indonesiapower.co.id. pedoman... · berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of...
Post on 11-Mar-2019
238 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
KATA PENGANTAR KOMISARIS UTAMA
Dewan Komisaris memandang bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
atau Good Corporate Governance (GCG) merupakan kebutuhan. Dewan Komisaris
meyakini bahwa penerapan GCG secara konsisten dan berkesinambungan akan
dapat meningkatkan kelangsungan bisnis Perusahaan, yang pada gilirannya akan
mengoptimalkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang tanpa mengabaikan
kepentingan Stakeholder lainnya
Dalam rangka mendorong manajemen melakukan mekanisme check and balance
pada setiap fungsi dalam proses bisnis di tiap level maupun fungsi manajemen
berdasarkan prinsip-prinsip GCG, menuntut diberlakukannya Tata Kelola Perusahaan
yang Baik (Good Corporate Governance) sebagai prasyarat utama bagi keberhasilan
proses bisnis perusahaan.
Dalam memenuhi tuntutan tersebut Dewan Komisaris sangat mendukung disusunnya
Pedoman Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance Code),
sebagai pedoman bagi seluruh jajaran perusahaan mulai dari Dewan Komisaris,
Direksi, Manajemen dan Pegawai PT Indonesia Power. Di Tahun 2016, Pedoman Tata
Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance Code) ini dikaji ulang
untuk memenuhi kebutuhan perubahan yang terjadi dalam organisasi.
Semoga keberadaan GCG Code mampu mendukung upaya tercapainya
kesinambungan usaha dan tujuan Perusahaan, mendorong pemberdayaan fungsi
dan kemandirian Organ Perusahaan, serta dalam setiap pengambilan keputusan
dapat dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Kami berharap agar seluruh elemen Perusahaan dapat memahami dan melaksanakan
tata kelola perusahaan yang baik sehingga Perusahaan dapat berjalan dengan arah
yang benar dan memenuhi harapan.
Bagus Setiawan
Komisaris Utama
2
KATA PENGANTAR DIREKTUR UTAMA
Sejalan dengan amanat Anggaran Dasar Perusahaan untuk menyelenggarakan usaha
ketenagalistrikan berdasarkan prinsip industri dan niaga yang sehat, PT Indonesia
Power berkomitmen untuk konsisten menerapkan prinsip-prinsip Tata Kelola yang
Baik atau Good Corporate Governance (GCG) secara optimal. Hal tersebut dilandasi
oleh arti pentingnya penerapan GCG sebagai perangkat untuk meningkatkan kinerja
dan akuntabilitas kepada para pemangku kepentingan dan memberikan layanan
yang lebih baik kepada para pelanggannya.
Kami menyadari bahwa pemenuhan kriteria tersebut dapat dilaksanakan melalui
penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik yaitu transparan, akuntabel, adil,
mandiri dan bertanggung jawab. Dalam pelaksanaannya, usaha tersebut harus
mempertimbangkan beberapa hal sehingga tenaga listrik yang dihasilkan memenuhi
kriteria andal, bermutu baik, tersedia dengan harga kompetitif, aman dan ramah
lingkungan.
Direksi dan seluruh elemen perusahaan sepakat untuk melaksanakan tata kelola
perusahaan yang baik agar apa yang menjadi tujuan PT Indonesia Power dapat
tercapai secara berkesinambungan dan mampu memenuhi harapan seluruh
stakeholders.
Memperhatikan hal tersebut, Direksi memandang perlu untuk menyusun dan
menerbitkan pedoman tata kelola Perusahaan yang baik untuk digunakan sebagai
pedoman bagi seluruh elemen Perusahaan. Di Tahun 2016, Pedoman Tata kelola
perusahaan yang baik di kaji ulang untuk memenuhi kebutuhan perubahan yang
terjadi di dalam Perusahaan. Kami berharap Tata Kelola Perusahaan yang Baik
terwujud dalam seluruh aktivitas Perusahaan dan mampu mendukung upaya
tercapainya kesinambungan usaha dan tujuan Perusahaan.
Sripeni Inten Cahyani
Direktur Utama
3
DAFTAR ISTILAH
Istilah Pengertian
Perusahaan atau
Indonesia Power
PT Indonesia Power
Jajaran Indonesia
Power
Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai (baik pensiunan, aktif,
calon pegawai) yang mempunyai atribut Indonesia Power
dan/atau yang bertindak atas nama Indonesia Power.
Organ Perusahaan Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan
Direksi
PT Indonesia Power.
Direksi Organ Perusahaan yang bertanggungjawab atas
pengelolaan Perusahaan yang terdiri dari seorang Direktur
Utama sebagai pimpinan dengan beberapa Direktur
sebagai anggota.
Dewan Komisaris Organ Perusahaan yang bertanggungjawab atas
pengawasan pengelolaan Perusahaan yang terdiri dari
beberapa anggota Dewan Komisaris, dengan
dikoordinasikan oleh seorang Komisaris Utama
Rapat Umum
Pemegang Saham
(RUPS)
Organ Perusahaan yang memegang kekuasaan tertinggi
dalam Perusahaan dan memegang segala wewenang yang
tidak diserahkan kepada Direksi atau Dewan Komisaris.
Pegawai Sumber Daya Manusia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat bekerja dan diberi penghargaan/imbal
jasa menurut ketentuan yang berlaku di Perusahaan, tidak
termasuk Pegawai Tugas Karya dari PT PLN (Persero).
Stakeholders Pihak-pihak yang berkepentingan dengan Perusahaan.
4
VISI, MISI DAN NILAI-NILAI PERUSAHAAN
Perusahaan senantiasa melakukan review secara berkala atas visi, misi dan tata Nilai
guna memastikan kesesuaiannya dengan perkembangan lingkungan Bisnis Perusahaan
dan tantangan yang dihadapi.
1. Visi Perusahaan. Menjadi Perusahan Energi Tepercaya yang Tumbuh Berkelanjutan.
Penjelasan atas Misi Perusahaan.
2. Menyelenggarakan Bisnis Pembangkitan tenaga Listrik dan Jasa Terkait yang
bersahabat dengan lingkungan.
3. Nilai-Nilai Perusahaan.
Guna memastikan pencapaian visi dan misi perusahaan maka seluruh lnsan lndonesia Power
harus memiliki budaya yang bertumpu dari sejak berpikir (The way we think), bertindak (The
way we act) dan melakukan bisnis (The way we do business) yang dijiwai oleh 4 nilai universal
yang disingkat IP AKSI yaitu:
a) lntegritas, lnsan lndonesia Power senantiasa bertindak sesuai etika perusahaan
serta memberikan yang terbaik bagi perusahan;
b) Profesional, lnsan lndonesia Power senantiasa menguasai pengetahuan,
keterampilan dan kode etik bidang pekerjaan serta melaksanakannya secara
akurat dan konsisten;
c) Proaktif, lnsan lndonesia Power senantiasa peduli dan cepat tanggap melakukan
peningkatan kinerja untuk mendapatkan kepercayaan stakeholder,
d) Sinergi, lnsan lndonesia Power senantiasa membangun hubungan kerja sama
yang produktif atas dasar saling percaya untuk menghasilkan karya unggul.
Faktor Pendukung Keberhasilan Penerapan GCG :
a) Komitmen Dewan Komisaris dan Direksi untuk mengimplementasikan GCG;
b) Pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip GCG di segenap Jajaran Indonesia
Power;
c) Adanya suatu mekanisme evaluasi yang terus-menerus atas implementasi GCG
secara bertahap dan berkelanjutan;
5
d) Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku (Code of Conduct) dipahami dan
dilaksanakan oleh seluruh Jajaran Indonesia Power.
Prinsip-prinsip GCG
Indonesia Power memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG diterapkan pada setiap aspek
proses bisnis dan di semua jajaran Perusahaan. Prinsip-prinsip GCG yang dimaksud
adalah Transparansi, Akuntabilitas, Pertanggung-jawaban, Independensi dan Kewajaran
yang diperlukan untuk mencapai keberlanjutan (sustainability) Perusahaan dengan
memperhatikan Pemangku Kepentingan. Adapun prinsip-prinsip GCG tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
Transparansi (Transparency)
Adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai Perusahaan.
1. Prinsip Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, Indonesia Power
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh Stakeholders. Indonesia Power mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal penting lainnya untuk pengambilan
keputusan oleh Pemegang Saham dan Stakeholders sesuai dengan haknya.
2. Pedoman Pokok Pelaksanaan
Indonesia Power menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh Stakeholder sesuai
dengan haknya.
a. Prinsip transparansi yang dianut oleh Indonesia Power tidak mengurangi
kewajiban dalam memenuhi ketentuan kerahasiaan Perusahaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi;
6
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada Visi,
Misi, sasaran usaha dan strategi Perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi Direksi dan Dewan Komisaris, kepemilikan saham anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi beserta anggota keluarganya dalam
Perusahaan maupun perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem
pengendalian internal dan audit internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta
tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi
kondisi Perusahaan;
c. Kebijakan Perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada Stakeholders.
Akuntabilitas (Accountability)
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ Perusahaan sehingga
pengelolaan Perusahaan berjalan secara efektif.
1. Prinsip Dasar
Indonesia Power mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu, Indonesia Power berupaya melaksanakan pengelolaan Perusahaan
secara bertanggung jawab, benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
Perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan Pemegang Saham dan
Stakeholder lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
2. Pedoman Pokok Pelaksanaan
a. Indonesia Power meyakini bahwa akuntabilitas berhubungan dengan
keberadaan sistem yang mengendalikan hubungan antara individu
dan/atau Organ Perusahaan maupun hubungan antara Perusahaan dengan
pihak luar yang berkepentingan lainnya (stakeholders).
b. Indonesia Power menerapkan akuntabilitas untuk mendorong seluruh
individu dan/atau Organ Perusahaan menyadari hak dan kewajiban, tugas
dan tanggung jawab serta kewenangannya masing-masing dengan
7
berpegang pada Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku (Code of Conduct) yang
telah ditetapkan;
c. Indonesia Power menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-
masing Organ Perusahaan yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang
Saham, Dewan Komisaris, dan Direksi, serta seluruh Pegawai secara jelas
dan selaras dengan Visi, Misi, Nilai-Nilai Perusahaan (corporate values) dan
strategi Perusahaan;
d. Indonesia Power memastikan adanya sistem pengendalian internal yang
efektif dalam pengelolaan Perusahaan;
e. Indonesia Power memiliki ukuran kinerja untuk semua tingkatan Jajaran
Perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha korporat, serta memiliki
sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) yang jelas;
Pertanggungjawaban (Responsibility)
Adalah kesesuaian pengelolaan Perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
1. Prinsip Dasar
Indonesia Power selalu berupaya untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan agar dapat tercapai kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan diakui sebagai good corporate citizen.
2. Pedoman Pokok Pelaksanaan
a. Organ Perusahaan berupaya menjalankan prinsip kehati-hatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 maupun peraturan Perusahaan
yang ditetapkan (by laws);
b. Indonesia Power mengupayakan kemitraan dengan semua pihak yang
berkepentingan sesuai etika bisnis yang sehat, termasuk peduli terhadap
lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial terutama di sekitar
8
Perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
tanggung jawab sosial yang efektif dan sistematis.
Kemandirian (Independency)
Yaitu pengelolaan Perusahaan secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
1. Prinsip Dasar
Untuk melaksanakan prinsip GCG, Indonesia Power melaksanakan pengelolaan
Perusahaan secara independen sehingga masing-masing Organ Perusahaan
tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
2. Pedoman Pokok Pelaksanaan
a. Indonesia Power selalu menghormati hak dan kewajiban, tugas dan
tanggung jawab serta kewenangan masing-masing Organ Perusahaan agar
dapat bertugas dengan baik dan mampu membuat keputusan yang terbaik
bagi Perusahaan .
b. Masing-masing Organ Perusahaan harus melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan Anggaran Dasar Indonesia Power dan peraturan
perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan/atau melempar
tanggung jawab antara satu pihak dengan pihak lainnya.
c. Indonesia Power dalam mengambil keputusan bertindak obyektif,
menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari
benturan kepentingan (conflict of interest).
Kewajaran (Fairness)
Yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan
(Stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian maupun peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
1. Prinsip Dasar
9
Dalam melaksanakan kegiatannya, Indonesia Power senantiasa memperhatikan
kepentingan Pemegang saham dan Stakeholders berdasarkan asas kewajaran
atau kesetaraan.
2. Pedoman Pokok Pelaksanaan
a. Indonesia Power menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham,
termasuk hak-hak pemegang saham minoritas untuk mendapatkan
perlakuan yang setara tanpa diskriminasi (equal treatment) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Indonesia Power memberikan kesempatan kepada Stakeholders untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
Perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan
prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing;
c. Indonesia Power memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
Stakeholder sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada
Perusahaan;
Indonesia Power memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
Pegawai, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pentingnya Penyusunan GCG Code
1. Latar Belakang
Indonesia Power merupakan salah satu anak Perusahaan PT PLN (Persero) yang
didirikan pada tanggal 3 Oktober 1995 dengan nama PT PLN Pembangkitan Jawa Bali
(PT PJB I).
Pada Tanggal 3 Oktober 2000, PT PJB I berganti nama menjadi Indonesia Power
sebagai penegasan atas tujuan Perusahaan untuk menjadi perusahaan pembangkit
tenaga listrik independen yang berorientasi bisnis. Indonesia Power merupakan
perusahaan pembangkit tenaga listrik terbesar di Indonesia dengan kepemilikan
saham sebanyak 1 lembar saham seri 1 dan 5.199.999.998 lembar saham seri 2 oleh
PT PLN (Persero) serta 1 lembar saham seri 2 oleh Yayasan Pendidikan dan
Kesejahteraan PT PLN (Persero).
Dengan identitas baru, Indonesia Power mendeklarasikan Visi dan Misi yang
terintegrasi dengan rencana baru untuk menjadi pembangkit kelas dunia. Untuk
mendukung terealisasinya tujuan tersebut, Indonesia Power dan seluruh Unit
Pembangkitan dan pemeliharaan telah berbenah diri. Hal ini dibuktikan dengan
diperolehnya berbagai penghargaan nasional dan internasional.
Indonesia Power memiliki peran penting dalam mendukung tersedianya energi listrik
di sistem Jawa Bali dengan mengoperasikan berbagai jenis pembangkit dengan total
kapasitas terpasang pembangkit yang dimiliki Perusahaan di Jawa Bali Sumatera dan
sebesar 8.958,72 MW dan kemampuan produksi bersih sebesar 8.236,06 MW. Selain
itu, Indonesia Power juga melakukan pembelian tenaga listrik di Bali dengan
kapasitas terpasang sebesar 69,80 MW dan kemampuan produksi bersih sebesar 64
11
MW. Untuk mendukung Pemerintah dalam Program Percepatan Diversifikasi Energi
(PPDE) 10.000 MW, Indonesia Power mendapat kepercayaan untuk mengelola
pembangkit milik PLN sebesar 5.300 MW.
Perusahaan senantiasa bekerja sama dengan Pemerintah dan masyarakat di seluruh
daerah operasi Perusahaan, mematuhi hukum, menghormati budaya setempat dan
meminimalkan dampak negatif, sosial dan lingkungan. Penyelenggaraan usaha
senantiasa mengutamakan mutu, keandalan, harga yang kompetitif, aman dan ramah
lingkungan. Indonesia Power berupaya terus menerapkan standar yang tinggi dalam
setiap kegiatan operasionalnya. Hal tersebut akan mendorong penciptaan nilai
perusahaan (value creation) dalam jangka panjang, tidak hanya bagi Pemegang
Saham (Shareholders) tetapi juga para pemangku kepentingan lainnya (Stakeholders)
serta mendorong kelangsungan usaha Perusahaan dalam jangka panjang
(sustainability).
Tuntutan dinamika bisnis serta iklim usaha yang semakin kompetitif mendorong
setiap perusahaan untuk meningkatkan penerapan prinsip tata kelola kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/”GCG”) secara
berkesinambungan. Untuk meningkatkan kinerja dan kepatuhan terhadap
implementasi prinsip-prinsip GCG, Indonesia Power telah menyusun Pedoman Tata
Kelola Kelola Perusahaan (Pedoman GCG atau “GCG Code”) sejak tahun 2009 agar
penerapan GCG dapat lebih terarah dan terstruktur. Sebagai komitmen GCG yang
berkelanjutan, Indonesia Power melakukan review dan penyempurnaan GCG Code
pada tahun 2013 untuk menyesuaikan perkembangan regulasi GCG maupun best
practices yang berlaku. Di Tahun 2016 Penyempurnaan GCG Code Indonesia Power
dilakukan kembali agar menjadi suatu sistem kebijakan yang bersifat holistik dan
terintegrasi sesuai prinsip-prinsip GCG dan perkembangan Perusahaan saat ini.
2. Tujuan Penyusunan GCG Code
Penyusunan GCG Code ini bertujuan untuk menyempurnakan GCG Code sebelumnya
yang kemudian dikembangkan menjadi suatu sistem kebijakan yang bersifat holistik
12
dan terintegrasi sesuai prinsip-prinsip GCG. Kedudukan GCG Code adalah merupakan
induk kebijakan. Dengan demikian seluruh peraturan, keputusan dan/atau kebijakan
yang dikeluarkan Perusahaan harus merujuk pada GCG Code.
Pemberlakuan GCG Code untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang ada di
Indonesia Power diarahkan untuk mendorong manajemen Perusahaan mampu
menghidupkan mekanisme check and balance pada setiap proses bisnis di tiap level
maupun fungsi manajemen berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
yang bersifat universal, terdiri dari Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas,
Independensi dan Kewajaran.
3. Pengertian
GCG Code Indonesia Power merupakan arahan strategis Direksi dan Dewan Komisaris
terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan, kristalisasi prinsip-prinsip
GCG, nilai-nilai Perusahaan, visi dan misi yang menjadi acuan bagi Dewan Komisaris,
Direksi, Manajemen dan Pegawai dalam mengelola Perusahaan. Sekaligus menjadi
payung dalam penyusunan kebijakan Perusahaan serta peraturan teknis lainnya
sesuai kebutuhan dalam mendorong tata kelola perusahaan yang efektif. GCG Code
Indonesia Power merupakan panduan GCG yang diperluas, menjadi aspek pengujian
dalam menyusun dan mengeluarkan keputusan dan peraturan yang diperlukan dan
bersifat living document yang perlu terus dikaji secara periodik disesuaikan dengan
perkembangan dan isu-isu internal dan eksternal Perusahaan.
Apabila di dalam GCG Code terdapat ketentuan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, maka yang digunakan adalah ketentuan
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut.
B. Pelaksanaan dan Pengembangan GCG Code
Dewan Komisaris dan Direksi bertanggungjawab atas penerapan Pedoman Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (GCG Code). Pedoman Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG
Code) merupakan dokumen dinamis yang senantiasa disesuaikan dengan dinamika
13
perubahan yang terjadi di lingkungan Perusahaan. Sekretaris Perusahaan wajib
menyempurnakan dan mengembangkan GCG Code ini sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Hierarki Peraturan, Kebijakan Perusahaan dan Proses Penyusunan GCG Code
1. Tata Urutan Peraturan Perusahaan
Hirarki peraturan Indonesia Power adalah sebagai berikut:
Hierarki peraturan Perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Anggaran Dasar memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai tata laksana
organisasi, cara kerja, dan kegiatan Perusahaan;
b. Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham memuat hal-hal yang perlu
mendapat persetujuan Pemegang Saham, sebagaimana diatur dalam Anggaran
Dasar Perusahaan;
c. Keputusan Dewan Komisaris memuat hal-hal yang merupakan kewenangan
Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan penasehatan
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perusahaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta hal-hal lain yang diperlukan untuk
memperlancar pelaksanaan tugas-tugas Dewan Komisaris;
d. Keputusan Direksi memuat hal-hal mengenai penetapan kebijakan umum
tentang penyusunan strategi, penyusunan organisasi, sumber daya manusia,
Anggaran Dasar
Keputusan RUPS
Keputusan Dewan Komisaris Keputusan Direksi
Surat Edaran Direksi
14
keuangan dan akuntansi, pengadaan dan sebagainya, yang menjadi landasan
hukum bagi pelaksanaan tugas sehari-hari;
e. Surat Edaran Direksi merupakan surat dinas yang diedarkan dengan maksud agar
pesan atau berita dinas diketahui para Pegawai atau orang-orang tertentu, sesuai
dengan maksud pengedaran surat tersebut.
2. Kebijakan Perusahaan
a. Struktur Kebijakan Perusahaan
Kebijakan Perusahaan di Indonesia Power terdiri dari 4 tingkat yaitu:
1) Tingkat 1 adalah GCG Code, merupakan arahan strategis Direksi dan Dewan
Komisaris Indonesia Power dalam pengelolaan Perusahaan sesuai prinsip
Pedoman Tata Kelola Perusahaan
yang Baik (GCG Code)
Code of Conduct
(CoC)
Kebijakan Manajemen
(Management Policy)
Board Manual, Charter
(Komite dan Internal Audit)
Pedoman Sistem Mutu
(PSM), Instruksi Kerja (IKA)
Instruksi Kerja (IKA)
15
GCG dan menjadi induk kebijakan perusahaan yang menjadi acuan bagi
seluruh kegiatan Indonesia Power;
2) Tingkat 2 meliputi Code of Conduct (COC), Kebijakan Manajemen
(Management Policy), Board Manual serta Charter Komite dan Internal Audit.
