repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/306/1/i-v.pdftitle author salman created date 9/11/2017...
Post on 13-Nov-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP
RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH
KABUPATEN ACEH BARAT
TAHUN 2015
SKRIPSI
HERNIKA
NIM : 08C10104041
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Rumah sakit adalah bagian penting dari suatu sistem kesehatan, karena
rumah sakit menyediakan pelayanan kuratif kompleks, pelayanan gawat darurat,
berfungsi sebagai pusat rujukan dan merupakan pusat alih pengetahuan dan
keahlian teknologi. Dalam meningkatkan kepuasan pemakai jasa, rumah sakit
harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan harapan pelanggan
yang dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas kinerja (Zahriany, 2009).
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam suatu organisasi.
Kinerja secara umum dipahami sebagai suatu catatan keluaran hasil pada suatu
fungsi jabatan kerja atau seluruh aktivitas kerjanya, dalam suatu periode waktu
tertentu. Secara lebih singkat kinerja disebutkan sebagai suatu kesuksesan di
dalam melaksanakan suatu perkerjaan (As’ad, 2008).
Prawirosentono (2010) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil karya
yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
Dewasa ini peranan manusia sebagai salah satu motor penggerak
kehidupan semakin diutamakan oleh karena manusia memiliki life skill. Pada
setiap lingkup kehidupan manusia, kita tidak dapat melepaskan dengan kinerja
manusia itu sendiri. Demikian juga halnya dengan orang-orang yang bekerja di
2
lingkup rumah sakit, dalam hal ini kinerja seorang perawat sangat menentukan
keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsi dan tugas yang
diembannya.
Kinerja perawat di sebuah rumah sakit sangat berhubungan dengan sumber
daya manusia yang sudah terampil, handal dan profesional. Oleh karena itu,
keterampilan, kehandalan, dan keprofesionalan kerja dari seorang perawat akan
mampu menciptakan iklim kinerja rumah sakit yang lebih baik didukung
manajemen rumah sakit itu sendiri serta unsur-unsur manajerial yang
melingkupinya (Andi, 2010).
Kinerja perawat yang kurang dapat disebabkan karena adanya unsur dari
luar diri tenaga perawat yang mempengaruhi psikologis sehingga menurunkan
semangat kerja. Aspek yang berasal dari luar ini mencakup hubungan
interpersonal dengan teman sejawat di tempat kerja, adanya konflik internal
keorganisasiaan rumah sakit, kurangnya aspek motorik dari rumah sakit dalam
rangka pemberian motivasi kepada tenaga perawat sehingga dapat melaksanakan
tindakan asuhan keperawatan yang lebih berkualitas dan menjawab tuntutan
masyarakat akan kebutuhan pelayanan (Andi, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasnita & Sanusi (2006) di Rumah
Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Parepare tentang ciri-ciri, Iklim Organisasi
dan Kinerja Tenaga Perawat, disimpulkan bahwa umur, pendidikan dan pelatihan
tidak berhubungan secara signifikan terhadap kinerja, yang berarti ada faktor lain
yang mempengaruhi kinerja perawat.
3
Hasil survey awal peneliti pada Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak
Dhien Meulaboh terhadap kinerja perawat ditinjau dari aspek kedisiplinan masih
banyak perawat yang belum dapat mentaati peraturan yang berlaku dalam institusi
rumah sakit, seperti pelanggaran terhadap jadwal kerja, datang dan pulang tidak
pada waktu yang telah ditentukan.
Demikian pula dari hal fasilitas kerja yang kurang memadai, sebagai
contoh alat untuk melakukan perawatan luka amat terbatas sehingga satu alat
digunakan untuk beberapa pasien. Dalam hal kepemimpinan, kurangnya
kemampuan manajerial terutama perencanaan dan reward yang diberikan oleh
pemimpin membuat perawat beranggapan tidak diperhatikan dan bekerja hanya
sebagai rutinitas.
Sehubungan dengan keadaan diatas, maka peneliti tertarik mengkaji
secara ilmiah tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat di
ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh dengan
tujuan ingin menggali lebih dalam hal tersebut sehingga akan diperoleh input yang
kelak akan membantu peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, terutama pada
peningkatan kinerja perawat di masa yang akan datang.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Faktor-faktor apakah yang
berhubungan dengan kinerja perawat di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun
2015?
4
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat
di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan kinerja perawat di RSUD Cut
Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015.
b. Untuk mengetahui hubungan kepemimpinan dengan kinerja perawat di RSUD
Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015.
c. Untuk mengetahui hubungan fasilitas kerja dengan kinerja perawat di RSUD
Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015.
d. Untuk mengetahui hubungan pelatihan dengan kinerja perawat di RSUD Cut
Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015.
e. Untuk mengetahui hubungan imbalan jasa dengan kinerja perawat di RSUD
Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015.
1.4. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan antara motivasi, kepemimpinan, fasilitas kerja,
pelatihan, dan imballan jasa dengan kinerja perawat.
Ho : Tidak ada hubungan antara motivasi,kepemimpinan, fasilitas kerja,
pelatihan, dan imbalan jasa dengan kinerja perawat.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Bagi Institusi Pendidikan diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan
sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.
5
1.5.2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi pihak Rumah Sakit RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh :
Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan dalam rangka meningkatkan
pelayanan kesehatan melalui peningkatan kinerja perawat dan untuk
meningkatkan kinerja perawat dalam kerangka pencapaian tujuan
pelayanan rumah sakit.
b. Bagi penerima pelayanan :
Dengan peningkatan kinerja perawat yang lebih baik, maka masyarakat
lebih memperoleh kepuasan terhadap pelayanan keperawatan di rumah
sakit.
c. Bagi peneliti sendiri :
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan
penelitian lain yang berhubungan dengan masalah kesehatan
masyarakat.
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Teori Kinerja
Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau kriteria yang
telah disepakati bersama. (Siagian, 2009).
Menurut Yaslis (2009), kinerja adalah “penampilan hasil kerja pegawai
baik secara kuantitas maupun kualitas”. Sesuai pengertian tersebut ada tiga aspek
yang perlu dipahami yakni kejelasan tugas dan hasil yang diharapkan dari suatu
pekerjaan serta waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan agar hasil
yang diharapkan dapat terwujud.
2.1.1. Kinerja Perawat
Kinerja perawat dapat dilihat sesuai dengan peran fungsi perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan. Menurut Florence Nigthtingale menyatakan bahwa
peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya
terhadap masalah kesehatan yang menimpa dirinya (Priharjo, 2009). Surat
Keputusan Menteri Perdagangan dan Aparatur Negara No.94/MENPAN/1986
menyatakan bahwa perawat adalah pegawai negeri sipil yang berijazah perawatan
yang diberi tugas secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada unit pelayanan kesehatan (rumah
sakit, puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya) (Priharjo, 2009).
7
Perawat adalah profesi yang terbanyak jumlahnya di rumah sakit.
Dengan jumlah besar inilah kekuatan kelompok dibentuk. Banyak bermunculan
pendapat kelompok perawat adalah profesi tersendiri dan bukan bawahan dokter,
perawat adalah profesi yang setara dengan dokter, dibutuhkan pengakuan yang
tepat bahwa memang demikian adanya, namun tidak sedikit bahwa profesi ini
secara tidak disadari seperti tunduk terhadap apapun yang diperintahkan dokter.
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa pasien datang ke rumah sakit
sebenarnya mencari perawat bukan mencari yang lain. Namun secara tidak sadar
kita lihat sehari-hari bahwa pasien datang ke rumah sakit untuk mencari dokter,
keduanya benar namun keduanya kurang lengkap, secara tepat bahwa sebenarnya
pasien datang ke rumah sakit ingin mendapatkan pelayanan dokter, perawat dan
pelayanan lainnya termasuk pelayanan administrasi (Subanegara, 2008).
2.1.2. Tugas dan Fungsi Perawat
A. Tugas Perawat
1. Care Giver
Perawat harus :
a) Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien,
perawat harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan significant
dari klien.
b) Perawat menggunakan Nursing Process untuk mengidentifikasi
diagnosa keperawatan, mulai dari masalah fisik (fisiologis) sampai
masalah-masalah psikologi.
c) Peran utamanya adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosa masalah
8
yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang
kompleks.
2. Client Advocate
Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk membantu
klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan
untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya.
Selain itu perawat harus mempertahankan dan melindungi hak-hak klien.
Hal ini harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit
akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah
anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, oleh karena
itu perawat harus membela hak-hak klien.
