01 gdl endahhenim 1057 1 artikel h
Post on 06-Dec-2015
6 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN
MOTORIK HALUS PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN
DI PUSKESMAS MIRI – SRAGEN
ARTIKEL
Oleh :
Endah Heni Madiyantiningtias
NIM. ST 13028
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
1
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Halus Pada Anak usia 3-5 Tahun
Di Puskesmas Miri – Sragen
1 Endah Heni Madiyantiningtias,
2 bc. Yeti Nurhayati, M.Kes.,
3 Rufaida Nur Fitriana, S.Kep., Ns.
ABSTRAK
Perkembangan motorik halus adalah gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
saja dan dilakukan otot-otot kecil tetapi diperlukan koordinasi yang cermat. Tujuan penelitian untuk
mengetahui hubungan status gizi dengan perkembangan motorik halus pada anak usia 3-5 tahun di
Puskesmas Miri – Sragen.
Metode penelitian ini adalah analitik korelasi dengan rancangan cross sectional study. Populasi
penelitian anak usia 3-5 tahun yang yang berdomisili di Puskesmas Miri-Sragen sebanyak 163 anak.
Sampel diambil dengan tehnik cluster random sampling sebanyak 62 responden. Teknik
pengumpulan data menggunakan lembar observasi Denver II. Analisis data menggunakan uji
korelasi Spearman Rank.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar status gizi anak usia 3-5 tahun adalah gizi
normal sebanyak 58 anak (93,5%). Sebagian besar perkembangan motorik halus anak usia 3-5
tahun adalah normal sebanyak 56 anak (90,3%). Terdapat hubungan status gizi anak usia 3-5 tahun
dengan perkembangan motorik halus di Puskesmas Miri – Sragen (r: 0,601; p: 0,0001).
Kata kunci: status gizi, motorik halus, anak usia 3-5 tahun
Kepustakaan : 24 (2001- 2010)
1Mahasiswa Stikes Kusuma Husada Surakarta
2Dosen Stikes Kusuma Husada Surakarta (Pembimbing Utama)
3Dosen Stikes Kusuma Husada Surakarta (Pembimbing Pendamping)
8
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Endah Heni Madiyantiningtias
Correlation between Nutritional Status and Development of Soft Motor Muscle of Children
Aged 3 – 5 Years Old at Community Health Center of Miri, Sragen
ABSTRACT
The development of soft motor muscle is a motion, which involves only certain parts of body
and performed by small muscles, but it requires a good coordination. The objective of this research
is to investigate the correlation between the nutritional status and the development of soft motor
muscle of the children aged 3 – 5 years old at Community Health Center of Miri, Sragen.
This research used the analytical correlational method with the cross sectional approach. The
population of research was 163 children aged 3 – 5 years old domiciled at the working region of
Community Health Center of Miri, Sragen. Its samples consisted of 62 respondents. The data of
research were collected through observation with the screening test of Denver II. They were
analyzed by using the Spearman’s Rank correlation test.
The result of the research shows that 58 children aged 3 – 5 years old (93.5%) had a normal
nutritional, and 56 (90.3%) had a normal development of soft motor muscle. Thus, there was a
correlation between the nutritional status and the development of soft motor muscle of the children
aged 3 – 5 years old at Community Health Center of Miri, Sragen as indicated by the r-value =
0.601 and the p-value =0.0001.
Keywords: Nutritional status, soft motor muscle, children aged 3-5 years
References: 24 (2001- 2010)
1
Pendahuluan
Masa balita merupakan masa
perkembangan kemampuan berbahasa,
kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan
intelegensia berjalan sangat cepat dan
merupakan landasan bagi perkembangan
selanjutnya (Abiba, Grace, & Kubreziga,
2012). Salah satu aspek penting pada proses
perkembangan ialah perkembangan motorik
karena merupakan awal dari kecerdasan dan
emosi sosialnya (Laksana, 2011).
Perkembangan motorik halus adalah gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
saja dan dilakukan otot-otot kecil tetapi
diperlukan koordinasi yang cermat
(Soetjiningsih, 2004). Sedangkan Hurlock
(2009) menyatakan bahwa penilaian
kemampuan motorik halus merupakan
penilaian terhadap kemampuan yang
dilakukan oleh bagian-bagian tubuh tertentu
dan hanya melibatkan sebagian kecil otot
tubuh. Gerakan halus ini tidak memerlukan
banyak tenaga tetapi memerlukan kerjasama
antara mata dan anggota badan, contoh
menggapai, memasukkan benda ke mulut,
memegang sendok dan lain-lain.
