akustik ruang

16
Akustik Ruang Micro Perforated Panel (MPP) adalah sebuah elemen penyerap energi suara jenis baru. Fungsi utamanya adalah menyerap energi suara yang datang ke permukaannya. Elemen akustik ini merupakan alternatif elemen penyerap suara yang terbuat dari material berpori. MPP berbentuk lembaran tipis yang memiliki lubang-lubang kecil di permukaannya. Ketebalan plat tipis ini pada umumnya dalam range 0.5 – 2 mm, dengan luasan total lubang pada umumnya berkisar 0.5 – 2 % dari luas total plat, tergantung dari aplikasinya. Dimensi lubang pada MPP tidak lebih dari 1 mm, dengan ukuran umum di range 0.05 – 0.5 mm, yang dibuat dengan proses microperforasi. Fungsi utama suatu elemen penyerap (absorber) adalah untuk mengubah energi suara atau energi akustik menjadi energi kalor. Pada elemen penyerap tradisional, gelombang suara yang datang pada permukaan elemen dan berpenetrasi ke dalam pori sedemikian hingga menyebabkan osilasi pada partikel udara yang berada dalam pori. Osilasi partikel udara ini akan bergesekan dengan dinding-dinding pori sehingga energi akustik yang dikandungnya akan berkurang dan berubah menjadi kalor. Pada kasus MPP, penetrasi osilasi molekul udara ke dalam lubang-lubang plat akan mengakibatkan gesekan antara partikel atau molekul udara dengan permukaan MPP. Gesekan ini akan mengakibatkan berkurangnya energi akustik yang datang ke permukaan MPP tersebut. Konsep MPP, yang merupakan pengembangan dari konsep perforated panel dan Helmholtz Resonator, pertama kali muncul pada tahun 1975, diperkenalkan oleh Prof Daa- You Maa. Pada saat ini MPP lebih disukai oleh para akustikawan karena secara estetik memiliki tampak visual yang lebih indah dibandingkan elemen penyerap suara berpori seperti glasswool, rockwool, foam dsb. MPP juga relatif tidak mengakibatkan gangguan kesehatan pernafasan (sebagaimana diakibatkan oleh glasswool yang berbahan serat kaca), lebih tahan api, dan berumur lebih panjang, serta lebih tahan pada lingkungan yang ekstrim (misalnya pada ruang mesin, generator, dsb). Kinerja akustik MPP dapat divariasikan dengan mengubah geometri dan bahan plat nya.

Upload: muhammad-danil

Post on 15-Feb-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

akustika

TRANSCRIPT

Page 1: Akustik Ruang

Akustik Ruang

Micro Perforated Panel (MPP) adalah sebuah elemen penyerap energi suara jenis baru.

Fungsi utamanya adalah menyerap energi suara yang datang ke permukaannya. Elemen

akustik ini merupakan alternatif elemen penyerap suara yang terbuat dari material berpori.

MPP berbentuk lembaran tipis yang memiliki lubang-lubang kecil di permukaannya.

Ketebalan plat tipis ini pada umumnya dalam range 0.5 – 2 mm, dengan luasan total lubang

pada umumnya berkisar 0.5 – 2 % dari luas total plat, tergantung dari aplikasinya.

Dimensi lubang pada MPP tidak lebih dari 1 mm, dengan ukuran umum di range 0.05 – 0.5

mm, yang dibuat dengan proses microperforasi.

Fungsi utama suatu elemen penyerap (absorber) adalah untuk mengubah energi suara atau

energi akustik menjadi energi kalor. Pada elemen penyerap tradisional, gelombang suara

yang datang pada permukaan elemen dan berpenetrasi ke dalam pori sedemikian hingga

menyebabkan osilasi pada partikel udara yang berada dalam pori. Osilasi partikel udara ini

akan bergesekan dengan dinding-dinding pori sehingga energi akustik yang dikandungnya

akan berkurang dan berubah menjadi kalor. Pada kasus MPP, penetrasi osilasi molekul

udara ke dalam lubang-lubang plat akan mengakibatkan gesekan antara partikel atau

molekul udara dengan permukaan MPP. Gesekan ini akan mengakibatkan berkurangnya

energi akustik yang datang ke permukaan MPP tersebut.

Konsep MPP, yang merupakan pengembangan dari konsep perforated panel dan Helmholtz

Resonator, pertama kali muncul pada tahun 1975, diperkenalkan oleh Prof Daa- You Maa.

Pada saat ini MPP lebih disukai oleh para akustikawan karena secara estetik memiliki

tampak visual yang lebih indah dibandingkan elemen penyerap suara berpori seperti

glasswool, rockwool, foam dsb. MPP juga relatif tidak mengakibatkan gangguan kesehatan

pernafasan (sebagaimana diakibatkan oleh glasswool yang berbahan serat kaca), lebih

tahan api, dan berumur lebih panjang, serta lebih tahan pada lingkungan yang ekstrim

(misalnya pada ruang mesin, generator, dsb). Kinerja akustik MPP dapat divariasikan

dengan mengubah geometri dan bahan plat nya.

