al maqrizi
DESCRIPTION
Paper about Al MaqriziTRANSCRIPT
Biografi al-Maqrizi
Taqyuddin Abdul Abbas Ahmad ibnu Ali ibnu Abdul-Qadir ibnu Muhammad al –Maqrizi
atau biasa dikenal sebagai al-Maqrizi lahir pada tahun 766 H atau 1364 M di rumah
keluarganya yang terletak di Harat al-Bajarwan, Kairo, Mesir. Nama al-Maqrizi sendiri
berasal dari tempat asal keluarga bapaknya yaitu yang merupakan bagian dari kota Baalbek
yang sekarang terletak di Lebanon. Al-Maqrizi dari pihak ibunya merupakan cucu laki-laki
dari Hanafi ibnu as-Sa’iq, seorang intelektual mazhab Hanafi terkemuka di Kairo. Dari
kakeknya tersebut, Hanafi menjadi terafiliasi dengan mazhab Hanafi. Sejak usia muda
dengan bimbingan kakek dari pihak ibunya tersebut al-Maqrizi mempelajari hadits, fiqh,
literatur dan grammar bahasa arab, sejarah, adahr, dan qiraat. Al-Maqrizi pun dari ayahnya
mendapatkan pendidikan agama dari mazhab Syafi’i.
Ketika al–Maqrizi berumur duapuluhan awal, al–Maqrizi merubah afiliasinya mazhabnya
dari mazhab hanafi menjadi mazhab Syafi’i. Ayman Fuad Sayyid menduga perubahan
mazhab al-Maqrizi berdasarkan kesadarannya bahwa mazhab Syafii merupakan mazhab
paling terkemuka di kalangan intelektual dan kalangan elit politik Kairo.
Di tahun 787 H atau 1385 M, al-Maqrizi melakukan ibadah haji dan setelah pulang
melaksanakan ibadah haji al-Maqrizi memulai karirnya sebagai aparatur pemerintahan. Al-
Maqrizi memulai karirnya pada tahun 788 H ataun 1386 M seperti bapaknya sebagai wakil
kadi atau hakim agama di Kairo. Setelah menjadi wakil kadi di Kairo, al-Maqrizi menjadi
imam di mesjid al-Hakimiyyat Kairo dan khatib di mesjid Amr ibnu al-As serta guru hadits di
Muayyadiyyat.
Pada bulan Rajab 801 H atau bulan Maret 1399, Sultan Barquq menunjuk al-Maqrizi sebagai
pelaksanan muhtasib Kairo atau inspektur dari pasar-pasar yang terdapat di Kairo. Dimana
muhtasib memiliki tugas untuk menjaga bisnis publik di pasar-pasar sesuai dengan hukum
syariah. Sultan Barquq menunjuk al-Maqrizi sebagai muhtasib dengan tugas tambahan lain
untuk meregulasi berat di pasar, uang yang beredar, harga yang berlaku, moral umum, dan
kebersihan dari pasar sebagai tempat umum. Jabatan muhtasib sendiri yang didapat oleh al-
Maqrizi merupakan perintah langsung dari Sultan Barquq sehingga menaikkan nama al-
Maqrizi di kalangan elit Kairo.
Tetapi dengan meninggalnya Sultan Barquq pada bulan Syawal 801 H atau Juni 1399 M.
Kedudukan al-Maqrizi digantikan oleh Mahmud al-Ayntabi atau biasa disebut al-Ayni
sebagai muhtasib Kairo pada bulan Dzulhijjah 801 H atau Agustus 1399. Dan setelah tidak
menjadi muhtasib, al-Maqrizi melanjutkan pekerjaannya sebagai imam dari mesjid al-
Hakimiyyat Kairo dan khatib di mesjid Amr ibnu al-As serta guru hadits di Muayyadiyyat.
Pada tahun 810 H atau 1408 M, al-Maqrizi menemani sultan muda tersebut ke Damaskus.
Sesampainya di Damaskus, Sultan Faraj menunjuk al-Maqrizi untuk menjadi guru hadits di
madrasah Ashrafiyyah dan Iqbaliyyah, selain itu al-Maqrizi pun menjadi admisnistrator
wakaf di Qalanisiyyat dan di Rumah Sakit Nuri. Di saat yang bersamaan Sultan Faraj
menawarkan al-Maqrizi posisi sebagai kepala kadi dari mazhab Syafii di Damaskus, tetapi
secara terbuka al-Maqrizi menolak jabatan tersebut.
Sepuluh tahun al-Maqrizi melaksanakan tugasnya di Damaskus. Setelah melaksanakan
tugasnya tersebut al-Maqrizi pun kembali ke Kairo dan mendedikasikan hidupnya sebagai
seorang akademisi dan sejarahwan. Pada periode inilah al-Maqrizi memfokuskan pada karya
tulisnya. Banyak karya tulisnya dari Al Mawaiz wa al-itibar bi dhikr al-khitat wa al-athar, Al
Selouk Lemerefatt Dewall al-Melouk, Ette’aaz al honafa be Akhbaar al-A’emma Al
Fatemeyyeen Al Kholafaa, Al Bayaan wal E’raab Amma Be Ard Misr min al A’raab,
Eghathaatt Al Omma be Kashf Al Ghomma sampai Al Muqaffa yang terbit pada periode ini.
Sebagai penulis, sejarahwan, dan akademisi, karya Al-Maqrizi memiliki observasi yang
akurat, dan penilaian yang bagus. Tetapi karya tulisnya kebanyakan merupakan observasi dan
al-Maqrizi tidak menuliskan sumber terpecaya dari mana asal tulisannya.
Pada tahun 1430 M, al-Maqrizi pergi lagi melaksanakan ibadah haji dengan keluarganya.
Setelah selesai melaksanakan ibadah haji, al-Maqrizi dan keluarganya dan menetap disana
selama 5 tahun.
Pada bulan Ramadan 845 H atau sekitar bulan Januari atau Februari 1442 M, al-Maqrizi
meninggal dunia karena penyakit. al-Maqrizi dimakamkan dengan sederhana di pemakaman
Sufi Baybarsiyah di luar pintu benteng Bab al-Nasr, di utara Kairo. Pemakaman tempat
bersemayamnya al-Maqrizi sendiri merupakan tempat pemakaman banyak ulama dan
cendekiawan pada masa itu, termasuk Ibnu Khaldun.