3. Conselor
a) Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat dan sakitnya.
b) Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan “Dasar” dalam
merencanakan metoda untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
c) Konseling diberikan kepada individu/keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
d) Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah
perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi)
9
4. Educator
a) Peran ini dapat dilakukan kepada klien, keluarga, tim kesehatan lain,
baik secara spontan (saat interaksi) maupun formal (disiapkan).
b) Tugas perawat adalah membantu klien mempertinggi pengetahuan
dalam upaya meningkatkan kesehatan, gejala penyakit sesuai kondisi
dan tindakan yang spesifik.
c) Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam NCP.
5. Coordinator
Peran perawat adalah mengarahkan, merencanakan, mengorganisasikan
pelayanan dari semua anggota tim kesehatan. Karena klien menerima
pelayanan dari banyak profesioanl, misal; pemenuhan nutrisi. Aspek yang
harus diperhatikan adalah; jenisnya, jumlah, komposisi, persiapan,
pengelolaan, cara memberikan, monitoring, motivasi, dedukasi dan
sebagainya.
6. Collaborator
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, tim kesehatan lain
berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk
tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian
dukungan, paduan keahlian dan keterampilan dari bebagai profesional
pemberi pelayanan kesehatan.
7. Consultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan
peran ini dapat dikatakan perawatan adalah sumber informasi yang
10
berkaitan dengan kondisi spesifik klien.
8. Change Agent
Element ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis
dalam berhubungan dengan klien dan cara pemberian keperawatan kepada
klien.
B. Fungsi Perawat
Ada tiga jenis fungsi perawat dalam melaksanaan perannya, yaitu;
a. Fungsi Independent
Dimana perawat melaksanakan perannya secara mandiri, tidak tergantung
pada orang lain. Perawat harus dapat memberikan bantuan terhadap
adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuahn dasar manusia
(bio-psiko-sosial/kultural dan spiritual), mulai dari tingkat individu utuh,
mencakup seluruh siklus kehidupan, sampai pada tingkat masyarakat, yang
juga tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada tingkat
sistem organ fungsional sampai molekuler. Kegiatan ini dilakukan dengan
diprakarsai oleh perawat, dan perawat bertangungjawab atas rencana dan
keputusan tindakannya.
b. Fungsi Dependent
Kegiatan ini dilaksanakan atas pesan atau intruksi dari orang lain.
c. Fungsi Interdependent
Fungsi ini berupa “kerja tim”, sifatnya saling ketergantungan baik dalam
keperawatan maupun kesehatan.
11
2.1.3. Penilaian Kinerja Perawat
Perawat adalah profesi yang terbanyak jumlahnya di rumah sakit.
Dengan jumlah besar inilah kekuatan kelompok dibentuk. Banyak bermunculan
pendapat kelompok perawat adalah profesi tersendiri dan bukan bawahan dokter,
perawat adalah profesi yang setara dengan dokter, dibutuhkan pengakuan yang
tepat bahwa memang demikian adanya, namun tidak sedikit bahwa profesi ini
secara tidak disadari seperti tunduk terhadap apapun yang diperintahkan dokter.
Ada beberapa teori yang mengatakan bahwa pasien datang ke rumah
sakit sebenarnya mencari perawat bukan mencari yang lain. Namun secara tidak
sadar kita lihat sehari-hari bahwa pasien datang ke rumah sakit untuk mencari
dokter, keduanya benar namun keduanya kurang lengkap, secara tepat bahwa
sebenarnya pasien datang ke rumah sakit ingin mendapatkan pelayanan dokter,
perawat dan pelayanan lainnya termasuk pelayanan administrasi (Subanegara,
2008).
Berdasarkan penilaian kinerja perawat untuk mengetahui kualitas
pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan indikator kinerja perawat
menurut Direktorat pelayanan dan Dirjen Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan menyatakan bahwa penilaian kinerja perawat terhadap mutu asuhan
keperawatan dilakukan melalui penerapan Standar Asuhan Keperawatan (SAK)
pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan, evaluasi persepsi pasien
dan keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan dan evaluasi tindakan perawat
berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) (Depkes, 2003).
Berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pelayanan Medis Nomor:
YM.00.03.2.3.7637 tahun 2003 perawat harus melaksanakan standar asuhan
12
keperawatan (SAK) di rumah sakit yang terdiri dari pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, evaluasi
keperawatan, dan catatan asuhan keperawatan. Evaluasi persepsi pasien/keluarga
terhadap mutu asuhan keperawatan di rumah sakit terdiri dari data umum, data
pelayanan keperawatan, saran pasien/ keluarga untuk perbaikan, merupakan
pertanyaan terbuka. Sedangkan evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP yang
dinilai yaitu persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan (Depkes, 2003).
Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja
yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar
asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai
pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas
dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui standar dapat
dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk
Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur
kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Dalam
pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim
sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar
bagaimana proses pengembangan tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil
pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional untuk
memberdayakan proses keperawatan. Standar finansial juga harus dikembangkan
dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi
perawat dan organisasi pelayanan.
13
Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti
merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar
pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi
perawat professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam
tatanan pelayanan keperawatan professional (Nursalam, 2008)
Menurut Nursalam (2008) standar asuhan keperawatan, yaitu:
a. Standar 1 : Pengkajian Keperawatan
Pada tahap ini perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien
secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Proses
pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah klien, keluarga, atau
orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain. Data yang
dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi riwayat kesehatan masa lalu
dan status kesehatan saat dilakukan pengkajian. Didukung pula dengan status
biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
b. Standar 2 : Perencanaan Keperawatan
Proses pada tahap ini adalah analisa dan interpretasi data pengkajian sehingga
masalah klien dapat diidentifikasi yang kemudian dirumuskan menjadi
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (problem),
penyebab (etiologi), dan tanda dan gejala (sign and symptom), atau hanya
terdiri dari masalah dan penyebab (problem dan etiologi).
Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan. Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah dan peningkatkan kesehatan klien. Perencanaan bersifat
14
individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
c. Standar 3 : Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini perawat mengimplementasikan tindakan yang telah
diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Dalam implementasi
terdapat kriteria yang harus dijalani oleh perawat yaitu melakukan tindakan
mandiri, kolaborasi dengan tim kesehatan lain dan memberikan pendidikan
kesehatan kepada klien dan keluarga serta mengkaji ulang dan merevisi
pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.
d. Standar 4 : Evaluasi Keperawatan
Pada tahap ini perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan
keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan
perencanaan. Kriteria proses dalam pelaksanaan evaluasi pada klien yaitu
dengan menyusun rencana hasil evaluasi dan intervensi secara menyeluruh,
tepat waktu dan terus menerus.
Untuk mengukur perkembangan klien digunakan data dasar dan respon klien
pada saat dilakukan evaluasi. Hasil evaluasi kemudian di dokumentasikan
sehingga dapat terlihat hasil yang ingin dicapai, bila belum terdapat
perkembangan pada klien dimungkinkan untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan
keperawatan menjadi lebih terarah. Standar pelayanan keperawatan adalah
gambaran mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi
pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien dan penilaian terhadap
kinerja perawat itu sendiri.
15
2.1.4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja Perawat
Dessler (2008) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor (variabel) yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu faktor individu, faktor psikologi dan
faktor organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, fisik
maupun mental, latar belakang, dan faktor demografis. Faktor kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja
individu, faktor demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan
kinerja individu.
Faktor psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi. Faktor ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnya dan faktor demografis. Faktor seperti persepsi, sikap, kepribadian dan
belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Faktor organisasi berefek
tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya,
kepemimpinan, sistem penghargaan, struktur dan desain.
Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja antara lain
(Nursalam, 2008) :
a. Faktor intrinsik adalah faktor yang dimiliki oleh setiap individu yang meliputi
pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan
komitmen. Faktor intrinsik tersebut dapat dikembangkan dalam diri setiap
perawat sehingga dapat mempengaruhi peningkatan kinerja perawat.
b. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perawat yang
berasal dari luar diri perawat itu sendiri seperti faktor kepemimpinan, yaitu
bagaimana seorang manajer memberikan dorongan, semangat, arahan, dan
16
dukungan kepada bawahannya. Selain itu dari segi tim kerja dipengaruhi oleh
kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim
serta kekompakan dan keeratan anggota tim.