Page 2: Akustik Ruang

Formasi Elemen Akustik dalam Ruang

Formasi elemen akustik dalam sebuah ruangan akan menentukan kinerja akustik ruang

tersebut sesuai dengan fungsi nya. Beberapa catatan berikut dapat digunakan sebagai

acuan perancangan formasi penempatan elemen akustik pada ruang dengan fungsi

tertentu.

Ruang Kelas: Elemen Pemantul atau Penyebar pada dinding depan, samping serta langit-

langit depan. Elemen penyerap atau penyebar pada dinding belakang serta langit-langit

belakang. Lantai bisa keramik atau parket atau karpet.

Masjid: Dinding depan elemen pemantul atau penyebar, dinding samping kombinasi

pemantulan dan penyerap, dinding belakang penyerap atau penyebar, langit-langit penyerap

bila menggunakan sound system atau kombinasi pemantul-penyebar bila tanpa sound

system, lantai boleh karpet atau keras (keramik atau parket)

Ruang Auditorium: Dinding depan pemantul atau penyebar, Dinding samping kombinasi

pemantul – penyerap atau penyebar – penyerap, Dinding Belakang penyerap atau

penyebar, langit-langit penyebar atau penyerap, dengan elemen pemantul di area atas

panggung, lantai bebas. Bila menggunakan sound system, harus diperhatikan type dan

posisi pemasangan.

Ruang Konser Akustik/Philharmonik: hindari pemakaian elemen penyerap, maksimalkan

penggunaan pemantul dan penyebar pada seluruh bagian permukaan.

Ruang Studio: Banyak penyerap di ruang kontrol (bisa dikombinasikan dengan penyebar)

dan kombinasi penyerap=penyebar di ruang live.

Kamar Tidur, Living Room, Ruang rawat inap: kombinasi 3 elemen sesuai kondisi bising dan

kenyamanan individu.

Ruang rapat: Dinding kombinasi penyerap-penyebar, langit-langit dan lantai berlawanan

karakteristik (bila lantai penyerap, langit-langit pemantul atau penyebar, dan sebaliknya)

Ruang Bioskop: mayoritas permukaan dilapisi elemen penyerap.

Gelanggang Olah Raga: lantai keras, langit-langit kombinasi penyerap-penyebar, dinding

kombinasi pemantul-penyerap-penyebar (tergantung bentuk geometri nya).Ruang Kantor

tapak terbuka: dinding bebas, langit-langit penyerap, lantai bebas.

Page 3: Akustik Ruang

Mengendalikan Medan Suara dalam Ruang

Secara garis besar, permasalahan akustik dalam ruangan dapat dibagi menjadi 2 bagian,

yaitu pengendalian medan suara dalam ruangan (sound field control) dan pengendalian

intrusi suara dari/ke ruangan (noise control). Pengendalian medan suara dalam ruang akan

sangat tergantung pada fungsi utama ruangan tersebut. Ruang yang digunakan untuk fungsi

percakapan saja, akan berbeda dengan ruang yang digunakan untuk mengakomodasi

aktifitas terkait musik, serta akan berbeda pula dengan ruang yang digunakan untuk

kegiatan yang melibatkan percakapan dan musik.

Pengendalian medan suara dalam ruang (tertutup), pada dasarnya dilakukan untuk

mengatur karakteristik pemantulan gelombang suara yang dihasilkan oleh permukaan dalam

ruang, baik itu dari dinding, langit-langit, maupun lantai. Ada 3 elemen utama yang dapat

digunakan untuk mengatur karakteristik pemantulan ini yaitu:

1. Elemen Pemantul (Reflector)

Elemen ini pada umumnya digunakan apabila ruang memerlukan pemantulan gelombang

suara pada arah tertentu. Ciri utama elemen ini adalah secara fisik permukaannya keras dan

arah pemantulannya spekular (mengikuti kaidah hukum Snellius: sudut pantul sama dengan

sudut datang).

2. Elemen Penyerap (Absorber)

Elemen ini digunakan apabila ada keinginan untuk mengurangi energi suara di dalam

ruangan, atau dengan kata lain apabila tidak diinginkan adanya energi suara yang

dikembalikan ke ruang secara berlebihan. Efek penggunaan elemen ini adalah

berkurangnya Waktu Dengung ruang (reverberation time). Ciri utama elemen ini adalah

secara fisik permukaannya lunak/berpori atau keras tetapi memiliki bukaan (lubang) yang

menghubungkan udara dalam ruang dengan material lunak/berpori dibalik bukaannya, dan

mengambil banyak energi gelombang suara yang datang ke permukaannya. Khusus untuk

frekuensi rendah, elemen ini dapat berupa pelat tipis dengan ruang udara atau bahan lunak

dibelakangnya.