Code of Conduct (COC) merupakan pedoman etika bisnis dan perilaku
Pegawai dalam berinteraksi dengan pihak-pihak berkepentingan sesuai
dengan budaya yang diharapkan. Kebijakan Manajemen (Management
Policy) adalah kebijakan dasar pelaksanaan yang mengatur kegiatan suatu
fungsi manajemen di Indonesia Power dalam melakukan aktivitas bisnisnya
atau fungsi pendukung lainnya. Board Manual adalah pedoman kerja Dewan
Komisaris dan Direksi dalam menjalankan fungsi dan peran sebagai Organ
Perusahaan yang efektif sejalan dengan ketentuan peraturan yang berlaku
dan Anggaran Dasar Perusahaan. Sedangkan Charter adalah pedoman kerja
Organ Pendukung Dewan Komisaris dan Direksi yang terdiri dari komite-
komite di bawah Dewan Komisaris dan Satuan Audit Internal. Keseluruhan
ketentuan tersebut mengacu pada GCG Code Indonesia Power agar
inkonsistensi dan benturan kebijakan yang mungkin terjadi dapat mudah
terdeteksi dan dapat langsung dihindari.
3) Tingkat 3 adalah Standard Operating Procedure (SOP) dalam bentuk
Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA) merupakan pedoman
kerja dalam melakukan sesuatu kegiatan berdasarkan standar mutu tertentu
yang telah ditetapkan, dan dapat diubah sewaktu-waktu sesuai dengan
proses bisnis yang terjadi, bentuk kegiatan usaha, produk, keadaan lokasi
kegiatan, proses bisnis, maupun kondisi personalia yang ada.
4) Tingkat 4 adalah Instruksi Kerja (IKA) merupakan prosedur kerja yang
dijabarkan lebih lanjut dari Pedoman Sistem Mutu (PSM) untuk melakukan
suatu kegiatan sesuai dengan standar dan mutu yang ditetapkan. Direksi
berkewajiban menyusun Kebijakan Manajemen (Management Policy) dan
Standard Operating Procedure (SOP) untuk seluruh kegiatan pengelolaan
Perusahaan.
16
b. Pemutakhiran dan Pengesahan
Pemutakhiran GCG Code hanya sah apabila mendapat persetujuan tertulis Dewan
Komisaris dan Direksi. Perubahan semacam ini umumnya menyangkut ketentuan
yang terkait dengan Anggaran Dasar Indonesia Power, peraturan perundang-
undangan yang berlaku, Peraturan sektoral di bidang ketenagalistrikan,
Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi dan ketentuan lainnya yang
setingkat. Peninjauan dan pemutakhiran GCG Code dilakukan secara berkala atau
minimal 3 (Tiga) tahun sekali. Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab atas
pengumpulan saran dan permintaan perubahan, pemutakhiran pedoman-
pedoman tertulis yang ada terkait dengan GCG, serta sosialisasi pemutakhiran
kebijakan GCG tersebut kepada seluruh Pegawai Perusahaan.
c. Penanggung Jawab Implementasi GCG Code
1) Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab atas pengawasan dan
pelaksanaan GCG Code;
2) Sekretaris Perusahaan bertanggungjawab atas sosialisasi dan pelaksanaan
review GCG Code;
3) Satuan/Divisi/Departemen/Bidang terkait bertanggung jawab atas isi dan
pelaksanaan GCG Code Indonesia Power yang relevan dengan fungsi dan
bidang masing-masing;
4) Standard Operating Procedure dalam bentuk Pedoman Sistem Mutu (PSM)
dan Instruksi Kerja (IKA) yang dijabarkan sebagai operasionalisasi GCG Code
dan Management Policy disusun oleh satuan/unit kerja yang ditunjuk;
5) Satuan Audit Internal melakukan audit kepatuhan terhadap pelaksanaan
GCG Code beserta penjabarannya.
3. Proses Penyusunan GCG Code
a. Penyusunan GCG Code ini dimulai dengan mengumpulkan referensi baik berupa
pedoman atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain referensi
tersebut, Pedoman Umum GCG Indonesia yang diterbitkan oleh KNKG juga
17
digunakan sebagai acuan. Berdasarkan referensi tersebut, Tim Penyusun
melakukan penyusunan konsep awal GCG Code;
b. Penyempurnaan GCG Code dilakukan dengan pendekatan Objective, Risk dan
Control (ORC) untuk menterjemahkan tujuan Perusahaan, menjadikan risk
management dan control sebagai bagian dalam aktivitas sehari-hari serta
menurunkan perilaku prinsip Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas,
Independensi dan Fairness (TARIF) ke seluruh tingkatan organisasi agar tidak
berhenti di level Board;
c. Konsep awal disampaikan kepada Indonesia Power untuk memperoleh
tanggapan dan masukan untuk selanjutnya dibahas dalam rapat bersama antara
Tim Penyusunan GCG Code dengan manajemen Indonesia Power untuk
penyempurnaan lebih lanjut;
d. Konsep GCG Code yang telah disempurnakan kemudian difinalisasi dan disahkan
oleh Dewan Komisaris dan Direksi.
18
BAB II
KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK
B. Kebijakan GCG Indonesia Power
Indonesia Power memandang bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik atau
Good Corporate Governance (GCG) merupakan kebutuhan. Indonesia Power meyakini
bahwa penerapan GCG secara konsisten dan berkesinambungan akan dapat
meningkatkan kelangsungan bisnis Perusahaan, yang pada gilirannya akan
mengoptimalkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang tanpa mengabaikan
kepentingan Stakeholder lainnya.
Sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: Kep-
117/M-MBU/2002 yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor
PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, serta Pedoman Umum Good
Corporate Governance Indonesia oleh Komite Nasional Kebijakan Governance, maka
Indonesia Power merasa perlu menetapkan kebijakan tata kelola perusahaan (GCG) yang
sejalan dengan prinsip-prinsip GCG. Keberadaan kebijakan GCG dimaksudkan untuk
menjadi acuan bagi Dewan Komisaris, Direksi dan Pegawai Indonesia Power (selanjutnya
disebut “Jajaran Indonesia Power”) dalam menjalankan aktivitas operasional Perusahaan.
Secara bertahap dan berkelanjutan, Indonesia Power telah melengkapi dan
menyempurnakan kebijakan GCG yang dimiliki, antara lain mencakup Roll over Road
Map GCG, penyempurnaan Code of Conduct (CoC), Board Manual dan GCG Code.
C. Tujuan GCG Indonesia Power
Penerapan GCG di Indonesia Power bertujuan untuk memastikan:
1. Tercapainya kesinambungan usaha dan tujuan Perusahaan yang ditetapkan;
2. Pemberdayaan fungsi dan kemandirian Organ Perusahaan, yang terdiri dari Rapat
Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi;
19
3. Pengambilan keputusan oleh Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan;
4. Terciptanya kesadaran dan tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap masyarakat
dan kelestarian lingkungan sekitar;
5. Optimalisasi nilai Perusahaan bagi Pemegang Saham dengan tetap memperhatikan
pemangku kepentingan lainnya;
6. Peningkatan daya saing Perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
menimbulkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan
pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan;
7. Mendorong manajemen melakukan mekanisme check and balance pada setiap
fungsi dalam proses bisnis di tiap level maupun fungsi manajemen berdasarkan
prinsip-prinsip GCG.
D. Acuan Kebijakan GCG
Penyusunan Kebijakan GCG ini mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas;
2. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Per-01/MBU/2011 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada
Badan Usaha Milik Negara;
3. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Per-09/MBU/2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Per-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara;
4. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Per-10/MBU/2012 tentang
Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN;
5. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-103/MBU/2002 tentang
Pembentukan Komite Audit Bagi Badan Usaha Milik Negara;
6. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia versi Komite Nasional
Kebijakan Governance Tahun 2006;
7. Anggaran Dasar Indonesia Power.
E. Ruang Lingkup Kebijakan GCG Indonesia Power
Ruang lingkup kebijakan GCG adalah untuk memberikan arahan kepada segenap Jajaran
Perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnis Perusahaan yang sejalan dengan prinsip
GCG, meliputi:
1. Hubungan antara Perusahaan dengan pemegang saham;
2. Fungsi serta peran Dewan Komisaris;
20
3. Fungsi serta peran Direksi;
4. Hubungan Indonesia Power dengan pemangku kepentingan (Stakeholder) seperti
pelanggan, Pelanggan, mitra kerja, pemasok, pemerintah dan masyarakat;
5. Prinsip-prinsip mengenai Kebijakan Pokok Perusahaan.
F. Organ Perusahaan
Organ Perusahaan yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif.
Organ Perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan
Perusahaan.
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
a. Prinsip Dasar
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ Perusahaan yang
merupakan wadah para Pemegang Saham untuk mengambil keputusan dengan
memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar Perusahaan dan peraturan
perundang- undangan. RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam
Anggaran Dasar Perusahaan dan peraturan perundang-undangan. RUPS dan
atau Pemegang Saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi
dan wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi
wewenang RUPS untuk menjalankan haknya sesuai dengan Anggaran Dasar
Perusahaan dan peraturan perundang-undangan, termasuk untuk melakukan
penggantian atau pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi.
RUPS Perusahaan terdiri dari RUPS Tahunan, RUPS Persetujuan RKAP dan RUPS
lainnya (RUPS Luar Biasa).
b. Pedoman Pelaksanaan
1) Pengambilan keputusan dalam RUPS harus dilakukan secara wajar dan
transparan, dengan memperhatikan hal-hal yang diperlukan untuk
kepentingan usaha Perusahaan dalam jangka panjang, meliputi namun
tidak terbatas pada:
a) Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang diangkat dalam RUPS
harus terdiri dari orang-orang yang patut dan layak (fit and proper)
bagi Perusahaan;
b) Perusahaan yang memiliki komite nominasi dan remunerasi, dalam
pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan Direksi harus
mempertimbangkan pendapat komite tersebut;
21
c) Dalam mengambil keputusan menerima atau menolak laporan Dewan
Komisaris dan Direksi, perlu dipertimbangkan kualitas laporan yang
berhubungan dengan GCG;
d) Perusahaan yang memiliki komite audit, dalam menetapkan auditor
eksternal harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut;
e) Dalam hal anggaran dasar Perusahaan dan atau peraturan perundang-
undangan mengharuskan adanya keputusan RUPS, maka keputusan
yang diambil harus memperhatikan kepentingan wajar para pemangku
kepentingan;
f) Dalam mengambil keputusan pemberian bonus, tantiem dan dividen
harus memperhatikan kondisi dan kesehatan keuangan Perusahaan.
2) RUPS diselenggarakan sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan dan
peraturan perundang-undangan dengan persiapan yang memadai,
sehingga dapat mengambil keputusan yang sah. Keputusan-keputusan
yang diambil dalam RUPS harus ditujukan untuk kepentingan Perusahaan.
a) Pemegang Saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata
acara RUPS;
b) Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara,
tanggal, waktu dan tempat RUPS;
c) Bahan (materi) setiap mata acara dalam panggilan RUPS harus tersedia
di kantor Perusahaan sejak tanggal panggilan RUPS, dan jika bahan
tersebut belum tersedia saat dilakukan panggilan untuk RUPS, maka
bahan itu harus disediakan sebelum RUPS diselenggarakan;
d) Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara
RUPS dapat diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung;
e) Risalah RUPS harus tersedia di kantor Perusahaan, dan Perusahaan
menyediakan fasilitas agar Pemegang Saham dapat membaca risalah
tersebut.
3) Penyelenggaraan RUPS merupakan tanggung jawab Direksi. Dalam hal
Direksi berhalangan, maka penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh Dewan
Komisaris atau Pemegang Saham sesuai Anggaran Dasar Perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
4) RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi
atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta
RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi
dalam rapat.
c. Hak Pemegang Saham
1) Mengubah Anggaran Dasar Perusahaan;
2) Memutuskan perubahan modal Perusahaan;
22
3) Memberikan persetujuan atau menolak pemindahan hak atas saham
Perusahaan;
4) Memutuskan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, pemisahan
bentuk badan hukum Perusahaan serta pembubaran Perusahaan;
5) Memutuskan untuk mengalihkan, menjadikan jaminan hutang, melepaskan
hak atas seluruh atau sebagian besar harta kekayaan Perusahaan dalam
satu tahun buku;
6) Mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi dan Komisaris;
a) Menetapkan pedoman pengangkatan dan pemberhentian Direksi
b) Melaksanakan penilaian terhadap calon anggota Direksi
c) Menetapkan pengangkatan anggota dan komposisi Direksi
d) Menetapkan pengaturan mengenai rangkap jabatan bagi anggota
Direksi
e) Memberhentikan anggota Direksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
f) Memberikan respon terhadap lowongan jabatan dan/atau
pemberhentian sementara Direksi oleh Dewan Komisaris
7) Menetapkan sistem dan prosedur dalam memilih Anggota Komisaris dan
Direksi (Fit & Proper Test);
8) Menyetujui dan menolak Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)
dan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP);
a) Memberikan pengesahan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP)
atau Revisi RJPP
b) Memberikan Pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(RKAP)
c) Memberikan persetujuan/keputusan atas usulan aksi korporasi yang
perlu mendapat persetujuan/keputusan RUPS
9) Memberikan keputusan yang diperlukan untuk menjaga kepentingan usaha
Perusahaan dalam jangka panjang dan jangka pendek sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan/atau Anggaran Dasar;
10) Memberikan persetujuan Laporan Tahunan termasuk pengesahan laporan
keuangan serta tugas pengawasan Dewan komisaris sesuai peraturan
perundang-undangan dan/atau Anggaran Dasar;
a) Memberikan penilaian terhadap kinerja Direksi dan kinerja Dewan
Komisaris
b) Menetapkan gaji/honorarium, tunjangan, fasilitas dan tantiem/insentif
kinerja untuk Direksi dan Dewan Komisaris
c) Menetapkan auditor eksternal yang mengaudit Laporan Keuangan
Perusahaan
d) Memberikan persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan
laporan keuangan serta tugas pengawasan Dewan Komisaris
23
e) Menetapkan penggunaan laba bersih
f) Mengesahkan dan menyetujui Laporan Keuangan yang dilaksanakan
tepat waktu
11) Mengambil keputusan melalui proses yang terbuka dan adil serta dapat
dipertanggungjawabkan;
12) Melaksanakan Tata Kelola Perusahaan yang Baik sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawabnya;
a) Memberikan arahan/pembinaan penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik kepada Direksi dan Dewan Komisaris
b) Tidak mencampuri kegiatan operasional Perusahaan yang menjadi
tanggung jawab Direksi
c) Merespon informasi yang diterima dari Direksi dan/atau Dewan
Komisaris mengenai gejala penurunan kinerja dan kerugian
Perusahaan yang signifikan.
2. Dewan Komisaris
a. Prinsip Dasar
Dewan Komisaris adalah Organ Perusahaan yang bertugas melakukan
pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya,
dan memberi nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan
melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta
dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing Anggota
Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara, dan setiap anggota
Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan
keputusan Dewan Komisaris secara kolektif. Tugas Komisaris Utama sebagai
primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar
pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu
dipenuhi prinsip- prinsip berikut:
1) Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan
secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen;
2) Dewan Komisaris harus berintegritas dan profesional sehingga dapat
menjalankan fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa Direksi
telah memperhatikan kepentingan semua Stakeholders;
3) Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup
tindakan pencegahan, perbaikan, sampai dengan pemberhentian
sementara anggota Direksi.
b. Pedoman Pelaksanaan
1) Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris
a) Jumlah Anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan
kompleksitas Perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas
dalam pengambilan keputusan;
24
b) Dewan Komisaris terdiri dari anggota Komisaris yang tidak berasal dari
pihak terafiliasi (Komisaris Independen) dengan komposisi yang
memadai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c) Dewan Komisaris terdiri dari anggota-anggota yang secara
keseluruhan mempunyai latar belakang dan/atau pengetahuan yang
dibutuhkan sejalan dengan operasional bisnis Perusahaan seperti
bidang manajemen, audit, keuangan maupun pembangkitan;
d) Dalam hal diperlukan, dapat menunjuk seorang Komisaris Utusan.
Tugas dan wewenang Komisaris Utusan ditetapkan dalam Anggaran
Dasar Perusahaan;
e) Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS
melalui proses yang transparan dan sesuai dengan Anggaran Dasar
dan peraturan perundang-undangan;
f) Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS
berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada yang bersangkutan
diberi kesempatan untuk membela diri.
2) Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris
a) Anggota Dewan Komisaris wajib memenuhi syarat kemampuan dan
integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian
nasihat untuk kepentingan Perusahaan dapat dilaksanakan dengan
baik;
b) Anggota Dewan Komisaris wajib memahami dan mematuhi Anggaran
Dasar Perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan tugasnya;
c) Anggota Dewan Komisaris wajib memahami dan melaksanakan GCG;
d) Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan Perusahaan untuk
kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan/atau pihak
lain;
e) Anggota Dewan Komisaris wajib menyampaikan Laporan Harta
Kekayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam bentuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
(LHKPN).
3) Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris
a) Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan
operasional. Dalam hal Dewan Komisaris mengambil keputusan sesuai
dengan Anggaran Dasar Perusahaan dan peraturan perundang-
undangan, maka keputusan tersebut dilakukan dalam fungsinya
sebagai pengawas dan penasihat, sehingga tanggung-jawab
operasional tetap berada pada Direksi;
25
b) Dalam hal diperlukan untuk kepentingan Perusahaan, Dewan Komisaris
dapat mengenakan sanksi kepada anggota Direksi dalam bentuk
pemberhentian sementara, dengan ketentuan harus segera
ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS;
c) Apabila terjadi kekosongan dalam Direksi atau pada keadaan tertentu
sebagaimana ditentukan oleh anggaran dasar Perusahaan dan
peraturan perundang-undangan, untuk sementara Dewan Komisaris
dapat melaksanakan fungsi Direksi, sehingga keputusan-keputusan
yang diambil adalah merupakan keputusan operasional;
d) Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris baik
secara bersama-sama dan/atau sendiri-sendiri berhak memperoleh
informasi tentang Perusahaan secara lengkap dan tepat waktu;
e) Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (Board
Manual) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif
serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja;
f) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk
komite. Usulan dari komite disampaikan ke Dewan Komisaris untuk
memperoleh keputusan. Perusahaan sekurang-kurangnya wajib
memiliki Komite Audit, sedangkan komite lainnya dibentuk sesuai
dengan kebutuhan. Anggota Komite Audit diangkat oleh Dewan
Komisaris dan dilaporkan kepada RUPS;
g) Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan
laporan pertanggung-jawaban pengawasan atas pengelolaan
Perusahaan oleh Direksi, dalam rangka memperoleh pembebasan dan
pelunasan tanggung jawab (acquit et decharge) dari RUPS.
4) Komisaris Independen
Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak
terafiliasi dengan Direksi, anggota Dewan Komisaris lainnya dan Pemegang
Saham Pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan
lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan Perusahaan.
Komisaris Independen harus memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Pemegang Saham Pengendali
dalam arti:
- Tidak memiliki hubungan keluarga dengan Pemegang Saham
Pengendali;
- Tidak bekerja rangkap sebagai direktur atau komisaris di
perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Pemegang Saham
Pengendali;
26
- Tidak menjadi rekan (partner) atau direksi perusahaan konsultan
yang memberikan jasa pelayanan profesional pada perusahaan
yang terafiliasi dengan Pemegang Saham Pengendali;
- Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan
lain dengan Pemegang Saham Pengendali dan/atau perusahaan
terafiliasi dengan Pemegang Saham pengendali, yang dapat
diintepretasikan akan menghalangi atau mengurangi kemampuan
Komisaris Independen untuk bertindak dan berpikir independen
demi kepentingan Perusahaan.
b) Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan anggota Direksi dan Dewan
Komisaris Perusahaan dalam arti:
- Tidak memiliki hubungan keluarga dengan anggota Direksi
dan/atau Dewan Komisaris;
- Tidak memiliki hubungan hutang piutang dengan anggota Direksi
dan/atau Dewan Komisaris.
c) Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Perusahaan dalam arti:
- Tidak bekerja rangkap sebagai direktur atau komisaris di
perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan;
- Tidak menjadi rekan (partner) atau direksi perusahaan konsultan
yang memberikan jasa pelayanan profesional pada perusahaan
yang terafiliasi dengan Perusahaan;
- Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan
lain dengan Perusahaan yang dapat diintepretasikan akan
menghalangi atau mengurangi kemampuan Komisaris Independen
untuk bertindak dan berpikir independen demi kepentingan
Perusahaan;
- Persyaratan lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
5) Pertanggungjawaban Dewan Komisaris
a) Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan
laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan
Perusahaan oleh Direksi. Laporan pengawasan Dewan Komisaris
merupakan bagian dari Laporan Tahunan yang disampaikan kepada
RUPS untuk memperoleh persetujuan;
b) Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan
perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan Perusahaan
dalam rangka pelaksanaan prinsip GCG;
c) Dengan diberikannya persetujuan atas Laporan Tahunan dan
pengesahan atas Laporan Keuangan, berarti RUPS telah memberikan
pembebasan dan pelunasan tanggung-jawab (acquit et decharge)
27
kepada masing-masing Anggota Dewan Komisaris sepanjang hal-hal
tersebut tercermin dalam Laporan Tahunan.
