alkalinitas rephisi

46
ALKALINITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Utilitas Dosen Pembina : Wa Ode Cakra N. ST., MT Disusun Oleh : S.Romlah Nurul B. : 115061101111002 Wahdah Mudrikah : 115061101111018 Angga Reza Pratama : 115061100111030 Mariatul Khiftiyah : 115061113111002 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK 1 Tanggal Pengumpulan Revisi I : 18

Upload: wahdah-mudrikah-siyas-naura-jaiz

Post on 14-Dec-2014

503 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: ALKALINITAS REPHISI

ALKALINITAS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Utilitas

Dosen Pembina : Wa Ode Cakra N. ST., MT

Disusun Oleh :

S.Romlah Nurul B. : 115061101111002

Wahdah Mudrikah : 115061101111018

Angga Reza Pratama : 115061100111030

Mariatul Khiftiyah : 115061113111002

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

1

Tanggal Pengumpulan Revisi I : 18 Maret 2013

Page 2: ALKALINITAS REPHISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan senyawa memiliki kemampuan untuk mempertahankan pH

nya dengan baik disebut buffering capacity. Hal tersebut dikarenakan air memiliki

kemampuan untuk menetralkan asam. Ukuran kapasitas air untuk menetralkan

asam disebut alkalinitas. Alkalinitas dalam sebagian besar air dikarenakan adanya

ion bikarbonat, karbonat, dan hidroksida yang terlarut di air. Ion – ion tersebut

berasal dari batuan dan tanah, garam-garam, aktivitas makhluk hidup tertentu

seperti alga dan air limbah industri. Jika suatu daerah berdasarkan struktur

geologinya mengandung sejumlah besar kalsium karbonat (CaCO3, batu kapur),

badan air cenderung lebih alkali. Selain itu, penggunaan batuan kapur untuk

menurunkan keasaman di ladang juga menambah alkalinitas di air permukaan.

Selain karbonat, alkalinitas juga dikarenakan oleh adanya hidroksida, silikat,

borat, dan ligan organik khususnya asetat dan propionate.

Alkalinitas merupakan parameter penting dalam proses pengolahan air

minum, air limbah. Pada keadaan tertentu (siang hari) adanya ganggang dan lumut

dalam air dapat menyebabkan turunnya kadar karbondioksida dan bikarbonat.

Dalam keadaan seperti ini, kadar karbonat dan hidroksida naik, dan menyebabkan

pH larutan naik. Air baku pada umumnya hanya mengandung alkalinitas-M saja

(hanya mengandung HCO3 saja) dengan pH sekitar 7. Alkalinitas yang cukup

tinggi diperlukan pada air umpan ketel untuk mencegah korosi, akan tetapi kadar

OH yang tinggi dapat menyebabkan kerapuhan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dari alkalinitas?

1.2.2 Apa saja sumber sumber dari alkalinitas?

1.2.3 Apa sajakah peran alkalinitas ?

1.2.4 Apa saja dan bagaimana metode analisa alkalinitas?

1.2.5 Bagaimana pengolahan dan metode alkalinitas di air?

1.2.6 Apa saja teknologi pengolahan alkalinitas di air yang

sedang berkembang saat ini?

2

Page 3: ALKALINITAS REPHISI

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari alklinitas.

1.3.2 Untuk mengetahui sumber sumber alkalinitas.

1.3.3 Untuk mengetahui peran alkalinitas

1.3.4 Untuk mengetahui metode analisa alkalinitas.

1.3.5 Untuk mengetahui metode pengolahan alkalinitas di air.

1.3.6 Untuk mengetahui teknologi alkalinitas di air yang sedang

berkembang saat ini.

3

Page 4: ALKALINITAS REPHISI

BAB II

ISI

2.1 Air

Air bagi suatu industri adalah bahan penunjang baik untuk kegiatan

langsung atau tak langsung. Penggunaan air di industri biasanya untuk

mendukung beberapa sistem, antara lain :

- Sistem pembangkit uap (boiler)

- Sistem pendingin

- Sistem pemroses (air proses)

- Sistem pemadam kebakaran

- Sistem air minum

Persyaratan kualitas air yang dapat digunakan dalam industri berbeda-beda

tergantung kepada tujuan penggunaan air tersebut. Air yang berasal dari alam

pada umumnya belum memenuhi persyaratan yang diperlukan sehingga harus

menjalani proses pengolahan lebih dahulu.

Pengolahan air dapat diklasifikasikan dalam dua golongan, antara lain :

1. Pengolahan eks

2. ternal

Pengolahan eksternal dilakukan di luar titik penggunaan air yang bertujuan

untuk mengurangi atau menghilangkan impurities (zat pengotor). Jenis-jenis

proses pengolahan eksternal ini antara lain sedimentasi, filtrasi, pelunakan

(softening), deionisasi (demineralization) , dan deaerasi.

3. Pengolahan internal

Pengolahan internal adalah pengolahan yang dilakukan pada titik

penggunaan air dan bertujuan untuk menyesuaikan (conditioning) air kepada

kriteria kondisi sistem dimana air tersebut akan digunakan. Usaha untuk mencapai

tujuan pengolahan internal dilakukan dengan penambahan berbagai bahan kimia

ke dalam air yang diolah. Bahan-bahan kimia tersebut, akan bereaksi dengan zat

pengotor sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam penggunaan air tersebut

(Santika, 1884).

4

Page 5: ALKALINITAS REPHISI

2.2 Alkalinitas dan sumber alkalinitas

Salah satu zat pengotor dalam air adalah alkalinitas. Alkalinitas

merupakan jumlah ekivalen basa yang dititrasi oleh asam kuat (Stumm et al,

1996). Berdasarkan definisi tersebut, dapat diketahui bahwa alkalinitas merupakan

kapasitas dari suatu zat untuk menetralkan asam. Dengan adanya kemampuan

untuk menetralkan asam, sehingga zat tersebut dapat mempertahankan pH-nya

atau disebut buffering capacity. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan

ppm (mg/l) kalsium karbonat ( Ahmad, 1992).

Penyusun alkalinitas perairan adalah anion Bikarbonat (HCO3-),

karbonat( CO3-), Hidroksida (OH-) seta garam dari asam lemah seperti Borat

(H2BO3-), silikat (HSiO3

-), fosfat (HPO4- dan H2PO4-), sulfide (HS-) dan amonia

(NH3) juga memberikan konstribusi terhadap alkalinitas dalam jumlah sedikit.