Perkembangan anak didukung oleh status
gizi yang baik dan seimbang, sebab gizi tidak
seimbang maupun gizi buruk serta derajat
kesehatan yang rendah akan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun
perkembangannya (Sutrisno, 2003).
Kekurangan gizi pada masa balita dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan balita tersebut. Hasil penelitian
Kartikaningsih (2009) menemukan bahwa
kondisi kurang gizi akan mempengaruhi
banyak organ dan sistem. Kekurangan protein
yang terjadi pada balita kurang gizi,
menyebabkan otot-otot menjadi atrofi
sehingga dapat mengganggu kekuatan
motorik otot dalam melaksanakan aktivitas
sesuai usia perkembangan. Aktivitas motorik
otot yang merupakan motorik halus adalah
anak dapat dilihat berdasarkan kemampuan
menggambar, membuat garis, menggunting
kertas.
Hasil penelitian Anggraeni (2014)
menemukan bahwa perkembangan anak ini
didukung oleh status gizi yang baik dan
seimbang, sebab gizi tidak seimbang maupun
gizi buruk serta derajat kesehatan yang rendah
akan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan maupun perkembangannya.
Kekurangan gizi pada masa balita dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan balita tersebut. Gizi
merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan manusia. Gizi seseorang
dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan
dan keserasian antara perkembangan fisik dan
perkembangan mental seseorang. Terdapat
kaitan yang sangat erat antara status gizi
dengan konsumsi makanan.
Prevalensi gizi kurang pada anak balita di
Provinsi Jawa Tengah sebesar 17,9 persen.
Untuk mencapai target sasaran MDGs pada
2
2015 harus diturunkan menjadi 15,5 persen.
Permasalahan kekurangan gizi mikro seperti
kurang vitamin A (KVA), anemia gizi pada
balita, serta kekurangan yodium sudah dapat
dikendalikan, sehingga tidak lagi menjadi
masalah kesehatan di masyarakat (DINKES
Prov Jateng, 2013). Tingkat status gizi
optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat
gizi optimal terpenuhi. Namun demikian,
perlu diketahui bahwa keadaan gizi seseorang
dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh
konsumsi zat gizi pada saat itu saja, tetapi
lebih banyak ditentukan oleh konsumsi zat
gizi pada masa yang telah lampau, bahkan
jauh sebelum masa itu. Ini berarti bahwa
konsumsi zat gizi masa kanak-kanak memberi
andil terhadap status gizi setelah dewasa
(DINKES Prov Jateng, 2013).
Di Wilayah Puskesmas Miri Kecamatan
Miri - Sragen menurut data pada bulan
Agustus 2014 jumlah seluruh balita usia 3-5
tahun ada 1.048 anak (Pelaporan Gizi, 2014).
Sedangkan dari 5 anak usia 3-5 tahun yang
telah dilakukan observasi terhadap
kemampuan motorik halusnya didapatkan
anak dengan status gizi kurang dengan
perkembangan menyimpang sebanyak 1 anak
usia 3,5 tahun fail/gagal pada kemampuan
menyusun balok, anak dengan status gizi
normal dengan perkembangan menyimpang
sebanyak 1 anak usia 3 tahun 2 bulan
fail/gagal pada kemampuan menyusun puzzel
dan anak dengan status gizi normal dengan
perkembangan sesuai dengan
perkembangannya sebanyak 3 anak usia 4
tahun, 4 tahun 6 bulan dan 3 tahun 9 bulan.
Keterlambatan motorik halus pada balita
merupakan aspek yang diperhatikan karena
kemampuan motorik halus dapat
menyebabkan balita tumbuh menjadi pribadi
yang memiliki karakteristik keras dan buru-
buru menyelesaikan masalah (Trihadi, 2009).
Keadaan ini merupakan suatu hal yang sangat
mengkhawatirkan sehingga perlu adanya
penanganan segera dan pentingnya deteksi
dini terhadap keterlambatan perkembangan
sehingga nantinya bisa terdeteksi sejak dini.
