senyawa tersebut berasal dari bahan organik atau
merupakan hasil proses metabolisme mahluk hidup, termasuk manusia.
Atraktan fisika dapat berupa getaran suara dan warna, baik warna tempat
atau cahaya.19Atraktan yang digunakan dalam penelitian ini ialah atraktan
dari bahan kimia yang berasal dari tumbuhan yaitu atraktan fermentasi
cabai merah dan tebu yang sudah difermentasi selama 7 hari.
3. Aedes aegypti
Nyamuk Aedes merupakan jenis nyamuk biasanya ditemukan di
kawasan tropis. Namanya diperoleh dari bahasa Yunani Aedes, yang berarti
"tidak menyenangkan", karena nyamuk ini menyebarkan beberapa penyakit
berbahaya seperti demam berdarah dan demam kuning. Aedes aegypti
merupakan spesies yang sering ditemui di Asia. Kakinya berbelang hitam
putih.20Telur nyamuk Aedes aegypti yang digunakan ialah telur nyamuk
yang sudah terperangkap di dalam ovitrap yang berasal dari nyamuk yang
sudah direaring.
19 Sayono. “Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap” , (Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi, UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG, 2008), hlm. 31-32. 20 Adifia1, Hasanuddin Ishak, Ruslan La Ane, “Kemampuan Adaptasi Nyamuk Aedes Aegypti Dan Aedes Albopictus Dalam Berkembang Biak Berdasarkan Jenis Air,” Kesehatan Lingkungan, hlm. 2
27
4. Cabai merah (Capsicum annum L)
Cabai merah (Capsicum annuum) adalah tanaman yang termasuk
dalam keluarga tanaman Solanaceae.21 Cabai yang akan digunakan dalam
penelitian ini ialah cabai lombok yang sering digunakan oleh masyarakat
dan banyak dijual di pasaran. Pemilihan tanaman cabai ialah yang sudah
siap panen berwarna merah segar.
5. Tebu (Saccharum officinarum L)
Tanaman tebu termasuk suku rumput-rumputan yang tumbuh
bergerombol membentuk rumpun.22 Tanaman tebu yang akan digunakan
ialah tebu yang berwana kuning siap panen. Pemilihan tebu ialah yang
masih segar secara visual, bekas potonganya masih basah (tidak kering),
batangnya tidak keriput, dan tidak berjamur.
21 Nur Prasetyo dan Muh.Kusberyunadi. “Respon Beberapa Varietas Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Pada Berbagai Jenis Pupuk Kandang”. Agroteknologi.Hlm. 2. 22 Dhiyaudzdzikrillah.“Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum.L) Lahan Kering Di Pt Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Tebang, Muat, Dan Angkut”. (Skripsi, Fakultas Pertanian IPB, 2011). Hlm. 5.
28
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Nyamuk Aedes aegypti (Linn)
Nyamuk Aedes tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan mencapai
950 spesies. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan gigitan yang serius
terhadap manusia dan binatang, baik di daerah tropik maupun daerah
beriklim lebih dingin.Beberapa spesies Aedes dalam subgenus Stegomya
yang besar memiliki peran penting secara medik ialah Aedes aegypti dan
Aedes albopictus.23
Aedes aegypti merupakan salah satuspesies nyamuk yang berperan
dalam menularkan sejumlah penyakit Arbovirus seperti demam dengue
(Dengue Fever/DF), demam berdarah dengue/DBD (Dengue Hemorrhagic
Fever/DHF), demam kuning (Yellow Fever/YF) dan
Chikungunya.Penyakit-penyakit tersebut memiliki dampak merugikan
bagi masyarakat, bahkan penyakit DBD dapat menyebabkan kematian.24
23 Sayono. “Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap” , (Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi, UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG, 2008), hlm. 11. 24 Milana Salim, Tri Baskoro Tunggul Satoto, “Uji Efektifitas Atraktan pada Lethal Ovitrap terhadap Jumlah dan Daya Tetas Telur Nyamuk Aedes aegypti”, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 43, No. 3, September 2015, hlm. 148.
29
a. Taksonomi Aedes aegypti
Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Diptera Famili : Culicidae Genus : Aedes Spesies : Aedes egypti.
b. Morfologi Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri secara umum sebagai
berikut:
1) Badan dan tungkai bergaris-garis hitam putih.
2) Sayap berukuran 2,5-3,0 mm bersisik hitam.
3) Ukuran tubuh leih kecil dari nyamuk biasa.
4) Gigitannya erasa gagal dan agak panas.
5) Dalam keadaan istirahat pantatnya mendatar (tidak menungging
seperti nymauk Anopheles).
6) Pada saat menggigit tidak mengeluarkan bunyi berdenging.
7) Hinggap di tempat yang agak gelap.25
25 Frida N “Mengenal Demam Berdarah Dengue” (Jakarta Barat: CV. Pamularsih. 2008), hlm. 8-10.
30
Morfologi nyamuk Aedes aegypti secara rinci sebagai berikut:
1. Telur
Telur Aedes sp. tidak mempunyai pelampung dan diletakkan
satu persatu di atas permukaan air, berwarna gelap, berbentuk oval
biasanya telur diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam
keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Ukuran
panjangnya 0,7 mm.Telur akan menetasselama dua sampai tiga hari
menjadi larva pada suhu 25-30°C. Telur dapat bertahan pada
keadaan kering selama beberapa bulan bahkan sampai satu tahun.
Gambar. 2.1. Telur nyamuk Aedes aegypti26
2. Larva
Ciri-ciri dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara
pada segmen terakhir.Pada corong udara tersebut memiliki gigi
pectin serta sepasang rambut dan jumbai.Pada segmen abdomen
tidak dijumpai adanya rambut berbentuk kipas (palmate hairs).Pada
26 Bonita Ayu Novelani, “Studi Habitat Dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur’’(Tesis, Studi Entomologi Kesehatan IPB, Bogor), hlm. 7.
31
setiap abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21
atau berjejer 1-3.27Larva bergerak aktif, mengambil oksigen dari
permukaan air dan makanan pada dasar tempat perindukan.Larva
biasanya melakukanpergantian kulit empat kali dan berpupasi
sesudah sekitar 7 hari.28
Gambar. 2.2. Larva Aedes aegypti29
3. Pupa
Pupa berbentuk seperti koma dengan kepala dan dada
membentuk chepalothorax serta abdomen menggulung dibawahnya.
Pada tahap ini tidak membutuhkan makan dan bergerak naik turun
dari bagian dasar ke permukaan air. Kulit pupa akan menghitam dan
semakin hitam dan akan membelah menjadi nyamuk.30
27 Lidya Natalia S, “tugas terstuktur pengendalian vektor epidemiologi Pengendalian nyamuk Aedes”, dalam https://www.academia.edu/12606743/pengendalian_vektor_nyamuk_aedes, diakses tanggal 17 juni 2017, pukul 02.50. 28 Ria Erlina, “Uji Efektivitas Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens) Dalam Sediaan Lotion DenganBasis Peg 400 Sebagai Repellent Terhadap Aedes aegypti”, (Skripsi, Kesehatan Masyarakat UNNES, Semarang ), hlm. 12. 29 I Wayan Supartha, “Pengendalian Terpadu Vektor VirusDemam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.)danAedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae)”, (Seminar, Fakultas Kedokteran, UNUD, Denpasar, 2008), hlm. 8. 30 Frida N “Mengenal Demam Berdarah Dengue” (Jakarta Barat: CV. Pamularsih. 2008), hlm. 13.
32
Gambar. 2.3. Pupa Aedes aegypti31
4. Imago (Nyamuk Aedes aegypti)
Nyamuk Aedes aegypti dewasa umumnya berukuran 3-4 mm,
berwarna hitam dengan garis-garis putih sepanjang thoraks dan
abdomen serta cincin di kakinya, seperti terlihat pada gambar 6.Pada
tubuh dan tungkai nyamuk Aedes aegypti ditutupi sisik dengan gari-
garis putih keperakan, bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak
dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang
menjadi ciri dari spesies ini.
Gambar. 2.4. Imago Aedes aegypti 32
c. Siklus Hidup Aedes aegypti
Aedes aegypti mengalami metamorfosis lengkap/metamorfosis
sempurna (holometabola) yaitu dengan bentuk siklus hidup berupa 31 I Wayan Supartha, “Pengendalian Terpadu…, hlm. 8. 32 Lidya Natalia S, “tugas terstuktur pengendalian vektor epidemiologi Pengendalian nyamuk Aedes”, dalam https://www.academia.edu/12606743/pengendalian_vektor_nyamuk_aedes, diakses tanggal 17 juni 2017, pukul 02.50.
33
telur, larva, pupa, dan imago.Telur dapat menetas menjadi larva dalam
3-5 hari pada suhu 30°C. Telur akan berubah menjadi larva. Larva
instar I antara 1-2 hari; instar II antara 2-3 hari; instar III antara 2-3
hari dan instar IV sampai menjadi pupa rata-rata selama 3 hari. Pupa
biasanya mempunyai masa hidup sampai menjadi dewasa antara 1
sampai 2 hari.33
d. Bionomika Nyamuk Aedes aegypti
1. Habitat dan kebiasaan hidup
Aedes aegypti lebih senang pada genangan air yang terdapat di
dalam suatu wadah atau kontainer, bukan genangan air di
tanah.Tempat perkembangbiakan yang potensial adalah tempat
penampungan air (TPA) yang digunakan untuk keperluan sehari –
hari seperti drum, bak mandi, bak WC, tempayan, ember dan lain-
lain. Tempat-tempat perkembangbiakan lainnya yang non TPA
adalah vas bunga, pot tanaman hias, ban bekas, kaleng bekas, botol
bekas, tempat minum burung dan lain-lain. Tempat
perkembangbiakan yang paling disukai adalah yang berwarna
gelap, terbuka lebar dan terlindungi dari sinar matahari langsung.34
33 Sayono. “Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap” , (Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi, UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG, 2008), hlm. 15-16. 34 Diah Fitri Rahayu, Adil Ustiawan, “Identifikasi Aedes aegypti dan Aedes albopictus”, Balaba Vol. 9, No. 01, Juni 2013, hlm. 7.
34
2. Perilaku makan
Imago Aedes aegypti dan Aedes albopictusmempunyai perilaku
makan yang sama yaitu mengisap nectar dan jus tanaman sebagai
sumber energinya. Selain energi, imago betinajuga membutuhkan
pasokan protein untuk keperluan produksi danprosespematangan
telurnya. Pasokan protein tersebutdiperoleh dari cairandarah
inang.35
3. Kebiasaan menggigit
Mulut nyamuk Aedes aegypti termasuk tipe menusuk dan
menghisap, mempunyai enam stilet yaitu gabungan antara
mandibula, maxilla yang bergerak naik turun menusuk jaringan
sampai menemukan pembuluh darah kapiler dan mengeluarkan
ludah yang berfungsi sebagai cairan racun dan
antikoagulan.36Nyamuk betina dewasa menghisap darah manusia
pada siang hari yang dilakukan, baik di dalam rumah maupun di
luar rumah.Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang
35 I Wayan Supartha, “Pengendalian Terpadu Vektor VirusDemam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.)danAedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae)”, (Seminar, Fakultas Kedokteran, UNUD, Denpasar, 2008), hlm. 6. 36 Lidya Natalia S, “tugas terstuktur pengendalian vektor epidemiologi Pengendalian nyamuk Aedes”, dalam https://www.academia.edu/12606743/pengendalian_vektor_nyamuk_aedes, diakses tanggal 17 juni 2017, pukul 02.50.
