amebiasis
DESCRIPTION
Penyakit infeksi amoebaTRANSCRIPT
Disentri Amoeba
Anesty Claresta
102011223
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan sering menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
(disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba atau amebiasis).1 Disentri amoeba biasanya
disebabkan oleh parasit usus Entamoeba hystolytica.2 Penyakit ini tersebar di seluruh dunia
terutama di Negara sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan
faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi
serta kultural yang menunjang. Sekitar 90% infeksi asimtomatik, sementara 10% lainnya
menimbulkan berbagai sindrom klinis, mulai dari disentri sampai abses hati atau organ
lainnya.3
Disentri basiler adalah suatu infeksi akut pada kolon yang umumnya disebabkan
kuman genus Shigella. Selain genus Shigella, bakteri seperti Clostridium difficile,
Campylobacter jejuni dan Enteroinvasive Eschericia coli (EIEC) juga dapat menyebabkan
disentri basiler.4
Skenario
Seorang perempuan usia 22 tahun datang dengan keluhan mencret sejak 3 hari yang lalu.
Mencret sebanyak 8 kali perhari kurang lebih seperempat sampai setengah gelas aqua,
konsistensi cair dan terdapat ampas berwarna kehijauan, berbuih, terdapat darah dan lendir
serta berbau busuk. Pasien juga mengeluh demam sejak 3 hari lalu. Demam juga disertai
muntah-muntah dan kembung.
1
Pada pemeriksaan :KU = tampak sakit sedang, kesadaran = compos mentis, S = 36°C,
RR=28 x/menit, , HR = 100x/menit, TD = 90/60mmHg. Abdomen: BU (+) meningkat,
timpani, NT (-), tidak teraba pembesaran hepar dan lien.
Rumusan masalah dalam scenario ini adalah perempuan 22 tahun sejak 3 hari yang lalu
mencret disertai demam, kembung, dan muntah.
Karakteristik tinja pada kasus scenario adalah :
konsistensi feses yang cair
terdapat ampas berwarna hijau,
berbuih,
terdapat darah dan lendis
berbau busuk
Infeksi Saluran Cerna
Infeksi saluran cerna dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit.4 Mual, muntah, nyeri
abdomen, diare dan demam adalah gambaran klinis utama pada infeksi gastrointestinal.1
Gejala dominan bergantung pada agen etiologi, apakah toksigenik atau invasive, atau
keduanya. Bila berada dalam makanan, toksin yang sudah terbentuk dapat menyebabkan
mual, muntah hingga diare ringan yang terjadi setelah beberapa jam memakan makanan.
Bakteri invasive atau penghasil sitotoksin menginfeksi kolon dan menyebabkan nyeri
abdomen, diare yang sering dengan darah dan mucus, demam, dan dehidrasi.2,3
Faktor yang dapat mempengaruhi kemunculan gangguan gastrointestinal oleh mikroba
adalah:
1. Faktor Host
Species, genotip, usia (anak bayi sistem imunnya belum berfungsi dengan
baik sehingga lebih rentan terinfeksi)
Kebersihan diri
Keasaman lambung pH dan barier fisik seperti integritas mukosa dan mucus.
(asam lambung mampu membunuh mikroba yang masuk)
Motilitas usus, yang menentukan distribusi mikroflora
Mikroflora sebagai flora normal
2
Imunitas intestinal, termasuk IgA yang menghambat attachment mikroba
pada sel epitel (tidak membunuh)
Faktor protektif lainnya seperti lactoferin dan lisozim (pada mulut,
membunuh bakteri dengan menghancurkan dinding selnya).1
2. Faktor mikroba
Toxin
Toksin atau racun yang dimiliki mikroba seperti neurotoxins pada botulinum,
staphylococcal superantigen toxin, enterotoxins pada ETEC, Vimbrio cholerae
dan cytotoxins pada Shiga toxin, Clostridium difficile.
Attachment
Yakni kemampuan mikroba untuk menempel dan berkolonisasi pada mukosa,
walaupun tidak semua mikroba mikroba menggunakan attachment ini
Invasi,
Yaitu kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam sel host.1,3
Pada prinsipnya patogen atau toxin dari pathogen masuk ke dalam saluran
gastrointestinal dapat melalui berbagai macam jalur seperti makanan, cairan ataupun jari-jari
yang tercemari oleh feces manusia atau hewan yang mengandung pathogen atau toxinnya,
yang kemudian masuk ke saluran gastrointestinal mencapai usus.
Di usus mikroba dapat memperbanyak diri dan memproduksi toksin atau racun di
saluran cerna sehingga menyebabkan diare. Jalur lain adalah mikroba / toxin dari mikroba
masuk dan menyebar melalui peredaran darah sehingga menyebabkan gejala infeksi sistemik
seperti demam, nafsu makan berkurang, dll. Hingga akhirnya patogen diekskresikan melalui
feces (dapat juga melalui diare yg kita keluarkan).
Berbagai kerusakan yang dapat terjadi akibat infeksi mikroba pada sistem pencernaan di
antaranya:
Aksi dari toxin bakteri mengakibatkan infeksi lokal atau menyebar menuju bagian
tubuh yang jauh melalui peredaran darah atau sitem limfatik. Hal ini menyebabkan
terjadinya proses radang di organ setempat dan atau melibatkan organ lainnya.3
Perforasi (luka) pada epitel mukosa setelah infeksi, operasi, atau trauma tertentu.
Organisme Jenis Agen Tanda dan Gejala Patogenesis
3
Bacillus cereus Bakteri Muntah atau diare Enterotoksin terbentuk
dalam makanan atau
usus yang disebabkan
pertumbuhan B.cereus
Escherichia coli Bakteri Disentri Invasi radang mukosa
kolon
Rotavirus Virus Diare berair Menginduksi
perubahan
histopatologi pada sel
mukosa usus
Salmonella Typhii Bakteri Demam enteric Menginvasi mukosa
usus
Entamoeba hystolytica Amoeba Disentri Menginvasi mukosa
kolon dan melisis sel,
termasuk leukosit
Tabel 1. Penyebab Infeksi Gastrointestinal
Sumber : Mikrobiologi Kedokteran Jawetz hal. 763-765.