Faktor ekstrinsik lainnya yaitu faktor sistem, seperti fasilitas kerja atau sarana
dan prasarana yang diberikan oleh institusi, sehingga faktor-faktor ekstrinsik
tersebut dapat mempengaruhi diri perawat itu sendiri sebagai upaya
peningkatan kinerja dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik yang dapat mempengaruhi
kinerja perawat dapat dijabarkan dibawah ini:
a. Motivasi
Motivasi adalah “segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu” (Mustikasari, 2010). Sedangkan menurut Sbortell & Kaluzny (dikutip
dalam Mustikasari, 2010), motivasi adalah perasaan atau pikiran yang
mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan
terutama dalam berperilaku.
Beberapa teori tentang motivasi, diantaranya seperti teori yang dikembangkan
oleh Abraham Maslow dimana teori ini memandang manusia dengan lima
tingkatan kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan kasih
sayang, self esteem serta aktualisasi diri. Menurut Maslow individu memiliki
kecenderungan untuk tidak merasa puas. Ketika salah satu kebutuhan telah
terpenuhi maka akan ada kebutuhan lain yang timbul dan begitu seterusnya.
(Nursalam, 2008).
17
b. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan seni untuk seorang pemimpin dalam melayani
orang lain untuk memberikan apa yang dimiliki untuk kepentingan orang lain
(Nurachmah, 2009). Sebagai pemimpin, hendaknya seseorang menempatkan
dirinya sebagai orang yang bermanfaat untuk orang lain. Istilah kepemimpinan
di dalam manajemen sering diartikan hanya berfungsi pada kegiatan supervisi,
tetapi dalam dunia keperawatan fungsi tersebut sangatlah luas.
Nursalam (2008) dalam bukunya manajemen keperawatan menyebutkan bahwa
tiap-tiap individu dilahirkan dengan memiliki jiwa kepemimpinan, dan masing-
masing memiliki karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari
orang lain.
Ciri-ciri pemimpin menurut teori bakat ini adalah dari segi intelegensi
yaitu pengetahuan, keputusan, kelancaran berbicara. Dalam hal kepribadian
individu mampu beradaptasi, kreatif, kooperatif, siap/siaga, rasa percaya diri,
integritas, keseimbangan emosi dan mengontrol, independen, dan tenang. Pada
prilaku dapat dilihat kemampuan bekerjasama, kemampuan interpersonal,
kemampuan diplomasi, partisipasi sosial dan prestise.
Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana
manajer menjalankan fungsinya. Dari penjabaran teori kepemimpinan tersebut
di atas, tiap-tiap individu memiliki jiwa kepemimpinan yang dibawa sejak lahir
dan akan berkembang berdasarkan pola pemikirannya maka seorang dengan
jiwa kepemimpinannya sejatinya mampu memperlihatkan kinerja yang baik,
namun hal tersebut juga amat tergantung pada situasi dan lingkungan dimana
individu tersebut menjalankan pekerjaannya (Nurrachmah, 2009).
18
Seorang pemimpin harus mampu berpikir kritis untuk melandasi fungsi
kepemimpinan yang juga meliputi fungsi manajerial. Dengan berpikir kritis
pemimpin diharapkan dapat menggali ide-ide kreatif, membuat terobosan yang
dapat meningkatkan produktifitas tanpa meningkatkan beban kerja
bawahannya serta mampu memecahkan masalah sehingga dapat terbentuk
kerjasama yang baik satu sama lain.
Pemimpin dalam keperawatan dapat mendelegasikan sebagian fungsi
kepemimpinannya kepada orang yang diyakini akan mampu mengemban
pendelegasian ini. Hal ini perlu dicermati karena pendelegasian berarti
pemberian sebagian kekuasaan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam
memutuskan (Andarika, 2007).
c. Fasilitas kerja
Fasilitas adalah “suatu bentuk pelayanan perusahaan terhadap karyawan agar
menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan karyawan, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawan.” (Husnan, 1992 dikutip dalam
Hapsari, 2008). Fasilitas kerja adalah sarana dan prasarana untuk membantu
karyawan menyelesaikan pekerjaannya dan membuat karyawan bekerja lebih
produktif. Kendala yang sering ditemukan dalam institusi rumah sakit adalah
kendala fasilitas kerja yang kurang memadai yang mengakibatkan kinerja
perawat juga menurun. Kesediaan fasilitas sangat mempengaruhi kinerja
seseorang, fasilitas merupakan penunjang kelancaran, seperti pelengkapan dan
peralatan kerja, serta jaminan keselamatan kerja.
19
d. Pelatihan
Peningkatan profesionalisme kinerja seorang perawat dapat dilihat dari tingkat
pendidikan dan pelatihan-pelatihan tenaga keperawatan yang pernah diikuti.
Mendapatkan tenaga keperawatan yang handal melalui peningkatan kinerja
perawat ditentukan oleh bagaimana tingkat pendidikan perawat tersebut dan
seberapa sering perawat itu mengikuti pelatihan keperawatan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Awases (2009) tentang Factors Affecting
Performance of Professional Nurse in Namibia didapatkan tidak semua
perawat yang mengikuti pelatihan dapat melakukan tindakan keperawatan yang
berdasarkan proses keperawatan dengan benar. Hal ini dimungkinkan akibat
kurang pengalaman dari perawat itu sendiri, pedoman atau panduan yang
kurang memadai serta kurang percaya diri.
e. Imbalan Jasa
Imbalan jasa adalah sesuatu yang dibayarkan atau pemenuhan dari suatu janji,
reward, atau membalas jasa. Motivasi eksternal terbesar dari kinerja seseorang
adalah imbalan jasa (Rahayu, 2008). Imbalan jasa yang layak akan
memberikan rangsangan serta memotivasi karyawan untuk memberikan
kinerja terbaik dan menghasilkan produktivitas kerja yang optimal (Suwatno,
2013). Sebaliknya menurut teori Victor Vroom dalam Suwatno (2013) yang
menyatakan jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk
memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong
untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya jika harapan itu
tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
20
1.2. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka landasan teori yang digunakan
adalah teori yang menjelaskan tentang variabel individu, psikologi, faktor
organisasi, faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi aspek kinerja.
Kerangka teori digambarkan sebagai berikut :
Gambar : 2.1. Kerangka Teori
Faktor individu
- Kemampuan dan
keterampilan
- Latar belakang
- Demografi
Faktor Psikologis
- Persepsi
- Sikap
- Kepribadian
- Belajar
- Motivasi
Faktor Organisasi
- Sumber daya
- Kepemimpinan
- Sistim penghargaan
- Struktur dan desain
pekerjaan
Faktor Intrinsik
- Pengetahuan
- Keterampilan
- Kemampuan
- Percaya diri
- Motivasi
- Komitmen
Faktor Ekstrinsik
- Kepemimpinan
- Fasilitas kerja
- Sarana dan pra sarana
Kinerja perawat
21
1.3. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep dalam penelitian ini sesuai dengan teori diatas dan
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar : 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
- Motivasi
- Kepemimpinan
- Fasilitas kerja
- Pelatihan
- Imbalan Jasa
Variabel Dependen
Kinerja Perawat di RSUD
Cut Nyak Dhien Meulaboh
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitan
Penelitian ini adalah jenis analitik dengan rancangan Cross-sectional
yaitu pengukuran variabel dilakukan pada suatu saat untuk menilai hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen (Hastono, 2007) di Rumah
Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2015.
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
3.2.1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 15 April sampai
dengan 20 Mei 2015.
3.2.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat yang yang
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bertugas memberikan
pelayanan keperawatan di ruang rawat inap yang berjumlah 143 orang yang
terbagi kedalam beberapa ruang rawat seperti yang tertera dalam tabel 3.1
berikut ini (Bagian kepegawaian RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, 2015).
23
Tabel 3.1 : Jumlah populasi masing-masing bagian
No R. Rawat Inap Jumlah Populasi
1. Ruang Kls Utama 9 orang
2. Ruang VIP 9 orang
3. Ruang Internal 10 orang
4. Ruang Rawat Bedah 12 orang
5. Ruang Rawat Anak 10 orang
6. Ruang NICU Anak 12 orang
7. Ruang Kebidanan 11 orang
8. Ruang ICU 12 orang
9. Ruang Rawat Saraf 11 orang
10. Unit Gawat Darurat 12 orang
11. Bangsal Zaitun 10 orang
12. Kamar Operasi 12 orang
13. Ruang Rawat Mata 13 orang
Total Populasi 143 Orang
3.3.2. Sampel
Menurut Notoadmojo (2007), perkiraan besar sampel pada penelitian
ini diambil berdasakan rumus dibawah ini, dimana tingkat ketepatan atau
kepercayaan sebesar 0,1 (1%).
