al maturidiyah

27
Makalah Revisi AL-MATURIDIYAH Sejarah Timbul, Abu Mansur al-Maturidi dan Pokok-pokok Ajarannya dan Pengaruhnya dalam Dunia Islam Disampaikan pada Seminar Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar Tahun Akademik 2009/2010 Oleh : M U H T A R DOSEN PEMANDU Dr. H. Kamaluddin Abu Nawas, M.Ag. Dr. Usman, M.Ag.

Upload: bang-jai

Post on 18-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Al Maturidiyah

Makalah Revisi

AL-MATURIDIYAH Sejarah Timbul, Abu Mansur al-Maturidi dan Pokok-pokok

Ajarannya dan Pengaruhnya dalam Dunia Islam

Disampaikan pada Seminar Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Tahun Akademik 2009/2010

Oleh :

M U H T A R

DOSEN PEMANDU

Dr. H. Kamaluddin Abu Nawas, M.Ag.

Dr. Usman, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN

MAKASSAR

2009

Page 2: Al Maturidiyah

BAB I

PENDAHULUAN

Al-Maturidiyah adalah satu dari dua aliran utama dalam Ahlu al-Sunnah wal

al-Jamaah, sebagamana yang dikatakan oleh Imam Muhammad As-Zabidi bahwa:

“Bila dinyatakan ahli Sunnah, maka maksudnya adalah aliran Asy’ariyah dan

Maturidiyah”1

Aliran al-Maturidiyah merupakan aliran yang lahir sebagai reaksi Kaum

Muslimin terhadap pergolakan-pergolakan teologi yang terjadi pada masa

pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, al-Mu’tazim dan al-Wasiq (813-847 M), apalagi

setelah Khalifah al-Mu’mun mengakui Aliran Mukhtazilah sebagai Mazhab resmi

negera pada tahun 827 M.2 meskipun demikian, Ahlu al-Sunnah wa al Jamaah yang

dalam hal ini adalah Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, tidak selalu

memiliki paham yang berbeda dengan Mukhtazila. Ada yang beda, dan ada pula yang

sama.

Tampilnya Aliran al-Maturidiyah dalam Teologi Islam mendapat sambutan

yang luas dari masyarakat Islam. Aliran ini kemudian berkembang menjadi aliran

besar dalam dunia Islam pada waktu itu. Sukses ini tentunya tidak terlepas dari tokoh

sentral dan sekaligus pendiri aliran tersebut, yaitu Muhammad bin Muhammad bin

Mahmud bin Abu Mansur Al-Maturidy, yang lebih dikenal dengan Abu Mansur al-

Maturidi.

Sebagai bentuk penolakan terhadap aliran Muktazilah yang dinilai banyak

menyimpang dari Sunnah, Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi

kemudian mendirikan aliran teologi yang kemudian dikenal dengan aliran al-

Asy’ariyah dan al-Maturidiyah. Kedua aliran ini dikenal sebagai aliran Ahlu Al-

Sunnah wal jamaah karena memiliki misi yang sama, yaitu ingin mengembalikan

Ummat Islam kepada ajaran Sunnah.

1Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam (Cet. I; Jakarta: CV Rajawali, 1991), h. 154. 2Harun Nasution, Teologi Islam: Sejarah Analisa Perbandingan (Cet. V; Jakarta: UI Press,

1986), h. 61.

1

Page 3: Al Maturidiyah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Timbulnya Aliran Al-Muturidiyah

