akurasi padanan istilah politik dan...
TRANSCRIPT
i
AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI
ARAB-INDONESIA
(Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus Al-’Ashri dengan Kamus Kontemporer
Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh
Syukron Nurul Fajri
NIM: 107024001429
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H./2011 M.
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 06 Juni 2011
Syukron Nurul Fajri
iii
AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI
ARAB-INDONESIA
(Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus Al-’Ashri dengan Kamus Kontemporer
Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh
Syukron Nurul Fajri
NIM: 107024001429
Pembimbing,
Dr. Akhmad Saehudin, M.Ag.
NIP: 19700505 200003 1 003
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H./2011 M.
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN
EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus al-
’Ashri dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi) telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 22 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada Program Studi
Tarjamah.
Jakarta, 23 Juni 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Akhmad Saehuddin, M.Ag. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. NIP: 19700505 200003 1 003 NIP: 19712 29-200501-1004
Anggota,
Dr. H. Ahmad Ismakun Ilyas, M.A.
NIP:
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis, sehingga skripsi yang
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Jurusan Tarjamah
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta ini dapat Penulis selesaikan.
Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
saw., keluarganya, dan para sahabatnya sang pembawa risalah suci yang
mengajari penulis tentang ilmu kehidupan agar terus mencari dan tidak berhenti
belajar tentang hidup. Semoga kita semua mendapat syafa‟atnya di hari akhir.
Amin!
Dalam kata pengantar ini, Penulis akan mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dr. Ahmad Saehudin, M.Ag., selaku pembimbing skripsi, yang telah
mengorbankan waktu di tengah kesibukannya terima kasih untuk yang kedua
kalinya kepada beliau selaku Ketua Jurusan Tarjamah yang telah mengarahkan,
mengajarkan, dan mendidik Penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Adab
dan Humaniora.
Terima kasih banyak juga Penulis ucapkan kepada Dr. H. Abd. Wahid
Hasyim, M.Ag., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Prof. Dr. Sukron Kamil,
M.Ag., Pembimbing Akademik Jurusan Tarjamah dan Moch. Syarif Hidayatullah,
M.Hum., Sekretaris Jurusan Tarjamah, Penulis berterima kasih kepada Irfan Abu
Bakar, M.A., Karlina Helmanita, M.A., Prof. Dr. Ahmad Satori, Prof. Dr. Thojib
IM, Prof. Dr. Rofi„i, Drs. H.D Sirojuddin AR, M.Ag., Dr. Ismakun, M.A., Ahmad
Syatibi, M.Ag., Makyun Subuki M.Hum., Dr. Yusuf M.Ag., Dra. Faozah sebagai
vi
dosen Penulis yang telah mendidik dan mengajarkan Penulis berbagai ilmu
pengetahuan bahasa, budaya, dan terjemah. Semoga kerja keras mereka dalam
membimbing mahasiswanya diganti oleh Allah Swt. Amin!
Ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada kedua orangtua, H. Mudasir
Ahmad Syirad S.Ag. dan Hj. Cahyati yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan sehingga penyusunan skripsi ini terasa lebih ringan saat Penulis
mengingat pesan-pesannya. Terima kasih kepada kakak-kakakku, Lilis Setiawati
beserta keponakan Septi Nur Cahyani, Kurniawati Ningsih, S.Pdi. beserta suami,
Indra Mastuti, S.Kom, yang selalu memberikan motivasi kepada Penulis sehingga
saat penulisan skripsi ini Penulis selalu bersemangat untuk menyelesaikannya
tanpa rasa lelah.
Kepada teman-teman Jurusan Tarjamah angkatan 2007, Rojak, Rahmat,
Khoas, Tohadi, Hilman, Ibnu, Eka, Rido, Saadah, Hani, Farida, Wati, Sifa, Ani.
Ismi juga teman yang telah meminjamkan kamusnya untuk penyelesaian sekripsi
ini, Rezha juga teman shring, Anas juga teman yang membantu Penulis dalam
menambah pengalaman, Kerjasama BEM Jurusan 09-10. Penulis juga ucapkan
terima kasih kepada teman-teman terjemah seluruh angkatan terlebih angkatan
2005.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak KKN Master, Jakampus,
Boenga, Gema, Sri Makmur Bascamp, al- Ghifary, Noise dan rombongan MQ 09.
Dengan merekalah Penulis mempunyai story tersendiri saat penulis luluhlantah
mengadapi problematika kuliah sampai terselesaikannya kewajiban itu. Semoga
skripsi yang sangat sederhana ini bisa bermanfaat bagi penerjemah khususnya
bidang Leksikografi. Semoga karya perdana menjadi pecutan untuk penulis dalam
vii
meningkatkan produktifitas karya-karya selanjutnya yang lebih baik. Semoga
masukan dan saran-saran dari semua pihak dapat melengkapi skripsi ini. Amin!
Kata terakhir Penulis ucapkan; berani bercita-cita maka berani menderita.
Jakarta, 06 Juni 2011
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL …………………………………………………… i
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………… ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………… iv
KATA PENGANTAR …………………………………………… v
DAFTAR ISI …………………………………………………………… viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN …………………… x
ABSTRAK …………………………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………… 1
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah …………… 5
C. Tujuan Penelitian …………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian …………………………………. 6
E. Tinjauan Pustaka …………………………………… 6
F. Metodologi Penelitian …………………………… 7
G. Sistematika Penulisan …………………………… 8
BAB II KERANGKA TEORI
A. Defenisi Terjemahan …………………………… 10
B. Jenis Terjemahan ………………………….…... 13
C. Defenisi Semantik …………….……………………
1. Pengertian Semantik …………………………… 17
2. Manfaat Semantik ……..……………………… 18
3. Jenis Semantik …………………………… 19
4. Satuan Semantik ……………………………… 20
5. Pengertian Makna ..……………………………. 21
6. Jenis Makna (tekstual, konotatif, deskriptif,
dan referensial) …………………………………. 22
7. Sebab-sebab Perubahan Makna ……………….. 26
ix
8. Penjelasan Makna dengan Akurasi Istilah Politik
dan Ekonomi ………………………………. 26
BAB III WAWASAN TENTANG KAMUS AL-‘ASHRI DAN
KAMUS KONTEMPORER ARAB-INDONESIA
ISTILAH POLITIK-EKONOMI
A. Wawasan kamus al-„Ashri dan kamus Istilah …… 30
B. Riwayat Hidup Pengarang ………………………... 31
C. Sinopsis Kamus al-„Ashri …………………………… 32
D. Sinopsis Kamus Istilah …………………………… 34
E. Istilah Ekonomi dan Politik Arab-Indonesia …… 35
BAB IV AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN
EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding
Semantik Leksikal kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah)
A. Bidang Politik …..………………………………… 39
B. Bidang Ekonomi .…………………………………… 54
BAB V KESIMPULAN …………………………………… 69
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 71
LAMPIRAN …………………………………………………... 73
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke
dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin
dalam Buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
T ط ا
Z ظ b ب
„ ع t ت
Gh غ ts ث
F ف j ج
Q ق h ح
K ك kh خ
L ل d د
M م dz ذ
N ن r ر
W و z ز
H ة s س
` ء sy ش
Y ي s ص
d ض
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
A. Vokal tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
---- A Fathah
---- I Kasrah
----- U Dammah
xi
B. Vokal rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي--- ai a dan i
و--- au a dan u
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
----ا/ي â a dengan topi di atas
ي---- î i dengan topi di atas
و--- û u dengan topi di atas
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ال , dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh : al-rijâl bukan ar-
rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda--- dalam alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah
itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah melainkan
al- darûrah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbûtah
Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang
sama juga berlaku, jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na‟t) atau kata
xii
sifat (contoh no.2). namun jika huruf Ta Marbûtah tersebut diikuti kata
benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (contoh
no.3)
No. Kata Arab Alih Aksara
tarîqah طريقة 1
al-jâmi’ah al-islâmiyah الجامعة اإلسالمية 2
wihdat al-wujûd وحدة الوجود 3
6. Huruf kapital
Mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama
tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf
“al” a tidak boleh kapital.
xiii
ABSTRAK
Syukron Nurul Fajri
“AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI ARAB-
INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus al-‘Ashri dengan
Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik dan Ekonomi)”. Di bawah
bimbingan Dr. Akhmad Saehudin, M.Ag.
Pokok permasalahan penelitian kali ini adalah pada tingkat keakuratan
istilah ekonomi dan politik serta aspek semantik yang berpengaruh dalam proses
pemindahan makna dari bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa).
Penelitian ini menunjukkan bahwa gaya terjemahan semantik leksikal yang
mempengaruhi perbedaan adalah aspek instension sehingga terjemahan dirasakan
lebih fleksibel. Dalam menerjemahkan istilah politik dan ekonomi tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor linguistik namun ada pula yang dipengaruhi oleh faktor
ekstralinguistik yakni latar belakang keilmuan penerjemah dalam menerjemahkan
istilah tersebut.
Dalam menerjemahkan istilah politik dan ekonomi yang bersifat kompleks
karena harus sesuai dengan konteks masa kini (modern) dan berdeskriftif ilmiah
secara akurat. Dalam kamus al-‘Ashri yang bersifat sederhana maknanya dan
kurang lengkapnya pembendaharaan khazanah katanya. Hal ini terlihat dalam
penyajian makna istilah politik dan ekonomi kemudian langsung memberikan
pengartian global dan tidak menambahkan banyak variasi dalam terjemahannya
seolah-olah penerjemah sendirilah yang menyesuaikan makna yang tepat untuk
menerjemahkan istilah ekonomi dan politik. Sedangkan kamus Istilah
memberikan banyak opsi terjemahan dengan cabang makna dari satu istilah saja
xiv
dan akurasi maknanya dapat dipahami semata-mata untuk memperjelas dan
mempermudah pembaca dalam memahami istilah politik dan ekonomi. Dalam
analisis ini terlihat bahwa kamus Istilah Politik dan Ekonomi lebih superior
dibandingkan kamus al-’Ashri.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah kata atau lafal yang digunakan oleh setiap orang dalam
menyampaikan maksud mereka. Bahasa berbeda-beda dari segi lafalnya, menyatu dari
segi makna yaitu makna satu yang mencakup beberapa kata ganti orang,1 seperti
halnya bahasa Arab. Bahasa Arab adalah kalimat yang dipergunakan bangsa Arab
dalam mengutarakan maksud dan tujuan mereka.
Pada awalanya, bahasa Arab hanya digunakan sebagai media komunikasi antar
individu. Namun seiring dengan pertambahan kebutuhan hidup dan kemajuan
pemikiran manusia, maka bahasa tersebut meningkat kegunaannya sebagai bahasa
ilmiah diseluruh bidang ilmu pengetahuan. Sejarah telah mencatat bahwa penggunaan
bahasa Arab sebagai bahasa ilmiah ditandai oleh kemunculan aktivitas penerjemahan
buku-buku bahasa Yunani, Persia dan India. Aktivitas ini tumbuh subur pada masa
Abbasiyyah di bawah pimpinan khalifah al-Makmun yang mendirikan perpustakaan
Dar el-Hikmah.2
Untuk mengetahui maksud dan tujuan itu, di pergunakan kamus. Fungsi kamus
sebagai dokumentasi bahasa kurang disadari dalam sejarah bahasa tersebut. Kamus,
disamping tugas-tugasnya yang lazim, bukan hanya dituntut untuk membuat
keterangan bila sebuah lema masuk ke dalam khazanah kata bahasa kita, melainkan
harus menggambarkan makna lema yang ada secara tuntas, termasuk
perkembangannya. Dokumentasi demikian juga dapat membantu menyelesaikan
perdebatan tentang makna yang sebenarnya maupun sejarah makna kata atau
1 Syekh Musthafa al Ghulayini, Pelajaran Bahasa Arab Lengkap. Penerjemah Drs. H. Moh.
Zuhri, Dipl. TAF, dkk (Semarang: Cv al-Syifa, 1992), Vol II. h 13. 2 D. Hidayat, Prospek Penerjemahan Bahasa Arab di Indonesia, makalah disampaikan seminar
sehari yang diselenggarakan oleh HMJ Terjemah Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
(Jakarta, 21 Oktober, 1999), h. 1.
2
ungkapan yang menjadi perhatian orang, atau memberi bantuan bagaimana sebaiknya
suatu konsep diungkapkan, atau memberi bantuan untuk memahami bilakah suatu
konsep pertama kali digunakan dalam bahasa kita.
Kamus yang hadir tepat pada saat dunia pendidikan dan dunia intelektual kita
membutuhkannya, selain karena bahasa Arab merupakan bahasa agama dan juga telah
menjadi bahasa dunia salah satunya bahasa resmi PBB saat ini.3
Kamus pada umumnya, memberi beberapa maklumat berikut:
1. Cara artikulasi suatu kata (manner of articulation)
2. Ejaan kata (spelling)
3. Bentuk morfologis suatu kata, apabila isim, fi’il, sifat dan seterusnya.
4. Penjelasan beberapa arti kata dalam beberapa konteksnya yang cocok dengan
masing-masing arti tersebut Contoh arti kata الفاعل dalam ilmu nahwu, dalam
kriminologi dan ilmu filsfat dan lain sebagainya
5. Kamus memaparkan beberapa bentuk berbeda dari suatu kata yang digunakan
pada masa-masa yang berdekatan contoh: مكة dan بكة
6. Memberikan dalil kata-kata dengan ayat, hadits, syair dan lain-lainnya pada
kamus besar atau lengkap khususnya.
Dalam teori penerjemahan, ada beberapa perangkat yang berfungsi sebagai alat
bantu kegiatan penerjemahan, diantaranya adalah kamus yakni buku acuan yang
memuat kata dan ungkapan yang disusun menurut abjad berikut keterangan tentang
maknanya, pemakaiannya atau terjemahannya. Kegiatan penerjemahan, khususnya
pada tingkat pemula yang kesulitan dalam menerjemahkan karena banyaknya
perbendaharaan kata yang sulit untuk dikuasai, tetapi juga karena perlunya setiap kata
itu dipilih oleh penerjemah sehingga artinya sesuai dan tepat. Perlu diketahui bahwa
3 M Napis Djuaeni, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Sampul Kamus, (Jakarta, Mizan, 2006).
3
tidak semua kamus kata menyajikan leksikal secara lengkap dalam berbagai macam
konteks, untuk itu dianjurkan penggunaan berbagai jenis kamus.
Disamping kamus umum yang biasa digunakan, diperlukan pula kamus-kamus
lain, seperti kamus istilah, kamus asal-usul kata, dan sebagainya, agar dapat
menerjemahkan secara lebih tepat tentang frase-frase, kalimat-kalimat yang komplek,
istilah-istilah khusus dan sebagainya. Yang menyebabkan terjadinya persoalan itu,
dikarenakan seringnya terjadi hambatan atau kesulitan dalam menerjemahkan4
Hal ini sesuai dengan data yang peneliti dapatakan, oleh sebab itu, penulis akan
mengkaji keakuratan makna istilah politik dan ekonomi dalam kamus al-‘Ashri
(selanjutnya disebut kamus al-‘Ashri) dan kamus kontemporer Arab-Indonesia istilah
ekonomi-politik (selanjutnya disebut kamus istilah).
Pembahasan tentang perubahan makna yang bersifat teoritis untuk
mengantarkan satu penelitian lebih mendalam dan meluas dan menjawab masalah-
masalah yang berhubungan dengan dua fakta semantik tersebut. Walaupun
pembicaraan tentang perubahan makna ini didasarkan dengan data empiris. Data
empiris itu dikelompokkan, dibeda-bedakan, dihubung-hubungkan dan dikendalikan
secara rasional sehingga lahirlah pernyataan-pernyataan yang bersifat teoritis
mengenai gejala tersebut.5
Perubahan makna dapat tercatat secara historis, terjadi sinkronis berdasarkan
pemakaiannya, pergeseran makna dengan gejala perluasan dan penyempitan, adanya
perkembangan makna (sebab linguistik, konsep pengetahuan, faktor pisikologis dan
asosiasi kesamaan tanggapan) dan faktor kultur dengan berbedanya sudut pandang
kebudayaannya yang menyebabkan makna bahasa itu berubah.
4 HG Taringan, Pengajaran Kosakata , (Bandung: Angkasa, 1986), cet 2, h. 229.
5 JD Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 65.
4
Seperti kata موفد dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘ditugaskan’6 sedangkan
dalam kamus Istilah artinya ‘delegasi’.7 Makna kedua kamus tersebut mempunyai
makana sinonimi, tetapi hanya pemakainnya saja yang berbeda. Kata ‘delegasi’
merupakan kata serapan Asing ‘delegation’ yang diserap oleh bahasa Indonesia
menjadi ‘delegasi’ yang artinya ‘perwakilan; perutusan; orang yang diutus untuk
mewakili oleh Negara atau organisasi; pelimpahan wewenang’.8 Kemudian dalam
Kamus Politik diartikan dengan ‘perutusan; peralihan kekuasaan’.9 Sehingga, kata
‘delegasi’ mempunyai nilai rasa yang tinggi, jika digunakan dalam bidang ekonomi,
dan kata ‘di tugaskan’ mempunyai nilai rasa yang rendah, jika digunakan bukan pada
konteksnya. Namun, kedua makna tersebut tidak mudah dipertukarkan, karena kata
‘di tugaskan’ hanya cocok untuk situasi kuno, klasik, arkais.10
Sedangkan kata
‘delegasi’ hanya cocok untuk situasi masa kini (modern). Tetapi, kata ‘di tugaskan’
dapat dipergunakan secara umum dan tidak formal dibandingkan kata ‘delegasi’.