Page 4: Akustik Ruang

3. Elemen Penyebar (Diffusor)

Elemen ini diperlukan apabila tak diinginkan adanya pemantulan spekular atau bila

diinginkan energi yang datang ke permukaan disebarkan secara merata atau acak atau

dengan pola tertentu, dalam level di masing-masing arah yang lebih kecil dari pantulan

spekularnya. Ciri utama elemen ini adalah permukaannya yang secara akustik tidak rata.

Ketidakrataan ini secara fisik dapat berupa permukaan yang tidak rata (beda kedalaman,

kekasaran acak, dsb) maupun permukaan yang secara fisik rata tetapi tersusun dari

karakter permukaan yang berbeda beda (dalam formasi teratur ataupun acak). Energi

gelombang suara yang datang ke permukaan ini akan dipantulkan secara no spekular dan

menyebar (level energi terbagi ke berbagai arah). Elemen ini juga memiliki karakteristik

penyerapan.

Pada ruang (akustik) riil, 3 elemen tersebut pada umumnya dijumpai. Komposisi luasan per

elemen pada permukaan dalam ruang akan menentukan kondisi medan suara ruang

tersebut. Bila Elemen pemantulan menutup 100 % permukaan, ruang tersebut disebut ruang

dengung (karena seluruh energi suara dipantulkan kembali ke dalam ruangan). Medan

suara yang terjadi adalah medan suara dengung. Sebaliknya, apabila seluruh permukaan

dalam tertutup oleh elemen penyerap, ruang tersebut menjadi ruang tanpa pantulan

(anechoic), karena sebagian besar energi suara yang datang ke permukaan diserap oleh

elemen ini. Medan suara yang terjadi disebut medan suara langsung. Medan suara ruang

selain kedua ruang itu dapat diciptakan dengan mengatur luasan setiap elemen, sesuai

dengan fungsi ruang.

Untuk pemakaian pengendalian medan suara dalam ruang yang lebih detail, sebuah elemen

bisa dirancang sekaligus memiliki fungsi gabungan 2 atau 3 elemen tersebut. Misalnya

gabungan Penyerap dan Penyebar dikenal dengan elemen Abfussor atau Diffsorbor,

gabungan antara pemantul dan penyebar, dsb. Pola pemantulan 3 elemen tersebut

merupakan fungsi dari frekuensi gelombang suara yang datang kepadanya.

Sound System versus Akustik Ruang

Pertanyaan yang sering saya jumpai dalam pekerjaan konsultansi kenyamanan mendengar

di dalam suatu space (ruang tertutup maupun terbuka)

Page 5: Akustik Ruang

Untuk menjawab pertanyaan trsebut, biasanya saya mulai dari definisi akustik sendiri.

Sebuah sistem Akustik harus memiliki 3 komponen, yaitu Sumber Suara, Medium

Penghantar Energi dan Penerima Suara. Apabila salah satu dari 3 hal tersebut tidak ada,

maka sistem tidak bisa disebut sebagai sistem akustik. Misalnya saja, didalam sebuah

ruangan yang dirancang sedemikian hingga seluruh permukaannya berfungsi secara

akustik, tidak akan menjadi ruang akustik apabila tidak ada sumber suara yang dimainkan

dalam ruangan tersebut atau tidak ada penonton atau sensor penerima energi suara

(microphone-red) yang berada didalam ruangan tersebut. Jadi ke 3 komponen tersebut

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Kembali ke pertanyaan awal, lantas mana yang lebih penting kalau begitu?

Akustika Ruang merupakan kondisi audial yang nilainya ditentukan oleh fungsi ruangan atau

space itu sendiri. Misalnya, sebuah ruangan kelas memerlukan kondisi akustik ruang yang

berbeda dengan ruangan konser musik klasik atau musik pop/rock. Perbedaan berdasarkan

fungsi itu kemudian diimplementasikan dalam bentuk: geometri ruangan dan material

penyusun permukaan ruangan. Geometri da material ruangan inilah yang kemudian akan

berinteraksi dengan sumber suara yang dimainkan dalam ruangan tersebut, yang pada

akhirnya diterima oleh pendengar yang ada dalam ruangan, bisa orang yang memiliki telinga

(live listening) ataupun microphone sebagai simulator telinga (recording). Interaksi ketiga

komponen akustik ini ditunjukkan dengan sebuah fenomena yang disebut sebagai transmisi,

absorpsi, refleksi (termasuk diffusi) dan difraksi gelombang suara yang dihasilkan sumber

suara. Dari fenomena akustik tersebut muncullah istilah-istilah seperti level suara (SPL),

waktu dengung (RT), intelligibility (D50), Clarity (C80), spaciousness (IACC, LF, ASW, dsb).

Nilai-nilai parameter itulah yang kemudian dikenal sebagai Akustik Ruang, yang kembali

ditegaskan merupakan kondisi mendengar SESUAI dengan fungsi ruangan. Sumber suara

yang terlibat disini bisa berupa suara natural dari sumber suara apapun (percakapan

manusia, alat musik, dsb) atau dari komponen Sound System yang kita kenal dengan nama

Loudspeaker.