Munculnya aliran al-Maturidi pada dasarnya memiliki kesamaan dengan

aliran al-Asy’ariyah. Kedua tokoh aliran tersebut memiliki persamaan dalam hal

perkembangan pemikiran kalamnya. Keduanya sama-sama dihadapkan pada

pemikiran kalam yang uckup menggoncangkan spiritualitas idiologi umat Islam kala

itu terlebih setelah munculnya peristiwa al-Mihna.3

Al-Maturidiyah adalah nama sebuah aliran dalam ilmu Kalam yang kemudian

dinisbatkan kepada pendirinya, Imam Al-Maturidy. Nama lengkapnya: Muhammad

Bin Muhammad Bin Mahmud Bin Abu Mansur Al-Maturidy. Dia lahir di kota

Maturid, Samarkand. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan jelas, diperkirakan

lahir pada pertengahan abad ke III H, dan meninggal pada tahun 333 H.4

Al-Maturidi hidup dan dibesarkan dalam suasana pertentangan yang sangat

tajam antara penganut Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i, sedangkan dalam bidang

kalam antara kubu ulama hadits dan dengan aliran Mu’tazilah, banyaknya perbedaan

itu menjadi unsur positif bagi Al-Muturidi karena menjadikan dia terpacu terus

mendalami berbagai bidang keilmuan.5

Pada periode selanjutnya aliran al-Maturidiyah mengalami perkembangan lagi

dengan kehadiran tokoh baru yang bernama Abu Yusr Muhammad al-Bazdawi yang

lahir di Hudud, sebuah negeri di Bazdah pada tahun 400 H dan wafat sekitar tahun

482 H.6 seperti halnya al-Muturidi, nama al Bazdawi juga didasarkan kepada daerah

Bazdad tempat kelahirannya. Selama masa hidupnya ia lebih banyak tinggal Bukhara,

3Noer Iskandar Al-Barsany, Pemikiran Kalam Abu Mansur Al-Maturidi (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 89.

4Ali Abdul Fatta al-Magribi, Imam Ahlussunnah wa al-Jamaah: Abu Mansur al-Maturidi wa Arauhu al-Kalamiyah (Cet.I; t.tp: Maktabah Wahbah, 1995), h. 11

5Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islam II (Cet. XVI; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 296.

6Syahrir Harapan dan Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedia Aqidah Islam (Cet. I; Jakarta Perdana Media, 2003), h. 73.

2

Page 4: Al Maturidiyah

kota yang kebanyakan ulamanya penganut pemikiran al-Asy’ari, sehingga al-Bazdawi

tidak luput dari pengaruh itu sehingga dalam pemikiran kalamnya lebih bercorak

Maturidiyah al-Asy’ari.7

Dalam bidang aqidah pada mulanya al-Bazdawi perpedoman pada al-Fiqh al-

Akbar tapi dalam perkembangan selanjutnya ia kemudian menganut paham Al-

Maturidiyah, akan tetapi, meskipun ia menganut paham ini namun pemikirannya

tidak selamanya seirama dengan al-Maturidi yang lebih dekat kepada al-Mu’tazilah,

sedangkan ia lebih dekat kepada al-Asy’ari. Perbedaan inilah membuat paham al-

Maturidiyah terbagi menjadi dua golongan Samarkand dan golongan Bukhara.8 Untuk

pembahasan lebih jauh, berikut ini penulis akan memaparkan secara lebih terperinci

tentang kedua golongan tersebut.

1. Golongan Samarkand

Paham Al-Maturidiyah yang dikenal dengan golongan Samarkand adalah Abu

Mansur al-Maturidi sendiri dna pengikut-pengikutnya. Sebagai pengikut Abu

Hanifah, pemikiran Al-Maturidi terkadang cenderung agak rasional. Dengan

demikian, meskipun Al-Maturidi sendiri muncul sebagai reaksi terhadap paham

Muktazilah, namun dalam beberapa masalah, Al-Maturidi cenderung sependapat

dengan Muktazilah, dan dalam beberapa hal pula pemikiran-pemikiran Al-Maturidi

juga sejalan al-Asy’ari. Golongan ini cenderung ke arah paham Muktazilah,

sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Muturidi dan Asy’ary terdapat

kesamaan pandangan. Menurut Maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan

mengetahui bukan dengan zat-Nya melainkan dengan pengetahuan-Nya. Begitu juga

Tuhan berkuasa bukan dengan zat-Nya. Demikian juga mengenai perbuatan-

perbuatan manusia, Maturidi sependapat dengan golongan Muktazilah, bahwa

7Noer Iskandar. Al-Barsany, Bografi dan Garis Besar Pemikiran Kalam Ahlussunnah Waljamaah (Cet. I; Jakarta; Raja Grafindo Persada; 2001), h. 86

