wandiunaya.files.wordpress.com€¦ · web viewditinjau dari ketahanan hidup diluar air, ikan...
Post on 27-Aug-2018
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHUUAN
1.1. Latar Belakang
Untuk mencukupi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan dalam makanan sehari–
hari, ikan merupakan sumber protein yang paling murah dan mudah didapat jika
dibandingkan dengan daging, telur, atau susu dari hewan ternak lainnya. Dewasa ini protein
ikan mensuplay sekitar 75% dari protein hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Selain itu juga ikan masih mudah di hasilkan secara besar-besaran dalam waktu
yang singkat ( Soeseno.S,1983 ).
Ikan mujair (Tilafia mosambica) merupakan sejenis ikan yang sudah lama dikenal di
aceh tetapi ikan tersebut belum dikelola dengan baik, melainkan hidup dan berkembang
seperti ikan liar. Khususnya didaerah tingkat II aceh besar dan umumnya didaerah aceh ikan
mujair ada yang mengkonsumsi secara kontinyu sebagai mana layaknya dengan jenis ikan
yang lain. Hal ini disebabkan masih adanya sebagian kecil masyarakat aceh yang percaya
dengan cerita klasik, yang bahwa ikan mujair makanan orang-orang yang menderita
penyakit buduk dal lefra, yang waktu dulu umumnya tinggal dipesisir pantai. Sehingga
kepercayaan yang tidak beralasan tersebut masih dijumpai pada masyarakat awam, sehingga
masyarakat kurang menyukainya, kemudian menjuluki ikan mujair dengan nama ikan buduk
ataupun ikan lefra. Dengan demikian ikan mujair sering terabaikan,karena masyarakat lebih
suka mengkonsumsi ikan tambak dan ikan laut seperti udang, bandeng, tongkol, tenggiri,
kembung dan lain-lain. Walaupun dewasa ini ikan mujair sudah ada dipasarkan, namun
sumbernya bukan lah dari hasil budidaya khusus akan tetapi hasil tangkapan dari rawa-rawa
dan dari tambak yang tidak digunakan untuk budidaya lainnya.
Ditinjau dari ketahanan hidup diluar air, ikan mujair lebih lama mempertahan kan
hidupnya sehingga ikan ini merupakan suatu jenis ikan yang dapat dipertahan kan
kesegarannya dalam jangka waktu tertentu sampai pada konsumen. Namun demikian dalam
mendirtribusi ikan mujair segar belum ada yang melakukan penanganan secara baik
sehingga cepat membusuk dan ikan bermutu rendah.
1Kelompok 6
Dalam industri perikanan, kesempurnaan penanganan ikan segar memegang peranan
penting. Baik buruknya penanganan sangat menentukan mutu ikan sebagai bahan makanan
atau bahan mentah untuk pengolahan lebih lanjut. Kalau cara penanganan kurang baik, ikan
akan cepat rusk atau busuk sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Penanganan ikan segar bertujuan mengusahakan agar kesegaran ikan dapat
dipertahankan selama mungkin, atau setidak-tidaknya masih cukup segar waktu ikan sampai
kekonsumen. Dengan demikian begitu ikan tertangkap dan diangkut ke tempat penjualan
(pasar), harus secepat mungkin ditangani dengan baik dan hati-hati (Moelyanto.R, 1982).
Memang sangat sulit mempertahankan kesegaran ikan sampai kekonsumen, karena ikan
merupakan komoditi yang sangat mudah membusuk..
2Kelompok 6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi ikan mujair (Tilapia mosambica).
Ikan mujair termasuk dalam keluarga cichidae, mempunyai tubuh yang bentuknya
lonjong dan badannya tinggi, kepalanya besar, mulutnya lebar, mempunyai bibir yang
tebal, sisiknya besar besar dan kasar. Gurat sisi terputus dibagian tengah badan, sirip
punggung dan dubur mempunyai beberapa jari - jari keras yang tajam seperti duri,
Sirip punggug bentuknya panjang, disekong oleh 15-17 jari jari keras dan 10-12 jari -
jari lunak. Sirip dubur pendek, disekong oleh 3 jari - jari keras dan 9-10 jari jari lunak
(Djuhanda, 1981).
