alopesia
DESCRIPTION
referat kulitTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Alopesia androgenik (male pattern alopecia) adalah kebotakan progresif umum yang
terjadi akibat pengaruh faktor predisposisi genetik dan androgen terhadap folikel rambut. (1,2)
Meskipun pola kebotakan pada perempuan berbeda dengan laki-laki, namun female pattern
alopecia juga sering disebut alopesia androgenik karena karakteristik kebotakan yang sama pada
kedua kelompok gender yaitu ditandai dengan pemendekan fase anagen, pemanjangan fase
telogen, dan pengecilan folikel rambut yang mengakibatkan batang rambut tumbuh semakin
menipis pada setiap siklus.(2) Kebotakan biasa dimulai pada usia 20-an atau awal usia 30-an
dengan pola yang khas yaitu dimulai dari rambut bagian frontal dan vertex sehingga garis rambut
tampak mundur, menyisakan rambut di bagian parietal saja.(2,3) Sedangkan pada perempuan, pola
kebotakan lebih diffuse dan dimulai dari puncak kepala.(2,3)
Alopesia androgenik pada perempuan lebih sedikit terjadi dibandingkan pada laki-laki
tetapi menunjukkan memiliki kesamaan pada usia terjadinya. Sama halnya dengan laki-laki
alopesia muncul setelah masa pubertas dan akan terus berlanjut seiring dengan bertambhanya
usia. Pada usia 30-an tahun sekita 2-5% perempuan Kaukasia mengalami penipisan rambut dan
mencapai 40 % pada usia 70 tahun. Pada beberapa literatur menyebutkan hal ini berhubungan
dengan terjadinya perubahan post menopause.(3,5)
Alopesia androgenik dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita meskipun sebenarnya
merupakan hal yang lazim terjadi dan bukan merupakan penyakit serius bila dilihat dari sudut
pandang medis. Penderita alopesia androgenik sering mengalami psikologis seperti frustasi dan
kehilangan rasa percaya diri terutama pada perempuan.(6,7) Tidak ada terapi yang efektif untuk
menghambat progesivitas dari alopesia andogenik, meskipun pengobatan tetap bisa dilakukan,
batang rambut tidak dapat tumbuh selebat dan setebal dulu.(1,2)
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI RAMBUT
Rambut adalah produk keratin pada folikel rambut, dimana pergerakan batang rambut
diatur oleh otot erektor pili dan memiliki satu kelenjar sebasea tiap batangnya. Serat rambut
terdiri dari tiga lapisan sel yaitu sebuah kutikula luar, korteks (yang membentuk sebagian besar
serat dalam rambut) dan medula.(8)
Gambar 1. Anatomi folikel rambut(8)
Siklus folikel rambut terjadi seumur hidup sejak dari dalam rahim. Adapun beberapa fase
pertumbuhan rambut normal sebagai berikut (Gambar 2):
1. Fase anagen adalah fase dimana sel-sel matriks melalui mitosis membentuk selsel baru
mendorong sel yang lebih tua ke atas. Fase ini lamanya 3 tahun (1000 hari) dengan rentang
waktu 2-6 tahun.
2. Fase katagen adalah fase dimana terjadi masa peralihan yang didahului oleh penebalan
jaringan ikat di sekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit, bagian di
bawahnya melebar dan mengalami kornifikasi sehingga terbentuk gada (club). Masa
peralihan ini berlangsung selama 1-2 pekan.
3. Fase telogen adalah fase istirahat dimulai dengan memendeknya sel epitel dan berbentuk
tunas kecil yang membuat rambut baru sehingga rambut gada akan terdorong keluar. Fase ini
berlangsung selama 3-5 bulan.(2)
Gambar 2. Siklus pertumbuhan rambut(2)
BAB III
ALOPESIA ANDROGENIK
DEFINISI
Alopesia androgenik (male pattern alopecia) adalah kebotakan progresif umum yang
terjadi akibat pengaruh faktor predisposisi genetik dan androgen terhadap folikel rambut. (1,2)
Pola alopesia berbeda antara laki-laki dan perempuan, istilah pola alopesia laki-laki dan
kehilangan pola alopesia perempuan juga sering digunakan. Apakah seseorang dianggap
alopesia, dan dalam tertentu sebelum waktunya alopesia, adalah bagian dari suatu penilaian
subjektif. Proses yang umum terjadi adalah alopesia androgenik dimediasi perubahan terminal
rentan rambut ke rambut vellus, dan telah disebut androgenetic alopesia (AGA).(7)
EPIDEMIOLOGI
Dari epidemiologi bahwa prevalensi alopesia androgenik mencapai 25 % pada usia 25
tahun. Persentase meingkat sejalan dengan kenaikan usia. Angka kejadian pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki adalah 1:3. Alopesia biasanya dimulai setelah memasuki masa
puberitas dan meningkat seiring bertambahnya usia. Sekitar 80 % laki-laki mengalami alopesia
pada usia 70 tahun, dan 50 % diantaranya menunjukkan alopesia Norwood-hamilton tipe VI/VII.