8Ibid

3

Page 5: Al Maturidiyah

manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Apabila dilihat

dari sisi ini, Maturidi sepaham dengan Qadariyah.9

Dalam soal al-wa’ad wa al-waid, al-Mutiridy juga sepaham dengan

Muktazilah bahwa janji dan ancaman Tuhan kelak pasti terjadi. Demikian juga

masalah antropomorphisme, dimana Maturidi berpendapat bahwa tangan, wajah, dan

sebagainya seperti penggambaran al-Qur’an, mesti diberi arti kiasan. Dalam hal ini,

Maturidi bertolak belakang dengan al-Asy’ary.10

2. Golongan Bukhara

Golongan Muturidiyah Bukhara ini dipimpin oleh Abu al-Yusr Muhammad

al-Bazdawi. Dari orang tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima ajaran-ajaran Maturidi.

Kemudian dalam perkembangannya al-Bazdawi mempunyai seorang murid yang

bernama Najm al-Din Muhammad al-Nasafi dengan karyanya Al-Aqaidul Nasafiyah.

Dengan demikian, yang dimaksud golongan Bukhara adalah pengikut-

pengikut al-Bazdawi dalam aliran al-Mutiridiyah yang mempunyai pendapat yang

lebih dekat kepada pendapt-pendapat Al-Asy’ary.11

B. Abu Mansur Al-Maturidy dan Pokok-pokok Ajarannya

a. Riwayat Hidup Abu Mansur al-Maturidy

Riwayat hidup Abu Mansur al-Maturidy tidak begitu banyak diungkapkan

oleh para penulis. Yang jelas ia hidup sezaman dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari, tapi

di tempat yang berbeda. Al-Asy’ari di Bashrah, sementara al-Maturidy di Smarkand.

Latar belakang mazhab yang dianut keduanya pun tidak sama. Al-Asy’ari adalah

penganut Mazhab Syafi’i, sedangkan al-Muturidy penganut Mazhab Hanafi, sehingga

pemikiran teologi al-Muturidy lebih rasional ketimbang al-Asy’ar. Pemikiran al-

Muturidy yang sejalan dengan Abu Hanifah itu, lebih cenderung mendekati

pemikiran Muktazilan, sementara pemikiran Al-Asy’ari lebih dekat pada Jabariyah.

9Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 190. 10Ibid. 11Ibid., h. 191.

4

Page 6: Al Maturidiyah

Nama lengkap al-Mutiridy adalah Abu Mansur Muhamamd Bin Muhammad

Bin Mahmud al-Maturidi. Ia dilahirkan di Maturid, sebuah daerah di Samarkand.

Kapan tahun kelahirannya? Tidak begitu jelas, tapi diperkirakan pada pertengah ke II

abad kesembilan Masehi. Ia wafat tahun 332 H/994 M. karena daerah kelahirannya

adalah Muturid, ia kemudian lebih dikenal dengan sebutan al-Maturidy.12

b. Pokok-pokok Ajaran Al-Maturidiyah

Pokok-pokok ajaran Al-Maturidi dalam bidang Teologi Islam, mencakup

beberapa hal, yang diantaranya berkenaan dengan masalah sifat-sifat Tuhan,

perbuatan dan kehendak mutlak Tuhan, konsep iman, akal dan wahyu, dosa besar dan

paham tentang melihat Tuhan.