6) Organ Penunjang Dewan Komisaris
a) Dalam rangka kelancaran tugasnya Dewan Komisaris dapat dibantu
oleh Organ Pendukung Dewan Komisaris, terdiri dari:
- Sekretariat Dewan Komisaris, jika diperlukan
- Komite Audit
- Komite Lainnya, jika diperlukan
b) Komite lainnya terdiri dari namun tidak terbatas pada Komite
Pemantau Manajemen Risiko, Komite Nominasi dan Remunerasi, dan
Komite Pengembangan Usaha;
c) Seorang atau lebih anggota Komite berasal dari Anggota Dewan
Komisaris;
d) Dewan Komisaris menetapkan Charter Komite yang diusulkan oleh
Komite;
e) Sebelum tahun buku berjalan, Komite wajib menyusun dan
menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan kepada Dewan
Komisaris untuk ditetapkan. Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan Komite dilaporkan kepada Dewan Komisaris;
f) Komite mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan
ketentuan minimal rapat Dewan Komisaris yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar;
g) Setiap rapat Komite dituangkan dalam risalah rapat yang
ditandatangani oleh seluruh Anggota Komite yang hadir. Tingkat
kehadiran Anggota Komite dalam rapat, dilaporkan dalam triwulanan
dan Laporan Tahunan Komite;
h) Komite bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dan wajib
menyampaikan laporan kepada Dewan Komisaris atas setiap
pelaksanaan tugas, disertai dengan rekomendasi jika diperlukan;
i) Berdasarkan surat penugasan tertulis dari Dewan Komisaris, Komite
dapat mengakses catatan atau informasi tentang Pegawai, keuangan,
aset, serta sumber daya lainnya milik Perusahaan yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugasnya;
j) Komite wajib menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan informasi
Perusahaan, baik dari pihak internal maupun eksternal dan hanya
digunakan untuk kepentingan pelaksanan tugasnya;
k) Evaluasi terhadap kinerja Komite dilakukan setiap 1 (satu) tahun
dengan menggunakan metode yang ditetapkan Dewan Komisaris.
7) Benturan Kepentingan
a) Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara
kepentingan ekonomis Perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi
28
Pemegang Saham, anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta
Pegawai Perusahaan;
b) Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, Dewan Komisaris harus
senantiasa mendahulukan kepentingan Perusahaan di atas
kepentingan pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya;
c) Anggota Dewan Komisaris dilarang menyalahgunakan jabatan untuk
kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain;
d) Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang
mengandung unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan
tidak diperkenankan ikut serta;
e) Setiap anggota Dewan Komisaris yang memiliki wewenang
pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan
tidak memiliki benturan kepentingan terhadap setiap keputusan yang
telah dibuat olehnya dan telah melaksanakan Pedoman Etika Bisnis
dan Perilaku (Code of Conduct) yang ditetapkan oleh Perusahaan.
8) Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku (Code of Conduct)
Anggota Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya wajib mentaati Code of Conduct dan dilarang mengambil
keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari
kegiatan Perusahaan selain gaji dan tunjangan lainnya, termasuk santunan
purna jabatan yang diterimanya sebagai Dewan Komisaris sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Direksi
a. Prinsip Dasar
Direksi sebagai Organ Perusahaan bertugas dan bertanggung-jawab secara
kolegial. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan
mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya.
Namun pelaksanaan tugas dari masing-masing anggota Direksi tetap
merupakan tanggung-jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota
Direksi, termasuk Direktur Utama adalah setara. Tugas Direktur Utama sebagai
primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Direksi. Agar tugas
Direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1) Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, cepat dan tepat;
2) Direksi harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman
serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. Direksi
minimal harus memahami kompleksitas usaha pembangkitan dan
ketenagalistrikan, keuangan, audit, hukum, pengelolaan SDM dan
sebagainya;
29
3) Direksi bertanggung-jawab terhadap pengelolaan Perusahaan agar dapat
menghasilkan keuntungan dan memastikan kesinambungan Perusahaan.
b. Pedoman Pelaksanaan
1) Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi
a) Jumlah anggota Direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas
Perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam
pengambilan keputusan serta dihindari adanya dominasi anggota
Direksi yang merupakan wakil Pemegang Saham Pengendali;
b) Susunan anggota Direksi harus memungkinkan terjadinya pemisahan
ditingkat Direksi antara fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan
keuangan, fungsi operasi dan fungsi pengembangan niaga;
c) Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses
yang transparan antara lain melalui penyaringan dari Komite Nominasi
dan Remunerasi untuk diusulkan dan disampaikan kepada RUPS.
Pemberhentian anggota Direksi dilakukan berdasarkan alasan yang
wajar dan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
membela diri;
2) Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi
a) Anggota Direksi wajib memenuhi persyaratan kemampuan dan
integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengelolaan Perusahaan dapat
dilaksanakan dengan baik;
b) Anggota Direksi wajib memahami dan mematuhi Anggaran Dasar
Perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan tugasnya;
c) Anggota Direksi wajib memahami dan melaksanakan GCG;
d) Anggota Direksi dilarang memanfaatkan Perusahaan untuk
kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usaha dan atau pihak lain;
e) Anggota Direksi wajib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bentuk
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
3) Fungsi Direksi
Fungsi pengelolaan Perusahaan oleh Direksi mencakup tugas utama yaitu
kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi,
operasi pembangkitan, pengembangan dan niaga, teknologi informasi
serta tanggung jawab sosial.
a) Kepengurusan
30
- Direksi harus menyusun visi, misi dan nilai-nilai serta program
jangka panjang dan jangka pendek Perusahaan untuk didiskusikan
dan disetujui Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar Perusahaan;
- Direksi harus dapat mengelola sumber daya yang dimiliki secara
efektif dan efisien;
- Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari
pemangku kepentingan;
- Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk
untuk mendukung pelaksanaan tugasnya atau kepada Pegawai
Perusahaan untuk melaksanakan tugas tertentu, namun tanggung
jawab tetap berada pada Direksi;
- Direksi harus memiliki dan mematuhi tata tertib dan pedoman
kerja (Board Manual) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat
terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat
penilaian kinerja.
b) Manajemen Risiko
- Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen
risiko yang mencakup seluruh aspek kegiatan Perusahaan;
- Untuk setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk
pengembangan pembangkit baru dan/atau jasa pendukung baru,
harus diperhitungkan dengan seksama dampak risikonya, dalam
arti adanya keseimbangan antara hasil dan beban risiko;
- Untuk menerapkan manajemen risiko dengan baik, Perusahaan
memiliki Satuan Manajemen Risiko;
- Jenis-jenis risiko pada Perusahaan meliputi namun tidak terbatas
pada: risiko adanya penerapan kebijakan KLH yang makin ketat,
Jumlah dan kompetensi SDM yang kurang, risiko ketidakcukupan
bahan bakar, risiko sering terjadinya gangguan pada Unit Bisnis
Pembangkitan, Risiko kekalahan merit order di P3B, risiko
likuiditas, risiko bencana alam, risiko legal dan risiko kepatuhan.
c) Pengendalian Internal
- Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian
internal untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan Perusahaan melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan dan kinerja, pengamanan asset
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
31
- Perusahaan harus memiliki Satuan Audit Internal (SAI). Untuk
dapat melaksanakan tugasnya secara independen dan profesional,
SAI harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan mempunyai
hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris melalui
Komite Audit sehingga dalam pelaksanaan tugasnya
berkewajiban melapor kepada Komite Audit
2. Kepala SAI diangkat oleh Direksi, berdasarkan kriteria yang
jelas dan mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris
3. SAI bertugas membantu Direksi dalam memastikan
pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan:
a. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program
Perusahaan;
b. Memastikan bahwa sistem pengendalian internal
berfungsi secara efektif dan efisien;
c. Memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektifitas
proses pengendalian risiko;
d. Melakukan evaluasi kepatuhan terhadap Peraturan
Perusahaan, pelaksanaan GCG dan perundang-undangan;
e. Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor
eksternal.
d) Komunikasi
- Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara
Perusahaan dengan para pemangku kepentingan dengan
memberdayakan fungsi Sekretaris Perusahaan sebagai pejabat
penghubung;
- Sekretaris Perusahaan harus mampu:
1. Memastikan bahwa Perusahaan telah memenuhi ketentuan
penyampaian informasi sesuai peraturan perundang-
undangan;
2. Memberikan pelayanan kepada para pemangku kepentingan
atas setiap informasi relevan yang dibutuhkan.
- Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi. Laporan
pelaksanaan tugas Sekretaris Perusahaan disampaikan kepada
Direksi dan Dewan Komisaris;
- Dalam hal Perusahaan tidak memiliki Satuan Kerja Kepatuhan
(compliance unit) tersendiri, fungsi untuk menjamin kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
Sekretaris Perusahaan.
32
e) Operasi Pembangkitan
- Dalam rangka memenuhi ketersediaan tenaga listrik di Sistem
Jawa Bali, Direksi Indonesia Power memastikan bahwa teknis
operasi pembangkit serta pengelolaan aset dilakukan secara
produktif dan optimal, hubungan dengan Unit Bisnis
Pembangkitan dan ketersediaan bahan bakar berjalan sesuai
dengan rencana kerja tahunan yang telah ditetapkan.
- Memenuhi ketentuan yang dikeluarkan oleh lembaga atau instansi
berwenang, antara lain terkait dengan baku mutu lingkungan,
penggunaan sumber daya alam terbarukan (renewable energy) dan
sebagainya.
f) Pengembangan dan Niaga
- Pada bidang Pengembangan dan Niaga, Direksi melakukan
pengelolaan Perusahaan bahwa penyusunan rencana strategi
Perusahaan dalam jangka panjang dilakukan secara sistematis dan
sesuai dengan dinamika bisnis ketenagalistrikan yang sedang
berkembang, mengkoordinasikan unit bisnis yang dikelola Anak
Perusahaan agar sejalan dengan rencana jangka panjang yang
ditetapkan serta mengoptimalkan penjualan tenaga listrik dengan
harga yang kompetitif.
- Dalam setiap kegiatan pengembangan dan niaga dilakukan
dengan mematuhi kode etik dan peraturan perundang- undangan
yang berlaku;
g) Sistem Informasi
Penggunaan Sistem Informasi oleh Perusahaan wajib memenuhi
prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Memiliki sistem informasi yang terintegrasi dengan semua fungsi
manajemen;
- Memiliki panduan operasi (operating manual) yang terkini (up to
date);
- Mematuhi peraturan perundang-undangan, khususnya dalam
penggunaan perangkat lunak (software);
- Dilakukan audit TI secara berkala.
i) Tanggung Jawab Sosial
- Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha
Perusahaan, Direksi harus dapat memastikan dipenuhinya
tanggung jawab sosial Perusahaan;
- Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan
fokus dalam melaksanakan tanggung jawab sosial Perusahaan.
33
4) Pertanggungjawaban Direksi
a) Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan Perusahaan
dalam bentuk Laporan Tahunan yang memuat sekurang-kurangnya
laporan keuangan, laporan kegiatan Perusahaan dan laporan
pelaksanaan GCG;
b) Laporan Tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus
untuk laporan keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS;
c) Laporan Tahunan harus tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan Pemegang
Saham melakukan penilaian;
d) Dengan diberikannya persetujuan atas Laporan Tahunan dan
pengesahan atas Laporan Keuangan, berarti RUPS telah memberikan
pembebasan dan pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing
anggota Direksi sejauh hal-hal tersebut tercermin dari Laporan
Tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing
Direksi dalam hal terjadi tindak pidana;
e) Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengelolaan Perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas
GCG;
f) Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5) Benturan Kepentingan
a) Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara
kepentingan ekonomis Perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta
Pegawai Perusahaan;
b) Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, Direksi harus senantiasa
mendahulukan kepentingan Perusahaan di atas kepentingan pribadi
atau keluarga, maupun pihak lainnya;
c) Direksi dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau
keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain;
d) Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang
mengandung unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan
tidak diperkenankan ikut serta;
e) Direksi yang memiliki wewenang pengambilan keputusan diharuskan
setiap tahun membuat pernyataan tidak memiliki benturan
kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya dan
telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan oleh
Perusahaan.
6) Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku (Code of Conduct)
34
Anggota Direksi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya wajib
mentaati Code of Conduct dan dilarang mengambil keuntungan pribadi
baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan Perusahaan
selain gaji dan tunjangan lainnya, termasuk santunan purna jabatan yang
diterimanya sebagai anggota Direksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
G. Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku (Code of Conduct)
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu dilandasi
oleh integritas yang tinggi. Perusahaan perlu mengembangkan nilai-nilai Perusahaan
yang menggambarkan sikap moral Perusahaan dalam pelaksanaan usahanya yang
dituangkan lebih lanjut dalam Pedoman Etika Bisnis dan Perilaku (Code of Conduct).
H. Mekanisme Pelaporan terhadap Pelanggaran (Whistle Blowing System)
Sebagi bentuk monitoring atas pelaksanaan kepatuhan terhadap etika perusahaan,
Indonesia Power menerapkan mekanisme pelaporan terhadap pelanggaran Etika
Perusahaan atau disebut Whistle Blowing System (WBS). Pengelolaan Pengaduan
pelanggaran dari stakeholder untuk menjamin terselenggaranya mekanisme
penyelesaian pengaduan pelanggaran yang efektif dalam jangka waktu yang memadai.
I. Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
1. Prinsip Dasar
Pemangku kepentingan (Stakeholder), adalah mereka yang memiliki kepentingan
terhadap Perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan
strategis dan operasional Perusahaan, yang antara lain terdiri dari Pegawai,
pelanggan, pemasok, mitra kerja, pemerintah, dan masyarakat terutama sekitar
wilayah operasi Perusahaan.
Antara Perusahaan dan pemangku kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai
dengan asas kewajaran dan kesetaraan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi
masing-masing pihak. Agar hubungan antara Perusahaan dengan pemangku
kepentingan berjalan dengan baik, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
35
a) Terhadap Pegawai, Perusahaan wajib menjamin tidak terjadinya diskriminasi
berdasarkan suku, agama, ras, golongan, dan jenis kelamin (gender) serta
terciptanya perlakuan yang adil dan jujur dalam mendorong perkembangan
Pegawai sesuai dengan potensi, kemampuan, pengalaman dan ketrampilan
masing-masing;
b) Terhadap Pelanggan, Perusahaan wajib memiliki standar pelayanan yang
transparan dan menjamin terpenuhinya kualitas produk yang dihasilkan;
c) Terhadap pemasok, Perusahaan wajib mematuhi seluruh peraturan pengadaan
barang dan jasa sesuai ketentuan;
d) Terhadap mitra kerja, Perusahaan wajib bekerjasama untuk kepentingan kedua
belah pihak atas dasar prinsip saling menguntungkan;
e) Terhadap pemerintah, Perusahaan wajib patuh pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
f) Terhadap masyarakat sekitar, Perusahaan wajib peduli dan memperhatikan
kepentingan serta kelestariannya.
2. Pedoman Pokok Pelaksanaan
a) Pegawai
Dalam berhubungan dengan Pegawai, Perusahaan berpedoman pada hal-hal
sebagai berikut:
1) Membangun hubungan kerja yang harmonis dan kondusif di seluruh
Jajaran Indonesia Power dalam rangka meningkatkan kinerja Perusahaan;
2) Tidak melakukan penekanan atau intimidasi terhadap sesama rekan kerja,
atasan atau bawahannya untuk kepentingan yang bertentangan dengan
Perusahaan, baik pribadi atau kepentingan pihak lain, internal maupun
eksternal;
3) Tidak melakukan tindakan permusuhan atau merugikan seperti ancaman
fisik atau verbal (ucapan) terhadap pihak-pihak dalam Jajaran Perusahaan
yang secara jujur dan terbuka melaporkan sesuatu yang menurut
keyakinannya mengandung unsur pelanggaran, termasuk ancaman
terhadap pihak lain yang bekerjasama dalam penyelidikan pelanggaran;
4) Tidak melakukan tindakan, tulisan dan/atau menggunakan kata-kata yang
dapat diartikan penghinaan, kata-kata kasar, tidak senonoh terhadap rekan
kerjanya, atasan atau bawahannya;
5) Tidak melakukan tindakan, tulisan dan atau ucapan yang mengandung
unsur pelecehan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan latar
belakang suku, agama, ras, adat istiadat dan hal-hal yang berkaitan dengan
norma kesusilaan dan kesopanan;
6) Tidak memanfaatkan posisi atau jabatan untuk memaksa dan
memprovokasi rekan kerjanya, atasan atau bawahannya untuk kepentingan
36
tertentu atau kepentingan lain yang diyakini dan dianggap akan
berdampak negatif kepada Perusahaan;
7) Seluruh Jajaran Indonesia Power dalam mengembangkan karirnya
menjauhi, menghindari dan mencegah cara-cara persaingan tidak sehat.
b) Pelanggan
Dalam berhubungan dengan Pelanggan, Perusahaan berpedoman pada hal-hal
sebagai berikut:
1) Memastikan Pelanggan mengetahui dan memahami hak dan kewajibannya;
2) Melindungi kepentingan dan kerahasiaan Pelanggan;
3) Senantiasa membangun komunikasi dan informasi terbuka yang konstruktif
dengan Pelanggan;
4) Senantiasa bekerja keras untuk memberikan layanan terbaik melalui proses
penanganan keluhan secara efektif;
5) Senantiasa mengedepankan standar layanan yang profesional sesuai
dengan nilai-nilai dan budaya Perusahaan;
6) Senantiasa memperhatikan dan melakukan evaluasi Pelanggan dan secara
terus-menerus memantau, menyempurnakan pelayanan, melalui
peningkatan standar kerja didukung teknologi informasi;
7) Bertindak dengan integritas, kompetensi dan itikad baik.
c) Pemasok
Dalam hubungan dengan pemasok, Perusahaan dan Pegawai berpedoman
pada hal-hal sebagai berikut:
1) Mematuhi seluruh peraturan pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan,
pada saat melakukan pengadaan atas barang dan jasa yang dibutuhkan;
2) Memberikan kesempatan bagi pemasok usaha kecil, terutama produk
dalam negeri, untuk mendapatkan bagian dari volume pembelian
Indonesia Power;
3) Menggunakan pemasok-pemasok yang memenuhi kualifikasi yang
ditetapkan sesuai ketentuan dan secara konsisten mampu memenuhi
standar kualitas, biaya dan pengiriman yang diharapkan Indonesia Power;
4) Melakukan hubungan kerja hanya dengan pemasok yang mematuhi
peraturan perundangan yang berlaku dan persyaratan tambahan dari
Indonesia Power, terutama yang berkaitan dengan ketenagakerjaan,
lingkungan, kesehatan dan keamanan, hak kekayaan intelektual dan
pembayaran yang tidak wajar.
d) Mitra Kerja
37
Dalam berhubungan dengan mitra kerja, Perusahaan berpedoman pada hal-hal
berikut:
1) Membuat perjanjian kerja yang berimbang dan saling menguntungkan
dengan Mitra Kerja dan tidak melanggar aturan dan prosedur;
2) Mengutamakan pencapaian hasil optimal sesuai standar yang berlaku;
3) Membangun komunikasi secara intensif dengan Mitra Kerja untuk mencari
solusi yang terbaik dalam rangka peningkatan kinerja;
4) Mengungkapkan informasi yang bersifat materiil dan relevan;
5) Menerapkan standar etika kerja yang sama kepada setiap Mitra Kerja dan
dalam batas-batas toleransi yang diperbolehkan oleh hukum;
6) Mendukung fungsi yang dilaksanakan oleh Mitra Kerja dalam kaitannya
dengan proses bisnis Perusahaan;
7) Mitra Kerja harus mentaati peraturan yang berlaku di internal Perusahaan,
dan siap menerima sanksi apabila terjadi pelanggaran.
e) Pemerintah
Dalam berhubungan dengan Pemerintah, Perusahaan berpedoman pada hal-
hal berikut:
1) Tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku khususnya mengenai
hubungan dengan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Negara BUMN,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian
Lingkungan Hidup;
2) Membangun hubungan yang harmonis dengan Pemerintah selaku Pihak
Regulator;
3) Jujur dan transparan dalam berhubungan dengan semua instansi
Pemerintah yang terkait;
4) Setiap pelaporan, pernyataan, sertifikasi dan permohonan yang ditujukan
kepada Pemerintah harus transparan, jelas, akurat, lengkap serta tidak
mengandung hal-hal yang dapat disalah tafsirkan.
f) Masyarakat
Dalam berhubungan dengan masyarakat, Perusahaan berpedoman pada hal-
hal berikut:
1) Senantiasa menegakkan komitmen bahwa dimana pun Unit Bisnis
Perusahaan beroperasi, hubungan baik serta pengembangan masyarakat
sekitar sehingga masyarakat memiliki tanggung jawab moril untuk
keberlanjutan Perusahaan;
2) Senantiasa menghargai setiap aktivitas kemitraan yang memberikan
kontribusi kepada masyarakat dan meningkatkan nilai sosial dan citra
Perusahaan;
38
3) Menjalin kerjasama dengan organisasi, dan lembaga masyarakat,
Pemerintah Pusat dan daerah setempat untuk mencapai komitmen
bersama tentang Program Kemitraan berdasarkan saling percaya dan
sejalan dengan prinsip keterbukaan;
4) Mengembangkan dan mengedepankan mekanisme dialog dengan
lembaga-lembaga sekitar, dengan harapan dapat diformulasikan suatu
kebijakan yang efektif dan aplikatif.