Anamnesis
Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhdap
orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut aloanamnesis.
Untuk pasien bayi dan anak yang belum dapat memberi keterangan, aloanamnesis paling
sering digunakan.
Yang ditanyakan saat anamnesis :
Identitas pasien
Keluhan utama
o Mencret 3 hari yang lalu
o Mencret 8 x sehari
4
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mencret sejak 3 hari yang lalu. Mencret sebanyak 8x sehari dan volume
kotoran kurang lebih seperempat sampai setengah gelas aqua, konsistensi cair dan
terdapat ampas berwarna kehijauan, berbuih, terdapat darah dan lender seta berbau
busuk. Pasien juga mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu. Demam juga disertai
muntah-muntah dan kembung.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Pribadi
o Kebiasaan makan, kebiasaan merokok, alcohol, dll)
Riwayat sosial
o (lingkungan tempat tinggal, hygiene, sosial ekonomi, pekerjaan)
Riwayat penyakit keluarga.
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg (rendah)
Suhu : 39oC
Frekuensi nadi = 100x/menit (meningkat)
Pernapasan = 28x/menit (meningkat)
Palpasi :
o Tidak teraba pembesaran hepar dan lien
o Nyeri tekan tidak ada
Perkusi :
o Perkusi abdomen bunyi timpani
Auskultasi :
o Bising usus (+)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan feses untuk melihat adanya sel leukosit, agen penginfeksi, pus
dll.
5
o Pemeriksaan elektrolit karena penderita mencet biasanya dapat mengalami
dehidrasi
Differential Diagnosis (DD) / Diagnosis Banding
1. Disentri Basiler
a. Etiologi
Disentri basiler disebabkan oleh Shigella.5 Shigella adalah kuman bakteri yang
tidak bergerak, gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang dengan beberapa
kekecualian tidak meragikan laktosa tetapi meragikan karbohidrat yang lainnya,
menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas.6 Habitat alamiah Shigella terbatas
pada saluran pencernaan manusia dan primata lainnya dimana sejumlah spesies
menimbulkan disentri basiler. Morfologi Shigella sendiri adalah batang ramping, tidak
berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, gram negatif. Bentuk cocobasil
dapat terjadi pada biakan muda. Shigella adalah fakultatif anaerob tetapi paling baik
tumbuh secara aerobic. Koloninya konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir
utuh mencapai diameter kira-kira 2mm dalam 24 jam. Kuman ini sering ditemukan
pada perbenihan diferensial karena ketidakmampuannya meragikan laktosa.
Shigella mempunyai susunan antigen yang kompleks. Terdapat banyak
tumpang tindih dalam sifat serologic berbagai spesies dan sebagian besar kuman ini
mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman enteric lainnya. Antigen somatic
O dari Shigella adalah lipopolisakarida. Kekhususan serologiknya tergantung pada
polisakarida. Terdapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi Shigella didasarkan pada
sifat-sifat biokimia dan antigenik.
b. Epidemiologi
Disentri basiler dapat ditemukan di seluruh dunia. Disentri ini dapat terjadi di
daerah yang populasinya padat tetapi sanitasinya sangat buruk. Penyebarannya dapat
terjadi melalui kontaminasi makanan atau minuman dengan kontak langsung atau
melalui vektor, misalnya lalat. Namun faktor utama dari disentri basiler ini adalah
melalui tangan yang tidak dicuci sehabis buang air besar.5,6
Angka kejadian disentri sangat bervariasi di beberapa negara. Di Bangladesh
dilaporkan selama sepuluh tahun ( 1974 – 1984 ) angka kejadian disentri berkisar
antara 19,3 % - 42 % . Di Thailand dilaporkan disentri merupakan 20 dari pasien rawat
6
jalan rumah sakit anak di Bangkok, di Indonesia dilaporkan dari hasil suevei evaluasi
tahun 1989 –1990 diperoleh angka kejadian disentri sebesar 15 %.
Hasil survei pada balita di Rumak Sakit di Indonesia menunjukkan proporsi
spesies Shigella sebagai etiologi diare. S dysentry 5,9 %, S flexnery 70,6 %, S boydii
5,9 % s sannei 17,6 % Meskipun proporsi S.dysentry rendah,tetapi kita harus selalu
waspada, karena S dysentery dapat muncul sebagai epidemi. Epidemi ini telahmelanda
Asia Selatan sekitar akhir tahun 80 an dan awal tahun 90 an, Epidemi ini dapat
disebabkan oleh shigela disentry yang telah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Proporsi penderita diare dengan disentri di Indonesia dilaporkan berkisar antara 5-15
% . Proporsi disentri yang menjadi disentri berat belum jelas. Selain itu disentri dapat
disebabkan oleh Campylobacter jejuni, salmonella dan amoeba.
c. Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi
diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah,
serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.5
Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan
sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi
dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus.
Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel
sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta
kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti
leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan
menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala
disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.6
7
d. Penatalaksanaan
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati
dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, tetapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan antibiotika diganti dengan jenis
yang lain. Jika dengan antibiotika yang kedua pasien tidak menunjukkan perbaikan
diagnosis harus ditinjau ulang dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis tinja, kultur
dan resistensi mikroorganisme ulang. Shigella masih resisten terhadap sulfonamid,
streptomisin, khloramfenicol, tetrasiklin, amphicillin dan sulfametoksazol.Pada
pemberian :
Ampicillin dosis yang digunakan pada orang dewasa 4 X 500 mg/hari selama
5 hari, tetapi tidak dianjurkan untuk amoxicillin karena tidak efektif
Trimetropim-sulfametoksazol dosis yang digunakan pada orang dewasa 2 X
960 mg/hari selama 3-5 hari
Sifrofloxacin dosis yang digunakan pada orang dewasa 2 X 500 mg/hari
selama 3 hari
Sefixime dosis yang digunakan pada orang dewasa 400 mg/hari selama 5 hari
Azitromicin dosis maksimalnya 1 gr dosis tunggal.5
Untuk mengatasi kekurangan cairan/dehidrasi pada infeksi ringan umumnya
dapat sembuh sendiri, penyakit akan sembuh pada 4-7 hari. Minum lebih banyak
cairan untuk menghindarkan kehabisan cairan, jika pasien sudah pada tahap dehidrasi
maka dapat diatasi dengan Rehidrasi Oral . Pada pasien dengan diare berat disertai
dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan
Rehidrasi Oral maka harus dilakukan Rehidrasi Intravena . Umumnya pada anak kecil
terutama bayi lebih rentan kehabisan cairan jika diare.
e. Komplikasi
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler :
Keadaan gizi pasien tersebut yang buruk.