1. Paham tentang sifat-sifat Tuhan

Menurut Maturidiyah Samarkand, sifat-sifat Tuhan bukan sesuatu diluar

dzat-nya, bukan pula sifat-sifat yang berdiri pada zat-nya dan tidak pula

terpisah dari dzat-nya.13 Sifat-sifat tersebut mempunyai eksistensi yang mandiri

dari dzat, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa banyaknya sifat-sifat itu akan

membawa kepada banyaknya yang qadim (kekal).14 Menurut pendapatnya,

Tuhan mengetahui bukan dengan dzat-Nya, tetapi mengetahui dengan

pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan dzat-Nya, tetapi berkuasa

dengan kekuasaan-Nya.15

Selanjutnya menurut Maturidy Samarkand, Tuhan bersifat immateri

karenanya ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan seakan-akan

mempunyai sifat materi seperti kata tangan, wajah dan penglihatan.16 Seperti

yang terdapat dalam ayat Al-Qur’an.

12Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 128. 13Noer Iskandar Al-Barasany, op. cit., h. 33. 14Imam Muhammad Abu Zahra, Tarikh Al-Mazahib al-Islamiyyah fi al-Siyasah wa al-Aqaid

wa Tarikh al-Mazahib al-Fiqhiyah, Diterjemahkan oleh Abdul Rahman Dahlan dan Ahmad Darib, dengan Judul Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam (Cet. I; Logos Publishing House, 1995), h. 207, h. 218

15Harun Nasution, op. ci.t, h. 78. 16Noer Iskandar, Al-Barsany, op. cit., h. 36.

5

Page 7: Al Maturidiyah

أيديهم فوق يداللهArtinya: Tangan Allah diatas tangan mereka (Q.S. al-Fath: 10)17 dan

واإلكرام ذالجلل ربك وجه ويبقىArtinya: Dan tetap kekal wajah Tuhanmu (Q.S Al-Rahman: 27).18

Sebenarnya yang dimaksud adalah “kekuasaan, rahmat dan penguasaan”

Tuhan atas makhluk-Nya.19 Hal ini sejalan dengan aliran muktazilaha namun

berbeda dalam mengakui adanya sifat-sifat Tuhan. Sedangkan mengenai apakah

Tuhan dapat dilihat nanti, Muturidiyah Samarkand sejalan dengan Asy’asy

bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala.

Seperti halnya Maturidiyah Samarkand, Maturidiyah Bukharah

berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, tetapi persoalan banyak yang

kekal mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal

melalui kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui

kekekalan sifat-sifat itu sendiri, jadi Tuhan bersama-sama sifatnya kekal tetapi

sifat-sifat itu sendiri tidak kekal. Selanjutnya Maturidiyah Bukharah juga

berpendapat bahwa ayat-ayat yang menggambarkan bahwa Tuhan memiliki

unsur-unsur jasmani seperti tangan itua dalah sifat bukan anggota badan Tuhan

jadi sifat yang dimaksud adalah sifat yang sama dengan sifat-sifat lain seperti

halnya ilmu, kehendak dan daya.20

17Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra), h. 838 18Ibid., h. 886. 19Noer Iskandar, Al-Barsany, op. cit., h. 36. 20Harun Nasution, op. cit., h. 137-138.

6

Page 8: Al Maturidiyah

2. Paham tentang perbuatan manusia dan kehendak mutlak Tuhan

Mengenai perbuatan-perbuatan mansuia, Maturidiyah Samarkand

sependapat dengan golongan Muktazilah, bahwa manusialah sebenarnya yang

mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian, Maturidiyah

Samarkand mempunyai paham searah dengan paham Qadariyah.21

Selanjutnya menurut Maturidiyah Samarkand, segala perbuatan manusia

terjadi atas kehendak dan kemauan Tuhan. Dalam hal ini ada dua perbuatan

yaitu perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan mengambil

bentuk pencitaan daya, sedangkan perbuatan manusia mempergunakan daya

dan daya itu sendiri diciptakan Tuhan secara bersama bukan sebelum perbuatan.

Akan tetapi, daya menurut Maturidi tidak sama dengan daya menurut Asy’ary.