35
dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (pukul 08.00
- 12.00) dan sebelum matahari terbenam (pukul 15.00 – 17.00).37
4. Kebiasaan terbang
Kemampuan terbang nyamuk Aedes aegypti betina rata-rata
40meter dan maksimal 100 meter, namun dapat terbang lebih jauh
bilaterbawa angin.Naluri terbang ini biasanya untuk tujuan
mendapatkan mangsa, mancari tempat untuk bertelur, mencari
pasangannya (pada jantan) dan mencari tempat untuk beristirahat.38
2. Ovitrap
Ovitrap merupakan sebuah alat yang terdiri dari sebuah tempat
penampung air dengan kertas saring untuk tempat nyamuk meletakkan
telur.Alat ini digunakan untuk mendeteksi populasi Aedes.39Di beberapa
negara telah dipasang ovitrap untuk menanggulangi adanya vektor Aedes
aegypti yang menyebabkan Demam Berdarah Dengue (DBD) seperti Kota
Manila dilakukan pemasangan ovitrap pada lima rumah sakit dan
ditemukan telur Aedes aegypti 48,5 % yang menunjukkan sebagai vektor
DBD. Di Negara Srilanka telah dilakukan pemasangan ovitrap pada dua
37 Anggie Cahyadi, “ Daya Tolak Infusa Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Peletakan Telur Nyamuk Aedes Sp”, (skripsi, Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Tanjungpura Pontianak), hlm. 24. 38 Ria Erlina, “Uji Efektivitas Ekstrak Daun Zodia (Evodia Suaveolens) Dalam Sediaan Lotion DenganBasis Peg 400 Sebagai Repellent Terhadap Aedes aegypti”, (Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Semarang), hlm.15. 39 Nur Endah Wahyuningsih, Mursid Rahardjo, Dan Taufik Hidayat, “Keefektifan penggunaan Dua Jenis Ovitrap untuk Pengambilan Contoh Telur Aedes spp. di Lapangan”, J. Entomol. Indon, Vol. 6, No. 2, September 2009, hlm. 97
36
tempat yang berbeda yaitu di dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan
(outdoor). Hasil yang didapat telur nyamuk yang terperangkap di dalam
ovitrap indoor lebih banyak yaitu 2.528 butir telur Aedes aegypti dan
2.002 butir telur Aedes albopictus sedangkan pada ovitrap outdoor
ditemukan 3.075 butir telur Aedes aegypti dan 2.665 butir telur Aedes
albopictus.40
Ovitrap dapat dibuat dari gelas plastik, tempurung kelapa, ember,41
stryofoam, bambu, dan kaleng bekas.42Ovitrap tempurung kelapa ialah
sisa batok kelapa tua berbentuk setengah bola dan merupakan tempat
makan burung.43 Ovitrap gelas plastik ialah gelas yang berwarna bening
berukuran 200 ml, 350 ml, 470 ml. Gelas plastik tersebut dibungkus
dengan kantong plastik berwarna gelap atau dicat dengan warna hitam.
Ovitrap tersebut diisi dengan air sebanyak ¾ volume bagian dengan
meletakkan kertas saring tempat untuk bertelur. 44
Ovitrap memiliki banyak kelebihan dalam menghasilkan data
monitoring yang lebih spesifik, ekonomis dan sensitif.Kelebihan 40 Putri Rahayu Ningsih, “Pengaruh Dua Jenis Atraktan Pada Ovitrap Nyamuk Di Tiga Lokasi Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, (Skripsi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2016), hlm. 12 41 Nur Endah Wahyuningsih, Mursid Rahardjo, Dan Taufik Hidayat, “Keefektifan penggunaan Dua Jenis Ovitrap untuk Pengambilan Contoh Telur Aedes spp. di Lapangan”, J. Entomol. Indon, Vol. 6, No. 2, September 2009, hlm. 97. 42 Dhevy Sekar Anggraini,”Perbedaan Kesukaan Nyamuk Aedes Spp Bertelur Berdasarkan Jenis Bahan Ovitrap (Kaleng, Bambu Dan Styrofoam) (Studi Kasus di Kelurahan Tembalang)”, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2, 2012, hlm. 2. 43 Nur Endah Wahyuningsih, Mursid Rahardjo, Dan Taufik Hidayat, “Keefektifan…, hlm. 97. 44 Sayono, R Amalia, IM Jamil, “Dampak Penggunaan Perangkap Dari Kaleng Bekas Terhadap Penurunan Populasi Nyamuk Aedes sp (Studi Awal Potensi Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue Berbasis Komunitas)”, Prosiding Seminar Nasional, UNIMUS, 2010, hlm. 160.
37
menggunakan ovitrap ini sendiri ialah murah dan sederhana, karena
komponennya dapat dibuat sendiri dengan menggunakan barang bekas
yang mudah ditemukan disetiap rumah, seperti kaleng bekas, kepingan
bambu atau kayu.Mudah, baik dalam pembersihan maupun perawatan.45
3. Atraktan
Atraktan merupakan sesuatu yang memiliki daya tarik terhadap
serangga (nyamuk) dan menjadi salah satu bentuk pengendalian
nyamuk.Atraktan ini dapat berupa bahan kimiawi maupun visual
(fisik).Atraktan dari bahan kimia dapat berupa senyawa ammonia, CO2,
asam laktat, octenol, dan asam lemak. Zat atau senyawa tersebut berasal
dari bahan organik atau merupakan hasil proses metabolisme mahluk
hidup, termasuk manusia. Atraktan fisika dapat berupa getaran suara dan
warna, baik warna tempat atau cahaya.
Atraktan dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku, memonitor
atau menurunkan populasi nyamuk secara langsung tanpa menyebabkan
cedera bagi binatang lain dan manusia serta tidak meninggalkan residu
4. Tanaman Cabai Merah (Capsicum annumL)
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang
memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika
tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika,
45 Kurnia Nur Latifa, Whawan Bayu Arusyid, Tyas Iswidaty, Dwi Sutiningsih, “Pengaruh Ovitrap Sebagai Monitoring Keberadaan Vektor Aedes sp di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 3 No.1, April 2013, hlm. 28.
38
Eropa dan Asia termasuk negara Indonesia. Tanaman cabai banyak ragam
tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya.Diperkirakan terdapat 20 spesies
yang sebagian besar hidup di negara asalnya.46Tanaman cabai merah dapat
ditanam secara monokultur maupun tumpang sari dengan tanaman sayur
sperti kol, kubis, tomat, brokoli atau ditumpang sari dengan
tembakau.Dalam satu musim tanam, cabai merah dapat dipetik 10 hingga
15 kali.47
Cabai merah (Capsicum annumL) merupakan tabaman yang dapat
hidup pada suhu berkisar antara 21°C - 27°C, hal ini memungkinkan dapat
ditanam atau dibudidayakan di daratan rendah. Adapun menanam cabai di
musim hujan sangat mengandung resiko gagal karena ganguan penyakit
tetapi jika berhasil akan harga cabai yang tinggi akan memberikan
keuntungan besar bagi petani dengan pemeliharaan lokasi, varietas dan
teknologi budidaya. resiko kegagalan menanam cabai merah di musim
hujan akan meningkatkan kelembaban di sekitar arel penanaman hal ini
akan mengundang kedatangan cendawan atau bakteri yang berbahaya bagi
tanaman.48
46 Devi Rizqi Nurfalach, “Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Di UPTD Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Pakopen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang”, (Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, 2010), hlm. 1 47 Ernoiz Antriyandarti, Susi Wuri Ani, “Pengembangan Agribisnis Cabai Merah (Capsicum annuum L) Di Kabupaten Magelang”, Media Trend, Vol. 10, No. 1, Maret 2015, hlm. 51 48 Netti Nurlenawati, Asmanur Jannah, Nimih, “Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Varietas Prabu Terhadap Berbagai Dosis Pupuk Fosfat Dan Bokashi Jerami Limbah Jamur Merang”, Agrika, Vol 4, Nomor 1, Mei 2010, hal. 10.
39
a) Kandungan Cabai Merah (Capsicum annumL)
Cabai merah mempunyai manfaat untuk bumbu masak atau bahan
campuran pada berbagai industri pengolahan makanan dan minuman,
tetapi juga digunakan untuk obat-obatan dan kosmetik.49Cabai
mengandung capsaicin, dihidrocapsaicin, vitamin (A, C), damar, zat
warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan
lutein.Selain itu, juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium,
kalsium, fosfor, dan niasin.Zat aktif capsaicin berkhasiat sebagai
stimulan. Jika seseorang mengonsumsi kapsaisin terlalu banyak akan
mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata. Selain
itu, dapat juga membantu melancarkan sirkulasi darah dalam jantung,
mampu menyembuhkan beberapa penyakit pernafasan seperti
bronchitis, influenza, sinusitis, dan asma.Selain capsaicin, cabai juga
mengandung kapsisidin.Khasiatnya untuk memperlancar sekresi asam
lambung dan mencegah infeksi system pencernaan. Unsur lain di
dalam cabai adalah capsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi
pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal.50
b) Taksonomi dan Morfologi Cabai Merah (Capsicum annumL)
Menurut taksonomi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman
cabai, klasifikasinya ialah sebagai berikut:
49 Nur Prasetyo dan Muh.Kusberyunadi. “Respon Beberapa Varietas Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Pada Berbagai Jenis Pupuk Kandang”. Agroteknologi, hlm. 2. 50 Dachlan Tosin, Sukses Usaha dan Budidaya Cabai, (Yogyakarta: Atma Media Press), hlm. 4
40
Kingdom :Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum annum L51
Gambar. 2.5. Tanaman cabai merah (Capsicum annum)52
Seperti tanaman lainnya, cabai merah terdiri dari alat hara (daun,
batang, akar) dan alat perkembangbiakan (bunga, buah, dan biji).
I. Alat hara (Organum nutritivum)
1) Akar (radix)
Cabai termasuk kedalam tanaman semusim yang berbentuk
perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman
cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini
berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan dari dalam
tanah serta menguatkan berdirinya batang tanaman.
51 Devi Rizqi Nurfalach, “Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Di UPTD Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Pakopen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang”, (Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, 2010), hlm. 5. 52https://wordpress.com/2014/11/24/cara-memilih-dan-memisahkan-biji-cabai-yang-baik/. Diakses tanggal 11 September 2017
41
2) Batang (caulis)
Batang utama cabai tegak dan pangkalnya berkayu dengan
panjang 20 - 28 cm dengan diameter 1,5 - 2,5 cm. Batang
percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm,
diameter batang percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan
bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan
secara berkesinambungan.