Sound System disisi lain, pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang pada awalnya

dirancang untuk mengatasi KURANG nya energi suara yang sampai ke pendengar karena

besarnya volume space atau jauhnya jarak pendengar dari sumber. Itu sebabnya mengapa

disebut sebagai Sound Reinforcement System sebagai nama dasarnya, dan disingkat

sebagai Sound System. Pada saat sebuah sound system diaplikasikan di dalam ruangan

Page 6: Akustik Ruang

atau spcae, dia berfungsi untuk meningkatkan energi suara yang dihasilkan oleh sumber

suara natural dan mendistribusikan energinya kepada seluruh pendengar di dalam space

atau ruangan tersebut.

Faktor pendengar di dalam ruangan atau space menjadi kunci dalam menjawab pertanyaan

awal. Telinga manusia yang berada dalam ruangan atau space akan menerima 2 komponen

akustik dari sumber suara, yaitu suara langsung (energi suara yang menempuh jalur

langsung dari sumber ke telinga) serta suara pantulan (energi suara yang sampai telinga

setelah menumbuk satu atau lebih permukaan di dalam ruangan). Interaksi 2 komponen ini

yang akan menentukan nyaman tidaknya kondisi mendengar di telinga pendengar tadi. Bila

suara langsung dan suara pantulan bercampur dengan baik (misalnya tidak ada delay yang

berlebihan), maka pendengar akan nyaman merasakan medan akustik di sekitar telinganya.

Desain permukaan ruangan yang menghasilkan pola pemantulan yang berinteraksi positif

dengan suara langsung dari sumber menjadi sisi krusial dalam desain Akustik Ruang. Suara

pantulan ini tidak boleh lebih dominan dari suara langsung. Itu sebabnya level energi suara

dari sumber memegang peranan penting bagi pendengar. Apabila level suara sumber

memungkinkan untuk mencapai seluruh bagian ruangan (atau seluruh posisi pendengar)

maka ruangan tersebut pada dasarnya TIDAK MEMERLUKAN Sound System, karena

problemnya adalah bagaimana perancang ruangnya mendesain karakteristik pemantulan

yang dihasilkan permukaan dalam ruangan untuk memperkaya suara langsung yang sampai

ke telinga pendengar. Sedangkan bila level energi suara dari sumber tidak mungkin

mengcover seluruh area pendengar, pada saat itulah diperlukan Sound System. Dalam

kondisi ini, problemnya bergeser dari perancangan karakterisasi pantulan ruang menjadi

perancangan posisi sumber suara non-natural.

Jadi, Sound System dan Akustik Ruangan sebenarnya adalah satu sistem yang tidak dapat

dipisahkan, sehingga pertanyaan awal tadi sebenarnya tidak perlu dijawab, karena

keduanya memegang peranan penting dalam porsinya masing-masing. Sound System

memerlukan Akustik Ruangan yang minimal baik untuk bekerja secara optimal, dan Akustik

Ruangan memerlukan Sound System bila energi sumber suara natural tidak mencukupi

levelnya. Dan satu hal yang perlu diingat adalah Sound System tidak boleh mengubah

karakter sumber suara yang dia layani, karena fungsinya adalah menjaga kualitas suara

sumber supaya tetap terdengar baik di telinga pendengar. Bagaimana kalau suara

sumbernya tidak layak didengar? Kalau itu yang terjadi, persoalannya bukan lagi masalah

akustik, tetapi masalah sumber suara saja. :)

Page 7: Akustik Ruang

Sebagai ilustrasi penutup, mengapa seluruh permukaan didalam bioskop bersifat menyerap

energi suara (pantulan minimum)? Karena pendengar yang masuk ke dalam ruangan

tersebut memang diminta untuk mendengarkan suara “langsung” yang dihasilkan oleh

Sound Systemnya, sembari menikmati tayangan visual tentunya. Mana yang lebih penting

Sound System nya atau Akustika Ruangannya? Ya keduanya penting, karena kalau Sound

Systemnya buruk, penonton (pendengar) akan merasa tidak nyaman secara audial.

Sebaliknya, bila kondisi akustik ruangan buruk (misalnya ada pantulan berlebihan atau ada

kebocoran suara dari luar), maka kondisi mendengar medan suara yang dihasilkan oleh

Sound System akan terganggu.

Respon Frekuensi Ruangan

Secara umum, sebuah ruangan tertutup dapat dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan respons

frekuensinya. Bagian pertama merupakan daerah frekuensi yang dibatasi oleh frekuensi cut

off ruangan. Pada bagian ini, analisis frekuensi harus dititik beratkan pada tekanan suara

sumber yang dimainkan dalam ruangan. Frekuensi cut off sendiri dapat dihitung dengan

persamaan berikut:

freq cut off = c/(2 x dimensi terpanjang ruang), dengan c adalah cepat rambat suara di

udara.