Al-Maturidi daya memberi pelung bagi manusia untuk berperan dalam

perbuatannya, maksudnya Tuhan adalah pencipta yang melahirkan wujud suatu

perbuatan, sedangkan manusia adalah pelaku yang mempunyai pilihan (ikhtiar)

dalam perbuatannya.22

Menurut golongan Bukhara, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun

terhadap makhluk-Nya. Oleh karena itu, Tuhan tidak wajib berbuat baik

terhadap hamba-Nya. Pada perbuatan manusia terdapat daya yang diciptakan

oleh Tuhan dan perbuatan itu sendiri dari manusia. Mengenai Al-Wa’ad wa al-

Wa’id, menurut al-Bazdawi tidak mungkin Tuhan melanggar janji-Nya untuk

memberi upay kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak

mungkin Tuhan membatalkan janjinya untuk memberi hukuman kepada orang

yang berbuat jahat.23

21Ibid., h. 77 22Toshihiko Itzusu, The Concept of Belif in Islamic Theology, Diterjemahkan Agus Fahri

Husein, Analisa Semantik Iman dan Islam (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), h. 239 23Harun Nasution, op. cit, h. 133-134.

7

Page 9: Al Maturidiyah

3. Paham tentang Iman

Menurut golongan Samarkand, Iman adalah Tasdiq bi al-Qalb bukan

semata-mata iqrar bi al-Lisan, selanjutnya tasdiq seperti yang dipahami harus

diperoleh dengan ma’rifat.24

Meskipun demikian, ma’rifat bukanlah esensi iman melainkan faktor

penyebab hadirnya iman, jadi menurut Al-Maturidi iman adalah tasdiq yang

berdasarkan ma’rifat.iman adalah mengetahui Tuhan dalam ke Tuhanan-Nya,

ma’rifat adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifatnya.25

Dalam hal ini, Maturidiyah Bukharah berpandangan bahwa ima adalah

tasdiq bi al-qalb yaitu menyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan

Allah dan tasdiq bi al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran

Islam secara verbal. Golongan ini mempunyai paham yang sama dengan kaum

Asy-ariyah bahwa akal tidak sampai pada kewajiban adanya Tuhan, iman tidak

dapat mengambil bentuk Ma’rifat atau amal, tapi haruslah merupakan tasdiq

saja. Sedangkan Maturidiyah Bukharah berpendapat bahwa iman itu terdiri dari

dua aspek dalam struktur iman, salah satu aspeknya adalah petunjuk atau

hidayah Allah dan hal ini tidak diciptakan, sedangkan aspek yang kedua adalah

yang diberi petunjuk yang merupakan peran yang dimainkan manusia dan inilah

yang diciptakan.26

4. Paham tentang akal dan wahyu

Menurut al-Maturidy golongan Samarkand, akal mengetahui sifat baik

yang terdapat dalam yang baik dan sifat buruk yang terdapat dalam yang buruk.

Dengan demikian, akal juga dapat mengetahui bahwa berbuat buruk adalah

24Rosihan Anwar dan Abdul Razak, Ilmu Kalam (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 149-150.

25Toshihiko Izutsu, op. cit., h. 239. 26Ibid.