Bakteremia juga dapat memperburuk keadaan disentri
Dehidrasi
8
HIV/AIDS
Haemolytic Uremic Syndrome (HUS). Biasanya HUS imbul pada akir minggu
pertama. Tanda HUS berupa oliguria, penurunan hematokrit (10% dlm 24 jam),
timbul anuria, gagal ginjal, gagal jantung, trombositopenia, leukemoid,
hipoglikemia.
f. Pencegahan
Karena penularan disentri menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya
dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci
tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran
manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari
kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi.
Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan
yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan
sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang
dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi.
g. Prognosis
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan
dini. Tetapi bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah. Bentuk disentri
biasanya berat dan masa penyembuhannya lama.6
2. Disentri akibat Rotavirus
a. Etiologi
Rotavirus adalah virus RNA rantai ganda yang temasuk dalam family
Reoviridae.1 Virus ini merupakan penyebab tersering diare yang berat pada bayi dan
anak-anak. Pada usia 5 tahun hampir seluruh anak di dunia terinfeksi virus ini minimal
9
satu kali. Meskipun demikian setiap kali infeksi terjadi peningkatan imunitas sehingga
infeksi berikutnya tidak menimbulkan manifestasi yang berat, infeksi pada dewasa
tidak menimbulkan manifestasi klinis. Ada 7 spesies virus yaitu tipe A, B, C, D, E, F,
dan G. Rotavirus A merupakan 90% penyebab infeksi.
Penularan dapat terjadi melalui jalur fekal-oral, kontak dengan tangan, atau
benda yang terkontaminasi, dan juga melalui inhalasi. Feces orang yang terinfeksi
dapat mengandung 10 triliun virus per gramnya. Hanya 10-100 virus yang diperlukan
untuk menginfeksi orang lain.Virus ini menyerang sel pada usus kecil dan
mengeluarkan enterotoksin yang menyebabkan gastroenteritis dan diare yang berat,
dan kadang-kadang menyebabkan kematian oleh karena dehidrasi. Meskipun telah
ditemukan sejak tahun 1973, dan menjadi 50% penyebab diare berat di rumah sakit,
namun virus ini belum dikenal luas khususnya di negara berkembang. Selain
menginfeksi manusia virus ini juga menginfeksi hewan.
b. Epidemiologi
Rotavirus A yang merupakan 90 % penyebab gastroenteritis pada manusia,
tersebar endemis di seluruh dunia. Setiap tahun Rotavirus menyebabkan jutaan kasus
diare di negara-negara berkembang, hampir 2 juta kasus penyebab perawatan di
Rumah Sakit, dan diperkirakan 611.000 penyebab kematian. Di Amerika sendiri,
dilaporkan hampir 2,7 juta kasus gastroenteritis oleh karena Rotavirus, 60.000 anak
dirawat di rumah sakit, dan 37 orang meninggal oleh karena infeksi virus ini.
Peranan utama Rotavirus sebagai penyebab diare, belum diketahui secara luas oleh
instansi kesehatan khususnya di negara berkembang. Hampir setiap anak terinfeksi
virus ini pertama kali pada umur 5 tahun. Rotavirus menjadi penyebab utama diare
yang berat pada bayi dan anak-anak, yakni sekitar 20 % kasus dan 50% penyebab
perawatan di rumah sakit. Anak laki-laki mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk
di rawat di rumah sakit daripada anak perempuan.
Pada negara dengan 4 musim, infeksi Rotavirus terjadi pada musim dingin,
sedangkan pada negara dengan iklim tropis infeksi Rotavirus ini dapat terjadi
sepanjang tahun, perbedaan ini dipengaruhi oleh suhu udara dan kelembaban. Jumlah
yang diperlukan untuk mengkontaminasi makanan tidak diketahui.
Kejadian luar biasa diare Rotavirus sering terjadi pada bayi yang dirawat di
rumah sakit, anak kecil yang dititipkan, orang dewasa yang dirawat di rumah.
10
Kejadian luar biasa ini biasanya disebabkan oleh karena kontaminasi air, seperti yang
terjadi di Colorado pada tahun 1981. Sampai tahun 2005 tercatat kejadian luar biasa
diare Rotavirus terbesar terjadi di Nicaragua. Hal ini terjadi oleh karena diduga
adanya mutasi gen rotavirus A, sehinngga tidak dikenali oleh sistem imun tubuh
yang lama. Kejadian luar biasa yang hampir sama juga terjadi di Brazil pada tahun
1977.
c. Patofisiologi
Diare disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan virus. Malabsorbsi terjadi
oleh karena kerusakan sel usus (enterocyt). Racun yang diprosuksi Rotavirus berupa
protein NSP4 menyebabkan sekresi ion kalsium, mengganggu SGLT1 dalam proses
reabsorbsi air, menghambat aktivitas membran silia disakarida, dan kemungkinan
mengganggu reflek simpatis parasimpatis usus. Enterocyt yang sehat mengsekresikan
lactase ke usus kecil, intoleransi susu dapat terjadi oleh karena defisiensi lactase dan
menjadi gejala khas dari infeksi rotavirus ini, dan kondisi ini dapat berlangsung
sampai satu minggu. Diare sedang yang berulang oleh karena pengenalan susu
buatan pada anak terjadi oleh karena fermentasi disakarida laktosa oleh bakteri di
usus.