Alkalinitas dalam air ada tiga jenis yaitu: alkalinitas Hidroksida(OH-alkalinity),

alkalinitas karbonat (CO3-alkalinity), dan alkalinitas bikarbonat (HCO3-

alkalinity). Ketiga jenis senyawa itu menyebabkan alkalinitas tersebut tidak dapat

hadir bersama sama dalam air, sehingga hanya ada lima kemungkinan:

- Hanya senyawa hidoksida (OH)

- Hanya senyawa karbonat (CO3-)

- Hanya senyawa bikarbonat (HCO3-)

- CO3- dan HCO3

-

- OH- dan CO3-

Alkalinitas di air permukaan atau air tanah disebabkan oleh adanya fraksi

gas CO2, atau gas atmosfer yang ada di tanah atau di daerah tak jenuh yang

terletak antara permukaan tanah dan air seperti pada gambar 1. Kadar CO2 di

atmosfer mendekati 0,03 % vol. Gas CO2 ini biasanya dihasilkan dari respirasi

tumbuhan dan oksidasi bahan organik ( John, 2001).

5

Page 6: ALKALINITAS REPHISI

Gambar 1: Ilustrasi skematik sistem karbonat di laut. Pertukaran CO2 antara atmosfer dan

laut melalui kesetimbangan CO2 dan CO2 terlarut sebagai bagian dari sistem karbonat.

(Sumber: Molt,2007)

Selain gas CO2 , sumber alkalinitas meliputi reduksi sulfat termediasi

secara biologis dan metamorfosa batuan karbonat. Ketika air mengalir dan

melewati batuan karbonat, maka terjadi pelarutan bikarbonat seperti kalsium

bikarbonat, (Ca(HCO3)2), natrium bikarbonat (NaHCO3); dan sebagian kecil

berasal dari hidroksida terlarut, ammonia, borat, basa organik, fosfat dan silikat.

Alkalinitas pada saluran air di penambangan selain dikarenakan oleh bikarbonat

terlarut juga oleh adanya reduksi sulfat, oksidasi bahan organik, dan reduksi

logam hidroksida berdasarkan reaksi berikut:

CH2O + 4Fe(OH)3,s +7H+ ↔ 4Fe2+ + HCO3

-+ 10H2O

(Sumber: Carl et al., 2005)

Siklus karbon berkaitan dengan ion bikarbonat dan karbonat dalam air,

sebagai contoh danau yang mengalami eutrofikasi pada siang hari, laju asimilasi

CO2 terlarut oleh alga dan plankton melebihi laju larutnya CO2 dari udara ke air.

Sehingga pH air di dekat permukaan meningkat seiring dengan kenaikan rasio

HCO3- terhadap H2CO3 . Sedangkan pada malam hari, laju respirasi vegetasi

akuatik melebihi laju asimilasi dan pH menurun. Tanah yang lembab pada daerah

sedang menjadi kekurangan kalsium karbonat karena leaching, pH air tanah pada

kedalaman dangkal menjadi rendah, karena mineral tanah pada daerah tersebut

mengadsorb H+ . Jika diasumsikan pH air dikendalikan oleh kesetimbangan karbon

dioksida, maka air mengandung 160 mg/L H2CO3 (John, 2001).

6

Page 7: ALKALINITAS REPHISI

Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut

sebagai alkaline water, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm

disebut sebagai air lunak. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan

ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm ( Ahmad, 1992).

Alkalinitas berperan dalam hal hal sebagai berikut :

a. Sistem Penyangga

Bikarbonat yang terdapat pada perairan dengan nilai alkalinitas total

tinggi, berperan sebagai penyangga perairan terhadap perubahan pH yang drastis.

Jika basa kuat ditambahkan ke dalam perairan maka basa tersebut akan bereaksi

dengan asam karbonat membentuk garam bikarbonat dan akhirnya menjadi

karbonat. Jika asam ditambahkan ke dalam perairan maka asam tersebut akan

digunakan untuk mengonversi karbonat menjadi bikarbonat dan menjadi asam

karbonat. Hal ini dapat menjadikan perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi

tidak mengalami perubahan pH secara drastis sehingga organisme akuatik dapat

bertahan hidup.

b. Koagulasi Bahan

Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi air atau limbah

bereaksi dengan air membentuk endapan hidroksida yang tidak larut. Ion hidrogen

yang dilepaskan bereaksi dengan ion-ion penyusun alkalinitas, sehingga

alkalinitas berperan sebagai penyangga untuk mengetahui kisaran pH yang

optimum bagi penggunaan koagulan. Dalam hal ini alkalinitas sebaiknya berada

pada kisaran optimum ntuk mengikat ion hidrogen yang dilepaskan pada proses

koagulasi.

c. Pelunakan air

Alkalinitas adalah parameter yang harus dipertimbankan dalam

menentukan jumlah soda abu dan kapur yang diperlukan dalam proses pelunakan

dengan metode pengendapan. Pelunakan air bertujuan untuk menurunkan

kesadahan.

d. Pengendalian Korosi

Alkalinitas merupakan parameter yang sangat penting termasuk didalam

pengendalian korosi (Cole, 1988).

7

Page 8: ALKALINITAS REPHISI

2.3 Metode analisa alkalinitas

Analisa alkalinitas di air sangant penting, terutama untuk pengolahan air

baik itu pada pengolahan air minum, air limbah, air proses, air pendingin, air

umpan boiler. Analisa alkalinitas dalam air dapat dilakukan melalui metode antara

lain :

2.3.1 Metode titrasi

Melalui metode titrasi dengan indikator warna menggunakan larutan HCI

atau H2SO4. Sampel dengan pH diatas 8,3 titrasi dilakukan dalam dua tahap. Pada

tahap pertama titrasi sampai pH 8,2 dengan phenolptalein sebagai indikator yang

ditunjukkan dari perubahan warna merah menjadi tidak berwarna. Setelah itu

titrasi dilanjutkan dengan menambahkan indicator metil orange sampai pH 4,5

(larutan jadi tidak berwarna). Untuk sampel yang pHnya kurang dari 8,3 hanya

dilakukan titrasi satu tahap dengan metal orange sebagai indicator sampau pH 4,5

(warna berubah dari kuning jadi merah)

Pemilihan pH 8,3 sebagai titik akhir pada titrasi tahap pertama ialah

berdasarkan pada titrasi alkalimetri. Nilai pH 8,3 ini untuk titrasi karbonat

menjadi bikarbonat:

CO32- + H+ HCO3

-

Penggunaan pH 4,5 untuk titik akhir titrasi pada tahap kedua dari titrasi

sesuai dengan perkiraan untuk titik kesetimbangan untuk konversi dari ion

bikarbonat menjadi asam karbonat :

HCO3- + H+ H2CO3

(Sumber: Sawyer,1998)

Tabel 1: Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi alkalinitas

8

Page 9: ALKALINITAS REPHISI

(Sumber: Santika,1984)

2.3.2 Metode Potensiometri

Adapun prinsip dari metode ini adalah ion hidroksil yang ada dalam

sampel sebagai hasil disosiasi atau hidrolisi zat terlarut bereaksi dengan asam

standar yang ditambahkan. Sehingga alkalinitas sangat bergantung pada titik akhir

pH yang digunakan (AWWA, 1999).

