akuntansi inflasi 1
DESCRIPTION
mnjelaskan tentang akuntasi inflasiTRANSCRIPT
2.1 Pengertian Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu)
berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain,
inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses
dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap
tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga
digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling
sering digunakan adalahCPI dan GDP Deflator.
2.1.1 Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya produksi.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang
berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap
barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor
produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu
perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input)
sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya
biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan
upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga
barang-barang.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa
Tuntutan kenaikan upah dari pekerja. Kenaikan harga barang impor Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
o Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998. akibatnya angka inflasi mencapai 70%.
2.1.2 Penggolongan Inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam
negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi
akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan
gagalnya pasaryang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari
luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa
terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan
harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi
tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara
umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila
serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan
meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus
merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
2.1.3 Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga.
Indeks harga tersebut di antaranya:
Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI). Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang
yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
Indeks harga barang-barang modal Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang
produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
2.1.4 Dampak Inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila
inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah
untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah,
yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau
dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau
mengadakaninvestasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima
pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan
kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin
merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh
seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli
uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan
keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga
halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin
menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai
uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit
berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat
pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam.
Sebaliknya,kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai
uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada
kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan
produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya
biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk
meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu.
Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut
(biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong
kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan
pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya
tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
2.2 Perubahan dari Konsep Stable Monetary Unit
Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang menyatakan bahwa
kesatuan moneter itu dianggap stabil. Nilai uang yang ditetapkan dari pos-pos laporan keuangan,
misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai
uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada
perubahan (Harahap,2001). Padahal dimana saja didunia ini kita tidak pernah mendengar ada
valuta yang memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana nilai tukarnya atau
daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar atau daya belinya justru menurun
(inflasi). Di Indonesia pada tahun 1965 tertinggi sampai 650 %, pada tahun 1999 saja tingkat
inflasi di Indonesia mencapai 9,35%. Ini menunjukkan bahwa prinsipStable Monetary Unit hanya
dalam asumsi tidak pernah ditemukan dalam kenyataan. Prinssip ini adalah untuk memudahkan
perumusan teori dan asumsi akuntansi keuangan.
Permasalahan diatas memunculkan sebuah kritik yang menyatakan informasi yang disajikan
laporan keuangan pada masa inflasi justru sia-sia karena nilai-nilai yang terdapat didalamnya tidak
relevan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Dari permasalahan tersebut muncul usulan yang
moderat yang artinya kita masih bisa menggunakan historical cost accounting, tetapi harus dibuat
informasi atau laporan suplemen yang memuat dampak inflasi itu terhadap laporan keuangan,
selain itu terdapat usulan lain yaitu menggunakan akuntansi inflasi.
Akuntansi inflasi ini berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang memuat dampak dari inflasi
atau penurunan nilai beli uang itu pada laporan keuangan sehingga laporan. keuangan
menunjukkan satuan mata uang pada tingkat harga yang berlaku saat itu bukan lagi harga historis.
2.3 Akuntansi Inflasi
Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba.
Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relavan yang digambarkan oleh
laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang terdapat dalam laporan keuangan.
Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflasi agar lebih relevan dapat digunakan
beberapa metode, yaitu :
1. General Price Level
Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost disesuaikan dengan perubahan
tingkat harga sehingga pada masa inflasi GPL ini lebih besar daripada nilai historical cost.
Keuntungan GPL adalah sebagai berikut :
Dapat menjelaskan pengaruh inflasi pada perusahaan Dapat meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode
o Membantu pemakai laporan menilai arus kas dimasa yang akan datang secara lebih baik
o Memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung dari angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.