Dari studi epidemiologi alopesia androgenik lebih sering terjadi pada orang asia dibandingkan
kaukasia, dan jarang juga ditemukan pada orang afrika.(1,3)
Alopesia androgenik pada perempuan lebih sedikit terjadi dibandingkan pada laki-laki
tetapi menunjukkan memiliki kesamaan pada usia terjadinya. Sama halnya dengan laki-laki
alopesia muncul setelah masa pubertas dan akan terus berlanjut seiring dengan bertambhanya
usia. Pada usia 30-an tahun sekitar 2-5% perempuan Kaukasia mengalami penipisan rambut dan
mencapai 40 % pada usia 70 tahun. Pada beberapa literatur menyebutkan hal ini berhubungan
dengan terjadinya perubahan post menopause.(3,5)
ETIOLOGI
1. Faktor Genetik
Pengaruh faktor genetik terhadap kejadian alopesia androgenik belum diketahui secara pasti.
Menurut Osborn, male pattern balding diturunkan melalui sifat autosomal dominan pada laki-
laki dan autosomal resesif pada perempuan.(2,4,8) Dengan kata lain, laki-laki memiliki faktor
predisposisi kebotakan bila mereka mewarisi gen “BB” ataupun “Bb”, sedangkan perempuan
hanya akan memiliki faktor predisposisi bila mewarisi gen “BB”.(2,4,8) Namun penelitian baru-
baru ini menunjukkan bahwa alopesia androgenik lebih konsisten dengan pola penurunan
poligenik.(2,4,8) Bersamaan dengan itu, faktor resiko kebotakan meningkat seiring dengan
banyaknya jumlah anggota keluarga yang mengalami kebotakan, menunjukkan kesesuaian
dengan pola penurunan poligenik.(2,8) Dari penelitian Victorian Family Heart Study,
didapatkan 81,5% laki-laki dengan kebotakan memilki ayah yang juga menderita alopesia
androgenik.(8) Gen penyebab alopesia androgenik masih terus diteliti. Ditemukan peningkatan
5á-dihydrotestosterone (DHT) dan 5á-reduktase pada kejadian alopesia androgenik.(4,8) Kedua
enzim tersebut disintesis oleh gen SRD5A1 dan SRD5A2.(4,8) Banyak gen yang dicurigai
sebagai faktor predisposisi dari alopesia androgenik seperti gen insulin, gen aromatase, dan
area non-rekombinan pada kromosom Y, namun hubungan pasti gen tersebut dengan alopesia
androgenik dan pola kebotakan belum ditemukan sampai sekarang.(4,8)
2. Pengaruh Hormonal
Pada masa pubertas, androgen mempengaruhi folikel rambut vellus pada pubis, axilla,
janggut dan dada untuk tumbuh menjadi batang rambut yang lebih tebal dan panjang.(8)
Namun, selama masa pubertas, androgen juga mengakibatkan batang rambut yang tebal dan
berpigmen mengecil dan tumbuh menjadi rambut vellus.(8) Tidak ada penjelasan yang pasti
mengenai efek yang bertolak belakang dari androgen.(8) Orang yang mandul, terutama laki-
laki, tidak mengalami kebotakan mengindikasikan bahwa alopesia androgenik disebabkan
oleh aktivasi reseptor androgen folikular oleh DHT.(8) Peningkatan level DHT ditemukan
pada penderita alopesia androgenik, namun mekanisme spesifik pengaruh DHT terhadap
folikel rambut masih belum diketahui.(8)
Selain pengaruh secara sistemik, androgen juga memiliki pengaruh lokal terhadap folikel
rambut.(2,4,8) Reseptor androgen hanya terdapat pada sel dermal papila.(2,3,8) Namun
distribusinya berbeda pada tiap regio dan diketahui bahwa reseptor androgen paling sedikit
ditemukan pada regio oksipital, karena itu alopesia androgenik tidak pernah mengenai regio
oksipital.(8)
TIPE ALOPESIA ANDROGENIK
Hamilton-Norwood membagi tingkat kebotakan pada laki-laki beberapa tingkatan
sebagai berikut: (2)
Gambar 3. Klasifikasi male pattern alopecia menurut Hamilton-Norwood (2)