Keterangan :
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d2
: Ketepatan/kepercayaan yang di inginkan (1%)
24
Berdasarkan rumus sampling diatas, dengan jumlah populasi 143 orang
maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 58,8 atau dibulatkan menjadi 59
responden. Berhubung sampel tersebar di berbagi kelas maka digunakan teknik
Proportional Random Sampling. Menurut Notoatmodjo (2007) prosedur
pengambilan sampel dengan metode proportional random sampling dipergunakan
rumus :
Sampel per sub populasi =
Berdasarkan rumus diatas jumlah sampel dari masing-masing kelas
secara proporsional diperoleh dengan cara jumlah sub populasi dibagi dengan
jumlah populasi keseluruhan, kemudian dikalikan dengan besarnya sampel yang
telah ditetapkan sebelumnya. Proporsi sampel seperti dalam tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2 : Proporsi jumlah sampel masing-masing ruangan
No Ruangan
Jumlah
Populasi per unit
Jumlah
Sampel per unit
1. Kls Utama 9 sampel 4 sampel
2. Rwt VIP 9 sampel 4 sampel
3. Rwt Internal 10 sampel 4 sampel
4. Rwt Bedah 12 sampel 5 sampel
5. Rawat Anak 10 sampel 4 sampel
6. Rawat NICU 12 sampel 5 sampel
7. Rawat KB 11 sampel 5 sampel
8. Rawat ICU 12 sampel 5 sampel
9. Rawat Saraf 11 sampel 4 sampel
10. Unit Gawat Darurat 12 sampel 5 sampel
11. Bangsal Zaitun 10 sampel 4 sampel
12. Kamar Operasi 12 sampel 5 sampel
13. Ruang Rawat Mata 12 sampel 5 sampel
Total 143 sampel 59 sampel
25
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui hasil jawaban kuesioner yang dilakukan
wawancara kepada setiap responden.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder berupa data jumlah perawat yang diperoleh dari bagian
kepegawaian Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh dan data, serta
informasi dari berbagai literatur lainnya.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Pada bagian
awal instrumen penelitian berisi data responden yang meliputi umur, jenis
kelamin, status kepegawaian, masa kerja, pendidikan dan status pelatihan
dibidang keperawatan.
Instrumen kedua berisi pernyataan tertutup yang terdiri atas 6 (enam)
pernyataan yang memuat tentang faktor motivasi, 5 (lima) pernyataan yang
memuat tentang faktor kepemimpinan, 6 (enam) pernyataan yang memuat tentang
faktor fasilitas kerja dan 5 (lima) pernyataan yang memuat tentang faktor imbalan
jasa dan 6 (enam) pernyataan yang memuat kinerja perawat.
Kuesioner di buat berasarkan skala Gutmann dengan pilihan jawaban
“Ya” atau “Tidak” dan “Ada” atau “Tidak” . Kriteria penilaian apabila responden
memilih jawaban “Ya” maka skornya 1, bila responden memilih jawaban “Tidak”
skornya 0.
26
Penilaian kinerja responden berdasarkan penilaian melalui lembar
observasi kegiatan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilaksanakan
oleh perawat.
3.6. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3.3. Definisi Operasional Variabel
Variabel Bebas ( Independen)
N
O
Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala
1 Motivasi Perasaan atau pikiran yang
mendorong perawat di
RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh untuk
melakukan pekerjaan
dibidang keperawatan agar
tercapai tujuan yang
diharapkan oleh instansi
Wawancara Kuesioner 1.Tinggi
2.Rendah
Ordinal
2 Kepemimpinan Suatu kemampuan seni
yang dimiliki seorang
pemimpin dari tingkat
direktur sampai ke tingkat
kepala ruang dalam
mengatur dan memimpin
bawahan dalam rangka
mencapai tujuan
Wawancara Kuesioner 1.Baik
2.Kurang
Ordinal
3 Fasilitas Kerja Sarana dan prasarana yang
mendukung dan membantu
perawat dalam
menyelesaikan tugas-
tugasnya dan membuat
perawat bekerja lebih
produktif dan efisien.
Wawancara Kuesioner 1.Mendukung
2.Tidak
Ordinal
4 Pelatihan Pendidikan dan kegiatan
diluar pendidikan formal
yang pernah di ikuti oleh
perawat dalam rangka
menambah pengetahuan
dan keterampilan di
bidang keperawatan
Wawancara Kuesioner 1.Pernah
2.Belum
Ordinal
5 Imbalan Jasa Sesuatu yang dibayar atau
pemenuhan dari suatu janji
instansi kepada setiap
perawat yang telah bekerja
di bagian masing-masing
Wawancara Kuesioner 1.memuaskan
2.Tidak
Ordinal
27
dengan jumlah bayaran
variatif
Variabel Terikat (Dependen)
N
o
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur
1 Kinerja Perawat Hasil nilai dari seseorang
perawat dalam
mejalankan tugas dan
fungsinya dibidang
keperawatan sesuai
dengan standar asuhan
keperawatan yang telah
ditetapkan oleh bidang
keperawatan
Wawancara Kuesioner 1.Baik
2.Kurang
Ordinal
3.7. Aspek Pengukuran Variabel
A. Motivasi
Skor tertinggi adalah 6 dan skor terendah 0. Kriteria penilaiannya :
a. Tinggi, jika rentang skor : > 3
b. Rendah, rentang skor : ≤ 3
B. Kepemimpinan
Skor tertinggi adalah 5 dan skor terendah 0. Kriteria penilaiannya :
a. Baik, jika rentang skor : > 3
b. Kurang, rentang skor : ≤ 3
C. Fasilitas Kerja
Skor tertinggi adalah 6 dan skor terendah 0. Kriteria penilaiannya :
a. Mendukung, jika rentang skor : > 3
b. Tidak, jika rentang skor : ≤ 3
28
D. Pelatihan
Kriteria penilaiannya :
a. Pernah
b. Belum
E. Imbalan Jasa
Skor tertinggi adalah 5 dan skor terendah 0. Kriteria penilaiannya :
a. Memuaskan, jika rentang skor : > 3
b. Tidak, rentang skor : ≤ 3
F. Kinerja Perawat Pelaksana
Skor tertinggi adalah 6 dan skor terendah 0. Kriteria penilaiannya :
a. Baik, jika rentang skor : > 3
b. Kurang, rentang skor : ≤ 3
3.8. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
A. Mengedit (editing)
Editing dimaksudkan untuk meneliti tiap data yang diisi agar lengkap. Editing
dilaksanakan di lapangan, sehingga jika terjadi kesalahan atau kekurangan
data dapat diperbaiki.
B. Pengkodean (coding)
Setelah data terkumpul dan selesai diedit di lapangan, tahap berikutnya adalah
mengkode data jawaban diberi langsung pada lembar observasi.
C. Skoring
Skoring adalah kegiatan memberi skor (nilai) pada data yang telah ada.
29
D. Tabulasi (tabulating)
Tabulasi ini dilakukan dengan memasukkan data yang telah diberi kode ke
dalam tabel yang tersedia, sehingga sifat beda akan tampak.
E. Memasukkan data (Data Entry)
Data Entry adalah proses memasukkan data kedalam kategori tertentu untuk
dilakukan analisis data.
F. Pembersihan (Cleaning)
Cleaning adalah mengecek kembali data yang sudah di entry apakah ada
kesalahan atau tidak (Suyanto, 2009).
3.9. Metode Analisa Data
3.9.1. Analisa Univariat
Analisia ini dilakukan untuk menjelaskan atau mengambarkan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti dalan bentuk distribusi
frekuensi dari setiap variabel penelitian. Tujuannya adalah untuk melihat
seberapa besar proporsi variabel yang diteliti dan disajikan dalam bentuk
tabel frekuensi.
3.9.2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan satu variabel
independen dengan satu variabel dependen, dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
dengan tanpa mempertimbangkan variabel independen atau faktor-faktor
lainnya. Analisis ini menggunakan uji kai kuadrat (Chi-square).
Prinsip dasar uji kai kuadrat adalah membandingkan frekuensi yang
terjadi (observed) dengan frekuensi harapan (expected). Uji statistik Chi-
30
square juga untuk melihat suatu hubungan (jika ada) antara dua variabel
sehingga diperoleh nilai χ2
dan kemaknaan statistik (nilai p value).
Syarat-syarat uji statistik dengan menggunakan uji kai kuadrat (Chi-
square) yaitu pertama semua data diukur dalam skala katagorik. Kedua
tidak boleh ada sel harapan (expected sel) yang nilainya 0 atau kurang dari 5
lebih dari 20 % dari jumlah keseluruhan sel.