Hasil wawancara dengan petugas gizi di
wilayah Puskemas Miri – Sragen belum ada
pemeriksaan (skrining) untuk mendeteksi
secara dini adanya gangguan perkembangan
motorik halus pada balita, serta belum ada
penelitian tentang Status Gizi pada anak
balita, sehingga perlu dilakukan penelitian
mengenai hal tersebut. Berdasarkan data di
atas maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang status gizi pada anak usia 3-5 tahun
yang berhubungan dengan motorik halusnya.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara status gizi
dengan perkembangan motorik halus pada
anak usia 3-5 tahun.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik
korelasi, yaitu metode penelitian yang
menggambarkan suatu keadaan secara
objektif untuk melihat hubungan antara dua
3
variabel pada suatu situasi atau kelompok
tertentu (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan
desain penelitian menggunakan studi potong
lintang (cross sectional study) yang
menekankan waktu pengukuran/observasi
data variabel independen dan variabel
dependen hanya sekali, pada saat pengukuran
(Nursalam, 2003). Metode penelitian ini
digunakan untuk mengetahui hubungan antara
status gizi dengan perkembangan motorik
halus. Populasi dalam penelitian ini adalah
anak usia 3-5 tahun yang yang berdomisili di
wilayah Puskesmas Miri - Sragen sebanyak
55 posyandu terdiri dari 163 anak. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
anak usia 3-5 tahun di wilayah Puskesmas
Miri - Sragen sebanyak 62 anak dengan
tehnik sampling yang digunakan adalah
cluster sampling, artinya pengambilan sampel
yang dilakukan berdasarkan pertimbangan
kelompok, bukan individu. Pertimbangan
kelompok dilakukan dengan memilih secara
acak 5 posyandu dari 55 posyandu yang ada
di wilayah Puskesmas Miri-Sragen. Penelitian
ini dilakukan di wilayah Puskesmas Miri –
Sragen. Waktu penelitian bulan September
2014 sampai dengan Mei 2015. Instrumen
penelitian ini menggunakan kuesioner dan
lembar observasi Denver II. Analisa data
silakuakn dengan analisa univariat dan analisa
bivariat dengan uji korelasi Spearman.
Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas
Miri Sragen pada bulan Februari 2015 pada
anak usia 3-5 tahun. Berdasarkan kriteria
sampel dan persyaratan dalam pemilihan
sampel ditentukan sebanyak 62 responden.
1. Gambaran Usia Anak 3-5 Tahun
Tabel 1 Tabel Nilai Tengah, Pemusatan
Dan Penyebaran Data Usia Anak di
Puskesmas Miri Sragen Tahun 2015.
Variable N Median Min-maks
Usia anak 62 47,00 36-59
Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai
tengah usia anak usia 3-5 di Puskesmas
Miri Sragen Tahun 2015 didapatkan rata-
rata usianya adalah 47 bulan dengan usia
termuda adalah 36 bulan dan usia tertua
adalah 59 bulan.
2. Gambaran Pendidikan Ibu
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat
Pendidikan Ibu Anak Usia 3-5 Tahun di
Puskesmas Miri Sragen Tahun 2015
Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase
SD 10 16,1
SMP 11 17,7
SMA 21 33,9
PT 20 32,3
Jumlah 62 100,0
Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian
besar pendidikan ibu responden adalah
SMA sebanyak 21 anak (33,9%), dan
didapatkan juga pendidikan ibu yang
masih Sekolah Dasar sebanyak 10
responden (16,1%).
3. Gambaran Status Gizi Anak
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Status Gizi Anak Usia 3-5
4
Tahun di Puskesmas Miri Sragen Tahun
2015
Status gizi anak Frekuensi Persentase
Gizi buruk 0 0
Gizi kurang 3 4,8
Gizi normal 58 93,5
Gizi lebih 1 1,6
Jumlah 62 100,0
Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian
besar status gizi anak usia 3-5 tahun
adalah gizi normal sebanyak 58 anak
(93,5%), namun demikian masih
didapatkan juga anak dengan status gizi
kurang sebanyak 3 responden (4,8%).
4. Gambaran Perkembangan
Motorik Halus Pada Anak
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Perkembangan Motorik
Halus Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas
Miri Sragen Tahun 2015
Perkembangan
motorik halus pada
anak
Frekuensi Persentase
Keterlambatan 3 4,8
Peringatan 2 3,2
Normal 56 90,3
Advance 1 1,6
Jumlah 62 100,0
Tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian
besar perkembangan motorik halus anak
usia 3-5 tahun adalah normal sebanyak 56
anak (90,3%), namun demikian masih
didapatkan juga anak dengan
perkembangan motorik halus pada
kategori keterlambatan sebanyak 3
responden (4,8%).