2.2. Penanganan ikan segar.
Penanganan lepas panen ikan bertujuan untuk mencegah dan memperkecil kebusukan
ikan sejak ditangkap, selama dalam pengangkutan, pelelangan sampai kekonsumen dan
pabrik pengolahan ikan. Penanganan ikan air tawar biasanya dipasarkan dalam keadaan
hidup, sedangkan air asin dan ikan tambak dipasarkan dalam keadaan mati ( Suhardi dan
Marsono, 1982).
Menurut soeseno, (1980) pada waktu penangkapan ikan kita harus menahan diri
jangan sampai memegang iakn dengan tangan, kalau memang terpaksa memegang juga
tidak boleh terlalu lama, supaya lender pelindung ikan tidak rusak. Terutama ikan iakn
yang tidak mempunyai lender tebal, seperti ikan mujair, gurami, sepat, dan ikan nila yang
biasanya sangat menderita waktu penangkapan. Selanjutnya ia mengatakan dalam
penanganan ikan segar jumlah es yang perlukan harus seimbang antara bobot ikan yang
ditimbun dalam keranjang atau peti, dinyatakan dengan angka, perbandingan es dengan
ikan yaitu 1:1.
3Kelompok 6
Porses pendinginan ikan akan lebih efektif bila dilakukan sebelum fase rigormortis
berakhir.
Apabila dilksanakan setelah terjadi autoloisis, biasanya prorses pendinginan ikan
tidak banyak bermanfaat. Oleh karena itu, sebaiknya proses pendinginan ikan dilakukan
secepat mungkin (Afrianto dan Evi, 1989).
Dalam mempertahankan kesegaran ikan selama mungkin, diperlukan persyaratan –
persyaratan sebagai berikut :
a. Bekerja cepat dan cermat
b. Memperhatikan syarat – syarat kebersihan dan kesehatan
c. Mengusahakan suhu ikan selalu rendah.
Dengan mendinginkan ikan sanpai suhu 00c kita hanya dapat memperpanjang masa
kesegaran ikan 12 – 18 hari, tergantung dari jenis ikan, keadaan ikan, cara handling dan
keadaan pendinginnya.
Pengaruh suhu pendingin terhadap mutu ikan dapat dilihat pada table berikut ini :
Pengaruh Suhu Pendinginan Terhadap Mutu Ikan
No Suhu Pendinginan (00C) Tidak Termakan Lagi sesudah
1 16 0C 1 - 2 Hari
2 110C 3 Hari
3 50C 5 Hari
4 00C 14 – 18 Hari
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mendinginkan ikan kita hanya berhasil
menghambat kegiatan bakteri, bukan membunuh bakteri.
4Kelompok 6
2.3. Cara Kematian Ikan
Ikan ataupun binatang yang mati dengan segera tanpa melakukan perlawanan akan
mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan ikan yang mati secara pelan-pelan,
banyak penderitaan dan perlawanan. Ikan yang demikian akan mengalami fase rigormortis
yang fremature (terjadi sebelum waktunya), sedangkan proses kemunduran mutu ikan
segera berlansung. Oleh karena itu cara penangkapan yang memberikan kemungkinan
perlawanan kecil sekali terhadap ikan sebelum saat-saat kematiannya, akan memberikan
hasil tangkapan yang bermutu tinggi.
Menurut Suhandi dan Marsono, (1982) ikan yang waktu hidupnya banyak bergerak
akan mengalami kekakuan yang lebih awal dan berakhir lebih cepat dari pada ikan yang
bergerak lambat. Ikan yang mati karena dibunuh secara cepat akan mengalami kelambatan
rigormortis dari pada ikan yang mati karena terkapar didaratan atau kekurangan oksigen.