Gejala yang didapatkan pada gastroenteritis oleh karena rotavirus antara lain
dapat berupa muntah, diare air, dan demam sumer-sumer. Ketika seorang anak
terinfeksi virus ini perlu waktu inkubasi selama kurang lebih 2 hari sebelum
timbulnya gejala klinis. Dehidrasi lebih sering terjadi pada infeksi rotavirus daripada
oleh karena bakteri patogen, dan menjadi penyebab kematian tersering oleh karena
infeksi rotavirus ini.
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan infeksi Rotavirus akut tidak spesifik, meliputi terapi gejala
yang ada, dan sangat penting untuk mengatasi dehidrasinya. Berdasarkan berat
ringannya diare, terapi meliputi oral rehidrasi baik dengan air putih, air dengan
garam, atau air dengan garam dan gula. Pada beberapa infeksi yang berat dengan
kondisi yang mengkhawatirkan perlu dirawatinapkan, sehingga cairan dapat
diberikan secara intravena, ataupun melalui nasogastric tube, selain itu kadar
elektrolit, dan gula dapat terus dimonitor dengan baik.
11
e. Komplikasi
i. Keadaan gizi pasien tersebut yang buruk
ii. Dehidrasi
iii. Dehidrasi berat sering menyebabkan kematian pada anak
f. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan makanan dan
lingkungan, serta memakai masker saat berdekatan dengan penderita disentri
rotavirus ini. Sampai saat ini sudah ditemukan vaksin rotavirus yang dapat
diberikan kepada anak infant.
g. Prognosis
Infeksi rotavirus dapat terjadi seumur hidup, infeksi pertama kali menimbulkan
gejala, namun infeksi berikutnya tidak menimbulkan gejala oleh karena adanya
peningkatan sistem imunitas tubuh. Oleh karena itu, infeksi dengan manifestasi
klinis terbanyak pada usia di bawah 2 tahun dan menurun sampai dengan usia 45
tahun. Oleh karena imunitas yang didapat pada waktu anak, orang dewasa kebal
terhadap infeksi rotavirus, diare pada dewasa lebih sering disebabkan hal lain, selain
rotavirus, akan tetapi infeksi asimtomatik pada dewasa ini dapat menjadi sumber
penularan.
3. Disentri Campylobacter jejuni
Bakteri dari genus Campylobacter menyebabkan berbagai kondisi peradangan.
Meskipun penyakit diare akut yang paling umum, organisme ini dapat menyebabkan
infeksi di hampir seluruh bagian tubuh. Penunjukan Campylobacter berasal dari
bahasa Yunani untuk "curved rod" atau batang melengkung seperti morfologi
organism vibrio.
a. Etiologi
Campylobacters adalah bakteri yang motil, non-spora , bentuk melengkung,
gram negative batang. Awalnya dikenal sebagai Vibrio fetus, basil tersebut
direklasifikasi sebagai genus baru pada tahun 1973, setelah perbedaan mereka untuk
vibrio lain diakui. Lebih dari 15 spesies telah sejak diidentifikasi.
12
Spesies ini saat ini dibagi menjadi tiga genus: Campylobacter, Arcobacter, dan
Helicobacter. Tidak semua spesies patogen manusia. Yang pathogen terhadap manusia
terbagi dalam dua kelompok utama: mereka yang terutama menyebabkan penyakit
diare dan yang menyebabkan infeksi ekstraintestinal. Bakteri yang patogen diare
adalah C. jejuni, yang menyumbang 80-90% dari semua kasus penyakit yang terkait
Campylobacter.
b. Epidemiologi
Campylobacters banyak ditemukan dalam saluran pencernaan hewan yang
merupakan makanan (termasuk unggas, sapi, domba, dan babi) dan banyak di hewan
peliharaan (termasuk burung, anjing, dan kucing). Mikroorganisme biasanya tidak
menyebabkan penyakit pada host binatang mereka. Dalam kebanyakan kasus,
Campylobacters ditransmisikan ke manusia dalam produk makanan mentah atau
setengah matang atau melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Di
Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya, konsumsi unggas terkontaminasi
yang belum cukup matang dimasak adalah modus yang paling umum dari akuisisi (30
-70% kasus). Modus lain termasuk menelan mentah (dipasteurisasi) susu atau air yang
tidak diolah, kontak dengan hewan peliharaan rumah tangga yang terinfeksi,
perjalanan ke negara-negara berkembang (Campylobacters menjadi salah satu
penyebab utama traveler’s diarrhea, dan kontak oral-anal seks.7
Infeksi Campylobacter sudah banyak ditemukan. Beberapa studi menunjukkan
itu, di Amerika Serikat, penyakit diare karena Campylobacters adalah lebih umum
daripada Salmonella dan Shigella digabungkan. Infeksi terjadi sepanjang tahun,
namun puncak kejadian mereka selama musim panas dan awal musim gugur. Orang
dari segala usia dapat terinfeksi, tetapi serangan untuk C. jejuni yang tertinggi adalah
di antara anak-anak dan remaja dewasa, sedangkan bagi paling tinggi pada usia
ekstrem. Di negara berkembang, C. jejuni infeksi hiperendemik, dengan tingkat
tertinggi di antara anak-anak <2 tahun.
c. Patofisiologi
Infeksi biasanya bersifat subklinis, terutama pada host yang tinggal di negara
berkembang yang sudah berkali-kali terinfeksi dan sudah memiliki kekebalan.