8

Page 10: Al Maturidiyah

buruk dan berbuat baik adalah baik, dan pengetahuan inilah yang memastikan

adanya perintah dan larangan.27

Dalam masalah baik dan buruk, Maturidiyah Samarkand berpendapat

bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri,

sedangkan perintah atau larangan syari’i hanyalah mengikuti ketentuan akal

mengenai baik dan buruknya sesuatu. Ia mengetahui bahwa akal tidak selalu

mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, namun terkadang pula

mampu mengetahui sebagian baik dan buruknya sesuatu, dalam kondisi

demikian, wahyu dibutuhkan untuk dijadikan sebagai pembimbing.28

Menurut golongan Bukhara, akal tidak dapat sampai kepada kewajiban

mengetahui adanya Tuhan, iman tidak bisa mengambil bentuk ma’rifat atau

amal, tetapi haruslah merupakan tasdiq. Batasan yang diberikan al-Bazdawi

tentang iman adalah menerima dalam hati dengan lidah bahwa tidak ada Tuhan

selain Allah dan bahwa tidak ada yang serupa dengan dia. Akibat dari paham

demikian ialah bahwa bahwa mengetahui Tuhan dalam arti berterima kasih

kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib bagi manusia.29

Dengan demikian, Maturidiyah Bukharah hanya mengakui kemampuan

akal mengetahui Tuhan, sedangkan wajib mengetahui Tuhan menurut mereka

tidak dapat diketahui kecuali dengan informasi wahyu Al-Bazdawi mengatakan

bahwa “tidak ada kewajiban sebelum Rasul datang, oleh karena iman kepada

Tuhan tidak wajib kecuali setelah datangnya wahyu.30 Selanjutnya mengenai

perbuatan baik dan buruk Maturidiyah Bukharah sependapat dengan

Maturidiyah Samarkand bahwa akal hanya dapat mengetahui baik dan buruk,

sedangkan kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk tidak

dapat diketahui oleh akal tanpa adanya petunjuk wahyu.31

27Harun Nasution, op. cit., h. 91. 28Rosihan Anwar dan Abdul Razak, op. cit., h. 125. 29Harun Nasution, loc. Cit. 30Hamka Haq, Dialog Pemikiran Islam (Makassar: al-Ahkam, 2004), h. 23-24. 31Harun Nasution, op. cit., h. 90.

9

Page 11: Al Maturidiyah

5. Paham tentang pelaku dosa besar

Mengenai dosa besar, Al-Maturidiyah Samarkand sependapat dengan al-

Asy’ari bahwa orang berdosa besar masih tetap mu’min, dan mengenai dosa

besarnya, Tuhan kelak di akhirat ia juga menolak paham al-manzilah bain al-

Manzilatain Kaum Muktazilah.32

Menurut aliran ini meskipun seseorang melakukan dosa besar dia masih

tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Hal ini tentu

sejalan dengan konsep keimanan al-Matudi yang telah kita uraikan di atas

bahwa iman adalah ikrar wa-tasdiq sehingga iman adalah yasidu wala

yangkusu. Sehingga dengan demikian hati tidak akan terpengaruh oleh

perbuatan-perbuatan badan. Adapun balasan yang diterimanya nanti di akhriat

tergantung apa yang dilakukannya di dunia sebab Tuhan akan menepatinya.

Jika pelaku dosa besar itu mati sebelum bertaubat dan Tuhan menghendaki

masuk neraka maka dia tidak akan kekal di dalamnya.33

Mengenai dosa besar, Golongan Bukharah mempunyai pendapat yang

sama dengan golongan Samarkhand bahwa pelaku dosa besar masih tetap

sebagai mukmin sehingga jika dimasukkan ke dalam neraka akibat dosa

tersebut maka dia tidak akan kekal didalamnya. Mengenai nasibnya nanti di

akhirat tergantung kepada kehendak mutlak Tuha, bisa jadi dia mendapat

ampunan dan masuk surga atau ditimpa musibah terlebih dahulu kemudian

dimasukkan dalam surga.

6. Paham tentang Al-Qur’an

Dalam hal ini, Al-Maturidi tidak sepaham dengan Mu’tazilah tentang

al-Qur’an. Sebagaimana al-Asy’ary, al-Matridi mengatakan bahwa kalam atau

sabda Tuhan tidak diciptakan tetapi bersifat qadim. Kalam Tuhan adalah sifat

Azali Tuhan, karena itu Ia qadim dan tidak baru.34

32Ibid., h. 77. 33Ibid., h. 138.