Metode potensiometri ini mengunakan pH meter untuk mengukur pH

sampel dan sampel dititrasi dengan asam sulfat dan pada setiap penambahan ±

0,5 ml asam sulfat, sampel diaduk secara perlahan untuk memberikan waktu yang

cukup bagi kesetimbangan elektroda. Nilai pH hasil titrasi diketahui setelah setiap

penambahan H2SO4 tersebut, dan dicatat oleh recorder ( Santika, 1984).

Titik akhir titrasi ini ditentukan oleh:

1. Jenis indicator yang dipilih dimana warnanya berubah – ubah pada

pH titik akhir titrasi.

2. Perubahan nilai pH pada pH meter waktu titrasi asam-basa

memperlihatkan titik akhir titrasi/ekivalen (Santika,1984).

2.4 Pengolahan dan teknologi dan alkalinitas di air

Air yang berasal dari alam pada umumnya belum memenuhi persyaratan

yang diperlukan seperti pada tabel 2 sehingga harus menjalani proses pengolahan

lebih dahulu.

Tabel 2: baku utu air minum, air bersih, dan air baku

9

Page 10: ALKALINITAS REPHISI

(Sumber: Maurato, 2002)

Sebagai contoh air yang digunakan sebagai media pendingin memiliki

standar mutu tertentu, di dalam standar mutu tersebut terdapat suatu parameter

yaitu alkalinitas yang umumnya dinyatakan dalam mg/L ion bikarbonat.

Alkalinitas dalam air pendingin tidak boleh melebihi batas maksimum yang

tertera dalam standar mutu air pendingin. Hal ini disebabkan oleh timbulnya

masalah dalam proses industri seperti timbulnya kerak, korosi, dll. Hal trsebut

dikarenakan alkalinitas dalam air yang berkaitan dengan pH mempengaruhi

stabilitas air seperti pada gambar 2.

10

Page 11: ALKALINITAS REPHISI

Gambar 2: Hubungan pH, alkalinitas dan stabilitas air

( Sumber: : http://www.gov.ns.ca/nse/water)

Selain pada air pendingin, alkalinitas menjadi masalah pada air boiler.

Hal tersebut dikarenakan alkalinitas yang masuk dengan air umpan boiler akan

terurai seiring adanya panas dan waktu menjadi CO2 dan OH. CO2 akan mengalir

bersama dengan uap air karena wujudnya gas. Ketika uap air dingin , CO2 terlarut

kembali ke kondensat dan membentuk asam karbonat. Kondensat bersifat asam

ini akan mengkorosi sistem condensate return piping dan mengakibatkan produk

korosi kembali ke boiler, yang mengakibatkan fouling. Sedangkan OH di air

boiler akan menyebabkan caustic gouging atau under-deposit corrosion

( Bernahl, 2004)

2.4.1 Metode pengolahan alkalinitas

Umumnya terdapat tiga metode pengolahan air untuk mengurangi

alkalinitas, antara lain :

2.4.1.1 Nanofiltrasi/ Reverse Osmosis

Nanofiltrasi dan osmosis balik merupakan teknologi pemisahan

menggunakan membran yang membalikkan proses osmotik alami dengan

menggunakan umpan bertekanan yang mendorong air melalui membran melawan

11

Page 12: ALKALINITAS REPHISI

gradien osmotik dan menahan ion divalent atau tersuspensi melewati membran

seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 3: osmosis balik

( Sumber: : http://www.espwaterproduct.com )

Dalam proses nanofiltrasi dan osmosis balik terdapat tiga aliran dasar

meliputi aliran umpan, permeate atau produk, dan konsentrat atau limbah seperti

yang ditunjukkan pada gambar 3. Proses pengolahan air menggunakan metode ini

umumnya terdiri dari beberapa tahap, Pertama air umpan dipompa oleh feed pump

selanjutnya dilakukan proses asidifikasi bertujuan untuk menetralkan ion-ion

penyebab alkalinitas dengan H+ sehingga terbentuk suspensi. Suspensi dalam air

ini dipisahkan ke sistem membran nanofiltrasi/ osmosis balik sehingga

alkalinitas dalam air berkurang dan dihasilkan permeate. Permeate dari masing-

masing tahap dicampur untuk aliran produk dan suspense terpisah dari permeate

disebut konsentrat dimana konsentrat dari tahap sebelumnya menjadi umpan

untuk tahap selanjutnya. Konsentrat dari tahap akhir biasanya dibuang ( Maurato,

2002).

Gambar 3: Pengolahan air limbah industri dengan metode nano filtrasi/osmosis balik

12

Page 13: ALKALINITAS REPHISI

(Sumber : Maurato, 2002)

Sistem membrane selalu membutuhkan berbagai jenis pretreatment untuk

mencegah penyumbatan membrane. Jenis pretreatment bergantung pada kualitas

air umpan dan jenis membrane. Untuk air permukaan, pretreatment lebih luas

meliputi koagulasi, sedimentasi, penyesuaian pH, mikrofiltrasi, GAC filtration,dll.

Residu yang dihasilkan dari nanofiltrasi dan osmosis balik berupa

konsentrat dari proses membrane dan spent chemical cleaning solutions.

Pembuangan konsentrat harus diperhatikan karena volume relative tinggi, aliran

limbah dengan TDS tinggi dan membutuhkan badan air yang cukup besar untuk

pembuangan atau harus dialirkan ke pabrik pengolahan air limbah. Spent chemical

cleaning solutions umumnya bersifat asam dan harus dinetralisisasi sebelum

dibuang.

Melalui proses ini, alkalinitas dapat diturunkan hingga nilai tertentu yang

mengakibatkan penurunan pH dari air yang telah diolah, yang berpengaruh pada

pengendalian korosi dan stabilitas kerak air pada sistem distribusi sehingga

dilakukan penyesuaian pH di post-treatment untuk mengendalikan korosi di

proses hilir. Untuk mencegah korosi oleh adanya pengendapan kalsium karbonat

pada pipa distribusi digunakan pelapis cement-mortar. Melalui proses ini,

alkalinitas air menurun menjadi > 15 %.

Adapun kelebihan proses ini antara lain penghilangan alkalinitas lebih

konsisten dan tingkat lebih tinggi, selama kualitas air tinggi. Namun proses ini

juga membutuhkan pretreatment/feed pump, pembuangan konsentrat, biaya tinggi.

Berikut merupakan biaya kira-kira untuk proses pengurangan alkalinitas melalui

metode nanofiltrasi dan osmosis balik.

Tabel 3: Perkiraan Biaya dalam metode Nanofiltrasi dan Reverse Osmosis

13

Page 14: ALKALINITAS REPHISI

( Sumber: Maurato, 2002 )

Biaya tidak termasuk biaya untuk proses pre-treatment dan post-

treatment karena bergantung pada kualitas air. Biaya meliputi membrane, feed

pumps, peralatan kimia, listrik dan instrumentasi. Biaya O&M meliputi daya,

biaya penggantian membaran, dan gaji pekerja ( Maurato, 2002 ).

