akuntansi keprilakuan

37
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN (Studi Kasus Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Selatan) PROPOSAL SKRIPSI – AKUNTANSI KEPERILAKUAN Disusun Oleh: DEWI LARASWATI (A31112282) A. NURUL ILMI (A31112283) ERNIYANTI BIANTONG (A31112302) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN i

Upload: dhila-saranghae

Post on 01-Feb-2016

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN

TRANSCRIPT

Page 1: akuntansi keprilakuan

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA

PERIMBANGAN TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN

ANGGARAN

(Studi Kasus Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Selatan)

PROPOSAL SKRIPSI – AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Disusun Oleh:

DEWI LARASWATI (A31112282)

A. NURUL ILMI (A31112283)

ERNIYANTI BIANTONG (A31112302)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

i

Page 2: akuntansi keprilakuan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................2

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................2

D. Manfaat Penelitian.......................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4

A. Landasan Teori.............................................................................................4

1. Teori Keagenan........................................................................................4

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)...............................................................5

3. Dana Alokasi Umum (DAU)...................................................................5

4. Dana Alokasi Khusus (DAK)..................................................................6

5. Dana Bagi Hasil (DBH)...........................................................................6

6. Belanja Modal..........................................................................................7

7. Hubungan Keagenan dengan Penganggaran Sektor Publik.....................7

8. Hubungan Keagenan dalam Penyusunan Anggaran Daerah di Indonesia

.................................................................................................................8

B. Penelitian Terdahulu....................................................................................8

C. Kerangka Pemikiran.....................................................................................9

D. Hipotesis.......................................................................................................9

BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................10

A. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional...........................................10

1. Definisi Konseptual...............................................................................11

a. Variabel Terikat................................................................................11

ii

Page 3: akuntansi keprilakuan

b. Variabel Bebas..................................................................................11

2. Definisi Operasional..............................................................................12

a. Pendapatan Asli Daerah....................................................................12

b. Dana Alokasi Umum.........................................................................12

c. Dana Alokasi Khusus........................................................................12

d. Dana Bagi Hasil................................................................................13

e. Belanja Modal...................................................................................13

B. Populasi dan Sampel..................................................................................13

C. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................13

D. Skala Pengukuran.......................................................................................13

E. Uji Kualitas Data........................................................................................14

1. Uji Validitas...........................................................................................14

2. Uji Reliabilitas.......................................................................................14

F. Metode Analisis Data.................................................................................14

1. Uji Multikolonieritas.............................................................................14

2. Uji Heteroskdastisitas............................................................................14

3. Uji Normalitas.......................................................................................14

4. Uji Regresi Linier Berganda..................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

iii

Page 4: akuntansi keprilakuan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap daerah diberikan kewenangan tersendiri untuk mengurus rumah

tangganya sendiri termasuk dalam aspek keuangan, tentunya tetap dengan

sedikit bantuan dari pemerintah pusat. Ketentuan ini diatur dalam Undang-

Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang

kemudian direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004.

Dengan adanya otoritas bagi daerah otonom berimplikasi pada

perubahan yang terjalin antara pemerintah daerah sebagai pelaksana

pembangunan (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai

pengawas pelaksanaan pembangunan oleh eksekutif (legislatif). Kewenangan

yang diberikan kepada legislatif menyebabkan keunggulan posisi legislatif

terhadap eksekutif yang mengakibatkan munculnya tekanan dari pihak

legislatif terhadap pihak eksekutif dalam penyusunan anggaran.

Dalam perspektif keagenan, proses proses penyelenggaraan

pemerintah daerah dapat dilihat dari hubungan yang terjadi pada DPRD-

Pemerintah Daerah-Masyarakat. Menurut Halim dan Abdullah (2006),

eksekutif merupakan agen dan legislatif merupakan principal, sementara dari

perspektif hubungan antara legislatif dan rakyat sebagai pemilih, pemilih

merupakan prinsipal, sedangkan legislatif adalah agen.