Sebagian besar penyakit terjadi dalam 2-4 hari (kisaran, 1-7 hari) dari paparan
organisme dalam makanan atau air. Situs cedera jaringan terdapat di jejunum, ileum,
dan usus besar. Biopsi menunjukkan reaksi inflamasi non-spesifik akut, dengan
13
neutrofil, monosit, dan eosinofil di lamina propria, serta kerusakan epitel, termasuk
hilangnya abses lendir, degenerasi kelenjar, dan abses kriptus. Frekuensi tinggi
infeksi C. jejuni dan tingkat keparahan dan pengulangan tanda infeksi antara pasien
hypogammaglobulinemic menunjukkan bahwa antibody penting dalam kekebalan
protektif. Patogenesis infeksi Campylobacter masih belum pasti. Kedua motilitas
strain dan kapasitasnya untuk mematuhi jaringan inang muncul untuk mendukung
penyakit, tapi enterotoksin klasik dan sitotoksin (meskipun digambarkan dan
termasuk distending cytolethal toksin, atau CDT) tampaknya tidak memainkan peran
besar dalam cedera jaringan atau produksi penyakit. Organisme telah
divisualisasikan dalam epitel, meskipun dalam jumlah yang rendah.7
Demam, sakit kepala, mialgia, dan / atau malaise sering terjadi 12-48 jam
sebelum timbulnya gejala diare. Yang paling umum tanda-tanda dan gejala dari fase
usus adalah diare, sakit perut, dan demam. Tingkat diare bervariasi dari feses yang
tidak padat dan feses yang berdarah kebanyakan pasien yang datang untuk perhatian
medis mengalami ≥ 10 kali buang air besar perhari. Perut nyeri biasanya kram
adalah gejala yang paling menonjol .Nyeri biasanya terasa diseluruh bagian perut
tetapi dapat menjadi nyeri local. Infeksi juga dapat menyebabkan
pseudoappendicitis.,7
d. Penatalaksanaan
Penggantian cairan dan elektrolit merupakan pusat pengobatan penyakit diare
akibat disentri ini. Bahkan di antara pasien yang mendapat perhatian medis dengan
enteritis Campylobacter, tidak semua mendapat keuntungan dari terapi antimikroba
spesifik. Indikasi untuk terapi meliputi demam tinggi, diare berdarah, diare berat,
persistensi penyakit > 1 minggu, dan memburuknya gejala. 5-7 hari pemberian
eritromisin (250 mg oral empat kali sehari atau-untuk anak-30-50 mg / kg per hari,
dalam dosis terbagi) adalah rejimen pilihan. Kedua uji klinis dan dalam pengujian in
vitro menunjukkan bahwa jenis macrolide lainnya , termasuk klaritromisin dan
azitromisin, juga merupakan agen terapeutik berguna. Alternative obat untuk orang
dewasa adalah ciprofloxacin (500 mg oral dua kali sehari) atau lain fluorokuinolon
selama 5-7 hari, namun resistensi agen terhadap kelas ini juga untuk tetrasiklin telah
meningkat.. Untuk infeksi sistemik, pengobatan dengan gentamisin (1,7 mg / kg IV
setiap 8 jam setelah dosis pemuatan 2 mg / kg), imipenem (500 mg IV setiap 6 jam),
atau kloramfenikol (50 mg / kg IV setiap hari dalam tiga atau empat dosis terbagi)
14
harus dimulai secara empiris, namun kerentanan pengujian kemudian harus
dilakukan. Ciprofloxacin dan amoksisilin / klavulanat adalah alternative untuk agen
strain rentan.
e. Komplikasi
Bakteremia terjadi, tapi jarang. Paling sering pada host
immunocompromised dan pada usia ekstrem.
Pasien Hypogammaglobulinemic juga dapat mengembangkan
osteomyelitis dan erisipelas-seperti ruam atau selulitis.
Komplikasi supuratif lokal infeksi termasuk kolesistitis, pankreatitis,dan
sistitis, komplikasi jauh termasuk meningitis, endokarditis,arthritis,
peritonitis, selulitis, dan aborsi septic (Semua inikomplikasi jarang terjadi,
kecuali pada host immunocompromised).
Diperkirakan bahwa infeksi Campylobacter, dapat memicu 20-40 dari
semua kasus dari sindrom Guillain-Barré.
f. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan dan
makanan. Bakteri Campylobacter ini sering berasal dari makanan yang kurang
matang, oleh karena itu, hindari memakan makanan (biasanya daging) yang
kurang matang. Meminum air yang tidak bersih dan minum susu yang tidak
matang juga harus dihindari, karena dapat menularkan disentri Campylobacter.
Selain dari makanan, apabila memiliki hewan peliharaan, kebersihan hewan
tersebut juga harus dijaga dengan baik. Hewan peliharaan dapat menjadi host
bakteri ini, tetapi tidak menimbulkan penyakit pada hewan.
g. Prognosis
Hampir semua pasien sembuh total dari infeksi Campylobacter ini, baik
sembuh dengan sendirinya maupun dengan pemberian obat antimikroba.
4. Disentri Clostridium difficile
a. Etiologi
C. difficile adalah bakteri anaerob gram positif, pembentuk spora
bacillus, yang ditemukan secara luas di alam, terutama di lingkungan rumah
sakit dan fasilitas perawatan kronis.8 Penyakit terjadi paling sering pada rumah
15
sakit dan panti jompo di mana tingkat penggunaan antimikroba tinggi dan
lingkungan yang terkontaminasi oleh spora C. difficile.
Klindamisin, ampisilin, dan sefalosporin adalah antibiotik pertama
terkait dengan CDAD (Clostridium difficile-Associated Disease).8
b. Epidemiologi
C. difficile diperoleh secara eksogen, paling sering di rumah sakit, dan
dilakukan dalam tinja pasien yang bergejala dan tanpa gejala. Tingkat
kolonisasi tinja sering ≥ 20% di antara pasien dewasa dirawat di rumah sakit
yang waktu tinggal > 1 minggu, sebaliknya, persentase kejadian 1-3% di
kalangan warga masyarakat.8
Risiko infeksi C. difficile meningkat sebanding dengan lama waktu
tinggal di rumah sakit. Spora C. difficile dapat ditemukan pada permukaan
lingkungan (di mana organisme dapat bertahan selama berbulan-bulan) dan di
tangan personil rumah sakit yang tidak melaksanakan kebersihan tangan yang
baik. Faktor risiko lain untuk CDAD termasuk usia yang lebih tua, penyakit
parah, operasi gastrointestinal, penggunaan termometer rektal elektronik,
makan tabung enteral, dan pengobatan antacid.