Kamus-kamus bahasa Arab yang beredar, sebagai produk kretifitas para linguis
dan hasil riset leksikologi, sangat beragam tergantung tujuan penyusunan kamus dan
perwajahannya yang direlevensikannya dengan kebutuhan masyararkat.11
Kontemporer sendiri mempunyai dua arti, kata yang pertama kon diartikan dengan
dan kata yang kedua temporer diartikan masa kini tepatnya dengan pembendaharaan
kata yang masa kini (sekarang). Jenis kamus al-‘Ashri merupakan kamus yang
pembahasannya kosakata murni berbeda dengan kamus Istilah yang keseluruhan
kosakatanya merupakan istilah khusus (spesialis) dalam bidang politik dan ekonomi.
6 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 1866.
7 M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 722.
8 J.S. Badudu, Kamus Kata Serapan Asing Ke Bahasa Indonesia, h. 52.
9 Zainul Bahri, Kamus Umum KhususnyaBidang Hukum Dan Politik, h. 273.
10 Abdul chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta, Rieneka Cipta, 2002) h. 85.
11Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 152.
5
Dalam perakteknya para pelajar (santri) dan mahasiswa merasa kesulitan dalam
memahami istilah-istilah asing dan kata-kata serapan. Hal yang sama juga dirasakan
oleh mereka yang sedang belajar bahasa Arab, dimana istilah-istilah tersebut jarang
mereka temukan dalam kamus-kamus Arab Indonesia, sehingga menghambat
kelancaran belajar bahasa Arab atau paling tidak mempersulit mereka dalam
mengikuti perkembangan bahasa, guna membantu dalam memahami kata-kata yang
mereka temukan baik di media cetak maupun yang di dengar dari ceramah-ceramah,
diskusi-diskusi, berita-berita di media elektronik.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan menganalisis makna dari
istilah-istilah politik dan ekonomi dalam dua kamus yaitu kamus al-‘Ashri dan kamus
Istilah dengan judul “AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN
EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus al-
’Ashri dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi).
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti
mengkaji istilah-istilah politik dan ekonomi Arab-Indonesia dengan tiga puluh contoh
kosakata politik beserta analisis semantiknya dan dua puluh delapan contoh kosakata
ekonomi mencakup analisis semantiknya.
Oleh karena itu, rumusan masalah dalam proposal ini adalah:
1. Apakah istilah politik dan ekonomi Arab-Indonesia dalam kamus al-‘Ashri
diterjemahkan secara akurat jika dibandingkan dengan kamus Istilah?
2. Manakah di antara kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah yang paling tepat dalam
menerjemahkan istilah politik dan ekonomi?
6
C. Tujuan Penelitian
Sebagaiman yang sudah diidentifikasikan oleh penulis, maka penelitian ini
memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1) Memberikan sumbangan pemahaman terhadap istilah politik dan ekonomi
yang akurat dalam menerjemahkan teks terjemahan Arab-Indonesia
2) Mengetahui ketepatan istilah-istilah politik dan ekonomi dilihat dari analisis
semantik leksikalnya dua kamus tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Di samping untuk mengetahui kemajuan yang dilihat dari sisi semanti leksikal
dan leksikologi terhadap kamus Al-Asri dan kamus Kontemporer Arab-Indonesia
Istilah Ekonomi-Politik dalam perkembangan istilah-istilah ekonomi dan politik,
peneliti berusaha untuk memberikan sedikit kontribusi keilmuan kepada mahasiswa
tarjamah untuk bisa menggunakan kamus yang sesuai dengan teks yang akan
diterjemahkan dan menambah wawasan perkamusan.
E. Tinjauan Pustaka
Sejauh ini, pembahasan tentang masalah kamus bahasa Arab-Indonesia telah
dilakukan oleh beberapa mahasiswa Tarjamah yaitu: Urwatul Wustqo (2004) ‘Kamus
dan Peranannya Sebagai Alat Bantu Penerjemahan’, dan menganalisis tentang
semantik leksikal yaitu: Rumsari Marjatsari (2010) ’Analisis Semantik Leksikal Pada
Padanan Arab-Indonesia dalam Kamus Al-Munawwir dan Al-Ashri’.
Sementara itu, yang membahas tentang ’Akurasi Padanan Istilah Politik dan
Ekonomi Arab-Indonesia’ (Analisis Banding Semantik Leksika Kamus al-’Ashri
dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi) belum ada.
Perbedaan dengan skripsi yang sudah ada, skripsi ini memberikan perbendaharaan
kata yang sulit untuk menerjemahkan teks Politik dan Ekonomi saat ini dengan
7
menggunakan kamus kontemporer maka keakuratan makna bisa diterjemahkan secara
efektif dan efesien.
F. Metodelogi Penilitian
Dalam skripsi ini penulis mengunakan metode kualitatif, maksudnya peneliti ini
terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya,
sehingga hanya ada pengungkapan fakta. Dalam hal ini penulis akan membahas
tentang semantik leksikal yang ada dalam kamus al-‘Ashri dengan kamus Istilah
terhadap penepatan keakuratan istilah-istilah politik dan ekonomi untuk
menerjemahkan sebuah teks.
Selain itu, untuk memperoleh data penulis menggunakan metode kepustakaan
(Library Research) yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan bahasan objek
penelitian. Kemudian, agar hasil penelitian ini lebih maksimal penulis merujuk pada
teks-teks ekonomi dan politik, buku, internet, ensiklopedi, koran, majalah dan kamus.
Dalam melakukan penelitian penulis melewati beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mengumpulkan teks politik dan ekonomi yang ingin diterjemahkan kemudian
dikaji secara mendalam menggunakan kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah untuk
lebih akurat dalam pemilihan maknanya modern kemudian disesuaikan dengan
konteks pembahasan teks tersebut agar mudah dimengerti oleh pembaca.
2. Menerangkan lebih detail ketepatan makna istilah-istilah politik dan ekonomi
yang lebih akurat modern dalam menerjemahkan sebuah teks politik dan ekonomi
dengan menggunakan kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah.
8
G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Metodologi Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II Kerangka Teori
A. Definisi Terjemahan
B. Jenis Terjemahan
C. Definisi Semantik
1. Pengertian Semantik
2. Jenis Semantik
3. Manfaat Semantik
4. Jenis Semantik
5. Satuan Semantik
6. Pengertian Makna
7. Jenis Makna tekstual, konotatif, deskriptif dan referensial
8. Penjelasan makna dengan akurasi istilah politik dan ekonomi
BAB III Wawasan tentang kamus al-‘Ashri dan kamus Kontemporer Arab-
Indonesia Istilah Politik-Ekonomi
A. Wawasan kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah
B. Riwayat Hidup Pengarang
9
C. Sinopsis Kamus Al-‘Ashri
D. Sinopsis Kamus Istilah
E. Istilah Politik dan Ekonomi Arab-Indonesia
BAB IV Akurasi Padanan Istilah Politik dan Ekonomi Arab-Indonesia
(Analisis Banding Semantik Leksikal kamus al-‘Ashri dan kamus
Istilah)
A. Bidang Politik
B. Bidang Ekonomi
BAB V Kesimpulan
Daftar Pustaka
Lampiran
10
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Definisi Terjemahan
Seperti halnya ilmu-ilmu lain, di dalam bidang penerjemahan ditemukan banyak
definisi. Berbagai macam definisi itu mencerminkan pandangan ahli yang membuat
definisi tentang hakikat terjemahan. Berikut akan disajikan beberapa definisi yang
sering dikutip dalam buku tentang penerjemahan.
Penerjemahan atau translation selama ini didefinisikan melalui berbagai cara
dengan latar belakang teori serta pendekatan yang berbeda-beda dari berbagai segi,
baik segi semantik (kemaknaan) maupun linguistik (kebahasaan) dan sebagainya.
Meskipun tidak mewakili keseluruhan definisi yang ada dalam dunia penerjemahan
dewasa ini.
Definisi terjemahan dalam arti luas adalah “semua kegiatan manusia dalam
mengalihkan makna atau pesan, baik verbal maupun non verbal dari informasi asal
atau informasi sumber (source information) ke dalam informasi sasaran (target
information).”1 Sedangkan definisi terjemahan dalam arti sempit adalah “suatu proses
pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa sumber (source linguistik)
dengan kesepadanan di dalam bahasa ke dua atau bahasa sasaran (target language).2
Eugene a. Nida dan Charles R. Taber, dalam buku mereka The Theory and
Practice of Translation, memberikan definisi terjemahan sebagai berikut :
“Translating consist in reproducing in the receptor language the closest natural
equivalent of the source language message, first in the terms of meaning secondly in
1 Suhendra Yusuf, Teori Terjemah (Pengantar kearah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik). (Bandung. PT.Mandar Maju, 1994), Cet ke-1, h. 8. 2 Ibid, h. 8.
11
terms of style.”3 (menerjemahkan berarti menciptakan padanan yang dekat dalam
bahasa penerima terhadap pesan bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua
pada gaya bahasa).
Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai
memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima (sasaran)
dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya
bahasanya.
Disini Nida dan Teber tidak mempermasalahkan bahasa yang terlibat dalam
penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja penerjemahan. Seperti yang dikutip
oleh Maurust Simatupang yakni mencari padanan alami yang semirip mungkin
sehingga pesan dalam bahasa sumber bisa disampaikan dalam bahasa sasaran.4
Sehingga orang yang membaca atau yang mendengar pesan itu dalam bahasa sasaran
pesannya sama dengan pesan orang yang membaca atau mendengar pesan itu dalam
bahasa sumber.
Menurut resensi Willie Koen, nida dalam bukunya mengajarkan bahwa cara
baru mnerjemahkan haruslah fokus pada response penerima pesan. (cara lama
berfokus pada bentuk pesan). Itu berarti terjemahan dapat dikatakan baik bila benar-
benar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan gaya atau nada
yang diungkapkan dalam bahasa sasaran (bahasa penerima) tidak boleh menyimpang
dari makna dan gaya/nada yang diungkapkan dalam bahasa sumber, itulah sebabnya
nida mengatakan bahwa di dalam bahasa penerima harus terdapat “ The closest
natural equivalent of the source language message, first in the terms of meaning
secondly in terms of style.” Akan tetapi, ekuivalen itu haruslah natural (wajar, sesuai
dengan langgam atau idiom bahasa kita sendiri).
3 Nida F.A. dan Charles R. Teber, The Theory and Patrice of Translation (Leiden. E.J. Brill.
1996), h.24. 4 Maurust Simatupang. Enam Makalah Tentang Penerjemahan. (Jakarta: PT.UKI.1993), h. 3.
12
Catford (1965) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan
penerjemahan dan ia mendefinisikannya sebagai “The replacement of textual
material in one language (SL) by equivalent textual material in another language
(TL)”.5 (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang
sepadan dalam bahasa sasaran).
Newmark (1988) juga memberikan definisi serupa, namun lebih jelas lagi:
“Rendering the meaning of a text into another language in the way that the author
intended the text” (menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai
yang dimaksudkan pengarang).
Pada definisi di atas tidak ditemukan tentang makna. Sementara itu secara garis
besar terjemahan tidak bisa dipisahkan dari persoalan makna atau informasi. Sebagai
ganti dari konsep makna adalah materi tekstual yang sepadan. Kesepadanan yang
dimaksud materi tekstual oleh catford tidak harus naskah tulis. Sedangkan zuhrudin
mengatakah bahwa. “penerjemahan bisa berasal dari bahasa lisan atau tulisan.”6
Ungkapan lain tentang hakikat penerjemahan yang dikemukakan oleh Juliana
House dalam disertasinya mengatakan bahwa penerjemahan adalah “penggantian
kembali naskah bahasa sasaran yang secara semantik dan pragmatik sepadan.”7
Pada hakikatnya “esensi terjemahan itu terletak pada makna dari dua bahasa
yang berbeda.”8 Oleh karena itu, house pun menjelaskan bahwa makna beraspek
semantik erat kaitannya dengan makna denotatif, yaitu makna yang terdapat dalam
kamus (makna leksikal) dan makna beraspek pragmatik bertautan dengan makna
konotatif, yaitu makna yang berarti kiasan.
5Rochayah Machali. Pedoman bagi Penerjemah. (Jakarta: PT. Grasindo. Anggota IKAPI 2000),
h. 5. 6Zuhrudin Suryawinata.et. al. Translation (Bahasa Teori dan Penentu Menerjemahkan).
Yogyakarta: Knisius. 2003), Cet. Ke-1, h. 11. 7 Nurrahman Hanafi. Teori dan Sastra Menerjemahkan.(NTT: Nusa Indah. 1986), Cet. Ke-1, h.
26. 8 Ibid, h. 27.
13
Dengan melihat definisi di atas, baik definisi penerjemahan dalam arti luas atau
sempit, baik tinjauan semantik atau linguistik, sekilas masing-masing definisi tersebut
berbeda-beda, yang sebenarnya mempunyai muatan yang sama, yaitu adanya
persamaan dan penyusuaian pesan yang disampaikan oleh penulis naskah dengan
pesan yang diterima pembaca.
B. Jenis Penerjemahan
Menerjemahkan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi bentuk
lain., bentuk lain yang dimaksud bisa berupa bentuk bahasa sumber atau bahasa
sasaran. Secara sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan yaitu, “memindahkan
amanat dari bahasa sumber kebahasa sasaran, dengan pertama-tama memindahkan
dan yang kedua mengungkapkan gaya bahasanya.”9
Dalam praktek menerjemahkan, diterapkan beberapa jenis penerjemahan. Hal
itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Adanya perbedaan bahasa sumber dan system bahasa sasaran
b. Adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan
c. Adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi
d. Adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks.
Dalam kegiatan menerjemahkan sesungguhnya, keempat faktor tersebut tidak
selalu berdiri sendiri dalam arti bahwa “ada kemungkinan kita menerapkan dua atau
tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam menerjemahkan sebuah teks”.10
9 Widya Martaya. Seni Terjemahan. (Yogyakarta: Knisius. 1991), Cet. Ke-1, h. 11.
10 M. Rudolf Nababan. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
(1991), Cet. Ke-1.
14
Ada beberapa jenis terjemahan yang dapat kita terapkan dalam kegiatan
menerjemahkan. Diantaranya yaitu:
a. Penerjemahan Kata Demi Kata
Penerjemahan ini disebut juga dengan interlinear translation, yaitu susunan kata
bahasa sumber (Bsu) dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu per satu dengan
makna yang paling umum. Metode ini bertujuan untuk memahami mekanisme dalam
bahasa sumber (Bsu) maupun untuk menganalasis teks yang sulit sebagai proses
penerjemahan.
وعذي ثالثت كتب
Terjemahan apaadanya: dan di sisiku tiga buku-buku
saya punya tiga buku.11
b. Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan harfiah ini menggunakan metode konversi, yaitu konstruksi gramatikal
bahasa sumber (Bsu) dikonversikan ke padanan bahasa sasaran (Bsa) yang paling
dekat tetapi kata-kata leksikal masih diterjemahkan kata per kata. Penerjemahan ini
memang akan membingungkan pembaca, oleh karena itu, penerjemah harus
memberikan keterangan tambahan berupa catata kaki (Foot note). Biasanya metode
penerjemahan ini di gunakan dalam menerjemahkan al Qur‟an.
جاء رجل هي رجال البر واإلحساى إلي يىغياكرتا لوساعذة ضحايا الزلزال
Terjemahan harfiyah: datang seorang lelaki baik ke Yogyakarta untuk membantu
korban-korban goncangan.
Seorang relawan datang ke Yogyakarta untuk membantu korban gempa.12
11
M. Syarif hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia,
(Tangerang: Dikara, 2010), Cet-4, h. 31. 12
Ibid., h. 31.
15
Penerjemahan Setia
Penerjemahan ini merupakan proses menghasilkan kembali makna kontekstual bahasa
sumber (Bsu) yang tepat, dengan mentransfer kata-kata cultural dan tetap
mempertahankan tingkat ketidakwajaran gramatikal dan leksikal dalam proses
penerjemahan. Dalam metode penerjemahan ini, masih mempertahankan kata-kata
yang bermuatan budaya, dan diterjemahkan secara harfiah.
هى كثير الرهاد
Terjemahan kontekstual: dia dermawan karena banyak abunya.13
c. Penerjemahan Semantik
Penerjemahan ini sudah lebih luwes, artinya sudah tidak mempertahankan lagi tingkat
ketidakwajaran gramatikal dan leksikal dalam proses penerjemahan. Penerjemahan ini masih
mempertimbangkan unsur estetika teks Bsu dengan memadukan makna selama masih dalam
batas kewajaran. Dibandingkan dengan penerjemahan lain.14
Penerjemahan semantik lebih
fleksibel.