3) Daun (folium)
Daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung
meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun
berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun
bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan
bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun
berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. 53
II. Alat perkembangbiakan (Organum reproduktivum)
1) Bunga (flos)
Bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya
bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna
ungu.Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas
53 Moch Hafi Wardana, “Budidaya Tanaman Cabai Merah Di UPTD Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember”, dalam http://volcano.fis.um.ac.id/wp-content/uploads/2015/03/jurnal-cabai-merah.doc, diakses tanggal 27 Juni 2017, pukul 02.00.
42
tidak berlekatan. Disebut berbunga sempurna karena terdiri atas
tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat
kelamin jantan dan alat kelamin betina.
2) Buah (fructus)
Buah cabai berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok,
meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin
mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek,
rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak
menjadi merah cerah.
3) Biji (semen)
biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi
cokelat, berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm.54
c) Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Seperti halnya tanaman lain juga, tanaman cabai tidak akan
memberikan hasil yang maksimum apabila kondisinya tidak
mendukung seperti unsur hara yang tidak cukup serta keadaan tanah
yang buruk.55Syarat untuk tumbuh tanaman cabai dalam budidaya
tanam cabai ialah sebagai berikut:
54 Devi Rizqi Nurfalach, “Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Di UPTD Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Pakopen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang”, (Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, 2010), hlm. 7-8. 55 Wan Arfiani Barus, “Pertumbuhan dan Produksi Cabai dengan Penggunaan Mulsa dan Pemupukan PK”, Jurnal Penelitian Bidang Pertanian, Vol 4, No 1, April 2006, hlm. 43.
43
1) Iklim
Iklim berpengaruh pada tanaman, begitu juga dengan cabai.
Iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhannya antara lain sebagai
berikut:
i. Sinar matahari, penyinaran yang dibutuhkan ialah penyinaran
secara penuh, bilapenyinaran tidak penuh pertumbuhan
tanaman tidak akan normal.
ii. Curah hujan, Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim
kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang cukup.
Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu 800-2000
mm/tahun.
iii. Suhu dan kelembaban, Tinggi rendahnya suhu sangat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun suhu yang
cocok untuk pertumbuhannya adalah siang hari 21° C – 28° C,
malam hari 13° C-16° C, untuk kelembaban tanaman 80%.56
iv. Angin, Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin
sepoi-sepoi, angin berfungsi menyediakan gas CO2 yang
56 Devi Rizqi Nurfalach, “Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Di UPTD Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Pakopen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang”, (Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, 2010), hlm. 10
44
dibutuhkannya. Selain itu, angin yang tidak terlalu kencang
dapat membantu penyerbukan57
2) Ketinggian tempat
Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah
dibawah 1400 m dpl.Berarti cabai dapat ditanam pada dataran
rendah sampai dataran tinggi (1400 m dpl).Di daerah dataran tinggi
tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi
secara maksimal.58
3) Tanah
Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik
pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah
liat.Akan tetapi tanah yang cocok adalah tanah gembur yang
mengandung unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K. Tanaman
cabai tidak suka dengan air yang menggenang. Pertumbuhan
tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH
6,0 – 7,0.59
57 Abdul Hamid, Bertanam Cabai Hibrida untuk Industri, (Jakarta Selatan: PT. AgroMedia Pustaka), hlm. 49 58 Devi Rizqi Nurfalach, “Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Di UPTD Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Pakopen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang”, (Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, 2010), hlm. 11. 59 Edi warsadi, Budidaya Cabai, (Bandung: Sanggabuana, 2008), hlm. 14.
45
5. Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L)
Tebu merupakan sumber pemanisutama di dunia, hampir 70 % sumber
bahanpemanis berasal dari tebu60 yang dibudidayakan di Negara-negara
tropis. Produksi gula lainnya diperoleh dari bit gula, terutama di daerah
beriklim sedang. Secara historis, gula hanya dihasilkan dari tebu dan
dalam jumlah yang relatif kecil.Hal ini mengakibatkan gula menjadi
barang mewah, terutama di Eropa karena tebu sulit ditanam. Saat ini,
beberapa Negara mengimpor raw sugar (gula mentah) untuk memproduksi
gula kristal putih.61
Tebu merupakan tanaman C4 dari famili Graminae (rumput-
rumputan) yang termasuk tanaman parenial (tahunan) dan tumbuh secara
bergerombol membentuk rumpun.Tanaman tebu dapat diperbanyak
dengan biji, stek batang, atau stek ujung.Perbanyakan biji biasanya
dilakukan pada usaha pemuliaan tanaman saja.Secara komersil
perbanyakan tanaman tebu dilakukan secara vegetatif, yaitu dalam bentuk
stek batang. Batang tebu terdiri atas ruas-ruas dan buku-buku dengan
setiap buku terdapat mata tunas yang menempel. Satu rumpun batang tebu
terdiri dari batang primer, batang sekunder, batang tersier.Tunas yang
pertama kali muncul dari mata tunas yang ditanam disebut dengan batang 60 M.Maulana Rasyid Lubis, Lisa Mawarni, Yusuf Husni, “Respons Pertumbuhan Tebu (Sacharum officinarum L.) terhadap Pengolahan Tanah pada Dua Kondisi Drainase”, Jurnal Online Agroekoteknologi, Vol.3, No.1, Desember 2015, hlm. 215. 61 Dhiyaudzdzikrillah, “Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum.L) Lahan Kering Di Pt Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Tebang, Muat, Dan Angkut”, (Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB, BOGOR, 2011), hlm. 5.
46
primer. Tunas yang muncul dari batang primer disebut batang sekunder.
Batang tersier adalah batang yang muncul dari mata tunas batang
sekunder.62
a) Kandungan Tanaman Tebu
Tebu dibudidayakan sebagai salahsatu tanaman penghasil bahan
pemanis (sukrosa) yang tersimpan dalam batang tebu dan merupakan
bahan penghasil gula kristal melalui proses industri. Dalam batang tebu
terkandung sukrosa berkisar 8–16%, fiber serat berkisar 11–16%, air
69–76% dan padatan lainnya.63 Selain itu, tebu juga mengandung
monosakarida 0,5 – 1,5%, zat organik 0,5 – 1,5%, zat anorganik
0,15%, air 65 – 75%, dan bahan lainya 12%.
Sari tebu hanya digunakan sebagai bahan baku pembuat gula,
vetsin maupun minuman penghilang dahaga. Selain manis dan lezat,
ternyata sari tebu pun kaya akan khasiat yakni untuk mengobati sakit
panas, batuk, memerangi kanker, membersihkan aliran urin dan juga
membantu ginjal untuk melakukan fungsinya dengan lancar. Sari tebu
memiliki kandungan sukrosa, protein, kalsium, lemak, vitamin B1,
vitamin B2, vitamin B6, vitamin C dan asam amino.64
62 Sema Devi Oktavia, “Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Di Pabrik Gula Madukismo Dengan Aspek Khusus Penataan Varietas”, (Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor, 2015), hlm. 2. 63 Leny Destriyani, Tamrin, dan M. Zen Kadir, “Pengaruh Umur Simpan Air Tebu Terhadap Tingkat Kemanisan Tebu (Saccharum Ofiicinarum)”, Jurnal Teknik Pertanian Lampung, Vol 3, No 2, 2014, hlm. 120 64httpeprints.ums.ac.id23368201_BAB_I.pdf, diakses tanggal 30 juni 2017, pukul 01.30.
47
b) Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Tebu
Tanaman tebu tergolong tanaman perdu dengan nama latin
Saccharum officinarum. Sistematika tanaman tebu adalah:
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminales Famili : Graminae Genus : Saccharum Spesies : Saccharum officinarum
Gambar. 2.6. Tanaman tebu65
Tanaman tebu memiliki bagian-bagian yaitu alat hara (akar,
batang, daun) dan alat perkembangbiakan (bunga dan buah).
I. Alat hara (Organum nutritivum)
1) Akar (radix)
Akar tanaman tebu termasuk akar serabut tidak panjang yang
tumbuh dari cincin tunas anakan. Pada fase pertumbuhan batang,
65 htpp//www.digilib.unila.ac.id, diakses tanggal 11 September 2017, pukul 08.34.
48
terbentuk pula akar dibagian yang lebih atas akibat pemberian
sebagai tempat tumbuh.66
2) Batang (caulis)
Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi, tidak bercabang
dan tumbuh tegak.Ruas-ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang
merupakan tempat duduk daun.Pada setiap buku terdapat mata
tunas.Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara
2-5 meter dan tidak bercabang.67
3) Daun (folium)
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan
dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai.Tulang
daun sejajar, ditengah berlekuk.Tepi daun kadang-kadang
bergelombang serta berbulu keras.
II. Alat perkembangbiakan (Organum nutritivum)
4) Bunga (flos)
Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50- 80 cm.
Cabang bunga pada tahap pertama berupa karangan bunga dan
pada tahap selanjutnya berupa tandan dengan dua bulir panjang 3-4
mm. Terdapat pula benangsari, putik dengan dua kepala putik dan
bakal biji.
66 M. Syakir, Budidaya dan Pasca Panen Tebu, (Jakarta: ESKA Media, 2010), hlm. 8 67 htpp//www.digilib.unila.ac.id, diakses tanggal 11 September 2017, pukul 08.34.
49
5) Buah (fructus)
Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar
lembaga 1/3 panjang biji.Biji tebu dapat ditanam di kebun
percobaan untuk mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang
lebih unggul.68
c) Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
Sebagai tanaman tropika, tebu membutuhkan iklim yang sesuai untuk
mencapai pertumbuhan yang optimum69. Adapun syarat untuk
tumbuh tanaman tebu ialah sebagai berikut:
1) Tanah
Tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur,
mudahmenyerap tapi juga mudah melepaskan air.Dilihat dari jenis
tanah, tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah
seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol.Tanaman tebu
sangat toleran pada kisaran kemasaman tanah (pH) 5-8. Hasil tebu
pun akan optimum apabila ketersediaan hara makro primer (N, P,
K), hara makro sekunder (Ca, Mg, S), dan hara mikro (Si, Cu, Zn)
dalam tanah lebih tinggi dari batas kritisnya.70Tanaman tebu
68 M. Syakir, Budidaya dan Pasca Panen Tebu, (Jakarta: ESKA Media, 2010), hlm. 9-10. 69 Sema Devi Oktavia, “Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Di Pabrik Gula Madukismo Dengan Aspek Khusus Penataan Varietas”, (Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor, 2015), hlm. 3. 70 Dhiyaudzdzikrillah, “Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum.L) Lahan Kering Di Pt Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Tebang, Muat, Dan Angkut”, (Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB, BOGOR, 2011), hlm. 6.
50
menghendaki tanah yang tidak terlalu kering, tetapi juga tidak
terlalu basah sehingga diperlukan pengairan dan drainase.71
2) Iklim
Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak
air, sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan
kering agar pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka
pertumbuhan akan terus terjadi dan tidak ada kesempatan untuk
menjadi masak sehingga rendemen menjadi rendah.
i. Curah hujan
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan
curah hujan berkisar antara 1.000 - 1.300 mm per tahun dengan
sekurang-kurangnya 3 bulan kering.72
ii. Suhu
Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24°C - 34° C
dengan dengan kelembaban udara antara 40%-60%.