2.4.1.2 Lime Softening

Lime softening digunakan untuk mengurangi alkalinitas yang dihasilkan

dari reduksi parsial kesadahan air dan menggunakan Ca(OH)2 dalam jumlah yang

cukup untuk menaikkan nilai pH sekitar 10 sehingga terjadi pengendapan CO32-

sebagai sludge, dan dilakukan filtrasi.

Proses pelunakan terdiri dari beberapa tahap seperti pada gambar

Gambar 4 : Pengolahan alkalinitas dengan metode lime softeningSumber : http://www.usbr.gov/pmts/water/publications/primer.html

1. Pretreatment

Pretreatment meliputi aerasi atau presedimentation. Aerasi dilakukan

pada air dengan konsentrasi CO2 tinggi, seperti air tanah. Presedimentation

digunakan untuk air permukaan yang sangat keruh dengan tujuan untuk

menghasilkan air umpan dengan kualitas yang lebih konsisten.

2. Pelunakan

Tahap pelunakan berlangsung dalam solid contact clarifier, dimana

dilakukan pencampuran antara air dan koagulan serta lime (CaO) berbentuk

coral. Adapun proses yang berlangsung selama tahap ini yaitu :

(i) Koagulasi

Koagulasi adalah proses penetralan partikel-partikel yang ada dalam air

sehingga sesamanya tidak saling tolak menolak dan dapat diendapkan bersama

sama. Koagulan berupa besi seperti ferric sulfate, ferrous sulfate atau aluminum

(aluminum sulfate atau natrium aluminate) dimasukkan ke dalam air dan diaduk

14

Page 15: ALKALINITAS REPHISI

dengan cepat sehingga ion-ion penyebab alkalinitas seperti bikarbonat berikatan

dengan ion-ion positif dalam koagulan dan dihasilkan flok (floc) yaitu partikel

bukan koloid yang sangat halus seperti pada reaksi di bawah ini :

(Sumber: Setiadi, 2007)

(ii) Flokulasi

Flokulasi merupakan kelanjutan proses koagulasi, partikel-partikel halus

hasil koagulasi membentuk suatu gumpalan yang besar sehingga lebih mudah

mengendap.

Pengendapan juga dibantu oleh penambahan lime (CaO) yang bereaksi

dengan H2O membentuk kalsium hidroksida, atau Ca(OH)2. Kalsium di air

bereaksi dengan CO2 membentuk endapan kalsium karbonat , pH optimum untuk

proses ini 10, 3. Kedalaman air di solids contact clarifiers biasanya 14-19 ft,

waktu kontak 15-30 menit. Surface loading rates dari 1.0 hingga 1.75 gpm/ft2.

Clarified water dikumpulkan dalam radial effluent launders yang searah dengan

aliran effluent discharge pipe. Padatan di clarification zone turun ke dasar basin

dan berpindah ke pusat oleh rotating sludge rake. pH keluaran dari proses ini

sekitar 10-11. Sehingga dilakukan penyesuaian pH dengan injeksi asam sulfat

atau asam klorida ke aliran keluaran dengan metering pump.

3. Recarbonation

Setelah pelunakan selesai, air harus di rekarbonasi CO2 dengan tujuan

menstabilkan air. Ini dilakukan sebelum filtrasi dan diharapkan konsentrasi

alkalinitas bikarbonat 40 mg/L.

4. Filtrasi

Penyaring media biasa digunakan setelah lime softening untuk

menghilangkan padatan tersuspensi yang masih ada di lime softening effluent.

Sehingga, teknologi membrane menjadi alternative sebagai penyaring karena

15

Page 16: ALKALINITAS REPHISI

efektifitas tinggi. Proses lime softening khususnya menghasilkan 1% lime sludge

waste stream

Adapun kelebihan dari proses ini antara lain biaya lebih murah, terbukti

dan terpecaya. Namun dibutuhkan pengawasan ketat pada penggunaan bahan

kimia, dan pembuangan sludge ( Baruth, 2005).

2.4.1.3 Ion exchange

Proses pertukaran ion terdiri dari reaksi kimia antara ion-ion di fase cair

dan ion di fase padat (Reynold et al., 1982) Pada proses tersebut senyawa yang

tidak larut, dalam hal ini resin, menerima ion positif atau negative tertentu dari

larutan dan melepaskan ion lain ke dalam larutan tersebut dalam jumlah ekivalen

yang sama. Jika ion yang dipertukarkan berupa kation, maka resin tersebut

dinamakan resin penukar kation, dan jika ion yang dipertukarkan berupa anion,

maka resin tersebut dinamakan resin penukar anion.Pengolahan alkalinitas dengan

metode ion exchange terdiri dari tiga proses (Bernahl, 2004):

1. Salt Splitting Dealkalization

Proses ini umumnya digunakan dalam industry dengan sistem boiler

bertekanan rendah dengan menggunakan Type II anion resin bed yang

diregenerasi dengan garam NaCl atau dengan penambahan NaOH dalam jumlah

sedikit. Anion bed mengikuti pelunak karena resin anion akan tercemar jika Ca

dan Mg ditemukan menuju resin. Saat alkalinitas dihilangkan , total dissolved

solid (TDS) di air tidak berubah. Oleh karena itu, tingkat CO2 di kondensat boiler

akan menurun, sehingga menurunkan penggunaan amina. Namun , tidak ada

kemampuan untuk menaikkan siklus konsentrasi boiler karena TDS di air umpan

tidak berubah. Faktanya , konduktifitas air umpan sedikit meningkat. Proses ini

memiliki beberapa keuntungan antara lain :

- Garam merupakan bahan yang tidak berbahaya , dan oleh karena itu

digunakan untuk meregenerasi resin.

- Kapasitas pelunak yang berlebih dapat dionversi untuk digunakan sebagai

dealkalizer.

Namun , proses ini juga memiliki beberapa kekurangan , antara lain :

16

Page 17: ALKALINITAS REPHISI

- Kapasitas operasi dealkalizer relative rendah yaitu 8-10 kg/ft3 sehingga

untuk wadah yang lebih besar, dibutuhkan resin dan regeneran yang lebih

banyak.

- Proses tidak menghilangkan TDS

- Resin anion rentan tercemar bahan organik dan kesadahan melalui pelunak

- Regenerasi membutuhkan garam dengan kualitas tinggi, evaporated

grade.

Gambar 5: Salt Spilitting Dealkalization

(Sumber: Baernahl,2004)

Air yang mengandung alkalinitas dialirkan menuju softener yang

mengandung resin penukar kation asam kuat, yang beroperasi dengan siklus

natrium. Siklus natrium merupakan proses regenerasi resin dengan ion yang

umum berdasarkan reaksi berikut :

(Sumber: Wrigley, 2003)

Selanjutnya dialirkan ke dealkalizer dengan adanya resin penukar anion

basa kuat dengan operasi siklus Cl.