Ikan yang berjuang keras menghabiskan tenaganya untuk menghadapi maut terbukti
lebih cepat membusuk dari pada ikan yang mati dengan tenang atau cepat. Beberapa ahli
mencoba menghubungkan gejala tersebut dengan semakin cepat tarikan trawler semakin
tinggi cadangan glikogen tersimpan, maka semakin baik mutu ikannya. Sedangkan ikan
yang masih hidup setelah ditangkap harus segera dimatikan agar awet (Ilyas,1983)
2.4. Perubahan Ikan Setelah Mati.
Perubahan ikan-ikan setelah mati terdiri atas 4 fase :
1. Fase Rigormortis
Lendir terlepas dari kelenjar-kelenjar lendir yang ada didalam kulit, membentuk lapisan
bening yang tebal disekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir akibat
dari reaksi khas suatu organism yang baru, dan lendir itu terdiri atas glukoprotein dan
menjadi substrat yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
2. Fase Enzimatis.
Fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan
oleh alat-alat yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau
5Kelompok 6
dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan ikan seperti ini ikan masih dalam keadaan /
dikatakan ikan segar.
3. Autolisys
Pada fase ini ikan menjadi lemas kembali, setelah mengalami rigormortis. Ikan menjadi
lembek disebabkan oleh kegiatan enzim yang semakin meningkat akibat dari pemecahan
daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
4. Bakteri Dekomposition
Pada fase ini bakteri telah terdapat dalam jumlah yang banyak sekali akibat kejadian dari
fase sebelumnya.
Aksi bakteri ini mula – mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian
berjalan sejajar. Bakteri membuat ikan lebih rusak, bila dibandingkan dengan autolisisnya.
Perubahan- perubahan yang lain adalah perubahan senyawa-senyawa didalam daging
ikan oleh aktivitas bakteri.
Bakteri yang hidupn didalam daging dapat memecah protein menjadi senyawa berbau
tadak sedap dan baracun. Hasil akhir pemecahan protein antara lain beberapa senyawa :
a. Senyawa anorganik : H2, CO2, dan NH3
b. Senyawa belerang : Hidrogen sulida dan markaptan
c. Senyawa aromatis : Asam benzoate dan asam propionate
beserta garam amoniumnya
d. Asam lemak berantai pendek : asam asetat, asam laktat, dan asam butirat
e. Basa organik : methilamin, histamin dan putresin
f. Alcohol aromatis yang bau merangsang : Fenol kresol
g. Senyawa Hetero Siklik : Indol dan skatol
untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan yang merugikan seperti tersebut
diatas diperlukan penanganan yang dapat mencegah atau menghambat kerusakan, sebelum
sampai kekonsumen atau digunakan.
6Kelompok 6
2.5. Kondisi Organoleptik Ikan Segar.
Ikan segar adalah ikan yang mempuyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa,bau,
rasa maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah ikan yang baru saja tertangkap
dan belum mengalami proses pengawetan maupun proses lebih lanjut, dan ikan yang belum
mengalami perubahan fisik dan kimia atau yang masih mempunyai sifat yang sama seperti
ketikan ditangkap.
2.6. Pengukuran Mutu Ikan Segar
a. Penilaian mutu secara organoleptik.
Yaitu penilaian dengan panca indera. Banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi
hasil pertanian dan perikanan. Cara penilaian seperti ini banyak disenangi karena dapat
dilakukan dengan cepat dan langsung. Apabila panelis atau para penguji telah terlatih
dengan baik maka penelitian ikan segar dan yang tidak segar dengan cepat dapat
diselesaikan. Biasanya makin tinggi nilai yang diberikan menunjukan semakin sebar
ikan tersebut.
Pengujian organeliptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk daya penerimaan terhadap makanan. Sasaran alat indera
ini ditujukan terhadap penampakan, bau, rasa dan konsistensi serta beberapa factor lain
yang mungkin diperlukan oleh produk tersebut. Pengujian organeliptik ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam peneraan mutu, karena masih banyak factor-faktor yang
ada didalam makanan, tetapi tidak dapat di ukur dengan uji mikrobiologi dan kimiawi.
7Kelompok 6
BAB IIIPEMBAHASAN
3.1. Penampakan
Analisa sidik ragam menunjukan bahwa penampakan ikan mujair segar tidak
dipengaruhui oleh perlakuan cara penanganan, tetapi dipengaruhi oleh perlakuan lama
penyimpanan, yang tidak berinteraksi.
Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukan bahwa penampakan ikan
mujair segar yang belum disimpan amat sangat baik yang tidak dapat dibedakan dengan
lama penyimpanan 5 jam akan tetapi penampakan menurun mulai pada lama penyimpanan
10 – 15 jam.