J. Pernyataan Penerapan GCG Code
Perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG dengan
GCG Code dalam Laporan Tahunan. Dalam hal belum seluruh aspek GCG Code dapat
dilaksanakan, Perusahaan harus mengungkapkan aspek yang belum dilaksanakan
beserta alasannya. Pernyataan tersebut harus disertai laporan tentang struktur dan
mekanisme kerja Dewan Komisaris dan Direksi serta informasi penting lain yang
berkaitan dengan penerapan GCG.
K. Internalisasi Penerapan GCG
Pelaksanaan GCG perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu
diperlukan pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan oleh Perusahaan dalam
menginternalisasikan penerapan GCG.
39
Bab III
KEBIJAKAN KORPORASI
A. Pedoman Etika Perusahaan (Code of Conduct)
1. Tujuan
a. Merupakan petunjuk praktis dan pedoman perilaku bagi Jajaran Indonesia
Power yang harus dipatuhi dalam berinteraksi sehari-hari dengan semua pihak
serta harus dijadikan landasan berpikir dalam proses pengambilan keputusan;
b. Menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang positif yang mendukung
perilaku etis dari Jajaran Indonesia Power serta meningkatkan kepekaan
Perusahaan dan Jajaran Indonesia Power terhadap nilai-nilai etika bisnis.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan layanan jasa ketenagalistrikan yang berkualitas dan kompetitif,
Indonesia Power memerlukan Pedoman Etika Perusahaan yang dapat
mengantisipasi faktor-faktor antara lain:
a. Pelanggaran etika bisnis dan etika kerja dalam kegiatan operasional
Perusahaan.
b. Lemahnya kesadaran dalam menegakkan Code of Conduct yang berlaku.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses dan pelaksanaan Code of Conduct Indonesia Power harus memenuhi prinsip-
prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan oleh penerapan Code of Conduct harus didokumentasikan dan
dilaporkan secara transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan terutama
untuk menjamin kerahasiaan dan keselamatan setiap pelapor potensi
penyimpangan dan/atau pelanggaran Pedoman Etika Perusahaan;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
penerapan Code of Conduct bersedia untuk mempertanggungjawabkan
tindakan dan keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh
Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses penerapan Code of Conduct harus
memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas dan kewenangan yang jelas
sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
penerapan Code of Conduct harus bebas dari segala benturan kepentingan dan
tetap mengutamakan kepentingan Indonesia Power;
40
e. Fairness, yaitu bahwa proses penerapan Code of Conduct harus memberikan
layanan yang dapat memenuhi kebutuhan Stakeholder Indonesia Power secara
adil.
4. Tanggung Jawab Penerapan dan Pengawasan Code of Conduct
a. Direksi menetapkan key success factors impelentasi Code of Conduct yang
efektif, efisien dan berkelanjutan serta menerapkan pengawasan melekat serta
mekanisme pengendalian yang efektif.
b. Direksi memastikan bahwa Code of Conduct telah dipahami dan ditandatangani
oleh segenap Jajaran Indonesia Power;
c. Dewan Komisaris dan Direksi memastikan bahwa seluruh Jajaran Indonesia
Power dan pihak yang terkait di luar Perusahaan patuh terhadap Code of
Conduct, termasuk menyelesaikan setiap konflik yang timbul;
d. Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab untuk menetapkan Code of
Conduct Perusahaan.
5. Ruang Lingkup Code of Conduct
Code of Conduct Indonesia Power meliputi pengaturan aspek-aspek sebagai
berikut:
a. Kebijakan Etika Perusahaan. Mencakup Etika Bisnis Perusahaan dengan para
Stakeholdersnya dan Etika Kerja Pegawai.
b. Pelaksanaan Code of Conduct Perusahaan. Mencakup internalisasi,
penghargaan dan sanksi, pernyataan komitmen, serta sosialisasi terhadap Code
of Conduct.
c. Pernyataan Komitmen. Mencakup pernyataan bahwa seluruh Jajaran
Indonesia Power diwajibkan membaca, memahami dan mematuhi Code of
Conduct dengan baik dan benar dalam upaya meningkatkan dan
memaksimalkan hasil pekerjaan untuk kemajuan Perusahaan.
B. Pedoman Kerja Dewan Komisaris dan Direksi (Board Manual)
1. Tujuan
Menjadi rujukan/pedoman tentang tugas pokok dan fungsi kerja masing-masing Organ
Perusahaan, meningkatan kualitas dan efektivitas hubungan kerja antar organ, serta
menerapkan prinsip-prinsip GCG yakni Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas,
Independensi, dan Kewajaran.
2. Identifikasi Risiko
41
Untuk menghasilkan layanan jasa ketenagalistrikan yang berkualitas dan kompetitif,
Indonesia Power memerlukan Board Manual yang dapat mengantisipasi faktor-
faktor sebagai berikut:
a. Kesalahan dalam pengambilan keputusan;
b. Ketidakjelasan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengelolaan
Perusahaan;
c. Kegagalan koordinasi dan komunikasi antar Organ Perusahaan.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses dan pelaksanaan Board Manual harus memenuhi prinsip-prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa hasil penerapan Board Manual harus dapat
didokumentasikan dan dipertanggungjawabkan secara transparan tanpa
mengorbankan aspek kerahasiaan;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa Dewan Komisaris dan Direksi memiliki tugas terkait
dengan penerapan Board Manual untuk mempertanggungjawabkan tindakan
dan keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa dalam proses penerapan Board Manual harus
memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas dan kewenangan yang jelas
sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa Dewan Komisaris dan Direksi dalam proses
penerapan Board Manual harus bebas dari segala benturan kepentingan dan
tetap mengutamakan kepentingan Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses penerapan Board Manual harus berlaku seimbang
tidak bersifat memihak.
4. Tanggung Jawab Penerapan Board Manual
a. Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab untuk menetapkan Board
Manual;
b. Dalam proses penetapan Board Manual diperlukan koordinasi yang baik antara
Dewan Komisaris dan Direksi;
5. Ruang Lingkup Board Manual
Board Manual mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
a. Dewan Komisaris. Mencakup pengertian dan persyaratan Dewan Komisaris,
komposisi Dewan Komisaris, pengangkatan Dewan Komisaris, Masa Jabatan
Dewan Komisaris, pemberhentian Dewan Komisaris, tugas, wewenang,
kewajiban dan tanggung jawab Dewan Komisaris, program kerja dan anggaran
Dewan Komisaris, mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban Dewan
Komisaris, program pengenalan dan pendalaman pengetahuan, remunerasi
Dewan Komisaris, hal-hal terkait rangkap jabatan, rapat Dewan Komisaris,
organ pendukung Dewan Komisaris, etika jabatan Dewan Komisaris serta
evaluasi kinerja Dewan Komisaris.
42
b. Direksi. Mencakup pengertian dan persyaratan Direksi, komposisi Direksi,
pengangkatan Direksi, masa jabatan Direksi, pemberhentian Direksi, tugas,
wewenang, kewajiban dan tanggung jawab Direksi, program kerja dan
anggaran Direksi, mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban Direksi,
program pengenalan dan pendalaman pengetahuan, remunerasi Direksi, hal-
hal terkait rangkap jabatan, rapat Direksi, organ pendukung Direksi, etika
jabatan Direksi serta evaluasi kinerja Direksi.
c. Hubungan Kerja Dewan Komisaris Dan Direksi. Mencakup perbuatan Direksi
yang memerlukan persetujuan tertulis Dewan Komisaris, perbuatan Direksi yang
memerlukan tanggapan tertulis Dewan Komisaris dan persetujuan dari RUPS,
pertemuan formal Dewan Komisaris dan Direksi, pertemuan informal,
komunikasi formal dan komunikasi informal.
d. Hubungan Kerja dengan Anak Perusahaan. Mencakup mekanisme
pengawasan, transaksi dan hubungan dengan Anak Perusahaan.
e. Kegiatan Antar Organ Perusahaan. Mencakup pelaksanaan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dan RUPS Luar biasa.
C. Pedoman Kerja (Charter) Komite dan Internal Audit
1. Tujuan
Charter disusun sebagai pedoman agar Komite dan Satuan Audit Internal dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efisien, efektif, transparan,
kompeten, independen, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat
diterima oleh semua pihak yang berkepentingan dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan layanan jasa ketenagalistrikan yang berkualitas dan kompetitif,
Indonesia Power memerlukan Charter yang dapat mengantisipasi faktor-faktor
sebagai berikut:
a. Ketidakjelasan dalam pelaksanaan fungsi Komite dan Satuan Audit Internal;
b. Kegagalan koordinasi dan komunikasi antar Organ Perusahaan.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses dan pelaksanaan Charter harus memenuhi prinsip-prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa hasil penerapan Charter harus dapat
didokumentasikan dan dipertanggungjawabkan secara transparan tanpa
mengorbankan aspek kerahasiaan;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa Komite dan Satuan Audit Internal memiliki tugas
terkait dengan penerapan Charter untuk mempertanggungjawabkan tindakan
dan keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
43
c. Responsibilitas, yaitu bahwa dalam proses penerapan Charter harus
memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas serta kewenangan yang jelas
sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa Komite dan Satuan Audit Internal dalam proses
penerapan Charter harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap
mengutamakan kepentingan Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses penerapan Charter harus berlaku seimbang tidak
bersifat memihak.
4. Tanggung Jawab Penerapan Charter
a. Pihak-pihak yang berkepentingan wajib bertanggung jawab untuk memastikan
kepatuhan terhadap Charter termasuk menyelesaikan setiap konflik yang
timbul;
b. Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk menetapkan Charter Komite;
c. Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab untuk menetapkan Charter
Satuan Audit Internal;
5. Ruang Lingkup Charter
Secara umum Charter mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
a. Struktur dan kedudukan. Menggambarkan struktur dan kedudukan keberadaan
organisasi;
b. Persyaratan keanggotaan. Berisikan kompetensi, persyaratan pendidikan,
kualitas ataupun dan kuantitas anggota;
c. Tugas dan tanggung jawab. Menguraikan pokok-pokok tugas dan tanggung
jawab yang telah disepakati sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya;
d. Hak dan wewenang. Penjelasan pokok meliputi reward dan punishment atas
pelaksanaan tugas serta kewenangan yang dapat dilaksanakan;
e. Kode etik. Meliputi norma-norma dalam pelaksanaan tugas;
f. Hubungan kerja. Mekanisme hubungan kerja dengan pihak terkait;
g. Pertangungjawaban. Pelaporan pelaksanaan tugas;
h. Independensi
D. Kebijakan Perencanaan Korporat
1. Tujuan
a. Merupakan dasar bagi penyusunan seluruh kebijakan dan pengambilan
keputusan Perusahaan terkait dengan proses perencanaan strategi Perusahaan
dalam jangka panjang, dasar pengembangan strategi bisnis dan pelaksanaan
roll over Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) setiap tahun dalam
menjamin kesesuaian dengan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan
44
b. Untuk memastikan bahwa Indonesia Power memiliki arah yang sejalan dengan
harapan Pemegang Saham (Shareholder) dan para pemangku kepentingan
lainnya (Stakeholders).
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan
yang berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan
Perencanaan Korporat yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Perencanaan Perusahaan yang ditetapkan tidak sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai;
b. Perencanaan Perusahaan tidak dipahami oleh setiap Pegawai Indonesia Power,
khususnya oleh para pengambil keputusan;
c. Perencanaan Perusahaan tidak diartikulasikan sampai kepada level manajerial
dan operasional;
d. Adanya potensial blind spot, yaitu suatu kondisi atau keadaan yang berpotensi
menyebabkan tujuan Perusahaan tidak tercapai.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses Perencanaan Korporat Indonesia Power minimal memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang dan akan dilakukan oleh proses
Perencanaan Korporat harus didokumentasikan dan dilaporkan secara
transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap keputusan
yang diambil terkait dengan perencanaan dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait proses
Perencanaan Korporat memiliki pembagian tugas dan kewenangan yang jelas,
dapat saling mengontrol satu sama lain sehingga dapat
mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan menurut garis
kewenangan yang ditetapkan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses Perencanaan Korporat harus
mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
Perencanaan Korporat harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap
mengutamakan kepentingan Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses Perencanaan Korporat harus memberikan layanan
yang dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Dewan Komisaris, Direksi
dan Stakeholders Indonesia Power secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki Perencanaan Korporat yang formal serta memberikan
pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
45
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses Perencanaan Korporat dalam bentuk
Kebijakan Manajemen dan Standard Operating Procedure (SOP) serta
memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai yang berperan dalam proses Perencanaan Korporat harus
mendukung bahwa seluruh data dan informasi yang digunakan dalam proses
perencanaan dan pengembangan tersebut adalah akurat serta mampu
diimplementasikan secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Perencanaan Korporat
a. Kebijakan Artikulasi Visi dan Misi Perusahaan
Dewan Komisaris dan Direksi mencapai kesepakatan bersama mengenai Visi dan
Misi Indonesia Power dan secara formal merupakan cita-cita Perusahaan dalam
jangka panjang yang dapat terukur pencapaiannya serta dapat diikuti oleh
seluruh jajaran Indonesia Power.
b. Kebijakan Penetapan Sasaran dan Strategi Indonesia Power
Analisis posisi Perusahaan dilakukan melalui data dan informasi yang akurat, baik
dari bawah ke atas (bottom-up) maupun dari atas ke bawah (top down).
Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis tersebut ditetapkan strategi dan sasaran
strategis Perusahaan sesuai dengan horizon waktu Rencana Jangka Panjang
Perusahaan. Masing-masing sasaran strategis dibuatkan Key Performance
Indicators (KPI) Untuk mengukur pencapaian sasaran strategis atau
implementasi dari strategi yang ditetapkan.
c. Kebijakan Penyusunan Rencana Kerja Perusahaan (RKAP dan RJPP)
Dewan Komisaris dan Direksi memastikan bahwa Rencana Kerja Perusahaan telah
disusun dan ditetapkan. Penyusunan Rencana Kerja Perusahaan baik jangka
panjang maupun jangka pendek harus mendapatkan informasi yang akurat dari
bawah ke atas (bottom-up) maupun dari atas ke bawah (top down). Standar
penyusunan dan penetapan Rencana Kerja Perusahaan mengacu pada
ketentuan yang berlaku.
d. Kebijakan Roll Over Rencana Jangka Panjang (RJP) Indonesia Power
Dewan Komisaris dan Direksi memastikan bahwa roll over RJP dapat menjamin
kesesuaiannya dengan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan serta
perkembangan dinamika bisnis yang terjadi.
e. Kebijakan Sosialisasi Rencana Kerja Perusahaan
Dewan Komisaris dan Direksi memastikan bahwa Rencana Kerja Perusahaan dapat
dipahami oleh semua pihak internal Indonesia Power dari berbagai fungsi,
proses bisnis maupun unit organisasi, dan dikomunikasikan dengan pihak
eksternal terkait (pemasok dan mitra), dengan tetap memperhatikan aspek
kerahasiaan.
f. Kebijakan Implementasi Rencana Kerja Perusahaan
Dewan Komisaris dan Direksi memastikan bahwa Rencana Kerja Perusahaan dapat
dilaksanakan secara efektif sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan
mampu dikendalikan secara efisien.
g. Kebijakan Pemantauan Implementasi Rencana Strategis
46
Dewan Komisaris dan Direksi memastikan adanya akuntabilitas dan tranparansi
anggaran sehingga setiap rencana kerja Perusahaan dapat dipantau dan
dievaluasi setiap saat maupun secara berkala. Dewan Komisaris dan Direksi
harus memastikan adanya mekanisme reward and punishment yang terkait
dengan implementasi rencana kerja perusahaan.
h. Kebijakan Pelaporan Hasil/Realisasi Rencana Kerja Perusahaan
Dewan Komisaris dan Direksi memastikan bahwa hasil/realisasi Rencana Kerja
Perusahaan dapat dilaporkan melalui Laporan Manajemen dan Laporan
Tahunan kepada Pemegang Saham secara akuntabel, akurat dan tepat waktu.
Standar realisasi pelaporan RKAP dan RJPP disampaikan mengacu pada
ketentuan yang berlaku.
E. Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Budaya Perusahaan
1. Tujuan
a. Merupakan dasar bagi penyusunan seluruh kebijakan dan pengambilan
keputusan Perusahaan yang terkait dengan proses Pengelolaan SDM,
Pengembangan Organisasi dan budaya Perusahaan;
b. Proses pengelolaan SDM adalah agar Pegawai Indonesia Power dapat menjadi
subyek dalam usaha pencapaian Visi dan Misi Indonesia Power.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan
yang berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan
Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Organisasi dan BUdaya Perusahaan yang dapat
mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kegagalan Perusahaan dalam proses rekrutmen, pembinaan dan
pengembangan SDM yang dibutuhkan;
b. Lemahnya proses penyusunan rencana SDM Indonesia Power yang tidak
mempertimbangkan keterkaitannya dengan siklus perencanaan strategis
Indonesia Power;
c. SDM yang kurang memadai dari sisi kualifikasi maupun kuantitasnya;
d. Lemahnya pengembangan karir (career management), rencana suksesi
(succession plan), dan manajemen kinerja (performance management).
e. Pengembangan organisasi dan budaya Perusahaan yang ditetapkan tidak
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai;
f. Pengembangan organisasi dan budaya Perusahaan tidak dipahami oleh setiap
Pegawai Indonesia Power, khususnya oleh para pengambil keputusan;
g. Pengembangan organisasi dan budaya Perusahaan tidak diartikulasikan sampai
kepada level manajerial sampai kepada level pelaksana dan operasional di
seluruh Unit;
h. Pengambilan keputusan strategis, manajerial maupun operasional terlambat
karena jalur birokrasi yang tidak perlu;
47
i. Organisasi terlalu besar sehingga tidak mampu merespon dengan cepat
terhadap perubahan kondisi eksternal dan internal;
j. Organisasi yang tidak mengakomodir konflik dan tidak mampu menyelesaikan
secara cepat, tepat, dan berimbang;
k. Organisasi yang tumpang tindih dan ketidakjelasan tugas dan tanggung jawab;
l. Organisasi yang tidak selaras dengan proses bisnis;
m. Kegagalan implementasi budaya Indonesia Power akan mempengaruhi
company image dan trust Pegawai.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses pengembangan organisasi dan budaya Perusahaan minimal memenuhi
prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan oleh proses pengelolaan SDM, pengembangan organisasi dan
Budaya Perusahaan harus didokumentasikan dan dilaporkan secara transparan
tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap keputusan yang
diambil terkait dengan pengembangan organisasi dan budaya Perusahaan
dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam proses
pengelolaan SDM, pengembangan organisasi dan Budaya Perusahaan bersedia
untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan menurut garis
kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses pengelolaan SDM, pengembangan
organisasi dan Budaya Perusahaan harus memungkinkan pembagian dan
pemisahan tugas serta kewenangan yang jelas sehingga dapat saling
mengontrol satu sama lain dan disusun berdasarkan prosedur yang telah
ditetapkan;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam proses
pengelolaan SDM, pengembangan organisasi dan Budaya Perusahaan harus
bebas dari segala benturan kepentingan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses pengelolaan SDM, pengembangan organisasi dan
Budaya Perusahaan harus dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan
kepentingan Pemegang Saham, Dewan Komisaris, Direksi, dan Stakeholders.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki pengelolaan SDM, pengembangan organisasi dan Budaya
Perusahaan yang jelas, formal serta memberikan pengawasan dan penasehatan
dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses Pengelolaan SDM, pengembangan
48
organisasi dan Budaya Perusahaan dalam bentuk Kebijakan Manajemen,
Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA) serta memastikan
implementasinya dapat dilakukan dan diukur secara konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses pengelolaan SDM, pengembangan organisasi dan Budaya
Perusahaan adalah akurat serta mampu diimplementasikan secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Organisasi dan
Budaya Perusahaan
a. Kebijakan Pengembangan Organisasi dan Budaya Indonesia Power
Direksi memastikan bahwa kebijakan proses Pengembangan Organisasi dan Budaya
Perusahaan menghasilkan perilaku Jajaran Indonesia Power yang sesuai dengan
budaya Perusahaan yang dikembangkan dalam mencapai tujuan bisnis
Indonesia Power. Adapun Budaya Perusahaan diarahkan untuk mendorong
pengembangan program perubahan persepsi dan cara kerja Pegawai dan
manajemen (change management).
b. Kebijakan Proses Perencanaan SDM dan Organisasi
Rencana SDM dan Organisasi Indonesia Power menjadi tanggung jawab setiap
pimpinan unit organisasi di Indonesia Power sehingga keberhasilan dalam
perencanaan SDM dan Organisasi harus menjadi salah satu tolak ukur
keberhasilan para pimpinan unit organisasi tersebut. Rencana SDM dan
Organisasi harus memiliki keterkaitan dengan rencana pengembangan karir
(career management), rencana suksesi (succession plan), dan manajemen kinerja
(performance management).
c. Kebijakan Proses Rekrutmen dan Seleksi SDM
Strategi rekrutmen dan seleksi SDM harus bersifat proaktif sehingga memiliki
SDM yang terbaik dalam industri ketenagalistrikan dengan mempertimbangkan
kondisi internal dan eksternal Perusahaan
d. Kebijakan Pelatihan dan Pengembangan.