Pemikiran Ekonomi Al-Maqrizi
Zaman al-Maqrizi hidup merupakan zaman dimana Mesir dikuasai oleh dinasti Mamluk.
Dinasti Mamluk sendiri bukanlah dinasti yang berasal dari Mesir, melainkan berasal dari
daerah Kaukasia yang sekarang terletak di selatan Rusia. Dinasti Mamluk menguasai Mesir
dan Suriah, dengan Kairo sebagai ibukotanya. Dinasti mamluk pada awalnya merupakan
pasukan dari dinasti Ayyubid yang dulu menguasai sebagian dunia arab dan pusat kekhalifan
Islam dengan beribukota di Baghdad.
Dinasti Mamluk kemudian mengontrol Mesir dan merebut kembali semua kerajaan yang
didirikan oleh bangsa eropa pada perang salib dan mengalahkan bangsa Mongol dalam
pertempuran Ayn Jalut pada tahun 1260. Bangsa Mongol sendiri pada tahun 1258
menghancurkan Baghdad dan mengakhiri kekhalifan Islam. Dengan dinasti Mamluk
mengalahkan bangssa Mongol dan menempatkan amir yang merupakan keturunan dinasti
Ayyubid yang selamat dari penghancuran Baghdad sebagai khalifah di Kairo, dinasti Mamluk
menjadi pusat dari kekhalifahan.
Dengan Kairo sebagai pusat kekhalifan, maka banyak penguasa Eropa saat itu menjalin
hubungan dengan sultan-sultan Mamluk dan bertukar duta besar. Bahkan sampai
menandatangani perjanjian perdagangan dan pertahanan. Kairo dan Damaskus yang
merupakan daerah kekuasaan dinasti Mamluk pun kemudian menjadi pusat budaya Islam dan
tempat pendidikan termashyur di dunia Islam setelah Baghdad yang telah dihancurkan oleh
bangsa Mongol pada tahun 1258. Dan oleh sebab itu banyak pemikir Islam di era tersebut
seperti Ibnu Khaldun, al-Maqrizi, al-Asadi, Ibnu al-Azraq dan al-Suyuti menjadikan Kairo
dan Damaskus sebagai tempat tinggal dan tempat mereka meninggal.
Al-Maqrizi tidak dikenal sebagai seorang cendekiawan tetapi lebih dikenal sebagai seorang
sejarahwan. Banyak tulisan-tulisan al-Maqrizi menggambarkan situasi yang terjadi pada
periode hidupnya dan relevansinya dengan sekarang dapat digambarkan sebagai sejarah
perekonomian. Tulisan al-Maqrizi sudah lama diakui sebagai buku yang menggambarkan
betapa pentingnya isu ekonomi pada masa tersebut. Buku-bukunya seperti Ighathat Al-
Ummah bi-Kashf Al-Ghummah, Al-Mawa‘iz wa Al-I‘tibar fi Dhikr Al-Khitat wa Al- Athar
dan Al-Suluk li Ma‘rifat Duwal al-Muluk merupakan tiga buku yang memperlihatkan
bagaimana ketertarikan al-Maqrizi pada ekonomi. Buku-buku tersebut pun berdasarkan
pengalaman al-Maqrizi sebagai muhtasib di Kairo. Dimana ketiga buku tersebut menjadi
dasar teori inflasi al-Maqrizi. Dan buku Shudhur Al-Uqud merupakan sebuah karya tulis lain
yang dapat dikatakan sebagai buku pertama yang mendiskusikan tentang uang dalam sudut
pandang Islam, yang menjadikan Shudhur Al-Uqud sebagai dasar teori uang al-Maqrizi.
Para orientalis, sejak zaman Silvestre de Lacy pada awal abad 19 telah mengagumi karya-
karya tulis dari al-Maqrizi. Buku-buku seperti Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah,
Al-Mawa‘iz wa Al-I‘tibar fi Dhikr Al-Khitat wa Al- Athar, Al-Suluk li Ma‘rifat Duwal al-
Muluk dan Shudhur Al-Uqud, menurut para orientalis dianggap sebagai sebuah karya tentang
fenomena ekonomi saat itu. Dan menurut para orientalis kegunaan keempat buku tersebut
bukanlah pada sejarah perekonomian tetapi kepada pendekatan al-Maqrizi terhadap ilmu
ekonomi dan pengaplikasian ilmu yang didapatnya.
Dengan diterjemahkan karya-karya al-Maqrizi, para orientalis menjadikan buku-buku al-
Maqrizi sebagai referensi dalam penelitian dan buku-buku mereka tentang Islam. Sauvaire,
seorang orientalis Prancis menggunakan data yang terdapat di Ighathat Al-Ummah bi-Kashf
Al-Ghummah dan Shudhur Al-Uqud dalam memperdalam penelitiannya tentang matematika
Islam dan metodologinya.
Teori Uang
Teori uang yang dikembangkan oleh al-Maqrizi berasal dari bukunya Shudhur Al-Uqud.
Sudhur Al-Uqud sendiri sejatinya merupakan kepanjangan dari bagian tentang uang pada
buku Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah. Sudhur Al-Uqud sendiri di karakterisasi
oleh orientalis sebagai tuduhan terhadap kebijakan moneter dinasti Mamluk. Dan hal tersebut
sudah diakui sampai sekarang oleh para orientalis dan peneliti ekonomi Islam sebagai makna
dari buku tersebut.
Didalam Shudhur Al-Uqud, al-Maqrizi memberikan nasihat secara religius untuk sultan-
sultan dinasti Mamluk mengenai manajemen uang. Dan dapat dikatakan sultan al-Muayyad
yang meminta secara langsung pada al-Maqrizi untuk menulis Shudhur Al-Uqud pada periode
kekuasaannya di tahun 1421. Setelah diberikan pada sultan al-Muayyad, al-Maqrizi pun
kemudian merevisi Shudhur Al-Uqud pada 1436. Dan karena basisnya sebagai sejarahwan,
al-Maqrizi menggunakan pendekatan sejarah dalam Shudhur Al-Uqud.