Permasalahan yang selanjutnya timbul adalah dalam prosesnya,

masing-masing pihak, baik pihak agen maupun prinsipal akan selalu berusaha

untuk memaksimalkan utilitasnya masing-masing. Hal ini dipertegas oleh

Jaya (2006) yang menyatakan bahwa kemungkinan sumber daya

disalahgunakan disebabkan oleh agen yang melepaskan tanggung jawabnya

tanpa sepengetahuan prinsipal. Sedangkan prinsipal yang memiliki kekuasan

yang lebih dapat bertindak semena-mena terkait dengan penetapan

pengalokasian sumber daya tersebut. Hal ini menyebabkan perilaku

oportunistik pada kedua pihak, baik agen maupun prinsipal.

1

Page 5: akuntansi keprilakuan

Dari sisi pihak legislatif sebagai agen dari rakyat, pihak legislatif

harus senantiasa mendahulukan kepetingan rakyat, namun hal ini seringkali

berbeda pada kenyataannya. Minimya informasi yang tersedia untuk rakyat

mengenai proses pengalokasian anggaran dapat mendorong perilaku

sewenang-wenang legislatif yang lebih unggul dalam akses informasi

dibandingkan rakyat yang berdampak pada kecenderungan legislatif untuk

menyusun anggaran sesuai dengan kepentingan pribadi atau golongannya,

Garamfalvi (1997) menyebut ini sebagai political corruption, yang dalam

proses penyusunan anggaran korupsi dilakukan dengan cara mengalihkan

alokasi sumber daya publik untuk mencapai keuntungan pribadi atau

golongan.

Menurut Nurlan (2008), pelaksanaan otonomi daerah diniliai tidak

hanya dari seberapa besar daerah akan memperoleh dana perimbangan, tetapi

juga dari sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah

mampu memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional,

transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab. Legislatif yang memiliki

kewenangan yang lebih sesuai dengan amanah oleh undang-undang

memunculkan kekuatan yang lebih besar terhadap eksekutif sebagai

pelaksana pembangunan. Pemahaman eksekutif terhadap birokrasi dan

administrasi, serta seluruh aturan dan perundang-undangan yang

melandasinya ditunjang hubungan langsung dengan masyarakat yang telah

berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan penguasaan informasi

eksekutif lebih baik dari pada legislatif (Maria, 2009). Akibatnya, dengan

keunggulan akses yang lebih yang dimilikinya, eksekutif akan berusaha untuk

mempertahankan eksistensinya.

Mauro (1998) menemukan bahwa berkaitan dengan kepentingan

legislatif, maka anggaran akan lebih banyak dialokasikan untuk proyek-

proyek yang mudah dikorupsi.

Hal ini dipertegas oleh Keefer & Khemani (2003) yang menemukan

bahwa pengalokasian anggaran akan lebih banyak diarahkan untuk proyek

infrastruktur karena lebih mudah digunakan sebagai bentuk pemenuhan janji

2

Page 6: akuntansi keprilakuan

legislatif kepada pemilihnya. Karena itu legislatif akan merekomendasi

eksekutif untuk menaikkan alokasi pada sektor-sektor yang mendukung

kepentingannya dan mengusulkan pengurangan alokasi anggaran untuk

pendidikan, kesehatan, dan belanja publik lainya yang tidak bersifat job

programs dan targetable. Preferensi legislatif ini memiliki tiga kemungkinan

konsekuensi pada alokasi anggaran untuk sektor lain, yaitu : (1) mengurangi

alokasi untuk belanja lain apabila jumlah belanja secara keseluruhan tidak

bertambah, (2) tidak merubah alokasi sektor lain jika jumlah belanja

bertambah, atau (3) kombinasi keduanya, yakni alokasi untuk sektor lain

berkurang walaupun jumlah belanja secara keseluruhan bertambah (Abdullah

dan Asmara, 2006).

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumber dana yang

digunakan dalam belanja dan pembiayaan daerah, antara lain berasal dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan yang meliputi Dana

Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil

(DBH).

Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti merasa perlu menggali lebih

jauh mengenai pengaruh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan

terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran khususnya pada

Pemerintah Kota Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik rumusan masalah, yaitu:

1. Apakah perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif

terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran di Kabupaten dan

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan?