رأيت را الىجهيي أهام الفصل
Terjemahan semantik: aku lihat si muka dua (munafik) di depan kelas.15
d. Penerjemahan Saduran
Penerjemahan ini merupakan bentuk terjemahan bebas yang biasa dipakai dalam
penerjemahan drama atau puisi. Biasanya antara tema, karakter, dan plot masih
dipertahankan, dan peralihan budaya bahasa sumber (Bsu) ke dalam budaya bahasa
sasaran (Bsa) ditulis kembali serta diadaptasi ke dalam bahasa sasaran (Bsa).
13
Ibid., h. 32. 14
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 52. 15
M. Syarif hidayatullah, Tarjim Al-An, h. 32.
16
عاشت بعيذا حيث ال تخطى قذم
عذ اليابيع بأعلي الهر
Terjemahan puisi: dia hidup jauh dari jangkauan
Di atas gemericik air sungai yang terdengar jernih
Dia hidup jauh sehingga kaki tidak bisa menjangkaunya
Pada mata air di bagian sungai paling atas.16
e. Penerjemahan Bebas
Penerjemahan ini merupakan metode yang mengutamakan isi dan bahkan
mengorbankan bentuk teks bahasa sumber (Bsu). Umumnya penerjemahan ini
berbentuk parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan
biasa dipakai di kalangan media masa.
في أى الوال أصل عظين هي أصىل الفساد لحياة الاس أجوعيي
Terjemahan parafrasa: harta sumber malapetaka
Harta merupakan sumber terbesar kehancuran bagi kehidupan umat manusia17
.
f. Penerjemahan Komunikasi
Penerjemahan ini merupakan upaya memberikan makna kontekstual bahasa sumber
(Bsu) yang tepat, sehingga isi dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti oleh
pembaca. Metode ini tetap memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi seperti
khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan, sehingga teks sumber dapat
diterjemahkan menjadi beberapa versi.
تطىر هي طفت ثن هي علقت تن هي هضغت
Terjemahan awam: kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian
segumpal daging
16
Ibid., h. 33. 17
Ibid., h. 33.
17
Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio.18
Menurut Manna Al-Qaththan,19
terjemahan dapat digunakan pada dua arti:
1) Terjemahan harfiah, yaitu mengalihkan lafal-lafal yang serupa dari suatu bahasa ke dalam
lafal-lafal yang serupa dari bahasa lain sedimikian rupa. Sehingga susunan dan tertib
bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
2) Terjemahan tafsiriyah atau terjemahan maknawiyah, yaitu menjelaskan makna
pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal
atau memperhatikan susunan kalimatnya.
C. Defenisi Semantik
1. Pengertian Semantik
Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris yaitu semantik,
dari bahasa Yunani Sema (Nomina) „tanda‟: atau dari verba samaino „menandai‟,
„berarti‟. Istilah tersebut digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian
ilmu bahasa yang mempelajari makna.20
Semantik merupakan cabang linguistik yang
mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi
lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari ekspresi makna:
sintaksis, merupakan pembentukan simbol kompleks dari simbol yang yang lebih
sederhana, serta pragmatik yang merupakan penggunaan praktis simbol oleh
komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu.
Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan
melalui frase semantics philosophy. Sejarah semantik dapat dibaca di dalam artikel
“An Account of the Word Semantics.21
Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le
Lois Intellectuelles du Language” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang
18
Ibid., h. 34. 19
Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu al Qur’an (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993), h. 443. 20
Fatimah Djajasudarma, Semantik I: Pengantar Arah Ilmu Makna (Bandung: Refika, 1999), h.
1. 21
Ibid., h. 1.
18
baru dalam keilmuan, di dalam bahasa Prancis istilah sebagai ilmu murni historis
(historical semantics).
Jadi, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti,
yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa fonologi, gramatika, dan semantik.22
Dan semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik yang mempunyai
cakupan objek yang lebih luas, yaitu mencakup makna tanda atau lambang pada
umumnya dan merupakan bagian struktur bahasa yang terpenting yang berhubungan
dengan makna ungkapan secara umum.23
2. Manfaat Semantik
Studi semantik dari segi manfaatnya memang sangat banyak. Ilmu ini sangat
dibutuhkan diberbagai bidang keilmuan untuk pemahaman yang lebih dalam terhadap
suatu masalah yang sedang dikaji. Selain itu, semantik juga sangat membantu dalam
bidang yang berhubungan dengan bahasa dan teks-teks yang menjadi bahan pustaka.
Dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka akan memperoleh
manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantic yang dapat membantu dalam
memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan
informasi kepada masyarakat. Bagi pelajar, pengajar, dan peneliti bahasa dan sastra
pengetahuan semantik tentu banyak memberi manfaat. Bagi pelajar bermanfaat untuk
menganalisis bahasa yang sedang dipelajari, bagi pengajar bermanfaat untuk
memahami dengan baik dan mudah menyampaikannya kembali kepada para
siswanya. Sedangkan bagi peneliti bermanfaat sebagai alat bantu yang dapat
memudahkan menganalisis suatu permasalahan kebahasaan.
Selain itu, semantik juga bermanfaat bagi orang awam untuk memahami dunia
yang penuh dengan informasi dan kebahasan yang terus berkembang, karena mereka
22
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka cipta,2002), h. 2. 23
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 193.
19
tidak bisa dapat hidup tanpa memahami sekeliling mereka yang mengunakan bahasa
sebagai alat komunikasi.24
3. Jenis-jenis Semantik
Jenis-jenis semantik cukup beragam, tetapi ada beberapa macam jenis semantik
yang selalu menjadi pembahasan pada ilmu tersebut. Diantara jenis-jenis semantik
ada 4 macam, yaitu :
1) Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah semantik yang objek penyelidikannya adalah leksikon
dari bahasa. Dan di dalam semantik leksikal diselidiki makna yang ada pada
leksem dari bahasa tersebut. Sedangkan leksem itu adalah satuan gramatikal bebas
terkecil dan dalam bahasa arab disebut dengan kalimat. Dalam studi semantik,
semantik leksikal ini digunakan untuk menyebut satuan bahasa bermakna.
2) Semantik Gramatikal
Semantik gramatikal adalah semantik yang objek kajiannya adalah bentuk makna
gramatikal dari tataran tata bahasa yaitu morfologi dan sintaksis, kata, frase,
klausa, dan kalimat. Dalam bahasa Arab morfologi disebut dengan istilah “Ilmu
Sharaf” dan sintaksis dikenal dengan istilah “Ilmu Nahwu”. Semua bentuk
tersebut di atas memiliki makna dalam bentuknya masing-masing ketika satuan-
satuan morfologi dan sintaksis itu membentuk sebuah kalimat.
3). Semantik Kalimat
Semantik kalimat adalah semantik yang berkaitan dengan topik kalimat dan
menurut Verhaar, semantik kalimat ini belum banyak menarik perhatian para ahli
linguistik.
24
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,2002), hal. 12.
20
4). Semantik Maksud
Semantik maksud adalah semantik yang berkenaan dengan pemakaian bentu-
bentuk gaya bahasa seperti : metafora, ironi, litotes, dan majas perbandingan
lainnya. Menurut Verhaar semantik maksud ini mirip dengan istilah semantic
pragmatic yang biasa diartikan dengan bidang studi semantic yang mempelajari
makna ujaran yang sesuai dengan konteks situasinya.
4. Satuan Semantik
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks),
dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan
petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya foto.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan
petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung
mengacu pada kenyataan; misalnya asap sebagai tanda adanya api. Tanda seperti itu
adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang
menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di
antaranya bersifat arbitrer, hubungan berdasarkan konvensi masyarakat.
Sedangkan menurut Ogden dan Richards, semantik itu memilki segitiga makna
yang saling berhubungan antara simbol, reference, dan referent. Simbol merupakan
tanda yang bersifat arbitrer yang dapat digunakan untuk menamai suatu benda.
Reference merupakan konsep pikiran yang tergambar di dalam otak tentang sesuatu
yang sedang dipikirkan. Sedangkan referent merupakan objek yang sudah berbentuk
jelas.25
25
J. D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 29-30.
21
5. Pengertian Makna
Sudah disebutkan pada sub bab yang sebelumnya bahwa objek studi semantik
adalah makna; atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan
ujaran seperti kata, klausa, dan kalimat.26
Aristoteles (384-322sm) seorang sarjana
bangsa Yunani sudah menggunakan istilah makna, yaitu ketika dia mendefinisikan
mengenai kata.Menurutnya, kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna.27
Palmer dan Lyons membedakan pengertian makna dan arti. Makna adalah
pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata).
Menurut palmer makna hanya menyangkut intra bahasa. Lyons menyebutkan bahwa
mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut
yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut
berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari kata-
kata itu sendiri, yang cenderung terdapat di dalam kamus sebagai leksem.28
Mengenai makna kata biasanya di bedakan bermacam-macam makna, maka
pertama-tama harus diketahui dasar-dasar pengertian makna. Di sekitar kita terdapat
bermacam-macam peristiwa atau hal yang dapat diserap panca indra kita yang secara
tradisional kita kenal sebagai rumah, binatang, bulan, tanah, batu dan pohon. kata-
kata semacam itu merupakan lambang bunyi ujaran untuk mengacu kepada benda-
benda yang ada dialam itu.29
26
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 2. 27
Ibid, h. 27 28
Ibid, h. 5. 29
Gorys Keraf, tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesi: Untuk Tingkat Pendidikan Menengah,
(Jakarta: Grasindo, 1991), h. 159.
22
6. Jenis-jenis Makna
1. Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna yang memiliki atau ada pada leksem meski pada
konteks apa pun. Bisa dikatakan juga, makna leksikal adalah makna yang bersifat
leksikon (vokabuler, kosa kata, dan perbendaharaan kata), bersifat leksem (satuan
bentuk bahasa yang bermakna), atau bersifat kata.30
Mansoer Pateda mendefinisikan
makna leksikal adalah makna kata ketika makna itu berdiri entah dalam bentuk
leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat
dibaca di dalam kamus bahasa tertentu.
Misalnya leksem pensil memiliki makna leksikal „sejenis alat tulis yang terbuat
dari kayu dan arang‟. Dengan contoh ini dapat pula dikatakan bahwa makna leksikal
adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita,
atau makna apa adanya.31
2. Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau
makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Makna
leksikal biasanya dipertentangkan atau dioposisikan dengan makna gramatikal. Kalau
makna leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan
referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat
adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi atau
kalimatisasi. Umpamanya, dalam proses afiksasi prefik ber- dengan dasar baju
malahirkan makna gramatikal „mengenakan‟ atau „memakai baju‟.32
Makna leksikal
dapat berubah ke dalam makna gramatikal secara operasional. Sebagai contoh dapat
kita pahami makna leksikal kata belenggu adalah (i) alat pengikat kaki atau tangan;
30
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 60. 31
Abdul Cahear, Linguistik Umum ( Jakarta, Rineka Cipta, 2003) h. 289. 32
Ibid, h. 290.
23
borgol, atau (ii) sesuatu yang mengikat (sehinga tidak bebas lagi). Sebagaimana
makna gramatikal perhatikan ekspresi berikut: (i) Polisi memasang belenggu pada
kaki dan tangan pencuri yang baru tertangkap itu, (ii) mereka terlepas dari belenggu
penjajahan.33
3. Makna Kontekstual/Situasional
Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational
meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Jadi, makna
kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu
konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu
dan lingkungan bahasa itu.
Konteks disini dapat berwujud dalam banyak hal, seperti (1) konteks orang,
disini termasuk hal yang berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia
pembicara/pendengar, latar belakang social ekonomi pembicara/pendengar; (2)
konteks situasi, misalnya situasi aman dan rebut; (3) konteks tujuan, misalnya
meminta dan mengharapkan sesuatu; (4) konteks formal; (5)konteks suasanan hati
pembicara /pendengar, misalnya: takut, gembira, dan jengkel; (6) konteks waktu,
misalnya malam setelah magrib; (7) konteks tempat, misalnya di sekolah, di pasar dan
lain-lain; (8) konteks objek,maksudnya apa yang menjadi focus pembicaraan; (9)
konteks alat kelengkapan bicara/dengan dengan pembicara/pendengar; (10) konteks
kebahasaan maksudnya bahasa indah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak;
(11) konteks bahasa, yakni bahasa yang digunakan.34
4. Makna Tekstual
Makna tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah seseorang
membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperboleh hanya melalui
33
Varera, Pengantar Linguistik, h. 234. 34
Manoer Parera, Semantik Leksikal, hal. 236.
24
makna setiap kata, atau makna setiap kelimat, tetapi makna tekstual dapat ditemukan
setelah seseorang membaca keseluruhan teks. Dengan demikian makna tekstual
berhubungan dengan bahasa tertulis. Makna tekstual lebih berhubungan dengan
pesan, tema yang ingin disampaikan melalui teks.35
Makna leksikal adalah makna yang akan dipahami jika dibaca keseluruhan teks,
untuk mencari makna kata tertentu agaknya seorang harus sabar. Ia harus membaca
teks keseluruhan sebelum menentukan makna kata tertentu yang ia tidak ketahui
maknanya.
5. Makna Konotatif
Makna konotatif (connotative meaning) muncul sebagai akibat asosiasi perasaan
memakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca. Zgusta (1971:38)
berpendapat makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah
beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Harimurti (1982:91)
berpendapat “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas
perasaan atas pemikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicaraan pembicara
(penulis) dan pendengar (pembaca) dengan kata lain makna konotatif ialah makna
leksikal.
Misalnya kata amplop. Kata amplop bermakna sampul yang berfungsi tempat
mengisi surat yang akan disampaikan kepada orang lain atau kantor, instansi dan lain-
lain. Makna ini adalah makna denotative. Tetapi pada kalimat “berilah ia amplop agar
urusannya cepat selesai”, makna amplop sudah bermakna konotatif, yakni berilah ia
uang. Kata amplop masih ada hubungan, karena uang dapat saja diidi di dalam
amplopi. Dengan kata lain, kata amplop mengacu kepada uang, dan lebih khusus lagi
dengan uang pelican, uang pelancar, dan uang sogok. Makna kata amplop tidak
35
Ibid, hal. 230.
25
sebagaimna adanya lagi, tetapi mengandung makna yang lain, yang kadang-kadang
masih berhubungan dengan sifat, rasa, benda, peristiwa yang dimaksudkan.36
6. Makna Deskriptif
Makna deskriptif yang disebut juga makna kognitif atau makna referensial
adalah makna yang terkandung di dalam setiap kata. Makna yang ditunjukan oleh
lambing itu sendiri. Jadi, kalau seorang mengatakan air, maka yang dimaksud adalah
sejenis benda cair yang digunakan untuk mandi, mencuci atau minum. Orang
mengerti makna kata air, karena itu ia membawa air seperti yang kita kehendaki.
Makna deskriptif adalah makna yang terkandung dalam makna itu pada masa
sekarang. Makna dimaksud adalah makna yang masih berlaku sekarang, makna yang
berlaku dalam masyarakat pemakai bahasa. Makna deskriptif tidak dikaitkan lagi
dengan makna kata itu pada waktu dahulu, atau tidak dikaitkan dengan makna ketika
itu baru muncul yang diperhatikan yakni makna yang sekarang berlaku dalam
masyarakat pemakai bahasa. Makna dapat berubah, tetapi tetap yang diperhatikan
adalah makna yang masih berlaku pada waktu sekarang.37
7. Makna referensial
Makna referensial (referential meaning) adalah makna yang langsung
berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata. Sebelum dilanjutkan uraian
makna referensial, ada baiknya dipahami lebih dahulu, apakah yang dimaksud dengan
istilah referen. Menurut Palmer adalah hubungan antara unsure-unsur linguistik
berupa kata-kata, kalimat-kalimat, dan dunia pengalaman yang non linguistik.
Referen dan acuan boleh saja benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen
adalah sesuatu yang ditunjukan oleh lambing. Makna referensial mengisyaratkan
kepada kita tentang makna yang langsung menunjuk kepada sesuatu, apakah benda,
36
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 112. 37
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 100.
26
gejala, kenyataan, peristiwa, proses, sifat. Makna referensial merupakan makna
unsure bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia diluar bahasa.38
8. Makna Afektif
Makna afektif (affective meaning) merupakan makna yang muncul akibat reaksi
pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat. Oleh Karena itu,
makna afektif berhubungan dengan reaksi pendengar dalam dimensi rasa, maka
dengan sendirinya makna afektif berhubungan pula dengan gaya bahasa.39
7. Sebab-sebab Perubahan Makna
Ahli bahasa Perancis Antoine Meiller “Bahwa bahasa ada tiga penyebab pokok
untuk merubah makna yaitu: Bahasa, Sejarah, Masyarakat atau yang mengakibatkan
atas perkataan ini. Macam-macam yang tiga ini menghimpun hal-hal yang bisa
didalamnya antara menjelaskan banyak keadaan dari perubahan makna, akan tetapi
bersamaan dengan hal itu bukan semua dari berbagai keadaan.