Bagian kedua atau region kedua adalah daerah frekuensi yang didominasi modes ruang dan

disebut sebagai daerah modal (modal region), yaitu daerah frekuensi mulai dari frekuensi

(cut off) sampai dengan frekuensi kritis ruang. Pada daerah frekuensi ini, analisis harus

lebih difokuskan pada karakterisitik modes ruang. (penjelasan menggunakan pendekatan

medan difuse cenderung akan gagal). Frekuensi kritis ruang dapat dicari dengan dua

pendekatan. Yang pertama menggunakan pendekatan Main Free Path, yang merupakan

fungsi dari Volume (V) dan Luas Permukaan Ruangan (S), dimana MFP = 4V/S. Frekuensi

kritis dengan pendekatan MFP ini dapat dihitung dengan persamaan berikut:

frek kritis = (3/2) [c/MFP] , dengan c adalah cepat rambat suara di udara.

Pendekatan kedua didapatkan dengan memanfaatkan perhitung waktu dengung (RT atau

T60). Dengan pendekatan ini, frekuensi kritis dapat dihitung dengan formulasi sebagai

berikut:

frek kritis = 2012 [akar kuadrat(T60/V)], dimana V adalah volume ruangan.

Page 8: Akustik Ruang

Daerah frekuensi ketiga, yaitu daerah frekuensi diatas frekuensi kritis, disebut sebagai

daerah diffuse alias <em>diffuse region</em>, dimana medan diffuse dapat terjadi,

sehingga konsep waktu dengung (reverberation time) bisa diterapkan.

Konsep frekuensi kritis tersebut, dapat juga digunakan untuk mengkategorikan ruangan dari

sudut pandang akustik. Ada dua kategori ruang yang bisa dibuat dari sudut pandang ini,

yaitu ruangan besar (large room) dan ruangan kecil (small room). Ruangan besar adalah

sebuah ruangan yang memiliki frekuensi kritis lebih rendah daripada frekuensi terendah

sumber suara yang dimainkan dalam ruangan tersebut. Sedangkan ruangan kecil adalah

sebuah ruangan yang memiliki frekuensi kritis didalam range frekuensi sumber suara yang

dimainkan dalam ruangan tersebut. Contoh ruangan besar misalnya Ruang Konser

Philharmonik (Concert Hall), Katedral, dan ruangan studio rekaman berukuran besar.

Contoh ruangan kecil adalah Kamar tidur, kamar mandi atau normal size living room.

Pengukuran Impulse Response

Salah satu cara untuk mengetahui kinerja akustik sebuah ruangan adalah dengan

melakukan pengukuran respon impuls (Impulse Response) dari ruangan tersebut. Dari

pengukuran ini akan didapatkan gambaran interaksi antara sumber suara dengan

permukaan dalam ruangan, yang dapat digambarkan dalam pola urutan waktu pemantulan

energi suara pada suatu titip dalam ruangan serta reduksi energi suara pada setiap

waktu/setiap informasi suara pantulan. Dari pola urutan dan reduksi energi suara ini dapat

diturunkan parameter-parameter akustik ruangan tertutup, misalnya SPL (distribusi tingkat

tekanan suara), D50 (kejelasan suara ucapan), C80 (kejernihan suara musik), G (kekuatan

sumber suara), EDT (early decay time), Tx (waktu dengung ruangan), ITDG (waktu tunda

pantulan awal, intimacy), IACC (spaciousness dan envelopment), LEF(spaciousness dan

envelopment), dan turunan-turunannya.

Page 9: Akustik Ruang

Metodologi pengukuran dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Secara kronologis waktu, metode pengukuran impulse response dapat diringkaskan sebagai

berikut:

1. Pengukuran menggunakan sumber suara impulsive (Balon atau pistol start).

2. Pengukuran menggunakan transducer omnidirectional (dodecahedral loudspeaker dan

omni directional microphone)

3. Pengukuran secara elektro akustik menggunakan 1 sumber suara omnidirectional,

perangkat lunak dalam PC atau laptop, dan 1 mikropon omnidirectional. Sinyal suara yang

digunakan misalnya MLS (Maximum Length Sequences), TDL (Time Delay Spectrometry

alias Sine sweep) dan ESS (Exponential Sine Sweep). Pada era ini muncul perangkat lunak

yang melegenda, MLSSA (simply called Melissa) yang menjadi cikal bakal munculnya

perangkat lunak pengukuran yang lain (TEF, RTF, Dirac, dsb)

4. Pengukuran menggunakan sound card, 2 atau lebih loudspeaker dan multi microphones (

2 – 8 ). Pengukuran dengan 2 microphones kadang-kadang menggunakan kepala manusia

atau kepala tiruan (dummy head), misalnya untuk pengukuran IACC. Penggunaan jenis

microphones juga bisa divariasikan (berdasarkan konfigurasinya dan jenis directivity yang

digunakan), misalnya untuk pengukuran LEF. Sound card yang digunakan bisa dari type

standard full duplex, (baik internal maupun external). ataupun special external sound card

multi channels. Pengukuran dengan metode ini memungkinkan untuk mendapatkan

response ruangan secara binaural maupun ambisonic. Di era ini Sound Field Microphones

banyak digunakan.