Menurut al-Maqrizi mata uang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat
manusia karena dengan uang manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup serta memperlancar
aktivitas kehidupan manusia. Mata uang sendiri digunakan untuk menentukan berbagai harga
barang dan biaya tenaga kerja, dan untuk mencapai tujuan ini mata uang yang dipakai terdiri
dari emas dan perak.
Secara umum terdapat 3 mata uang di Mesir era dinasti Mamluk yaitu dinar (emas), dirham
(perak) dan fulus (tembaga). Ketika dinar sedang langka, fulus menjadi mata uang dominan.
Dan sirkulasi dirham selalu berfluktuasi. Di awal era dinasti Mamluk, dirham terdiri dari dua
pertiga perak dan sepertiga tembaga. Tetapi sesuai dengan perkembangan jaman proporsi
mata uang tersebut pun terbalik.
Fulus di era al-Maqrizi merupakan mata uang orang miskin. Dan pada tahun 1403, secara
resmi fulus diadopsi oleh dinasti Mamluk sebagai mata uang yang digunakan untuk transaksi
dan untuk penghitungan adalah dengan berat fulus. Menurut al-Maqrizi penggunaan mata
uang harus disertai dengan perhatian yang lebih besar dari pemerintah untuk menggunakan
mata uang dalam bisnis selanjutnya. Pengabaian terhadap hal ini, menyebabkan terjadinya
peningkatan yang tidak seimbang dalam percetakan uang dengan aktivitas produksi yang
dapat menyebabkan daya beli uang mengalami penurunan. Dengan hal demikian al-Maqrizi
memperingatkan kepada para pedagang untuk tidak terpukau dengan peningkatan laba
nominal mereka. Menurutnya meraka akan menyadari hal tersebut saat membelanjakan
sejumlah uang yang lebih besar untuk berbagai macam pengeluaran.
Penggunaan fulus oleh dinasti Mamlukpun ditengarai oleh kelangkaan dirham yang
disebabkan perdagangan internasional di zaman itu. Pedagang pada zaman tersebut
menjadikan dirham sebagai mata uang perdagangan. Perak pun yang menjadi basis dirham
juga digunakan sebagai dekorasi yang mewah untuk rumah tangga. Dan sirkulasi dirham
yang terbuat dari perak pun menjadi langka. Al-Maqrizi menolak penggunaan emas dan
perak sebagai komoditas perdagangan dan hanya buat menjadi uang untuk rakyat biasa. Dan
yang lebih parah, pemerintah lebih memilih menyimpan emas dalam kebandaharaan, dimana
hal tersebut membatasi jumlah dinar yang disirkulasikan di masyarakat.
Selain itu al-Maqrizi pun meyakini bahwa ketika dinar dan dirham dalam keadaan supply
yang sedikit. Kegiatan ekonomi akan berkurang karena orang mengalami kekurangan mata
uang untuk melakukan transaksi. Untuk menaikkan aktivitas pencari nafkah rakyat biasa,
dinasti Mamluk sebagai pemerintah resmi mesir saat itu mengimpor fulus dalam kuantitas
yang banyak sebagai mata uang karena mereka lebih murah dan dalam kuantitas yang
banyak. Dengan diimpornya fulus dalam jumlah yang banyak. Para pedagang asing
membawa dirham dari Mesir. Dan masyarakat pun merubah dirham menjadi dekorasi dan
alat makan untuk urusan pribadi atau bisnis. Hal tersebut membuat dirham menjadi langka
dan susah ditemukan.
Dalam kapasitasnya sebagai sejarahwan dan dukungannya terhadap dinar dan dirham. al-
Maqrizi menyatakan bahwa jaman sebelum datangnya Islam di dunia Arab, mata uang yang
berlaku hanya emas dan perak saja. Dari pengaruh negara lain seperti bangsa Romawi dan
Persia, bangsa Arab menerima dinar emas, dimana dinar sendiri merupakan mata uang resmi
kekaisaran Romawi. Dinar emas disebut dinar karena berat, tetapi juga karena bentuknya
yang merupakan sebuah koin.
Krisis ekonomi yang terjadi di masa hidup al-Maqrizi sendiri, menjadi alasan tersendiri oleh
al-Maqrizi untuk menulis Shudhur Al-Uqud. Dimana saat itu fluktuasi mata uang merupakan
penyebab utama, baru diikuti penimbunan dan korupsi oleh pejabat pemerintahan dinasti
Mamluk. Di dalam Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah, al-Maqrizi memberikan
usulan untuk mengurangi efek krisis ekonomi saat itu, usulan tersebut seperti berikut:
1. Hanya menggunakan emas dan perak sebagai uang
2. Menghentikan penurunan uang
3. Pemanfaatan fulus yang dibatasi
Tetapi ketika reformasi dilakukan oleh sultan al-Muayyad tidak dapat dihindari bahwa usulan
tersebut tidak membawa perubahan yang signifikan. Walaupun sultan al-Muayyad sudah
mulai mengeluarkan dirham sebagai alat transaksi, tetapi dominasi fulus sebgai mata uang
masih mendominasi kehidupan masyarakat Mesir saat itu.
Al-Maqrizi mengindikasikan bahwa mata uang dapat diterima sebagai standar nilai, baik
menurut hukum, logika, maupun tradisi, hanya terdiri dari emas dan perak seperti dinar emas
dan dirham perak. Dan oleh sebab itu mata uang yang menggunakan bahan selain kedua
logam ini tidak layak disebut mata uang. Fulus, yaitu uang tembaga menurut al-Maqrizi tetap
diperlukan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dan untuk
berbagai biaya kebutuhan rumah tangga sehari-sehari. Sehingga fulus hanya diizinkan dalam
berbagai transaksi yang berskala kecil. Al-Maqrizi sendiri sadar bahwa uang bukan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan harga-harga. Menurutnya
penggunaan emas dan perak tidak serta merta menghilangkan inflasi dalam perekonomian
karena inflasi juga dapat terjadi akibat faktor alam dan tindakan sewenang-wenang dari
penguasa. Percetakan uang sendiri menurut al-Maqrizi harus disertai dengan perhatian yang
lebih besar dari pemerintah untuk menggunakan mata uang tersebut dalam bisnis selanjutnya.