Analisi Bivariat
Tabel 5 Hubungan Antara Status Gizi Anak
Dengan Perkembangan Motorik Halus Pada
Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Miri
Sragen Tahun 2015
Variable Nilai
r
Nilai
p
Status gizi anak dengan
perkembangan motorik
halus
0,601 0,0001
Uji Spearman Rank didapatkan nilai koefisien
korelasi (nilai r) sebesar 0,601 dan nilai
signifikansi (nilai p) sebesar 0,0001 diartikan
bahwa terdapat hubungan antara status gizi
anak dengan perkembangan motorik halus
pada anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Miri
Sragen Tahun 2015 (p vaue < 0,05). Dan
nilai koefisien korelasi dapat diartikan bahwa
antara kedua variable memiliki hubungan
yang positif dengan tingkat kekuatan
hubungan pada tingkat kuat (nilai r berada
pada rentang 0,51-0,75).
Pembahasan
Pada bab ini, penulis akan membahas
beberapa temuan yang didapatkan selama
penelitian. Penelitian dilakukan terhadap 62
responden di Puskesmas Miri Kabupaten
Sragen.
Analisis Univariat
1. Status Gizi
Hasil penelitian terhadap 62 anak
usia 3-5 tahun diketahui bahwa sebagian
besar status gizi anak usia 3-5 tahun
adalah gizi normal sebanyak 58 anak
(93,5%), namun demikian masih
didapatkan juga anak dengan status gizi
kurang sebanyak 3 responden (4,8%).
5
Menurut kerangka yang di susun oleh
WHO (2010), terjadinya kekurangan gizi
dalam hal ini gizi kurang dan gizi buruk
lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor
yakni, asupan makanan yang secara
langsung berpengaruh terhadap kejadian
status gizi. Pengetahuan dan pendidikan
orang tua juga merupakan salah satu
faktor yang secara tidak langsung dapat
berpengaruh terhadap status gizi anak
(Herwin, 2004).
Hasil penelitian data yang diperoleh
di Puskesmas Miri Sragen sebagian besar
balita mengalami gizi normal yaitu
sebanyak 58 anak (93,5%). Di dalam
penelitian ini yang paling besar adalah
balita yang berstatus gizi normal. Hal ini
didukung pendapat Supariasa (2006)
bahwa gizi baik pada anak ditentukan oleh
perhatian yang diberikan oleh orang tua
kepada anaknya. Bentuk perhatian
tersebut didapatkan ibu melalui beberapa
hal, misalnya pengalaman merawat anak,
informasi tentang pertumbuhan anak
sehingga dapat meningkatkan mutu
kualitas status gizi anak.
Selain perhatian orang tua, faktor
pendidikan orang tua pun berpengaruh
terhadap status gizi anak dan pendidikan
(Supariasa, 2006). Hal ini didukung
berdasarkan hasil penelitian dimana
pendidikan ibu responden terbanyak
adalah SMA sebanyak 33,9%, bahkan ibu
yang memiliki pendidikan perguruan
tinggi sebanyak 32,3%. Hal ini sesuai
dengan pendapat Devi (2010) bahwa
peranan wanita dalam mengasuh dan
membesarkan anak begitu penting,
sehingga membuat pendidikan bagi
perempuan menjadi sangat berarti. Studi-
studi menunjukkan adanya korelasi
signifikan antara tingkat pendidikan ibu
dan status gizi anaknya. Manfaat
kesehatan dan gizi bagi anak dalam
jangkapanjang akan memberikan manfaat
yang lebih baik serta menurunkan tingkat
fertilitas bagi anak dimasa dewasa yang
diakibatkan oleh investasi status gizi pada
usia dini merupakan investasi dalam
sektor pembangunan dimasa depan.
Pendidikan ibu merupakan salah satu
faktor penting di dalam status gizi balita.
Ibu yang berpendidikan lebih tinggi
bisaanya lebih paham dan mengerti
tentang status gizi yang baik bagi
anaknya, pendidikan bagi anaknya dan
tingkat kesehatan bagi anaknya pula,dan
untuk mencapai satus gizi yang baik maka
di perlukan zat makanan yang adekuat
makanan yang kurang baik juga
mempengaruhi di dalam di dalam status
gizi anak (Anwar, 2009).