Jika ada sel yang mempunyai nilai harapan lebih kecil dari (kurang
dari 5) lebih dari 20 % dari jumlah keseluruhan sel, maka uji yang
digunakan ”Fisher’s Exact Test” (Hastono, 2007).
Untuk menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara
membandingkan nilai p ( p-value) dengan alpha α = 0,05 pada taraf
kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 1 dengan keputusan sebagai
berikut.
Keputusan uji statistik:
a. Nilai p (p-value) < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti ada
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
b. Nilai p (p-value) > 0,05 maka Ho diterima yang berarti tidak ada
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah Rumah
Sakit Umum type-C milik Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat yang
beralamat di Jalan Gajah Mada Meulaboh Aceh Barat. Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh sampai saat ini masih merupakan pusat
pelayanan kesehatan rujukan untuk wilayah pantai Barat dan Selatan yang
memberikaan pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap.
RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh merupakan salah satu Satuan Kerja
Perangkat Daerah ( SKPD ) dibawah Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat sesuai
dengan Qanun No. 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah yang mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan rujukan, serta mempunyai fungsi
fungsi :
a. Penyelenggaraan Pelayanan Medis
b. Penyelenggaraan Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis
c. Penyelenggaraan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan
d. Penyelenggaraan Pelayanan Upaya Rujukan
e. Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
f. Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan
g. Penyelenggaraan Administrasi Umum dan Keuangan
32
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan tersebut RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh masih banyak memiliki kelemahan dan kekurangan yang memerlukan
pembenahan agar menghasilkan kinerja yang optimal. Berbagai faktor dan
kendala baik dari segi internal maupun eksternal seringkali menjadi penghambat
pelaksanaan pelayanan yang prima sehingga masih banyak mendapat keluhan -
keluhan dan kritikan dari masyarakat di Kabupaten Aceh Barat.
Untuk menyelaraskan arah dan tujuan RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
dengan kebijakan Pemda Aceh Selatan maka ditetapkan visi sebagai berikut :
“Menjadi Rumah Sakit yang Prima dan Mandiri.”. Sedangkan misi RSUD Cut
Nyak Dhien Meulaboh adalah :
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan dilandasi
pelayanan kesehatan bernuansa islami
b. Menyelenggarakan Pelayanan rujukan bagi masyarakat di wilayah pantai Barat
Selatan
c. Berperan serta aktif membantu pemerintah Kabupaten Aceh Barat dalam
bidang kesehatan sesuai visi dan misinya.
4.1.2 Karakteristik Responden
4.1.2.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Tabel 4.1 : Distribusi Jenis Kelamin Responden di Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki
Perempuan
23
36
39
61
Total 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
33
Pada tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar responden
adalah jenis kelamin Perempuan (61%) dan kelompok terkecil responden adalah
jenis kelamin Laki-laki (39%) berdasarkan jawaban dari 59 responden.
4.1.2.2 Distribusi Responden Menurut Umur
Tabel 4.2 : Distribusi Umur Responden di Rumah Sakit Umum Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.
Umur Frekuensi Persentase
22-35 th
>35 th
42
17
71,2
28,8
Total 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Pada tabel 4.2 diatas terlihat bahwa mayoritas responden berumur 22
sampai 35 tahun (71,2%) dan hanya sebahagian kecil responden yang berumur
>35 tahun (28,8%) berdasarkan jawaban dari 59 responden.
4.1.2.3 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja
Tabel 4.3: Distribusi Masa Kerja Responden di Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.
Masa Kerja Frekuensi Persentase
0 - 5 th
5 - 10 th
> 10 th
29
18
12
49,2
30,5
20,3
Total 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Pada tabel 4.3 diatas terlihat bahwa mayoritas responden dengan masa
kerja 0 sampai 5 tahun (49,2%) dan minoritas dengan masa kerja >10 th (20,3%)
berdasarkan jawaban dari 59 responden.
34
4.1.2.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4: Distribusi Tingkat Pendidikan Respondendi Rumah Sakit Umum
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase
Sekolah Perawat Kesehatan
D3-Keperawatan
S1-Keperawatan
2
42
15
3,4
71,2
25,4
Total 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Pada tabel 4.4 diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan responden
mayoritas adalah D3-Keperawatan (71,2%) dan minoritas adalah Sekolah Perawat
Kesehatan (3,4%) berdasarkan jawaban dari 59 responden.
4.1.3 Analisa Univariat
4.1.3.1 Distribusi Motivasi
Tabel 4.5: Distribusi Motivasi Responden di Rumah Sakit Umum Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.
Motivasi Frekuensi Persentase
Tinggi
Rendah
27
32
45,8
54,2
Total 59 100
Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Dari tabel 4.5 diatas terlihat bahwa mayoritas responden dengan
motivasi tinggi (45,8%) dan minoritas responden dengan motivasi rendah (54,2%)
berdasarkan jawaban dari 59 responden.
35
4.1.3.2 Distribusi Kepemimpinan
Tabel 4.6 : Distribusi KepemimpinanMenurut Responden di Rumah Sakit
Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun
2015.
Kepemimpinan Frekuensi Persentase
Baik
Kurang
28
31
47,5
52,5
Total 59 100
Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Dari tabel 4.6 diatas terlihat bahwa mayoritas responden menyatakan
faktor kepemimpinan pada kategori baik (47,5%) dan minoritas responden
menyatakan faktor kepemimpinan pada kategori kurang (52,5%) berdasarkan
jawaban dari 59 responden.
4.1.3.3 Distribusi Fasilitas Kerja
Tabel 4.7 : Distribusi Fasilitas Kerja Menurut Responden di Rumah Sakit
Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2015.
Fasilitas Kerja Frekuensi Persentase
Mendukung
Tidak
26
33
44,1
55,9
Total 59 100
Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Dari tabel 4.7 diatas terlihat bahwa mayoritas responden menyatakan
faktor fasilitas kerja mendukung (44,1%) dan minoritas responden menyatakan
faktor fasilitas kerja tidak mendukung (55,9%) berdasarkan jawaban dari 59
responden.
36
4.1.3.4 Distribusi Responden Menurut Status Pelatihan Pendokumentasian
Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.
Tabel 4.8:Distribusi Status Pelatihan Asuhan Keperawatan Responden
Status Pelatihan Frekuensi Persentase
Pernah
Belum
46
13
78
22
Total 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Pada tabel 4.8 diatas terlihat bahwa mayoritas responden pernah
mengikuti pelatihan asuhan keperawatan (78%) dan minoritas belum mengikuti
pelatihan asuhan keperawatan (22%) berdasarkan jawaban dari 59 responden.
4.1.3.5 Distribusi Imbalan Jasa
Tabel 4.9 : Distribusi Imbalan Jasa Menurut Responden di Rumah Sakit
Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2015.
Imbalan Jasa Frekuensi Persentase
Memuaskan
Tidak
23
36
39,0
61,0
Total 59 100
Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Dari tabel 4.9 diatas terlihat bahwa mayoritas responden menyatakan
tidak puas terhadap imbalan jasa (61,0%) dan minoritas responden menyatakan
puas terhadap imbalan jasa (39,0%) berdasarkan jawaban dari 59 responden.
37
4.1.3.6 Distribusi Kinerja Perawat
Tabel 4.10 : Distribusi Kinerja Perawatdi Rumah Sakit Umum Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.
Kinerja Perawat Frekuensi Persentase
Baik
Kurang
27
32
45,8
54,2
Total 59 100
Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Dari tabel 4.10 diatas terlihat bahwa kinerja perawat mayoritas pada
kategori baik (45,8%) dan minoritas pada kategori kurang (54,2%) berdasarkan
jawaban dari 59 responden.
4.1.4 Hasil Analisa Bivariat
4.1.4.1 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat
Tabel 4.11 : Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit
Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2015.
Motivasi
Kinerja Perawat Total
P-
Value
OR
(95% CL) Baik Kurang
n % n % n %
0,007 5,111 Tinggi 18 66,7 9 33,3 27 100
Rendah 9 28,1 23 71,9 32 100
Total 27 45,8 32 54,2 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Hasil analisa pada tabel 4.11 diatas terlihat bahwa dari 32 responden
yang motivasinya rendah, mayoritas kinerjanya kurang (71,9%) dan sebagian
yang lain kinerjanya baik (28,1%). Kemudian dari 27 responden yang motivasinya
tinggi, mayoritas kinerjanya baik (66,7%) dan sebagian yang lain kurang (33,3%)
38
Hasil analisa bivariat ini menggunakan uji Chi square dengan
signifikansi 95% (α 0,05) dan didapatkan p:0,007 (<α 0,05) yang berarti Ho
ditolak ( ada hubungan antara kedua variabel ).