Tingkat kebotakan pada perempuan juga dibagi dalam beberapa tingkatan menurut
Ludwig sebagai berikut: (8)
Gambar 4. Klasifikasi female pattern alopecia menurut Ludwig (8)
Kebotakan pada perempuan lebih difus dibandingkan pada laki-laki.(3) Biasanya terjadi
kebotakan pada puncak kepala tanpa melibatkan kerontokan pada garis rambut bagian frontal.(2)
Kebotakan pada bagian parietal juga dapat terjadi pada female pattern alopecia.(2)
PATOGENESIS
Reseptor androgen pada folikel rambut hanya terdapat pada dermal papila.(2,4,8) Saat
androgen memasuki sel dermal papila, gen SRD5A1 dan SRD5A2 akan memproduksi enzim 5α-
reduktase yang mengubah androgen menjadi DHT.(4,8) Pada penderita alopesia androgenik, gen
SRD5A1 dan SRD5A2 memproduksi lebih banyak enzim 5α-reduktase sehingga lebih banyak
DHT yang terbentuk.(4,8) DHT kemudian berikatan dengan reseptor androgen dan masuk ke
dalam nukleus dari sel dermal papila dan terjadi proses transkripsi. Peningkatan jumlah DHT
menyebabkan durasi proses mitosis dari sel sepitel dermal papila menjadi lebih singkat, sehingga
waktu bagi sel dermal papila untuk berdiferensiasi menjadi lebih sedikit.(8,9) Proses mitosis yang
terganggu ini menyebabkan dermal papila semakin mengecil pada tiap siklus pertumbuhan
rambut.(9) Dermal papila mengontrol ukuran dan tebal dari batang rambut yang tumbuh, karena
itu pada penderita alopesia androgenik yang dermal papilanya mengecil, rambut yang
tumbuhpun semakin memendek dan menipis.(4,8)
Pemendekan durasi mitosis dermal papila juga berarti pemendekan fase anagen, karena
fase anagen sendiri terdiri dari fase mitosis sel dermal papila yang berdiferensiasi menjadi akar
rambut dan batang rambut.(4,8) Pemendekan fase anagen mengakibatkan berkurangnya waktu
pertumbuhan batang rambut.(4,8,9)
Gambar 3. Pengecilan dermal papila pada alopesia androgenik (8)
GEJALA KLINIS
Tanda klinis yang penting dari alopesia androgenik adalah batang rambut yang menipis
dan memendek sampai akhirnya digantikan rambut vellus.(1,2) Penderita juga sering mengalami
kerontokan saat keramas dan menyisir rambut akibat meningkatnya jumlah rambut telogen. (2,4,8)
Kulit kepala tampak licin tanpa rambut dan pori-pori rambut tidak terlihat tanpa menggunakan
loop.(1,8) Pada kasus yang berat, terkadang ditemukan lesi kulit berupa skuama seboroik.(1,2,3)
Pola Alopesia dan Presentasi Klinis pada Laki-laki
Tampilan klinis laki-laki alopesia androgenik adalah langsung dikenali dalam banyak
kasus. Kemajuan yang kehilangan rambut terjadi secara tertib dan telah didokumentasikan oleh
Hamilton dan Norwood.(7) Margin kulit kepala posterior dan lateral terhindar, bahkan dalam
kasus yang paling maju, dan bahkan dalam usia tua. Studi konkordansi Twin menunjukkan
bahwa variasi dalam pola diatur, setidaknya sebagian, oleh genetik faktor, seperti tingkat
pengembangan. Hal yang penting dengan adanya rambut berhubungan dengan sosialisasi dan
rambut merupakan bagian penting dari citra diri individu. Dengan demikian, konsekuensi dari
AGA sebagian besar adalah psikologis. Jadi, mereka yang mencari bantuan cenderung berada
dalam tekanan emosional yang lebih besar dan telah puas dengan perlakuan yang mereka miliki
diterima. Orang-orang alopesia paling menderita adalah mereka dengan lebih luas alopesia,
mereka yang telah mulai sangat dini, dan alopesia orang yang menganggap mereka sebagai
progresif (sering timbul dari pengamatan ayah mereka) dan sosial terlihat.