Kelemahan GPL adalah sebagai berikut :
Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa disamaratakan
GPL tidak bermakna bagi perusahaan Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas Rasio itu adalah indikator mentah
1. Current Cost Accounting
Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar konsep CCA
ini. Menurut merka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasikan
sumber-sumber ekonomi yang ada. Berikut ini adalah beberapa bentuk current cost :
Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva nonmoneter, sepertinya persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan menurut nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai. Penyusutan dihitung berdasarkan pada nilai ganti itu. Pada masa inflasi sering terjadi backlog depreciation atau penyusutan yang bersaldo negatif. Dalam penyajiannya hutang ini harus disajikan nilai diskontonya. Pada masa inflasi nilai dari replacement value ini lebih besar dari general price level.
Metode ini dikritik dalam hal :
Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang timbul tidak didasarkan pada transaksi yang sebenarnya.
Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba rugi (misalnya penyusutan dan harga pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical cost. Akhirnya income akan lebih tinggi dari historical cost.
Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini, karena hanya untuk aktiva tertentu. Oleh karenanya metode replacement cost ini dianggap bukan merupakan metode akuntansi inflasi
Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.
Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling mudah diterapkan
dalam akuntansi inflasi.
Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan replacement cost ini. Disini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu dibuat atau diduplikasi seperti
barang yang dimiliki itu tanpa melihat perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.
Net Realizable Value
Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva dijual sekarang.
Namun, harga ini didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip going concern sehingga
menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu metode current market value ini adalah net realizable
value.
NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa inflasi nilai dari net
relizable value ini lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin menjual
barangnya tanpa mengharapkan laba marjin general price level. Penyusutan dalam metode ini
dihitung berdasarkan perbedaan antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada
akhir periode.
Selling Price
Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan
keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih besar daripada net realizable value
dan metode lain yang disebut sebelumnya.
Expected value
Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar atau lebih kecil
dibanding dengan metode lain karena expected value ini merupakan gambaran dari present value
kas di masa yang akan datang.
2.4 Monetary Non-Monetary Items
Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetap
misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang angka dan jumlah nilai uangnya yang
tetap itulah yang akan ditagih, dibayar di masa yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini
adalah nilai historis dan nanti nilai net realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena
nilainya itu juga menggambarkan nilai sekarang (current value) untuk aktiva jenis ini tidak perlu
disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai yang diharapkan ditagih (expected
value) di masa yang akan datang.
Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak
perjanjian. Dalam metode historical cost ini digambarkan sebagai old cost bukan nilai sekarang.
Dalam metode current value harga baru itu yang dicoba digambarkan dengan harga sekarang.
2.5 Model Akuntansi
Ada tiga model akuntansi yang berbeda, yaitu :
1. Historical Cost Accounting2. Replacement Cost Accounting3. Net Realizable Value Accounting
2.5.1 Atribut yang Akan Dinilai
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah uang atau kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan aktiva atau membayar sejumlah hutang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul dari perolehan aktiva itu.
Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah uang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang yang akan dibebankan untuk memperolah aktiva tersebut.
Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau sejinsnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk membayar kembali hutang.
Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :
Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini (replacement cost dan net realizable value), dan masa yang akan datang (present value).
Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan transaksi perolehan atau pembebanan hutang, net realizable value dan present value menyangkut penjualan aset dan pembayaran hutang.
Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang sebenarnya, present value berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan replacement cost dan net realizable value didasarkan pada kejadian yang sifatnya hipotesis (anggapan).
2.5.2 Unit Measure
Ada dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut :
Unit Moneter (Uang)
Dalam model ini yang menjadi unit pengukuran adalah unit uang.
Unit Daya Beli (Purchasing Power)
Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu berbeda apabila
waktunya berbeda.
2.6 Penilaian dan Perbandingan terhadap Model Akuntansi
Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut, model Present Value
sengaja tidak diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai berikut.
1. Sukarnya menaksir penerimaan kas di masa yang akan datang.2. Pemilihan tingkat diskonto yang sangat bervariasi3. Alokasi arbitrer dari taksoran arus kas dalam menilai aset4. Alokasi arbitrer dan taksiran arus kas dari masing-masing aktiva secara individual
Dalam menilai dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar penilaian adalah.