Pembentukan sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan
lebih optimal pada suhu 30°C. 73
iii. Sinar matahari
Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam setiap
harinya.
71 Rahmat Rukmana, Gula Merah Dari Tebu, (Semarang, Aneka Ilmu, 2004), hlm. 23. 72 ibid. 7. 73 Rahmat Rukmana, Gula Merah Dari Tebu, (Semarang, Aneka Ilmu, 20040, hlm. 20.
51
iv. Angin
Kecepatan angin sangat berperan dalam mengatur
keseimbangan kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk
yang mempengaruhi proses fotosintesa. Angin dengan
kecepatan kurang dari 10 km/jam disiang hari berdampak
positif bagi pertumbuhan tebu.74
B. Kerangka Berfikir
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk.Nyamuk yang
menularkan virus ini ialah dari genus Aedes (Aedes aegepty dan Aedes
albopictus). Berbagai cara telah dilakukan oleh masyarakat untuk menurunkan
kepadatan nyamuk vektor DBD yaitu dengan menggunakan insektisida.
Insektisida yang digunakan berupa obat anti nyamuk, fogging, maupun lotion
nyamuk. Jika dilihat dari sisi dampaknya, dampak negatif akan lebih banyak
dirasakan ketimbang dampak positifnya, baik dampak negatif bagi lingkungan
maupun kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan cara
penanggulangan alami baik secara biologi, kimia, maupun fisika.
Penanggulangan dengan cara kimia menggunakan atraktan, salah satunya
yaitu atraktan nabati. Atraktan nabati tersebutseperti cabai merah dan
tebuyang nantinya membutuhkan wadah untuk meletakkannya seperti
ovitrap.Atraktan cabai merah mengandung CO2, asam laktat, ammonia, 74 M. Syakir, Budidaya dan Pasca Panen Tebu, (Jakarta: ESKA Media, 2010), hlm. 6-7.
52
octenol, dan asam lemak, sedangkan pada atraktan tebu mengandung CO2 dan
ammonia.Dengan adanya senyawa-senyawa dari atraktan tersebut mampu
mempengarui nyamuk Aedes aegypti untuk meningkatkan jumla koleksi telur
nyamuk Aedes aegypti.
53
Skema gambar 2.7. Kerangka berfikir
Penyakit DBD
Nyamuk Aedes aegypti sbg vektor
Cara Pengendalian Nyamuk
Kimia Fisika Biologi
Atraktan cabai merah dan tebu
Jumlah Telur nyamuk Aedes aegypti
Fogging
Ovitrap dengan variasi atraktan
Lotion nyamuk
Obat anti nyamuk
Atraktan cabai merah
Atraktan tebu
ammonia, CO2, asam laktat, octenol, asam lemak
CO2 dan ammonia
54
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Terdapat preferensi peletakan telur nyamuk Aedes aegypti (Linn) pada
cabai merah dan tebu sebagai atraktan dengan konsentrasi yang berbeda.
55
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen laboratorium dengan
pendekatan kuantitatif. Dengan demikian, penelitian eksperimen merupakan
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.75Pendekatan kuantitatif
yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal
(angka) yang diolah dengan metoda statistika sehingga diperoleh signifikansi
perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antara variabel yang
diteliti.76
Berdasrakan uraian di atas dan pendekatan yang digunakan, dapat
disimpulkan bahwa true experimental design bertujuan untuk membuktikan
sebab akibat dari variabel penelitian yang diteliti.
B. Populasi
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini ialah semua telur nyamuk Aedes aegypti
yang direaring (dikembangbiakkan).
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini ialah 40 jumlah nyamuk Aedes aegypti.
75 Sugiyono, MetodePenelitianPendidikan, (Bandung:Alfabeta,2016), hlm. 107. 76 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.5.
56
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian tentang “Uji Efektivitas ovitrap dengan Variasi Atraktan
Cabai Merah (Capsicum annum L) dan Tebu (Saccarum officinarum L)
Terhadap Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti L” akan dilaksanakan di
Laboratorium Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Mataram (Unram)
selama bulan Maret.
D. Variabel Penelitian
Variable penelitian merupakan segala sesuatu berbentuk apa saja yang
sudah ditentukan oleh seorang peneliti untuk dipelajari sehingga nantinya
akan mendapatkan informasi mengenai hal tersebut kemudian ditarik
kesimpulannya.77
1. Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah
ovitrap dengan variasi atraktan cabai merah dan tebu
2. Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependen (terikat) adalah
jumlah telur nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap.
3. Variabel kontrol pada penlitian ini adalah atraktan cabai merah dan tebu
dengan konsentrasi 10%, 30%, 60%.
E. Desain Penelitian
Rancangan penelitian in imenggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola factorial dengan RAL yang terdiri atas 2 faktor. Faktor A
(Perlakuan) dengan taraf a1 (atraktan cabai merah), a2 (atraktan tebu), faktor B 77 Sugiyono,MetodePenelitianPendidikan,(Bandung:Alfabeta,2013), hlm. 60
57
(konsentrasi) dengan taraf b0 (konsentrasi 0%), b1 (konsentrasi 10%), b2
(konsentrasi 30%), b3(konsentrasi 60%) sehingga didapat 2 x 4 = 8 dengan 3
kali pengulangan.
Hasil suatu percobaan yang dilakukan dengan rancangan acak lengkap
mendapat perlakuan dan semua perlakuan tersebut mempunyai ulangan yang
samayaitu sebanyak n ulangan, tersusun sebagai berikut:
Tabel 3.1. RancanganVariasi Perlakuan
No Jenis tumbuhan
(A)
Konsentrasi (B)
B0(0%) B1(10%) B2(30%) B3(60%) 1. Atraktan cabai
merah (A1)
A1B0 A1B1 A1B2 A1B3
2. Atraktan tebu (A2)
A2B0 A2B1 A2B2 A2B3
F. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
a) Gelas plastik ukuran 350 ml
b) Gelas ukur
c) Blender
d) Kertas saring
e) Kain kasa
f) Pollybag
g) Pisau
58
h) Kabel dan lampu
i) Taperware
j) Kandang (berukuran 75 x 45 x 45 cm)
k) Kertas label
l) Buku catatan
m) Mikroskop
n) Loop
o) counter
2. Bahan
a) Telur nyamuk Aedes aegypti
b) Cabai merah (Capsicum annumL)
c) Tebu (Saccarum officinarumL)
d) Air keran
e) Pellet ayam
f) Aquades
G. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan kandang
Kandang nyamuk yang digunakan terbuat dari kayu dan kelambu
nyamuk sebagai penutup kandang. Hal pertama yang dilakukan ialah
merancang bentuk dari kandang yang akan digunakan. Setelah sesuai
rancangan, kandang tersebut ditutup menggunakan kelambu agar nyamuk
uji tidak dapat keluar. Kandang ini berukuran 75 x 45 x 45 cm dengan
59
jumlah yang digunakan yaitu 4 kandang (1 kandang untuk rearing dan 3
kandang untuk tahap pengujian).
2. Pembuatan ovitrap
Hal pertama yang dilakukan ialah menyiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan. Setelah itu, merekatkan kertas saring secara melingkar di
dalam gelas plastik dengan ukuran yang sudah ditentukan.Kemudian
membungkus gelas plastik dengan pollybag dan mensteplas pollybag
tersebut pada gelas plastik.
Keterangan:
1. Gelas plastik
2. Kertas saring
3. Pollybag
4. Atraktan
Gambar. 3. 1. Ovitrap
3. Pembuatan atraktan cabai merah dan tebu
Hal yang pertama dilakukan ialah memisahkan atau melepaskan
tangkai cabai merah dari buahnya.Setelah itu, membersihkan cabai merah
dari kotoran menggunakan air keran.Cabai merah tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan air sesuai kebutuhan.Hasil
blender tersebut kemudian dituangkan ke dalam toples, ditutup rapat-
60
rapat, dan didiamkan selama 7 hari.Setelah 7 hari, air cabai tersebut
disaring dipisahkan antara sari dan ampas.Air cabai dimasukkan ke dalam
gelas plastik yang sudah disediakan yaitu dengan konsentrasi 10%, 30%,
dan 60%.
Sedangkan untuk membuat atraktan tebu, terlebih dahulu dilakukan
ialah mengupas semua kulitnya.Bagian yang digunakan ialah dekat dari
akar sampai dengan bekas menempel daunnya.Setelah itu, tebu tersebut
digiling dan ditambahkan air sesuai dengan kebutuhan.Kemudian
dituangkan ke dalam toples, ditutup rapat-rapat, dan didiamkan selama 7
hari.Setelah 7 hari, air tebu dimasukkan ke dalam gelas plastik yang sudah
disediakan yaitu dengan konsentrasi 10%, 30%, dan 60%.
4. Tahap pengenceran
Rumus pengenceran larutan pada cabai merah dan tebu
Keterangan
V1 =Volume awal
M1 =Konsentrasi awal larutan
V2 = Volume akhir Larutan (V1 + air = V2 )
M2 = Konsentrasi akhir larutan
V1. M1 = V2. M2
61
a. Pembuatan konsentrasi larutan atraktan cabai merah dan tebu 10%
V1. M1 = V2.M2
10% = V1. M1 = V2.M2
V1. 1 = 100 . 0,1
V1= 10+ 90 = 100 ml
b. Konsentrasi untuk 30%
V1. M1 = V2.M2
30% = V1. M1 = V2.M2
V1. 1 = 100 . 0,3
V1= 30 + 70 = 100 ml
c. Konsentrasi untuk 60%
V1. M1 = V2.M2
60% = V1. M1 = V2.M2
V1. 1 = 100 . 0,6
V1= 60 + 40 = 100 ml
5. Tahap pembiakan nyamuk Aedes aegypti
Telur nyamuk Aedes aegypti dibasahi pada kertas saring.Kemudian
menggunakan wadah plastik sebagai tempat pembiakan dengan
mengkondisikan suhu ruangan 30°C.Pembiakan dilakukan dimulai dari
telur sampai dengan menjadi imago atau nyamuk dewasa. Seluruh siklus
hidup ditempuh dari larva sampai imago ialah 7-10 hari dengan rincian
larva instar I antara 1-2 hari, larva instar II antara 2-3 hari, larva instar III
antara 2-3 hari, dan larva instar IV sampai menjadi pupa selama 3 hari.
Pupa biasanya akan menjadi imago antara 1-2 hari. Imago tersebut siap
melakukan kopulasi dan menghasilkan telur.