2. Split Stream Dealkalization

17

Page 18: ALKALINITAS REPHISI

Gambar 6: Split Stream Dealkilization

(Sumber: Bernahl,2004)

Split stream dealkalization seperti pada gambar menggunakan dua bed

resin katon asam kuat ( SAC) yang dioperasikan secara parallel. Satu bed

dioperasikan dalam bentuk sodium sebagai pelunak dan bed lainnya dalam bentuk

hydrogen seperti tangki kation demineralizer. Bed ini umumnya diregenerasi

dengan asam sulfat (H2SO4) . Air umpan mengalir kemudian dibagi menjadi dua

aliran menuju kedua tangki. Proses ini menghasilkan satu sumber aliran air lunak

yang mengandung 100 % alkalinitas dan satu sumber air yang telah diasamkan

dengan alkalinitas nol. Namun, sumber air ini masih mengandung asiditas mineral

bebas (FMA). Dua aliran tersebut dicampur dan dialirkan ke atas degassifier,

yang menghilangkan CO2 yang ditimbulkan oleh FMA dari sumber air yang

terasidifikasi dan alkalinitas dari sumber air yang dilunakkan. Pengendalian

persentase masing-masing aliran di air dapat dilakukam melalui jumlah alkalinitas

di final effluent. Proses Split stream dealkalization memiliki beberapa

keuntungan antara lain :

- Alkalinitas di campuran akhir dapat diendalikan hingga tingkat yang

diinginkan.

- TDS dihilangkan hingga tingkat alkalinitas dihilangkan

- Kapasitas operasi resin SAC lebih tinggi dari resin anion tipe II yang

digunakan diproses salt-splitting yang membutuhkan volume resin yang

lebih kecil.

Namun , proses ini juga memiliki beberapa kekurangan , antara lain :

18

Page 19: ALKALINITAS REPHISI

- Adanya penggunaan asam yang berbahaya di proses regenerasi

- Dibutuhkan modal dan biaya operasi degassifier.

- Dibutuhkan umpan kaustik dalam jumlah sedikit untuk menaikkan pH

final effluent hingga kadar yang diperbolehkan.

3. Weak Acid Cation Dealkalization

Gambar 7: weak

Acid Cation (WAC) Dealkilization

(Sumber: Bernahl,2004)

Ketika alkalinitas dan kesadahan dalam air mengalir tinggi dan rasio

antara kesadahan dan alkalinitas 1 atau lebih, dealkalization menggunakan resin

kation asam lemah (WAC) lebih efisien dan efektivitas biaya lebih baik seperti

pada gambar 4. Proses menggunakan resin WAC yang sangat efisien untuk

menukar hidrogen dari kesadahan yang berkaitan dengan alkalinitas. Air

ditampung di degassifier untuk menghilangkan CO2 yang dihasilkan, yang

mengurangi TDS. Selanjutnya pelunak konvensional menghilangkan kesadahan

permanen yang tersisa di buangan degassifier. Kaustik dalam jumlah sedikit juga

ditambahkan untuk menaikkan pH buangan akhir hingga tingkat yang

diperbolehkan. Keuntungan proses ini meliputi :

- Kapasitas operasi yang sangat tinggi.

- Otomatisasi dapat dicapai melalui penggunaan simple online pH meter.

- Pengurangan TDS menaikkan cycle of concentration dip roses industri

hilir.

19

Page 20: ALKALINITAS REPHISI

- Kapasitas pelunak diminimalkan karena resin WAC menghilangkan

sebagian besar kesadahan di proses dealkalisasi.

Namun , proses ini juga memiliki beberapa kekurangan , antara lain :

- Proses WAC tidak efisien pada semua sifat kimia air, khususnya kadar

alkalinitas natrium yang tinggi.

- Penggunaan Asam yang berbahaya dip roses regenerasi.

- Dibutuhkan modal dan biaya operasi degassifier.

- Dibutuhkan umpan kaustik dalam jumlah sedikit untuk menaikkan pH

final effluent hingga kadar yang diperbolehkan.

2.4.2 Teknologi pengolahan alkalinitas di air yang sedang

berkembang pada saat ini

Metode pengolahan alkalinitas di air telah dikembangkan menjadi sebuah

teknologi pengolahan alkalinitas antara lain :

2.4.2.1 Aquariuas Water System Dealkalisation Plant

Aquariuas Water System Dealkalisation Plant yang mampu menurunkan

alkalinitas pada sebagian besar air hingga kurang dari 5% dari input total

alkalinity. Dealkalisation plant digunakan untuk menurunkan alkalinitas di aliran

air melalui proses pertukaran ion menggunakan resin disebut dengan weak

hidrogen cation resin. Proses dealkalisai umumnya digunakan untuk air dengan

alkalinitas dan kesadahan tinggi seperti borehole waters. Sehingga manfaat yang

diperoleh lebih maksimal oleh adanya penghilangan alkalinitas bikarbonat pada

tingkat tinggi yang akan memebrikan korosi kondesat yang serius dan

menghabiskan biaya jika air diumpankan langsung di boiler. Terdapat tiga

komponen dalam sistem dealkalisasi yaitu :

1. Bejana bertekanan yang mengandung hidrogen lemah dari resin kation

2. Degasser tower

Degasser tower diisi dengan kemasan cincin polipropilene. Bungkusan ini

untuk memastikan luas permukaan maksimum antara air dan udara yang

dihembuskan melalui kemasan dari air blower pada dasar degasser. Air yang

mengandung karbon dioksida mengalir ke bawah melewati menara dan

dialirkan keluar bagian atas degasser.

20

Page 21: ALKALINITAS REPHISI

3. Softening plant yang mengandung penukar natrium yang kuat.

Komponen tambahan lainnya anatara lain break tanks, transfer pumps, pH

correction equipment, control panel dan magnadol effluent neutraliser. Ukuran

masing-masing komponen bervariasi tergantung laju alir, dan alkalinitas dalam

air. Ukuran kolom dealkalisasi bergantung ada input alkalinity dan kapasitas yang

dibutuhkan antara regenerasi dan aliran yang tertimbun dalam resin. Biasanya

aliran yang tertimbun di resin antara 8 sampai 36 bed volumes per jam. Adapun

cara kerja dealkalisation plant adalah membiarkan air yang mengandung ion

bikarbonat melewati weak hidrogen cation exchange resin di kolom dealkalisasi.

Resin ini secara selektif menghilangkan garam kalsium dan magnesium yang

berkaitan dengan kesadahan alkali dan dalam air yang keluar, ion bikarbonat ada

sebagai larutan CO2 dan air. CO2 dihilangkan gas stripping di kolom degasser.

Regenarasi resin di kolom dealkalisasi dengan menggunakan dengan asam

hidroklorik 28 % untuk mengganti tempat hidrogen pada resin. Regenerasi

berlangsung secara otomatis berdasrkan pH. Dalam beberapa hal, water meter

digunakan. Ketika pH air yang keluar naik hingga 5,6, unit secara otomatis

mengalirkan asam dari tank pengukur asam ke kolom distilasi. Setelah regenasi

resin, pH menjadi 3, 8 Siklus regenerasi berlangsung hingga pH mencapai 5,6

dan proses regenerasi diulang.Hal yang sama pada softening plant, jika resin

habis, dapat diregenerasi dengan larutan garam jenuh yang mengganti ion natrium

kembali ke resin.