Menurut Soekarno (1982) Aktifitas enzimatik terjadi dengan merombak bagian-
bagian tubuh ikan yang menyebabkan perubahan rasa, bau, rupa dan tekstur
3.2. Tekstur
Analisa sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan teknik penanganan dan lama
penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur terhadap ikan mujair segar yang
saling berinteraksi.
Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukan bahwa tekstur ikan mujair
segar dengan perlakuan dibiarkan mati tekstur nya lebih rendah dibandingkan dengan
perlakuan ikan yang dimatikan, sedangkan perlakuan mematikan ikan kemudian di es kan
ternyata tekstur nya lebih baik dari perlakuan yang lain. Begitu pula perlakuan mematikan
ikan tanpa die s kan tekstur nya lebih baik daripada pelakuan ikan yang tidak dimatikan hal
ini dikarenakan ikan yang dimatikan dengan cepat tidak banyak mengalami perlawanan dan
penggeleparan, sehingga kadar glukosa dalam darah ikan tidak banyak yang terurai. Dengan
demikian daging ikan masih padu atau tidak mengalami keretakan diantara sel-sel
dagingnya, tetapi ikan yang dibiarkan mati mengalami perubahan tekstur yang lebih besar,
karena proses kematian nya yang lebih lambat sehinnga banyak menghabiskan energy dan
glikogen yang menyebabkan tekstur ikan cepat menurun.
8Kelompok 6
3.3. Bau
Analisa sidik ragam menunjukan bahwa bau ikan segar berpengaruh sangat nyata
terhadap tekhnik penanganan dan perlakuan lama penyimpanan yang tidak berinteraksi.
Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukan bahwa bau ikan mujair segar
pada perlakuan mematikan ikan kemudian di es kan sangat disukai, yang sangat berbeda
dengan bau perlakuan mematikan ikan tanpa di es kan dan perlakuan ikan yang di biarkan
mati. Hal ini dikarenakan ikan yang mati dengan segera tanpa perlawanan akan mengalami
rigormortis yang lambat dan masa rigor pun berlangsung dengan lambat. Dengan pemberian
es yang cukup dapat mempertahan kan ikan sanpai 15 jam.
3.4. Rasa
Analisa sidik ragam menunjukan bahwa rasa ikan mujair masakberpengaruh nyata
pada perlakuan teknik penanganan, tetapi sangat berpengaruh nyata terhadap lama
penyimpanan terhadap rasa ikan mujair masak yang saling berinteraksi.
Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada perlakuan teknik penanganan menunjukkan bahwa
rasa ikan mujair yang dibiarkan mati dan perlakuan mematikan ikan tanpa di es kan ternyata
rasanya disukai, yang sangat berbeda dengan rasa pada perlakuan ikan yang dimatikan dan
di es kan. Hal ini dilarenakan ikan yang die s kan rasanya hambar disebabkan karena sifat es
yang menarik panas pada tubuh ikan dan mencair sehingga semakinj berkurangglikogen dan
glukosa dalamdarah semakin berkurang, sehingga rasa manis ikan semakin berkurang.
Dari hasil uji beda nyata jujurternyata bahwa perlakuan ikan yang dibiarkan mati
menunjukan rasa yang sangat disukai pada ikan yang belum disimpan dan berbeda sangat
nyata dengan rasa ikan mujair pada lama penyimpanan 5 – 10 jam, akan tetapi rasa ikan
mujair akan menurun pada lama penyimpanan 15 jam. Sedangkan hasil uji beda nyata jujur
pada perlakuan mematiakn ikan tanpa di es kan ternyata sampai pada lama penyimpanan 15
jam rasa masih agak disukai, sedangkan ikan yang belum disimpan dan yang disimpan pada
lama penyimpanan 5 – 10 jam ternyata masih disukai.
Hal ini dikarenakan adanya respirasi yang dirasakan energy ATP terurai akhirnya
menjadi inosin kemudian dihidrolase menjadi ribose dan hypoxantin yang menyebabkan
rasa ikan kurang enak (pahit).