Seluruh Jajaran Indonesia Power harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan
standar kompetensi yang diinginkan Indonesia Power dalam memenuhi
kebutuhan bisnis dan suksesi SDM di masa depan.
e. Kebijakan Proses Penghargaan dan Kompensasi seluruh Jajaran Indonesia
Power
Proses penghargaan dan pemberian kompensasi harus dapat menjadikan
Indonesia Power mampu memiliki SDM yang termotivasi untuk mencapai
tujuan Perusahaan dan memiliki keunggulan kompetitif.
f. Kebijakan Hubungan Industrial dan kepatuhan
Direksi memastikan bahwa hubungan ketenagakerjaan dilakukan dengan cara
yang adil, harmonis dan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang
berlaku.
g. Kebijakan Remunerasi dan benefit pegawai
49
Direksi memastikan bahwa Indonesia Power mempunyai program Remunerasi
dan benefit pegawai yang memadai, adil, dan mempu membuat SDM
termotivasi untuk mencapai tujuan Perusahaan.
h. Kebijakan Knowledge Manajemen dan Manajemen Perubahan
Direksi dan seluruh pimpinan unit organisasi Indonesia Power wajib
memastikan bahwa Knowledge Manajemen dan Manajemen Perubahan
dilaksanakan secara efektif selaras/terintegrasi dengan program-program
strategis lainnya.
F. Kebijakan Audit Internal
1. Tujuan
a. Untuk memastikan semua kegiatan berjalan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan proses pengendalian, manajemen
risiko, dan corporate governance dalam Perusahaan telah memadai dan
berfungsi dengan baik untuk mendukung pencapaian Visi, Misi dan tujuan
Perusahaan;
b. Untuk mencegah penyimpangan secara dini (early warning system) dan
tindakan korektif yang diperlukan dalam memastikan bahwa seluruh proses dan
fungsi manajemen dapat dikendalikan sesuai tujuan Perusahaan.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan
yang berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan audit
internal yang dapat mengantisipasi kegagalan pencapaian Visi dan Misi akibat:
a. Tidak adanya perencanaan strategi Audit Internal;
b. Pelaksanaan tidak sesuai standar audit yang berlaku;
c. Lemahnya koordinasi dan komunikasi hasil Audit Internal.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses Audit Internal Perusahaan yang dilaksanakan Indonesia Power harus
memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan oleh proses audit internal harus didokumentasikan dan dilaporkan
secara transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap
keputusan yang diambil terkait dengan proses audit internal dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses audit internal bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan
keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses audit internal harus memungkinkan
pembagian dan pemisahan tugas serta kewenangan yang jelas sehingga dapat
saling mengontrol satu sama lain;
50
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
pengawasan internal harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap
mengutamakan kepentingan Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses audit internal harus memberikan layanan yang
dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Dewan Komisaris, Direksi dan
Stakeholders.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki audit internal yang kredibel dan kompeten serta memberikan
pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai audit internal Perusahaan dalam bentuk
Kebijakan Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA)
serta memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam audit internal Perusahaan adalah benar dan akurat serta mampu
diimplementasikan secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Audit Internal
a. Kebijakan Penyelarasan Strategi Audit Internal
Direksi memastikan bahwa strategi Audit Internal dalam jangka panjang dan jangka
pendek selaras dengan tujuan dan strategi Indonesia Power termasuk di
dalamnya nilai tambah yang akan diberikan dalam proses Audit Internal kepada
Indonesia Power.
b. Kebijakan Perencanaan Audit Internal dan Penugasan Khusus
Proses Audit Internal dan penugasan khusus dalam suatu periode (biasanya
satu tahun) mengacu pada suatu rencana audit tahunan yang disetujui Direktur
Utama dan Komite Audit. Rencana Audit Internal yang dimaksud harus disusun
berdasarkan profil risiko dari proses penilaian risiko yang telah dilakukan,
relevan dan sesuai dengan kebutuhan, strategi dan tujuan Perusahaan. Rencana
Audit Internal harus dikaji secara berkala dan direvisi jika terjadi perubahan
yang mendasar dalam profil risiko Indonesia Power
c. Kebijakan Pelaksanaan Audit Internal dan Penugasan Khusus
Pelaksanaan Audit Internal dan jenis penugasan khusus lainnya harus mengacu
kepada standar kinerja audit (performance standard) yang diterbitkan oleh The
Institute of Internal Auditor dan menjamin kelancaran pelaksanaan audit sesuai
dengan jadwal waktu dan tujuan yang ditetapkan. Pelaksanaan Audit Internal
harus dapat mengidentifikasi efektif atau tidaknya pengendalian internal yang
dimiliki suatu proses bisnis yang diaudit. Proses Audit Internal juga harus
memastikan adanya rekomendasi yang diterima (acceptable) dan dapat
dipraktikkan (practicable) oleh pemilik proses untuk memperbaiki efektivitas
pengendalian internal dan memberikan nilai tambah pada efisiensi Indonesia
Power. Pelaksanaan audit khusus dapat dilakukan apabila terdapat indikasi
51
fraud atau adanya pengaduan/laporan dari pejabat/instansi pemerintah dan
masyarakat terhadap aktivitas operasional Perusahaan.
d. Kebijakan Komunikasi Hasil Audit Internal dan Penugasan Khusus
Proses Audit Internal harus memastikan adanya komunikasi yang efektif dengan
Direksi (melalui Direktur Utama) dan Dewan Komisaris (melalui Komite Audit)
serta para pemilik proses dalam keseluruhan proses Audit Internal (penyusunan
strategi, penilaian risiko, perencanaan audit, dan pelaksanaan audit) dengan
tetap memperhatikan asas kerahasiaan (confidentiality).
e. Kebijakan Monitoring Tindak Lanjut Audit Internal
Hasil temuan dan rekomendasi Audit Internal wajib dimonitor untuk
mengetahui sejauhmana tingkat tindak lanjut yang telah dilaksanakan oleh para
pemilik proses (auditee) dalam hasil Audit Internal secara tepat waktu dan
sesuai tujuan yang ditetapkan.
G. Kebijakan Manajemen Risiko
1. Tujuan
a. Penerapan manajemen risiko ditujukan untuk meningkatkan hubungan dengan
para pemangku kepentingan (Stakeholders), melalui identifikasi Stakeholders
dalam memahami harapan pihak-pihak tersebut;
b. Untuk meningkatkan reputasi Perusahaan diperlukan komunikasi yang baik
dengan para pemangku kepentingan, dimana mereka dapat mengetahui bahwa
Perusahaan mampu menangani risiko yang dihadapinya dengan baik;
c. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen, dimana semua risiko
yang dapat menghambat proses organisasi harus diidentifikasikan dan dikelola
dengan baik. Dalam konteks, manajemen risiko maka hal tersebut menjadi
bagian yang menyatu dalam proses pengambilan keputusan (decision making);
d. Untuk memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran Perusahaan
karena kemampuan menangani risiko Perusahaan yang lebih baik, yang melekat
dalam sendi-sendi tata kelola organisasi;
e. Untuk membangun kompetensi dan budaya kerja yang sadar risiko secara
berkelanjutan.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan manajemen
risiko yang dapat mengantisipasi kegagalan pencapain Visi dan Misi akibat:
a. Identifikasi risiko yang lemah, tidak sistematis dan terstruktur;
b. Tidak memadainya analisis risiko baik risiko yang bersifat minor maupun mayor;
c. Penanganan risiko (mitigasi) yang tidak maksimal;
d. Tidak efektifnya pemantauan dan review atas risiko Perusahaan.
52
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Manajemen risiko adalah bagian tidak terpisahkan dari pelaksanaan corporate
governance karena peran menajemen risiko dalam memberikan jaminan yang wajar
atas pencapaian sasaran keberhasilan usaha tidak tergantikan. Pelaksanaan
manajemen risiko yang baik memerlukan prinsip-prinsip governance sebagai
berikut:
a. Transparansi, pengelolaan risiko harus transparan, karena dampak risiko tidak
hanya pada satu unit atau bagian saja, tetapi juga pada bagian lain. Dengan
kata lain pengelolaan risiko harus bersifat inklusif dan transparan artinya
melibatkan semua pihak yang terkait dengan risiko tersebut, baik dalam
penanganan sumber risiko, maupun perlakuan terhadap dampak risiko;
b. Akuntabilitas, harus terdapat akuntabilitas yang jelas dalam penerapan
manajemen risiko dalam organisasi. Untuk seluruh Perusahaan, akuntabitas
tertinggi dalam penerapan manajemen risiko terletak pada Dewan Komisaris.
Selain itu akuntabilitas pengelolaan risiko tersebut juga harus jelas di setiap
tingkatannya, bahkan hingga ke tiap proses bisnis;
c. Responsibilitas, penjabaran akuntabilitas penerapan manajemen risiko
memerlukan uraian tanggung jawab yang lebih jelas dalam pengelolaan risiko
proses organisasi. Oleh karena itu setiap pemangku risiko (risk owner) harus
dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan pengelolaan
risiko dalam lingkup tugas dan kewenangannya;
d. Independensi, konsekuensi logis dari prinsip akuntabilitas dan responsibilitas,
dimana unit atau individu yang dibebani dengan akuntabilitas dan
responsibilitas untuk mengelola risiko yang masuk dalam lingkup tugas dan
kewenangannya haruslah diberi kebebasan dalam merumuskan cara
menangani risiko tersebut.
e. Fairness, proses manajemen risiko Perusahaan harus dilakukan demi menjaga
keseimbangan kepentingan Indonesia Power, Pemegang Saham, Dewan
Komisaris, Direksi, dan Stakeholders secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris Melakukan pengawasan pelaksanaan pengelolaan risiko di
tingkat Perusahaan, Memastikan adanya suatu upaya pengawasan yang
efektif, proaktif dan berkesinambungan atas berlangsungnya pelaksanaan
pengelolaan risiko di tingkat Perusahaan.
b. Komite Manajemen Risiko Dewan Komisaris, Sebagai organ Dewan Komisaris
dalam upaya pengawasan terhadap penerapan manajemen risiko Korporat
secara efektif, sesuai dengan Kebijakan Penerapan Manajemen Risiko
Korporat yang berlaku di Perusahaan
c. Komite Audit Dewan Komisaris, Sebagai organ Dewan Komisaris dalam upaya
pemastian agar pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi audit internal
53
perusahaan dapat terlaksana secara efektif, proaktif dan berkesinambungan,
termasuk di dalamnya pengawasan yang efektif atas keberlangsungan
pengelolaan risiko yang dilakukan oleh Perusahaan
d. Direksi sebagai Penanggung jawab utama pelaksanaan pengelolaan risiko di
tingkat Perusahaan harus :
i. Memastikan terbangunnya sistem pengelolaan manajemen risiko
korporat.
ii. Memastikan tersedianya profil risiko korporat.
iii. Memastikan keberlangsungan pelaksanaan pengelolaan risiko
Perusahaan secara efektif, proaktif dan berkesinambungan sesuai
dengan Peraturan dan Kebijakan yang berlaku serta elemen tata kelola
Manajemen Risiko Korporat (kriteria dampak dan kemungkinan,
format peta risiko, standar respon risiko, kebijakan Manajemen Risiko).
iv. Memastikan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dalam
penerapan manajemen risiko (SDM, finansial serta infrastruktur
pendukung lainnya)
v. Pengambil keputusan dalam pengelolaan risiko di tingkat Perusahaan.
e. Satuan Manajemen Risiko, Sebagai suatu unit yang membantu Direksi dalam
membangun sistem pengelolaan risiko, harus :
i. Memastikan keberlangsungan pelaksanaan pengelolaan risiko secara
efektif, proaktif dan berkesinambungan di seluruh tingkatan
Perusahaan.
ii. Memastikan keberlangsungan pelaksanaan pengelolaan risiko secara
efektif, proaktif dan berkesinambungan di berbagai tingkatan
Perusahaan melalui fasilitasi dan konsultasi (serta rekomendasi)
terhadap para Pemilik Risiko dalam melakukan pengelolaan risiko di
area tanggung jawab masing-masing.
iii. Memastikan pelaksanaan mitigasi risiko atas kegiatan yang diverifikasi
telah sesuai dengan rencana dan berhasil menurunkan level risiko ke
level yang dapat diterima Perusahaan.
iv. Melaporkan pelaksanaan manajemen risiko Korporat kepada Direksi.
v.
f. Pemilik Risiko, Sebagai individu Perusahaan yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengelolaan risiko (berikut pelaporannya) secara efektif, proaktif
dan berkesinambungan pada area tugas dan tanggung jawab masing-masing
dalam rangka melakukan suatu upaya pemastian atas pencapaian sasaran
Perusahaan di tingkatnya masing-masin serta Melakukan pengelolaan risiko
(berikut pelaporannya).
g. Satuan Audit Internal, Sebagai suatu fungsi yang membantu Direksi :
i. Mengidentifikasi atas ketidaksesuaian dalam pelaksanaan penerapan
pengelolaan risiko terhadap kebijakan dan prosedur perusahaan yang
54
berlaku berikut dengan pengajuan rekomendasi tindakan
korektif/perbaikan yang diperlukan.
ii. Melaksanakan pemeriksaan/audit atas dokumentasi/pelaporan
manajemen risiko melalui audit internal maupun koordinasi dengan
auditor eksternal.
iii. Melaksanakan pemeriksaan/audit bahwa risiko-risiko yang berpotensi
mempengaruhi pencapaian sasaran Perusahaan telah dikelola dengan
baik dan efektif.
h. Setiap Pegawai, Harus mendukung seluruh data dan informasi yang
digunakan dalam manajemen risiko Perusahaan adalah akurat serta mampu
diimplementasikan secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Manajemen Risiko
5.1. Prinsip Manajemen Risiko Indonesia Power
a. Mendukung Pencapaian Sasaran dan Perbaikan Kinerja Perusahaan
Penerapan manajemen risiko korporat ditujukan guna memberikan kontribusi
terhadap pencapaian sasaran Perusahaan serta berperan dalam perbaikan
kinerja Perusahaan.
b. Menyatu Pada Seluruh Proses Perusahaan
Manajemen risiko bukan merupakan aktifitas yang berdiri sendiri, namun
bagian dari tanggung jawab manajemen dan merupakan bagian yang
menyatu dari seluruh proses Perusahaan, termasuk perencanaan strategi
dan pelaksanaan seluruh proyek serta proses Manajemen Perubahan.
c. Menjadi Bagian Dalam Pengambilan Keputusan
Manajemen risiko membantu pengambilan keputusan membuat pilihan –
pilihan berdasarkan berbagai informasi, tindakan – tindakan yang menjadi
prioritas dan membedakan program – program alternatif dari setiap
tindakan.
d. Mempertimbangkan Ketidakpastian Yang Mempengaruhi Pencapaian
Sasaran Perusahaan
Manajemen Risiko secara eksplisit mempertimbangkan ketidakpastian tersebut
dapat diatasi dalam pencapaian sasaran Perusahaan.
e. Sistematis, Terstruktur dan Tepat Waktu
Penerapan manajemen risiko didasarkan pada metodologi yang sistematis,
terstruktur dan tepat waktu demi upaya penanganan risiko yang sesuai
dengan situasi dan kondisi terkini Perusahaan sehingga memberikan hasil
yang andal, efisien, konsisten, dan terukur.
f. Berdasarkan Data Informasi Terbaik
Penerapan manajemen risiko harus berdasarkan pada sumber informasi
berkualitas seperti data historis, pengalaman, masukan dari stakeholder,
hasil tinjauan, serta prediksi dan pendapat ahli yang relevan.
g. Disesuaikan Dengan Kondisi Perusahaan
Penerapan manajemen risiko perlu diselaraskan dengan konteks eksternal dan
internal serta profil risiko Perusahaan.
55
h. Mempertimbangkan Faktor Manusia dan Budaya Perusahaan
Penerapan manajemen risiko harus mengenali kemampuan, persepsi dan
niat/kesungguhan dari pihak eksternal dan internal yang dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan Perusahaan. Niat/kesungguhan dari
pihak internal sangat terkait dengan implementasi dari nilai–nilai serta
budaya Perusahaan, yang meliputi Integritas, Profesional, Harmoni,
Pelayanan Prima, Peduli, Pembelajar, dan Inovatif.
i. Transparan, Inklusif dan Up To Date
Penerapan manajemen risiko dilaksanakan secara transparan dengan
melibatkan secara aktif seluruh level organisasi (inklusif) dengan peran dan
tanggung jawabnya masing–masing sesuai ekspektasi Perusahaan dan
memperhatikan kondisi Perusahaan yang relevan dan up to date (terkini).
j. Dinamis, Iteratif dan Tanggap Terhadap Perubahan
Penerapan manajemen risiko juga perlu dilaksanakan secara dinamis dan
berkesinambungan (iteratif) serta tanggap terhadap berbagai perubahan
konteks eksternal dan internal Perusahaan.
k. Mengupayakan Tindakan Perbaikan Berkelanjutan
Perusahaan harus membangun dan mengimplementasikan berbagai strategi
secara berkelanjutan untuk meningkatkan maturitas penerapan manajemen
risiko di seluruh aspek dalam organisasi.
5.2. Proses Manajemen Risiko Indonesia Power
Indonesia Power menerapkan langkah-langkah terstruktur dalam pengelolaan
risiko, meliputi:
a. Kebijakan Penetapan Konteks Manajemen Risiko
Dewan Komisaris dan Direksi menetapkan sistem manajemen risiko di
Indonesia Power yang meliputi:
1) Konteks strategis (strategic context), yaitu bahwa proses manajemen
risiko harus mempertimbangkan lingkungan atau pihak-pihak yang
dapat mempengaruhi pelaksanaan proses pengelolaan risiko itu
sendiri;
2) Konteks organisasi (organizational context), yaitu bahwa proses
manajemen risiko harus mempertimbangkan kemampuan organisasi
(organizational capabilities) dan terkait dengan tujuan dan strategi
Indonesia Power secara perusahaan;
3) Konteks pengelolaan risiko (risk management context), yaitu bahwa
proses manajemen risiko itu sendiri harus memiliki tujuan, strategi,
cakupan, serta keseimbangan manfaat dan biaya dalam penerapannya;
4) Kriteria risiko, yaitu bahwa Dewan Komisaris dan Direksi harus
menetapkan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi risiko;
5) Struktur pengelolaan risiko, yaitu adanya sistematika yang jelas untuk
memastikan bahwa risiko yang signifikan bagi Indonesia Power tidak
terabaikan (overlooked).
56
b. Kebijakan Identifikasi Risiko
Seluruh risiko yang dihadapi oleh Indonesia Power, baik yang telah maupun
yang belum dikendalikan, harus diidentifikasi dengan menggunakan
metode dan sistematika yang terstruktur, antara lain melalui verifikasi
Dokumen Manajemen Risiko (DMR) oleh unit kerja yang mengusulkan
suatu kegiatan/proyek.
c. Kebijakan Analisis Risiko
Analisis risiko yang bersifat minor dan mayor harus dilakukan sehingga risiko
dapat dievaluasi secara memadai. Klasifikasi ini juga harus
mempertimbangkan sumber risiko (source of risk), kemungkinan terjadinya
risiko (probability/likelihood), dan dampak (impact/concequences) yang
mungkin ditimbulkan karena risiko tersebut.
d. Kebijakan Evaluasi Risiko
Dilakukan pembandingan hasil analisis risiko dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya sehingga Indonesia Power dapat memprioritaskan
risiko mana yang harus ditangani lebih dahulu.
e. Kebijakan Penanganan Risiko (Mitigasi)
Harus dipastikan bahwa Indonesia Power memiliki pilihan-pilihan (option) yang
dapat diambil untuk menangani setiap risiko dan dipastikan bahwa pilihan
yang diambil tersebut telah diterapkan.
f. Kebijakan Pemantauan dan Review atas Risiko
Indonesia Power harus memiliki proses pemantauan risiko untuk memastikan
bahwa penanganan risiko masih tetap efektif dan relevan dengan
perubahan situasi yang terjadi. Dewan Komisaris dan Direksi harus
memastikan bahwa review atas risiko perusahaan secara keseluruhan
menjadi bagian dari siklus pengelolaan risiko Indonesia Power (risk
management cycle).
g. Kebijakan Komunikasi dan Konsultasi dalam Pengelolaan Risiko
Dewan Komisaris dan Direksi memastikan bahwa terdapat komunikasi dan
konsultasi yang efektif diantara seluruh pihak yang berkepentingan dalam
pengelolaan risiko, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Komunikasi
harus dilakukan untuk setiap tahapan pengelolaan risiko.