Keputusan statistik disini adalah ada hubungan yang signifikan antara
motivasi dengan kinerja perawat. Hasil uji Risk estimate diperoleh nilai OR
sebesar 5,111 (95% CI) yang berarti responden yang motivasinya rendah, beresiko
0,464 kali memiliki kinerja yang baik.
4.1.4.2 Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat
Tabel 4.12: Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat di Rumah
Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2015.
Kepemimpinan
Kinerja Perawat Total
P-
Value
OR
(95% CL) Baik Kurang
n % n % n %
0,003 6,069 Baik 19 67,9 9 32,1 28 100
Kurang 8 25,8 23 74,2 31 100
Total 27 45,8 32 54,2 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Hasil analisa pada tabel 4.12 diatas terlihat bahwa dari 31 responden
yang menyatakan faktor kepemimpinan kurang, mayoritas kinerjanya kurang
(74,2%) dan sebagian lainnya kinejanya baik (25,8%). Kemudian dari 28
responden yang menyatakan faktor kepemimpinan baik, mayoritas kinerjanya baik
(67,9%), dan sebagian yan lain kinejanya kurang (32,1%).
Hasil analisa bivariat ini menggunakan uji Chi square dengan
signifikansi 95% (α 0,05) dan didapatkan p:0,003 (<α 0,05) yang berarti Ho
ditolak (ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel).
39
Keputusan statistik disini adalah ada hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan dengan kinerja perawat. Hasil uji Risk estimate diperoleh nilai OR
sebesar 6,069 (95% CI) yang berarti responden yang memiliki pimpinan yang
kurang baik, berpeluang 0,433 kali memiliki kinerja yang baik.
4.1.4.3 Hubungan Fasilitas Kerja dengan Kinerja Perawat
Tabel 4.13: Hubungan Fasilitas Kerja dengan Kinerja Perawat di Rumah
Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2015.
Fasilitas
Kerja
Kinerja Perawat Total
P-
Value
OR
(95% CL) Baik Kurang
n % n % n %
0,015 4,344 Mendukung 17 65,4 9 34,6 26 100
Tidak 10 30,3 23 69,7 33 100
Total 27 45,8 32 54,2 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Hasil analisa pada tabel 4.13 diatas terlihat bahwa dari 33 responden
yang menyatakan fasilitas kerja tidak mendukung, mayoritas kinerjanya kurang
(69,7%) dan sebagian yang lain kinerjanya baik (30,3%). Kemudian dari 26
responden yang menyatakan fasilitas kerja mendukung, mayoritas kinerjanya baik
(65,4%), sedangkan yang lainnya kinejanya kurang (34,6%).
Hasil analisa bivariat ini menggunakan uji Chi square dengan
signifikansi 95% (α 0,05) dan didapatkan nilai p:0,015 (<α 0,05) yang berarti Ho
ditolak (ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel).
Keputusan statistik disini adalah ada hubungan yang signifikan antara
fasilitas kerja dengan kinerja perawat. Hasil uji Risk estimate diperoleh nilai OR
sebesar 4,344 (95% CI) yang berarti responden yang memiliki fasilitas kerja yang
kurang mendukung, berpeluang 0,497 kali memiliki kinerja yang baik.
40
4.1.4.4 Hubungan Status Pelatihan dengan Kinerja Perawat
Tabel 4.14: Hubungan Status Pelatihan dengan Kinerja Perawat di Rumah
Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2015.
Pelatihan
Kinerja Perawat Total
P-
Value
OR
(95% CL) Baik Kurang
n % n % n %
0,030 6,548 Belum 2 15,4 11 84,6 13 100
Pernah 25 54,3 21 45,7 46 100
Total 27 45,8 32 54,2 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Hasil analisa pada tabel 4.14 diatas terlihat bahwa dari 13 responden
yang belum pernah mendapatkan pelatihan asuhan keperawatan, mayoritas
kinerjanya kurang baik (84,2%) dan sebagian yang lain kinerjanya baik (15,4%).
Kemudian dari 46 responden yang sudah pernah mendapatkan pelatihan asuhan
keperawatan, mayoritas kinerjanya baik (54,3%), sedangkan sebagian yang lain
kinerjanya kurang (45,7%).
Hasil analisa bivariat ini menggunakan uji Chi square dengan
signifikansi 95% (α 0,05) dan didapatkan nilai p :0,030 (<α 0,05) yang berarti Ho
diterima (ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel).
Keputusan statistik disini adalah ada hubungan yang signifikan antara
pelatihan dengan kinerja perawat. Hasil uji Risk estimate diperoleh nilai OR
sebesar 6,548 (95% CI) dan responden yang pernah mendapatkan pelatihan
tentang asuhan keperawatan, berpeluang 3,533 kali memiliki kinerja yang baik.
41
4.1.4.5 Hubungan Imbalan jasa dengan Kinerja Perawat
Tabel 4.15: Hubungan Imbalan jasa dengan Kinerja Perawat di Rumah
Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2015.
Imbalan jasa
Kinerja Perawat Total
P-
Value
OR
(95% CL) Baik Kurang
n % n % n %
0,008 5,195 Memuaskan 16 69,6 7 30,4 23 100
Tidak 11 30,6 25 69,4 36 100
Total 27 45,8 32 54,2 59 100 Sumber: Data primer (diolah, 2015)
Hasil analisa pada tabel 4.15 diatas terlihat bahwa dari 36 responden
yang tidak puas terhadap imbalan jasa, mayoritas kinerjanya kurang baik (69,4%),
dan hanya sebagian kecil yang kinerja baik (30,6%). Kemudian dari responden
yang puas terhadap imbalan jasa, juga mayoritas kinerjanya baik (69,6%), dan dan
hanya sebahagian kecil yang kinerja kurang baik (30,4%).
Hasil analisa bivariat ini menggunakan uji Chi square dengan
signifikansi 95% (α 0,05) dan didapatkan nilai p :0,008 (<α 0,05) yang berarti Ho
ditolak (ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel).
Keputusan statistik disini adalah ada hubungan yang signifikan antara
imbalan jasa dengan kinerja perawat. Hasil uji Risk estimate diperoleh nilai OR
sebesar 5,195 (95% CI) yang berarti responden yang puas terhadap imbalan jasa
berpeluang 2,277 kali memiliki kinerja yang baik.
42
4.2 Pembahasan
4.2.1 Motivasi dengan Kinerja Perawat
Menurut Sbortell & Kaluzny (dikutip dalam Mustikasari, 2010),
motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan
pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku.
Perawat yang motivasi kerja pada kategori rendah sebagian besar
terdistribusi pada kinerja kurang (71,9%), dimana angka pencapaian ini tidak
dapat memberi interpretasi bahwa motivasi dapat meningkatkan kualitas kerja,
yang dilaksanakan perawat dalam rangka penyelenggaraan asuhan keperawatan
dengan hasil yang maksimal dan memuaskan kebutuhan pasien dan
keluarganya.
Dari hasil penelitian juga didapatkan sebagian resonden dengan
motivasi rendah tapi kinerjanya baik (28,1%). Interpretasi yang dapat ditarik
berdasarkan data tersebut adalah masih banyak perawat yang mempunyai
semangat yang rendah untuk melayani kebutuhan pasien tetapi sudah dapat
melakukan asuhan keperawatan dengan tepat.
Dari hasil analisis bivariat diatas didapatkan hasil bahwa ada
hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kinerja perawat di Rumah
Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh dengan p-value 0,007. Hasil uji
statistik dengan menggunakan uji Chi-square menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara motivasi dan kinerja perawat. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Zahriany (2009) yang menyimpulkan bahwa
motivasi ada hubungan yang signifikan terhadap kinerja perawat dalam
kelengkapan Rekam medis di R. Rawat Inap RSU DR. Pringadi Medan.
43
Demikian juga dengan pendapat Yuliana (2012) yang menyatakan dalam
penelitiannya bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan kinerja
perawat di Puskesmas Kota Kotamobagu. Perawat yang memiliki motivasi
yang tinggi akan selalu berusaha bekerja dengan baik pula dan akan
bertanggung jawab terhadap penyelesaian pekerjaannya, karena dalam
melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan yang bersifat sadar, seseorang
selalu didorong oleh maksud atau motif tertentu baik yang objektif maupun
yang subjektif.