1. Kesalahan yang timbul akibat masalah waktu (timing error)
Timing error timbul akibat perubahan nilai yang terjadi dalam suatu periode tertentu, tetapi
dicatat, diperhitungkan, dan dilaporkan pada periode yang lain.
1. Kesalahan akibat alat ukur ( measuring unit errors)
Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laporan keuangan tidak disajikan dengan
menggunakan dan mempertimbangkan tenaga beli dari mata uang tersebut.
1. Kesulitan dalam penafsiran (interpretability)
Laporan keuangan harus dipahami tanpa salah pengertian. Dalam menafsirkan laporan keuangan
kita harus memahami masalah pengertian dan penggunaanya. Dengan perkataan lain, agar model
akuntansi dapat dipahami maka kita harus menggunakan rumus :
“Jika…………………, maka………………….” atau (if……….them).
Dengan rumus ini maka para pembaca lapoiran keuangan akan memahami arti serta kegunaanya.
Akuntansi memiliki alat ukur yang menghasilkan ukuran tertentu, misalnya model akuntansi yang
menggunakan unit sebagai alat ukur berarti hasilnya adalah bahwa itu dinyatakan dalam jumlah
rupiah (Number of Dollars = NOD).
Demikian juga jika kita gunakan konsep Historical Cost dengan “ukuran tenaga beli umum”, akan
tetap menghasilkan jumlah rupiah (Number of Dollars). Sementara itu, apabila konsep Current
Value yang diukur dengan tenaga beli umum, akan menghasilkan ukuran barang atau Command of
Goods (COG)
1. Relevansi
Informasi akuntansi harus relevan artinya harus bermanfaat bagi pemakainya khususnya untuk
digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Namun, karena model akuntansi yang ada masih
memiliki makna yang masih kabur seperti masalah NOD dan COG tadi, sulit bagi pembaca
menjadikan informasi akuntansi itu relevan tanpa menguasai ilmu akuntansi lebih mendalam.
2.7 Ilustrasi Beberapa Alternatif Model Akuntansi
Untuk memberikan gambaranyang jelas antara beberapa alternative model akuntansi ini kita
misalkan PT Sipangko Jaya yang didirikan pada tanggal 21 Maret 2005 akan memasarkan produk
baru yang disebut ESTIMA. Mdal berjumlah Rp 30.000,-, utangnya Rp 30.000,-, dengan bunga 10
%. Pada tanggal 1 Januari PT Sipangko Jaya memulai kegiatannya dengan membeli 6.000 unit
ESTIMA dengan harga Rp 10,- per unit. Pada tanggal 1 Mei perusahaan menjual 5.000 unit dengan
harga Rp 15,- per unit.
Sementara itu, perubahan tingkat harga selama tahun 2005 adalah sebagai berikut:
Januari 1 Mei 1 Desember 1Replacement Cost 10 12 13Net Realizable Value – 15 17General Price Level Index 100 130 156
1. 1. Alternatif dengan Melihat Sudut “Unit of Money”
Alternatif yang kita bahas disini adalah menyangkut kesalahan yang timbul karena waktu. Untuk
itu, model yang akan kita bahas adalah:
1. Historical Cost Accounting
2. Replacement Cost Accounting1. Net Realizable Value Accounting
Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi untuk ketiga model itu adalah sebagai berikut:
PT Sipangko Jaya
Laporan Laba Rugi
Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2005
Keterangan Historical Replacement Net Realizable
Cost Value Value
Hasil 75.000 92.000
Harga Poko Penjualan 50.000 60.000 73.000
Laba Kotor 25.000 15.000 19.000
Bunga 10% 3.000 3.000 3.000
Laba Operasi 22.000 12.000 16.000
Realisasi holding gain and loss sudah termasuk 10.000 10.000