2.4.2.2 Chloride cycle dealkalizers

Dealkalization mengacu pada penghilangan ion alkalinitas dari air. Dari berbagai

metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan alkalinitas, Chloride Cycle

Dealkalization mungkin yang paling sederhana,dandapat membuktikan menjadi biaya

sangat efektif dalam banyak situasi.

Chloride Cycle Dealkalization beroperasi mirip dengan sodium cycle

softeners. Keduanya menggunakan prinsip pertukaran ion, dimana ion yang tidak

diinginkan dipindahkan dari air dan diganti dengan yang diinginkan yang disimpan pada

resin beads pertukaran ion yang berpori,dan keduanya diregenerasi menggunakan larutan

21

Page 22: ALKALINITAS REPHISI

natrium klorida terkonsentrasi (garam) . Namun, dalam Chloride Cycle Dealkalization,

resin anion digunakan sebagai pengganti dari resin kation. Ketika diregenerasi dengan

larutan pekat natrium klorida, resin anion menjadi dibebankan dengan ion klorida. Ketika

air melewati resin selama siklusnya, ion karbonat, bikarbonat,dansulfat menjadi melekat

pada situs pertukarandansetara dengan jumlah ion klorida yang dilepaskan. Karena

proses pertukaran ini jauh lebih lambat dibandingkan pada pelembut, tingkat alurnya

harus lebih rendah (biasanya 2 sampai 3 gpm/ft3),dankedalaman alas minimal harus lebih

besar (30 "untuk dealkalizer vs 24" untuk pelembut ).

Operasi Chloride Cycle Dealkalization secara benar akan mengurangi alkalinitas

aliran air sekitar 90%. ± 5% (I, e dari 100 ppm). Tingkat klorida dalam limbah akan

meningkat sekitar 1 ppm untuk setiap ppm alkalinitasdansulfat yang dihilangkan.

Gambar 4: Dealkalisasi selama ion exchange

( Sumber: Maurato, 2002 )

2.4.2.2.1 Regenerasi

Pada akhirnya, resin akan menjadi jenuh dengan anion yang

dihilangkandantingkat alkalinitas dalam limbah akan meningkat cepat. Sebagai aturan

umum, sebuah Chloride Cycle Dealkalization harus dihilangkandanregenerasi kapanpun

alkalinitas dalam limbah melebihi 10% dari alkalinitas air baku. Proses regenerasi ini

mirip dengan yang digunakan pada sodium cycle softeners,dan terdiri dari :

1. Backwash

Tujuan backwash adalah untuk menghilangkan padatan tersuspensi yang

menumpuk di alas resin selama siklusnya. Proses ini memperluas alas, melepaskan zat

22

Page 23: ALKALINITAS REPHISI

padat,danmempersiapkan bed untuk brine draw. Karena resin anion kurang padat dari

resin kation, itu harus dibackwash pada tingkat yang lebih rendah untuk mencegah resin

terbawa ke saluran. Tingkat aliran backwash untuk chloride cycle dealkalizer harus 2

sampai 3 gpm/ft2 dari daerah alas. Jangan membackwash resin bed baru selama awal

permulaan

2. Brine Draw

Regenerasi dapat dicapai baik menggunakan garam (NaCl) saja, atau

kombinasi garamdankaustik (NaOH). Dosis garam normal adalah 5 sampai 7

Ib/ft3 dari resin. Dosis garam yang lebih tinggi tidak meningkatkan kapasitas

tukar.

Namun, penambahan 0,25-0,50 Ib/ft3 dari 100% NaOH bersama dengan

brine tersebut tidak secara signifikan meningkatkan kapasitas, serta

mengkonversi gas CO2 bebas dalam air ke dalam alkalinitas bikarbonat (HCO3),

sehingga dapat dipertukarkan oleh resin. Penambahan kaustik selama regenerasi

juga memiliki manfaat sedikit untuk meningkatkan pH air pembuangan.

Selama brine draw, larutan brine sekitar 5% diarahkan ke bagian atas resin bed

minimal selama 30 menit. brine tersebut mengalir ke bawah melalui resin

beddanke saluran, konsentrasi tinggi ion klorida menyebabkan anion melekat

pada resin untuk ditukar dengan ion klorida. Laju aliran seharusnya sekitar 0,5

gpm/ft3 dari resin untuk efisiensi regenerasi optimal. Laju aliran yang lambat

dapat menyebabkan penyaluran sementara tingkat aliran lebih cepat dapat

menyebabkan regenerasi tidak lengkap. Yang kaustik biasanya dipompa dari

drum atau tangki ke dalam tangki system brine sebelum brine draw atau brine ke

dalam brine line tersebut dimasukkan ke tangki resin.

Air yang dimasukkan ke dealkalizer dan digunakan untuk regenerasi

harus lunak (<1 gpg) untuk mencegah fouling resin. Akibatnya, pelunak hampir

selalu dipasang di depan sebuah dealkalizer. Bersih, garam berkualitas tinggi

juga harus digunakan untuk membantu menghindari fouling resin, yang tidak

mudah untuk dideteksi. Hasil tes biasanya akan mengungkapkan penghilangan

alkalinitas rendah, tetapi penyebabnya tidak jelas. Fouling adalah perhatian

khusus di mana kedua garamdankaustik digunakan untuk regenerasi.

3. Slow Rinse

23

Page 24: ALKALINITAS REPHISI

Ketika brine draw selesai, air lunak terus diarahkan melalui resin bed

sekitar selama 15 menit pada laju aliran yang sama digunakan untuk brine draw

(setidaknya dua volume alas harus melewati resin). Ini langkah slow rinse

menyelesaikan proses pertukaran iondanmendorong brine dari tempat resin bed

ke saluran.

4. Fast Rinse

Bila flow rinse selesai, fast rinse dengan laju alir yang diarahkan ke

bagian atas resin beddanmelalui saluran pembuangan. Langkah ini, yang

berlangsung sekitar 15-20 menit, dialirkan brine yang tersisa dari resin bed.

Setelah selesai langkah fast rinse, dealkalizer sudah siap untuk dikembalikan.

2.4.2.2.2 Ukuran sebuah dealkalizer siklus klorida

Untuk ukuran benar sebuah dealkalizer, maka analisis air harus mencakup

minimal parameter berikut: PdanM-Alkalinitas, Chloride (Cl), Sulfat (SO4), total

kesadahan,danKonduktivitas. Informasi ini diperlukan untuk menghitung

kapasitas tukar resin anion. Tergantung pada metode regenerasidanrasio ion

alkalinitas terhadap beban anion total, kapasitas dapat berkisar dari 5.000 sampai

12.000 butir penghilangan alkalinitas per ft3 resin. Idealnya, konsentrasi

sulfatdanklorida harus kurang dari 50% dari konsentrasi anion total

memaksimalkan efisiensidanMenghindari kebocoran. Perhatikan bahwa di mana

kaustik digunakan dengan garam untuk regenerasi, sejumlah kecil silika (<10%)

dapat dipertukarkan selama bagian yang berbeda dari siklus.