62
6. Tahap pengujian
Pada tahap pengujian yaitu, ovitrap diisi dengan atraktan cabai merah
dan tebu dengan konsentrasi 10%, 30%, 60%, serta diberikan kertas label
pada masing-masing ovitrap. Ovitrap ini diletakkan di kandang
bersamaan dengan nyamuk dewasa yang sudah direaring
(dipelihara).Nyamuk tersebut diberikan pakan gula dengan konsentrasi
10% dan diresapkan menggunakan sepotong kapas.Nyamuk juga
diberikan pakan darah guna untuk mematangkan telurnya. Kemudian
nyamuk tersebut akan meletakkan telurnya pada masing-masing atraktan
yang disukainya.
H. Teknik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan
langsung (observasi) yakni dengan melihat langsung gejala pada tiap
perlakuan dan ulangan.
Untuk mengetahui jumlah telur nyamuk yang terperangkap dapat
diketahui melalui tabel hasil pengamatan yang telah dilakukan yaitu
63
Tabel 3.2. Hasil pengamatan telur nyamuk yang terperangkap
No Atraktan Konsentrasi Jumlah telur nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap
Rata-rata
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
1.
Cabai merah
Kontrol 10% 30% 60%
2.
Tebu
Kontrol 10% 30% 60%
I. Tehnik Analisis Data
Analisis data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel hasil
pengamatan, kemudian digunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2
faktor (RAL-F). Analisa data dengan menggunakan ANOVA dua jalur
(twoway Anova), untuk mengetahui apakah ada perbedaan perlakuan dan
dilanjutkan dengan Uji BNT untuk mengetahui seberapa besar keefektivan
yang diberikan. Data penelitian ini akan dianalisis dengan bantuan SPSS 16,0
for Windows.
Tabel.3.3.Ringkasan rumus ANOVA (Analisis Of Variance)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas (dB)
F-Hitung F-Tabel Significant
(5%) Perlakuan ab-1 KTP/KTG F(α,db-p, db-g)
A a-1 KT(A)/KTG F(α,db-A,db-g) B b-1 KT(B)/KTG F(α,db-B, db-g)
AB (a-1) (b-1) KT(AB)/KTG F(α,db-AB, db-g) Galat Total
64
Sebagai kaidah keputusan pengujian dari tabel sidik ragam adalah sebagai
berikut:
1. Jika Fhitung>Ftabel 5% tetapi lebih kecil daripada Ftabel 1%, perbedaan di antara
nilai tengah perlakuan dikatakan nyata (signifikan). (pada hasil Fhitung
ditandai dengan satu tanda *)
2. Jika Fhitung < Ftabel 5%, perbedaan diantara perlakuan dikatakan tidak nyata
(non signifikan). (pada hasil Fhitung ditandai ns).78
Jika dari hasil analisis terdapat perbedaan dilakukan uji lanjut dengan
BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf signifikan 5%. (a = 0,05 dan b=0,01)
Adapun rumus dari BNT adalah:
BNT 5% = ( ) √ ( )
Keterangan:
db galat : nilai t tabel
KTG : Kuadrat Tengah Galat
r : Jumlah Ulangan
78 Kusriningrum, Perancangan Percobaan, (Surabaya: Airlangga University Press, 2008)
65
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian uji efektifitas ovitrap dengan variasi atraktan cabai
merah dan tebu terhadap jumlah telur nyamuk Aedes egypti yang dilakukan di
Laboratorium Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Mataram selama
bulan Maret 2018. Tanaman cabai merah diambil di Padamara dan tanaman
tebu diambil di Jerowaru kabupaten Lombok Timur. Tanaman-tanaman yang
digunakan masih segar dan siap panen. Cabai merah dan tebu dihaluskan
terlebih dahulu kemudian direndam menggunakan air sumur dan didiamkan
selama 7 hari. Sementara telur nyamuk yang digunakan yaitu telur yang sudah
steril dari virus dengue dan dipesan di Laboratorium ITD (International
Tropical Dissease) Surabaya.Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan dicatat
jumlah telur nyamuk yang terperangkap didalam masing-masing ovitrap.
Analisis data yang digunakan yaitu two way annova (analysis of
variance)SPSS 16,0 for windwos dengan taraf signifikan 5%. Apabila terdapat
perbedaan yang signifikan, maka dapat dilakukan uji lanjut menggunakan
LSD (Least Significance Difference).
1. Hasil pengamatan jumlah telur Aedes aegypti
Berikut hasil dari jumlah telur nyamuk yang terperangkap selama 7
hari pada ovitrap atraktan cabai merah dan tebu.
66
Tabel 4.1. Jumlah telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap atraktan cabai
merah
No Atraktan Konsentrasi
Koleksi telur aedes aegypti ulangan ke
Jumlah telur aedes
aegypti Rata-rata
1 2 3
1. Cabai merah
0% 190 173 110 473 157,67 10% 254 327 283 864 288 30% 63 79 42 184 61,33 60% 6 3 11 20 6,67
2. Tebu
0% 58 73 35 166 55,33 10% 245 141 80 466 155,33 30% 287 143 217 647 215,67 60% 3 1 5 9 3
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata telur nyamuk
yang terperangkap pada ovitrap atraktan cabai merah yang terendah yaitu
pada konsentrasi 60% dengan rata-rata yaitu 6,67 dan yang tertinggi pada
konsentrasi 10% dengan rata-rata yaitu 288. Sedangkan rata-rata telur
nyamuk yang terperangkap pada ovitrap atraktan tebu yang terendah yaitu
pada konsentrasi 60% dengan rata-rata 3 dan yang tertinggi pada
konsentrasi 30% dengan rata-rata yaitu 215,67.
67
Gambar 4.1. Diagram batang rata-rata jumlah telur nyamuk Aedes
aegypti
Berdasarkan gambar 4.1 diagram batang, rata-rata jumlah telur
nyamuk yang terperangkap pada setiap atraktan dengan berbagai
konsentrasi. Pada atraktan cabai merah konsentrasi yang paling tinggi
sampai konsentrasi terendah memperangkap nyamuk berturut-turut ialah
pada konsentrasi 10% yaitu 288, konsentrasi 0% yaitu 157,67, 30% yaitu
61,33, dan konsentrasi 60% yaitu 6,67. Sedangkan pada atraktan tebu
konsentrasi yang paling tinggi sampai terendah memperangkap nyamuk
ialah pada konsentrasi 30% yaitu 215,67, konsentrasi 10% yaitu 155,33,
konsentrasi 0% yaitu 55,33, dan konsentrasi 60% yaitu 3.
0
50
100
150
200
250
300
atrraktan cabai merah atraktan tebu
Rat
a-ra
ta ju
mla
h te
lur
Rata-rata jumlah telur Aedes aegypti
0%
10%
30%
60%
68
B. Analisis Data
1. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat data terdistribusi normal atau
tidak.Apabila jumlah kelompok sampel yang digunakan lebih dari 50,
maka uji normalitas yang digunakan ialah Kolmogorov-Smirnov. Adapun
hasil dari uji normalitas yang menggunakan spss 16.0 sebagai berikut:
Tabel 4.3.test of normality
Atraktan Kolmogorov-Smirnov
Statistic Df Sig
Jumlah telur Cabai merah ,167 12 ,200
Tebu ,192 12 ,200
Berdasarkan tabel 4.3 di atas terlihat bahwa uji normalitas atraktan
cabai merah menunjukkan nilai signifikansinya yaitu 0,200 dan atraktan
tebu menunjukkan nilai signifikansinya yaitu 0,200. Hal ini dapat
dikatakan bahwa data terdistribusi normal karena nilai p lebih dari 0,05
(p>0,05).
2. Uji homogenitas
Tabel 4.4.uji homogenitas
F df1 df2 Sig. 2,648 7 16 ,051
Design: intercept+konsentrasi+atraktan+konsentrasi*atraktan
69
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah objek yang
diteliti memiliki varian yang sama. Bila objek yang diteliti memiliki
varian yang sama, maka uji annova dapat diberlakukan. Berdasarkan tabel
4.4, nilai signifikansi uji homogenitas yaitu 0,51. Hal ini berarti nilai p
lebih dari 0,05 (0,051 > 0,05), maka uji annova dapat diberlakukan.
3. Uji annova
Tabel 4.5. Data Hasil Sidik Ragam Jumlah Telur Aedes aegypti Source Df Mean square F Sig.
Corrected Model 7 31784,661 15,888 ,000 Intercept 1 333468,375 166,693 ,000 Atraktan 1 2667,042 1,333 ,265
Konsentrasi 3 48211,819 24,100 ,000 konsentrasi * atraktan 3 25063,375 12,529 ,000
Error 16 2000,500 Total 24
Corrected Total 23 R Squared = .874 (Adjusted R Squared = .819)
Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa faktor dari
konsentrasi menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh
yang signifikan atraktan cabai merah dan tebu yang dapat dilihat dari nilai
signifikan 0,265 > 0,05. Sedangkan pada faktor konsentrasi menunjukkan
hasil bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan konsentrasi
yaitu 0%, 10%, 30%, dan 60% dilihat dari nilai signifikan 0,00 < 0,05.
Pada faktor interaksi antara konsentrasi dan atraktan menunjukkan hasil
bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara konsentrasi
dan atraktan dilihat dari nilai signifikan 0,00< 0,05. Oleh karena itu,
70
dilakukan uji lanjut menggunakan uji LSD pada konsentrasi untuk
mengetahui perbedaan nyata dari konsentrasi.
4. Uji BNT 5%
Adapun BNT pada tahap signifikan 5% menunjukkan hasil sebesar
36,813 pada atraktan cabai merah dan tebu terhadap jumlah telur nyamuk
Aedes aegypti disajikan dalam bentuk notasi garis.
Tabel 4.5. Notasi garis atraktan cabai merah dan tebu terhadap telur nyamuk BNT = 36,813 A2b3 A1B3A2B0A1B2A2B1 A1B0A2B2 A1B1
3 6,67 55,33 61,33 155,33 157,67 215,67 288 a a
b b
c c d e
keterangan: Angka-angka pada tabel notasi garis yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%, sedangkan angka-angka pada tabel notasi
garis yang diikuti oleh huruf yang berbeda, maka berbeda nyata berdasarkan uji BNT
5%.
Tabel notasi garis di atas menunjukkan hasil penghitungan jumlah
telur nyamuk pada semua perlakuan. Seperti yang dapat dilihat pada tabel,
jumlah telur nyamuk Aedes aegypti yang paling banyak terdapat pada
A1B1yaitu atraktan cabai merah pada konsentrasi 10% dan yang paling sedikit
pada A2B3 yaitu atraktan tebu pada konsentrasi 60%. Hasil penghitungan
BNT didapatkan ada yang sama dan ada yang berbeda. Notasi yang berbeda
71
didapatkan dari hasil penghitungan lebih besar dari BNT, sedangkan notasi
yang berbeda didapatkan dari hasil penghitungan lebih kecil dari BNT.
B. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan atraktan cabai merah dan atraktan tebu
yang sudah direndam menggunakan air sumur selama 7 hari dan akan
menghasilkan bau yang menyengat. Bau menyengat yang dihasilkan akan
membuat nyamuktertarik untuk hinggap pada sumber bau. Bau menyengat
tersebut berupa atraktan. Atraktan merupakan sesuatu yang dapat
mempengaruhi perhatian serangga yang berupa senyawa CO2, asam lemak,
octenol, asam laktat, dan ammonia. Zat atau senyawa tersebut berasal dari
hasil proses metabolisme atau bahan-bahan organik.79 Atraktan tersebut dapat
menarik perhatian nyamuk untuk datang ke ovitrap yang telah disediakan.