Pola Alopesia dan Presentasi Klinis pada Perempuan
Dari APA pada perempuan berbeda dari laki-laki. Perempuan datang mengeluh tanpa
pengurangan nyata dalam jumlah rambut, meningkat rambut rontok atau menipis difus dengan
tidak ada riwayat rambut shedding. Pelebaran dari pusat pemunduran garis rambut sering
mengikuti pola pohon Natal dan dapat digunakan untuk menilai alopesia. Ludwig
menggambarkan pola yang paling umum pada perempuan dan ilustrasi nya telah digunakan
sebagai skala penilaian. Perubahan paling awal (Ludwig I grade) adalah penghalusan dari
rambut. Ini menghasilkan daerah oval alopesia dikelilingi sekelompok variabel luas dengan
kepadatan rambut normal. Pinggiran frontal yang sempit (1-3 cm) dan di sisi margin adalah 4-5
cm lebar. Ludwig kelas II di penghalusan lebih lanjut. Kelas III alopesia lengkap.(8)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan trikogram dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis alopesia androgenik.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mencabut 50 batang rambut dan menghitung
perbandingan jumlah rambut anagen dan telogen.(1,2) Pada orang normal, akan didapatkan 80-
90% rambut anagen (terdapat selubung putih yang panjang dibagian akar rambut); sedangkan
pada seseorang dengan alopesia androgenik, jumlah rambut telogen (selubung putih didak
nampak, dan bagian akar rambut lebih besar dan lebar) lebih banyak dibandingkan rambut
anagen.(1,2,8)
Pemeriksaan dermatopatologi dapat dilakukan dengan hasil yang ditemukan adalah
pengecilan ukuran folikel rambut dan terkadang hampir atrofi. Pemeriksaan hormon yaitu total
testosteron, testosteron bebas, sulfat dehidroepiandrosteron (DHEAS), dan prolaktin dapat
dilakukan pada penderita alopesia androgenik perempuan.(1)
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis klinis alopesia androgenik dapat ditegakkan berdasarkan riwayat perjalanan
penyakit, pemeriksaan fisik, dan riwayat kebotakan dalam keluarga.(1) Dari riwayat perjalanan
penyakit, didapatkan kebotakan yang berlangsung lama dan progesif.(1,2,8) Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, didapatkan pola kebotakan yang khas yaitu pola “Professor Angles” dimana
tampak kemunduran garis rambut frontal dan kebotakan pada bagian vertex pada pria dan pola
kebotakan difus dimulai dari puncak kepala pada perempuan.(1,2,3,8) Temuan klinis berupa pola
yang khas, perjalanan penyakit yang progresif dan lama, ditambah dengan adanya riwayat
kebotakan dalam keluarga, cukup untuk menegakkan diagnosis alopesia androgenik.(1,2)
DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa kemungkinan penyakit lain yang harus dipikirkan saat menegakkan
diagnosis alopesia androgenik yaitu alopesia areata, telogen effluvium, anemia karena defisiensi
besi, gangguan hormon tiroid (hipertiroid, hipotiroid), dan lupus eritematosus. Pada alopesia
areata, lesi berbatas jelas pada area tertentu ataupun pada seluruh kulit kepala. (1,3) Berbeda
dengan alopesia androgenik yang lesinya lebih difus dimulai dari frontal dan vertex, atau dimulai
dari puncak kepala pada wanita.(1,2,3) Selain itu, rambut pada alopesia areata khas disebut
exclamation mark hair yang berarti batang rambut menipis ke arah pangkal dan rambut disekitar
lesi tampak normal tapi mudah dicabut.(1,3) Pada alopesia androgenik, rambut tampak halus dan
memendek sampai akhirnya batang rambut tidak tumbuh dan hanya tampak rambut vellus.(1,2,3)
Kerontokan rambut pada telogen effluvium juga terjadi secara diffuse dan kerontokan
rambut terjadi setiap hari.(1,8) Membedakan telogen effluvium dan alopesia androgenik cukup
sulit dilakukan, diagnosis mungkin dapat dilakukan dengan cara menganalisa rambut rontok
yang mana pada telogen efflovium, semua rambut yang rontok merupakan rambut telogen.(1,2)
Riwayat kehamilan, penggunaan pil KB, dan “crash” diet juga digunakan untuk menghilangkan
kemungkinan telogen effluvium.(1,8)
Tes darah lengkap digunakan untuk menghilangkan kemungkinan kerontokan rambut
akibat anemia defisiensi besi.(1) Pemeriksaan hormon pada perempuan seperti total testosteron,
testosteron bebas, sulfat dehidroepiandrosteron (DHEAS), dan prolaktin dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan kerontokan rambut akibat gangguan tiroid.(1) Sedangkan pada lupus
eritematosus biasanya lesi terjadi pada kepala, hidung, muka, dan leher dimana gambaran lesi
berupa makula merah atau bercak meninggi, berbatas jelas dengan sumbatan keratin pada folikel
rambut.(2,3)
PENATALAKSANAAN
Terapi alopesia androgenik meliputi terapi sistemik, terapi topikal, dan terapi kosmetik.(2,8) Terapi utama untuk alopesia androgenik adalah terapi topikal dengan solusio minoxidil.