5. Saat ini, pengukuran yang melibatkan Array Loudspeaker system dan Array Microphone

System, untuk mendapatkan informasi pola arah (directivity pattern) yang lebih akurat di

setiap titik pendengar dalam ruangan, banyak dikembangkan, baik perangkat keras maupun

perangkat lunaknya.

Waktu Dengung Formulasi Sabine

Salah satu formulasi perhitungan waktu dengung yang paling banyak digunakan para

desainer ruangan adalah rumusan waktu dengung (reverberation time) yang diformulasikan

oleh Sabine. Dalam formulasi yang diturunkan berdasarkan percobaan empiris, Sabine

menyatakan bahwa waktu dengung (T60) berbanding lurus dengan Volume Ruangan (V)

dan berbanding terbalik dengan Luas Permukaan Ruangan (S) dan rata-rata Koefisien

Page 10: Akustik Ruang

Absorpsi permukaan ruangan (alpha). Formulasi ini sampai saat ini masih sering digunakan

orang, terutama di dalam proses awal desain dan penentuan material finishing ruangan,

sesuai dengan fungsi ruangannya.

Formula Sabine: T60 = 0,161 V / S.alpha

Beberapa hal yang seringkali dilupakan dalam aplikasi formula ini adalah:

1. T60 adalah fungsi frekuensi, karena Koefisien Absorpsi (Alpha) adalah fungsi frekuensi.

2. Formula ini dibuat dengan asumsi, seluruh permukaan ruang memiliki probabilitas yang

sama untuk didatangi energi suara.

3. Formula ini disusun dengan asumsi Medan Suara Ruangan bersifat Diffuse.

4. Formula ini hanya “berlaku” dengan baik apabila rata-rata Alpha < 0,3 dan perbedaan

Alpha antar material penyusun partisi tidak terlalu besar. Untuk harga Alpha rata-rata > 0,3,

formula ini akan memberikan kesalahan T60 > 6%.

5. Harga T60 yang dihasilkan dengan formula ini adalah harga rata-rata saja,sehingga tidak

menunjukkan kondisi di setiap titik dalam ruangan.

note: Formulasi Sabine ini kemudian disempurnakan oleh Norris-Errying.

(T60 = -0,161 V/S.ln(1-Alpha)

FSTC vs STC

Salah satu parameter akustik yang banyak dikenal di kalangan desainer ruangan adalah

Sound Transmission Class or STC. Parameter ini merupakan angka tunggal yang digunakan

untuk menunjukkan kinerja insulasi akustik dari material penyusun ruangan. Secara khusus

digunakan untuk menyatakan kinerja suatu partisi atau dinding ruangan. Harga STC

ditentukan secara grafis dengan cara membandingkan kurva rugi transmisi suara atau

sound transmission loss (STL) dengan kurva standard STC. STL partisi atau dinding

terpasang dapat diukur dengan mengacu pada standard ASTM E 336, sedangkan harga

STC nya dapat dihitung berdasarkan standard ASTM E 416.

Harga STC secara umum menunjukkan kondisi kinerja optimal dari sebuah partisi atau

dinding, karena didapatkan melalui pengukuran STL di laboratorium. Dalam kondisi riil,

setelah partisi atau dinding tersebut dipasang di dalam ruangan, harga STC tersebut sulit

sekali dicapai. Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama yaitu kebocoran (leakage) energi

Page 11: Akustik Ruang

suara dan Adanya flanking path di ruangan. Kebocoran energi suara ini bisa disebabkan

oleh komponen-komponen dalam sistem partisi atau dinding itu sendiri (kualitas

pemasangan, sambungan antar bagian, dsb) maupun oleh sistem-sistem yang lain (pintu,

jendela atau partisi/dinding yang lain). Sedangkan flanking adalah perambatan energi suara

lewat jalur selain menembus dinding, misalnya melewati langit-langit ruangan atau bukaan di

bagian dinding yang lain. Sebagai akibatnya, kinerja insulasi ruangan (atau terkadang

disebut juga kinerja isolasi antar ruang) seringkali dinyatakan dengan besaran Field Sound

Transmission Class (FSTC) yang menunjukkan kinerja rugi transmisi partisi atau dinding

dalam kondisi terpasang dalam ruangan.

FSTC merupakan sebuah ukuran kinerja isolasi antar ruang yang dipengaruhi oleh bising

latar belakang, volume ruangan, koefisien absorpsi bahan penyusun interior ruangan, luas

permukaan dalam ruangan dan karakteristik spektral sumber suara yang dibunyikan dalam

ruangan. Harga FSTC suatu partisi atau dinding pada umumnya 5 – 7 skala lebih rendah

dari harga STC nya. Dua buah partisi atau dinding yang memiliki harga FSTC yang setara

mungkin saja memiliki karakteristik akustik yang berbeda, misalnya sebuah partisi/dinding

beton setebal 20 sm dengan FSTC 50 akan bekerja lebih baik dibandingkan dengan

partisi/dinding dari dry wall (double gypsum atau double hardwood sistem) ber-FSTC 50

juga, apabila digunakan dalam ruangan yang difungsikan untuk kegiatan yang melibatkan

suara dengan frekuensi rendah (bass), misalnya untuk kegiatan musik.