Suatu zat dianggap sebagai atraktan oviposisi jika nyamuk betina gravid
menunjukkan gerakan aktif menuju sumbernya untuk meletakkan telur,
sementara stimulan oviposisi adalah bahan kimia yang mendorong proses
peletakan telur (oviposisi).80
Nyamuk yang digunakan ialah nyamuk yang sudah direaring atau
dikembangbiakkan selama ±10 hari dengan suhu ruangan 28-29°C.Wadah
yang digunakan sebagai ovitrap ialah gelas plastik berukuran 350 ml dan
79 Sayono. “Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap” , (Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi, Universitas Diponegoro Semarang, 2008), hlm. 31 80 Milana Salim, Tanwirotun Ni’mah, “Aktivitas Beberapa Atraktan Pada Perangkap Telur Berperekat Terhadap Aedes aegypti” Spirakel, Vol. 7 No.2, Desember 2015, hlm. 12.
72
dibungkus menggunakan pollybag serta menempelkan kertas saring pada
bagian dalam dinding gelas plastik.Wadah plastik dijadikan sebagai wadah
atraktan, pollybag digunakan sebagai pembungkus gelas plastik, dan kertas
saring digunakan sebagai tempat nyamuk hinggap untuk meletakkan telur.
Ovitrap telah dirancang sesuai dengan tempat kesukaan nyamuk
untukbertelur, yaitu media yang berwarna gelapdan diletakan pada pada
tempat yang terhindardari cahaya. Nyamuk tersebut akan hinggap dan bertelur
kemudian dilakukan penghitungan.
Dari beberapa kajian menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti lebih
menyukai tempat yang gelap daripada tempat yang terang untuk bertelur atau
beristirahat.Nyamuk ini bersifat fototaksis negatif (gerakan menjauhi
rangsangan cahaya) dan menyukai tempat gelap.81Benda-benda gelap
(terutama berwarna hitam) mudah untuk menyerap panas dan tidak
memantulkan cahaya, tetapi juga mudah memancarkan panas yang akan
menarik nyamuk datang. Reseptor panas yang dimiliki oleh nyamuk berfungsi
sebagai sensor suhu dan kelembaban serta mampu membedakan panas yang
dipancarkan oleh berbagai benda yang akan menarik nyamuk datang.82
Apabila nyamuk Aedes sudah menghisap darah, nyamuk akan beristirahat di
81Abd.Gafur dan Muh.Saleh, “Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan BatuaKota Makassar Tahun 2015”, Al-Shihah, Volume.7 No. 1, Juli 2015, hlm. 60. 82 Made Agus Nurjana, Ade Kurniawan, “Preferensi Aedes aegypti Meletakkan Telur pada Berbagai Warna Ovitrap di Laboratorium”, Balaba, Vol.13 No.1, Juni 2017, hlm. 40-41.
73
tempat gelap sampai pematangan telur. Setelah itu, nyamuk akan mencari
tempat yang berair dan bertelur di tempat gelap dan tersembunyi.83
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan setelah satu hari perlakuan
terlihat bahwa terdapat telur nyamuk yang menempel pada kertas saring, akan
tetapi penghitungan baru dilakukan pada hari ke 7.Berdasarkan tabel hasil
pengamatan 4.1 didapatkan bahwa rata-rata jumlah telur nyamuk yang
terperangkap dalam ovitrap atraktan cabai merah pada konsentrasi 0% yaitu
157,67, pada konsentrasi 10% yaitu 288, konsentrasi 30% yaitu 61,33, dan
konsentrasi 60% yaitu 6,67. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi
atraktan cabai merah, maka semakin berkurang daya tarik nyamuk Aedes
aegypti untuk datang ke ovitrap.Pada konsentrasi 10% lebih tinggi
memperangkap telur nyamuk daripada 0% (aquades).Hal ini menunjukkan
bahwa nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai atraktan cabai merah daripada
kontrol karena kandungan yang terdapat dalam atraktan tersebut. Adapun
kandungan yang terdapat dalam atraktan cabai merah yaitu ammonia 0,86
mg/l, CO2 total 12,4 mg/l, asam laktat 13,2 mg/l, octenol 0,7 mg/l dan asam
lemak 22,8 mg/l.84
83 Gusti Rati, Hasmiwati, Erlina Rustam,“Perbandingan Efektivitas Berbagai Media Ovitrap terhadap Jumlah Telur Aedes Spp yang Terperangkap di Kelurahan Jati Kota Padang”, Jurnal Kesehatan Andalas, Vol. 5 No. 2 2016, hlm. 388. 84 Siti Rahayu, Whawan Bayu A, Destie Nur Lailly V, M. Adib Mubarok, “Uji Kefektifan Atraktan oryza sativa, capsicum annum, trachisperum roxburgianum pada Trapping nyamuk Aedes aegypti”, Artikel Ilmiah, Universitas Diponegoro, 2015, tanpa hlm.
74
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu pada
penelitian Rahayu dkk (2015) yang menggunakan atraktan jinten, cabai
merah, dan jerami untuk melihat keefektivan atraktan tersebut dalam
memperangkap nyamuk. Pada penelitian tersebut atraktan cabai merah dengan
konsentrasi 15% lebih mampu untuk memperangkap nyamuk daripada
konsentrasi atraktan lainnya.85Semakin banyak nyamuk yang terperangkap
dimungkinkan semakin banyak telur nyamuk yang terperangkap dalam
ovitrap.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat pada ovitrap atraktan tebu
didapatkan hasil bahwa rata-rata jumlah telur yang terperangkap pada
konsentrasi 0% yaitu 55,33, konsentrasi 10% yaitu 155,33, konsentrasi 30%
yaitu 215,67, dan konsentrasi 60% yaitu 3. Dapat dilihat bahwa konsentrasi
atraktan tebu 30% lebih tinggi memperangkap telur nyamuk daripada 0% atau
kontrol (aquades).Berbeda dengan penelitian Dhani (2016) yang melihat
keefektivan atraktan tebu untuk memperangkap nyamuk, Dhani menyatakan
bahwa konsentrasi 40% lebih mampu untuk menarik perhatian nyamuk.
Semakin tinggi kepekatan tebu, maka semakin banyak nyamuk yang
terperangkap dalam perangkap nyamuk disebabkan karena kandungan kadar
CO2 dan ammonia yang tinggi dari setiap bertambahnya
85Ibid, tanpa hlm.
75
pengenceran.86Semakin banyak nyamuk yang terperangkap dimungkinkan
semakin banyak telur nyamuk yang terperangkap dalam ovitrap.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa atraktan cabai merah dan tebu
dengan konsentrasi yang sama yaitu 0%, 10%, 30%, dan 60% mampu untuk
memperangkap telur nyamuk Aedes aegypti, namun memiliki keefektivan
yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi mana yang lebih tinggi
untuk memperangkap telur nyamuk.Atraktan cabai merah dengan konsentrasi
10% lebih tinggi memperangkap telur nyamuk daripada konsentrasi yang
lainnya.Sedangkan konsentrasi yang paling sedikit yaitu konsentrasi 60%
pada atraktan tebu.Penyebab perbedaan keefektifan tersebut kemungkinan
atraktan cabai merah memiliki senyawa yang tidak dimiliki oleh atraktan tebu
itu sendiri.
Selain faktor atraktan yang mempengaruhi perilaku Aedes aegypti
untuk meletakkan telurnya, ada beberapa faktor lainnya yang dapat
mendukung nyamuk tersebut yaitu kondisi lingkungan setempat, jenis dan
penampungan air, ketersediaan makanan, suhu, kelembaban, intensitas
cahaya, dan arus udara.87Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk berkisar
antara 25-30°C.Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya turun atau bahkan terhenti apabila suhu turun sampai di 86 Dhani Nur Wijayanti, “Efektivitas Fermentasi Air Tebu Sebagai Bahan Atraktan Nyamuk Aedes aegepty Menggunakan Perangkap Nyamuk Di Laboratorium Entomologi” (KTI, Kesehatan Lingkungan, 2015), hlm. 65. 87 W.H.Cahyati, D.M. Sukendra, Yunita D.P. Santika, “Penurunan Container Index (CI) Melalui Penerapan Ovitrap Di Sekolah Dasar Semarang”, Journal of Public Health, Vol. 5, No. 4, 2016, hlm. 334.
76
bawah suhu kritis dan menyebabkan nyamuk tersebut mati.Suhu juga
mempengaruhi kelembaban, apabila suhu tinggi maka dapat menyebabkan
kelembaban yang rendah yang dapat menjadi faktor pendukung
keberlangsungan hidup nyamuk. Kelembaban optimum untuk
keberlangsungan hidup nyamuk berkisar antara 70%-89,5%.88
Nyamuk Aedes aegypti memiliki organ kemoreseptor dan
mekanoreseptor sehingga nyamuk tersebut dapat mengetahui tempat untuk
meletakkan telur, mencari makan, mencari tempat untuk beristirahat, mencari
pasangannya, membedakan lawan jenis dan sesama jenis, atau mengetahui
musuh (predator). 89
Nyamuk Aedes aegypti juga memiliki organ yang sangat peka
terhadap bau-bau kimia.Menurut Jacquin dan Jolly (2004) dalam penelitian
Gusti Agung (2015) bau-bau tersebut ditangkap oleh sensilla pada antena
nyamuk yang mengandung satu atau beberapa saraf bipolar penciuman atau
dikenal sebagai ORNs (Olfactory Receptor Neurons), ORNs berada pada
ujung dendrit dan ujung akson untuk mendeteksi bahan- bahan kimia. Saraf
sensoris ini menghantarkan impuls kimia berupa respon elektrik dengan
membawa informasi penciuman dari perifer ke lobus antena yang merupakan
tempat penghentian pertama dalam otak. Setelah masuk ke dalam sendillum
88 Teguh widiyanto, “Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kota Purwokerto Jawa –Tengah”, (Tesis, Kesehatan Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang,2007), hlm. 32. 89 Made Agus Nurjana, Ade Kurniawan “Preferensi Aedes aegypti Meletakkan Telur pada Berbagai Warna Ovitrap di Laboratorium”, Balaba, Vol.13 No.1, Juni 2017, hlm. 40
77
melewati pori kutikula, molekul bau tersebut melewati cairan lymph menuju
dendrit. Kebanyakan molekul bau sangat mudah menguap dan relatif
hidrofobik.Bau berikatan dengan OBPs (Odorant Binding Proteins) kemudian
melewati cairan lymph.Selain sebagai pembawa, OBPs juga bekerja
melarutkan molekul bau tersebut dan bertindak dalam seleksi informasi
penciuman. Ketika kompleks bau OBPs mencapai membran dendrit, bau akan
berikatan dengan reseptor transmembran, kemudian ditransfer ke permukaan
membran intraseluler. Selanjutnya impuls elektrik tersebut disampaikan ke
pusat otak yang lebih tinggi dan berintegrasi untuk menghasilkan respon
tingkah laku yang tepat, sehingga nyamuk bergerak untuk mendekati sumber
bau tersebut. 90
Pada hasil pengujian uji efektifitas ovitrap dengan atraktan cabai
merah dan tebu terhadap jumlah telur nyamuk Aedes aegypti menggunakan uji
alternatif yaitu uji univariate.Hasil uji univariate menunjukkan bahwa ada
pengaruh perbedaan yang signifikan antara berbagai konsentrasi terhadap
variasi atraktan cabai merah dan tebu terhadap jumlah telur nyamuk Aedes
aegypti yang terperangkap. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.5 yang
menunjukkan bahwa nilai signifikan konsentrasi 0,00< 0,05 (nilai p < 0,05).