Motif atau dorongan dalam melakukan sesuatu pekerjaan, sangat
besar pengaruhnya terhadap moral kerja dan hasil kerja. Seseorang bersedia
melakukan pekerjaan bila motif yang mendorongnya cukup kuat yang pada
dasarnya tidak mendapat saingan atau tantangan dari motif lain yang
berlawanan. Demikian juga sebaliknya orang yang tidak didorong oleh motif
yang kuat akan tidak bergairah dalam melalukan pekerjaannya. Motif yang
mendorong seorang perawat melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan dapat berupa motif intrinsik, yakni dorongan yang terdapat dalam
pekerjaan yang dilakukan.
4.2.2 Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat
Kepemimpinan merupakan seni untuk seorang pemimpin dalam
melayani orang lain untuk memberikan apa yang dimiliki untuk kepentingan
orang lain (Nurachmah, 2009). Sebagai pemimpin, hendaknya seseorang
menempatkan dirinya sebagai orang yang bermanfaat untuk orang lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan pada
kategori kurang baik (74,2%) dengan kinerja perawat yang kurang baik
44
pula. Hal ini tidak memberikan intepretasi tentang kemampuan pemimpin
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Kemudian diperoleh juga
hasil perilaku kepemimpinan baik dengan kinerja perawat kategori kurang
(32,1%). Hal ini dinyatakan oleh responden bahwa pimpinan jarang
melakukan komunikasi dalam penyelesaian tugas atau pekerjaan.
Dari hasil analisis bivariat diatas didapatkan hasil bahwa ada
hubungan yang bermakna antara kepemimpinan dengan kinerja perawat di
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh dengan p-value 0,003, yang
menunjukkan adanya hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja
perawat.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hotnida, L. (2012), tentang Analisis Faktor-faktor yang berhubungan
dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah
Koja. Hasil penelitian Hotnida tersebut menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara faktor kepemimpinan dengan kinerja perawat.
Kepemimpinan dalam bidang keperawatan merupakan salah satu
faktor penting karena faktor kepemimpinan dapat memberikan pengaruh
yang berarti terhadap kinerja perawat karena pimpinan yang merencanakan,
menginformasikan, membuat, dan mengevaluasi berbagai keputusan yang
harus dilaksanakan dalam organisasi tersebut. Kepemimpinan dapat
memotivasi perawat untuk bekerja dengan penuh semangat sehingga hasil
yang ingin dicapai dapat memuaskan perawat maupun rumah sakit.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Germain (2010) dalam penelitiannya juga mengatakan perilaku
45
kepemimpinan mempengaruhi motivasi perawat dalam mendokumentasikan
asuhan keperawatan. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang bisa
memahami perilaku, sifat-sifat bawahannya, memiliki perhatian terhadap
kemajuan, pertumbuhan dan prestasi bawahannya.
4.2.3 Fasilitas kerja dengan Kinerja Perawat
Fasilitas adalah “suatu bentuk pelayanan perusahaan terhadap
karyawan agar menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan karyawan,
sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan”. Kendala yang
sering ditemukan dalam institusi rumah sakit adalah kendala fasilitas kerja
yang kurang memadai yang mengakibatkan kinerja perawat juga
menurun(Husnan, 1992 dikutip dalam Hapsari, 2008).
Hasil analisa data menunjukkan bahwa mayoritas (69,7%)
responden yang menyatakan fasilitas kerja tidak mendukung memiliki
kinerja kurang baik. Kemudian hanya sedikit data (30,3%) yang
menggambarkan fasilitas kerja tidak mendukung tetapi kinerja baik. Ketidak
tersedianya fasilitas yang memadai ini menimbulkan hal – hal yang tidak
diinginkan dan menghambat perawat dalan menjalankan tugasnya, sehingga
ini mengakibatkan kinerja kurang baik.
Berdasarkan hasil analisa bivariat fasilitas kerja terhadap kinerja
perawat diperoleh hasil p value 0,015 yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara fasilitas kerja dengan kinerja perawat.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bady
(2012) tentang Analisis Kinerja Perawat Dalam Pengendalian Infeksi
46
Nosokomial di IRNA I RSUP Dr. Sardjito yang menyatakan ada hubungan
yang bermakna antara fasilitas Rumah sakit dengan kinerja perawat.
Hasil yang sama juga pada penelitian yang dilakukan oleh Hotnida
(2012) tentang Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja
Perawat dalam Pendokumentasian Proses Keperawatan di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Koja.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kinerja perawat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah fasilitas kerja. Dengan
fasilitas kerja yang memadai pada suatu institusi atau organisasi merupakan
faktor pendukung seseorang dalam berprilaku (Hapsari, 2008).
Fasilitas kerja adalah sarana dan prasarana untuk membantu
perawat menyelesaikan pekerjaannya dan membuat perawat bekerja lebih
produktif sehingga perawat dalam melakukan tindakan keperawatan tidak
terkendala. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan fasilitas kerja di Rumah
Sakit Cut Nyak Dhien masih kurang lengkap dan optimal. walaupun
tindakan yang dilakukan perawat sudah sesuai dengan prosedur, misalnya
persiapan alat sampai dengan pemasangan infuse. Begitu pula dengan
tindakan keperawatan lainnya, dan jumlah standar infuse sudah sesuai
dengan tempat tidur. Peneliti berpendapat bahwa fasilitas kerja sangat ada
hubungannya dengan kinerja perawat dalam menerapkan pelayanan yang
baik dan optimal. Sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja perawat.
47
4.2.4 Status Pelatihan dengan Kinerja Perawat
Pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendek
menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir yang pernah diikuti oleh
responden dengan tujuan meningkatkan mutu, keahlian dan
kemampuannya sehingga terampil dalam melaksanakan tugas. Hasil
pengamatan dilapangan bahwa perawat yang pernah mengikuti pelatihan
dengan kinerjanya cukup baik disebabkan karena pelatihan tentang asuhan
keperawatan pernah diikuti sesuai dengan tugasnya. Perawat yang pernah
mengikuti pelatihan dengan kinerjanya kurang baik disebabkan karena
materi pelatihan yang diberikan tidak sesuai dengan tugasnya sehingga apa
yang diperoleh tidak cocok diterapkan dalam seksinya ( Handoko, 2011).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis menunjukkan
kecenderungan perawat yang pernah memperoleh pelatihan sebanyak
(54,4%) yang memberi interpretasi tentang pengembangan kemampuan dan
kompetensi bagi perawat di rumah sakit. Telah dilaksanakan dalam upaya
peningkatan kemampuan kerja tenaga perawat dalam memberikan
pelayanan di rumah sakit.
Hasil penelitian juga menunjukkan perawat yang pernah
memperoleh pelatihan sebagian besar terdistribusi pada kinerja baik (54,3%)
dan memberikan interpretasi bahwa pelatihan yang diselenggarakan kepada
perawat memberi pengaruh terhadap kualitas kerja dalam memberikan
pelayanan keperawatan di rumah sakit. Hasil analisis bivariat diatas
didapatkan hasil bahwa ada hubungan pelatihan terhadap kinerja dengan p-
value 0,030.
48
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Awases (2009) tentang
Factors Affecting Performance of Professional Nurse in Namibia
didapatkan tidak semua perawat yang mengikuti pelatihan dapat melakukan
tindakan keperawatan yang berdasarkan proses keperawatan dengan benar.
Hal ini dimungkinkan akibat kurang pengalaman dari perawat itu sendiri,
pedoman atau panduan yang kurang memadai serta kurang percaya diri
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Muharyati (2010) tentang Faktor-fakor yang berhubungan dengan
Kinerja Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang
Rawat Inap RS Jiwa Prof. HB.Sa’anin Padang yang menyatakan ada
hubungan pelatihan terhadap kinerja perawat.
4.2.5 Imbalan jasa dengan Kinerja Perawat
Imbalan jasa adalah sesuatu yang dibayarkan atau pemenuhan dari
suatu janji, reward, atau membalas jasa. Motivasi eksternal terbesar dari
kinerja seseorang adalah imbalan jasa (Rahayu, 2008).
Hasil distribusi hubungan imbalan jasa terhadap kinerja yang
penulis teliti menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang tidak puas
dengan imbalan jasa dengan kinerja baik (69,6%), jika dibandingkan dengan
responden yang tidak puas dengan kinerja kurang baik (69,4%).
Hasil ini dinyatakan oleh perawat bahwa walaupun mereka tidak
puas dengan apa yang diperoleh, tetapi tetap bekerja sesuai dengan tugas
dan tanggung jawabnya walaupun dengan imbalan jasa yang tidak
memuaskan karena sudah merupakan ketetapan yang berlaku di rumah sakit.