Penggunaan topikal solusio Minoxidil 5% 2 kali sehari pada laki-laki dengan alopesia
androgenik membantu menurunkan jumlah rambut rontok dan juga meningkatkan pertumbuhan
rambut kembali.(2,8) Minoxidil terbukti dapat mengubah rambut vellus menjadi batang rambut
tebal pada 30% pasien yang diterapi dengan topikal minoxidil, namun pemulihan sepenuhnya
dari kebotakan hanya ditemukan pada 10% pasien.(8) Begitu pula pada pasien perempuan yang
diterapi dengan solusio minoxidil 2% 2x per hari, terjadi peningkatan pertumbuhan rambut pada
kurang lebih 60% penderita female pattern alopecia.(8)
Obat sistemik dapat juga diberikan bersama dengan obat topikal. Pada pasien laki-laki
yang mengalami kebotakan dapat diberikan Finasterid yang merupakan antagonis dari enzim 5α-
reduktase dengan dosis 1mg per hari.(2,8) Pengobatan oral dengan antiandrogen seperti
Spironolactone digunakan untuk perempuan dengan alopesia androgenik karena antiandrogen
dapat memblokir reseptor dari DHT dan menghambat biosintesis dari androgen.(8) Spironolactone
diberikan dengan dosis 100-300 mg/hari, namun dosis yang biasa digunakan adalah 200 mg/hari.(8) Terapi kombinasi dari obat topikal dan sistemik baik pada laki-laki maupun perempuan
dilakukan selama 6 bulan dan kemudian dilakukan pemantauan kembali.(2,8)
Terapi kosmetik pada pasien alopesia areata biasanya dengan menggunakan wig atau
rambut palsu. Umumnya wig hanya digunakan pada pasien wanita dan jarang pada pasien laki-
laki.(1,2,8) Selain itu, berbagai prosedur operasi dapat dilakukan antara lain hair grafts dan
implantasi rambut.(2,8) Hair grafts dilakukan untuk menyebar rambut pada bagian perietal dan
oksipital merata pada seluruh kulit kepala.(8) Sedangkan untuk transplantasi rambut masih terus
mengalami perbaikan karena implantasi serat rambut pada kulit kepala dapat menyebabkan
komplikasi berupa infeksi.(8)
Penderita alopesia androgenik sering mengalami psikologis seperti frustasi dan
kehilangan rasa percaya diri terutama pada perempuan, karena itu dianjurkan untuk memberikan
terapi psikologis bagi penderita alopesia.(6,7)
Tidak ada terapi yang efektif untuk menghambat progesivitas dari alopesia andogenika,
meskipun pengobatan tetap bisa dilakukan, batang rambut tidak dapat tumbuh selebat dan setebal
dulu.(1,2) Keberhasilan terapi alopesia androgenik bergantung secara subjektif kepada kepuasan
dari penderita terhadap hasil dari terapi, karena pasien perlu diberikan infromasi mengenai
alopesia androgenik itu sendiri yang merupakan penyakit akibat faktor keturunan dan hormon.(1,2,3) Pasien perlu diberi informasi mengenai cara pengobatan yang lama dan harus teratur serta
efek samping dari pengobatan.