Apabila terjadi pengabaian menurut al-Maqrizi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
yang tidak seimbang dalam percetakan uang dengan aktivitas produksi dapat menyebabkan
daya beli riil uang mengalami penurunan. Dan dengan penerapan fulus sebagai mata uang
resmi Mesir saat itu. Menurut al-Maqrizi merupakan faktor yang penting terjadinya inflasi,
akan dibahas di bagian berikutnya.
Teori Inflasi
Buku Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah, Al-Mawa‘iz wa Al-I‘tibar fi Dhikr Al-
Khitat wa Al- Athar dan Al-Suluk li Ma‘rifat Duwal al-Muluk merupakan dasar teori inflasi
al-Maqrizi. Ketiga buku tersebut dapat dikatakan sebagai buku sejarah daripada buku tentang
ekonomi. Ketiga buku tersebut pun memperlihatkan dalamnya ketertarikan al- Maqrizi pada
ekonomi dan buku-buku tersebut pun berasal dari pengetahuannya yang luas dan
pengalamannya yang banyak sebagai administratur di pemerintahan.
Dalam Al-Mawaiz wa Al-Itibar fi Dhikr Al-Khitat wa Al-Athar yang dikompilasi antara tahun
1415 dan 1424 merupakan karya terkenal dari al-Maqrizi. Karya ini banyak menyangkut
topografi dari beberapa kota di Mesir seperti Fustat dan Alexandria. Dan al-Maqrizi pun
membahas tidak cuma sejarah geografi kota-kota tersebut tetapi menkombinasikannya
dengan data yang detail pada dasar-dasar sosial, ekonomi dan politik di kota-kota tersebut.
Al-Mawa‘iz wa Al-I‘tibar fi Dhikr al-Khitat wa Al-Athar sendiri banyak mengandung data-
data ekonomi terutama pertanian. Di buku tersebut al-Maqrizi mendeskripsikan sistem irigasi,
tanah pertanian, kegiatan pertanian, teknik pergantian, panennya tanaman di zaman tersebut,
dan pengukuran sistem pertanian. Dia juga menulis tentang nilai tukar saat zaman tersebut
dan pasar untuk transaksi antara pembeli dan penjual.
Al-Suluk li Ma’rifat Duwal Al-Muluk lebih mengenai kondisi politik, ekonomi, dan
masyarakat Mesir dibawah dinasti Mamluk sampai dengan tahun 1441. Buku tersebut banyak
mengandung informasi terkai ekonomi, terutama sistem moneter dan data harga. Al-Maqrizi
pun memberikan catatan tentang depresiasi yang terjadi di sektor pertanian dan kebijakan
pemerintah yang membuat depresi para pedagang.
Tema besar yang terdapat dalam Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah adalah harga
yang tinggi dan fluktuasi ekonomi yang disebabkan oleh mismanajemen dalam ekonomi,
politik dan kebijakan moneter oleh penguasa itu. Al-Maqrizi secara langsung mengkritik
kebijakan penguasa saat itu untuk mencetak emas fulus yang banyak. Selain mendeskripsikan
krisis ekonomi yang terjadi saat itu, al-Maqrizi memberikan catatan tentang inflasi yang
terjadi jaman dulu. Dia melihat bahwa terjadi perbedaan antara inflasi dan faktor lain-lain
pada jaman dulu.
Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah sendiri oleh tiap orientalis maupun peneliti
ekonomi Islam memiliki interpretasi yang berbeda-beda. Orientalis awal menganggap
Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah sebagai buku yang menjelaskan tentang
kelaparan. Tetapi Adel Allouche dalam bukunya Mamluk Economics: A Translation of al-
Maqrizi Ighathat, menganggap Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah merupakan buku
yang menyerang dan mengkritik terhadap kebijakan ekonomi dan moneter dinasti Mamluk
yang menguasai Mesir saat itu. Sehingga pandangan dalam Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-
Ghummah tidak hanya sebagai buku tentang kelaparan dan inflasi, tetapi juga sebagai buku
tentang rezim moneter saat itu. Hal tersebut menurutnya yang menjadikan Ighathat Al-
Ummah bi-Kashf Al-Ghummah sebagai dasar oleh al-Maqrizi untuk membuat Shudhur Al-
Uqud, yang menjadi dasar teori uang al-Maqrizi.
Al-Maqrizi sendiri di dalam Ighathat Al-Ummah bi-Kashf Al-Ghummah mendiskusikan
berbagai faktor dibelakang situasi buruknya ekonomi Mesir saat itu dan efek buruk yang akan
terjadi kelak. Dia berkata “bahwa siapapun yang memanfaatkan situasi tersebut akan sadar
bahwa banyak orang menderita karena pelanggaran yang disebabkan penguasa dan para
pemimpin dan keacuhan mereka terhadap kesejahteraan rakyat mereka. Ini tidak seperti
kematian dan kerusakan yang terjadi dahulu kala.”
Menurut al-Maqrizi terdapat 3 faktor yang mengakibatkan hal ini dapat terjadi yaitu politik,
ekonomi, dan ketidakstabilan moneter. Dia kemudian memberikan gambaran singkat tentang
faktor tersebut, yaitu:
1. Jabatan pemerintahan diperoleh melalui penyuapan
2. Biaya sewa tanah yang dapat mengakibatkan biaya produksi sanga tinggi
3. Tidak adanya mata uang yang menjadi dasar dan supply tak terbatas dari fulus.
Faktor yang terakhir dapat dikatakan merupakan bagian dari teori uang yang dijelaskan
sebelum ini.