2. Apakah perubahanDana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif

terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran di Kabupaten dan

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan?

C. Tujuan Penelitian

3

Page 7: akuntansi keprilakuan

Merujuk pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin

dicapai adalah:

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh perubahan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran di

Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh perubahan Dana Alokasi

Umum (DAU) terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran di

Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun diharapkan penelitian ini memiliki manfaat bagi aspek

maupun pihak terkait, yaitu:

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan

ilmu pengetahuan, terkhusus kajian akuntansi sektor publik terkait dengan

teori agensi..

2. Bagi Pemerintah Kota Makassar

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi

Pemerintah Kota Makassar dalam memahami perilaku oportunistik

penyusun anggaran.

3. Bagi penelitian yang akan datang.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian

terkait di masa yang akan datang, terutama penelitian yang berkaitan

dengan mengenai pengaruh sumber-sumber anggaran ke dalam anggaran

belanja modal.

4

Page 8: akuntansi keprilakuan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Keagenan

Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan menyatakan

bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah persetujuan (kontrak) yang

terjadi antara dua pihak, yaitu antara prinsipal dan agen, dimana prinsipal

memiliki otoritas untuk melimpahkan wewenangnya kepada agen untuk

membuat keputusan atas nama prinsipal. Meskipun teori keagenan

merupakan persetujuan yang terjadi antara dua pihak, namun tidak tertutup

kemungkinan terdapat perbedaan kepentingan antara agen dan principal

sehingga mungkin saja pihak agen tidak memaksimalkan tindakan yang

terbaik untuk kepentingan principal semata. Scott (2000) dalam Bangun

(2009) menyatakan bahwa teori keagenan merupakan bagian dari game

theory yang mempelajari suatu model kontraktual yang memotivasi agen

dalam bertindak bagi prinsipal saat kepentingan agen mungkin saja

berseberangan dengan kepentingan prinsipal. Hubungan antara agen

maupun prinsipal tertuang dalam kontrak kerja yang telah disepakati

sebelumnya, prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban terhadap

pengambilan keputusan kepada agen.

Realitanya, pelimpahan kuasa oleh prinsipal kepada agen tidak

jarang menimbulkan polekmik karena tujuan prinsipal kontradiktif dengan

tujuan pribadi agen. Dengan otoritas yang dimilikinya, manajemen bisa

saja mengambil tindakan untuk kepentingan pribadi dan

mengesampingkan keentingan principal. Hal ini bisa dicetuskan oleh

adanya asimetri informasi (asymmetric information) di mana terdapat

perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak prinsipal dan agen.

Mursalim (2005) dalam Bangun (2009) menyatakan bahwa ketimpangan

informasi yang dimiliki keduanya, di mana pihak agen lebih leluasa dalam

5

Page 9: akuntansi keprilakuan

mengakses informasi sehingga memungkinkan pengambilan tindakan-

tindakan hanya untuk memaksimalkan utilitas golongannya. Sedangkan

bagi prinsipal akan mengalami kesulitan dalam mengontrol dan mengawai

secara efektif tindakan menyimpang yang dilakukan oleh manajemen

karena minimnya informasi bagi mereka.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sumber pembiayaan yang diperoleh pemerintah daerah adalah

PAD yang digunakan dalam membangun infrastruktur daerah. PAD

berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan dan PAD lain-lain yang dianggap sah.

Berangkat dari hal tersebut, masa desentralisasi seperti sekarang ini

menjadi momen yang menuntut pemerintah daerah masing-masing untuk

mengembangkan dan meningkatkan PAD-nya. Hal ini dapat dicapai

dengan memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki yang bertujuan untuk

membiayai segala kegiatan pembangunan infrastruktur maupun sarana dan

prasarana daerah melalui alokasi belanja pada APBD.

3. Dana Alokasi Umum (DAU)

Pembiayaan pemerataan keuangan antar daerah dalam rangka

membiayai kebutuhan pengeluaran pelaksanaan desentralisasi berasal dari

DAU yang merupakan bagian dari APBN. Pengalihan wewenang

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah berimbas pada adanya dana

alokasi umum atau dana perimbangan keuangan. Hal ini menyebabkan

terjadinya transfer yang cukup masiv dalam APBN dari pemerintah pusat

ke pemerintah daerah.