Pada faktor atraktan tidak terdapat pengaruh perbedaan yang signifikan. Hal
ini dapat dilihat dari nilai signifikan dari atraktan yaitu 0,265 > 0,05 (nilai p
90 I Gusti Agung Ngurah Widya P, Sudjari, Habiba Aurora, “Uji Perbandingan Potensi Penambahan Ragi Tape dan Ragi Roti pada Larutan Gula sebagai Atraktan Nyamuk Aedes sp”,Majalah Kesehatan FKUB, Volume 2, Nomer 4, Desember 2015, hlm. 184.
78
>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang
berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara atraktan cabai merah
dan tebu terhadap jumlah telur nyamuk Aedes aegypti. Sedangkan pada
interaksi antara konsentrasi dan atraktan terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan interaksi antara
konsentrasi dan atraktan yaitu 0,00< 0,05 (nilai p < 0,05).
79
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, analisis data, dan pembahasan maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat preferensi peletakan telur nyamuk Aedes
aegypti (Linn) pada cabai merah (Capsicum annum L) dan tebu saccharum
officinarum L) sebagai atraktan dengan konsentrasi yang berbeda, maka Ho
diterima dan Ha ditolak karena nilai signifikannya 0,265 > 0,05.
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang
lebih luas dengan mengkaji ovitrap yang lebih spesifik danmenggunakan
variasi atraktan nabati yang lebih beragam.
2. Bagi instansi dan stakeholder dapat dijadikan sebagai alternatif untuk
menurunkan populasi nyamuk Aedes aegypti penyebab vektor DBD, sehingga
dapat direkomendasikan bagi masyarakat umum karena penggunaannya yang
aman dan ramah lingkungan yang tidak mengganggu atau mencederai
binatang lain.
3. Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan gelas plastik, ember,
ataupun wadah yang berwarna gelap serta menambahkan atraktan nabati yang
mudah ditemukan di lingkungan sekitar untuk menurunkan, memutus siklus
hidup nyamuk penyebab demam berdarah dan tidak menggunakan bahaan
81
DAFTAR PUSTAKA
Adifia1, Hasanuddin Ishak, Ruslan La Ane, “Kemampuan Adaptasi Nyamuk Aedes Aegypti Dan Aedes Albopictus Dalam Berkembang Biak Berdasarkan Jenis Air,” Kesehatan Lingkungan, hlm. 2
Agus Nurjana, Made, Ade Kurniawan “Preferensi Aedes aegypti Meletakkan Telur
pada Berbagai Warna Ovitrap di Laboratorium”, Balaba, Vol.13 No.1, Juni 2017, hlm. 40-41.
Aminudin, Bagaimana Budidaya Tebu, (Bandung, Sarana Ilmu Pustaka, 2009), hlm.1 Antriyandarti, Ernoiz, Susi Wuri Ani, “Pengembangan Agribisnis Cabai Merah
(Capsicum annuum L) Di Kabupaten Magelang”, Media Trend, Vol. 10, No. 1, Maret 2015, hlm. 51
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.5. Barus, Wan Arfiani, “Pertumbuhan dan Produksi Cabai dengan Penggunaan Mulsa
dan Pemupukan PK”, Jurnal Penelitian Bidang Pertanian, Vol 4, No 1, April 2006, hlm. 43.
Boesri, Hasan. “Biologi dan Peranan Aedes albopictus (Skuse) 1894 sebagai Penular
Penyakit.”Aspirator Vol. 3 No. 2 Tahun 2011.Hlm. 117-118. Cahyati,W.H., D.M. Sukendra, Yunita D.P. Santika, “Penurunan Container Index
(CI) Melalui Penerapan Ovitrap Di Sekolah Dasar Semarang”, Journal of Public Health, Vol. 5, No. 4, 2016, hlm. 334.
Destriyani, Leny, Tamrin, dan M. Zen Kadir, “Pengaruh Umur Simpan Air Tebu
Terhadap Tingkat Kemanisan Tebu (Saccharum Ofiicinarum)”, Jurnal Teknik Pertanian Lampung, Vol 3, No 2, 2014, hlm. 120
Dhiyaudzdzikrillah, “Pengelolaan TanamanTebu (Saccharum officinarum.L) Lahan
Kering Di Pt Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Tebang, Muat, Dan Angkut”, (Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB, BOGOR, 2011), hlm. 5.
Elvandari Pinem, Irnawati Marsaulina, Evi Naria, ’’Efektivitas Ekstrak Daun Jambu
Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes spp Pada Ovitrap’’,Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU, 2015, hlm 1.
82
Fadilla. Zahara, Upik Kesumawati Hadi, Surahmi Setiyaningsih, “Biologi Vektor
Demam Berdarah Dengue (DBD) serta Deteksi Virus Dengue Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus in Endemic Area Bogor”, Jurnal Entomologi Indonesia Vol. 12 No. 1 Tahun 2015, hlm. 36.
Fathi, Soedjajadi Keman, Chatarina Umbul Wahyuni, “Peran Faktor Lingkungan Dan
Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram”, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 2 1, Juli 2005, hlm. 2.
Hamid, Abdul, Bertanam Cabai Hibrida untuk Industri, (Jakarta Selatan: PT. Agro
Media Pustaka), hlm. 49 Https://wordpress.com/2014/11/24/cara-memilih-dan-memisahkan-biji-cabai-yang-
baik/. Diakses tanggal 11 September 2017 Htpp//www.digilib.unila.ac.id, diaksestanggal 11 September 2017, pukul 08.34. Khori, Sofyan dalam http://www.academia.edu/8730235/Jurnal Virus Dengue 2,
diakses tanggal 12 September 2017, pukul 22.47 Kusriningrum, Perancangan Percobaan, (Surabaya: Airlangga University Press, 2008)
Kurniati, Alfi, Indra Chahaya, Nurmaini. ”Efektifitas Fermentasi Gula Sebagai Atraktan Nyamuk”.hlm. 1.
Latifa, Kurnia Nur, Whawan Bayu Arusyid, Tyas Iswidaty, Dwi Sutiningsih,
“Pengaruh Ovitrap Sebagai Monitoring Keberadaan Vektor Aedessp di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 3 No.1, April 2013, hlm. 28.
Lubis, M.Maulana Rasyid, Lisa Mawarni, Yusuf Husni, “Respons Pertumbuhan Tebu
(Sacharum officinarum L.) terhadap Pengolahan Tanah pada Dua Kondisi Drainase”, Jurnal Online Agroekoteknologi, Vol.3, No.1, Desember 2015, hlm. 215.
M. Syakir, BudidayadanPascaPanenTebu, (Jakarta: ESKA Media, 2010), hlm. 8 Natalia S, Lidya, “tugas terstuktur pengendalian vector epidemiologi Pengendalian
nyamukAedes“,dalam:http://www.academia.edu/12606743/pengendalian_vektor_nyamuk_aedes, diakses tanggal tanggal 17 juni 2017, pukul 02.50.
83
Ningsih, Putri Rahayu, “Pengaruh Dua Jenis Atraktan Pada Ovitrap Nyamuk Di Tiga Lokasi Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, (Skripsi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2016). Hlm. 7.
Nurfalach, Devi Rizqi, “Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Di
UPTD Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Pakopen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang”, (Fakultas Pertanian Universitas SebelasMaret, 2010), hlm. 1
Nurlenawati, Netti, Asmanur Jannah, Nimih, “Respon Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Varietas Prabu Terhadap Berbagai Dosis Pupuk Fosfat Dan Bokashi Jerami Limbah Jamur Merang”, Agrika, Vol 4, Nomor 1, Mei 2010, hal. 10
Oktavia, Sema Devi, “Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Di
Pabrik Gula Madu kismo Dengan Aspek Khusus PenataanVarietas”, (Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor, 2015), hlm. 2.
Perwitasari, Dian, Amrul Munif, Anggraeni dan A.Supriatna, “Model Intervensi
Pengendalian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Untuk Menurunkan Insident Rate (Ir) Berdasarkan Kombinasi Fogging Dan Repelen Di Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2011”, Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 12 No 1, Maret 2013, hlm. 59.
Prasetyo, Nurdan Muh.Kusberyunadi. “Respon Beberapa Varietas Cabai Merah
(Capsicum annuum L.) Pada Berbagai Jenis Pupuk Kandang”. Agroteknologi.hlm. 2.
Rahayu, Siti, Whawan Bayu A, Destie Nur Lailly V, M. Adib Mubarok, “Uji
Kefektifan Atraktan oryza sativa, capsicum annum, trachisperumr oxburgianum pada Trapping nyamuk Aedes Aegypti”, Artikel Ilmiah, Universitas Diponegoro, tanpa hlm.
Rukmana, Rahmat, Gula Merah Dari Tebu, (Semarang, Aneka Ilmu, 2004), hlm. 23. Salim, Milana dan Tanwirotun Ni’mah, “Aktivitas Beberapa Atraktan Pada
Perangkap Telur Berperekat Terhadap Aedes aegypti”.SPIRAKEL.Vol.7 No.2, Desember 2015, hlm. 9.
Sayono. “Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang
Terperangkap”, (Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi, Universitas Diponegoro Semarang, 2008), hlm. 31-32.
84
Sayono, R Amalia, IM Jamil, “Dampak Penggunaan Perangkap Dari Kaleng Bekas Terhadap Penurunan Populasi Nyamuk Aedes sp (Studi Awal Potensi Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue Berbasis Komunitas)”, Prosiding Seminar Nasional, UNIMUS, 2010, hlm. 160.
Sazali, Munawir, Setijono Samino, Amin SetioLeksono, “Attractiveness test of
attractants toward dengue virus vector (Aedesaegypti) into lethal mosquiTrap modifications (LMM)”, International Journal of Mosquito Research, Vol. 1, No. 4, 2014, hlm 47-49.