Lebih dari tiga juta C. difficile infeksi terjadi di rumah sakit di Amerika
Serikat setiap tahun. Setelah tinggal hanya dua hari di rumah sakit, 10% dari
pasien akan mengembangkan infeksi C. difficile. C. difficile juga dapat
diperoleh di luar rumah sakit di masyarakat. Diperkirakan bahwa 20.000
infeksi dengan C. difficile terjadi di masyarakat setiap tahun di AS
c. Patofisiologi
Spora C. difficile yang toxigenik yang tertelan, bertahan hidup
keasaman lambung, berkecambah dalam usus kecil, dan menjajah saluran usus
yang lebih rendah, C. difficile spora tertidur di dalam usus besar sampai
seseorang mengambil antibiotik. Antibiotik mengganggu bakteri lainnya yang
biasanya hidup di usus dan mencegah C. difficile dari berubah menjadi
penyakit aktif, menyebabkan bentuk bakteri. Akibatnya, C. difficile berubah
menjadi bentuk menular dan kemudian menghasilkan racun (zat kimia) yaitu :
toksin A, enterotoksin, dan toksin B, cytotoxin a yang merusak usus besar.
Peradangan menghasilkan masuknya sel darah putih ke usus besar.
Tingkat keparahan kolitis dapat bervariasi. Dalam kasus yang lebih parah,
16
racun membunuh jaringan dari lapisan dalam usus besar, dan jaringan jatuh.
Jaringan yang jatuh dicampur dengan sel darah putih (nanah) dan memberikan
penampilan sebuah patch, putih membran meliputi lapisan dalam usus besar.
Ini bentuk parah dari C. difficile kolitis pseudomembranosa disebut kolitis
karena patch muncul seperti membran, tetapi mereka tidak benar membran.
Tidak semua orang yang terinfeksi dengan C. difficile mengembangkan
kolitis. Banyak bayi dan anak-anak, dan bahkan beberapa orang dewasa,
adalah pembawa (mereka terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala) C.
difficile. C. difficile tidak menyebabkan kolitis pada orang-orang mungkin
karena;
bakteri tinggal di usus sebagai non-aktif spora, dan
individu telah mengembangkan antibodi yang melindungi mereka terhadap
racun C. difficile
Diare adalah manifestasi paling umum disebabkan oleh C. difficile.
Kotoran hampir tidak pernah berdarah dan berkisar dari konsistensi lembut dan
berair atau berlendir, dan dengan bau yang khas. Pasien mungkin memiliki
buang air besar sebanyak 20 per hari. Klinis dan temuan laboratory meliputi
demam pada 28% kasus, nyeri perut di 22%, dan leukositosis pada 50%
penderita.8
d. Penatalaksanaan
Pengobatan C. difficile kolitis meliputi: koreksi dehidrasi dan (mineral)
kekurangan elektrolit, menghentikan antibiotik yang menyebabkan kolitis, dan
menggunakan antibiotik untuk membasmi bakteri C. difficile. Pada pasien
dengan kolitis ringan, menghentikan antibiotik yang menyebabkan infeksi
mungkin cukup untuk menyebabkan radang usus dan diare mereda. Dalam
kebanyakan kasus, bagaimanapun, antibiotik diperlukan untuk membasmi
bakteri C. difficile.
Antibiotik yang efektif terhadap C. difficile termasuk metronidazole
(Flagyl), dan vankomisin (Vancocin). Kedua antibiotik biasanya diambil
secara lisan selama 10 hari. Kedua antibiotik sama-sama efektif. Dengan
antibiotik baik, demam biasanya akan menyelesaikan dalam satu atau dua hari,
dan diare dalam tiga atau empat hari.
17
e. Pencegahan
Strategi untuk pencegahan CDAD terdiri dari dua jenis: yang ditujukan
mencegah penularan dari organisme kepada pasien dan pencegahan yang
ditujukan untuk mengurangi risiko CDAD jika organisme ditransmisikan.
Penularan C. difficile dalam praktek klinis dapat dicegah dengan pemakaian
sarung tangan untuk pekerja,tidak menggunakan termometer elektronik yang
terkontaminasi, dan menggunakan hipoklorit (pemutih) solusi untuk
dekontaminasi lingkungan pasien 'kamar. Kebersihan tangan sangat penting,
mencuci tangan sangat dianjurkan.
f. Prognosis
Angka kematian dikaitkan dengan CDAD, sebelumnya ditemukan menjadi 0,6-
3,5%, 6,9% telah mencapai dalam wabah baru-baru ini dan semakin tinggi
dengan bertambahnya usia. Kebanyakan pasien sembuh, namun kambuh yang
umum.
Working Diagnosis (WD)
Disentri Amoeba (Amebiasis)
a. Etiologi
Amebiasis disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Protozoa ini termasuk
dalam kelas rhizopoda. Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai tiga
stadium yaitu :
(1) Bentuk histolitika
ukuran 20-40 µm.
ektoplasma bening homogen pada tepi sel dan terlihat nyata.
endoplasma berbutir halus dan tidak mengandung bakteri/sisa makanan,
mengandung sel eritrosit dan inti Entamoeba.
berkembang biak dengan pembelahan biner di jaringan dan merusak jaringan
tersebut sesuai dengan nama spesiesnya Entamoeba histolytica (histo =
jaringan, lisis = hancur).
patogen pada usus besar, hati paru-paru, otak, kulit dan vagina.2
18
Gambar 1. Entamoeba histolytica di kolon. Beberapa sedang memakan eritrosit.
(Sumber: Robbins Basic Pathology8th Edition:608)
(2) Bentuk minuta
ukuran 10-20 µm
ektoplasma tampak berbentuk pseudopodium dan tidak terlihat nyata
endoplasma berbutir kasar, mengandung sisa makanan/bakteri dan
mengandung inti Entamoeba tetapi tidak mengandung eritrosit
(3) Bentuk kista
ukuran 10-20 µm
sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap lingkungan, dapat hidup lama
luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standar di
dalam sistem air minum.