4. Hubungan Keagenan dengan Penganggaran Sektor Publik

Teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi

merupakan akar dari teori keagenan yang mendeskripsikan hubungan

antara prinsipal dan agen, serta susunan kontraktual antara dua atau lebih

6

Page 10: akuntansi keprilakuan

individu, kelompok, ataupun organisasi. Salah satu pihak (principal)

membuat suatu kontrak dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa

agen akan bertindak bekerja sesuai keinginan prinsipal.

Meskipun pemerintah daerah diberikan mandat oleh pemerintah

pusat dalam mengatur sendiri keuangannya, namun pemerintah daerah

maupun pemerintah harus menyadari sepenuhnya bahwa uang yang

dikelola tersebut adalah milik rakyat seutuhnya sehingga harus benar-

benar dimanfaatkan unruk kepentingan rakyat. Merujuk pada hal tersebut,

maka kucuran dana oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah harus

dialokasikan pada sektor-sektor yang concern pada kepentingan publik

yang mendorong pemasukan daerah. Untuk mengawasi kinerja pemerintah

sebagai agent, maka rakyat sebagai principal memberikan amanah kepada

DPR. Teori keagenan dapat menjelaskan hubungan antara prinsipal dan

agen terkait penganggaran sektor publik.

5. Hubungan Keagenan dalam Penyusunan Anggaran Daerah di

Indonesia

Pada awalnya, dalam menyusun APBD, mula-mula dibuat kontrak

kesepakatan antara pihak eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum

APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang selanjutnya akan menjadi

panduan dan pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan

anggaran belanja. Perancangan APBD oleh pihak eksekutif membuat

berlandaskan pada Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon

Anggaran yang kemudian dilimpahkan kepada pihak legislatif untuk

ditelaah dan dibahas secara bersama-sama sebelum dirumuskan menjadi

Peraturan Daerah (Perda). Dalam sudut pandang keagenan, hal tersebut

adalah bentuk kontrak (incomplete contract) yang merupakan senjata bagi

legislatif dalam melakukan pengawasan terhadap eksekutif yang

melakukan pelaksanaan anggaran.

6. Oportunisme Penyusun Anggaran dalam Penganggaran

7

Page 11: akuntansi keprilakuan

Menurut Garamvalvi (1997) politisi menggunakan pengaruh dan

kekuasaan yang ada pada mereka untuk menentukan alokasi sumberdaya,

yang akan memberikan keuntungan pribadi bagi mereka. Karena itu

mereka akan memanfaatkan posisinya untuk memperoleh rente. Persoalan

akan semakin parah saat tidak ada institusi formal yang berfungsi

mengawasi kinerja legislatif.

Martinez-Vasquez et al. (2006) menyatakan bahwa political

corruption terjadi ketika politisi atau birokrat tingkat atas memanfaatkan

kedudukan mereka demi keuntungan pribadi, ataupun kalangan dekat

mereka. Misalnya, dengan mengalokasikan belanja untuk barang-barang

khusus dan berteknologi tinggi karena merupakan belanja yang mudah

dikorupsi sebab tidak banyak orang yang memahami barang tersebut

(Mauro, 1998).

Insentif korupsi dalam sisi belanja anggaran pemerintah menurut

Martinez-Vazquez et al. (2006) adalah kurangnya standar etika dan moral,

kemungkinan terdeteksi yang rendah, pengawasan dan sanksi yang lemah,

atau ketidak cukupan gaji dan insentif lainnya. Dikatakan pula seorang

politisi yang berpengaruh cenderung mendukung proyek tertentu bukan

karena prioritas atas kegiatan tersebut, tetapi karena suap yang akan

diperoleh atau keuntungan untuk dirinya sendiri.