Secara umum, nilai STC maupun FSTC berkaitan dengan persepsi manusia terhadap suara

yang didengarkan dalam konteks antar ruang. Semakin besar nilai STC maupun FSTC,

menunjukkan kinerja partisi/dinding yang semakin baik dalam mengisolasi ruangannya dari

aktifitas akustik di ruangan yang berbatasan. Sebuah partisi atau dinding yang

permukaannya terdiri dari berbagai jenis material, nilai STC atau FSTC nya cenderung

ditentukan oleh STC yang paling rendah dari material penyusun. (itu sebabnya, celah pada

partisi akan membuat harga STC atau FSTC turun drastis). Beberapa contoh berikut

(sumber International Building Code IBC) dapat digambarkan untuk memberikan gambaran

efektifitas kinerja partisi/dinding secara subyektif terkait dengan nilai STC (FSTC).

STC 26-30 (FSTC 20-22) : Most sentences clearly understood

30-35 (25-27) : Many phrases and some sentences understood without straining to hear

Page 12: Akustik Ruang

35-40 (30-32) : Individual words and occasional phrases clearly heard and understood

42-45 (35-37) : Medium loud speech clearly audible, occasional words understood

47-50 (40-42) : Loud speech audible, music easily heard

52-55 (45-47) : Loud speech audible by straining to hear; music normally can be heard and

may be disturbing

57-60 (50-52) : Loud speech essentially inaudible; music can be heard faintly but bass

notes disturbing

62-65 (55-60) : Music heard faintly, bass notes “thump”; power woodworking equipment

clearly audible

70- 60 : Music still heard very faintly if played loud.

75+ 65+ : Effectively blocks most air-borne noise sources

Synopsis: Akustik Perkantoran Tapak Terbuka (Acoustics of Open-plan Offices)

Latar belakang masalah

Seiiring dengan semakin mahalnya energi fosil di dunia, konsep pembangunan gedung

perkantoran di Indonesia, sebagaimana halnya dibelahan dunia yang lain, semakin banyak

yang mengacu pada konsep bangunan hijau (green building). Ini berarti, pemanfaatan

energi terbarukan seperti energi matahari, dalam kaitannya dengan energi pencahayaan

misalnya, semakin banyak dijadikan pertimbangan utama di dalam desain selubung

bangunan. Sebagai salah satu akibatnya, ruangan kerja dibuat mendekati perimeter

selubung bangunan, dan bertipe tapak-terbuka (open-plan), agar supaya cahaya matahari

semakin banyak masuk ke dalam ruangan. Dengan demikian pemakaian energi fosil untuk

pencahayaan ruangan bisa dikurangi.

Konsep Perkantoran Tapak-terbuka (Open-plan Offices), yang secara umum dikategorikan

dengan tidak adanya dinding dan partisi, pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang produsen

furnitur Jerman Barat, Eberhard dan Wolfgang Schnelle[1]. Para inovator ini percaya bahwa

konsep ini memiliki banyak keuntungan dari sisi managerial, ekonomi dan kondisi kerja,

misalnya terciptanya kondisi komunikasi yang lebih baik antara bagian, penghematan ruang

karena tidak memerlukan koridor, dan lingkungan kerja yang lebih[2, 1, 4].

Page 13: Akustik Ruang

Masalah yang sering ditemui terkait dengan kenyamanan berkomunikasi dalam konsep

kantor tapak-terbuka adalah gangguan secara aural akibat interferensi bunyi dan

kebisingan, hilangnya privasi dalam berkomunikasi, dan seringnya interupsi oleh rekan kerja

[4]. Beberapa peneilitian menunjukkan bahwa gangguan ini dapat memberikan efek

psikologis pada para pekerja, terutama bagi mereka yang sebelumnya telah terbiasa bekerja

di lingkungan tertutup atau semi tertutup.

Akibat penggunaan pembatas ruang kerja (‘working space’) yang bersifat semi-terbuka,

beberapa penelitian di US [2, 5] menunjukkan kebisingan diakibatkan oleh suara

percakapan antar pekerja merupakan gangguan akustik ruang yang paling signifikan. Hal ini

ditemui terutama di perkantoran yang memberikan jasa pelayanan ke konsumen entah

melalui percakapan langsung atau media komunikasi elektronik. Sumber kebisingan lain

berkaitan dengan peralatan elektronik yang mendukung aktivitas kerja diantaranya dering

telepon, komputer, mesin fax, mesin fotokopi maupun printer.

Problem akustik yang lain akibat layout ruangan adalah tidak terpenuhinya privasi dalam

percakapan (speech privacy). Interferensi bunyi merupakan penyebab utama gangguan ini.