Sebab-sebab yang mengakibatkan perubahan makna yaitu nampaknya
kebutuhan ketika masyarakat memiliki ide bahasa atau selainnya, dia ingin
menciptakan yang baru, bahwa contoh dari semua suara didalam kosakata atau
kamus bahasa. Ketika masyarakat memiliki ide bahasa atau selainnya, dia ingin
menciptakan yang baru , bahwa contoh dari semua suara didalam kosakata atau
kamus bahasa. Telah ada dalam perumpaan ini dari metode natralisasi (ketika diambil
sesuatu dari referensi luar). Ada metode yang menjadikan kata baru „coining‟ pada
metode kalimat bahasa ini.
8. Penjelasan Makna dengan Akurasi Istilah Ekonomi-Politik
Istilah adalah satuan leksikal bahasa sasaran yang mempunyai makna leksikal
yang sama dengan masing-masing satuan leksikal bahasa sumber, berbeda dengan
38
Ibid, h. 125. 39
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 97.
27
terjemahan. Terjemahan atau penerjemahan adalah proses pengalihan bahasa untuk
mendapatkan hasil yang sama hampir mendekati bentuk aslinya di dalam bahasa
sumber dan yang memiliki makna yang sama dengan bahasa sasarannya.40
Sedangkan
padanan bukanlah proses, melainkan hasil dari suatu proses penerjemahan dari bahasa
sumber (Bsu) ke bahasa sasaran (Bsa). Istilah juga merupakan kumpulan sinonim
dalam bahasa asing baik sebagai kata tunggal yang mengacu pada obyek yang sama
maupun kalimat-kalimat, penjelasan-penjelasan yang dianggap sebagai istilah
penjelasan dari kata kepala.
Penulis akan membagikan istilah berdasarkan jenis penggunaannya:
1) Sinonimi
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno yang terdiri
dari sin “sama” atau “serupa” dan akar kata “onim” yang bermakna “sebuah kata
yang dikelompompokan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama
berdasarkan makna umum”.41
Dengan definisi lain: sinonim adalah kata-kata yang
mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasinya.
Suatu kata dikatakan bersinonim secara sempurna apabila kata-kata tersebut
mengandung makna deskriftif, eksprestif dan social yang sama, sedangkan suatu kata
disebut bersinonim secara absolut, apabila kata-kata tersebut mempunyai distribusi
yang sama dan bermakna secara sempurna di dalam kehadirannya pada semua
konteks. Contoh: kata meninggal dan kata mati memperlihatkan kesamaan makna,
tetapi pemakaiannya berbeda. Kata meninggal hanya digunakan untuk manusia, dan
tidak untuk binatang atau tumbuhan. Tidak mungkin orang mengatakan “pohon saya
meninggal kemarin” tetapi “si Ali meninggal kemarin”. Derajat makna kata mati dan
40
Zgusta Ladislav, Manual of Lexicography, h. 312. 41
H.G. Tarigan, Pengajaran Sematik, (Bandung: Angkasa, 1995), Cet. Ke-3, h. 17.
28
meninggal pada kalimat-kalimat ini pun berbeda, dalam arti kata meninggal lebih
halus jika dibandingkan dengan kata mati.42
2) Antonim
Kata antonim berasal dari kata Yunani kuno, yaitu ianoma yang artinya „nama‟
dan anti yang artinya „melawan‟.43
Maka, antonim adalah kata yang mengandung
makna yang berkebalikan atau berlawanan dengan kata yang lain. Verhaar (1983:133)
mengatakan “antonim adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frase atau
kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.”44
Antonim dan
antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.
Misalnya: kata buruk berantonim dengan kata baik; kata mati berantonim dengan kata
hidup; dan kata membeli berantonim dengan kata menjual.45
Dalam buku-buku
pelajaran Indonesia, antonim biasanya disebut lawan kata. Banyak orang tidak setuju
dengan istilah itu sebab pada hakikatnya yang berlawanan bukan kata-kata itu,
melainkan makna dari kata itu.
3) Hiponim
Hiponim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti „nama‟, dan
hypo berarti „di bawah‟. Secara harfiyah berarti „nama yang termasuk di bawah nama
lain‟. Verhaar (1983:131) mengatakan “hiponimi adalah ungkapan (biasanya berupa
kata, tetapi kiranya bisa juga berupa frase atau kalimat) yang maknanya dianggap
merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.46
Hiponim adalah hubungan
semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya terucap dalam bentuk makna
ujaran lain. Misalkan: kata warna adalah hiponim, sedangkan merah, hijau, biru,
42
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 224. 43
H.G Tarigan, Pengajaran Semantik, h. 41. 44
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h.207. 45
Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 299. 46
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 98.
29
putih adalah hipernimi. Jadi merah berhiponim terhadap warna, maka iwarna
berhiponim terhadap merah.47
4) Homonimi
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya „nama‟
dan homo artinya „sama‟. Homonimi adalah kata-kata yang sama bunyinya tetapi
mengandung arti dan pengertian berbeda.48
Verhaar (19/8) memberi definisi
homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama
dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase, atau kalimat) tetapi maknanya tidak
sama.49
Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya „kebetulan‟
sama; maknanya tertentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau
bentuk ujaran yang berlainan. Misalnya: kata pacar yang bermakna „inai’, dan makna
pacar yang bermakna „kekasih’.50
Homonimi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
homofon dan homograf. Homofon merupakan dua ujaran yang sama lafalnya tetapi
berlainan tulisannya. Seperti kata bank dan bang, sangsi dan sanksi. Sedangkan
homograf merupakan dan ujaran yang sama ejaannya tetapi berlainan lafalnya.51
47
Abdul Chaer, Pengantar Linguistik, h. 305. 48
H.G Tarigan, Pengjaran Semantik, h. 30. 49
Ibid, h. 93. 50
Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 302. 51
JD, Parrera, Teori Semantik, h. 82.
30
BAB III
Wawasan Tentang Kamus Al-‘Ashri Dan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia
Istilah Politik-Ekonomi
A. Wawasan kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah
Pada bab ini, penulis mencoba menelusuri sinopsis kamus al-‘Ashri yang disusun
oleh KH.Atabik Ali dan Drs.A.Zuhdi Muhdlor dan sinopsis kamus Kontemporer Arab-
Indonesia Istilah Ekonomi-Politik yang disusun oleh M.Napis Djuaeni dan istilah-istilah
politik-ekonomi yang ada di dua kamus tersebut. Dimana kamus dwibahasa ini memiliki
kelebihan masing-masing yang tidak dimiliki kamus lain. Jika penulis lihat dari ragam
kamusnya, kamus al-‘Ashri ini termasuk dalam kamus Terjemahan (mazdujah) atau
bilingual yang memadukan dua bahasa untuk menentukan titik temu makna dari
kosakata. Kamus terjemah memuat kata-kata asing yang kemudian dijelaskan satu
persatu dengan mencari padanan makna yang disesuaikan dengan bahasa nasional atau
bahasa pemakai kamus. Dalam penyusunan kamus terjemah dibutuhkan skill penyusunan
yang mumpuni di bidang Ilmu Terjemah. Selain itu, penyusun kamus dituntut untuk
menguasai dua bahasa (bilingual) secara baik.
Pada dasarnya, kamus terjemah tergolong kamus yang paling dulu ada. Sebab, bangsa
Smith di Irak pada 3000 SM telah mengenal kamus terjemah. Seiring dengan tingginya
tingkat komunikasi antar umat beragama di berbagai belahan dunia yang kian mudah dan
mengglobal, maka eksistensi kamus terjemah pasti akan terus ada dan bahkan bisa
berkembang pesat melebihi jenis-jenis kamus lainnya. Kini, telah muncul kamus terjemah
multilingual yang terdiri dari beberapa bahasa, bukan hanya dua bahasa (bilingual).
31
Realitas ini menunjukan tingkat kebutuhan antar bahasa yang berbeda bahasa untuk
memahami bahasa orang lain hingga terwujud komunikasi yang saling memahami.
Kamus Istilah termasuk ke dalam kamus Spesialis (Takhashshushi) yaitu kamus yang
hanya menghimpun kata-kata yang ada dalam satu bidang/disiplin ilmu tertentu. Kamus
ini berisi 37.424 entri (6.250 entri tunggal dan 33.676 entri ganda) untuk edisi Arab-
Indonesia juga memuat puluhan ribu kata yang tidak ditemukan dalam berbagai kamus
sejenis. Mencakup istilah yang populer dalam percaapan bisnis, politik, media, dan
komunikasi publik lainnya khusus dibadang ekonomi dan politik. Terkait dengan kamus
istilah ada kamus lain yaitu kamus kedokteran, kamus pertanian, dan sebagainya. Contoh
kamus spesialis adalah kamus Hayatul Hayawan Al-Kubra (kehidupan binatang) karya
Ad-Damiri (1341-1405 M). kamus sebanyak dua jilid ini memuat kumpulan kata yang
khusus membahas tentang nama-nama binatang ternak, burung, serangga, dan
sebagainya.
Peran leksikologi dalam membahas makna-makna leksikal yang terdapat dalam ke
dua kamus (Al-‘Ashri dan Istilah) lebih sempit dari pada semantik dan leksikologi lebih
fokus pada perkembangan kata, perubahan makna sebuah kosa kata yang ada di dalam
kamus.
B. Riwayat Hidup Pengarang
KH. Atabik Ali dan Drs. A. Zuhdi Muhdlor, keduanya merupakan aktifis Pondok
Pesantren Krapyak Yogyakarta, dengan penuh keuletan, ketelitian, serta kesabaran yang
tinggi mereka turut memperkaya khazanah perkembangan penyusunan kamus, yang pada
masa mereka dikenal dengan sebutan kamus kontemporer yang diterbitkan Ramadhan
1419 H/Desember 1998.
32
H.M. Napis Djuaeni, kelahiran Majena (Mandar) Sulawesi Barat 29 Juli 1957,
adalah Doktor Bahasa Arab di Ma‟had Al-Buhuts wa Al-Dirasat Al-„Arabiyyah-Jami‟ah
Al-Duwal Al-„Arrabiyah, Cairo-Mesir.Dengan penuh ketelitian, serta kesabaran yang
tinggi mereka turut memperkaya khazanah perkembangan penyusunan kamus dengan
melakukan riset intensif mengenai bahasa Arab di Cairo (1984-1987). Kehadiran Kamus
Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi pada Desember 2006 ikut serta
memenuhi kebutuhan para profesional bidang budaya, politik, bisnis dan peradaban dunia
di era globalisasi informasi dewasa ini.
C. Sinopsis al-‘Ashri
Kamus kontemporer al-‘Ashri ini demikian mudah digunakan karena menggunakan
pola alfhabet (huruf). Sehingga untuk mencari kata atau lafadz tertentu, kita tidak perlu
susah-susah mencari akar kata atau fi‟il (madhi) nya, melainkan langsung pada kata atau
lafadz tersebut sesuai dengan huruf awalnya.
Adapun petunjuk penggunaannya sebagai berikut:
1) Sesuai pada pola yang ditempuh dalam penyusunan kamus untuk pembaca tidak perlu
mencari akar kata atau kata asal dari kosakata yang akan dicari. Pembaca cukup
membuka kepada bab atau kelompok huruf dari huruf pertama kosakata tersebut.
Sebagai contoh: kata ادخم dicari pada bab alif, kata تداخم dicari pada bab ta‟, kata داخم
dicari pada bab dal, dan kata مداخهح dicari pada bab mim.
2) Secara pola kosa kata Arab yang ada pada kamus ini adalah berjenis (bershigat) laki-
laki atau mudzakkar kecuali dalam beberapa kata yang kami anggap penting untuk
dicantumkan jenis muannatsnya.
33
3) Untuk kata yang searti ada kalanya ditulis lagi dibelakang muradif atau istilah tanpa
membedakan terjadinya perubahan bentuk (mabni). Seperti أتزوس , تغوط dibelakangnya
ditulis lagi تثزوس. Demikian pula kata صل dibelakangnya ditulis lagi ات dan تواصم
seterusnya.
4) Secara umum tidak mencantumkan dalam kamus ini "ال انتعزيف" kecuali pada
beberapa kata yang penulisnya menjadi berubah jika di situ dituliskan ال انتعزيف
seperti pada kata, (انقاضي)قاض (انضاري)ضار , (انعاني)عال ,
5) Dalam pencarian kosakata di dalam kamus ini kesamaan huruf pada kosakata tetapi
harkatnya berubah-rubah. Maka menyusunnya berurutan mulai dari harkat fatha,
kemudian dholmah kasrah lalu sukun.
6) Alif maqsurah (ي)dipersamakan dengan alif biasa, seperti kata جشى, احتوى, اتقي
7) Alif mamdudah (آ) dipersamakan dengan alif biasa dan tidak mempengaruhi urutan-
urutan penulisan.
8) Ta marbuthah (ج) disamakan dengan ta mabsuthah (ت)
9) Hamzah (ء) dalam bentuk dan tulisan seperti apapun dipersamakan dengan alif (ا),
karena itu dibedakan antara hamzah dengan alif layyinah, baik jika hamzah itu diatas
alif (أ), (ؤ), (ئ) bahkan ketika berdiri sendiri. Karenanya jika hamzah atau alif menjadi
menjadi huruf terdepan dari sebuah kosakata, maka harus dicari pada bab hamzah.
10) Penggunaan tanda kurung baik pada kosakata Arab maupun artinya dalam bahasa
Indonesia, adakalanya untuk:
a) Memperjelas penggunaan kata tersebut, seperti:
(مع)إئتهف , (انشكم)إتزيم
Indonesia: (bulan) April, putih (warna)
34
b) Menunjukan bahasa asli (untuk terjemah bahasa „ejaannya) seperti: tulang rawan
(cartilage)
c) Menunjukan ilmu disiplin tertentu, seperti:
(رياضيح)حية انتماو , (فهك)كوكثح انشجاع , (فهسفح)عدميح , (طة)فغزج
Indonesianya: superiority complex (psikologi), sinus (matematika)
d) Menunjukan macam atau jenis seperti
(سمك)سنمورج, (طائزج)سنقور , (نثاخ), صقالب
Indonesia: unsure gas (kimia), yang berinsan bawah (ikan)
D. Sinopsis Kamus Istilah
Kamus ini demikian mudah digunakan karena menggunakan pola al-fhabetis sesuai
dengan huruf pertamanya, tanpa terikat pada akar kata atau kata dasarnya baik dalam
entri tunggal maupun dalam entri ganda.
Adapun petunjuk penggunaannya sebagai berikut:
1) Kata-kata dalam kamus kontemporer ini disusun menurut urutan alphabet sesuai
dengan huruf pertamanya, misalnya kata تسويق, maka kata تسويق ini dapat dicari
dengan huruf pertamanya yaitu huruf “ت”, bukan pada huruf “(ق و س)”س yang artinya
Marketing.
2) Entri dalam kamus istilah ini terdiri atas dua macam entri yaitu tunggal dan entri
gabungan. Adapun entri tunggal hanya dapat dijumpai satu kali dalam kamus ini,
misalnya:
Kata إمداد hanya dapat dijumpai pada bab (ف ”أ“ (األل
Kata غذاء hanya dapat dijumpai pada bab “غ”
Kata حزب hanya dapat dijumpai pada bab “ح”
35
Sedangkan entri ganda dapat dijumpai lebih dari satu kali, misalnya:
عقوتح إقتصاديح dapat dilihat pada huruf “ع” dan pada huruf “أ”
3) Secara umum kata-kata dalam kamus kontemporer ini berbentuk “nakirah” yaitu yang
tidak memakai ال“ انتعزيف” atau semacamnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kamus al-‘Ashri dan kamus istilah sama-sama
mempunyai persamaan yaitu dalam penyusunan entrinya dengan menggunakan alfabetis.
E. Istilah Ekonomi dan Politik Arab-Indonesia
Yang disebut istilah adalah yang mempunyai makna yang pasti, jelas dan tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Yang perlu diingat adalah bahwa sebuah
istilah hanya digunakan pada keilmuan atau kegiatan tertentu. Umpamanya, kata tangan
dan kata lengan yang menjadi contoh diatas, kedua kata itu dalam bidang kedokteran.
Kedua kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. Tangan
bermakna „bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan‟, sedangkan lengan adalah
„bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu‟. Jadi, kata tangan dan lengan sebagai
istilah dalam ilmu kedokteran tidak bersinonom, karena maknanya berbeda.
Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah, yang sering digunakan,
lalu menjadi kosakata umum. Artinya, istilah itu tidak hanya digunakan dalam bidang
keilmuannya, tetapi juga telah digunakan secara umum, diluar bidangnya. Dalam bahasa
Indonesia, misalnya istilah spiral, virus alofon, morfemi masih tetap sebagai istilah dalam
bidangnya, belum menjadi kosakata umum.