Hasil penelitian Tanzi & Davoodi (1997) juga memberi bukti

tentang perilaku oportunistik politisi dalam pembuatan keputusan investasi

publik. Karena keputusan untuk alokasi belanja modal berpotensi

mendatangkan keuntungan, para politisi membuat keputusan-keputusan

terkait dengan (1) besaran anggaran investasi publik, (2) komposisi

anggaran investasi publik tersebut, (3) pemilihan proyek-proyek khusus

dan alokasinya, dan (4) besaran rancangan setiap proyek investasi publik.

Keputusan tersebut terkait dengan pemberian kontrak kepada pihak luar,

yang dapat menghasilkan aliran rente berupa komisi. Padahal seharusnya

legislatif membela kepentingan masyarakat yang diwakilinya dengan

mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan masayarakat dalam

8

Page 12: akuntansi keprilakuan

pengalokasian anggaran. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa

pendidikan

dan kesehatan merupakan bentuk pelayanan publik yang paling mendasar

dan karenanya menjadi fokus utama pembelaan legislatif di pemerintahan.

Namun, belanja untuk pendidikan dan kesehatan bukanlah area yang dapat

memberikan peluang untuk korupsi sehingga anggaran pendidikan,

kesehatan, dan sosial akan diperkecil (Mauro,1998).

Studi Mauro (1998) menunjukkan bahwa jenis-jenis belanja

pemerintah membuka peluang untuk lucrative opportunities, karena itu

akan dipilih belanja barang atau pelayanan untuk program-program dan

kegiatan yang sulit untuk dimonitor orang lain. Hasil penelitian ini

menguatkan hasil penelitian Tanzi & Davoodi (1997) yang

mengemukakan bahwa untuk investasi publik lebih disukai legislatif

karena dapat memberikan komisi lebih besar dari pada belanja untuk

pelayanan sosial, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kata lain preferensi

legislatif mengarah pada alokasi belanja yang dapat memberikan rente

lebih besar dan memiliki dampak politik jangka panjang.

Kecenderungan legislatif memiliki preferensi atas alokasi yang

mengandung lucrative opportunities, mendorong legislatif untuk

merekomendasi eksekutif agar menaikkan alokasi pada sektor-sektor yang

mendukung kepentingannya ataupun yang akan mendatangkan keuntungan

pada jangka panjang misalnya berkaitan dengan kepentingan pemilihan

legislatif yang akan datang, dan cenderung mengusulkan pengurangan atas

alokasi untuk pendidikan, kesehatan, dan belanja publik lainnya yang tidak

bersifat job programs dan targetable. Preferensi legislatif ini memiliki 3

(tiga) kemungkinan konsekuensi pada alokasi untuk belanja sektor lain,

yakni: (1) mengurangi alokasi untuk belanja lain apabila jumlah belanja

secara keseluruhan tidak bertambah; (2) tidak merubah alokasi belanja

sektor lain jika jumlah belanja secara keseluruhan bertambah; atau (3)

kombinasi keduanya, yakni alokasi belanja untuk sektor lain berkurang

9

Page 13: akuntansi keprilakuan

walaupun jumlah belanja secara keseluruhan bertambah (Abdullah dan

Asmara, 2006).

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Judul

Penelitian

Peneliti Variabel Hasil

Pengaruh

PAD, DAU,

DAK, dan

DBH

Terhadap

Pengalokasian

Belanja

Modal

Arbie

Gugus

Wandira

(2013)

Variabel

Dependen:

Belanja

Modal

Variabel

Independen:

PAD, DAU,

DAK, DBH

1. Tidak terdapat pengaruh

yang signifikan antara

variabel PAD terhadap

Belanja Modal.

2. Terdapat pengaruh

negatif yang signifikan

antara variabel DAU

terhadap Belanja Modal.

3. Terdapat pengaruh yang

signifikan antara variabel

DAK terhadap Belanja

Modal.

4. Terdapat pengaruh yang

signifikan antara variabel

DBH terhadap Belanja

Modal.

5. Secara simultan variabel

PAD, DAU, DAK dan

DBH berpengaruh

signifikan terhadap

Belanja Modal.