Pengetahuan ibu merupakan salah
satu faktor penting di dalam status gizi
anak. Ibu yang memiliki pengetahuan baik
akan lebih mengetahui tentang status gizi
yang baik bagi anaknya serta tingkat
kesehatan yang baik bagi anaknya. Dan
6
untuk mencapai satus gizi yang baik maka
diperlukan zat makanan yang adekuat
makanan yang kurang baik juga
mempengaruhi di dalam status gizi anak
(Anwar, 2009).
Menurut Supariasa (2006) keadaan
gizi seorang dipengaruhi oleh faktor-
faktor yaitu konsumsi makanan dan
tingkat kesehatan. Dimana konsumsi
makanan dipengaruhi oleh pendapatan
makanan dan tersedianya bahan makanan.
Status gizi balita merupakan hal penting
yang harus diketahui oleh setiap orang
tua, perlunya perhatian lebih dalam
tumbuh kembang di usia balita didasarkan
fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada
masa emas ini, bersifat irreversible (tidak
dapat pulih).
Responden yang memiliki status gizi
kurang didapatkan sebanyak 3 responden
(4,8%). Meskipun angkanya cukup kecil,
tetapi adanya balita yang mengalami gizi
kurang merupakan masalah yang besar.
Gizi kurang yang terjadi pada balita dapat
disebabkan salah satunya karena faktor
kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat kecerdasan anak, kemiskinan
berkaitan dengan kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang jelek dan
ketidaktahuan. Kemiskinan akan
menyebabkan keterbatasan keluarga di
dalam menyediakan makanan. Pekerjaan
ibu menyebabkan permasalahan yang
dilematis di satu sisi ibu di tuntut untuk
menunjang perekonomian keluarga,
sementara di sisi lain status gizi anak juga
memerlukan perhatian yang khusus. Oleh
karena itu seorang ibu bersikap bijak
dalam menentukan prioritas yang akan
dipilih, tanpa mengabaikan hak anak
untuk mendapatkan gizi yang baik
(Depkes, 2007).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Devi (2010) yang menemukan
bahwa status ekonomi keluarga memiliki
pengaruh terhadap status gizi balita.
Ekonomi kemiskinan dan kurang gizi
merupakan suatu fenomena yang saling
terkait, oleh karena itu meningkatkan
status gizi suatu masyarakat erat kaitannya
dengan upaya peningkatan ekonomi.
2. Perkembangan Motorik Halus Pada
Anak Usia 3-5 Tahun
Hasil penelitian pada 62 anak
menunjukkan bahwa sebagian besar
perkembangan motorik halus anak usia 3-
5 tahun adalah normal sebanyak 56 anak
(90,3%), namun demikian masih
didapatkan juga anak dengan
perkembangan motorik halus pada
kategori keterlambatan sebanyak 3
responden (4,8%). Hasil penelitian yang
paling besar adalah balita yang memiliki
perkembangan motorik halus dalam
kategori normal. Perkembangan motorik
halus pada anak usia sekolah berbeda
7
pada setiap individu, terdapat anak usia 3-
5 tahun yang perkembangan motorik
halusnya mengalami keterlambatan
sebanyak (4,8%).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik halus adalah jenis
kelamin. Dalam hal ini jenis kelamin
memiliki pengaruh yang sangat besar.
Anak perempuan lebih cepat mengalami
perkembangan motorik halus
dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal
ini di dukung oleh Supariasa (2006)
bahwa jenis kelamin di tentukan sejak
awal dalam kandungan (fase konsepsi)
dan setelah lahir, anak laki-laki pada usia
3-5 tahun cenderung lebih suka terhadap
kreatifitas yang menggunakan
kemampuan secara fisik dibandingkan
dengan anak perempuan.
Selain jenis kelamin perkembangan
juga di pengaruhi oleh pendidikan orang
tua. Dengan pendidikan orang tua yang
cukup, maka orang tua lebih
memperhatikan akan perkembangan
anaknya di dalam melakukan
perkembangan motorik halusnya.
Pendidikan orang tua merupakan salah
satu faktor pendidikan yang penting dalam
tumbuh kembang anak ibu yang
berpendidikan tinggi lebih terbuka
menerima informasi dari luar cara
mengasuh anak yang baik, pendidikan
anak yang baik dan sebagainya.