Laju aliran melalui dealkalizer juga harus diperhitungkan ketika ukuran unit.

Karena proses pertukaran lebih lambat daripada di pelembut, tingkat aliran yang

lebih rendah harus digunakan (biasanya 2 sampai 3 gpm/ft3) untuk menghindari

kebocoran. Hal ini membutuhkan tangki yang lebih besardanresin lebih untuk

menangani laju alir setara. Untuk memenuhi persyaratan operasi terus-menerus,

melunak airdankeseimbangan hidrolik yang tepat, sistem dealkalizer biasanya,

meliputi pelembut,danharus hati-hati direkayasa sehingga aliran yang cukup

tersedia untuk memenuhi persyaratan prosesdanregenerasi (Maurato, 2002 ).

2.4.2.2.3 Keuntungan dan Kerugian

Sebuah chloride cycle dealkalizer menawarkan beberapa keuntungan

utama dibandingkan metode penghilangan alkalinitas lain seperti hydrogen cycle

24

Page 25: ALKALINITAS REPHISI

dealkalizers, demineralizers, atau unit reverse osmosis:

- Asam tidak diperlukan.

Regeneran yang murahdanaman.

Degasifier tidak diperlukan.

Repressurization tidak diperlukan.

Namun, ada beberapa kelemahan untuk menggunakan chloride cycle

dealkalizer dibandingkan metode lain:

Efisiensi relatif rendah. Sejumlah besar regenerant mungkin

diperlukan, terutama pada arus tinggi atau jika rasio ion alkalinitas terhadap

ion total rendah.

Jika rasio ion alkalinitas rerhadap ion total rendah, unit harus lebih

besardanlebih resin harus digunakan.

Tidak ada total padatan terlarut (TDS) reduksi.

Pelembut diperlukan.

Sebuah chloride cycle dealkalizer cenderung untuk menawarkan payback

terbaik ketika memperbaiki alkalinitas yang tinggi (> 100 ppm) &%

pengembalian kondensat rendah atau ketika siklus dapat ditingkatkan. tingkat

sulfatdanklorida yang tinggi mengurangi efisiensi regenerasidanEfektivitas biaya

keseluruhan dari metode ini. Terlepas dari payback, dealkalizer yang harus

dipertimbangkan apabila korosi kondensat tidak cukup untuk dikontrol

menggunakan bahan kimia saja (Maurato, 2002 ).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1 Alkalinitas merupakan jumlah ekivalen basa yang dititrasi

oleh asam kuat, dan dapat didefinisikan bahwa alkalinitas merupakan

kapasitas dari suatu zat untuk menetralkan asam. Dengan adanya

kemampuan untuk menetralkan asam, sehingga zat tersebut dapat

mempertahankan pH-nya atau disebut buffering capacity.

25

Page 26: ALKALINITAS REPHISI

3.1.2 Alkalinitas di air permukaan atau air tanah disebabkan oleh

adanya fraksi gas CO2. Sumber alkalinitas meliputi reduksi sulfat

termediasi secara biologis dan metamorfosa batuan karbonat seperti

kalsium bikarbonat, (Ca(HCO3)2), natrium bikarbonat (NaHCO3); dan

sebagian kecil berasal dari hidroksida terlarut, ammonia, borat, basa

organik, fosfat dan silikat. Alkalinitas pada saluran air di penambangan

selain dikarenakan oleh bikarbonat terlarut juga oleh adanya reduksi

sulfat, oksidasi bahan organik, dan reduksi logam hidroksida.

3.1.3 Alkalinitas berperan sebagai, sistem Penyangga, koagulasi

bahan, pelunakan air, serta pengendalian korosi.

3.1.4 Analisa alkalinitas dalam air dapat dilakukan melalui;

Metode titrasi dengan indicator warna menggunakan larutan HCI atau

H2SO4, dan yang kedua yaitu metode potensiometri, prinsip dari metode

ini adalah ion hidroksil yang ada dalam dsampel sebagai hasil disosiasi

atau hidrolisi zat terlarut bereaksi dengan asam standar yang ditambahkan.

Sehingga alkalinitas sangat bergantung pada titik akhir pH yang

digunakan.

3.1.5 Pada umumnya terdapat tiga metode pengolahan air untuk

mengurangi alkalinitas, antara lain; Pertama yaitu Nanofiltrasi/ Reverse Osmosis

yang merupakan teknologi pemisahan menggunakan membran yang membalikkan

proses osmotik alami dengan menggunakan umpan bertekanan yang mendorong

air melalui membran melawan gradien osmotik. Kedua yaitu Lime Softening,

digunakan untuk mengurangi alkalinitas yang dihasilkan dari reduksi parsial

kesadahan air dan menggunakan Ca(OH). Dan yang ketiga yaitu Ion exchange

yang meliputi anion exchange dan kation exchange.

3.1.6 Metode pengolahan alkalinitas di air yang telah

dikembangkan menjadi sebuah teknologi pengolahan alkalinitas

meliputi; Pertama yaitu Aquariuas Water System Dealkalisation Plant

yang mampu menurunkan alkalinitas pada sebagian besar air hingga

kurang dari 5% dari input total alkalinity. Chloride cycle dealkalizers

beroperasi mirip dengan sodium cycle softeners, yang menggunakan prinsip

pertukaran ion.

26

Page 27: ALKALINITAS REPHISI

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A., 1992. Kinerja Bioreaktor Unggun Fluidisasi Anaerobik Dua

Tahap dalam Mengolah Limbah Cair Industri Minyak Kelapa

Sawit. Pusat Antar Universitas-Bioteknologi, Institut Teknologi

Bandung.

Addy, Kelly, Linda Green, dan Elizabeth Herron. pH and Alkalinity. Rhode Island

: URI Watershed Watch. Hal 3.

27

Page 28: ALKALINITAS REPHISI

American Water Works Association, and American Society of Civil Engineers.

Water Treatment Plant Design. Edward E. Baruth. Fourth ed. New

York: McGraw-Hill Handbooks, 2005.

Bernahl, Wayne E. 2004. Is Dealkalization by Ion Exchange is Right for You ?

(

online).http://www.wqpmag.com/sites/default/filDealkalization1.pd

f. Diakses tanggal 14 Maret 2013.

Carl S. Kirby, Charles A. Cravotta III. 2005. Net alkalinity and net acidity 1:

Theoretical considerations. Journal of Applied Geochemistry 20 .

pp 1928

Cole. G. A. 1988. Textbook of Limnology; Third Edition. Waveland-Press, Inc:

USA.