9Kelompok 6
Perlakuan intraksi menunjukan bahwa rasa ikan mujair yang sangat berbeda nyata
dari ketiga perlakuan cara penangan ikan, ternyata rata-rata lama penyimpanan ikan pada 15
jam rasa ikan mujair yang sangat berbeda dengan lama penyimpanan 0 jam – 10 jam.
3.5. Aroma
Nilai aroma ikan mujair masak berkisar 6.00 – 7.50 skala hidonik dengan nilai rata-
rata sebesar 6.12 skala hidonik. Analisa sidik ragam menunjukan bahwa aroma ikan mujair
masak tidak dipengaruhi oleh perlakuan cara penanganan, tetapi dipenguruhi oleh
perlakuan lama penyimpanan yang tidak berintraksi.
Aroma ikan mujair masak yang belum disimpan sangat disukai yang tidak dapat
dibedakan dengan lama penyimpanan 10 jam. Akan tetapi aromanya menurum pada lama
penyimpanan 5 dan 15 jam. Hal ini dikarenakan terjadinya oksidasi terutama pada lemak,
setelah terbentuk asam amino akan terdegrasi menjadi enzim diaminose, sehingga semakin
lama ikan disimpan daging ikan semakin teruarai menjadi beberapa senyawa yang akhirnya
komposisi tubuh ikan menjadi lunak, dan perubahan tersebut sangat mempengaruhi aroma
ikan mujair masak.
3.6. Total Mikrobiologi (TPC) Ikan Mujair Segar
Perlakuan teknik penanganan dan perlakuan lama penyimpana ikan berpengaruh
sangat nyata terhadap total mikroba yang saling berinteraksi.total mikroba pada perlakuan
mematikan ikan dan di es kan lebih rendah daripada perlakuan yang lain. Begitu juga
perlakuan ikan yang dimatikan tanpa di es kan, ternyata jumlah mikroba juga lebih rendah
daripada membiarkan ikian mati sendiri. Hal ini dimungkin kan ikan yang dibiarkan mati
mengalami proses kematian yang lambat sehingga banyak mengalami penderitaan dan
perlawanan, yang mengakibatkan ikan mengalami fase rigormortis yang frematur. Akibat
perlawanan dan penggeleparan akan terjadi memar dan melukai tubuh ikan, dalam keadaan
mikroba sangat mudah merusak komposisi daging ikan.
10Kelompok 6
3.7. Pengukuran pH Ikan Mujair Segar
Dari hasil analisa ikan mujair segar menunjukan bahwa kadar pH berkisar 6.40 –
7.20, dengan nilai rata-rata sebesar 6.89. pH ikan mujair segar tidak dipengaruhi oleh
perlakuan cara penanganan ikan, tetapi dipengaruhi oleh perlakuan lama penyimpanan yang
tidak berinteraksi. Ikan mujair segar yang belum disimpan merupakan pH yang terbaik yang
berbeda dengan kadar pH pada lama penyimpanan ikan 5 – 15 jam. Meskipun demikian
perubahan kadar pH tetap terjadi walaupun tidak berbeda pada lama [enyimpanan 5 – 15
jam.
Kebanyakan bahan pangan segar alami yang dikonsumsi sebagai bahan pangan segar
alami yang dikonsumsi sabagai bahan makanan yang bersipat asam,, rentang pH untuk
daging yang baru dipotong atau ikan yang baru ditangkap pH nya rata-rata netral (7.2)
3.8. Pengukuran Kadar Air Ikan Mujair Segar
Gat Kadar air ikan mujair segar berkisar dari 72.86 – 82.69 %. Kadar air ikan mujair
segar tidak dipengaruhi oleh perlakuan cara penanganan ikan, tetapi sangat dipengaruhi oleh
lama penyimpann ikan yang berinteraksi. Kadar ikan mujair segar dari penyimpanan 5 jam
ternyata mengandung kadar air yang tertinngi, yang sangat berbeda dengan kadar air ikan
pada lama penyimpanan lainnya. Akan tetapi kadar air ikan mujair tidak dapat dibedakan
antara lama penyimpanan 0-10 jam. Namun demikian penyusutan kadar air tetap terjadi
walaupun dalam jumlah yang kecil.
