aktivitas public relations dalam rangka membina

19
AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA HUBUNGAN BAIK DENGAN MEDIA MASSA Oleh: Lena Satlita Abstrak Media massa/pers memiliki kekuatan untuk mempengaruhi opini khalayak dan menimbulkan citra positif/negatif pihak-pihak yang diberitakannya. Karena peran media massa yang besar bagi keberlangsungan suatu institusi, tidak selayaknya lagi ada institusi yang menutup diri dari media massa. Dengan memahami prinsip-prinsip hubungan media massa akan berdampak sangat positif sebab di era keterbukaan, era informasi, mereka yang mampu menguasai informasi dan media massa bakal menjadi pemenang dalam setiap persaingan. Setiap institusi perlu mengoptimalkan fungsi dan peran public relation (humas) nya dalam membina hubungan baik dengan media massa, agar tidak menjadi sasaran tembak media massa tetapi mampu memanfaatkan media massa untuk membangun reputasinya. Melalui berbagai aktivitas kehumasan yang terencana, hubungan baik dengan media massa akan terjalin dengan baik dan menguntungkan kedua belah pihak. A. Pendahuluan Pada zaman modern sekarang ini, peranan media massa/pers (termasuk radio dan televisi) yang begitu ampuh dalam penyebarluasan informasi tidak mungkin diabaikan oleh organisasi/institusi/lembaga/perusahaan apapun. Sifat keserempakan yang menjadi ciri media massa, memungkinkan publik/ khalayak yang jumlahnya ratusan ribu, bahkan jutaan pada saat yang sama secara bersama-sama memperhatikan suatu pesan yang disampaikan oleh media massa. Karena dikonsumsi oleh massa yang amat heterogen, pers pun mampu membentuk opini khalayak dan menimbulkan citra pihak-pihak yang diberitakannya. Opini dan citra khalayak yang muncul bisa sangat positif, tetapi bisa pula sangat negatif. Citra positif muncul karena isi pesan yang positif sehingga membentuk persepsi positif khalayak sedangkan citra negatif muncul karena pesan yang muncul pun negatif. Citra dari opini yang muncul tidak bisa diabaikan begitu saja, karena opini yang terbentuk bisa berbeda dengan

Upload: dangnhan

Post on 09-Dec-2016

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

HUBUNGAN BAIK DENGAN MEDIA MASSA

Oleh:

Lena Satlita

Abstrak

Media massa/pers memiliki kekuatan untuk mempengaruhi opini khalayak dan

menimbulkan citra positif/negatif pihak-pihak yang diberitakannya. Karena peran

media massa yang besar bagi keberlangsungan suatu institusi, tidak selayaknya lagi

ada institusi yang menutup diri dari media massa. Dengan memahami prinsip-prinsip

hubungan media massa akan berdampak sangat positif sebab di era keterbukaan, era

informasi, mereka yang mampu menguasai informasi dan media massa bakal menjadi

pemenang dalam setiap persaingan. Setiap institusi perlu mengoptimalkan fungsi dan

peran public relation (humas) nya dalam membina hubungan baik dengan media

massa, agar tidak menjadi sasaran tembak media massa tetapi mampu memanfaatkan

media massa untuk membangun reputasinya. Melalui berbagai aktivitas kehumasan

yang terencana, hubungan baik dengan media massa akan terjalin dengan baik dan

menguntungkan kedua belah pihak.

A. Pendahuluan

Pada zaman modern sekarang ini, peranan media massa/pers (termasuk radio

dan televisi) yang begitu ampuh dalam penyebarluasan informasi tidak mungkin

diabaikan oleh organisasi/institusi/lembaga/perusahaan apapun. Sifat keserempakan

yang menjadi ciri media massa, memungkinkan publik/ khalayak yang jumlahnya

ratusan ribu, bahkan jutaan pada saat yang sama secara bersama-sama memperhatikan

suatu pesan yang disampaikan oleh media massa. Karena dikonsumsi oleh massa

yang amat heterogen, pers pun mampu membentuk opini khalayak dan menimbulkan

citra pihak-pihak yang diberitakannya. Opini dan citra khalayak yang muncul bisa

sangat positif, tetapi bisa pula sangat negatif. Citra positif muncul karena isi pesan

yang positif sehingga membentuk persepsi positif khalayak sedangkan citra negatif

muncul karena pesan yang muncul pun negatif. Citra dari opini yang muncul tidak

bisa diabaikan begitu saja, karena opini yang terbentuk bisa berbeda dengan

Page 2: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

kenyataan yang ada. Apa yang sudah dibangun dengan baik, dapat seketika runtuh

karena perantaraan media. Karena memiliki kekuatan untuk mempengaruhi opini

publik, media massa dinegara-negara maju, sudah dianggap sebagai kekuatan ke

empat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif (Abdullah, 2000:4).