John D. Hemn, 2001. Alkalinity. Study and Interpretation of the Chemical

Characteristics of Natural Water.

Maurato,2002. Microfiltration and Nanofiltration. Canada : Zenon Environmental

Inc.

Reynold, Tom D., Richard, Paul A. 1986. Unit Operation and Processes in

Environmental Enginesssering. Boston : PWS Publishing

Company.

Santika. S.S. Alaerts G. 1884. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional: Surabaya.

Stumm, W., Morgan, J.J., 1996. Aquatic Chemistry: Chemical

Equilibria and Rates in Natural Waters, third ed. Wiley, New

York.

Setiadi, Tjandra. 2007. PENGOLAHAN dan PENYEDIAAN AIR. Diktat Kuliah

TK-2206 Sistem Utilitas I. Institut Teknologi Bandung.

White, Bill. 2011. Reclamation: Managing Water in the West. U.S. Department of

the Interior Bureau Reclamation.

Wrigley, Steve. 2003. Water Conditioning Manual : Introduction to Ion

Exchange. The Dow Chemical Company.

28

Page 29: ALKALINITAS REPHISI

Lampiran 1

PERTANYAAN DAN DISKUSI KELAS

1. Totok Iswanto

Pertanyaan:

Dari ketiga metode pengolahan alkalinitas yaitu:

1. nanofiltrasi/reverse osmosis

2. Lime softening

3. Ion exchange

Metode manakah yang digunakan untuk kapasitas besar atau sekala

industri? Dan dari ketiga metode tersebut, apakah prosesnya dapat

digunakan secara kontinyu ?

Jawaban:

Dari ketiga metode diatas, pada umumnya merupakan metode yang

digunakan untuk sekala besar (pabrik). Dandari ketiga metode tersebut

prosesnya dilakukan secara kontinyu.

2. Widya Anggi Yulianda

Pertanyaan:

Setelah dilakukan pretreatment, bagaimana perlakuan untuk konsentrat

yang telah digunakan?

Apakah dalam pengolahan alkialinitas dapat ditambahkan bahan kimia

secara langsung?

Jawab:

- Proses pengolahan air menggunakan metode reverse osmosis pada

umumnya terdiri dari beberapa tahap, Pertama air umpan dipompa oleh

feed pump selanjutnya dilakukan proses asidifikasi bertujuan untuk

menetralkan ion-ion penyebab alkalinitas dengan H+ sehingga terbentuk

suspensi. Suspensi dalam air ini dipisahkan ke sistem membran

nanofiltrasi/ osmosis balik sehingga alkalinitas dalam air berkurang dan

dihasilkan permeate. Permeate dari masing-masing tahap dicampur

29

Page 30: ALKALINITAS REPHISI

untuk aliran produk dan suspense terpisah dari permeate disebut

konsentrat dimana konsentrat dari tahap sebelumnya menjadi umpan

untuk tahap selanjutnya. Konsentrat dari tahap akhir biasanya

dibuang.

- Dalam pegolahan alkalinitas dapat ditambahkan bahan kimia secara

langsung, yaitu dengan penambahan asam,jika asam ditambahkan ke

dalam perairan maka asam tersebut akan digunakan untuk mengonversi

karbonat menjadi bikarbonat dan menjadi asam karbonat. Hal ini dapat

menjadikan perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi tidak mengalami

perubahan pH secara drastis sehingga organisme akuatik dapat bertahan

hidup.

3. Aulia Kusuma Wardani

Pertanyaan:

Dalam metode analisa alkalinitas. Mengapa pada sampel yang pH nya <

8,3 hanya membutuhkan sekali titrasi ?

Jawab:

Karena pada dasarnya penyebab alkalinitas tidak dapat hadir bersama

sama dalam air, sehingga hanya terdapat 5 kemungkinan penyebab

alkalinitas di perairan yaitu:

- Hanya senyawa hidoksida (OH)

- Hanya senyawa karbonat (CO3-)

- Hanya senyawa bikarbonat (HCO3-)

- CO3- dan HCO3

-

- OH- dan CO3-

Sehingga pada sampel yang pHnya <8,3 yaitu asam (dari ketiga penyebab

utama alkalinitas yaitu Hidroksida(OH-alkalinity), alkalinitas karbonat

(CO3-alkalinity), dan alkalinitas bikarbonat (HCO3-alkalinity), (yang

termasuk asam hanya HCO3-) sehingga hanya perlu melakukan konversi

dari ion bikarbonat menjadi asam karbonat, Reksinya sebagai berikut:

HCO3- + H+ H2CO3.

30

Page 31: ALKALINITAS REPHISI

Sedangkan jika sampel yang pHnya 8,3 yaitu basa berdasarkan pada titrasi

alkalimetri, memiliki 2 kemungkinan penyebab alkalinitas terjadi yaitu:

Hidroksida(OH-alkalinity) dan alkalinitas karbonat (CO3-alkalinity)

sehingg konversi yang kemungkinan terjadi yaitu dari karbonat menjadi

ion bikarbonat. Reaksinya sebagai berikut : CO32- + H+ HCO3

- dan

selanjutnya mengkonversi ion karbonat menjadi asam karbonat.

4. Alif Rinaldy Fajargis

Pertanyaan:

Apa akibatnya jika air yang digunakan dalam pipa industri nilai alkalinitas

tinggi, pengaruhnya terhadap pipa apa saja ?

Jawab:

Jika nilai alkalinitas dari suatu air yang digunakan untuk industri tinggi,

maka akan mengakibatkan penimbunan kerak pada pipa industry, dan itu

sangat tidak diharapkan dan tidak diinginkan dalam sutu proses industry

karena biaya produksi yang dibutuhkan semakin tinggi untuk perbaikan

pipa,sehingga dapat menyebabkan kerugian.

5. Rido Oktobriananta

Pertanyaan:

Apa yang dimaksud dengen weak hydrogen ?

Jawab:

Weak hydrogen merupakan nama dari resin kation yang digunakan pada

teknologi Aquariuas Water System Dealkalisation Plant

6. Agna Eria Denta

Pertanyaan:

Pada ion exchange, metode pengolahan alkalinitas. Anion exchange ada

proses pretreatment lime softening. Apa yang dipretreatment pada proses

tersebut?

Jawab:

Pada proses pretreatment lime softening yang ditreatment adalah air

umpannya. Pretreatment meliputi aerasi atau presedimentation. Aerasi

dilakukan pada air dengan konsentrasi CO2 tinggi, seperti air tanah.

Presedimentation digunakan untuk air permukaan yang sangat keruh

31

Page 32: ALKALINITAS REPHISI

dengan tujuan untuk menghasilkan air umpan dengan kualitas yang lebih

konsisten dan agar siap untuk dimasukkan ke tahap selanjutnya. Yaitu

dimasukkan ke dalam alat pengolahan alkalinitas lebih lanjut maka air

yang akan digunakna tersebut dilunakkan terrlebih dahulu.

32