PROGNOSIS
Sebanyak 30-60% pasien penderita alopesia androgenik mengalami perbaikan setelah
diberikan terapi topikal dan sistemik, meskipun tidak sepenuhnya mengembalikan kondisi
rambut seperti semula.(8) Selain itu, hair grafts dapat membantu memperbaiki kebotakan dan
menghasilkan garis rambut frontal yang cukup natural.(8) Keberhasilan dari terapi sendiri
bergantung secara subjektif pada kepuasan penderita dengan hasil yang dicapai.(6)
BAB IV
KESIMPULAN
Alopesia androgenik (AGA) adalah kebotakan progresif umum yang terjadi akibat
pengaruh faktor predisposisi genetik dan androgen terhadap folikel rambut.(1,2) Female pattern
alopecia juga sering disebut alopesia androgenik karena karakteristik kebotakan yang sama
dengan AGA yaitu ditandai dengan pemendekan fase anagen, pemanjangan fase telogen, dan
pengecilan folikel rambut yang mengakibatkan batang rambut tumbuh semakin menipis pada
setiap siklus.(2) Kebotakan dimulai pada usia 20-an atau awal usia 30-an dengan pola yang khas
yaitu fronto temporal dan vertex sehingga garis rambut tampak mundur, menyisakan rambut di
bagian parietal saja. Sedangkan pada perempuan, pola kebotakan lebih diffuse dan dimulai dari
puncak kepala.(2,3)
Alopesia androgenik pada perempuan lebih sedikit terjadi dibandingkan pada laki-laki
tetapi menunjukkan memiliki kesamaan pada usia terjadinya. Pada usia 30-an tahun sekitar 2-5%
perempuan Kaukasia mengalami penipisan rambut dan mencapai 40 % pada usia 70 tahun. Pada
beberapa literatur menyebutkan hal ini berhubungan dengan terjadinya perubahan post
menopause.(3,5)
Pada alopesia androgenik, batang rambut di bagian kebotakan akan menipis dan
memendek sampai akhirnya digantikan rambut vellus akibat pemendekan fase anagen,
pemanjangan fase telogen, dan pengecilan folikel rambut.(1,2,8) Batang rambut akan terus
memendek dan menipis sampai akhirnya batang rambut tidak tumbuh melewati kulit kepala
sehingga kulit kepala tampak licin tanpa rambut dan pori-pori rambut tidak terlihat tanpa
menggunakan loop.(1,8)
Terapi alopesia androgenik meliputi terapi topikal solusio minoxidil, sistemik
antiandrogen dan antagonis 5α-reduktase, operasi, dan terapi kosmetik dengan wig. (2,8) Sebanyak
30-60% pasien penderita alopesia androgenik mengalami perbaikan setelah diberikan terapi
topikal dan sistemik, meskipun tidak sepenuhnya mengembalikan kondisi rambut seperti semula.(8) Selain itu, hair grafts dapat membantu memperbaiki kebotakan dan menghasilkan garis rambut
frontal yang cukup natural.(8)
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff,K., Johnson,R.A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6th
ed. New York: McGraw-Hill Company, 2009.
2. Paus,R., Olsen,E.A., Messenger,A.G. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th
ed. Chicago: McGraw-Hill Company, 2008.
3. James,W.D., Berger,T.G., Elston,D.M., editors. Andrews’ Disease of The Skin Clinical
Dermatology. 10th ed. Canada: WB Saunders Company, 2006.
4. Ellis,J.A., Sinclair,R., Harrap,S.B. Androgenetic Alopecia: Pathogenesis and Potential for
Therapy. Cambridge University Press, 2002. Available from:
http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=202002.
5. Wang,T.L. Prevalence of Androgenetic Alopecia in China: a Communitybased Study in Six
Cities. Available from: http://www.pkuph.com.cn/medicine/lib/sci_web_pdf/pk-wangtl.pdf,
British Journal of Dermatology 2010;162;843-847.
6. Cash,T.V., Price,P.V., Savin,R.C. Psychological Effects of Androgenetic Alopecia on
Women: Comparisons with Balding Men and with Female Control Subjects. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8408792, Old Dominion University, 1993
Oct;29(4):568-75.
7. Burns,T. Rook’s Textbook of Dermatology, 7th edition. Chapter 56. London: Blackwell
Publishing. 2008.
8. Sinclair,R.D. Male Androgenetic Alopecia. Available from:
http://www.hairlossfight.com/research/male_androgenetic_alopecia.pdf, JMHG Elsevier
Ireland, Desember 2004;Vol. 1;No. 4;pp. 319–327.
9. Rebora,A. Pathogenesis of Androgenetic Alopecia. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15097964, University of Genoa Italy, 2004
May;50(5):777-9.