Sejalan dengan arus reformasi, wajah pers Indonesia kini sungguh lain dengan

pers Indonesia sebelumnya. Selain dari sisi kebebasan berekspresi, makin kritisnya

insan pers, jumlah penerbitan pers pun meningkat secara drastis. Fungsi kontrol

media massa yang pada masa lalu tidak jalan, kini di jamin pemerintah. Konsekuensi

dari kondisi ini, maka tidak tertutup kemungkinan siapapun (organisasi maupun

individu), bakal menjadi sasaran tembak media massa. Banyak pihak-pihak

(perusahaan, instansi pemerintah, pejabat, artis, dll) yang menjadi bulan-bulanan

pemberitaaan media massa karena perusahaan tersebut atau pejabat tertentu terlibat

korupsi, terjadi pemogokan karyawan, perceraian, dll sehingga terbentuk persepsi

negatif masyarakat terhadap pihak-pihak tersebut. Di sisi lain, banyak pula pihak-

pihak yang ”diuntungkan” dengan berbagai pemberitaan positif dari media massa

sehingga pihak-pihak tersebut menjadi populer, dikenal sebagai tokoh yang simpatik,

dermawan atau perusahaan yang memiliki kepedulian dengan lingkungannya.

Pemberitaan berbagai media massa di bulan November 2004, tentang reaksi

negatif masyarakat terhadap Juru bicara (jubir) Presiden yang terlalu cepat

mengadakan jumpa pers untuk menjelaskan tentang kasus kecelakaan beruntun yang

memakan korban 6 orang meninggal di jalan tol Jagorawi ketika Presiden akan

melewati jalan tersebut, menunjukkan bahwa berkomunikasi lewat media massa

perlu dipersiapkan secara matang. Jubir yang bermaksud baik untuk

mengklarifikasikan apa yang terjadi dalam kecelakaan tersebut, dianggap terlalu

cepat memvonis siapa yang bersalah dalam kejadian tersebut, melanggar asas

Page 3: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

praduga karena belum ada proses pembuktian peradilan, menunjukan aroganitas

kekuasaan. Jubir Presiden yang bertugas mengelola informasi dan hubungan media

massa dan penyampaian informasi kepresidenan kepada masyarakat umum yang

sekaligus sebagai PR Presiden, dalam kasus tersebut bukan saja dipertanyakan

kemampuannya, kredibilitasnya, kewenangannya berbicara tentang persoalan

kecelakaan lalu lintas, terlebih lagi sebagai PR, Sang Jubir hampir menjatuhkan

citra/reputasi dari Presiden. Berkat kesigapan Presiden dengan meminta aparat yang

berwenang untuk mengadakan investigasi tentang kasus tersebut, membuat kasus

tersebut tidak lagi jadi bulan bulanan media massa.

Agar suatu organisasi dapat memanfaatkan media massa, dapat menjadi pemenang

melalui opini publik maupun publisitas yang di ciptakan melalui media massa, setiap

organisasi perlu memahami bagaimana membina hubungan baik dengan media massa.

Setiap organisasi (melalui lembaga atau petugas Public Relations/Humas- nya), perlu

menguasai seluk beluk media massa, perlu memahami prinsip-prinsip dan kiat-kiat

berhubungan dengan media massa. Munculnya berita di media massa sangat

bergantung pada kepiawaian seorang petugas Public Relations (PRO) dalam

menyiasati media massa. PRO yang menguasai prinsip-prinsip public relations dan

media relations yang baik mampu memanfaatkan media massa untuk membangun

citra dan reputasi yang positif, sebaliknya PRO yang tidak memiliki kemampuan

tersebut, berakibat sebaliknya.

B. Public Relations dan Media Massa (Pers).

Banyak orang yang beranggapan bahwa PR hanya berkaitan dengan

penyelenggaraan hubungan baik antara pihak perusahaan atau organisasi dengan

pihak pers/media massa. Namun sesungguhnya PR jauh lebih luas dari sekedar

Page 4: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

hubungan dengan media massa. Definisi PR menurut kamus terbitan Institut of

Public Relations (IPR) yang dikutip Anggoro (2001:2) adalah keseluruhan upaya

yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka

menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi

dengan segenap khalayaknya. Menurut Harlow, PR merupakan komunikasi dua

arah antara organisasi dengan publik secara timbal balik dalam rangka mendukung

fungsi dan tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerjasama serta

pemenuhan kepentingan bersama (Ruslan, 1999:102). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa PR adalah suatu kegiatan mengelola komunikasi antara organisasi

dengan publik-publiknya agar tercipta saling pengertian, pemahaman, kepercayaan

dan dukungan dari mereka.