Pendidikan ibu akan mempengaruhi
perkembangan jika ibu memiliki
pengetahuan yang baik tentang
pengasuhan anaknya serta adanya
interaksi yang harmonis antara anak dan
ibunya tanpa serta merta itu pendidikan
ibu yang tinggi tidak serta merta
mempengaruhi (Soetjiningsih, 2004).
Menurut Georgieef (2007), otak
manusia mengalami perubahan struktural
dan fungsional yang luar bisaa, sel-sel
otak mulai terbentuk pada trimester
pertama kehamilan dan berkembang pesat
dalam kehamilan. Perkembangan ini
berlangsung saat setelah lahir hingga usia
2-3 tahun. Dan untuk mencapai agar
tumbuh kembang yang baik maka di
perlukan zat gizi yang baik pula, makanan
yang tidak baik akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas yang akan
menyebabkan gizi kurang, keadaan gizi
yang kurang akan mengakibatkan
perubahan struktural dan fungsional pada
otak sehingga akan mengganggu di dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hasil penelitian perkembangan
motorik halus anak usia 3-5 tahun dengan
menggunakan Denver II, kemampuan
motorik halus yang dapat dicapai oleh
anak usia 3-5 tahun yang perkembangan
motorik halusnya baik dengan melatih
koordinasi antara otak dengan ketrampilan
anggota tubuh seperti meniru garis
vertical (95% bisa melakukan, 5% gagal),
membentuk menara dari kubus (87% bisa
8
melakukan, 13% gagal), menggoyang ibu
jari (61% bisa melakukan, 39% gagal),
mencontoh lingkaran (55% bisa
melakukan, 45% gagal), menggambar
orang 3 bagian (47% bisa melakukan,
53% gagal), mencontoh garis menyilang
(52% bisa melakukan, 48% gagal),
memilih garis yang lebih panjang (60%
bisa melakukan, 40% gagal), mencontoh
persegi yang ditunjukkan (100% gagal),
menggambar orang dan bagian (100%
gagal), mencontoh persegi (100% gagal).
Hasil penelitian perkembangan
motorik halus terhadap anak usia 3-5
tahun dapat dilihat bahwa terdapat
aktifitas yang dapat dilakukan dan
beberapa aktifitas yang belum dapat
dilakukan. Aktifitas yang bisa dilakukan
merupakan aktifitas yang memang
seharusnya sudah dapat dilakukan pada
usia balita tersebut, sedangkan aktifitas
yang gagal dilakukan merupakan aktifitas
berikutnya yang memang anak masih
butuh untuk belajar. Kegagalan dalam
melakukan aktifitas yang didapatkan
selama penelitian bukan merupakan
kegagalan karena keterlambatan,
melainkan karena anak memang belum
melewati usia untuk dapat diukur dengan
aktifitas tersebut. Setiap ketrampilan yang
dilakukan memerlukan koordinasi antara
otak dengan kegiatan yang dilakukan
untuk menghasilkan ketrampilan tertentu.
Memasuki usia tahun ketiga, ketrampilan
anak mulai ditingkatkan (Moehyi, 2008).
Ada beberapa faktor di antaranya
adalah jenis kelamin yang kebanyakan
mayoritas adalah laki-laki, status gizi
yang kebanyakan adalah status gizi baik,
pekerjaan orang tua yang mayoritas
adalah karyawan/ swasta dan pendidikan
orang tua yang kebanyakan adalah SLTP
sehingga dapat mempengaruhi di dalam
status gizi terhadap perkembangan
motorik halus balita.
Masyarakat masih banyak yang
belum mengetahui perbedaan motorik
halus dan motorik kasar pada anak,
terkadang mereka hanya memperhatikan
perkembangan motorik kasarnya saja
yang mengakibatkan motorik halusnya
tidak diperhatikan, sehingga sering di
temukan anak dengan perkembagan
motorik kasar yang bagus namun motrik
halusnya kurang baik (Trihadi, 2010).
Hasil penelitian didapatkan terdapat
3 responden (4,8%) yang mengalami
keterlambatan motorik halus.
Keterlambatan motorik halus dapat
dipengaruhi karena kurangnya stimulus
yang diberikan pada anak. Hal ini sesuai
dengan penelitian Trihadi (2010) bahwa
stimulus orang tua yang dilakukan
terhadap anak secara rutin akan mampu
meningkatkan kemampuan anak untuk
memenuhi kebutuhannya secara mandiri
seperti memilih baju sendiri dan memakai
9
baju sendiri. Peneliti memiliki pandangan
yang sejalan dengan hasil penelitian
Trihadi (2010) bahwa rangsangan
stimulus yang dilakukan terus menerus
akan mampu meningkatkan ketrampilan
motorik halus pada balita.