H. Kebijakan Kepatuhan Hukum
1. Tujuan
a. Menjamin kepatuhan hukum (compliance) Indonesia Power terhadap aktivitas
bisnis dan pengelolaan Perusahaan untuk memenuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan untuk menjamin kelangsungan usaha Perusahaan
dalam mencapai Visi dan Misi yang ditetapkan.
b. Meningkatkan reputasi Perusahaan sebagai korporasi yang taat terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku.
57
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan
yang berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan kepatuhan
hukum yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Ketidakpatuhan perusahaan terhadap hukum sehingga terhindar dari sanksi
perundang-undangan dan klaim dari pihak ketiga yang terkait dengan perikatan
(kontrak/perjanjian) Indonesia Power dengan pihak tersebut.
b. Tidak/belum dipenuhinya aspek perijinan maupun kontrak-kontrak dengan pihak
lain, sehingga berdampak pada penyelesaian pekerjaan dan/atau proses
operasional perusahaan.
c. Kurangnya kesadaran atas hukum dan peraturan perundangan yang berlaku,
sehingga berdampak pada rendahnya ketaatan hukum dalam proses bisnis.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses kepatuhan hukum yang dilaksanakan Indonesia Power harus memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan dalam proses hukum harus didokumentasikan dan dilaporkan secara
transparan dengan tetap mengutamakan aspek kerahasiaan sehingga setiap
keputusan yang diambil terkait dengan proses hukum dapat dijustifikasi.
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh pihak yang memiliki tugas terkait dengan
proses hukum bersedia untuk mempertanggung-jawabkan tindakan dan
keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses hukum harus memungkinkan
pembagian dan pemisahan tugas dan kewenangan yang jelas sehingga dapat
saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses hukum
harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap mengutamakan
kepentingan Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses hukum harus dilakukan demi menjaga
keseimbangan kepentingan Indonesia Power, Pemegang Saham, Dewan
Komisaris, Direksi, dan Stakeholders secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki fungsi kepatuhan hukum Perusahaan yang jelas dan formal
serta memberikan pengawasan dan nasehat dalam implementasinya.
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai kepatuhan hukum Perusahaan dalam bentuk
Kebijakan Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA)
serta memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
58
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
untuk kepatuhan hukum Perusahaan adalah akurat serta mampu
mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Kepatuhan Hukum
a. Kebijakan Proses Penyelarasan Strategi Kepatuhan Hukum Perusahaan
1) Proses legal Perusahaan harus dipastikan sejalan dengan pelaksanaan
strategi Indonesia Power;
2) Kemampuan proses legal Perusahaan dalam mendukung pelaksanaan
strategi Indonesia Power harus menjamin bahwa seluruh risiko hukum
(legal risk) ada dalam kendali Direksi;
3) Departemen Hukum Korporat Perusahaan bertanggung jawab menyusun
Standard Operating Procedure (SOP) yang terkait dengan kepatuhan
terhadap hukum.
b. Kebijakan Proses Kepatuhan atas Peraturan Perundangan dan Masalah Hukum
1) Proses legal Perusahaan harus mengatur ketentuan adanya nasehat hukum
kepada Dewan Komisaris, Direksi dan Pegawai Indonesia Power dalam
rangka kepatuhan kepada peraturan perundangan serta memberikan
rekomendasi atas tindakan hukum yang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan tugasnya masing-masing;
2) Pendapat formal yang dikeluarkan Indonesia Power mengenai masalah
hukum hanya dapat diberikan setelah memperoleh rekomendasi dari
Departemen Hukum Korporat Perusahaan sebagai unit organisasi yang
bertanggung jawab untuk urusan legal Perusahaan.
c. Kebijakan Proses Penyusunan Kontrak/Perjanjian dengan Pihak Lain
Proses legal Perusahaan harus memastikan bahwa seluruh implikasi hukum dari
adanya kontrak/perjanjian dengan pihak lain telah diperhitungkan dalam
koridor pengelolaan risiko hukum (legal risk tolerance) dan memastikan bahwa
Dewan Komisaris dan Direksi telah mengetahui dan sadar akan implikasi hukum
tersebut sesuai kewenangan masing-masing yang diatur dalam Anggaran Dasar
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Kebijakan Proses Litigasi di Pengadilan
1) Direksi memastikan bahwa Indonesia Power memiliki strategi yang tepat
dalam proses litigasi untuk kepentingan Indonesia Power di pengadilan
baik dilingkup perdata, pidana maupun tata usaha Negara;
2) Proses legal perusahaan harus memastikan bahwa setiap
perkembangan/proses litigasi di pengadilan terus dipantau dan dilaporkan
kepada Direksi.
3) Proses legal perusahaan harus memastikan bahwa Dewan Komisaris , Direksi
dan Pegawai yang memenuhi panggilan pengadilan dan lembaga penegak
hukum lainnya, baik sebagai saksi dan/atau untuk memberikan keterangan-
59
keterangan dalam suatu perkara yang berkaitan dengan Indonesia Power,
telah terkoordinasi dengan baik.
e. Kebijakan Proses Pengelolaan Hubungan dengan Konsultan Hukum/
Pengacara/Notaris Luar
1) Proses legal Perusahaan harus memastikan bahwa penggunaan konsultan
hukum/pengacara/notaris untuk mengurus proses legal Perusahaan
maupun unit bisnis telah dikoordinasikan dan mempertimbangkan aspek
biaya dan manfaat (cost and benefit) bagi Indonesia Power;
2) Proses legal Perusahaan harus memastikan bahwa semua perkembangan
proses legal yang dilakukan oleh konsultan hukum/pengacara/notaris
selalu dipantau dan memastikan bahwa Direksi mengetahui perkembangan
tersebut;
I. Kebijakan Sekretaris Perusahaan
1. Tujuan
Untuk menjaga keseimbangan hak dan kewajiban di antara Pemegang Saham, Direksi,
Dewan Komisaris, dan Stakeholders dalam mencapai Visi dan Misi Indonesia Power
dengan menjalankan fungsi dan peran minimal sebagai investor relation, compliance
officer dan liaison officer.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan Sekretaris
Perusahaan yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Lemahnya kebijakan proses untuk menjamin ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan;
b. Tidak maksimalnya proses komunikasi pemegang saham, Dewan komisaris,
Direksi dan Komite- Komite;
c. Kurangnya komunikasi dengan Stakeholders baik pihak internal maupun
eksternal;
d. Proses koordinasi penerbitan kebijakan (Policy Coordination), penyusunan
Laporan Tahunan (Annual Report), Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report)
dan Laporan Statistik yang lemah;
e. Lemahnya kebijakan proses Administrasi Arsip dan Dokumen.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Fungsi Sekretaris Perusahaan yang dilaksanakan Indonesia Power harus memenuhi
prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan oleh fungsi Sekretaris Perusahaan harus didokumentasikan dan
dilaporkan secara transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga
setiap keputusan yang diambil terkait dengan Sekretaris Perusahaan dapat
dijustifikasi;
60
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
fungsi Sekretaris Perusahaan untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan
keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh fungsi Sekretaris Perusahaan harus
memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas dan kewenangan yang jelas
sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam fungsi
Sekretaris Perusahaan harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap
mengutamakan kepentingan Indonesia Power;
e. Fairness, yaitu bahwa Sekretaris Perusahaan harus memberikan layanan yang
dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris,
Stakeholder Indonesia Power secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki Sekretaris Perusahaan yang formal dan efektif serta
memberikan pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai Sekretaris Perusahaan dalam bentuk Kebijakan
Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA) serta
memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam fungsi Sekretaris Perusahaan adalah akurat serta mampu
mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Sekretaris Perusahaan
a. Kebijakan Proses untuk Menjamin Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-
undangan
Sekretaris Perusahaan harus memastikan bahwa Pemegang Saham, Dewan
Komisaris, Direksi, komite-komite, Stakeholder telah memiliki informasi
mengenai produk peraturan internal (Keputusan Menteri atau RUPS, Anggaran
Dasar, GCG Code, Code of Conduct dan sebagainya) dan produk peraturan
eksternal yang relevan bagi Indonesia Power serta memastikan kepatuhannya
terhadap peraturan tersebut.
b. Kebijakan Proses Penyelenggaraan Rapat
Sekretaris Perusahaan harus memastikan bahwa :
1) Rapat dilakukan sesuai jenis rapat yang diperlukan dan dihadiri oleh pihak-
pihak yang berwenang dengan mekanisme pengambilan keputusan
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Indonesia Power;
2) Seluruh peserta rapat telah memiliki informasi yang memadai mengenai
agenda rapat;
61
3) Rapat didokumentasikan secara memadai sehingga setiap keputusan yang
diambil dalam rapat dapat dipertanggungjawabkan oleh setiap peserta
rapat.
c. Kebijakan Hubungan dan Komunikasi dengan Stakeholders atau Pihak Eksternal
lainnya
Sekretaris Perusahaan harus memastikan bahwa pembinaan hubungan dengan
Stakeholder dan pihak eksternal harus dilaksanakan dengan hati-hati agar
selalu merefleksikan kredibilitas dan profesionalisme Perusahaan melalui kerja
sama yang baik. Informasi yang diberikan kepada Stekholders atau pihak
eksternal lainnya merupakan Informasi yang benar dan tepat waktu. Sekretaris
Perusahaan harus memastikan bahwa setiap pertanyaan, kritik, dan/atau saran
yang penting dari masyarakat mengenai Perusahaan, baik yang disampaikan
melalui media cetak dan/atau media elektronik atau pesan secara lisan, dapat
ditanggapi dengan segera.
d. Kebijakan Identitas Indonesia Power
Identitas Indonesia Power diwujudkan dalam bentuk nama dan logo Indonesia
Power dimana identitas tersebut harus diatur sesuai dengan ketentuan agar
tercapai keserasian antara tujuan penggunaan, legalitas dan perlindungannya
sehingga terbentuk citra Perusahaan yang positif.
e. Kebijakan Proses Koordinasi Penerbitan Kebijakan dan penyusunan Laporan
Perusahaan
Sekretaris Perusahaan dan Departemen Hukum Korporat bekerjasama dengan
pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan pengecekan atas semua
kebijakan manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA)
untuk menjaga konsistensi kebijakan yang dikeluarkan oleh Perusahaan, serta
mengkoordinasikan dengan pihak terkait sebelum kebijakan tersebut disetujui
oleh Direksi. Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab dalam melakukan
registrasi dan distribusi atas seluruh kebijakan di tingkat manajemen yang
dikeluarkan, penyusunan Laporan Tahunan (Annual Report), Laporan
Berkelanjutan (Sustainability Report) dan Laporan Statistik sesuai dengan
peraturan yang berlaku maupun kebutuhan Perusahaan.
f. Kebijakan Proses Administrasi Arsip dan Dokumen
Sekretaris Perusahaan harus memastikan bahwa seluruh arsip dan dokumen
Perusahaan telah terdaftar dan seluruh salinan atas arsip dan dokumen tersebut
telah terkendali (controlled copy).
g. Kebijakan Proses Pemberian Sumbangan
Dewan Komisaris dan Direksi serta seluruh Pegawai Indonesia Power wajib
memisahkan dengan tegas antara sumbangan yang merupakan komitmen
pribadi, dengan sumbangan atas nama Perusahaan. Pemberian sumbangan
Indonesia Power kepada pihak lain harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan penetapannya sebagai bagian dari tanggung
jawab sosial Perusahaan.
62
J. Kebijakan Teknologi Informasi
1. Tujuan
Sebagai Perusahaan yang bergerak di bidang industri pembangkitan tenaga listrik,
keberhasilan pengelolaan Perusahaan sangat tergantung pada pengelolaan Aset
Manajemen, Strategi, Program, dan Kebijakan untuk pencapaian keandalan, produksi
dan kinerja yang ditargetkan. Oleh karena itu, ketersediaan data dan informasi
mengenai kondisi operasional Perusahaan yang cepat, akurat dan komprehensif
sangat diperlukan dalam mendukung proses pengambilan keputusan. Sebagai role
dari kebijakan ini ditetapkan bahwa peranan teknologi informasi adalah sebagai
berikut :
a) Teknologi Informasi (TI) sebagai komponen strategis Bisnis Pembangkitan yang
berfungsi sebagai sarana pendukung (supporting).
b) Teknologi Informasi (TI) menjadi unsur strategis yang menjadi pendorong (driven)
dari proses bisnis utama perusahaan dalam mencapai tujuan dan sasaran sesuai
Visi dan Misi Perusahaan.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan Tata Kelola
Teknologi Informasi yang dapat mengantisipasi faktor‐faktor sebagai berikut:
a) Sistem informasi tidak sesuai dengan kebutuhan Indonesia Power;
b) Terhentinya operasi Indonesia Power (business interuption) yang disebabkan oleh
kegagalan sistem informasi dalam memberikan layanan (services) yang cepat,
akurat dan penting sesuai tingkat layanan.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Kebijakan tata kelola teknologi informasi yang dilaksanakan Indonesia Power harus
memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang dan akan dilakukan dalam proses tata
kelola teknologi informasi harus didokumentasikan dan dilaporkan secara
transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap keputusan
yang diambil terkait dengan sistem informasi dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses tata kelola teknologi informasi bersedia untuk mempertanggungjawabkan
tindakan dan keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh
Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses tata kelola teknologi informasi harus
memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas serta kewenangan yang jelas
sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses sistem
informasi harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap
mengutamakan kepentingan Perusahaan;
63
e. Fairness, yaitu bahwa proses tata kelola teknologi informasi harus memberikan
layanan yang dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Dewan Komisaris,
Direksi dan Stakeholders secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki tata kelola teknologi informasi yang efektif serta memberikan
pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggungjawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai tata kelola teknologi informasi dalam bentuk
Kebijakan Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA)
serta memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam tata kelola teknologi informasi adalah akurat serta mampu
mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Proses Teknologi Informasi
Proses pengelolaan tata kelola teknologi informasi sesuai dengan peranan Teknologi
Informasi (TI), untuk menjamin keselarasan TI dengan tujuan bisnis dan kebijakan
strategis Perusahaan, proses tata kelola TI disusun dan ditetapkan sebagai berikut :
1. Perencanaan and Organisasi
a) Rencana Strategis Teknologi Informasi (RSTI)
- Perusahaan wajib memiliki Rencana Strategis Teknologi Informasi untuk
mengatur dan mengarahkan sumberdaya TI sesuai dengan kebutuhan serta
rencana strategis perusahaan.
- Rencana Strategis TI disusun sebagai kerangka acuan pengembangan dan
Implementasi Sistem Informasi Perusahaan.
b) Kerangka Kerja Proses dan Organisasi
- Kebijakan kerangka kerja proses dan organisasi TI adalah kebijakan yang
mengatur kerangka kerja proses TI perusahaan serta kebutuhan organisasi
pendukungnya.
- Kebijakan ini bertujuan agar proses utama TI perusahaan dapat dijalankan
dan selaras dengan peran TI perusahaan, serta tersedianya organisasi
pendukung proses tersebut.
c) Pengelolaan Risiko TI
- Pengelolaan risiko TI adalah tata kelola yang mengatur pengelolaan risiko
TI dalam pencapaian sasaran bisnis perusahaan.
- Tata kelola ini bertujuan agar risiko-risiko akibat diimplemetasikan TI atau
tidak beroperasinya TI sebagai pendukung bisnis dapat diidentifikasi dan
dilakukan mitigasi yang tepat
d) Management Project
64
Pengelolaan proyek adalah tata kelola kesisteman untuk mendukung pengelolaan
program kerja pengembangan/pembangunan TI, sehingga dapat memastikan
pengendalian agar tepat sasaran, tepat biaya dan tepat waktu. Termasuk
dalam kategori sistem ini adalah metode-metode Risk Management, Quality
Management dan Process Management.
2. Acquire and Implement
a) Tata kelola software (Perangkat Lunak)
Kebijakan pengelolaan software meliputi kebijakan proses pengembangan aplikasi,
pengelolaan operasi dan pemeliharaan software yang telah beroperasi
dengan mempertimbangkan persyaratan security, availability, maintability dan
audiability.
b) Tata kelola Infrastruktur
Kebijakan pengelolaan sumberdaya teknologi hardware/infrastruktur meliputi
kebijakan proses pengelolaan, implementasi, pemeliharaan, dan
pengembangannya dengan mempertimbangkan persyaratan security,
availability, dan maintability.
c) Manajemen Perubahan (Changes Management)
Pengelolaan perubahan/pengembangan (Change Management) merupakan
proses pengelolaan perubahan layanan TI yang berupa identifikasi
permintaan perubahan, identifikasi dampak akibat perubahan layanan TI,
pelaksanaan perubahan layanan TI, perubahan versi aplikasi yang digunakan,
perubahan infrastruktur, dan pelaporan perubahan.
3. Delivery and Support
Kebijakan pengelolaan layanan TI adalah kebijakan yang mengatur tata kelola layanan
TI yang bertujuan agar proses layanan TI dapat teridentifikasi dan didefinisikan
dengan baik untuk mencapai kinerja TI yang diharapkan dan kelangsungan
layanan TI perusahaan.
a) Jaminan Security System
Perusahaan harus menetapkan kebijakan keamanan informasi untuk memastikan
bahwa seluruh kegiatan pengelolaan dan penggunaan sistem informasi harus
mempertimbangkan keamanan teknologi informasi sehingga ukuran-ukuran
keamanan sesuai dengan rencana kesinambungan bisnis (business continious
planning).
Kebijakan pengelolaan keamanan informasi meliputi kebijakan proses
pengelolaan, implementasi, pemeliharaan, dan pengembangannya dengan
mempertimbangkan persyaratan security, availability, dan maintability.
Untuk mendukung keamanan informasi, penyelenggara TI menetapkan prosedur
yang berkaitan dengan security dan melakukan kajian secara rutin terhadap
perkembangan teknologi Informasi.
b) Pengelolaan Permasalahan Layanan TI (Problem Management)
Proses pengelolaan kesinambungan layanan adalah proses yang mengelola
kesinambungan layanan TI agar tetap dapat beroperasi sesuai dengan tingkat
layanan yang dijaminkan. Proses kesinambungan layanan tersebut
dilaksanakan dengan program pemeliharaan TI, Helpdesk TI, back-up data,
65
Disaster Recovery Plan (DRP), ketersediaan Disaster Recovery Centre (DRC)
untuk layanan kritikal dan program lainnya.
c) Pengelolaan Data (Management Data)
Proses pengelolaan data merupakan proses yang mengelola ketersediaan data
sesuai dengan kebutuhan bisnis. Kebijakan pengelolaan data dan informasi
meliputi proses akuisisi data yang dapat menjamin kelengkapan, akurasi,
validasi, dan seluruh output yang dikirim sesuai dengan kebutuhan
bisnis.Ketersediaan layanan data tersebut dilaksanakan dengan program
pemeliharaan TI, Helpdesk TI, back-up data, Disaster Recovery Plan (DRP), dan
ketersediaan Disaster Recovery Centre (DRC) .
4. Monitoring and Evaluation
a) Monitoring Proses
Kebijakan monitor dan evaluasi kinerja TI adalah kebijakan yang mengatur
pengelolaan indikator kinerja TI hingga level korporat dan sistematika
pelaporan kinerja serta tindaklanjut yang diperlukan jika terjadi deviasi.
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh kinerja TI sesuai
dengan arahan dan kebijakan yang berlaku.
b) Pengelolaan Compliance External Regulation
Kebijakan pengelolaan compliance external regulation adalah kebijakan yang
mengatur proses identifikasi kebutuhan compliance dan proses evaluasi untuk
memastikan compliance terhadap aturan yang berlaku.
Kebijakan ini mengatur proses identifikasi persyaratan compliance,
mengoptimalkan dan mengevaluasi tanggapan terhadap hasil audit,
memastikan tingkat kepatuhan, dan menyusun laporan yang terintegrasi
dengan bisnis.
c) Penyediaan Tata Kelola TI
Kebijakan ini merupakan kebijakan yang memastikan ketersediaan tata kelola TI
untuk menentukan, menetapkan dan menyelaraskan kerangka tata kelola TI
dengan tata kelola perusahaan secara keseluruhan dan lingkungan
pengendalian.