Menurut ilyas (1983) semakin rendah kadar air pada ikan maka semakin rendah
kadar lemaknya atau berbanding terbalik. Standard kadar air pada ikan segar biasanya
sekitar 70-80%.
3.9. Pengujian kadar Amoniak (NH3) Bebas.
Kadar amoniak ikan mujair segar berkisar dari 0.08-0.143 dengan nilai rata rata
sebesar 0.154. kadar amoniak bebas ikan mujair segar ternyata tidak dipengaruhi oleh
perlakuan cara penanganan dan lama penyimpanan dan interaksi kedunya.
11Kelompok 6
3.10. Tahap-Tahap Teknik Penanganan Ikan Yang Diperlukan
12Kelompok 6
Ikan Mujair
Dibersihkan
Ikan dimatikan dengan penusukan dikepala, kemudian di es kan dengan perbandingan 1:1
Sortir
Ditangani
Dianalisa Mutu
Ikan dimatikan dengan penusukan dikepala, kemudian dibiarkan dalam wadah
Ikan Dibiarkan Mati Sendiri Dalam Wadah
Ditangkap
3.11. Perbedaan Ciri Ikan Segar Dan Ikan Busuk
No Bagian Ikan Ikan Segar Ikan Busuk
1 Mata Cerah, Bening, Cembung Pudar, Berkerut, Cekung,
Tenggelam
2 Insang Merah,Berbau Segar,
Tertutup Lendir bening
Coklat/kelabu, berbauasam,
tertutup lendir keruh
3 Sisik Menempel kuat pada kulit Mudah lepas
4 Dinding Utuh, Elastis Mengelembung, Pecah, Isi
Perut keluar, lembek
5 Warna Terang, lendir bening Pudar, lendir kelabu
6 Bau Segar Asam, busuk
7 Daging Putih, padat, bila ditekan
bekasnya segera lenyap
Kemerahan, terutama
disekitar tulang punggung,
bekas tekanan jari tidak
hilang.
13Kelompok 6
BAB IVPENUTUP
4.1. Kesimpulan
Perlakuan tekhnik penanganan ikan berpengaruk tehadap tekster, bau, rasa, dan total
mikroba. Begitu pula perlakuan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap
penampakan, tekstur, bau, rasa, aroma, TPC, pH, dan kadar air.
Tekhnik penanganan ikan mujair terbaik adalah dimatikan dengan cara penusukan
dikepala kemudian di es kan dengan perbandingan 1: 1, yang disimpan selama 5 jam.
Berdasarkan hasil analisa TPC, maka dengan tekhnik penanganan tersebut masih
memunkinkan ikan mujair segar disimpan sampai 15 jam. Sampai 15 jam ini, ternyata TPC
nya masih relative kecil, sehingga amonia bebasnya yang merupakan salah satu hal tegradasi
komposisi oleh mikroba tidak berubah.
4.2. saran
Hal – hal yang perlu disarankan sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh mutu ikan segar (ikan mujair) sampai jangka waktu tertentu
sebaiknya telah ditangkap segera dimatikan kemudian dicuci dan langsung di es kan.
14Kelompok 6
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto. dan evi Liviawaty, 1989, Pengawetan dan Pengolahan Ikan, Kanissius (anggota IKAFI).
Anonymous, 1971, Dikata Hasil Perikanan, SUPM Tegal.
Anonymous, 1978, Kumpulan Petunjuk Pengujian Mikrobiologis Hasil Perikanan, Dekretorat Jendreal Perikanan Departemen Pertanian Jakarta.
Djuhanda, 1981, Dunia Ikan, Armiea, Bandung.
Hadiwiyoto. S, 1974, Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur, Liberti, Yogyakarta.
Ilyas. S, 1974, Penerapan Sanitasi Dan Hygene Dalam Industri Perikanan, Lembaga Teknologi Perikanan Jakarta.
Ilyas. S, 1983, Teknologi Refigirasi Hasil Perikanan, Fhysing New Book Ltd, Fahram, Surri.
Soekarno, D dan Suryadi Karono, 1982, Teknik Penanganan Dan Pengolahan Ikan, Liberti, Yogyakarta.
15Kelompok 6
top related