Peristilahan mengenai bahasa dan pengunaan secara teratur memperkenalkan
jenis-jenis struktur bersama lainya bidang-bidang dengan bahasa yang berbeda. Istilah
ekonomi merupakan tatanan bahasa yang sering digunakan dalam bidang ekonomi
36
seperti kata „hemat‟ sudah sering kita dengar dan diistilahkan ke dalam ekonomi dengan
arti „ekonomis‟. Sedangkan dalam bidang politik kata „agresi‟ biasa diartikan „serangan‟
dalam kosakata umum. Istilah dalam bidang politik dan ekonomi merupakan istilah yang
digunakan dalam bidangnya dengan tatanan kata yang maknanya pasti, jelas dan tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat.
Dengan contoh sebagai berikut:
Kata Kamus al-„Ashri Hal Kamus Istilah Hal
اتاحح
اتالف
وحد
نصاب
ناوش
Penyingkapan (rahasia)
Perusakan
Mengintegrasikan
Yang menggelapkan
Pertempuran kecil
4
19
2004
1915
1886
Legitimasi
Sabotase
Mengkonsolidasikan
Koruptor
Manuver
2
12
819
790
781
a. Kata اتاحح dalam kamus al-‘Ashri diartikan „penyingkapan (rahasia)‟,1 dan dalam
kamus Istilah artinya „legitimasi‟.2 Di dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata
serapan asing yaitu menggunakan bahasa inggris yang berasal dari kata „legitimize‟, yang
diserap ke bahasa Indonesia menjadi legitimasi yang artinya „mengabsahkan;
mengesahkan‟.3 Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa makna penyingkapan
(rahasia) berkembang menjadi legitimasi yang bersifat sinkronik sesuai dengan konteks
dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang politik dan
1 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 4.
2 M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 2.
3 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 354.
37
ekonomi adalah kata „legitimasi‟ yang berdeskriftif baik. Karena kata sering digunakan
sesuai dengan bidangnya dan kata tersebut sudah menjadi istilah di Bahasa Indonesia.
b. اتالف dalam kamus al-‘Ashri diartikan „perusakan‟,4 dan dalam kamus Istilah artinya
„sabotase‟.5 Di dalam kamus Ilmiah Populer sabotase diartikan „tindak perusakan dengan
maksud menggagalkan‟.6 Di sini sangat jelas bahwa kedua makna tersebut bersinonim.
Jadi, jelas bahwa kedua makna tersebut adalah satuan leksikal yang bisa digunakan
langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran (Bsa). Sehingga, kata-kata tersebut
sering digunakan oleh khalayak luas sesuai dengan bidangnya.
c. وحد artinya di dalam kamus al-‘Ashri adalah „mengintegrasikan‟,7 dan dalam kamus
Istilah adalah „mengkonsolidasikan‟.8 Dilihat dari dua makna tersebut, makna kamus
Istilahlah yang lebih condong kepada makna semantik leksikal. Karena kata
„mengkonsolidasikan‟ bisa dengan memendekan maknanya menjadi kata „konsolidasi‟,
kata yang sering kita dengar dalam dunia politik dan hukum dibandingkan kata
„mengintegrasikan‟ yang mempunyai arti yang sama dengan kata tersebut. Kata
konsolidasi diartikan perbuatan yang memperteguh atau memperkuat untuk menjadi satu
persatuan.9 Jadi, istilah „integrasi‟ biasa digunakan sebelum adanya istilah „konsolidasi‟
dengan perkembangan makna tersebut istilah „konsolidasi‟ lebih populer.
d. نصاب dalam kamus al-‘Ashri diartikan dengan „yang menggelapkan‟,10
dan kamus
Istilah artinya „koruptor‟.11
Walau pun kedua kamus tersebut mempunyai makna yang
4 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudhar, Kamus Kontempore (arab-Indonesia), h. 19.
5 .Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 12.
6 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 656.
7 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 2004.
8 M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 819.
9 Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet-3, hal. 457.
10 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 1915.
11 M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 790.
38
berbeda, tetapi makna tersebut bersifat sinonimi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
kata „koruptor‟ adalah orang yang melakukan penggelapan uang di tempat kerjanya.12
Sehingga kata „koruptor‟ sudah mencakup makna dari „penggelapan uang‟ dan kata
‟koruptor‟ bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran. Dalam
bidang politik dan hukum biasanya menggunakan istilah „koruptor‟ dibandingkan kata
‟penggelapan uang‟, karena istilah tersebut lebih modern.
e. ناوش dalam kamus al-‘Ashri diartikan „pertempuran kecil‟13
dan dalam kamus Istilah
artinya „manuver‟.14
„pertempuran kecil‟ dan „manuver. mempunyai arti yang
bertentangan atau antonimi. Dalam Kamus Ilmiah Populer kata „manuver‟ diartikan
latihan perang besar-besaran; gerak cepat dan tangkas.15
Sehingga, kata „manuver‟ adalah
kata yang sering muncul dalam bidang politik dan hukum. Kaitannya dengan semantik
leksikal adalah penggunaaan kata tersebut sesuai dengan bidangnya dan kata „manuver‟
lebih populer di masa kini dibandingkan kata „pertempuran kecil‟.
12
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet-3, hal. 462. 13
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 1866. 14
M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 186. 15
Widodo Amd, Kamus Ilmiah Populer, h. 402.
39
BAB IV
AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI
ARAB-INDONESIA
(Analisis Banding Semantik Leksika kamus Al-’Ashri dengan kamus Istilah)
Pada bab ini, penulis menganalisis akurasi padanan istilah politik dan ekonomi
Arab-indonesia melalui pendekatan semantik leksikal. Sehingga, penulis membaginya
menjadi dua bidang yang akan dianalisis, yaitu:
1. Bidang Politik
2. Bidang Ekonomi
Di sini penulis akan menganalisis keakurasian istilah politik dan ekonomi yang
terdapat dalam kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah, dan mengambilnya secara berurutan
dengan sub bidang ekonomi atau politik semua istilah kata atau frase yang ada di kedua
kamus tersebut, kemudian menganalisis keakuratan maknanya. Akurasi makna istilah
tersebut akan dianalisis melalui pendekatan semantik leksikal.
1. Bidang Politik
1. Kata أتمزاطيت tidak ada di dalam kamus al-‘Ashri dan di dalam kamus Istilah
diartikan ‘otokrasi’.1 Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan ‘kekuasaan
yang tidak terbatas’,2 misalkan: نظام أتمزاطي artinya sistem otokrasi. Di dalam kamus
Istilah maknanya menggunakan kata Ilmiah yang artinya ‘pemerintahan oleh seorang
penguasa secara penuh dan tak terbatas maknanya (dan turun menurun) lawan
1 M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, (Jakarta: PT
Mizan Publika, 2006) h. 12. 2 Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008)
Cet-4, hal. 57.
40
demokrasi’. Sedangkan, dalam kamus Politik mengartikan kata ‘otokrasi’ dengan
‘otoritas atau hak memerintah yang dipegang oleh satu orang’3. Oleh karena itu,
penulis berpendapat bahwa kata ‘otokrasi’ yang sering digunakan dalam bidang
politik saat ini.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penjauhan/pengasingan ابعاد .24 dan di dalam
kamus Istilah kata ابعاد dengan arti ‘deportasi’.5 Kata ‘deportasi’ dalam kamus Istilah
merupakan serapan dari bahasa asing yaitu menggunakan kata Bahasa Inggris yang
berasal dari kata ‘deportation’ artinya pengiriman kembali ke negri asal.6 Makna ini
bersifat sinonimi antara penjauhan/pengusiran dengan deportasi. Tetapi, pemakaian
kata yang sering digunakan dalam bidang politik adalah kata ‘deportasi’ yang
berdeskriftif ilmiah, terlebih lagi kata tersebut sudah menjadi bahasa Indonesia yang
sering digunakan oleh pemakainya sesuai dengan bidangnya.
di dalam kamus al-‘Ashri tidak mempunyai makna sedangkan, di dalam هولىص .3
kamus Istilah diartikan ‘konkret’.7 Kemudian dalam kamus Serapan diartikan
‘berwujud lawan dari abstrak’8 serta dalam kamus Politik ‘konkret’ diartikan ‘nyata;
benar-benar ada dan terwujud, dapat dilihat’9. Kata ‘konkret’ sering kita dengar dalam
berbagai bidang (ekonomi, politik, hukum, dll) dan penggunaan kata ‘konkret’ sering
3 B.N Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007) Cet-2, h. 42.
4 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), (Yogyakarta:
Yayasan Ali Maksum, 1996) h. 10. 5 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 6.
6 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1996) Cet-23, h. 175. 7 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 752.
8 J.S Badudu, Kamus kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2005) h.
191. 9 Marbun, Kamus Politik, h. 263.
41
diucapkan. Jadi, penulis berpendapat bahwa kata ini sangatlah familiar karena tidak
asing lagi penggunaannya.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penyerangan ههاجوت .410
dan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘agresi’.11
Dalam kamus Politik diartikan ‘penyerangan yang
dilakukan oleh suatu Negara terhadap Negara lain’12
. Kata ‘agresi’ merupakan kata
serapan dari bahasa Belanda diartikan dengan ‘Negara yang kuat menyerang kepada
Negara yang lemah’.13
Kedua makna tersebut bersifat sinonimi, karena maknanya
sama dan juga satuan leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat
menerjemahkan ke bahasa sasaran. Tetapi, dalam bidang politik dan hukum biasanya
menggunakan kata ‘agresi’ dibandingkan kata ‘serangan’ karena kata tersebut lebih
formal dan modern.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘permusyawaratan هذكزة .514
, sedangkan di dalam
kamus Istilah diartikan ‘memorandum’.15
Kata ‘memorandum’ merupakan kata
serapan dari bahasa Latin m’emorandum dengan arti ‘catatan, atau peringatan’,16
dalam kamus Politik diartikan ‘nota atau surat pernyataan dalam hubungan
diplomasi’.17
sedangkan di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ‘surat pernyataan
dalam hubungan resmi’.18
Konteks penggunaan kata ‘pemusyawaratan’ dan
‘memorendum’ sedikit berbeda karena kata ‘memorendum’ bersifat formal karena
penggunaannya harus resmi sedangkan kata ‘permusyawaratan’ dapat di definisikan
10
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1851. 11
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 765. 12
Marbun, Kamus Politik, h. 10. 13
Badudu, Kamus Serapan, h. 8. 14
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1676. 15
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 702. 16
Badudu, Kamus Serapan, h. 223. 17
Marbun, Kamus Politik, h. 312. 18
Gramedia Pustaka Utama, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cet-4, h. 897.
42
permusyawarahan saja. Jadi, kata ‘memorendum’ yang sering muncul dalam bidang
politik dan hukum.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘saling onani هتىاطئ .619
dan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘berkolusi’.20
Dalam kamus BBI diartikan ‘melakukan kerja sama
rahasia untuk maksud tidak terpuji’,21
kata ‘saling onani’ dan ‘berkolusi’ mempunyai
arti yang bertentangan atau antonimi karena kata ini tidak mempunyai hubungan
makna. Dalam kamus Ilmiah Populer kata ‘kolusi’ diartikan ‘hubungan rahasia’22
penggabungan dua kata ber- dan kolusi ‘dua objek atau lebih yang saling
berhubungan rahasia. Sedangkan, kata ‘saling onani’ berdeskriftif negative dengan
penggunaan kata yang tidak terpuji. Jadi, sekarang ini kata ‘berkolusi’ sering
digunakan sesuai dengan konteks dan bidangnya dan kata tersebut sudah menjadi
istilah dalam Bahasa Indonesia.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘damai هادنت .723
dan di kamus Istilah dengan arti
‘kondusif’.24
Dalam kamus Politik diartikan ‘memiliki peluang seperti yang
diinginkan yang mendukung keberhasilan’25
, penulis berpendapat bahwa makna
‘damai’ berkembang menjadi ‘kondusif’ yang bersifat sinkronik sesuai dengan
konteks dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang
Politik dan Hukum adalah kata ‘kondusif’ karena lebih modern.
19
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1620. 20
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 681. 21
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 717. 22
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2002) h. 316. 23
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1960. 24
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 638. 25
Marbun, Kamus Politik, h. 189.
43
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pengekangan لوع .826
dan di kamus Istilah
diartikan ‘represi atau kebiadaban’.27
Kata ‘represi’ merupakan kata serapan Latin
yang diartikan ‘penekanan; sifat menekan’.28
Dalam kamus Politik dengan arti
‘pengekangan, penindasan; tindakan pembalasan’29
dan di dalam kamus Istilah
Populer ‘reparasi’ diartikan ‘penindasan; penekanan (amarah/kemarahan);
penghambatan’30
Jadi, menurut penulis kata ‘represi’ tepat untuk digunakan karena
tatanan kata yang modern dan formal.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kedzaliman طغياى .931
dan di dalam kamus Istilah
‘diktator’.32
Kata ‘diktator’ meupakan serapan dari bahasa Latin dengan arti ‘kepala
Negara yang memerintah dengan kekuasaan mutlak, dengan kekerasan dan sama
sekali tidak demokratis’33
sedangkan, di dalam kamus Politik diartikan ‘pemerintah
sewenang-wenang yang dijalankan oleh individu yang tidak bertanggung jawab
kepada rakyat’.34
Sehingga, kata ‘diktator’ mempunyai nilai rasa yang tinggi jika
digunakan dalam bidang Politik dan Hukum kemudian kata ‘kedzaliman’ mempunyai
nilai rasa yang rendah, jika digunakan bukan pada konteksnya Jadi, kata ‘diktator’
hanya cocok untuk situasi masa kini (modern)., tetapi, kata ‘kedzaliman’ dapat
dipergunakan secara umum dan tidak formal dibandingkan kata ‘delegasi’.
26
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1470. 27
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 612. 28
Badudu, Kamus Serapan, h. 303. 29
Marbun, Kamus Politik, h. 420. 30
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 643. 31
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1233. 32
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 510. 33
Badudu, Kamus Serapan, h. 62. 34
Marbun, Kamus Politik, h. 118.
44
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kemampuan طالت .1035
sedangkan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘kapasitas’.36
Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
‘memiliki kemampuan yang sesuai dengan ilmunya’,37
kata ‘kapasitas’ merupakan
serapan dari bahasa Prancis yang diartikan ‘kemampuan berproduksi’.38
Kata
‘kapasitas’ bersinonimi dengan kata ‘kapabilitas’ yang artinya ‘kemampuan suatu
Negara dalam mengimplementasikan kekuatan militer, politik dan ekonomi, sosial,
dan budaya untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional’.39
Kata ‘kapasitas’ dan
‘kemampuan’ bersifat sinonimi tetapi pemakainnya saja yang berbeda, kata
‘kapasitas’ sudah mencakup makna dari ‘kemampuan’ dan kata ’kapasitas’ bisa
digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘ikatan طلت .1140
sedangkan di dalam kamus Istilah
‘relasi’.41
Di dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata serapan asing yaitu
menggunakan bahasa Inggris yang berasal dari kata ‘r`elasi’, yang diserap ke bahasa
Indonesia menjadi relasi yang artinya ‘orang yang berhubungan dalam perdagangan,
pekerjaan, kegiatan bank, dsb’.42
Di dalam kamus Politik diartikan ‘hubungan;
kenalan; pelanggan’,43
dan di kamus Istilah Populer diartikan ‘hubungan anak
saudara; perhubungan; langganan; pertalian’.44
Di sini sangat jelas bahwa kedua
makna tersebut bersinonim. Jadi, jelas bahwa kedua makna tersebut adalah satuan
35
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1220. 36
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 506. 37
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 622. 38
Badudu, Kamus Serapan, h. 171. 39
Marbun, Kamus Politik, h. 232. 40
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1185. 41
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 491. 42
Badudu, Kamus Serapan, h. 300. 43
Marbun, Kamus Politik, h. 419. 44
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 639.
45
leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran
(Bsa). Namun, kedua makna tersebut tidak mudah dipertukarkan, karena istilah
‘ikatan’ dapat digunakan secara secara umum dan tidak formal (perkumpulan,
komunitas, dll) sedangkan perkembangan makna tersebut menjadi ‘relasi’ yang tepat
untuk situasi masa kini (modern) sesuai dengan konteks dan bidangnya.
tidak ada di dalam kamus al-‘Ashri dan di dalam kamus Istilah diartikan اطتذعاد .12
‘somasi’.45
Kata ini di ambil dari Istilah Hukum diartikan ‘teguran untuk membayar
utang’46
kata ini juga sudah ada di dalam KBBI yang diartikan ‘teguran’,47
kemudian
di dalam kamus Istilah Populer diartikan ‘teguran; peringatan terakhir’.48
Jadi,
menurut penulis kata اطتذعاد diartikan ‘teguran’ pada dasarnya sama, yang
membedakan konteks penggunaan kata tersebut. Tetapi, yang sering digunakan dalam
bidang Politik dan Hukum adalah kata ‘somasi’ karena karena modern dan formal.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘keinginan atau hasrat تىق .1349
sedangkan dalam
kamus Istilah ‘aspirasi’.50
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin yang
diartikan ‘kemauan untuk lebih maju’51
dan dalam kamus Politik diartikan ‘kehendak
atau keinginan yang keras untuk mendapatkan sesuatu yang lebih tinggi di masa
depan’.52
Jadi, menurut penulis kata ‘aspirasi’ lebih sering digunakan dalam berbagai
konteks dibandingkan dengan kata ‘keinginan atau hasrat’. Penggunaan kata
‘aspirasi’ bisa dipakai untuk mewakili beberapa orang, tetepi kata ‘keinginan atau
45
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 56. 46
Badudu, Kamus Serapan, h. 325. 47
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 853. 48
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 688. 49
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 615. 50
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 467. 51
Badudu, Kamus Serapan, h. 30. 52
Marbun, Kamus Politik, h. 39.