Ketersediaan tata kelola TI sebagai kerangka dasar pada proses TI untuk
memastikan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan dan sejalan dengan
strategi dan tujuan perusahaan.
5. Pengukuran Kinerja Sistem Informasi
1. Maturity model atau maturity level merupakan mekanisme assesment tata
kelola TI untuk mengevaluasi tingkat penerapan tata kelola TI dalam suatu
entitas atau perusahaan.
2. Maturity level diukur dalam 2 kategori:
- Maturity level Proses Bisnsis Tata kelola Teknologi Informasi
- Maturity Level Key Performance Indicator (KPI) pemanfaatan teknologi
informasi
3. Dalam maturity Level tingkat penerapan tata kelola TI diukur dari pelaksanaan
pengendalian internal yang dipetakan menurut 5 (lima) level pencapaian,
66
dimana masing-masing menunjukkan kualitas pelaksanaan dari masing-
masing pengendalian di dalam organisasi/unit kerja.
4. Pelaksanaan assesment dapat dilakukan secara internal perusahaan atau
secara independen dengan melibatkan pihak lain. Unit Bisnis, Kantor Pusat
ataupun Korporat ditetapkan target dalam kontrak manajemen.
5. Pengukuran Maturity Level proses bisnis dilakukan dengan
mempertimbangkan 6 atribut kematangan, yaitu :
- Awareness and Communication (AC)
- Policies, Plan, and Procedures (PSP)
- Tools and Automation (TA)
- Skills and Expertise (SE)
- Responsibility and Accountability (RA)
- Goal Setting and Measurement (GSM).
Selanjutnya masing-masing proses, disusun kriteria pengukuran maturity level-nya,
yang dibuat sebagai petunjuk pelaksanaan pengukuran maturity level proses
ICR.
6. Pengukuran maturity level KPI dilakukan sesuai kinerja pemanfaatan aplikasi
dan tingkat kesiapan infrastruktur dan perangkat jaringan.
K. Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR)
1. Tujuan
a. Selaras dengan komitmen Indonesia Power dalam melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan, baik pada tataran lokal, nasional maupun global maka
perlu adanya kebijakan Corporate Social Responsibility;
b. Untuk menjaga keseimbangan hubungan antara Indonesia Power dengan
Stakeholders yang memiliki dampak langsung bagi citra Perusahaan sehingga
Visi dan Misi Indonesia Power dapat tercapai.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan Corporate Social
Responsibility yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Identifikasi Stakeholders Perusahaan yang kurang tepat sasaran bagi para pihak
yang memiliki kepentingan dan berpengaruh secara signifikan kepada bisnis
Indonesia Power;
b. Gagalnya proses pelaksanaan Corporate Social Responsibility;
c. Lemahnya proses Komunikasi pelaksanaan Corporate Social Responsibility;
d. Lemahnya evaluasi dan efektivitas pelaksanaan Corporate Social Responsibility
secara periodik maupun ad-hoc, baik dari aspek sasaran, efektivitas maupun
efisiensi yang diharapkan.
67
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan Indonesia Power harus
memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang dan akan dilakukan dalam proses
Corporate Social Responsibility harus didokumentasikan dan dilaporkan secara
transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap keputusan
yang diambil terkait dengan proses Corporate Social Responsibility dapat
dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses Corporate Social Responsibility bersedia untuk
mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan menurut garis
kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses Corporate Social Responsibility
harus memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas dan kewenangan yang
jelas sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
Corporate Social Responsibility harus bebas dari segala benturan kepentingan
dan tetap mengutamakan kepentingan Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses Corporate Social Responsibility harus memberikan
layanan yang dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Dewan Komisaris,
Direksi dan Stakeholder secara adil (equitable treatment).
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki Corporate Social Responsibility yang jelas, formal dan efektif
serta memberikan pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai Corporate Social Responsibility dalam bentuk
Kebijakan Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA)
serta memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam Corporate Social Responsibility adalah akurat serta mampu
mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR)
a. Kebijakan Proses Penyelarasan Strategi CSR
1) Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi harus memastikan bahwa
Indonesia Power memiliki strategi Corporate Social Responsibility yang
selaras dengan strategi perusahaan dalam jangka panjang dan jangka
pendek;
68
2) Penetapan kebijakan, sasaran dan anggaran Corporate Social Responsibility
tidak ditentukan berdasarkan prosentase keuntungan tahun anggaran
sebelumnya sesuai dengan Laporan Keuangan tahunan Audited.
b. Kebijakan Proses Identifikasi Stakeholder CSR
Direksi memastikan bahwa proses identifikasi stakeholders menghasilkan
kegiatan Corporate Social Responsibility yang tepat sasaran bagi para pihak
yang memiliki kepentingan dan berpengaruh secara signifikan kepada bisnis
Indonesia Power.
c. Kebijakan Proses Pelaksanaan CSR
Direksi memastikan bahwa Proses Corporate Social Responsibility menghasilkan
kegiatan Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan dengan
menggunakan metode-metode yang efektif sesuai dengan sasaran maupun
sifat hubungan Indonesia Power dengan para Stakeholders. Jika dilakukan
hubungan kemitraan dengan pihak lain dalam pelaksanaan Corporate Social
Responsibility maka proses Corporate Social Responsibility harus memastikan
bahwa pihak lain tersebut bekerja dalam koridor strategi Corporate Social
Responsibility Indonesia Power.
d. Kebijakan Proses Komunikasi Pelaksanaan CSR
Direksi memastikan adanya komunikasi publik dan media yang efektif
mengenai pelaksanaan kegiatan Corporate Social Responsibility Indonesia
Power sehingga setiap saat reputasi Perusahaan dapat terus dijaga dan
ditingkatkan.
e. Kebijakan Proses Evaluasi dan Efektivitas CSR
Direksi memastikan adanya evaluasi dan efektivitas pelaksanaan Corporate
Social Responsibility secara periodik maupun ad-hoc, baik dari aspek sasaran,
efektivitas maupun efisiensi yang diharapkan.
L. Kebijakan Manajemen Keuangan
1. Tujuan
a. Kebijakan Manajemen Keuangan ini merupakan dasar bagi penyusunan seluruh
kebijakan dan pengambilan keputusan Perusahaan yang terkait dengan proses
penyusunan dan penyajian laporan keuangan, Pengelolaan Keuangan dan
Perpajakan, Penyusunan dan Pengendalian Anggaran, Perencanaan dan
Pengendalian Investasi Penyertaan pada Anak Perusahaan atau Perusahaan
Patungan, Pengadaan dan penanganan klaim asuransi serta aktivitas
pendanaan terkait covenant global bond.
b. Tujuan kebijakan Manajemen Keuangan dalam proses penyusunan laporan
keuangan dan informasi keuangan lainnya adalah untuk:
1. Terpenuhinya karakteristik kualitatif laporan keuangan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, yaitu :
69
i. Mudah dipahami, yaitu bahwa informasi dalam laporan keuangan
dapat dengan mudah dipahami oleh pengguna laporan;
ii. Relevan, yaitu bahwa informasi dalam laporan keuangan memiliki
pengaruh atas keputusan ekonomi yang diambil oleh penggunanya;
iii. Handal, yaitu bahwa informasi dalam laporan keuangan harus bebas
dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material;
iv. Dapat dibandingkan, yaitu bahwa informasi dalam laporan
keuangan harus dapat dibandingkan, antar periode perusahaan
yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda.
2. Tersedianya informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan Perusahaan dalam rangka pengambilan
keputusan ekonomi guna mendukung pencapaian visi dan misi Indonesia
Power.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan :
a. kebijakan pendanaan dan asuransi dapat mengantisipasi faktor-faktor antara
lain Kegagalan dalam pelaksanaan hubungan dan koordinasi dengan Anak
Perusahaan mulai dari pelaksanaan RUPS, pinjaman pemegang saham, kegiatan
investasi, keputusan sirkuler dan sebagainya, Terjadi bencana lokal yang
berdampak pembangkit tidak siap operasi serta Kegagalan dalam pelaksanaan
pengadaan dan penanganan klaim asuransi.
b. Kebijakan Akuntansi dapat menghasilkan informasi keuangan dalam
mendukung sistem pengambilan keputusan Perusahaan secara fair, transparan
dan akuntabel, Indonesia Power memerlukan kebijakan akuntansi yang dapat
mengantisipasi faktor-faktor antara lain Pengelolaan dan pelaporan informasi
keuangan yang tidak memenuhi standar akuntansi keuangan yang berlaku di
Indonesia serta Ketidakakuratan data dan atau keterlambatan penyampaian
informasi sehingga menghasilkan keputusan bisnis yang salah.
c. Penyerapan OPEX dan CAPEX yang rendah.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses Manajemen Keuangan yang dilaksanakan Indonesia Power harus memenuhi
prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan dalam proses Manajajemen Keuangan harus didokumentasikan dan
dilaporkan secara terbuka tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan untuk setiap
informasi yang sifatnya material dan relevan mengenai Perusahaan;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses Manajajemen Keuangan memiliki kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
70
pertanggungjawaban menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh
Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses Manajajemen Keuangan dilakukan
atas dasar kesesuaian terhadap peraturan yang ditetapkan oleh Perusahaan
serta ketentuan lainnya di luar yang ditetapkan oleh Perusahaan yang sifatnya
mengikat;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
Manajemen Keuangan harus bebas dari segala benturan kepentingan dan
bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun dengan tetap
mengutamakan kepentingan Indonesia Power;
e. Fairness, yaitu bahwa proses Manajemen Keuangan harus memberikan layanan
yang adil dan setara dalam memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Direksi,
Dewan Komisaris, dan Stakeholder lainnya.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki proses Manajemen Keuangan yang jelas, formal dan akuntabel,
serta memberikan pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses Manajemen Keuangan dalam bentuk
Kebijakan Manajemen beserta perangkatnya serta memastikan implementasinya
dapat dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses Manajemen Keuangan adalah akurat dan tepat waktu, serta
mampu mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Manajemen Keuangan
a. Kebijakan Akuntansi.
Direksi memastikan bahwa Indonesia Power memiliki laporan keuangan yang sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia dan disusun
melalui sistem pengendalian internal yang efektif. Termasuk dalam kebijakan
penyusunan laporan keuangan adalah kebijakan untuk memastikan bahwa
seluruh transaksi ekonomis telah dikelola berdasar peraturan Perusahaan serta
dicatat secara akurat dan lengkap, yang dimulai sejak tahap inisiasi, tahap
pelaksanaan proses, sampai dengan tahap pelaporan dalam mencapai integritas
laporan keuangan perusahaan.
b. Kebijakan Hubungan dengan Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan
Direksi memastikan bahwa Indonesia Power memiliki hubungan dengan Anak
Perusahaan dan Perusahaan Patungan mencakup aspek pelaksanaan RUPS Anak
Perusahaan, Pengajuan Pendanaan kepada pemegang saham dalam bentuk
Tambahan Setoran Modal maupun Pinjaman Pemegang Saham (Shareholders
Loan), usulan investasi dan penyusunan keputusan secara sirkuler bagi Anak
Perusahaan sesuai dengan perundang-undangan peraturan yang berlaku.
71
c. Kebijakan Pengadaan dan Penanganan Klaim Asuransi
Direksi memastikan bahwa Unit Pembangkitan (UP) Indonesia Power memiliki
Prosedur kerangka acuan kerja (Term of Reference) dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB) pengadaan asuransi serta pengajuan sampai dengan pembayaran klaim
asuransi yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia Power.
d. Kebijakan Usulan Aktivitas Pendanaan Terkait Covenant Global Bond
Direksi memastikan bahwa Indonesia Power memiliki Pedoman kerja dalam
pelaksanaan aktivitas pendanaan Indonesia Power Kantor Pusat dengan Anak
Perusahaan dan Perusahaan patungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Kebijakan Anggaran
Direksi memastikan bahwa Indonesia Power memiliki Pedoman kerja dalam
pelaksanaan aktivitas Penyusunan dan Pengelolaan Anggaran Indonesia Power
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Kebijakan Pengelolaan Keuangan dan Pajak
Direksi memastikan bahwa Indonesia Power memiliki Pedoman kerja dalam
pelaksanaan aktivitas Pengelolaan Keuangan dan Pajak Indonesia Power Kantor
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
M. Kebijakan Pengadaan
1. Tujuan
Proses pengadaan dilakukan agar Indonesia Power dapat memperoleh barang dan
jasa pada waktu dan tempat yang ditentukan dengan volume (quantity) dan kualitas
yang diperlukan, harga yang pantas dan dari sumber yang tepat sehingga dapat
mencapai Visi dan Misi Indonesia Power.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan pengadaan
yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang dibeli tidak sesuai dengan
kebutuhan Indonesia Power;
b. Harga barang dan jasa yang dibeli lebih mahal dari yang seharusnya;
c. Terhambatnya operasional Perusahaan akibat barang dan jasa yang diterima
tidak tepat waktu.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses pengadaan yang dilaksanakan Indonesia Power harus memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang dan akan dilakukan dalam proses
pengadaan harus didokumentasikan dan dilaporkan secara transparan tanpa
mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap keputusan yang diambil
terkait dengan proses pengadaan dapat dijustifikasi;
72
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses pengadaan bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan
keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses pengadaan harus memungkinkan
pembagian dan pemisahan tugas serta kewenangan yang jelas sehingga dapat
saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
pengadaan harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap
mengutamakan kepentingan Perusahaan
e. Fairness, yaitu bahwa proses pengadaan harus memberikan layanan yang dapat
memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Dewan Komisaris, Direksi dan
Stakeholder secara adil (equitable treatment).
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki proses pengadaan yang jelas, formal dan akuntabel serta
memberikan pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses pengadaan dalam bentuk Kebijakan
Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA) serta
memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses pengadaan adalah akurat serta mampu
mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Pengadaan
a. Kebijakan Penyelarasan Strategi Pengadaan
Direksi memastikan bahwa Indonesia Power memiliki strategi pengadaan
(procurement strategy) yang sejalan dengan tujuan Perusahaan.
b. Kebijakan Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa
c. Kebijakan Proses Permintaan Barang dan Jasa
Direksi memastikan bahwa seluruh barang dan jasa yang diminta oleh
pengguna Barang dan Jasa (user) adalah benar-benar barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh Indonesia Power, sudah direncanakan dan dianggarkan serta
disetujui oleh pihak yang berwenang menurut level otoritas yang sudah
ditetapkan.
d. Kebijakan Proses Pemilihan dan Evaluasi Penyedia Barang dan Jasa
1) Direksi memastikan bahwa Indonesia Power memiliki metodologi dan
kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk memilih dan mengevaluasi
Penyedia Barang dan Jasa sehingga dapat diperoleh barang dan jasa
dengan volume (quantity) dan kualitas yang diperlukan, harga yang pantas
73
dan total biaya terendah. Kriteria yang dimaksud harus menjamin bahwa
proses pengadaan dilakukan dengan adil dan transparan;
2) Proses pengadaan harus memastikan bahwa penyedia barang dan jasa
yang dipilih oleh Indonesia Power untuk menyediakan barang dan jasa
merupakan penyedia barang dan jasa yang mampu sesuai dengan
kualifikasi dan klasifikasinya;
3) Proses pengadaan harus memastikan bahwa kontrak/surat pesanan yang
dikeluarkan oleh Indonesia Power harus disetujui dan disahkan oleh pihak
yang berwenang menurut level otoritas yang sudah ditetapkan;
4) Setiap pihak yang terlibat dalam proses pengadaan harus memastikan
bahwa permintaan barang dan jasa telah direncanakan dengan waktu yang
cukup sehingga menghindari hilangnya posisi tawar Indonesia Power
terhadap penyedia barang dan jasa;
5) Proses pengadaan harus memastikan tidak adanya pemecahan paket
pengadaan untuk menghindari proses pelelangan.
e. Kebijakan Pengelolaan Barang dan Jasa
1) Proses penerimaan barang dan jasa harus dapat menjamin bahwa
Indonesia Power hanya menerima barang dan jasa sesuai dengan
ketentuan yang telah disepakati sebagaimana tertuang dalam
kontrak/surat pesanan pengadaan barang dan jasa;
2) Direksi memastikan adanya panduan penyimpanan dan pengeluaran
barang dengan menerapkan manajemen dan administrasi pergudangan
yang baik.
f. Pengendalian Persediaan Barang
Direksi memastikan ketersediaan barang pada tingkat layanan (service level)
yang optimum dari kebutuhan Indonesia Power dengan menerapkan cara
terbaik (best practice) yang telah teruji.
N. Kebijakan Pengembangan Usaha Pembangkit dan Jasa O&M
1. Tujuan
a. Kebijakan proses Pengembangan Usaha Pembangkit dan Jasa O&M ini
merupakan dasar bagi penyusunan seluruh kebijakan dan pengambilan
keputusan Perusahaan yang terkait dengan proses pengembangan pembangkit
Perusahaan (Indonesia Power sebagai Generating Company), yaitu mulai dari
tahap identifikasi potensi, tahap kajian kelayakan proyek, tahap pengembangan
proyek, tahap konstruksi dan manajemen proyek pembangkit sampai dengan
suatu proyek pembangkit beroperasi secara komersial; dan proses
pengembangan Jasa O&M Perusahaan (Indonesia Power sebagai Operation &
Maintenance Services Company), yaitu kegiatan pengembangan yang meliputi
pemasaran Jasa O&M Pembangkit berikut pembinaan usaha Jasa O&M
Pembangkit.
74
b. Untuk mencapai pertumbuhan kapasitas pembangkit dan kapasitas jasa O&M
Pembangkit, sejalan dengan rencana Rencana Jangka Panjang Perusahaan
dalam memenuhi Visi dan Misi Perusahaan.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan Operasi dan
Pemeliharaan yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kegagalan dalam mengidentifikasi potensi sesuai permintaan pasar dalam
menangkap peluang pengembangan;
b. Kegagalan dalam proses implementasi pengembangan dan konstruksi proyek,
baik yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal Perusahaan;
c. Kegagalan dalam proses implementasi pengelolaan aspek pemasaran dan
pembinaan usaha Jasa O&M Pembangkit;
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses pengembangan usaha yang dilaksanakan Indonesia Power harus memenuhi
prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan dalam proses pengembangan usaha harus didokumentasikan dan
dilaporkan secara transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga
setiap keputusan yang diambil terkait dengan proses pengembangan &
pembinaan unit usaha dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses pengembangan usaha untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan
keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses pengembangan usaha harus
memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas serta kewenangan yang jelas
sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
pengembangan usaha harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap
mengutamakan kepentingan Indonesia Power;
e. Fairness, yaitu bahwa proses pengembangan usaha harus memberikan layanan
yang dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris,
dan Stakeholder secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki proses pengembangan usaha yang jelas, formal dan akurat
serta memberikan pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses pengembangan usaha dalam bentuk
75
Kebijakan Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IKA)
serta memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses pengembangan usaha adalah akurat serta mampu
mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Pengembangan Usaha Pembangkit dan Jasa O&M
a. Kebijakan Pengembangan Usaha
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia Power
memiliki Kebijakan Pengembangan Usaha, yang merefleksikan bagaimana
pendayagunaan aset Perusahaan dikelola serta bagaimana keuangan Indonesia
Power diinvestasikan pada bangunan dengan hak strata (Strata Title) atau
Tanah dengan Bangunan untuk mendukung pertumbuhan Perusahaan dalam
jangka panjang dan jangka pendek.
b. Kebijakan Proses Pengembangan Usaha Pembangkit
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia Power
memiliki kebijakan proses pengembangan usaha pembangkit sebagai bagian
dari pengembangan usaha Perusahaan yang sejalan dengan strategi jangka
panjang Perusahaan khususnya dalam hal pencapaian target pertumbuhan
kapasitas pembangkit untuk mendukung pencapaian Visi dan Misi yang
ditetapkan. Terdiri atas beberapa tahapan utama, yaitu dimulai dari tahap
identifikasi potensi, tahap kajian kelayakan proyek, tahap pengembangan
proyek yang meliputi: perizinan, pembebasan lahan, pendanaan, PPA, dan
sebagainya, tahap konstruksi dan manajemen proyek pembangkit sampai
dengan suatu proyek pembangkit beroperasi secara komersial;.
c. Kebijakan Proses Pengembangan dan Pembinaan Jasa O&M Pembangkit
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia Power
memiliki kebijakan proses pengembangan dan pembinaan Jasa O&M
Pembangkit sebagai bagian dari pengembangan usaha Perusahaan yang
sejalan dengan strategi jangka panjang khususnya dalam hal pencapaian target
pertumbuhan kapasitas Jasa O&M pembangkit yang mendukung pencapaian
Visi dan Misi yang ditetapkan.