Perilaku

Oportunistik

Legislatif

Abdullah

Dan

Asmara

Variabel

dependen:

Perilaku

Persamaan regresi satu dan

dua menunjukkan bahwa

perubahan Pendapatan Asli

10

Page 14: akuntansi keprilakuan

Dalam

Penganggaran

Daerah: Bukti

Empiris atas

Aplikasi

Agency

Theory di

Sektor

Publik

(2006) oportunistik

legislatif

dalam

penganggaran.

Variabel

independen:

Pendapatan

Asli Daerah

(PAD)

Vaiabel

kontrol:

jenis dan letak

pemerintah

daerah.

Daerah (PAD) berpengaruh

signifikan terhadap perilaku

oportunistik legislatif pada

derajat sigifikansi 5%.

Pengaruh

Pertumbuhan

Ekonomi,

Pendapatan

Asli Daerah,

dan Dana

alokasi umum

terhadap

pengalokasian

belanja modal

Darwanto

dan Yulia

Mustikasari

(2007)

Variabel

Dependen:

Belanja

modal.

Variabel

Independen:

pertubuhan

ekonomi,

pendapatan

asli daerah,

dana alokasi

umum.

Variabel pertumbuhan

ekonomi, pendapatan asli

daerah, dan dana alokasi

umum berpengaruh

signifikan terhadap variabel

belanja modal.

Perilaku

Oportunistik

Legislatif

Dalam

Penganggaran

Florensia

Theresia

Maria

(2009)

Variabel

Dependen:

Perilaku

oportunistik

legislatif

Pendapatan Asli Daerah

(PAD) dan Sisa Lebih

Perhitungan Anggaran

(SiLPA) berpengaruh

signifikan terhadap perilaku

11

Page 15: akuntansi keprilakuan

Daerah: Bukti

Empiris atas

Aplikasi

Agency

Theory di

Sektor Publik

Variabel

Independen:

Pendapatan

Asli Daerah

(PAD) dan

Sisa Lebih

Perhitungan

Anggaran

(SiLPA)

oportunistik legislatif.

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang dapat disimpulkan sesuai dengan kerangka

pemikiran yang disajikan sebelumnya, adalah sebagai berikut:

H1: Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap perilaku

oportunistik penyusun anggaran di Pemerintah Kota Makassar.

12

Pendapatan Asli Daerah (PAD

Dana Alokasi Umum (DAU)

Perilaku Oportunistik

Penyusun Anggaran

Page 16: akuntansi keprilakuan

H2: Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap perilaku

oportunistik penyusun anggaran di Pemerintah Kota Makassar.

13

Page 17: akuntansi keprilakuan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah penarikan batasan yang menjelaskan

alur pikir dalam penelitian.

a. Variabel Terikat

Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel

yang bergantung dan tidak dapat lepas dari variabel bebas karena

dipengaruhi oleh variabel bebas itu sendiri. Variabel terikat dalam

penelitian ini, yaitu Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

(OPA).

1) Perilaku oportunistik yaitu perilaku yang berusaha mencapai

keinginan dengan segala cara bahkan dengan cara yang ilegal

sekalipun, dapat menyebabkan hubungan prinsipal-agen yang

terjadi dalam suatu kontrak akhirnya mengarah pada terjadinya

adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral

hazard (penyalahgunaan wewenang).

b. Variabel Bebas

Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang

menjadi impresi dan dapat mengubah variabel terikat. Variabel bebas

dalam penelitian ini, yaitu dana perimbangan.

1) Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pembiayaan yang

diperoleh pemerintah daerah dan digunakan dalam membangun

infrastruktur daerah.

2) Dana Alokasi Umum merupakan sumber pembiayaan yang

berasal dari APBN untuk pemerataan keuangan antar daerah

dalam rangka membiayai kebutuhan pengeluaran pelaksanaan

desentralisasi.

14

Page 18: akuntansi keprilakuan

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penarikan batasan yang lebih

menjelaskan ciri-ciri spesifik yang substantif yang mengarahkan pada

pengumpulan, pengolahan, dan analisis data.