46
hasrat’ sebatas untuk satu orang saja, seperti definisi di dalam kamus Istilah Populer
yang diartikan ‘cita-cita, tuntutan (ke arah perbaikan nasib); penuntutan (perorangan);
kehendak (akan kelayakan hidup)’53
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kekuasaan طيطزة .1454
sedangkan di dalam kamus
Istilah ‘supermasi’.55
Kata ini merupakan serapan dari Perancis yang artinya
‘kekuasaan yang sah yang diberikan kepada sesuatu lembaga dalam masyrakat oleh
pejabat dalam menjalankan fungsinya,56
serta di dalam kamus Politik ‘kekuasaan
yang sah untuk melakukan tindakan peraturan untuk memerintah orang lain.57
Kata
‘supermasi’ sering digunakan sesuai dengan konteks di bidang Politik dan Hukum
kemudia kata tersebut sudah menjadi istilah dalam Bahasa Indonesia yang diartikan
‘hak melakukan peraturan untuk memerintah orang lain’.58
Jadi, menurut penulis kata
‘kekuasaan’ dapat dipergunakan secara umum dan tidak formal dibandingkan kata
‘supermasi’.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘dualisme اسدواج .1559
sedangkan dalam kamus
Istilah ‘dikotomi’.60
Di dalam kamus Politik diartikan ‘pembagian atas dua konsep
yang saling bertentangan’,61
kata ini merupakan serapan dari bahasa Yunani yang
artinya ‘pembagian dalam dua dua bagian yang bertentangan menurut logika’.62
Walau pun kedua kamus tersebut mempunyai makna yang berbeda, tetapi makna
53
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 45. 54
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 455. 55
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 455. 56
Badudu, Kamus Serapan, h. 257. 57
Marbun, Kamus Politik, h. 350. 58
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 992. 59
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 85. 60
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 48. 61
Marbun, Kamus Politik, h. 118. 62
Badudu, Kamus Serapan, h. 62.
47
tersebut bersifat sinonimi dan penggunaan kata keduanya tersebut cocok untuk situasi
masa kini (modern).
’di dalam kamus Al-‘Ashri diartikan ‘kebocoran ارتشاح .1663
dan di dalam kamus Istilah
Ekonomi dan Politik ‘infiltrasi’.64
Makna di dalam kamus Istilah Ekonomi dan Politik
menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa Belanda infilt`erasi yang
artinya ‘penyusupan’.65
Di dalam kamus Istilah Populer ‘infiltrasi’ diartikan
perembesan; penyusupan’,66
sedangkan di dalam kamus Politik diartikan ‘campur
tangan ke dalam wilayah lain dengan maksud untuk memperoleh keterangan (mata-
mata) untuk melemahkan kekuatan lawan’.67
Penggunaan kata ‘kebocoran’ hanya
cocok untuk situasi kuno, klasik, arkais68
dan tidak bisa digunakan dalam konteks
formal karena makna ini sebagai perumpamaan saja khalayak luas sesuai dengan
bidangnya. Sedangkan kata ‘infiltrasi’ hanya cocok untuk situasi masa kini dan kata
‘infiltrasi’ sering digunakan sesuai dengan konteks di bidang Ekonomi dan Politik
saat ini.
di dalam kamus al-‘Ashri tida mempunyai arti sedangkan di dalam kamus إطتمطاب .17
Istilah diartikan ‘polarisasi’.69
Di dalam kamus Ilmiah kata ‘polarisasi’ dengan arti
‘getaran cahaya; pertentangan/perlawanan’.70
Di dalam kamus Serapan kata ini
diartikan ‘pembagian atas dua kelompok yang berlawanan’,71
sedangkan di dalam
63
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 74. 64
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 43. 65
Badudu, Kamus Serapan, h. 152. 66
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 230. 67
Marbun, Kamus Politik, h. 204. 68
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta, Rieneka Cipta, 2002)
h. 85. 69
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 66. 70
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 575. 71
Badudu, Kamus Serapan, h. 279.
48
kamus Politik diartikan ‘menajamnya pertentangan di dalam satu kelompok
masyarakat’72
dan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘pembagian atas
dua bagian yang berlawanan’.73
Jadi, menurut penulis kata ‘polarisasi’ jarang kita
temui dalam sehari-hari tetapi dalam bidang politik formal kata ini teramat sering
digunakan karena memang berdeskriptif ilmiah dan modern.
'di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'pemindahan تزحيل .1874
dan di dalam kamus Istilah
diartikan ‘deportasi’.75
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘deportation
artinya ‘pengiriman kembali ke Negara asal’.76
Kata ini bila diartikan dalam kamus
Politik ‘pengusiran seseorang/kelompok ke suatu tempat yang oleh pemerintah
sebagai hukuman kerena orang tersebut tidak berhak tinggal diwilayah itu’. Kata
‘deportasi’ lebih tepat dari ‘pemindahan’ karena sesuai dalam konteks politik modern.
di dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya tetapi di dalam kamus Istilah هناظزة .19
‘polemik’.77
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris pol`emik yang artinya
‘perang pena’,78
dalam kamus Ilmiah diartikan ‘perang pena; perdebatan lewat tulisan
(dalam media cetak surat kabar),79
kata ‘polemik’ sudah menjadi bahasa Indonesia
baku karena kata ini sudah terdapat di dalam KBBI yang diartikan ‘perdebatan
mengenai suatu masalah yang dikemukakan dalam media massa’.80
Jadi kata
‘polemik’ sudah familiar dan dapat untuk digunakan dalam berbagai bidang.
72
Marbun, Kamus Politik, h. 395. 73
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1089. 74
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 457. 75
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 205. 76
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 175. 77
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 282. 78
Badudu, Kamus Serapan, h. 280. 79
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 576. 80
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 692.
49
'di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'gelisah جأص .2081
sedangkan di dalam kamus Istilah
diartikan ‘agitasi’.82
Di dalam kamus Politik ‘agitasi’ diartikan ‘pembicaraan atau
pidato yang menggelorakan semangat, menggerakan hati atau hasrat untuk berontak
bertempur melawan musuh dan sebagainya’,83
sedangkan dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan ‘hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara
pemberontakan) biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivis partai politik’.84
Kata
‘agitasi’ dan ‘gelisah bersifat antonimi karena keduanya mempunyai makna yang
berlawanan, kata ‘agitasi’ digunakan dalam pidato politik untuk mempengaruhi massa
sedangkan, kata ‘gelisah’ cendrung digunakan dalam konteks keseharian tanpa
melihat bidang tertentu. Jadi, menurut penulis kata yang tepat untuk saat ini dalam
bidang politik formal ialah ‘agitasi’.
'di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'kepercayaan عفيذة .2185
dan di dalam kamus Istilah
diartikan ‘doktrin’.86
Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘ajaran; dalil’,87
kata ini
merupakan serapan dari bahasa Latin yang artinya ‘ajaran (agama, politik, tata
Negara) yang bersistem’88
dan kata ini sudah tertera dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang artinya ‘pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan ketatanegaraan
dalam penyusunan kebijakan negara’.89
Kata ini mempunyai singkronitas antara
81
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 644. 82
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 293. 83
Marbun, Kamus Politik, h. 10. 84
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 17. 85
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1304. 86
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 541. 87
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 107. 88
Marbun, Kamus Politik, h. 66. 89
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 338.
50
‘kepercayaan’ dan ‘doktrin’, jika dilihat penggunaan katanya kata ‘doktrin’ lebih
tepat dalam konteks politik. Sedangkan kata ‘kepercayaan’ hanya bisa digunakan
dalam konteks agama dan ungkapan keseharian.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pemeriksaan فحض .2290
dan dalam kamus Istilah
‘investigasi’.91
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris investigation yang
diartikan ‘penyelidikan; pengusutan’,92
kemudian di dalam kamus Politik diartikan
‘penyelidikan terhadap orang, lembaga, Negara, dengan tujuan untuk memperoleh
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa, pelanggaran dan
sebagainya’,93
dan di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘penyelidikan; pengusutan;
pencatatan data dan fakta’.94
Jadi penulis menyimpulkan bahwa kata ‘investigasi’
lebih tepat, modern dan ilmiah untuk digunakan pada bidang Politik.
'di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'menugaskan فىع .2395
sedangkan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘mendelegasikan.’96
Kata ‘delegasi’ merupakan serapan dari bahasa
Inggris delegation/delegacy yang artinya ‘penyerahan/pelimpahan wewenang’,97
sedangkan di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘perutusan; rombongan perwakilan’,98
dan di dalam kamus Politik diartikan ‘orang yang ditunjuk dan diutus oleh suatu
perkumpulan, Negara dan sebagainya dalam suatu perundingan, kerjasama dan
sebagainya’.99
Jadi kedua kata ini bersifat sinonimi karena mempunyai padanan
90
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1378. 91
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 573. 92
Badudu, Kamus Serapan, h. 296. 93
Marbun, Kamus Politik, h. 212. 94
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 246. 95
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1411. 96
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 588. 97
Badudu, Kamus Serapan, h. 116. 98
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 85. 99
Marbun, Kamus Politik, h. 96.
51
makna, kata ‘menugaskan’ digunakan dalam berbagai bidang non formal sedangkan
kata ‘delegasi’ bersifat formal dan masa kini (modern).
tidak diartikan dalam kamus al-‘Ashri tetapi di dalam kamus Istilah تخزيض .24
mempunyai arti ‘provokasi’100
Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘pancingan;
penghasutan’.101
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris provocative yang
artinya ‘hal memanas-manasi emosi seseorang atau suatu kelompok untuk melakukan
tindakan yang sifatnya negatif (pengrusakan)’,102
kemudian di dalam kamus Politik
diartikan ‘tindakan yang dilakukan untuk memancing kemarahan’.103
Jadi kata ini
bukanlah bahasa asing lagi karena kata ini sudah menjadi entri dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia104
dan sering digunakan oleh khalayak luas.
’di dalam kamus al-'Ashri diartikan ‘keinginan تىق .25105
sedangkan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘aspirasi’.106
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris
aspiration-tie dengan arti ‘artikulasi konsonan hambat yang disertai letupan nafas
yang cukup jelas sehingga jelas terdengar’,107
kemudian dalam kamus Ilmiah
diartikan ‘tuntutan; cita-cita (ke arah perbaikan nasib)’.108
Kedua kata ini bersifat
sinonimi dengan cakupan makna yang berbeda, jika kata ‘keinginan’ bersubjek
sedikit dibandingkan kata ‘aspirasi’. Jadi menurut penulis kata yang tepat diantara
keduanya ialah kata ‘aspirasi’ yang berdeskriptif ilmiah dan sesuai saat ini.
100
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 598. 101
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 607. 102
Badudu, Kamus Serapan, h. 576. 103
Marbun, Kamus Politik, h. 407. 104
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1108. 105
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 615. 106
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 467. 107
Badudu, Kamus Serapan, h. 70. 108
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h.45.
52
di dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya sedangkan di dalam kamus Istilah ثىرة .26
dengan arti ‘revolusi’.109
Kata ‘revolusi’ merupakan serapan dari bahasa Inggris
revolution dengan arti ‘perubahan ketatanegaraan (keadaan social) yang dilakukan
melalui gerakan-gerakan fisik’,110
sedangkan di dalam kamus Politik diartikan
‘perubahan secara fundamental yang menyangkut pembagian kekuasaan politik,
status social, ekonomi, dan sikap budaya masyarakat’111
dan dalam kamus Ilmiah
diartikan ‘perputaran/rotasi secara cepat; perubahan yang berlangsung secara
cepat’.112
Menurut penulis penggunaan kata ‘revolusi’ tepat dalam konteks politik
(formal atau non) dalam penyampaian aspirasi dan penuntutan hak dan kata ini juga
sering kita lihat dalam media masa, elektronik.
’diartikan dalam kamus al-‘Ashri dengan ‘ketertiban تناطك .27113
sedangkan dalam kamus
Istilah diartikan ‘sinkronisasi’.114
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris
synchronization yang artinya ‘sesuai; selaras atau serentak (kejadiaanya),115
kemudian dalam kamus Politik diartikan ‘perihal menyinkronkan; peyerentakan dan
penyesuaian’,116
dan dalam kamus Ilmiah diartikan ‘penyerentakan; penyesuaian’.117
Kata ‘sinkronisasi’ mempunyai akar kata ‘sinkron’ yang artinya ‘sesuai dan tertib’118
,
jadi kata ‘ketertiban’ merupakan sub dari kata ‘sinkronisasi’. Jadi menurut penulis
kata ‘sinkronisasi’ sudah mencakup dari kata ‘ketertiban’ dan berdeskriptif ilmiah.
109
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 321. 110
Badudu, Kamus Serapan, h. 609. 111
Marbun, Kamus Politik, h. 422. 112
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 650. 113
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 585. 114
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 266. 115
Badudu, Kamus Serapan, h. 643. 116
Marbun, Kamus Politik, h. 443. 117
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 681. 118
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1314.
53
di dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya sedangkan di dalam kamus Istilah اطتفطاب .28
diartikan ‘polarisasi’.119
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris
‘polarization’ yang diartikan ‘pembagian atas dua kelompok yang berbeda
kepentingan dan saling bertentangan’,120
kemudian di dalam kamus Politik diartikan
‘menajamnya pertentangan di dalam kelompok masyarakat’.121
Menurut penulis,
penggunaan kata ‘polasisasi’ sudah tepat karena memang sesuai dengan istilah politik
sekarang dan sudah terdapat di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dengan arti
‘magnetisasi atau pembagian atas dua kelompok yang berlawanan’.122
di dalam kamus al-‘Ashri tidak diartikan tetapi di dalam kamus Istilah diartikan تحكين .29
dengan ‘arbitrasi’.123
Di dalam kamus Serapan kata ini merupakan adopsi dari bahasa
Latin arbitrase yang diartikan ‘pertimbangan dan peradilan wasit atau penengah
dalam melerai persengketaan’,124
sedangkan di dalam kamus Politik pengartiannya
lebih spesifik yaitu ‘prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan pertikaian secara
damai, yang mencakup; kompromi atau kesepakatan di antara pihak yang bertikai’.125
Jadi penggunaan kata ‘arbitrasi’ bisa dipakai dalam konteks formal karena kata ini
berdeskriptif ilmiah dan masa kini (modern).
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penyerangan هحارب .30126
sedangkan di dalam
kamus Istilah ‘militan/seradu’.127
Di dalam kamus Politik diartikan ‘bersemangat
119
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 66. 120
Aka Kamarulzaman dan M. Dahlan Y.Al Barry, Kamus Ilmiah Serapan, h. 552. 121
Marbun, Kamus Politik, h. 395. 122
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1089. 123
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 192. 124
Badudu, Kamus Serapan, h. 27. 125
Marbun, Kamus Politik, h. 29. 126
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 127
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 688.
54
tinggi; penuh gairah; berhaluan keras’,128
kata ini merupakan serapan dari bahasa
Belanda yang diartikan ‘bersemangat penuh gairah dalam melakukan sesuatu’.129
Di
dalam kamus Ilmiah diartikan ‘anggota milisi (yang diwajib militerkan); suka/siap
berperang; besar jiwa heroiknya; siap berjuang’,130
sedangkan dalam kamus Inggris-
Indonesia kata ‘miletent diartikan ‘orang yang agresif’.131
Jadi menurut penulis
penggunaan kata ‘militan’ tepat dibandingkan kata ‘penyerangan’ karena bersifat
sinkronik dengan penyusaian waktu dan tempatnya. Kata ‘penyerangan’ hanya
digunakan dalam konteks umum tidak mempunyai misi tujuan tetapi kata ‘militan’
jelas maksunya dengan pendidikan militer berjiwa perang untuk siap berjuang
mempunyai misi jelas karena itu kata ‘militan’ akurat dalam menerjemahkan konteks
politik masa kini (formal) dan formal.