O. Kebijakan Manajemen Operasi dan Pemeliharaan Pembangkit
1. Tujuan
c. Kebijakan proses Manajemen Pembangkit ini merupakan dasar bagi
penyusunan seluruh kebijakan dan pengambilan keputusan Perusahaan yang
terkait dengan proses Pengoperasian dan pemeliharaan Pembangkit, mulai dari
Perencanaan operasi, pemeliharaan, pemantauan Pembangkit dan Manajemen
aset.
d. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, bersih dan andal sejalan dengan
rencana Rencana Jangka Panjang Perusahaan dalam memenuhi Visi dan Misi
Perusahaan.
76
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan Manajemen
Pembangkitan yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kegagalan dalam proses operasi baik yang dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal Perusahaan;
b. Kegagalan dalam proses Pemeliharaan baik yang dipengaruhi oleh faktor
internal maupun eksternal Perusahaan;
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses Manajemen pembangkitan yang dilaksanakan Indonesia Power harus memenuhi
prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan dalam proses Manajemen pembangkitan harus didokumentasikan
dan dilaporkan secara transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan
sehingga setiap keputusan yang diambil terkait dengan proses pengembangan
& pembinaan unit usaha dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses Manajemen pembangkitan untuk mempertanggungjawabkan tindakan
dan keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses Manajemen pembangkitan harus
memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas serta kewenangan yang jelas
sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
Manajemen pembangkitan harus bebas dari segala benturan kepentingan dan
tetap mengutamakan kepentingan Indonesia Power;
e. Fairness, yaitu bahwa proses Manajemen pembangkitan harus memberikan
layanan yang dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Direksi, Dewan
Komisaris, dan Stakeholder secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki proses Manajemen pembangkitan yang jelas, formal dan akurat
serta memberikan pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses Manajemen pembangkitan dalam
bentuk Kebijakan Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja
(IKA) serta memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses Manajemen pembangkitan adalah akurat serta mampu
mengimplementasikannya secara efektif.
77
5. Ruang Lingkup Kebijakan Manajemen Operasi dan pemeliharaan
Pembangkitan
a. Kebijakan Operasi
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia Power
memiliki Kebijakan Operasi, yang merefleksikan bagaimana pendayagunaan
aset Perusahaan dikelola untuk mendukung pertumbuhan Perusahaan dalam
jangka panjang dan jangka pendek.
b. Kebijakan Proses Pemeliharaan Pembangkit
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia Power
memiliki kebijakan proses Pemeliharaan pembangkit sebagai bagian dari
pengembangan usaha Perusahaan yang sejalan dengan strategi jangka panjang
Perusahaan khususnya dalam hal pencapaian target pertumbuhan kapasitas
pembangkit untuk mendukung pencapaian Visi dan Misi yang ditetapkan.
c. Kebijakan Proses Pembinaan Pembangkit
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia Power
memiliki kebijakan pembinaan Pembangkit sebagai bagian dari kegiatan O&M
Perusahaan yang sejalan dengan strategi jangka panjang khususnya dalam hal
pencapaian target O&M pembangkit yang mendukung pencapaian Visi dan
Misi yang ditetapkan.
d. Kebijakan Manajemen Aset
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki strategi manajemen aset yang selaras dengan strategi
Perusahaan dalam jangka panjang dan jangka pendek, termasuk didalamnya
kebijakan pengamanan asset dan penghapusan asset.
e. Kebijakan Inovasi dan Enjiniring
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa bahwa
Indonesia Power memiliki strategi Inovasi dan Enjiniring yang selaras dengan
strategi Perusahaan dalam jangka panjang dan jangka pendek.
P. Kebijakan Niaga
1. Tujuan
a. Kebijakan Niaga ini merupakan dasar bagi penyusunan seluruh kebijakan dan
pengambilan keputusan Perusahaan yang terkait dengan pembuatan PJBTL
Pembangkit Existing, Perencanaan Alokasi Energi Tahunan (ROT = Rencana
Operasi Tahunan), Perencanaan bulanan (ROB = Rencana Operasi Bulanan),
Perencanaan Mingguan (ROM = Rencana Operasi Mingguan), Perencanaan
Harian (ROH = Rencana Operasi Harian), Pengendalian Niaga, Proses Deklarasi
Kondisi dan Indeks Kinerja Pembangkit (DK-IKP), Proses Settlement JTF (Jumlah
Tagihan Final), hingga evaluasi niaga bulanan; dan melakukan Komunikasi aktif
secara berkala dengan Pelanggan atau dengan pengguna hasil produksi tenaga
listrik dari semua Pembangkit;
78
b. Tujuan proses Kebijakan Niaga adalah untuk mengelola penjualan energi listrik
sejalan dengan rencana jangka panjang maupun jangka pendek yang telah
ditetapkan.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan Niaga yang
dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kegagalan dalam mengidentifikasi risiko kondisi dan indeks kinerja pembangkit;
b. Kegagalan dalam perencanaan penjualan energi listrik;
c. Kegagalan dalam pengendalian proses bisnis;
d. Tidak efektif dalam melakukan evaluasi penjualan energi listrik sesuai rencana
yang ditetapkan.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Proses Kebijakan Niaga yang dilaksanakan Indonesia Power harus memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang, akan dilakukan, dan yang
dihasilkan dalam proses Niaga harus didokumentasikan dan dilaporkan secara
transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap keputusan
yang diambil terkait dengan proses Niaga dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses Niaga untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan
menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses Niaga harus memungkinkan
pembagian dan pemisahan tugas serta kewenangan yang jelas sehingga dapat
saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses Niaga
harus bebas dari segala benturan kepentingan dan tetap mengutamakan
kepentingan Indonesia Power;
e. Fairness, yaitu bahwa proses Niaga harus memberikan layanan yang dapat
memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan
Stakeholder secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki proses Niaga yang jelas, formal dan akurat serta memberikan
pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses Niaga dalam bentuk Kebijakan
Manajemen, Pedoman Sistem Mutu (PSM) dan Instruksi Kerja (IK) serta
memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
79
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses Niaga adalah akurat serta mampu mengimplementasikannya secara
efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Niaga
a. Kebijakan Pembuatan RKAP dan PPA
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia Power
setiap tahunnya membuat RKAP dan PPA sebagai pedoman dalam pelaksanaan
kegiatan untuk proses bisnis Niaga selanjutnya.
b. Kebijakan Perencanaan Penjualan Energi Listrik
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa Indonesia Power
memiliki perencanaan penjualan energi listrik yang akurat mulai dari target
harian, mingguan, bulanan dan tahunan sehingga mendukung pencapaian
target kinerja penjualan energi listrik secara korporat sesuai dengan rencana
kerja yang ditetapkan.
c. Kebijakan Pengendalian Niaga
Dalam menjalankan proses bisnisnya, Niaga melakukan pengendalian Niaga
dengan menajamkan perencanaan dari mulai tahunan, bulanan, mingguan
hingga harian sehingga mendukung pencapaian target kinerja sesuai dengan
rencana yang ditetapkan dengan melakukan monitoring produksi,
menginformasikan kondisi dan status pembangkit harian dan pencatatan hasil
penjualan.
d. Kebijakan Deklarasi Kondisi dan Indeks Kinerja Pembangkit (DKIKP)
Sesuai dengan Prosedur Tetap (Protap) DKIKP yang disepakati oleh PT PLN P3B
Jawa- Bali dengan seluruh perusahaan pembangkit di Jawa Bali, Niaga
menjadikan Protap tersebut sebagai acuan dalam perhitungan kinerja
pembangkitan secara komersial.
e. Kebijakan Settlement JTF
Sesuai dengan Prosedur Tetap (Protap) Transaksi Tenaga Listrik yang disepakati oleh
PT PLN P3B Jawa-Bali dengan seluruh perusahaan pembangkit di Jawa Bali,
Niaga menjadikan Protap tersebut sebagai acuan dalam perhitungan tagihan
final atas penjualan tenaga listrik.
f. Kebijakan Evaluasi Penjualan Energi Listrik
Untuk perbaikan dan mendukung pencapaian atas target kinerja yang telah
ditetapkan, evaluasi Niaga dijadikan sebagai sarana analisa dan masukan dalam
pengambilan keputusan manajemen.
Q. Kebijakan Bidang Umum
1. Tujuan
Merupakan unit penunjang (supporting unit) yang memberikan pelayanan "non
teknis" kepada unit kerja lain, dalam hal pengelolaan kesekretariatan, pengelolaan
keamanan, pengelolaan fasilitas perusahaan serta pengadaan barang dan jasa,
80
yang dapat mendorong produktivitas pegawai dalam mendukung keberhasilan
pelaksanaan tugas maupun citra Perusahaan yang baik.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan bidang umum
yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Lemahnya proses pemeliharaan gedung kantor dan asset non pembangkit
b. Lemahnya pelaksanaan keamanan lingkungan kantor Perusahaan,
c. Proses urusan umum dan administrasi terkait dengan kesekretariatan,
penanganan pelayanan dan pemeliharaan fasilitas pegawai, sarana dan
prasarana kantor , tidak dilakukan sesuai dengan kebijakan Indonesia Power;
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Pengelolaan Kebijakan Bidang Umum yang dilaksanakan Indonesia Power harus
memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang dan akan dilakukan dalam proses
Kebijakan Bidang Umum didokumentasikan dan dilaporkan secara transparan
tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap keputusan yang
diambil terkait dengan urusan dalam dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses Kebijakan Bidang Umum bersedia untuk mempertanggungjawabkan
tindakan dan keputusan menurut garis kewenangan yang ditetapkan oleh
Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses Kebijakan Bidang Umum harus
memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas dan kewenangan yang jelas
sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
Kebijakan Bidang Umum harus bebas dari segala benturan kepentingan dan
tetap mengutamakan kepentingan Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses Kebijakan Bidang Umum harus memberikan
layanan yang dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham, Dewan Komisaris,
Direksi dan pemangku kepentingan (Stakeholder) Perusahaan secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki proses Kebijakan Bidang Umum yang formal serta
memberikan pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses Kebijakan Bidang Umum dalam bentuk
Kebijakan Manajemen dan Standard Operating Procedure (SOP) serta
memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
81
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses Kebijakan Bidang Umum adalah akurat serta mampu
mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Bidang Umum
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa proses Kebijakan
Bidang Umum terkait pelayanan "non teknis" kepada unit kerja lain harus sesuai
dengan kebijakan Indonesia Power yang mencakup antara lain:
a. Kebijakan Fasilitas
Direksi memastikan bahwa seluruh proses pelayanan fasilitas pegawai, pemeliharaan
fasilitas sarana dan prasarana kantor serta pengadaan barang dan jasa
dilakukan secara berkualitas sesuai kebutuhan Indonesia Power serta memiliki
keunggulan kompetitif.
b. Kebijakan Kesekretariatan
Direksi memastikan bahwa seluruh proses kesekretariatan yang mencakup Tata
Laksana Surat dan Kearsipan, pelayanan kendaraan operasional, dan pelayanan
perjalanan dinas dilakukan secara efektif sesuai tujuan dan kebutuhan
Indonesia Power.
c. Kebijakan Keamanan
Direksi memastikan bahwa seluruh proses pengelolaan keamanan baik di Kantor
Pusat maupun seluruh Unit Bisnis di lingkungan PT Indonesia Power dilakukan
secara efektif sesuai tujuan dan kebutuhan Indonesia Power.
a. Kebijakan Perencanaan Fasilitas
Direksi memastikan bahwa seluruh proses evaluasi dan monitoring anggaran
dapat dikelola secara efektif dan esisien sesuai tujuan dan kebutuhan
Indonesia Power
R. Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja
1. Tujuan
Untuk memantau dan menjamin pencapaian kinerja perusahaan secara korporat,
baik dalam aspek kinerja keuangan maupun indikator kinerja operasional
pembangkitan yang sejalan dengan pencapaian rencana kerja tahunan maupun
rencana bisnis jangka panjang melalui suatu sistem manajemen terintegrasi
(Indonesia Power-Integrated Management System).
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan manajemen
mutu dan kinerja yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Tidak terintegrasinya berbagai standar/sistem/metode yang digunakan
Indonesia Power.
b. Tidak tercapainya indikator kinerja keuangan maupun kinerja operasional
pembangkitan;
82
c. Lemahnya dukungan Unit Pembangkit, Unit Jasa Pembangkit dan Unit
Pemeliharaan terkait dengan alur proses bisnis yang sistematis dan efektif
dalam mencapai target kinerja korporat;
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Pengelolaan Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja yang dilaksanakan Indonesia
Power harus memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang dan akan dilakukan dalam proses
Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja didokumentasikan dan dilaporkan
secara transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan sehingga setiap
keputusan yang diambil terkait dengan urusan dalam dapat dijustifikasi;
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja bersedia untuk
mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan menurut garis
kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses Kebijakan Manajemen Mutu dan
Kinerja harus memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas dan
kewenangan yang jelas sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja harus bebas dari segala benturan
kepentingan dan tetap mengutamakan kepentingan Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja harus
memberikan layanan yang dapat memenuhi kebutuhan Pemegang Saham,
Dewan Komisaris, Direksi dan pemangku kepentingan (Stakeholder) Perusahaan
secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki proses Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja yang formal
serta memberikan pengawasan dan penasehatan dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja
dalam bentuk Kebijakan Manajemen dan Standard Operating Procedure (SOP)
serta memastikan implementasinya dapat dilakukan secara konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja adalah akurat serta
mampu mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Manajemen Mutu dan Kinerja
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa proses Kebijakan
Manajemen Mutu dan Kinerja terkait penerapan sistem manajemen terintegrasi
harus sesuai dengan kebijakan Indonesia Power yang mencakup antara lain:
83
a. Kebijakan Indonesia Power-Integrated Management System (IP-IMS)
Direksi memastikan bahwa seluruh proses pencapaian kinerja korporat dapat
dilakukan secara optimal dengan dukungan sistem manajemen terintegrasi
yang mencakup alur proses bisnis yang lengkap.
b. Kebijakan Proses Penyelarasan Strategi Sistem Manajemen Terintegrasi
Direksi memastikan bahwa seluruh proses penyelarasan strategi sistem manajemen
terintegrasi dilakukan sampai dengan level Unit sesuai kebutuhan Perusahaan
serta memiliki keuanggulan kompetitif.
c. Kebijakan Penyelarasan Kinerja Korporat ke dalam Unit dan Anak Perusahaan.
Direksi memastikan bahwa Kinerja Korporat selaras dengan Kinerja Unit dan Kinerja
Anak Perusahaan.
d. Kebijakan Evaluasi dan monitoring Kinerja Korporat, Unit dan Anak Perusahaan.
Direksi memastikan dilaksanakannya evaluasi dan monitoring terhadap pencapaian
hasil Kinerja Korporat, unit dan Anak Perusahaan.
S. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta Lingkungan (K3L)
1. Tujuan
Untuk menjamin kesehatan, keselamatan kerja serta lingkungan di tempat kerja dan
meningkatkan budaya kerja, yaitu dengan upaya mencegah terjadinya dampak
dan/atau kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan kerugian dan mencapai
prinsip pengelolaan yang terkendali sejalan dengan pelaksanaan manajemen aset.
2. Identifikasi Risiko
Untuk menghasilkan penyediaan tenaga listrik dan layanan jasa ketenagalistrikan yang
berkualitas dan kompetitif, Indonesia Power memerlukan kebijakan kesehatan,
keselamatan kerja serta lingkungan yang dapat mengantisipasi faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Lemahnya budaya kerja yang mengutamakan prinsip keamanan dan
keselamatan di lingkungan kerja;
b. Meningkatnya angka kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak tercapainya
target kinerja yang ditetapkan;
c. Lemahnya dukungan Unit terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan kerja
serta lingkungan.
3. Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Pengelolaan Kebijakan kesehatan, keselamatan kerja serta lingkungan yang dilaksanakan
Indonesia Power harus memenuhi prinsip:
a. Transparansi, yaitu bahwa apa yang sedang dan akan dilakukan dalam proses
Kebijakan kesehatan, keselamatan kerja serta lingkungan didokumentasikan
dan dilaporkan secara transparan tanpa mengorbankan aspek kerahasiaan
sehingga setiap keputusan yang diambil terkait dengan urusan dalam dapat
dijustifikasi;
84
b. Akuntabilitas, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang memiliki tugas terkait dengan
proses Kebijakan kesehatan, keselamatan kerja serta lingkungan bersedia untuk
mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan menurut garis
kewenangan yang ditetapkan oleh Perusahaan;
c. Responsibilitas, yaitu bahwa seluruh proses Kebijakan kesehatan, keselamatan
kerja serta lingkungan harus memungkinkan pembagian dan pemisahan tugas
dan kewenangan yang jelas sehingga dapat saling mengontrol satu sama lain;
d. Independensi, yaitu bahwa seluruh Pegawai yang terlibat dalam proses
Kebijakan kesehatan, keselamatan kerja serta lingkungan harus bebas dari
segala benturan kepentingan dan tetap mengutamakan kepentingan
Perusahaan;
e. Fairness, yaitu bahwa proses Kebijakan kesehatan, keselamatan kerja serta
lingkungan harus memberikan layanan yang dapat memenuhi kebutuhan
Pemegang Saham, Dewan Komisaris, Direksi dan pemangku kepentingan
(Stakeholder) Perusahaan secara adil.
4. Tanggung Jawab Jajaran Perusahaan
a. Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa Indonesia
Power memiliki proses Kebijakan Kesehatan, Keselamatan Kerja serta
Lingkungan yang formal serta memberikan pengawasan dan penasehatan
dalam implementasinya;
b. Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai proses Kebijakan Kesehatan, Keselamatan Kerja
serta Lingkungan dalam bentuk Kebijakan Manajemen dan Standard Operating
Procedure (SOP) serta memastikan implementasinya dapat dilakukan secara
konsisten;
c. Setiap Pegawai, harus mendukung seluruh data dan informasi yang digunakan
dalam proses Kebijakan Kesehatan, Keselamatan Kerja serta Lingkungan adalah
akurat serta mampu mengimplementasikannya secara efektif.
5. Ruang Lingkup Kebijakan Kesehatan, Keselamatan Kerja serta Lingkungan
(K3L)
Dengan persetujuan Dewan Komisaris, Direksi memastikan bahwa proses Kebijakan
Kesehatan, Keselamatan Kerja serta Lingkungan sesuai dengan kebijakan Indonesia
Power yang mencakup antara lain:
a. Kebijakan Penyusunan Rencana Kesehatan, Keselamatan Kerja serta Lingkungan
Direksi memastikan tersusunnya Perencanaan kegiatan kesehatan, keselamatan
kerja serta lingkungan termasuk perlindungan aset, kewajiban manajemen dan
Pegawai dalam mendukung pencapaian kinerja di bidang Kesehatan,
Keselamatan Kerja serta Lingkungan sehingga mendukung pencapaian kinerja
yang optimal.
85
b. Kebijakan Pengelolaan dan Monitoring Kesehatan, Keselamatan Kerja serta
Lingkungan. Direksi memastikan bahwa seluruh proses pengelolaan dan
monitoring lingkungan dilakukan sampai dengan level Unit, baik terkait dengan
lingkungan kerja maupun lingkungan hidup sekitar sesuai kebutuhan
Perusahaan.
c. Kebijakan Kesiapan Tanggap Darurat
Direksi memastikan bahwa seluruh proses kesiapan keadaan darurat dilakukan
sampai dengan level Unit Bisnis Pembangkit (UBP) dan Unit Bisnis Pemeliharaan
(UBH), baik terkait dengan identifikasi keadaan darurat dan kesiapan peralatan
dalam mengatasi permasalahan yang terjadi sesuai kebutuhan Indonesia Power.
d. Kebijakan Pengukuran dan pemantauan Kinerja Kesehatan, Keselamatan Kerja
serta Lingkungan.
Direksi memastikan bahwa seluruh proses pengukuran dan pemantauan
kesehatan, keselamatan kerja serta lingkungan dilakukan sampai dengan level
Unit, baik dalam hal mengambil tindakan yang diperlukan apabila terjadi
pelanggaran langsung sesuai kebutuhan Perusahaan.
86
Bab IV
PENUTUP
A. Pemberlakuan GCG Code
GCG Code disusun sebagai pedoman tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan
standar best practice dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. GCG Code
ditandatangani oleh Organ Perusahaan atau dikukuhkan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) sebagaimana ketentuan dalam Keputusan Sekretaris Menteri BUMN No.
SK-16/S.MBU/2012.
B. Sosialisasi GCG Code
Perusahaan akan melakukan tahapan sosialisasi kepada seluruh jajaran Indonesia Power.
Sosialisasi difokuskan pada adanya pemahaman, timbulnya kesadaran dan kebutuhan
untuk menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten.
C. Monitoring, Evaluasi dan Review GCG Code
Perusahaan akan melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap GCG Code.
Monitoring dan Evaluasi ini dilakukan dalam rangka menyesuaikan perkembangan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan perkembangan bisnis Perusahaan.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan, pengembangan terhadap GCG Code dan
perbaikan dari program implementasinya akan dilakukan secara berkesinambungan.
top related