Analisa Bivariat
1. Analisis Hubungan Status Gizi
Dengan Perkembangan Motorik Halus
Balita Usia 3-5 Tahun
Hasil penelitian terhadap 62 anak
didapatkan nilai koefisien korelasi (nilai r)
sebesar 0,601 dan nilai signifikansi (nilai
p) sebesar 0,0001. Nilai p dapat diartikan
bahwa terdapat hubungan antara status
gizi anak dengan perkembangan motorik
halus pada anak usia 3-5 tahun di
Puskesmas Miri Sragen (α: 0,05) dan nilai
koefisien korelasi dapat diartikan bahwa
antara kedua variabel memiliki hubungan
yang positif dengan tingkat kekuatan
hubungan pada tingkat kuat. Di dalam
penelitian ini status gizi sangat
berhubungan dengan perkembangan
motorik halus balita karena untuk
mencapai perkembangan anak dibutuhkan
koordinasi otak yang berkaitan dengan zat
gizi otak yang didapatkan dari status gizi
anak tersebut.
Perkembangan motorik sangat
dipengaruhi oleh organ otak. Otak
mengatur setiap gerakan yang dilakukan
anak. Semakin matangnya perkembangan
system saraf otak yang mengatur otot
memungkinkan berkembangnya
kompetensi atau kemampuan motorik
anak (Endah, 2008). Untuk mengatur otak
dan yang juga penting untuk fungsi
motorik normal, kedua struktur tersebut
adalah sereblum dan ganglia basalis.
Sereblum berperan penting dalam
menentukan saat aktivitas motorik halus
dari penglihatan kemudian diterjemahkan
dengan menirukan apa yang anak liat.
Kekurangan gizi secara umum baik
kuantitas maupun kualitas menyebabkan
gangguan pada proses-proses dalam
struktur dan fungsi otak. Otak mencapai
bentuk maksimal salah satunya
dipengaruhi oleh konsumsi makanan.
Kekurangan gizi dapat berakibat
terganggunya fungsi otak secara
permanen (Almatsier, 2005).
Selain itu status gizi kurang dapat
menyebabkan seseorang kekurangan
tenaga untuk bergerak dan melakukan
aktivitas, orang menjadi malas dan lemah
karena kekurangan gizi (Almatsier, 2005).
Levitsky dan Strup (2009) pada
penelitiannya mengungkapkan bahwa
kurang gizi menyebabkan isolasi diri
(fungsional isolation) yaitu
mempertahankan untuk tidak
mengeluarkan energi yang banyak
(conserve energy) dengan mengurangi
kegiatan interaksi sosial, aktivitas,
10
perilaku, perhatian dan motivasi, anak
menjadi tidak aktif.
Aplikasi teori ini adalah bahwa pada
keadaan Kurang Energi dan Protein (KEP)
anak menjadi tidak aktif, apatis dan tidak
mampu berkonsentrasi akibatnya anak
dalam melakukan kegiatan eksprolasi
lingkungan fisik di sekitarnya hanya
mampu sebentar saja, dibandingkan
dengan anak yang gizinya baik yang
mampu melakukan dengan waktu yang
lama. Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori Supartini (2004) bahwa asupan gizi
juga penting bagi anak usia 1-3 tahun,
karena berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan. Apabila
balita mengalami kekurangan gizi akan
sangat mempengaruhi pertumbuhannya,
dan apabila pertumbuhnya terganggu
maka masa perkembanganya juga akan
terganggu.
Simpulan
1. Usia anak usia 3-5 di Puskesmas Miri
Sragen Tahun 2015 didapatkan rata-rata
usianya adalah 47 bulan dengan usia
termuda adalah 36 bulan dan usia tertua
adalah 59 bulan.
2. Sebagian besar pendidikan ibu responden
adalah SMA sebanyak 21 anak (33,9%),
dan didapatkan juga pendidikan ibu yang
masih Sekolah Dasar sebanyak 10
responden (16,1%).
3. Sebagian besar status gizi anak usia 3-5
tahun adalah gizi normal sebanyak 58
anak (93,5%), dan didapatkan juga anak
dengan status gizi kurang sebanyak 3
responden (4,8%).