Mesir di era al-Maqrizi mengalami banyak bencana alam yang mengakibatkan perubahan
pada demografi penduduk. Depopulasi yang disebabkan bencana alam tersebut
mempengaruhi produktivitas ekonomi. Jumlah penduduk merupakan determinan paling
penting dalam mempengaruhi harga, selain itu ada faktor lain yaitu jumlah uang yang
dimiliki suatu negara dan sirkulasinya. Terjadinya bencana alam sendiri menciptakan inflasi
di Mesir yang mengakibatkan krisis ekonomi di Mesir saat itu. Untuk mendeskripsikan inflasi
yang terjadi pada saat itu, al-Maqrizi membagi struktur sosial masyarakat Mesir menjadi
tujuh kategori. Hal ini dipandang sebagai hal yang penting, karena dari pembagian ini akan
terlihat segmen masyarakat yang akan terkena dampak paling parah dari inflasi yang terjadi
saat itu. Upaya tersebut merupakan gagasan orisinal al-Maqrizi yang belum pernah dilakukan
oleh ilmuwan dan cendekiawan muslim di jamannya ataupun sebelumnya.
Ketujuh kategori itu melambangkan struktur masyarakat yang menyebabkan inflasi dan
kelaparan. Ketujuh kategori tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pejabat publik dan penguasa
2. Pedagang dan pengusaha besar
3. Pedagang dan pengusaha kecil
4. Petani
5. Cendekiawan dan tentara
6. Pekerja kasar
7. Orang miskin
Setelah memberikan strata sosial pada kategori masyarakat pada saat itu. Al-Maqrizi
menjelaskan efek dari inflasi tersebut sesuai dengan strata tersebut. Pejabat publik, pedagang,
dan pemilik tokoh kecil tidak mendapatkan pengaruh yang sangat besar dari inflasi dan
mereka masih memiliki daya beli untuk membeli barang yang harganya naik tetapi akan
membeli dengan kuantitas yang lebih sedikit. Bagi petani dan pemilik tanah, mereka dapat
memberikan irigasi yang lancar pada lahan mereka dapat meraih keuntungan dari inflasi. Dan
sisanya akan terkena dampak paling hebat dari inflasi, dan baru akan meraih keuntungan dari
inflasi apabila terjadi perubahan jumlah penduduk akibat migrasi ataupun meninggal.
Dari pengamatannya terhadap hal tersebut, al-Maqrizi menyatakan bahwa inflasi merupakan
fenomena alam yang menimbulkan kehidupan masyarakat di seluruh dunia sejak zaman
dahulu. Inflasi menurutnya terjadi ketika harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan
berlangsung terus-menerus. Dan sama seperti mata uang di jaman tersebut, harga sangat tidak
stabil di Mesir kala itu.
Penggunaan fulus yang berlebihan pun dapat dianggap sebagai kebijakan moneter yang
ekspansif sehingga mempengaruhi harga. Ditambah dengan berkurangnya produksi pertanian
mengakibatkan kenaikan harga terutama bahan makan.
Al-Maqrizi sendiri kemudian mengklasifikasikan inflasi berdasarkan kategori faktor
penyebabnya. Yaitu inflasi yang disebabkan faktor alamiah dan inflasi yang disebabkan
kesalahan manusia.
1. Inflasi Alamiah
Inflasi jenis ini disebabkan oleh berbagai faktor alamiah yang tidak dapat dihindari umat
manusia seperti bencana alam. Ketika bencana alam terjadi berbagai bahan makan dan hasil
bumi lainnya mengalami gagal panen, sehingga persediaan barang-barang tersebut
mengalami penurunan yang sangat drastis dan terjadi kelangkaan. Di lain pihak, karena
sifatnya yang sangat signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang itu
mengalami peningkatan. Harga-harga yang membumbung tinggi jauh melebihi daya beli
masyarakat sangat berimplikasi terhadap kenaikan harga berbagai barang dan jasa yang lain.
Hal ini mengakibatkan transaksi ekonomi mengalami kemacetan bahkan berhenti sama sekali
sehingga menimbulkan bencana kelaparan, wabah penyakit, dan kematian di kalangan
masyarakat.
Al-Maqrizi pun kemudian menyatakan bahwa sekalipun bencana alam telah usai, kenaikan
harga-harga tetap berlangsung. Hal ini merupakan implikasi dari bencana alam yang
mengakibatkan aktivitas ekonomi, terutama di sektor produksi mengalami kemacetan. Ketika
situasi telah normal, persediaan barang yang signifikan tetap tidak beranjak naik, bahkan
tetap langka, sedangkan permintaan meningkat tajam. Akibatnya harga barang-barang ini
mengalami kenaikan yang diikuti kenaikan harga berbagai jenis barang dan jasa lainnya.
2. Inflasi karena kesalahan manusia
Al-Maqrizi mengidentifikasi tiga hal penyebab inflasi karena kesalahan manusia. Dimana hal
tersebut dapat mengakibatkan inflasi secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Ketiga hal
tersebut adalah korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan, dan peningkatan
sirkulasi mata uang fulus.
Al-Maqrizi menyatakan bahwa dinar merupakan satu-satunya uang di Mesir sejak jaman
sebelum dan sesudah datangnya Islam. Bangsa Romawi lah yang memperkenalkan dirham
ketika menduduki emas. Dan situasi menjadi lebih buruk ketika koin perak atau fulus menjadi
mata uang utama dari rezim Mamluk yang menguasai Mesir. Dia berpendapat bahwa
ekspansi mata uang Fulus yang tidak dibatasi menciptakan inflasi yang tinggi di Mesir.
Seperti yang dijelaskan di teori uang, al-Maqrizi mengangap dinar dan dirham sebagai uang
yang nyata dan alamiah. Dia menggangap hal tersebut berdasarkan fakta setiap negara
menggunakan mata uang tersebut sebagai mata uang. Bahkan Rasulullah pun pernah
menyebutkan bahwa zakat dilakukan dalam bentuk dirham.
2a. Korupsi dan Administrasi yang buruk
Al-Maqrizi menyatakan bahwa pengangkatan para pejabat pemerintahan yang berdasarkan
pemberian suap, dan bukan kapabilitas, akan menempatkan orang-orang yang tidak
mempunyai kredibilitas pada berbagai jabatan penting. Ketika berkuasa para pejabat tersebut
mulai menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi. Mereka akan berusaha
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan segala cara. Ketidakadilan para pejabat
tersebut membuat kondisi rakyat semakin memprihatinkan, sehingga mereka terpaksa
meninggalkan kampung halaman dan pekerjaannya. Akibatnya terjadi penurunan drastis
jumlah penduduk dan tenaga kerja serta hasil produksi yang sangat berimplikasi terhadap
penurunan penerimaan pajak dan pendapatan negara.