Supartha, I Wayan, “Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,
Aedes aegypti (Linn.)dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae)”, (Seminar, Fakultas Kedokteran, UNUD, Denpasar, 2008), hlm. 2.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm. 107. Tim Penyusun Realit, “Kamus Biolodi Edisi Lengkap”, (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), Hlm. 230. Tosin, Dachlan, Sukses Usaha dan Budidaya Cabai, (Yogyakarta: Atma Media
Press), hlm. 4 Wahyuningsih, Nur Endah, Mursid Rahardjo, Dan Taufik Hidayat, “Keefektifan
penggunaan Dua Jenis Ovitrap untuk Pengambilan Contoh Telur Aedes spp. di Lapangan”, J. Entomol.Indon, Vol. 6, No. 2, September 2009, hlm. 97.
Warsadi, Edi, Budidaya Cabai, (Bandung: Sanggabuana, 2008), hlm. 14. Wardana, Moch Hafi, “Budidaya Tanaman Cabai Merah Di UPTD Perbibitan
Tanaman Hortikultura Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember”,dalam http://volcano.fis.um.ac.id/wp-content/uploads/2015/03/jurnal-cabai-merah.doc, diakses tanggal 27 Juni 2017, pukul 02.00.
Wijayanti, Dhani Nur, “Efektivitas Fermentasi Air Tebu Sebagai Bahan Atraktan
Nyamuk Aedes aegepty Menggunakan Perangkap Nyamuk Di Laboratorium Entomologi” (KTI, Kesehatan Lingkungan, 2015), hlm. 65.
Widiyanto, Teguh “Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam
Berdarah Dengue (Dbd) Di Kota Purwokerto Jawa–Tengah”, (Tesis, Kesehatan Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang ,2007), hlm. 32.
85
Widya P, I Gusti Agung Ngurah, Sudjari, Habiba aurora, “Uji Perbandingan Potensi Penambahan Ragi Roti dan Laurtan Gula Sebagai Atraktan nyamuk Aedes sp” Majalah Kesehatan FKUB, Vol. 2, Nomor 4, Desember 2015, hlm, 182.
Yusnita, Efy, “Faktor-Faktor Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (Dbd) Di Desa Balung Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember”, (skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, 2008), hlm.10-11.
87
Lampiran 1: Hasil dokumentasi Penelitian
Gambar 1 : ovitrap yang digunakan
Gambar 1.1. Ovitrap
Gambar 2: bahan yang digunakan
Gambar 2.1. Cabai merah
Gambar 2.2. Tebu
Gambar 3 : Atraktan
Gambar 3.1. Atraktan cabai merah
Gambar .3.2. Atraktan tebu
88
Gambar 4: proses pembuatan tiap-tiap konsentrasi
Gambar 4.1. pembuatan konsentrasi cabai merah
Gambar 4.2. pembuatan konsentrasi tebu
Gambar 5: proses penghitungan telur nyamuk
Gambar 5.1. proses penghitungan menggunakan mikroskop
Gambar 5.2. proses penghitungan menggunakan lup
Gambar 6: Hasil pengamatan
Gambar 6.1. hasil pengamatan
Gambar 6.2. telur nyamuk pada cabai merah
Gambar 6.3. telur nyamuk pada tebu
Lampiran 2: Hasil pengamatan penelitian
89
Tabel 4.1.Jumlah telur nyamuk Aedesaegyptipada ovitrap atraktan cabai
merah dan tebu
No atraktan Konsentrasi
Koleksi telur aedes aegypti ulangan ke
Jumlah telur aedes
aegypti Rata-rata
1 2 3
1. Cabai merah
0% 190 173 110 473 157,67 10% 254 327 283 864 288 30% 63 79 42 184 61,33 60% 6 3 11 20 6,67
2. Tebu
0% 58 73 35 166 55,33 10% 245 141 80 466 155,33 30% 287 143 217 647 215,67 60% 3 1 5 9 3
90
Lampiran 3: Hasil pengolahan data menggunakan spss Konsentrasi
Tests of Normality
Konsentrasi
Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.
jumlah_telur 0 .202 6 .200*
10 .266 6 .200*
30 .231 6 .200*
60 .202 6 .200*
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance. Atraktan
Tests of Normality
atraktan
Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.
jumlah_telur cabai merah .167 12 .200*
tebu .192 12 .200*
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label N
Konsentrasi 0 6
10 6
30 6
60 6
Atraktan 1 cabai merah 12
91
Between-Subjects Factors Value Label N
Konsentrasi 0 6
10 6
30 6
60 6
Atraktan 1 cabai merah 12
2 tebu 12
Descriptive Statistics
Dependent Variable:jumlah_telur
konsentrasi atraktan Mean Std. Deviation N
0 cabai merah 157.67 42.147 3
tebu 55.33 19.140 3
Total 106.50 63.235 6
10 cabai merah 288.00 36.756 3
tebu 155.33 83.429 3
Total 221.67 92.761 6
30 cabai merah 61.33 18.556 3
tebu 215.67 72.009 3
Total 138.50 96.734 6
60 cabai merah 6.67 4.041 3
tebu 3.00 2.000 3
Total 4.83 3.488 6
Total cabai merah 128.42 114.381 12
tebu 107.33 99.050 12
Total 117.88 105.191 24
92
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable:jumlah_telur
F df1 df2 Sig.
2.648 7 16 .051
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + konsentrasi + atraktan + konsentrasi * atraktan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:jumlah_telur
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig. Partial Eta Squared
Corrected Model 222492.625a 7 31784.661 15.888 .000 .874
Intercept 333468.375 1 333468.375
166.693
.000 .912
Konsentrasi 144635.458 3 48211.819 24.100 .000 .819
Atraktan 2667.042 1 2667.042 1.333 .265 .077
konsentrasi * atraktan
75190.125 3 25063.375 12.529 .000 .701
Error 32008.000 16 2000.500
Total 587969.000 24
Corrected Total 254500.625 23
a. R Squared = .874 (Adjusted R Squared = .819)
93
Estimated Marginal 1. konsentrasi
Dependent Variable:jumlah_telur
konsentrasi Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 106.500 18.260 67.791 145.209
10 221.667 18.260 182.958 260.376
30 138.500 18.260 99.791 177.209
60 4.833 18.260 -33.876 43.542
2. atraktan
Dependent Variable:jumlah_telur
Atraktan Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
cabai merah 128.417 12.912 101.045 155.788
Tebu 107.333 12.912 79.962 134.705
3. konsentrasi * atraktan
Dependent Variable:jumlah_telur
konsentrasi atraktan Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 cabai merah 157.667 25.823 102.924 212.409
tebu 55.333 25.823 .591 110.076
10 cabai merah 288.000 25.823 233.257 342.743
tebu 155.333 25.823 100.591 210.076
30 cabai merah 61.333 25.823 6.591 116.076
tebu 215.667 25.823 160.924 270.409
60 cabai merah 6.667 25.823 -48.076 61.409
tebu 3.000 25.823 -51.743 57.743
94
Uji Post Hoc Konsentrasi
Multiple Comparisons
jumlah_telur LSD
(I) konsentrasi
(J) konsentrasi
Mean Difference
(I-J) Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
0 10 -115.17* 25.823 .000 -169.91 -60.42
30 -32.00 25.823 .233 -86.74 22.74
60 101.67* 25.823 .001 46.92 156.41
10 0 115.17* 25.823 .000 60.42 169.91
30 83.17* 25.823 .005 28.42 137.91
60 216.83* 25.823 .000 162.09 271.58
30 0 32.00 25.823 .233 -22.74 86.74
10 -83.17* 25.823 .005 -137.91 -28.42
60 133.67* 25.823 .000 78.92 188.41
60 0 -101.67* 25.823 .001 -156.41 -46.92
10 -216.83* 25.823 .000 -271.58 -162.09
30 -133.67* 25.823 .000 -188.41 -78.92
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2000.500.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
95
625,222492
375,33346855596133,213
1667883
375,3334683
814186092171562755640033856746496223729
375,3334683
)9()647()466()166()20()184()864()473(
.
22222222
2
FKr
YiJKP
Lampiran 4: perhitungan jumlah telur nyamuk secara manual
A. Data hasil penelitian jumlah telur nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap.
Ulangan Perlakuan Total (Y.j) A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3
1 190 254 63 6 58 245 287 3 1106 2 173 327 79 3 73 141 143 1 940 3 110 283 42 11 35 80 217 5 783
Total(Y.i)
473 864 184 20 166 466 647 9 2829
Rata-rata
157,666667
288 61,3333333
6,66666667
55,3333333
155,333333
215,666667
3 943
B. Uji Analisis Statistik terhadap perbedaan Efektifitas Ovitrap Dengan Variasai Atraktan Cabai Merah (Capsiccum annum L) dan Tebu (Sachharum officinarum L) Terhadap Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti. 1. Faktor Koreksi (FK)
375,33346824
80032413.8
2829)..(
.. 2
bar
YFK
2. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
3. J.K. Faktor A= FKbxr
2
22
1 )(T +) (T
= 375,333468)3(4(1288) +(1541) 22
= 375,33346812
1658944+2374681
96
625,254500375,333468587969
375,33346847089640012251211764800891210012044919881532996241
10692929929982369600253364363969645163610033,21521780351142283110114314173
379327173328724558663254190222222222222
222222222222
=
375,333468
= 478103,833 – 333468,375 = 2667,042
4. J.K. Faktor B= FKaxr
2222 )T4()T3((T2) +) (T1
= 375,33346832
)29()831((1330) +(639) 2 22 2
x
= 375,3334686
8416905611768900+408321
=
= 478103,833 – 333468,375 = 144635,458
5. J.K. A x B = JKP – JKA-JKB
= 222492,625 – 2667,042 - 144635,458
= 75190,125 6. Jumlah Kuadrat Total (JKT) = Σ Yij
2 – FK
FKYijJKT
97
7. Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
32008625,222492625,254500
JKPJKTJKG
8. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
6607,317847
625,222492
7181
tdbpdbpJKPKTP
9. Kuadrat Tengah Faktor A (KTA)
042,26671
042,2667
1121....
aAbdAbdJKAKTA
10. Kuadrat Tengah Faktor B (KTB)
8193,482113
458,144635
3141....
aBbdBbdJKBKTB
11. Kuadrat Tengah Faktor AxB (KTAB)
375,250633
125,75190
313)1)1(....
xxbaABbdABbdJKABKTAB
12. Kuadrat Tengah Galat (KTG)
5,200016
32008
16723
ndbperlakuatotaldbdbgdbgJKGKTG
98
13. F hitung A = KTA/KTG
3331877,15,2000
042,2667
KTGKTA
14. F hitung B = KTB/KTG
0998847,245,2000
8193,48211
KTGKTB
15. F hitung AB = KTAB/KTG
5285554,125,2000
375,25063
KTGKTAB
Sumber
keragaman
Db JK KT F hit F
table
5 %
Perlakuan 7 222492,625 31784,6607
A 1 2667,042 2667,042 1,3331877 4,49
B 3 144635,458 48211,8193 24,0998847 3,24
AB 3 75190,125 25063,375 12,5285554 3,24
Galat 16 17,67 2000,5
Total 23
C. Uji Lanjut BNT Faktor A
BNT = t (5%) (db galat x √
= dbg (16) x √
= 1,746 x√
= 1,746 x 21,0844861 = 36,8135127
= 36,813
top related