10

Page 12: Al Maturidiyah

Al-Maturidi berpendapat bahwa Al-Qur’an (kalam Allah) terbagi

terbagi dalam dua bentuk. Pertama, Kalam nafsi, yaitu kalam yang ada pada

dzat Allah Swt dan bersifat qadim bukan dalam bentuk hurup dan suara. Kalam

ini menjadi sifat Allah Swt sejak dahulu kata. Manusia tidak dapat mengetahui

hakikat-Nya. Kalam yang terdiri dari hurup dan suara, yang disebut mushaf

(kumpulan lembaran).35

7. Paham Tentang Melihat Tuhan

Melihat Tuhan pada hari kemudian adalah hal yang dapat terjadi

pendapat al-Maturidiyah ini berdasarkan pada Al-Qur’an surat Al-Qiyamah: 22-

23 :

ناظرة ربها ناضرة, الى يومئذ وجوهArtinya: Wajah-wajah (orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada

Tuhannyalah mereka melihat”.36

Al-Maturidi yang menetapkan bahwa Allah Swt dapat dilihat pada

hari kiamat, menegaskan bahwa itu merupakan salah satu keadaan khusus

hari kiamat, sedangkan keadaan itu hanyalah Allah Swt yang mengetahui

bagaimana bentuk dan sifatnya. Manusia tidak mengetahui tentang hari

kiamat kecuali melalui ungkapan dan pernyataan yang menetapkannya.

Membicarakan bagaimana sebenarnya hari kiamat itu termasuk sikap yang

melampaui batas.37

Dalam hal ini, Maturidiyah Bukharah dan Samarkand sepaham

dengan Asy’ariah. Al-Maturidi juga berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat

karena ia mempunyai wujud. Menurut al-Bazdawi, Tuhan dapat dilihat,

34 Imam Abi al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, Al-Ibanah an Ushuh al-Diniyyah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.tp) h. 31

35 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jil. 3 (Cet. III; Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 207

36Departemen Agama RI, op. cit., h. 999.37Imam Muhammad Abu Zahra, op. cit., h. 220-221.

11

Page 13: Al Maturidiyah

sungguhpun tidak mepunyai bentuk, tidak mengambil tempat dan tidak

terbatas.38

C. Pengaruh Ajaran Al-Maturidiyah di Dunia Islam

Al-Maturidiyah sebagai satu aliran teologi Islam yang kemudian dikenal

sebagai salah satu aliran Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah yang tampil bersama al-

Asy’ariyah, merupakan reaksi terhadap pemikiran-pemikiran kalam Muktazilah.

Lahirnya aliran Maturidiyah kemudian mendapat sambutan yang begitu luas dari

masyarkat Islam kala itu, karena merupakan aliran yang mempunyai pemahaman

yang mudah diterima oleh masyarakat Islam. Dalam pemikiran-pemikiran teologi al-

Maturidi selain berdasar pada al-Qur’an dan sunnah, juga menggunakan akal. Aliran

ini merupakan pengikut mazhab Abu Hanifah. Meskipun Al-Maturidi Samarkand

cenderung memiliki corak pemikiran yang bersifat rasional, namun tidak seesktrim

aliran Muktazilah.

Meskipun Al-Maturidi sebagai satu aliran tidak lagi ditemukan seperti pada

awal kemunculannya. Namun, Al-Maturidi sebagai sautu paham masih tetap

senantiasa memberikan pengaruh yang begitu dalam perkembangan pemikiran teologi

Islam. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya kitab-kitab karangan Al-Maturidi dan

al-Bazdawi yang turut memperkaya corak pemikiran Islam, antara lain; kitab al-

Tauhid, al-Ushul fi Ushul al-Din, Ta’wil al-Qur’an, karya Al-Maturidi dan kitab

Ushul al-din karya al-Bazdawi.

38Harun Nasution, op. cit., h. 140.