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari

sumber ekonomi asli daerah. Cara mengukur PAD adalah dengan

menggunakan perubahan PAD adalah perubahan naik atau turunnya

PAD dari APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1)

(Maria, 2009).

b. Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari

APBN untuk pemerataan keuangan antar daerah dalam rangka

membiayai kebutuhan pengeluaran pelaksanaan desentralisasi. Cara

mengukur DAU adalah dengan menggunakan perubahan DAU

adalah perubahan naik atau turunnya DAU dari APBD tahun

berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1) (Maria, 2009)

c. Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

Perilaku oportunistik yaitu perilaku yang berusaha mencapai

keinginan dengan segala cara bahkan dengan cara yang ilegal

sekalipun, dapat menyebabkan hubungan prinsipal-agen yang terjadi

dalam suatu kontrak akhirnya mengarah pada terjadinya adverse

selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard

(penyalahgunaan wewenang). Ada dua tahap pengukuran OPA, yaitu

(Abdullah dan Asmara, 2006):

1) Menghitung spread anggaran pendidikan (Pdk), spread

anggaran kesehatan (Kes), spread anggaran pekerjaan umum

(PU), spread anggaran belanja pegawai tidak langsung

(Peg). Perhitungan spread () = APBD tahun berjalan (t) –

APBD tahun sebelumnya (t-1)

15

Page 19: akuntansi keprilakuan

2) Mengakumulasikan spread anggaran pendidikan (Pdk),

spread anggaran kesehatan (Kes), spread anggaran pekerjaan

umum (PU), spread anggaran belanja pegawai tidak langsung

(Peg). Perhitungan OPA = Pdk + Kes + PU + Peg

Keterangan:

Pdk : perubahan turun atau berkurangnya anggaran bidang

pendidikan

Kes : perubahan turun atau berkurangnya anggaran bidang

kesehatan

PU : perubahan meningkatnya anggaran bidang pekerjaan

umum (infrastruktur)

Peg : perubahan meningkatnya anggaran belanja pegawai

tidak langsung.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Kabupaten / Kota di Provinsi

Sulawesi Selatan yang meliputi:

Kab. BantaengKab. BarruKab. BoneKab. BulukumbaKab. EnrekangKab. GowaKab. JenepontoKab. LuwuKab. Luwu UtaraKab. MarosKab. Pangkajene dan KepulauanKab. PinrangKab. SelayarKab. Sidenreng RappangKab. SinjaiKab. SoppengKab. TakalarKab. Tana Toraja

16

Page 20: akuntansi keprilakuan

Kab. WajoKota Pare-PareKota MakassarKota PalopoKab. Luwu Timur

C. Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa Laporan

APBD dan Laporan APBD berdasarkan Urusan Kabupaten / Kota di Provinsi

Sulawesi Selatan Tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2012, 2013, dan 2014 yang

terdiri dari data PAD, DAU dan spread anggaran belanja.

D. Metode Pengumpulan Data

Untuk kebutuhan penelitian ini, data dan infotmasi yang digunakan

dalam penelitian ini diperoleh dengan cara:

1. Studi Kepustakaan

Dengan mengumpulkan literatur terkait teori agensi yang

bersumber dari buku-buku, jurnal-jurnal imiah, dan hasil penelitian

terdahulu. Selain itu, data APBD Kabupaten / Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2012, 2013, dan 2014 yang

diambil dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan.

2. Deskriptif Kualitatif

Yaitu dengan menganalisis, mengolah data serta menjelaskan

sesuai dengan data yang diperoleh.

E. Metode Analisis Data

Analisis data adalah kegiatan yang memproses dan menganalisa data

yang telah terkumpul sebelumnya. Dalam penelitian ini, terdapat tiga tahapan

dalam menganilis data, yaitu Uji Regresi Linier Berganda.