2. Bidang Ekonomi
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘hemat همتظذ .1132
sedangkan , di dalam kamus
Istilah diartikan ‘ekonomis’.133
Walau pun kedua kamus tersebut mempunyai makna
yang berbeda, tetapi makna tersebut bersifat sinonimi. Di dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan ‘bersifat hati-hati dalam pengeluaran uang, penggunaan barang,
bahasa, waktu; tidak boros; hemat’134
Sehingga kata ‘ekonomis’ sudah mencakup
makna dari ‘hemat’ dan kata ’ekonomis’ bisa digunakan langsung pada saat
menerjemahkan ke bahasa sasaran. Dalam bidang Ekonomi biasanya menggunakan
istilah ‘ekonomis’ dibandingkan kata ’hemat’, karena istilah tersebut lebih modern.
128
Marbun, Kamus Politik, h. 316. 129
Badudu, Kamus Serapan, h. 227. 130
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 431. 131
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h.380. 132
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1788. 133
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 747. 134
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 355.
55
Jadi, istilah ‘ekonomis’ biasa digunakan sebelum adanya istilah ‘hemat’ dengan
perkembangan makna tersebut istilah ‘ekonomis’ lebih populer saat ini.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pungutan هكض .2135
dan di dalam kamus Istilah
dengan arti ‘retribusi’.136
Dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata serapan
Latin yaitu r`etribus, yang diserap ke bahasa Indonesia menjadi ‘retribusi’ yang
artinya ‘pemungutan uang oleh pemerintah sebagai balas jasa contoh; kendaraan yang
melintasi jalan tol’137
di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer kata ‘retsibusi’
diartikan ‘pungutan daerah kepada perseorangan atau badan hukum sebagai imbal-
balik karena menikmati jasa atau fasilitas yang disediakan pemerintah daerah’.138
Dalam kamus Istilah Populer diartikan ‘pengembalian; penggantian kerugian’,139
Tetapi, dalam bidang Ekonomi biasanya menggunakan kata ‘retribusi’ dibandingkan
kata ‘pungutan’ karena kata tersebut lebih formal dan modern.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘mata uang عولت .3140
dan di dalam kamus Istilah
diartikan ‘value’.141
Kata ‘value’ sendiri serapan dari bahasa Inggris dengan arti
‘nilai’ sedangkan di dalam kamus Lengkap Ekonomi dengan arti ‘pemeriksaan nilai
uang’.142
Jadi, pemakaian kata ‘value’ yang sering digunakan di bidang Ekonomi
dibandingkan ‘mata uang’. Tetapi penggunaan kata ‘mata uang’ yang lebih familiar
untuk saat ini karena kata ‘velue’ terkesan formal dan berdeskriftif ekonomi global
saja.
135
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1803. 136
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 748. 137
Badudu, Kamus Serapan, h. 306. 138
Henricus W.Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer (Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara,
2006) h. 223. 139
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 649. 140
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1323. 141
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 548. 142
Collins, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1994) Cet-2, h. 678.
56
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘tambahan فائغ .4143
dan di kamus Istilah dengan
arti ‘surplus’.144
Di dalam kamus Istilah Ekonomi Kontemporer ‘surplus’ diartikan
‘kelebihan pendapatan di atas penghasilan’.145
Kata ini serapan dari Perancis dengan
arti ‘sisa hasil kelebihan’146
jadi, penulis menyimpulkan kata ‘surplus’ merupakan
istilah Ekonomi saat ini dan penggunaannya kebanyakan pada ekonomi makro.
Sehingga, kata ‘surplus’ adalah kata yang sering muncul dalam bidang Ekonomi.
Kaitannya dengan semantik leksikal adalah penggunaaan kata tersebut sesuai dengan
bidangnya dan kata ‘surplus’ lebih populer di masa kini dibandingkan kata
‘tambahan’.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘menangkap لبغ .5147
dan di dalam kamus Istilah
‘memonopoli’.148
Di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer diartikan ‘produksi dan
penetapan harga output yang ditentukan oleh biaya marginal dengan pendapatan
marginalnnya.149
Di dalam kamus Ekonomi Kontemporer dengan arti ‘keadaan pasar
di mana suatu pihak memiliki pengaruh yang besar dalam menawarkan jenis barang
tertentu sehingga mampu menentukan dan mengatur tingkat harga,150
serta kata
‘monopoli’ merupakan serapan dari bahasa Yunani yaitu ‘perdagangan barang yang
hanya dilakukan oleh satu perusahaan’.151
Kata ‘monopoli’ sudah menjadi istilah
Ekonomi global saat ini. Jika dilihat perkembangan istilah Ekonomi kata ini sering
143
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1366. 144
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 565. 145
Indra Dermawan, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama,
2006), h. 514. 146
Badudu, Kamus Serapan, h. 338. 147
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1470. 148
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 597. 149
Henricus W.Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, Cet-2, h. 146 150
Indra Darmawan, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 399 151
Badudu, Kamus Serapan, h. 231
57
kita temukan di medi masa, tv dll, itu tidak terlepas dari modernisasi dan kedewasaan
istilah tsb. Kata ‘monopoli’ juga digunakan dalam istilah Hukum. Jadi, menurut
penulis istilah ‘menangkap’ biasa digunakan sebelum adanya istilah ‘monopoli’
dengan perkembangan makna tersebut istilah ‘monopoli’ lebih populer.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penawaran harga عزع .6152
dan di dalam kamus
Istilah dengan arti ‘suplai’.153
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris dengan
arti ‘persediaan barang dan harga yang baru segera akan diterima oleh toko’,154
sedangkan di dalam kamus Ekonomi ‘jumlah barang-barang yang oleh penjualnya
bersedia untuk dijual pada waktu tertentu’.155
Kata ‘penawaran harga’ dengan ‘suplai’
sangat jelas bahwa kedua makna tersebut bersinonim. Jadi, jelas bahwa kedua makna
tersebut adalah satuan leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat
menerjemahkan ke bahasa sasaran (Bsa). Sehingga, kata-kata tersebut sering
digunakan oleh khalayak luas sesuai dengan bidangnya. Kedua kata tersebut
mempunyai perkembangan makna dengan masa yang berbeda dan kata ‘suplai’ tepat
digunakan untuk masa sekarang, dan berdeskriftif ilmiah dan formal dalam bidang
Ekonomi.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘perhitungan رطيذ .7156
sedangkan di kamus Istilah
dengan arti ‘neraca’.157
Di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer diartikan ‘suatu
laporan keuangan yang menggambarkan posisi harta dari suatu badan usaha dalam
periode setengah tahun dan dari laporan itu bisa dilihat apakah badan usaha itu sehat
152
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1282. 153
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 531. 154
Badudu, Kamus Serapan, h. 337 155
Indra Darmawan, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 512. 156
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 976. 157
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 412.
58
secara keuangan atau tidak’158
dan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
‘dagangan catatan perbandingan untung rugi’.159
Penulis berpendapat bahwa makna
‘perhitungan’ berkembang menjadi ‘neraca’ yang bersifat sinkronik sesuai dengan
konteks dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang
politik dan ekonomi adalah kata ‘neraca’ yang berdeskriftif ilmiah. Kata
‘perhitungan’ hanya cocok untuk situasi kuno, klasik, arkais.160
Sedangkan kata
‘delegasi’ hanya cocok untuk situasi masa kini (modern) dalam Ekonomi Global saat
ini.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pendorong حافش .8161
sedangkan, di dalam kamus
Istilah diartikan ‘insentif’.162
Dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata
serapan asing yaitu menggunakan bahasa Balanda yang berasal dari kata ‘ins`entif’,
yang diserap ke bahasa Indonesia menjadi insentif yang artinya ‘tambahan
penghasilan (uang atau barang) untuk menambah gaerah kerja atau sebagai
perangsang’.163
Kata ‘insentif’ sangat familiar karena sering digunakan dalam istilah
Ekonomi dibandingkan kata ‘pendorong’. Contoh: Biaya insentif Guru.
’di dalam kamus Al-‘Ashri diartikan ‘ringkasan تلخيض .9164
sedangkan artian di dalam
kamus Istilah ‘rekapitulasi’.165
Dalam kamus Serapan diartikan ‘ringkasan isi pada
akhir laporan atau hitungan’166
sedangkan, di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer
diartikan ‘adanya kredit bank bermasalah dengan kondisi negative spreed membuat
158
Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, h. 151. 159
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 959. 160
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 85. 161
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 724. 162
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 316. 163
Badudu, Kamus Serapan, h. 538. 164
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 564. 165
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 258. 166
Badudu, Kamus Serapan, h. 299.
59
bank harus disuntik dana segar baru agar bisa kembali menjalankan usahanya’.167
Kata ‘rekapitulasi’ sudah tidak asing untuk saat ini di bandingkan kata ‘ringkasan’,
dan kata ini diartikan dalam kamus Istilah Populer ‘ikhtisar (isi laporan dsb)’.168
Jadi,
kata ‘rekapitulasi’ sudah menjadi istilah di dalam bidang Ekonomi khususnya dan
bidang lain pada umumnya.
'di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'pengurangan انماص .10169
sedangkan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘devaluasi’.170
Di dalam kamus Istilah Ekonomi dan Politik
maknanya menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa bahasa
Prancis d`evaluasi dengan arti ‘penurunan nilai uang sendiri terhadap uang asing
dengan maksud untuk memperbaiki ekonomi’171
Dalam kamus Istilah Ekonomi
Populer diartikan ‘kebijakan penurunan mata uang sebuah Negara untuk menurunkan
permintaan dalam Negri akan produk impor’172
dan di dalam kamus Istilah Ekonomi
Kontemporer diartikan ‘penurunan nilai paritas satua mata uang karena meningkatnya
harga-harga barang di dalam negri secara tajam dibandingkan luar negri sehingga
kesulitan mengekspor barang’.173
Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa makna
‘pengurangan’ berkembang menjadi ‘devaluasi’ yang bersifat sinkronik sesuai dengan
konteks dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang
Ekonomi adalah kata ‘devaluasi’ karena deskftif modern dan formal dan kata ini
sering digunakan sesuai dengan bidangnya dan kata tersebut sudah menjadi istilah
Ekonomi.
167
Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, h. 220. 168
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 636. 169
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 263. 170
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 143. 171
Badudu, Kamus Serapan, h. 58. 172
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 62. 173
Indra, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 174.
60
di dalam kamus al-‘Ashri tidak ada, dan di dalam kamus Istilah diartikan انظهار .11
‘merger’.174
Di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer kata ini diartikan
‘penggabungan dua bank atau lebih dengan cara mempertahankan berdirinya salah
satu bank tanpa melikuidasi bank lain’175
dan di dalam kamus Istilah Ekonomi
Kontemporer diartikan ‘penyerapan sebuah perusahaan yang bersekala besar dari
penggabungan dua atau lebih sebuah perusahaan’.176
Di dalam kamus Ilmiah Populer
‘merger’ diartikan ‘aliansi dagang; penggabungan dagang’.177
Jadi menurut penulis,
kata ‘merger’ bisa dijadikan istilah Ekonomi karena kata tersebut familiar pada saat
ini.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penyanggahan اعتزاع .12178
sedangkan di dalam
kamus Istilah diartikan ‘interupsi’.179
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin
‘selaan terhadap orang yang sedang berbicara’180
di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan ‘penyelaan atau pemotongan pembicaraan’.181
Sedangkan. Di
dalam kamus Istilah Populer kata ‘interupsi’ diartikan ‘penyanggahan; penyelaan;
sanggahan majas yang mempergunakan sisipan frase di tengah kalimat’.182
Kedua
makna tersebut adalah satuan leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat
menerjemahkan ke bahasa sasaran (Bsa). Tetapi, penggunaan kata ‘interupsi’ yang
lebih tepat karena lebih modern dan tidak asing lagi untuk saat ini karena sering
digunakan oleh khalayak luas.
174
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 138. 175
Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, h. 142. 176
Indra, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 390. 177
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 420. 178
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 155. 179
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 91. 180
Badudu, Kamus Serapan, h. 160. 181
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 543. 182
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 242.
61
'di dalam kamus al-‘Ashri diartikan 'perbaikan إطلاح .13183
sedangkan, di dalam kamus
Istilah ‘rekonsiliasi’.184
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
‘perbuatan memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula; perbuatan yang
menyelesaikan perbedaaan’,185
sedangkan dalam kamus Serapan diartikan ‘upaya
untuk memulihkan kepada keadaan semula; upaya untuk memperbaiki’,186
dan di
dalam kamus Istilah Populer dengan arti ‘pemufakatan; rujuk kembali; perbaikan’.187
Jadi, menurut penulis kata ‘rekonsiliasi’ bisa dijadikan istilah Ekonomi karena kata
tersebut modern dan sudah menjadi bahasa baku yang ada di dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘terlilit hutang هذبىنيت .14188
sedangkan di dalam
kamus di dalam kamus Istilah diartikan ‘obligasi’.189
Di dalam kamus Politik
‘obligasi’ diartikan ‘surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat
diperjual-belikan’.190
Kata ‘obligasi’ merupakan serapan dari bahasa Prancis dengan
arti ‘perjanjian atau ikatan’.191
Kemudian di dalam kamus Ilmiah Populer kata
‘obligasi’ diartikan ‘sesuatu yang harus orang lakukan karena ada janji persetujuan,
kontrak, surat hutang (dengan bunga) yang dapat diperdagangkan’.192
Jadi, menurut
penulis penggunaan kata ‘terlilit hutang’ sudah mencakup makna dari ‘obligasi’
karena merupakn perkembangan makna dan kata ’obligasi’ bisa digunakan langsung
183
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 141. 184
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 83. 185
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1158. 186
Badudu, Kamus Serapan, h. 300. 187
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 637. 188
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1675. 189
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 702. 190
Marbun, Kamus Politik, h. 344. 191
Badudu, Kamus Serapan, h. 246. 192
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 496.
62
pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran. Dalam bidang Ekonommi formal
biasanya menggunakan istilah ‘obligasi’ dibandingkan kata ’terlilit hutang’, karena
istilah tersebut lebih modern sesuai dengan istilah politik saat ini.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘esensial جىهزي .15193
sedangkan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘fundamental’.194
Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘yang paling
pokok; prinsipil’,195
kemudian diartikan dalam kamus Serapan yaitu ‘yang sangat
mendasar’.196
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris kemudia diadopsi ke
dalam bahasa Indonesia fundam`ental197
kata ‘fundamental’ dan ‘esensial’ tidak jauh
berbada dari segi pemakaiannya, tetapi kata ‘esensial’ lebih cendrung dalam
memaknai suatu permasalahan (esensi problematika).198
Kedua kata tersebut sama-
sama bisa digunakan pada masa sekarang tetapi bisa diperhatikan konteks yang tepat
dalam manaruh kedua kata tersebut.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘mengungguli هتفىق .16199
sedangkan di dalam
kamus Istilah diartikan ‘superior’.200
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin
Belanda ‘superiority’ yang diartikan ‘yang istimewa; terbaik’201
kemudian dalam
kamus Politik diartikan ‘orang atasan’.202
Korelasi kata ‘mengungguli’ dan ‘superior’
bersifat sinonimi karena tahapan kata ‘mengungguli’ lebih awal dan berkembang
menjadi ‘superior’.
193
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 721. 194
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 311. 195
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 166. 196
Badudu, Kamus Serapan, h. 118. 197
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 400. 198
Marbun, Kamus Politik, h. 140. 199
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1613. 200
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 676. 201
Badudu, Kamus Serapan, h. 337. 202
Marbun, Kamus Politik, h. 455.
63
’di dalam kamus al-'Ashri diartikan ‘dipadatkan هكشف .17203
sedangkan dalam kamus
Istilah ‘intensif’.204
Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘secara sungguh-sungguh;
tekun’,205
sedangkan kata ‘intensif’ diartikan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
dengan ‘terus-menerus dalam mengerjakan sesuatu hingga memperoleh hasil yang
optimal’.206
Kata ‘intensif’ sering digunakan dalam bidang ekonomi yaitu
‘intensifikasi’ dengan arti ‘usaha meningkatkan produksi dengan mengoptimalkan
dari areal yang sudah ada.207
Menurut penulis bahwa kata ‘intensif’ lebih sering
digunakan dibandingkan dengan kata ‘dipadatkan’ karena cendrung modern sesuai
dengan masa kini dan bisa digunakan dalam keadaan formal.
tidak mempunyai arti di dalam kamus al-‘Ashri sedangkan di dalam kamus الثنائيت .18
Istilah diartikan ‘bilateral’.208
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris yang
diartikan ‘hubungan perjanjian’209
dalam kamus Ilmiah diartikan ‘(hubungan) antara
dua pihak; perjanjian kerjasama antara dua Negara’210
kemudian dalam kamus Politik
diartikan ‘perjanjian yang membebankan pada masing-masing pihak untuk
menjalankan isi dari perjanjian yang disetujui’.211
Kata ‘bilateral’ ini sudah sering
diucapkan dalam berbagai bidang karena sudah ada di dalam KBBI212
203
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h 1801. 204
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 747. 205
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 239. 206
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 541. 207
Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, h. 119. 208
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 543. 209
Badudu, Kamus Serapan, h. 38. 210
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 66. 211
Marbun, Kamus Politik, h. 61. 212
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 192.