Dinding kista dibentuk oleh hialin.
Pada kista muda terdapat kromatid dan vakuola
Kista immatur : kromosom sausage-like
Kista matang 4 nukleus
Kista matang merupakan bentuk infektif Entamoeba histolytica
Bentuk diagnostiknya berupa kista berinti Entamoeba dalam tinja.2,3
b. Epidemiologi
Transmisi penyakit ini secara fekal-oral, baik secara langsung melalui tangan
maupun tidak langsung melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai
sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari
carrier (cyst passer). Carrier biasanya orang sehat. Laju infeksi yang tinggi
19
didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara-
negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara
beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibandingkan di negara maju yang
beriklim sedang. Oleh karena itu di negara yang sudah maju dijumpai penderita
asimtomatik. Akan tetapi di negara yang sedang berkembang banyak dijumpai
penderita simtomatik.
c. Patofisiologi
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal
(apatogen) di usus besar manusia. Jadi protozoa ini tidak selalu menimbulkan
penyakit. Bila tidak menyebabkan penyakit, amoeba ini hidup sebagai trofozoit
bentuk minuta yang bersifat komensal di lumen usus besar, berkembang biak secara
belah pasang. Apabila kondisi mendukung, dapat berubah menjadi patogen
(membentuk koloni di dinding usus, menembus mukosa usus, kemudian
menimbulkan ulserasi). Bentuk minuta dapat membentuk dinding dan berubah
menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja, dengan adanya dinding
tersebut bentuk kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.
Kista dapat hidup lama dalam air (10-14 hari), di lingkungan lembab (12 hari). Kista
mati pada suhu 50ºC atau dalam keadaan kering. Bentuk trofozoitnya terdiri dari 2
macam, trofozoit komensal (<10 µm) dan trofozoit patogen (>10 µm).4
Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini
masih belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh penderita,
sifat keganasan (virulensi) amoeba maupun lingkungannya mempunyai peran. Sifat
keganasan amoeba ditentukan oleh strainnya. Strain amoeba di daerah tropis ternyata
lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasannya tersebut
tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan mengizinkan. Ameba yang
ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat
mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba
sangat khas yaitu lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan
muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa
usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Ulkus yang terjadi
dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan muskular akan terjadi
perforasi dan peritonitis.
20
21
Berdasarkan berat ringannya gejala klinis yang ditimbulkan maka amoebiasis
dapat dibagi menjadi :
1) Carrier (cyst passer)
Penderita tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini
disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak
mengadakan invasi ke dinding usus.
2) Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan)
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Biasanya
penderita mengeluh :
22
Perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat
kejang
Diare ringan 4-5 kali sehari
Tinja berbau busuk
Kadang tinja bercampur darah dan lendir
Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid
Tanpa atau disertai demam ringan (subfebril)
Kadang-kadang disertai hepatomegali
3) Amebiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang)
Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi
penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan ciri-ciri :
Tinja disertai darah dan lendir
Perut kram
Demam dan lemah badan
Hepatomegali yang nyeri ringan
4) Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi, yaitu dengan ciri-ciri :
Diare disertai darah yang banyak
Diare >15 kali per hari
Demam tinggi (400C-40,50 C)
Mual dan anemia
Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi
karena dapat mengakibatkan perforasi usus
5) Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-serangan diare
diselingi periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Penderita biasanya menunjukkan
gejala neurastenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam
atau makanan yang sukar dicerna.
d. Penatalaksanaan
Amoeba dapat ditemukan di dalam lumen usus, di dalam dinding usus,
maupun di luar usus. Hampir semua obat amebisid tidak dapat bekerja efektif di
23
semua tempat tersebut, terutama bila diberikan obat tunggal. Oleh karena itu sering
digunakan kombinasi obat untuk meningkatkan hasil pengobatan.
1) Carrier (cyst passer)
Carrier atau cyst passer, walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis,
sebaiknya diobati. Hal ini disebabkan karena ameba yang hidup sebagai
komensal di dalam lumen usus besar, sewaktu-waktu dapat berubah menjadi
patogen. Di samping itu carrier merupakan sumber infeksi utama. Trofozoit
banyak dijumpai di lumen usus besar tanpa atau sedikit sekali menimbulkan
kelainan mukosa usus. Ulkus yang ditimbulkan hanya superfisial, tidak
mencapai lapisan submukosa. Kelainan tersebut tidak menimbulkan gangguan
peristaltik usus, sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala klinis. Obat
yang diberikan adalah amebisid luminal, misalnya :
Diloksanit furoat (Diloxanite furoate)
Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 10 hari. Saat ini obat ini merupakan
amoebisid luminal pilihan.
Diyodohidroksikin (Diiodohydroxyquin)
Dosis 3 x 600 mg sehari, selama 10 hari
Yodoklorohidroksikin (Iodochloro-hydroxyquin) atau kliokinol
(clioquinol)
Dosis 3 x 250 mg sehari, selama 10 hari
Oleh karena ada kemungkinan invasi amuba ke mukosa usus besar,
walaupun tidak mengakibatkan gangguan peristaltik usus, dianjurkan untuk
menambah amebisid jaringan sebagai profilaksis. Obat amebisid jaringan yang
dapat dipakai adalah :
Klorokin difosfat (chloroquin diphosphate)
Dosis 2 x 500 mg sehari, selama 1-2 hari, kemudian dilanjutkan 2 x
250 mg, selama 7-12.
Metronidazol
Dosis 35 x 50 mg/kgBB atau 3 x 500 mg sehari, selama 5 hari
Tinidazol
Dosis 50 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 2 – 3 hari
Omidazol
Dosis 50-60 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 3 hari
24
Ketiga obat tersebut termasuk golongan nitroimidazol yang dapat
bekerja baik di dalam lumen usus, di dalam dinding usus maupun di luar usus.
Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, pusing dan nyeri
kepala.Tidak dianjurkan yang mengidap penyakit darah, juga pada ibu hamil
karena bersifat karsinogenik dan teratogenik serta dapat mengakibatkan mutasi
bakteri.
2) Amebiasis intestinal ringan – sedang
Penderita akan mengalami diare atau disentri, tetapi tidak berat,
sehingga tidak memerlukan infus cairan elektrolit atau transfusi darah. Oleh
karena didapatkan trofozoit di dalam lumen usus besar, maka sebagai obat
pilihan adalah :
Metronidazol
Dosis 3 x 750 mg sehari, selama 5-10 hari
Tinidazol
Dosis 50 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 2 – 3 hari
Imidazol
Dosis 50-60 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 3 hari
Oleh karena pada penderita yang sudah sembuh dengan pengobatan
metronidazol dapat timbul abses hati dalam jangka waktu 3-4 bulan kemudian,
maka dianjurkan untuk menambah dengan obat amebisid luminal. Obat ini
akan memberantas sumber trofozoit di dalam lumen usus.
Diyodohidroksikin
Dosis 3 x 600 mg sehari, selama 10 hari
Kliokinol atau diloksanid furoat
Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 10 hari
Tetrasiklin
Dosis 4 x 500 mg sehari, selama 5 hari.4
3) Disentri amoeba berat
Penderita ini tidak hanya memerlukan obat amoebisid saja, tetapi juga
memerlukan infus cairan elektrolit atau transfusi darah. Selain pengobatan
seperti pada disentri amoeba ringan dan sedang perlu ditambah emetin atau
dihidroemetin. Obat ini diberikan secara suntikan intramuskular atau subkutan
25
yang dalam. Tidak diperbolehkan memberikan secara intravena. Dosis emetin
1 mg/kgBB sehari( maksimum 60 mg sehari) selama 3-5 hari. Penderita
sebaiknya dirawat di rumah sakit dan tirah baring selama pengobatan. Hal ini
disebabkan karena bahaya efek samping emetin terhadap jantung. Pemberian
dosis tinggi dapat mengakibatkan nekrosis otot jantung dan penderita
meninggal mendadak.
4) Amoebiasis Ektraintestinal dan Ameboma
Penderita abses hati ameba dapat diberi :
Metronidazol
Dosis 35-50 mg/kg BB atau 3x 500 mg sehari, selama 5 hari
Tinidazol
Dosis 50 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 2 – 3 hari
Omidazol
Dosis 50-60 mg/kgBB atau 2 mg sehari, selama 3 hari
Klorokindifosfat
Dosis 1 g sehari, selama 1-2 hari, dilanjutkan dengan 600 mg sehari,
selama 4 minggu.4
Masing-masing obat tersebut perlu ditambah dehidroemetin atau emetin
dengan dosis seperti tersebut diatas selama 10 hari. Kadang-kadang apabila
abses hati sangat besar sukar sembuh. Perlu dipertimbangkan tindakan pungsi
abses, untuk mempercepat penyembuhan. Pada amoebiasis ekstraintestinal
lainnya dan ameboma obat-obat tersebut di atas dapat diberikan, kecuali
klorokuin.
e. Komplikasi
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun
ringan. Berdasarkan lokasinya, penyulit tersebut dapat dibagi menjadi :
1) Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ameboma
Intususepsi
2) Komplikasi Ektra Intestinal
Amebiasis hati
26
Amebiasis pleuropulmonal
Abses otak, limpa, dan organ lain
Amoebiasis kulit.4
f. Pencegahan
Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat
kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum
sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan binasa bila air dipanaskan 400C selama 5
menit. Pemberian klor dalam jumlah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan
air bersih, ternyata tidak bisa membinasakan nkista. Penting sekali adanya jamban
keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru
masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.
g. Prognosis
Prognosis ditentukan oleh berat ringannya penyakit, diagnosis dan
pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan.
Pada umumnya prognosis amoebiasis adalah baik terutama yang tanpa komplikasi.
Pada abses hati amoeba kadang-kadang diperlukan tindakan pungsi untuk
mengeluarkan nanah. Demikian pula pada amoebiasis yang disertai penyulit efusi
pleura. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba.
Kesimpulan
Pada scenario pasien mengalami disentri amoeba atau amebiasis. Infeksi ini disebabkan oleh
parasit amoeba yaitu Entamoeba hystolytica. Mencret berdarah, demam, kembung dan
muntah adalah gejala yang disebabkan parasit tersebut.
Daftar Pustaka
1. Brooks GF, Butel JS, Morse SA.Mikrobiologi kedokteran (Jawetz, Melnick,&
Adelberg’s medical microbiology). Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.p.255-9,515-7,
648-6.
2. Staff pengajar Departemen Parasitologi FKUI Jakarta.Parasitologi kedokteran. Edisi
ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.p.107-19.
27
3. Soewondo ES. Amebiasis. In : In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5, jilid 3. Jakarta :Interna
Publishing ; 2009.p.2850-6
4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patofisiologi. Edisi ke-7 Vol-1. Jakarta:
EGC; 2012.p.351-3.
5. Sya’roni A. Disentri basiler. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5, jilid 3. Jakarta :Interna
Publishing ; 2009.p.2857-60.
6. Sansonetti P, Bergounioux J. Shigellosis. In : Fauci AS et al, editors. Harrison’s
Principal of internal medicine. Edisi ke-17. New York : McGraw-Hill; 2008.p. 962-
965.
7. Blaser MJ. Infections due to Campylobacter and related species. . In : Fauci AS et al,
editors. Harrison’s Principal of internal medicine. Edisi ke-17. New York : McGraw-
Hill; 2008.p. 965-8
8. Gerding DN, Johnson S. Clostridium difficile-Associated disease, including
pseudomembranous colitits. . In : Fauci AS et al, editors. Harrison’s Principal of
internal medicine. Edisi ke-17. New York : McGraw-Hill; 2008.p. 818-21.
28