12

Page 14: Al Maturidiyah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berangkat dari uraian-uraian sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa

kesimpulan, yaitu:

1. Al-Maturidiyah merupakan aliran teologi yang lahir sebagai reaksi Kaum

Muslimin terhadap pergolakan-pergolakan teologi yang terjadi pada masa

pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, al-Mu’tazim dan al-Wasiq (813-847 M),

terlebih setelah Khalifah al-Ma’mun mengakui Aliran Mukhtazilah sebagai

Mazhab resmi negera pada tahun 827 M.39 Meskipun demikian, paham

Maturidiyah yang dalam hal ini adalah Abu Mansur Al-Maturidi, tidak selalu

memiliki paham yang berbeda dengan Mukhtazila. Dalam beberapa hal,

pemikirannya cenderung searah.

2. Al-Maturidiyah pada perkembangan selanjutnya kemudian terbagi dua, yakni

golongan Samarkand yang dipelopori oleh Al-Maturidi sendiri beserta

pengikut-pengikutnya dan golongan Bukhara yang dipelopori oleh al-Bazdawi

dan pengikut-pengikutnya. Paham ini terbagi dua oleh karena dalam kedua

tokoh sentral al-Muturidiyah tersebut memiliki beberapa perbedaan dalam hal

pemahaman teologi.

3. Al-Maturidiyah sebagai suatu aliran teologi tidak bisa lagi ditemukan, namun

al-Maturidiyah sebagai suatu paham dalam pemikiran teologi Islam

mempunyai pengaruh yang cukup besar di dunia Islam. Aliran ini

memberikan andil dalam memperkaya corak pemikiran kalam umat Islam

hingga saat ini.

39Harun Nasution, Teologi Islam: Sejarah Analisa Perbandingan (Cet. I; Jakarta: UI Press, 1986), h. 61.

13

Page 15: Al Maturidiyah

B. Rekomendasi

Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, penulis mengharapkan

adanya kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak terutama dari teman

peserta seminar pada mata kuliah sejarah pemikiran Islam.

Atas kritikan dan masukan dari pembaca, penulis berharap dapat lebih

menyempurnakan lagi makalah ini, baik dari segi isi maupun dari segi penulisan

makalah ini. Semoga dengan tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan terutama bagi penulis sendiri. Wassalam Alaikum wa Rahmatullahi

wabarakatuh.

14

Page 16: Al Maturidiyah

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad. Tauhid Ilmu Kalam. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1998.

Al-Asy’ari, Imam Abi al-Hasan bin Ismail. Al-Ibanah an Ushul al-Diniyah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.

Al-Barsany, Noer Iskandar. Pemikiran Kalam Abu Mansur al-Maturidi. Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Al-Magribi, Ali Abdul Fattah, Imam Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah: AbuMansur al-Maturidi wa Arauhu al-Kalamiyah, Cet. I; t.tp: Maktabah wahbah, 1985.

Anwar, Rosihan dan Abdul Razak. Ilmu Kalam. Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2003..

----------------. Biografi dan Garis Besar Pemikiran Kalam Ahlussunnah Wal Jamaah. Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 19871.

Dewan Redaksi Ensiklopdi Islam. Ensiklopedi Islam. Jil.3. Cet. III; Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1988.

Haq, Hamka. Dialog Pemikiran Islam. Makassar: al-Ahkam, 2004.

Harahap, Syahrir dan Hasan Bakti Nasution. Ensiklopedia Aqidah Islam. Cet. I; Jakarta: Perdana Media, 2003.

Izutsu, Toshihiko. The Concept of Belief in Islamic Theology, diterjemahkan Agus Fahri Husein, Analisa Sematik Iman dan Islam. Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.

Nasir, Sahilun A. Pengantar Ilmu Kalam. Cet. I; Jakarta: CV. Rajawali, 1991.

Nasution, Harun. Teologi Islam: Sejarah Analisa Perbandingan. Cet. V; Jakarta: UI Press, 1986.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islam II. Cet. XVI; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Zahra, Imam Muhammad Abu. Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah fi al-Siyasah wa al-Aqaid wa Tarikh al-Mazahib al-Fiqhiyah, diterjemahkan oleh Abdul Rahman Dahlan dan Ahmad Darib, dengan judul Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Cet. I; Logos Publishing House, 1996.

15