1. Uji Regresi Linier Berganda

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, dan hipotesis dari

penelitian metode regresi linier berganda antara variabel dependen, yaitu

17

Page 21: akuntansi keprilakuan

perilaku oportunistik penyusun anggaran, dengan variabel independen,

yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU),

maka hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut:

Y = α + b1X1 + b2X2 + e

Keterangan:

Y = Variabel Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

b1X1 = Variabel Pendapatan Asli Daerah

b2X2 = Variabel Dana Alokasi Umum

18

Page 22: akuntansi keprilakuan

BAB IV

HASIL DAN ANALIS

A. Statistik Deskriptif

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 23 Kabupaten dan Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan. Deskripsi data di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut. Nilai perubahan PAD (PPAD) terkecil adalah (Rp 116.000.000) dan

terbesar Rp 58.048.000.000 dengan rata-rata sebesar Rp 8.282.000.000 dan

simpangan baku sebesar Rp 11.917.000.000. Nilai perubahan DAU terkecil

adalah (Rp 2.452.000.000) dan terbesar adalah Rp 45.732.000.000 dengan

rata-rata sebesar Rp 27.800.000.000 dan simpangan baku sebesar Rp

9.716.000.000. Sedangkan untuk OPA, nilai minimum adalah (Rp

332.000.000) dan maksimum adalah Rp 167.744.000.000 dengan rata-rata

sebesar Rp 71.100.000.000 dan simpangan baku sebesar Rp 34.950.000.000.

B. Analisis Regresi

19

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

OPA 23 -332 167744 71100 34950.383

PPAD 23 -116 58048 8281.77 11916.711

PDAU 23 -2452 45732 27800 9716.029

Valid N (listwise) 23

Page 23: akuntansi keprilakuan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 15908.949 15011.671 1.060 .302

PPAD 1.390 .468 .474 2.971 .008

PDAU 1.570 .574 .436 2.736 .013

a. Dependent Variable: OPA

Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Y = α + b1X1 + b2X2 + e

Y = 15908.949 + 1390X1 + 1570X2

Persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa PAD (PPAD) dan

DAU (PDAU) berpengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik

penyusun anggaran (OPA), PAD (PPAD) pada tingkat signifikansi 0,8% dan

DAU (PDAU) pad tingkat signifikansi 1%.

Koefisien regresi pada variabel independen PPAD sebesar 1390

menunjukkan bahwa setiap perubahanPAD sebesar Rp 1 akan menyebabkan

perubahan pengalokasian pada anggaran pendidikan, kesehatan, pekerjaan

umum, dan belanja pegawai sebesar Rp 1.390.000.000 yang berarti

penurunan pada pengalokasian anggaran pendidikan dan kesehatan dan

peningkatan pada pengalokasian anggaran pekerjaan umum (infrastruktur)

dan belanja pegawai tidak langsung.

Koefisien regresi pada variabel independen PDAU sebesar 1570

menunjukkan bahwa setiap perubahan DAU sebesar Rp 1 akan menyebabkan

perubahan pengalokasian pada anggaran pendidikan, kesehatan, pekerjaan

umum, dan belanja pegawai sebesar Rp 1.570.000.000 yang berarti

penurunan pada pengalokasian anggaran pendidikan dan kesehatan dan

peningkatan pada pengalokasian anggaran pekerjaan umum (infrastruktur)

dan belanja pegawai tidak langsung.

BAB V

20

Page 24: akuntansi keprilakuan

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan PAD

dan DAU berpengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun

anggaran pada Kabupatan / Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 25: akuntansi keprilakuan

http://daenggassing.com/2014/01/09/makassar-dan-ekonomi-yang-tumbuh/

https://devionyit.wordpress.com/2012/09/18/variabel-bebas-terikat-dan-kontrol/

http://eprints.undip.ac.id/26741/1/Skripsi_Full_Text%28_r%29.pdf

http://eprints.undip.ac.id/29461/1/Skripsi003.pdf

http://eprints.undip.ac.id/29478/1/Skripsi001.pdf

http://id.scribd.com/doc/135088334/Laporan-Realisasi-Anggaran-Kota-Makassar-

2012#scribd

http://jaasyahputra.blogspot.com/2012/10/pengertian-variabel-jenis-jenis-

variable.html

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/aaj/article/view/1158/1137

https://sdoriza.wordpress.com/2010/04/02/definisi-konseptual-variabel-definisi-

operasional-variabel/

http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=479

http://www.slideshare.net/metrosanita/dana-alokasi-khusus-dak

22