2b. Pajak yang berlebihan
Akibat dominasi para pejabat yang bermental korup dalam suatu pemerintahan, pengeluaran
negara mengalami peningkatan yang sangat drastis. Sebagai kompensasinya, mereka
menerapkan sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak
baru serta menaikkan tingkat pajak yang telah ada. Hal tersebut akan mempengaruhi kondisi
petani yang merupakan kelompok mayoritas dalam kategorinya. Para pemilik tanah
kemudian akan melimpahkan beban pajak pada petani melalui peningkatan biaya sewa tanah.
Karena tertarik dengan hasil pajak yang sangat menjanjikan, tekanan para pejabat dan
pemilik tanah terhadap para petani menjadi lebih besar dan intensif. Frekuensi berbagai pajak
yang lain selain tanah akan menyebabkan biaya-biaya produksi petani menjadi meningkat
sehingga petani kehilangan motivasi untuk bekerja dan memproduksi. Dimana para petani
lebih memilih meninggalkan tempat tinggal dan pekerjaannya daripada selalu hidup dalam
penderitaan. Penurunan tenaga kerja dan peningkatan lahan yang menganggur akan sangat
mempengaruhi hasil produksi serta hasil bumi lainnya, dan pada akhirnya menimbulkan
kelangkaan bahan makanan serta meningkatakan harga-harga. Pajak yang berlebihan dan
belum tentu akan mendapatkan pendapatan pajak yang besar tersebut kelak di abad 20 akan
menjadi lebih dikenal dan dianggap sebagai efek dari kurva Laffer.
2c. Peningkatan Sirkulasi Mata Uang Fulus
Mata uang fulus mempunyai nilain intrinsik jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai
nominalnya sehingga dicetak sebagai alat transaksi untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidup sehari-hari yang tidak signifikan. Dan oleh sebab itu jumlah mata uang ini hanya
sedikit terdapat di dalam peredaran. Ketika terjadi defisi anggaran akibat perilaku buruk
pejabat, pemerintah melakukan pencetakan mata uang fulus secara besar-besaran. Menurut
al-Maqrizi, kegiatan tersebut semakin meluas pada saat ambisi pemerintah untuk memperoleh
keuntungan yang besar dari pencetakan mata uang yang tidak membutuhkan biaya produksi
tinggi ini tidak terkendali. Pemerintah memaksa rakyat menggunakan fulus, sehingga jumlah
fulus yang dimiliki masyarakat semakin besar dan sirkulasinya mengalami peningkatan yang
sangat tajam, sehingga fulus menjadi mata uang yang dominan.
Al-Maqrizi pun turut mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah tersebut berimplikasi
terhadap keberadaan mata uang lain. Keuntungan yang didapat pemerintah dari pencetakan
fulus, pemerintah menghentikan pencetakan perak sebagai mata uang. Bahkan dirham yang
dimiliki masyarakat dilebur menjadi perhiasan akibat gaya hidup para pejabat. Mata uang
dirham mengalami kelangkaan dan menghilang dari peredaran. Sementara dinar masih
terdapat tetapi hanya dimiliki oleh segelintir orang.
Keadaan tersebut menempatkan fulus sebagai standar nilai bagi sebagian besar barang dan
jasa. Menurut al-Maqrizi pencetakan fulus yang semakin besar-besaran sangat mempengaruhi
nilai mata uang secara drastis dan uang tidak lagi bernilai dan harga-harga membumbung
tinggi yang pada gilirannya menimbulkan kelangkaan bahan makanan.
Al-Maqrizi berpendapat bahwa uang sebaiknya hanya dicetak pada tingkat minimal untuk
mengatasi jenis inflasi seperti ini. Dimana uang tersebut hanya dibutuhkan untuk bertransaksi
dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal yang juga kecil.
Implementasi teori al-Maqrizi
Apa yang telah dituangkan oleh al-Maqrizi dalam karyanya tersebut dapat dikatakan sangat
berbau ilmu ekonomi modern. Jika membandingkan karya al-Maqrizi dapat disetarakan
dengan pemikiran ekonom-ekonom barat dari abad 19 dan 20.
Dari teori uang al-Maqrizi dapat dilihat sebagai pendahulu dari Thomas Gresham dalam
menjelaskan Hukum Gresham. Dimana uang yang buruk atau tak layak yaitu fulus membuat
uang yang bagus atau dirham dan dinar menghilang dari pasar. Karena masyarakat
menggunakan uang yang buruk maka untuk transaksi maka masyarakat akan memilih uang
yang bagus untuk disimpan dan uang yang bagus tersebut pun menghilang dari pasar. Selain
mendahului Thomas Gresham, al-Maqrizi juga sadar akan pentingnya standar emas, dimana
dengan menumpuk dan tidak memperdagangkan emas dan perak maka hal tersebut bagus
untuk perekonomian. Selain itu sendiri al-Maqrizi melihat bahwa terjadi hubungan antara
inflasi dengan penawaran uang, yang kemudian akan dikembangkan dan dijelaskan sebagai
teori kuantitas uang.
Selain hal tersebut, Al Maqrizi pun telah mendahului Arthur Laffer dalam penyampaian
Kurva Laffer. Dimana al-Maqrizi melihat bahwa efek pajak yang tinggi belum tentu
mendapatkan pajak yang tinggi, melainkan dapat berkurang. Hal tersebut sama dengan
pernyataan Arthur Laffer yang menyatakan “tarif pajak yang lebih tinggi tidak selalu
menghasilkan pendapatan pajak yang lebih tinggi. Bahkan bisa jadi tariff pajak yang lebih
tinggi akan membunuh aktivitas ekonomi, yang mengakibatkan pendapatan pajak menurun.”
Hal tersebut dapat dijelaskan oleh kurva dibawah ini.