64
’diartikan dalam kamus al-‘Ashri dengan ‘akses ولىج .19213
sedangkan dalam kamus
Istilah diartikan ‘penetrasi’.214
Di dalam kamus Politik diartikan ‘penerobosan;
penembusan; perembesan’,215
sedangkan di dalam kamus Serapan kata ‘akses’
diartikan ‘jalan masuk atau pencapaian berkas pada disket untuk penulisan atau
pembacaan data’.216
Di dalam kamus Ilmiah ‘penetrasi’ diartikan ‘pemasukan atau
penembusan’,217
kata ini juga terdapat dalam kamus Inggris-Indonesia
‘pena`treisyen’ diartikan ‘penembusan ekonomi dan kultural’.218
Menurut penulis
penggunaan kata ‘penetrasi’ harus benar-benar tepat dengan konteksnya karena dari
defenisi yang ada kata ini bisa salah arti jika konteks maknanya kurang tepat, jadi
kata ‘penetrasi’ tepat digunakan dalam pemasalahan bidang ekonomi modern saat ini.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kejadian fakta-fakta ولائع .20219
sedangkan di dalam
kamus Istilah diartikan ‘notulen’.220
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Belanda
yang diartikan ‘catatan singkat tentang jalannya sidang atau rapatdan tentang apa
yang dibicarakan di dalam rapat itu’,221
kemudian diartikan dalam kamus Ilmiah yaitu
‘catatan pembicaraan pendek tentang pembicaraan dalam rapat (catatan rapat).222
Melihat defenisi diatas penulis menyimpulkan bahwa ‘kejadian fakta-fakta’ dan
‘notulen’ tidak ada kaitannya karena kata ‘kejadian fakta-fakta’ merupakan sebuah
peristiwa disuatu waktu sedangkan ‘notulen’ berkaitan dengan kata kerja (menulis)
213
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 2039. 214
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 833. 215
Marbun, Kamus Politik, h. 373. 216
Badudu, Kamus Serapan, h. 10. 217
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 552. 218
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 424. 219
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 2031. 220
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 832. 221
Badudu, Kamus Serapan, h. 244. 222
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 492.
65
dalam suatu acara untuk mencatat jalannya acara tersebut. Jadi, kata ‘notulen’ hanya
tepat digunakan ketika suatu acara itu berjalan dalam berbagai bidang (ekonomi,
politik, hukum dll).
’di dalam kamus al-'Ashri diartikan ‘ruang kerja ورشت .21223
sedangkan dalam kamus
Istilah diartikan ‘workshop’.224
Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘tempat kerja,
sanggar kerja’,225
kemudian dalam kamus Inggris-Indonesia diartikan ‘lokakarya’.226
Menurut penulis kata ‘ruang kerja’ dan ‘workshop’ satu arti yang membedakan
hanyalah penggunaannya saja, jika kita teliti lebih dalam kata ‘workshop’ menyerupai
seminar atau acara akademisi. Jadi penggunaan kata ‘workshop’ lebih tepat karena
memang kata ini berdeskriptif ilmiah dan formal.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘sisi وجهت .22227
sedangkan dalam kamus Istilah
diartikan ‘dimensi’228
. Dalam kamus Serapan kata ini merupakan serapan dari bahasa
Latin ‘dim`ensi ‘ukuran yang mencakup panjang-lebar-tinggi’229
kemudian dalam
kamus Ilmiah diartikan ukuran (besar/luasnya)’230
sedangkan dalam kamus Inggris-
Indonesia kata ini yaitu dimension dengan arti ‘ukuran, besar dan luasnya.’231
Jadi
hemat saya kata ‘dimensi’ sudah mencakup kata ‘sisi’ tetapi tidak sebaliknya
penggunaan kata ‘sisi’ belum bisa mewakili kata ‘dimensi’ karena dalam tatanan
bahasa yang baik yaitu sedikit kata tetapi padat makna.
223
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 2010. 224
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 821. 225
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 748. 226
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 653. 227
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 2003. 228
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 819. 229
Badudu, Kamus Serapan, h. 63. 230
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 97. 231
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 182.
66
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kemunduran نكظت .23232
sedangkan dalam kamus
Istilah diartikan ‘dekadensi’.233
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin
d`ekad`ensi yaitu ’kemunduran, kemerosotan’234
artian sama seperti di dalam kamus
Ilmiah dan Inggris-Indonesia jadi kata ‘dekadensi’ tepat digunakan dalam konteks
formal saja karena berdeskriptif ilmiah dan juga masa kini (modern), jika digunakan
dalam konteks bahasa umum (keseharian) kata ‘dekadensi’ sepertinya sulit untuk
mudah dimengerti.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kecondongan نشعت .24235
sedangkan dalam kamus
Istilah diartikan ‘orientasi’.236
Kata ini merupakan adopsi dari bahasa Inggris dan
Belanda ori`entes yang diartikan ‘peninjauan untuk mengenal dan mengetahui (hal,
tempat dan sebagainya)’,237
kemudian di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘peninjauan,
hal mencari pedoman’.238
Sekilas kata ‘orientasi’ terdengar ilmiah dan formal
dibandingkan dengan kata ‘kecondongan’ yang berdeskriptif nonakademisi bernuansa
lampau. Jadi menurut penulis kata ‘orientasi’ lebih akurat dibandingkan
‘kecondongan’.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘perjanjian هيثاق .25239
sedangkan dalam kamus
Istilah diartikan ‘konsensus’.240
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin yang
diartikan ‘kesepakatan atau persetujuan melalui kebulatan suara tentang suatu
232
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1944. 233
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 800. 234
Badudu, Kamus Serapan, h. 50. 235
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1904. 236
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 785. 237
Badudu, Kamus Serapan, h. 254. 238
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 514. 239
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1808. 240
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 774.
67
pendapat atau pendirian’,241
kemudian di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘persetujuan,
kesepakatan bersama atau acc’,242
dan di dalam kamus Inggris-Indonesia diartikan
‘mufakat atau persetujuan bersama’.243
Menurut penulis kata ‘perjanjian’ dengan kata
‘konsensus’ merupakan perkembangan makna karena ‘perjanjian’ akan menghasilkan
sebuah kemufakatan bersama ‘konsensus’ dengan beberapa pertimbangan. Jadi, kata
‘konsensus’ tidak berfungsi jika memang kata ‘perjanjian’ belum terikrarkan dan kata
‘konsensus’ tepat digunakan dalam bidang politik, hukum, dan ekonomi sekarang
karena bahasanya berdeskriptif ilmiah dan formal.
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘yang menolak هوتنع .26244
sedangkan dalam kamus
Istilah diartikan dengan ‘abstain’.245
Kata ini terdapat dalam kamus Serapan yang
diserap dari bahasa Latin dengan arti ‘tidak menentukan sikap’,246
kemudian di dalam
kamus Politik diartikan dengan ‘tidak menyatakan pro atau kontra dalam pemungutan
suara’,247
dan di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘tidak memberikan suara; blanko
kosong atau tidak berpendapat’.248
Menurut penulis penggunaan kata ‘abstain’ sudah
tidak asing lagi dalam keseharian tetapi kata ini merupakan makna penolakan secara
halus dengan tidak memberikan kontribusi suara/pendapat dalam suatu pemilihan.
Jadi, kata ‘abstain’ selangkah lebih maju dibandingkan kata ‘yang menolak’ dan kata
itu bisa langsung diterjemahkan tanpa terlibih dahulu kata ‘yang menolak’.
241
Badudu, Kamus Serapan, h.191. 242
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 328. 243
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 140. 244
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1820. 245
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 753. 246
Badudu, Kamus Serapan, h.2. 247
Marbun, Kamus Politik, h.4 248
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 3.
68
’di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘hak milik هلك .27249
sedangkan dalam kamus Istilah
diartikan ‘properti atau aset’.250
Di dalam kamus Ekonomi Kontemporer diartikan
dengan ‘tanah dan semua pengembangan yang berada din tanah beserta hukum yang
terkait, aktivitas bisnis yang terdiri dari tanah, proses perizinan pengembangan,
pemasaran dan pengelolahan’,251
kemudia dalam kamus Ilmiah diartikan ‘kepunyaan,
hak milik’252
dan kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris prop`erti yang
artinya ‘tanah milik dan bangunan’.253
Jadi, menurut penulis kata ‘properti’ lebih baik
penggunaannya karena akurasi maknanya tepat sesuai dengan masa kini (modern) dan
juga berdeskriptif formal sesuai istilah ekonomi global dibandingkan kata ‘hak milik’.
249
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1817. 250
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 751. 251
Indra, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 464. 252
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 602. 253
Badudu, Kamus Serapan, h 288.
69
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Penulis dapat menyimpulkan bahwa dari kedua kamus tersebut (al-‘Ashri dan
Istilah) masih memiliki persamaan kata dalam mengartikan makna tetapi,
perkembangan makna tersebut yang menjadikan makna itu tepat untuk situasi masa
kini (modern) sesuai dengan konteks dan bidangnya. Pada bab empat penulis
menemukan kata yang sering dipakai dalam bidang Politik dan Ekonomi tetapi makna
yang tidak sesuai untuk situasi masa kini dan konteks maknanya pun tidak tepat
dalam menerjemahkan pada teks formal atau ilmiah.
Penulis juga melihat kedua kamus tersebut (al-‘Ashri dan Istilah) masih
mempunyai kesepadanan makna dalam menerjemahkan bahasa sumber (Bsu) ke
bahasa sasaran (Bsa), jika dilihat dari sisi semantik leksikal karena keduanya kamus
kontemporer. Walaupun demikian, kamus al-‘Ashri tidak begitu mempunyai banyak
makna yang terkini/modern dalam bidang Politik dan Ekonomi di bandingkan kamus
Istilah. Jika dilihat dari sisi semantik leksikal kamus kontemporer lebih banyak
menawarkan makna kata yang begitu bervariasi dan modern dibandingkan kamus al-
‘Ashri. Di sini penulis melihat jelas perbedaan dari kedua kamus tersebut. Di antara
kedua kamus tersebut, kamus Istilahlah yang selalu memberikan dan menghadirkan
makna kata-kata baru/terkini dalam bidang ekonomi dan politik yang sesuai referen
dengan sisipan dan deskriftif dalam konteksnya.
Jika Penulis lihat dari sisi leksikologi, kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah sama-
sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam mengartikan makna
kosakata Arab. Setelah penulis teliti pada bab empat, penulis akhirnya dapat
menyimpulkan bahwa kamus kontemporer Istilah Politik dan Ekonomi adalah kamus
70
yang maju dan modern di bandingkan kamus al-‘Ashri. Itu semua penulis melihat dari
tingkat kemaknaan kata yang modern serta arti kata yang sering digunakan dalam
bidang ekonomi dan politik saat ini karena memang kamus Istilah ialah kamus
spesialis dalam bidang istilah-istilah bidang Politik dan Ekonomi dengan tahun terbit
Desember 2006 kemudian kamus al-‘Ashri merupakan kamus kosakata yang
kontemporer pada waktu itu dengan tahun terbit Ramadhan 1419 H/Desember 1998.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Atabik dan Muhdlor, Ahmad Zuhadi, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
Yogyakarta: Multi Karya Gafika, 2001.
Artmada, Frista, W. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media,
2000.
Al-Kasimi. Linguistic and Bilingual Dictionary. Leiden: E.J Brill, 1967.
Amd, Widodo, Kamus Ilmiah Populer Dilengkapi EYD dan Pembentukan Istilah.
Yogyakarta: Absolut, 2002, Cet. ke-2.
Bahri, Zainul, Kamus Umum Khusus Bidang Hukum dan Politik, Bandung: Angkasa,
1996.
Bahri, Zainul. Kamus Umum Khususnya Bidang Hukum dan Politik. Bandung:
Angkasa, 1996.
Badudu, J.S. Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Kompas, 2005.
Chaer, Abdul, Leksikologi dan Leksikografi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Collins. Kamus Lengkap Ekonomi. Jakarta: Erlangga, 1994.
Djuaeni, M.Napis, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik dan Ekonomi,
Jakarta: Mizan Publika, 2006.
Dermawan, Indra, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka
Widyatama, 2006.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pedoman Umum Ejaan yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung:
Pustaka Setia, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
72
Balai Pustaka, 2007. Cet. Ke-4
Dermawan, Indra. Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama, 2006.
Echols, M. John. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2003.
Gofar, Abdul.R, Istilah Umum Arab Dan Kata-Kata Populer, Jakarta: Murai
Kencana, 2000, Cet-3.
Hanafi, Nuracman, Teori dan Seni Menerjemah, Semarang: CV Toha Putra, 1985.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1993.
Kushartati, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder, Pesona Bahasa, Jakarta,
Gramedia Pustaka, 2007.
Hidayatullah, M. Syarif, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia,
Tangerang: Dikara, 2010, Cet-4.
Parera, J.D. Teori Semantik, Jakarta: Erlangga, 2004.
Pateda, Mansur. Semantik Leksikal. Jakarta: Erlangga, 1991.
Sunaryo. Metode Penyusunan Kamus. Jakarta: t.pn, 1987.
Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, Malang: UIN Malang Press, 2008.
Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Semantik, Bandung, Offset Angkasa, 1985.
Wasito, Hermawan. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia, 1993.
Verhaar, J.W.M. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1995. Cet. Ke-20.
Zgusta, ladislav. Manual of Lexicography. Paris: The Hogue Mouton, 1971.
73
73
Lampiran 1 Hasil Analisis Akurasi Padanan Istilah Politik dan Ekonomi
Arab-Indonesia
Kata Kamus al-‘Ashri Hal Kamus Istilah Hal
أتمزاطيت
ابعاد
مملىص
مهاجمت
مذاكزة
متىاطئ
هادنت
لمع
طغيان
طالت
طلت
اطتذعاد
تىق
طيطزة
اسدواج
ارتشاح
إطتمطاب
___
Penjauhan/diasingkan
___
Penyerangan
Permusyawaratan
Saling onani
Damai
Pengekangan
Kedzaliman
Kemampuan
Ikatan
___
Keinginan/hasrat
Kekuasaan
Dualisme
Kebocoran
___
-
10
-
1851
1676
1620
1960
1470
1233
1220
1185
-
615
455
85
74
-
Otokrasi
Deportasi
Konkret
Agresi
Memorendum
Berkolusi
Kondusif
Represi
Diktator
Kapasitas
Relasi
Somasi
Aspirasi
Supermasi
Dikotomi
Infiltrasi
Polarisasi
12
6
752
765
702
681
638
612
510
506
491
56
467
455
48
43
66
74
تزحيل
مناظزة
جأص
عفيذة
فحض
فىع
تخزيض
تىق
ثىرة
تناطك
اطتفطاب
تحكيم
محارب
ممتظذ
مكض
عملت
فائغ
لبغ
عزع
Pemindahan
___
Gelisah
Kepercayaan
Pemeriksaan
Menugaskan
___
Keinginan
___
Ketertiban
___
___
Penyerangan
Hemat
Pungutan
Mata uang
Tambahan
Menangkap
Penawaran Harga
457
-
644
1304
1378
1411
-
615
-
585
-
-
1639
1788
1803
1323
1366
1470
1282
Deportasi
Polemik
Agitasi
Doktrin
Investigasi
Mendelegasikan
Provokasi
Aspirasi
Revolusi
Sinkronisasi
Polarisasi
Arbitrasi
Militan/serdadu
Ekonomis
Retribusi
Value
Surplus
Memonopoli
Suplai
205
282
293
541
573
588
598
467
321
266
66
192
688
747
748
548
565
597
531
75
رطيذ
حافش
تلخيض
انماص
انظهار
اعتزاع
إطلاح
مذبىنيت
جىهزي
متفىق
مكشف
الثنائيت
ولىج
ولائع
ورشت
وجهت
نكظت
نشعت
ميثاق
Perhitungan
Pendorong
Ringkasan
Pengurangan
___
Penyanggahan
Perbaikan
Terlilit Hutang
Esensial
Mengungguli
Dipadatkan
___
Akses
Kejadian fakta-fakta
Ruang kerja
Sisi
Kemunduran
Kecondongan
Perjanjian
976
724
564
263
-
155
141
1675
721
1613
1801
-
2039
2031
2010
2003
1944
1904
1808
Neraca
Insentif
Rekapitulasi
Devaluasi
Merger
Interupsi
Rekonsiliasi
Obligasi
Fundamental
Superior
Intensif
Bilateral
Penetrasi
Notulen
Workshop
Dimensi
Dekadensi
Orientasi
Konsensus
412
316
258
143
138
91
83
702
311
676
747
543
833
832
821
819
800
785
774
76
ممتنع
ملك
موفد
اباحت
اتالف
وحذ
نظاب
ناوش
Yang Menolak
Hak Milik
Ditugaskan
Penyingkapan (rahasia)
Perusakan
Mengintegrasikan
Yang menggelapkan
Pertempuran kecil
1820
1817
1866
4
19
2004
1915
1886
Abstain
Properti/asset
Delegasi
Legitimasi
Sabotase
Mengkonsolidasikan
Koruptor
Manuver
753
751
722
2
12
819
790
781
63 Kosakata