49
Dari hasil analisis bivariat didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara imbalan jasa dengan kinerja dengan p-
value 0,008. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hotnida, L. (2012), tentang Analisis Faktor-faktor yang berhubungan
dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah
Koja.
Kenyataan ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yani dkk (2009) di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tentang
hubungan kompensasi dengan kinerja bidan, didapatkan ada hubungan yang
bermakna antara imbalan jasa dengan kinerja bidan. Ini menunjukkan bahwa
tidak selamanya pemberian imbalan jasa dapat meningkatkan kinerja
seseorang.
Menurut penelitian Harapan (2004), yang bertujuan untuk
mengidentifikasi tentang kepuasan kerja dan hubungannya dengan kinerja
perawat tetap baik dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit
Permata Bunda, menginformasikan imbalan jasa yang diterima perawat
rendah namun kinerjanya tetap baik karena individu bekerja bukan semata-
mata hanya untuk menerima imbalan jasa saja tetapi juga untuk mencari
kepuasan kerja tersendiri.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Hasil analisa univariat menunjukkan dari total 59 responden terdapat 32
responden (54,2%) memiliki motivasi rendah, dan sebanyak 27 responden
(45,88%) memiliki motivasi tinggi. Hasil bivariat menunjukkan ada
hubungan antara motivasi dengan kinerja perawat, dengan p:0,007 (< α
0,05) berarti responden yang motivasinya rendah beresiko memiliki
kinerja kurang baik.
2. Hasil analisa univariat menunjukkan dari total 59 responden terdapat 31
responden (52,5%) menyatakan kepemimpinan pada kategori kurang baik,
dan sebanyak 28 responden (47,5%) menyatakan kepemimpinan baik.
Hasil bivariat menunjukkan ada hubungan antara kepemimpinan dengan
kinerja perawat, dengan p:0,003 (< α 0,05) berarti responden yang berada
di bawah kepemimpinan kurang baik beresiko memiliki kinerja kurang
baik.
3. Hasil analisa univariat menunjukkan dari total 59 responden terdapat 33
responden (55,9%) menyatakan fasilitas kerja tidak mendukung, dan
sebanyak 26 responden (44,1%) menyatakan fasilitas kerja mendukung.
Hasil bivariat menunjukkan ada hubungan antara fasilitas kerja dengan
kinerja perawat, dengan p:0,015 (< α 0,05) berarti responden yang tidak
51
memiliki fasilitas kerja yang memadai beresiko memiliki kinerja kurang
baik.
4. Hasil analisa univariat menunjukkan dari total 59 responden terdapat 46
responden (78,0%) sudah pernah mengikuti pelatihan tentang asuhan
keperawatan, dan sebanyak 13 responden (22,0%) belum pernah
mengikuti pelatihan tentang asuhan keperawatan. Hasil bivariat
menunjukkan ada hubungan antara fasilitas kerja dengan kinerja perawat,
dengan p:0,030 (< α 0,05) berarti responden yang pernah mengikuti
pelatihan tentang asuhan keperawatan beresiko memiliki kinerja baik.
5. Hasil analisa univariat menunjukkan dari total 59 responden terdapat 36
responden (61,0%) menyatakan tidak puas terhadap imbalan jasa yang di
terima, dan sebanyak 23 responden (39,0%) menyatakan puas terhadap
imbalan jasa. Hasil bivariat menunjukkan ada hubungan antara imbalan
jasa dengan kinerja perawat, dengan p:0,008 (< α 0,05) berarti responden
yang tidak puas dengan imbalan jasa ada yang memiliki kinerja yang baik.
52
5.2. SARAN-SARAN
1. Kepada perawat disarankan agar tetap meningkatkan motivasi kerja
dalam rangka peningkatan kinerja.
2. Kepada pihak pimpinan rumah sakit dalam rangka meningkatkan kinerja
para perawat agar dapat memberikan kesempatan dan ruang gerak yang
luas untuk perawat dalam menjalankan tugasnya, sehingga perawat tidak
tertekan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
3. Fasilitas kerja memiliki hubungan yang sangat erat dengan kinerja, jika
fasilitas kerja tidak mendukung, hal ini dapat menyebabkan perawat
tidak bisa menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, sehingga masalah
itu dapat memberi dampak langsung pada kinerja perawat. Dalam hal ini
disarankan kepada pihak rumah sakit untuk dapat menyediakan fasilitas
kerja yang memadai untuk mendukung kinerja perawat kearah yang
lebih baik.
4. Perlu dilakukuan penelitian lanjutan untuk dapat mengetahui faktor-
faktor yang lain yang berhubungan dengan kinerja.
DAFTAR PUSTAKA
Andi, 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat di RS
Dr. achmad Mochtar Bukit Tinggi. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Andarika, 2007. Burnout pada Perawat Putri di RS St. Elizabeth Semarang
Ditinjau dari Dukungan Sosial. Jurnal Fakultas Psikologi
Universitas Bina Darma Palembang, vol. 1(7), p. 2-4.
As’ad, M. 2008. Psikologi Industri. Yogyakarta: liberty Yogyakarta.
Awases, 2009. Factors Affecting Performance of Professional Nurses in
Namibia. (Terjemahan), Journal of University Of South Africa.
P. 136-138.
Bady, 2012. Analisis Kinerja Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial
Di IRNA I RSUP DR. Sardjito.Jurnal Universitas Gadjah
Mada,
Departemen Kesehatan RI. 2003. Instrument Evaluasi Penerapan Standar
Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit : Jakarta.
Dessler. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia.
Germain, 2010. Growing Future Nurse Leaders to Build and Healthy Work
Enviroments at the Unit Level.
Handoko, 2011. Manajemen Personalia dan sumber daya manusia. Yogyakarta.
BPFE.
Hapsari. 2008. Hubungan Fasilitas Kerja, Disiplin Kerja dan Pengawasan
terhadap Produktivitas Kerja Karyawan. Jurnal Universitas
Muhammadiyah Surakarta, p. 3-4.
Harapan, 2004. Analisis Hubungan Antara Iklim Kerja, Etos Kerja dan Disiplin
Kerja dengan Produktifitas Kerja Perawat Pelaksana Non
Hasnita, E & Sanusi, R. 2006. Ciri-Ciri, Iklim Organisasi dan Kinerja Tenaga
Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Andi Makkasau
Parepare Makassar. Jurnal Universitas Gajah Mada.
Hotnida. L, 2012. Analisis faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja
Perawat di Ruang Rawat RSUD Koja. Jurnal Universitas
Indonesia.
Militer di Rumah Sakit Angkatan Laut dari Ramelan
Surabaya. Jurnal Universitas Indonesia.
Hastono, Sutanto. 2007. Basic Data Analysis Health Research Training. FKM-
UI. Depok
Ilyas, Y. 2009. Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Marquiz, Bessie. L & Huston, Carol. 2009. Leadership Roles and Management
unctions in Nursing Thoery and Aplication. Third Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Mustikasari, 2010. Motivasi. Jakarta: SalembaMedika.
Muharyati. 2010. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat
Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang
Rawat Inap RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang. Jurnal
Universitas Gadjah Mada
Notoatmodjo, 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nurachmah, 2009. Leadership dalam Keperawatan.Jakarta: RinekaCipta.
Prawirosentono, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia: Kebijakan Kinerja
Karyawan. Yogyakarta:BPFE.
Priharjo, 2009. Praktik Keperawatan Professional Konsep Dasar & Hukum.
Jakarta; EGC.
Rahayu, 2008. Hubungan Kepemimpinan dan Kompensasi terhadap Kinerja
Perawat di Rumah Sakit Umum Aisyiyah Diponegoro
Ponorogo. Jurnal Universitas Gadjah Mada
RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. 2013. Data Kepegawaian Tahun 2012.
Meulaboh Aceh Barat.
Siagian, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara.
Subanegara, 2008. Diamond Head Drill & Kepemimpinan dalam Manajemen
Rumah Sakit. Yogyakarta.
Yaslis&Suryanto2009. Kinerja: Teori, penilaian, dan Penelitian. Depok:
Penerbit: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Yanidkk, 2009.Hubungan Kompensasi dengan Kinerja Bidan. Jurnal
Universitas Gadjah Mada, vol. 16(4), p.2-4.
Yuliana, (2012). Factor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Perawat di
Puskesmas Kota Kotamobago. Jurnal Universitas Hasanuddin.
Zahriany, 2009.Hubungan Karakteristik Individudan Psikologis terhadap
Kinerja Perawat dalam Kelengkapan Rekam Medis di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr, Pringadi Medan. Tesis.
Program Studi AKK USU, Medan.
top related