4. Sebagian besar perkembangan motorik
halus anak usia 3-5 tahun adalah normal
sebanyak 56 anak (90,3%), namun
demikian masih didapatkan juga anak
dengan perkembangan motorik halus
pada kategori keterlambatan sebanyak 3
responden (4,8%).
5. Terdapat hubungan antara status gizi
anak dengan perkembangan motorik
halus pada anak usia 3-5 tahun di
Puskesmas Miri Sragen (nilai r: 0,601;
nilai p: 0,0001).
Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan memberikan
latihan ketrampilan penilaian
perkembangan motorik halus kepada
mahasiswa sebagai salah satu kompetensi
mahasiswa perawat dengan memasukkan
ketrampilan pada kompetensi keperawatan
anak dan dievaluasi kemampuan
mahasiswanya melalui uji ketrampilan
klinis.
2. Bagi Puskesmas
Perlunya kunjungan terhadap
pemantauan tumbuh kembang anak
berdasarkan data yang ada pada buku
kartu menuju sehat pada saat kegiatan
11
posyandu atau lomba balita sehat meliputi
perkembangan motorik halus dan status
gizinya, sehingga akan dapat mencegah
kemungkinan komplikasi dan
keterlambatan perkembangan motorik
halus yang dialami oleh anak.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan perlu melakukan
observasi dan monitoring terhadap status
gizi dengan perkembangan pada anak
secara intensive pada anak usia 3-5 tahun
yang dilakukan secara periodik setiap
bulannya melalui kegiatan Posyandu dan
dapat juga dengan menyediakan klinik
balita sehat di fasilitas pelayanan
kesehatan primer (Puskesmas).
4. Bagi Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan data
dasar bagi penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan status gizi dan
perkembangan motorik halus pada anak
usia 3-5 tahun dengan memperhatikan
rekomendasi dari penelitian ini.
5. Bagi ibu balita
Ibu balita dapat secara aktif
berkunjung ke posyandu atau tenaga
kesehatan untuk memeriksakan
perkembangan motorik halus dan
mengetahui status gizi balita dengan
menimbang balita dan menyesuaikan
panduan berdasarkan umur balitanya serta
dapat secara mandiri memberikan
stimulasi perkembangan motorik halus
kepada anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Abiba, A., Grace, A.N.K., & Kubreziga, K.C.
(2012). Effects of dietary patterns on
the nutritional status of upper primary
school children in tamale metropolis.
Pakistan Journal of Nutrition, 11(7),
591-609. Diunduh tanggal 18 Oktober
2014. doi:
http://search.proquest.com/docview/13
71296743?accountid=38628
Almatsier, S., (2003), Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Anggraeni, M.N. (2014). Perkembangan
motorik halus pada anak usia 3-5
tahun berdasarkan status gizi di desa
sindurjan kecamatan purworejo
kabupaten purworejo. Gizi dan
Kesehatan, Vol 6 No 2. Diunduh
tanggal 20 Oktober 2014. Ngudi
Waluyo, Ungaran.
Anwar, S., (2000), Penyusunan Skala
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Dinkes Jateng, (2012), Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.
DINKES Prov Jateng. (2013). Data informasi
kesehatan jawa tengah 2013.
Kartikaningsih, L.D. (2009). Gangguan
perkembangan motorik halus pada
balita kurang gizi di kecamatan
sumberjambe kabupaten jember.
(Skripsi), Universitas Jember, Jember.
Laksana, (2011), Efektifitas pendidikan
kesehatan terhadap pengetahuan, sikap
dan keterampilan ibu dalam
pemantauan balita di kelurahan
Sukaramai banda Aceh. Jakarta: FKM-
UI; 2009.
12
Moehyi, S., (2008), Bayi sehat dan cerdas
melalui gizi dan makanan pilihan.
Jakarta: Pustaka Mina
Notoatmojo, S., (2010), Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nursalam, (2003), Manajemen Keperawatan:
Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, & Pariani, S., (2005), Metode Riset
Penelitian. Cetakan I. Jakarta: Sagung
Seto.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh kembang anak
(I. G. Ranuh Ed.). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Supariasa, I.N.D., (2002), Penilaian status
gizi pada anak. Jakarta: EGC.
Sutrisno. (2003). Tumbuh kembang anak.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI). (2011). Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit, Pedoman Bagi
Rumah Sakit Rujukan Tingkat.
Pertama. Jakarta : WHO dan IDAI
top related