Tidak adanya dinding penghalang (barriers free) menyebabnya gelombang suara dengan

mudah dapat berpropagasi secara bebas ke seluruh sudut ruangan. Gangguan ditunjukkan

dengan sulitnya memahami suara percakapan yang mengandung informasi penting akibat

adanya gangguan suara percakapan lain yang lebih jernih, lebih keras, mudah ditangkap

dan mendominasi zona pendengaran. Atenuasi (penyerapan) dan peredaman suara hanya

di layani oleh material-material partisi dengan ketinggian terbatas sementara peran langit-

langit sebagai penyerap suara menjadi sangat berkurang karena refleksi bunyi tidak mampu

mencapai pembatas ruang tersebut.

Dengan adanya gangguan-gangguan akustik tersebut diatas, konsep perkantoran tapak-

terbuka dinilai kurang tepat untuk mendukung efektifitas kerja, walaupun dari sisi

perancangan arsitektur dianggap lebih estetis, efisien dan memiliki tingkat perawatan yang

lebih mudah karena dapat dengan mudahnya ditata ulang sesuai dengan perubahan

kebutuhan. Dari sisi interaksi antar pekerja, konsep perkantoran ini mampu menciptakan

keakraban dan suasana kebersamaan.

Page 14: Akustik Ruang

Pengukuran Akustik Ruangan

Pengukuran ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik akustik ruangan, yang dilakukan

dengan metode pengukuran respon impuls ruangan dan perekaman kondisi tingkat tekanan

suara sebagai fungsi waktu maupun fungsi frekuensi (spektrum). Parameter akustik yang

diharapkan dapat diperoleh dari pengukuran ini meliputi: Tingkat tekanan suara rata-rata,

tingkat tekanan suara puncak, komponen frekuensi suara percakapan dan suara-suara

mesin-mesin kantor, serta interaksi suara yang terjadi di dalam ruangan (atenuasi, masking,

coloration, etc). Pengukuran akan dilakukan dengan mempertimbangkan karakter sumber

suara dan pendengar, sehingga perlu melibatkan penapisan sinyal menggunakan fungsi

pembobot yang lazim digunakan misalnya pembobot A, B, atau C.

Pemodelan dan Simulasi

Pemodelan dan Simulasi ruangan digunakan untuk mencari kesempatan perbaikan kinerja

ruangan secara akustik apabila diperlukan. Proses ini dilakukan dengan pendekatan

geometri ruangan dan kombinasi antara Ray Tracing Method dan Image Method, dengan

menggunakan perangkat lunak CATT Acoustics v 8.0. Besaran akustik yang terukur di

bagian 3.1 akan menjadi acuan di dalam proses ini. Proses auralisasi akan digunakan juga

didalam bagian ini untuk memberikan listening experience bagi pengguna ruangan.

Observasi dan Survey Pengguna

Observasi dan Survey pengguna ruangan, dilakukan dengan metode pengamatan langsung

dan menggunakan quesioner, untuk mendapatkan gambaran efek-efek yang dihasilkan

besaran akustik yang diukur pada bagian 3.1 terhadap kepuasan privasi wicara pengguna.

Page 15: Akustik Ruang

DAFTAR PUSTAKA

1. Hundert, A. T., & Greenfield, N. (1969). Physical space and

organizational behavior: A study of an office landscape. Proceedings of the 77th Annual

Convention of the American Psychological Association (APA) (pp. 601-602). Washington,

D.C.: APA.

2. Boyce, P. R. (1974). Users’ assessments of a landscaped office.

Journal of Architectural Research, 3(3), 44-62

3. Zalesny, M. D., & Farace, R. V. (1987). Traditional versus open

offices: A comparison of sociotechnical, social relations, and symbolic meaning

perspectives. Academy of Management Journal, 30, 240-259.

4. Hedge, A. (1982). The open-plan office: A systematic investigation

of employee reactions to their work environment. Environment and Behavior, 14(5), 519-542.

5. Sundstrom, E., Town, J. P., Rice, R. W., Osborn, D. P., & Brill, M.

(1994). Office noise, satisfaction, and performance. Environment and Behavior, 26(2), 195-

222.

6. Navai, M., Veitch, J.A. Acoustics Satisfaction in Open-Plan Offices

(2003): Review and Recommendations, Institute for Research in Construction, 5.

Menu Riset 2012

February 13, 2012 in Akustika Ruangan, Sistem Tata Suara, Suara Ucapan | Leave a

comment

Menu Riset di Group Akustik kami di tahun 2012 ini adalah:

1. Forensic Speaker Identification (Active Disguishing problem): 3 S1

2. Open-plan Office Acoustics (privacy vs Intelligibility) : 2 S1

3. Hospital Acoustics (privacy vs intelligibility) : 1 S2 , 1 S1

4. Archeological Acoustics (Cultural Preservation) : 2 S1

Page 16: Akustik Ruang

5. Indonesian Traditional Music Performance Hall (Design and Simulation) : 1 S3, 2 S1

6. Sound Insulations (Design and Measurements) : 1 S2

7. Active Noise Control (Algorithm and Design) : 1 S3

8. Binaural Sound Localization (Hardware Design) : 1 S2