Dalam pembagian teori inflasi al-Maqrizi pun dapat dikatakan sesuai dengan teori ekonomi
modern tentang inflasi. Oleh para ekonom modern di Barat pada umumnya membagi
penyebab inflasi dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Cost-push inflation
b. Demand pull inflation
Tampak al-Maqrizi lebih memahami apa yang sebenarnya mengakibatkan inflasi karena baik
inflasi yang disebabkan oleh sebab-sebab alamiah maupun inflasi karena ulah kesalahan
manusia keduannya dapat berbentuk cost-push maupun demand-pull. Telaan lebih lanjut
mengenai hipotesis dari al-Maqrizi seperti berikut:
Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi ini jelas disebabkan oleh sebab-sebab alamiah dimana orang-
orang tidak mempunyai kendali ataasnya dalam hal ini mencegah. Al-Maqrizi mengatakan
bahwa inflasi ini adalah inflasi akibat turunnya penawaran agregat (AS) dan inflasi akibat
naiknya permintaan agregatif (AD). Jika memakai perangkat analisis konvensional, yaitu
Quantity Theory of Money:
MV = PT = Y
M = jumlah uang beredar
V = kecepatan peredaran uang
P = tingkat harga
T = jumlah barang dan jasa (kadang dipakai juga notasi Q)
Y = tingkat pendapatan nasional (GDP)
Natural inflation dapat diartikan sebagai :
1. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu
perekonomian (T). Misalnya T↓sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P↑;
2. Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nailai ekspor lebih besar daripada
nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan
M↑sehingga jika V dan T tetap maka P↑.
Lebih jauh, jika dianalisis dengan persamaan agregatif:
Dimana:
AD = AS, AS = Y, AD = C+I+G+(X-M)
Y = pendapatan nasional
C = konsumsi
I = investasi
G = pengeluaran pemerintah
(X-M) = net export
Maka:
Y = C + I + G +(X-M)
Dari berbagai persamaan yang telah diturunkan di atas, maka natural inflation akan dapat
dibedakan berdasarkan penyebab menjadi 2 golongan:
1. Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak (umumnya berbentuk uang
cash atau aset tidak produktif lainnya, seperti barang mewah), dimana ekspor (X↑)
sedangkan impor (M↓ atau tetap) sehingga mengakibatkan net export nilainya
menjadi sangat besar, maka akan berakibat pada naiknya permintaan agregatif (AD ↑)
di dalam negeri domestik.
2. Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS ↓) karena terjadinya paceklik, perang,
ataupun embargo dan boycott.
Human Error Inflation
Inflasi yang terjadi karena diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan yang dilakukan atau berasal
ari manusia sendiri. Dapat dikelompokkan menurut penyebab-penyebabnya sebagai berikut:
1. Korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk (corruption dan red tape)
2. Pajak yang berlebihan (excessive tax)
3. Mencari keuntungan dengan pencetkan uang secara berlebihan (excessive seignorage)
Korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk
Jika merujuk pada persamaan AS=AD serta persamaan MV= PT, akan jelas terlihat bahwa
korupsi serta administrasi pemerintahan yang buruk akan menyebabkan kontraksi pada kurva
penawaran agregat (AS↓). Pada dasarnya korupsi akan menganggu tingkat harga-harga (P↑)
dikarenakan para produsen harus menaikkan harga jual dari komoditas yang diproduksinya
untuk menutupi “biaya siluman” yang telah dikeluarkan tersebut. Dimasukkannya “biaya
siluman” tersebut dalam COGS (Cost of Goods Sold).
Selain dari menjadi penyebab dari inefisiensi alokasi sumber daya dan ekonomi biaya tinggi,
korupsi dan administrasi yang buruk jika terus dibiarkan akan menyebabkan “kanker” yang
amat membahayakan perekonomian secara keseluruhan yang akan membawa perekonomian
pada keterpurukan spiralling inflation dan atau Hyperinflation yang sangat berbahaya dan
mengerikan
Pajak yang berlebihan
Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan
efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administratif yang buruk, yaitu kontraksi pada kurva
penawaran agregatif (AS↓). Namun jika dilihat secara lebih jauh dan lebih diteliti, pajak yang
berlebihan tersebut mengakibatkan apa yang disebut oleh ekonom dengan efficiency loss atau
dead weight loss.
Dampak dari pajak yang berlebihan ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
Katakanlah jika Abdurrahman adalah seorang petani penanam padi yang mempunyai lahan
seluas 1 hektar. Untuk memproduksi beras diperlukan biaya sekitar 4 juta. Harga jual beras
adalah Rp 1000/kg dan tingkat produksinya adalah sebesar 8 ton/ hektar. AVC (Average
Variable Cost) untuk memproduksi beras tersebut adalah sebesar rp 500/kg (sudah termasuk
zakat sebesar 5 %). Profit margin dari Abdurrahman adalah:
PM = AR-AVC
PM = Rp 1000/kg – Rp 500/kg
PM = Rp 500/kg
Untuk dapat menutup Fixed cost, Abdurrahman harus memproduksi beras sebanyak:
Q= FC/PM
Q= rp 4000000/rp 500/kg
Q= 8000 kg
Sekarang katakanlah pemerintah mengenakan pajak sebesar 20% per kg beras, maka
persamaannya menjadi:
AVCtax = (1 + 0,2) x Rp 500/kg = Rp 600/kg
Sehingga profit margin adalah:
PM = Rp 1000/kg – Rp 600/ kg
PM = Rp 400/kg
Untuk dapat menutup biaya tetapnya, sekarang Abdurrahman harus menutup produksi
sebanyak:
Q = FC/PM
Q = Rp 4.000.000/ Rp 400/kg
Q = 10.000 kg
Padahal dengan lahan yang dimilikinya, abdurrahman hanya mampu memproduksi maksimal
sebanyak 8.000 kg.
Dengan adanya pajak tersebut, kurva Total Cost berubah kemiringannya (slope), berputar
berlawanan arah jarum jam dari TC menjadi Tctax. Titik BEP (Break Even Point) yang
tadinya pada Q = 8.000 kg sekarang terjadi pada angka Q = 10.000 kg. Karena keterbatasan
lahan yang tersedia, menanam padi tidak lagi menguntungkan bagi Abdurrahman sehingga ia
mengalihkan usahanya dari memproduksi beras menjadi memelihara ikan.