Holding gain and loss yang tidak dihitung 3.000 3.000
Tidak direalisasi
General Price level gain tidak dihitung tidak dihitung tidak dihitung
and loss
Laba bersih 22.000 25.000 29.00
PT Sipangko Jaya
Neraca
31 Desember 2005
Keterangan Historical Reolacement Net Realizable
Cost Value Value
Harta
Kas 72.000 72.000 72.000
Persediaan 10.000 13.000 17.000
Total Harta 82.000 85.000 89.000
Utang & Modal
Kewajiban 30.000 30.000 30.000
Modal :
Modal Saham 30.000 30.000 30.000
Laba ditahan
Realisasi 22.000 22.000 22.000
Belum realisasi – 3.000 7.000
Total laba ditahan 22.000 25.000 29.000
Total Modal Setor 52.000 55.000 59.000
Total Utang & Modal 82.000 85.000 89.000
Analisis perbedaan akibat waktu
Total Laba HC RC NRVLaba yang dilaporkan
Kesalahan Laba yang dilaporkan
Kesalahan Laba yang dilaporkan
Kesalahan
29.000 22.000 7.000 25.000 4.000 29.000 0
1. 2. Alternatif Dengan Menggunakan Model Akuntansi yang Diukur Dengan Unit Tenaga Beli Umum
Dalam model ini yang kita bahas adalah:
1. General Price Level Adjusted Historical Accounting2. General Price Level Adjusted Replacement Cost Accounting3. General Price Level Adjusted Net Realizable Value Accounting
PT Sipangko Jaya
Laporan Laba Rugi
Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2005
Keterangan GPLA
HC
GPLA
RC
GPLA
NRVAHasil 90.000 90.000 107.000
Harga Pokok Penjualan 78.000 72.000 85.000Laba Kotor
Bunga 10%
12.000
3.000
18.000
3.000
22.000
3.000Laba Operasi
Real Realized Holding Gain and Loss
Real Unrealized Holding Gain and
Loss
General Price Level Gain and Loss
9.000
termasuk
tidak dihitung
1.800
15.000
(6.000)
(2.600)
1.800
19.000
(6.000)
(2.600)
1.800
Laba Bersih 10.800 8.200 12.200
PT Sipangko Jaya
Neraca Menurut General Price Level
Per 31 desember 2005
Keterangan GPL
HC
GPL
RC
GPL
NRVAAktiva:
Kas
Persediaan
72.000
15.600
72.000
13.000
72.000
17.000
Total Aktiva
Pasiva:
Obligasi
Modal
Laba Ditahan:
Realized
Unrealized
Laba/Rugi GPL
87.60030.000
46.800
9.000
(0)
1.800
85.00030.000
46.800
9.000
(2.600)
1.800
89.00030.000
46.800
9.000
1.400
1.800
Total Pasiva 87.600 85.000 89.000
Perhitungan Laba/Rugi General Price Level
Keterangan Belum Faktur Setelah
Di Adjust Konversi di Adjust
Net Monetary Asset
Tanggal 1 Januari 2005: 30.000 156/100 46.800
Ditambah:
Monetary Receipts 75.000 156/30 90.000
105.000 136.800
Dikurangi:
Monetary Payments 60.000 156/100 93.600
Bunga (10%) 3.000 156/156 3.000
63.000 96.600
Net 42.000 40.200
Net Monetary Asset 31-12-2005 40.200
Actual Monetary Asset per 31-12-2005 42.000
Laba Akibat General Price Level 1.800
Analisis Tipe Kesalahan Masing-masing Model
No Accounting Model
Timing error
Measureng-Unit Error
Interpretation
RelevanceOperating Profit
Holding Gains
NOD
(Number of
dollars)
COG
(Command of
Goods)1 Historical-cost accounting Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak
2 Replacement-cost Ya Hilang Ya
Ya
Laba Rugi
Ya
Harta
Ya
Harta
3 Net-realizable-value accounting Hilang Hilang Ya
Ya
Laba Rugi
dan Utang
Ya
Aktiva Moneter
dan Utang
Aktiva Moneter
4General price-level-adjusted historical cost accounting
Ya Ya Hilang Ya Ya Ya
5General Price-level-adjusted replacement-cost accounting
Ya Hilang Hilang Hilang Ya Ya
6General Price-level-adjusted net-realizable-value accounting
Hilang Hilang Hilang Hilang Ya