Jika pada tingkat makro terdapat satu juta petani penanam padi yang kasusnya seperti Abud,
hal ini berarti akan mengakibatkan terjadinya penurunan penawaran agregat (AS↓).
Sedangkan kurva penawaran dari komoditi beras akan berbentuk backward supply curve
dalam hubungannya dengan tingkat pajak. Pergeseran ke kiri kurva penawaran agregat (AS↓)
atas membuat titik equilibrium terjadi pada tingkat harga yang lebih tinggi atau dengan kata
lain terjadi inflasi.
Contoh lain:
Katakanlah siddiq, juga seorang petani penanam padi mempunyai lahan seluas 2 hektar.
Siddiq bertetangga dengan Abdurrahman, oleh karena itu tingkat produktivitas, biaya tetap,
dan biaya variabelnya juga sama dengan Abud dimana PM = Rp500/kg dan FC = Rp 4 juta.
Untuk menutup biaya tetapnya, siddiq harus memproduksi beras sebanyak:
Q = 4.000.000/ 500/kg
Q = 8.000 kg
Dengan adanya pajak sebesar 20 %, AVCnya naik menjadi Rp 600/kg, sehingga PM-nya
hanya Rp 400/kg. Untuk menutup biaya tetapnya, Siddiq harus memproduksi beras
sebanyaknya:
Q = 4.000.000/ 400/kg
Q = 10.000 kg
Dengan lahan yang dimilikinya, Siddiq dapat mencapai tingkat produksi tersebut. Namun
adanya pajak mendorong kurva TC berputar berlawanan arah dengan jarum jam, yang berarti
untuk memproduksi jumlah yang sama dibutuhkan biaya total yang lebih besar dari biaya
total jika tidak dikenakan pajak (Tctax > TC):
TC = FC + (Q x AVC)
TC = Rp 4.000.000 + (8.000 kg x Rp 500/kg) = Rp 8.000.000
Tctax = Rp 4.000.000 + (10.000 kg x Rp 600/kg) = Rp 10.000.000
Berbeda dengan Abud yang mengalihkan usahanya dari menanam beras menjadi usaha yang
lain seperti memelihara ikan di tambak, Siddiq tetap meneruskan usahanya sebagai penanam
padi. Siddiq akan memproduksi beras pada ATC2 dan MC2. Terjadi pergeseran MC ke kiri
atas karena MC yang berada di atas AVC adalah kurva penawaran maka kurva penawaran
juga bergeser ke kiri atas (kontraksi). Di dalam tingakt makro, jika terdapat satu juta orang
petani penanam padi seperti Siddiq, kurva penawaran Agregatif (AS), yang merupakan
penjumlahan horizontal kurva penawaran dari individual petani juga akan mengalami
kontraksi bergeser ke kiri atas (AS↓).
Pergeseran kurva AS ke kiri atas membuat equilibrium terjadi pada tingkat harga yang lebih
tinggi atau dengan kata lain tetap terjadi inflasi.
Mencari keuntungan dari pencetakan uang berlebihan
Dalam ilmu ekonomi modern kegiatan mencari keuntungan dari pencetakan uang disebut
seignorage. Yang berarti keuntungan dari pencetakan koin yang didapat oleh pencetaknya.
Penyebab inflasi ini yang menurut Milton Friedman dikatakan dengan; inflation is always and
everywhere a monetary phenomenon. Para otoritas moneter di negara-negara barat umumnya
meyakini bahwa pencetakan uang akan menghasilkan keuntungan bagi pemerintah (inflation
tax), hal tersebut sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
Real revenue printing money = (Mt−Mt−1)
P 1μ x
Mt−1P 1
Dimana µ adalah tingkat pertumbuhan uang. Nilai µ yang tinggi akan menyebabkan tingkat
inflasi (π) yang tinggi pula, sehingga implikasinya adalah suatu nilai nominal yang tinggi
pula dari tingkat suku bunga (R = r + π). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa suat
tingkat pertumbuhan uang yang tinggi akan menghasilkan tingkat pajak yang lebih tinggi
pula yang disebut sebagai pajak memegang uang (tax for holding money).
Al-Maqrizi berpendapat bahwa pencetakan uang yang berlebihan jelas-jelas akan
mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑) secara keseluruhan (inflasi). Menurut Al-Maqrizi,
kenaikan harga-harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk jumlah dirham fulus atau
nomianal, sedangkan jika diukur dengan dirham perak maka harga-harga komoditas tersebut
jarang sekali mengalami kenaikan (tidak terjadi real priceincrease). Al-Maqrizi berpendapat
bahwa uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk
bertransaksi (jual beli) saja dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal kecil (supaya
tidak ditumpuk atau hoarding).
Daftar Pustaka
Broadbrige, Anne F. 1999. Academic Rivalry and the Patronage System in Fifteenth- Century
Egypt: al-Ayni, al-Maqrizi, and Ibnu Hajar al-Asqalani. Mamluk Study Review, Middle East
Documentation Center. University of Chicago
Essid, Yassine. 1995. A Critique of The Origins of Islamic Economic Thought. EJ.Brill.
Leiden
Islahi, Abdul Azim. 2013. Economic and Financial Crises in Fifteenth-Centurt Egypt:
Lessons From the History. Islamic Economic Studies Journal. Jeddah
Karim, Adiwarman Azwar. 2012. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi ketiga. Rajawali
Press. Jakarta
Melloy, John L. 2003. The Merits of Economic History: Re-Reading al-Maqrizi’s Ighathah
and Shudhur. Mamluk Study Review, Middle East Documentation Center. University of
Chicago
Mujani, Wan K. dan Yakub, Noor Inayah. 2013. Al-Maqrizi (d.1442) and Abd al-Basit
(d.1514) and Their Accounts on the Economy of Egypt. Atlantis Press. Malaysia
Rabbat, Nasser. 2003. Who was al-Maqrizi?. Mamluk Study Review, Middle East
Documentation Center. University of Chicago
Tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah. 2002. Ensiklopedia Islam Indonesia, Jilid 2, cetakan
kedua- Penerbit Djambtanan. Jakarta