Istilah publik dalam public relations maknanya bukan masyarakat secara

keseluruhan melainkan khalayak yang dijadikan sasaran kegiatan PR

(Anggoro,2001:18). Publik adalah kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi

dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal. Publik adalah

kelompok atau orang-orang yang penting atau berkepentingan dengan organisasi..

Renald Khasali (1999:63) yang menyebut publik/khalayak sasaran ini dengan istilah

stakeholder, menyatakan bahwa stakeholder adalah setiap orang/kelompok yang

berada dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan

keberhasilan perusahaan, setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada

perusahaan, dan tugas PR dalam hal ini adalah membina hubungan baik dengan

mereka melalui suatu proses komunikasi. Pemahaman tentang publik ini amat

penting agar di dalam berkomunikasi tidak terjadi kesalahan pahaman dikarenakan

pemilihan teknik dan media komunikasi yang tidak sesuai dengan publik yang

Page 5: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

menjadi sasarannya. Dalam pandangan Baskin dan Aronof (1992), seorang PRO perlu

memahami komunikasi dalam konteks sebagai berikut:

1. Ketrampilan, yang berkaitan dengan kemampuan dasar PRO yaitu

menulis dan berbicara. Selain itu juga perlu mengembangkan ketrampilan,

melakukan riset, merumuskan rencana, mengevaluasi hasil dan

ketrampilan dalam menggunakan teknologi komunikasi.

2. Tugas-tugas, yang berkaitan dengan tugas yang harus dijalankan oleh

PRO misalnya pembuatan release, pembuatan majalah internal, laporan

tahunan dan sebagainya.

3. Sistem komunikasi, yaitu suatu usaha yang sistematis untuk

mengumpulkan informasi, membina hubungan dengan berbagai pihak

sebagai cara untuk memperoleh masukan dan pandangan publik.

4. Sistem Operasi, yang berkaitan dengan usaha untuk membangun sistem

komunikasi dua arah.

Kegiatan komunikasi yang diadakan organisasi (PR) seharusnya di kelola

dengan baik karena publik yang menjadi sasaran suatu organisasi amat kompleks, dan

tugas yang harus dijalankan amat banyak. Salah satu hubungan dengan publik

eksternal (di luar lembaga) yang perlu dikelola adalah hubungan dengan media massa.

Untuk membina hubungan baik dengan media massa perlu dipahami adanya

perbedaan fungsi dan tugas antara PR dan pers agar tidak terjadi pertentangan dalam

menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. Fungsi PR kalau dibandingkan

dengan fungsi pers maka akan terlihat bertolak belakang. Ruslan (1999:159)

mengatakan bahwa secara umum pers berfungsi memberikan informasi, penyebaran

pengetahuan, unsur mendidik dan menghibur bagi pembacanya. Selain itu fungsi

Page 6: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

khusus pers adalah kemampuan untuk mempengaruhi opini masyarakat,

melaksanakan sistem kepengawasan sosial. Hal tersebut memiliki pertentangan

dengan fungsi PR yang justru berkaitan dengan publikasi bersifat positif, dengan

penyebaran informasi atau pesan untuk meningkatkan pengenalan (awareness),

mendidik, menciptakan citra dan opini masyarakat kepada sesuatu yang positif serta

menghindarkan unsur-unsur pemberitaan atau publikasi yang bersifat negatif,

sensasional, polemik atau kontroversial di masayarakat. Secara lebih jelas perbedaan

antara fungsi PR dan pers/wartawan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Page 7: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

Sumber: Rosady Ruslan (1999:161)

Membina hubungan dengan media massa perlu dilakukan karena peranan

media massa sebagai media saluran (channel) dalam penyampaian pesan. Media

massa memiliki kemampuan dalam penciptaan publikasi yang cukup tinggi baik yang

bersifat stimultaneity effect (efek keserempakan), maupun efek mendramatisir, atau

efek publisitas yang luar biasa pengaruhnya (influencing spheres) terhadap

pembentukan opini publik (public opinion) dalam jangka waktu relatif singkat,

bersamaan dengan jangkauan jumlah pembaca yang tersebar di berbagai tempat atau

kawasan (Ruslan, 1999:153). Hasil kerjasama yang baik antara PR dan pers

PERTENTANGAN DAN PERBEDAAN ANTARA

FUNGSI DAN TUGAS

WARTAWAN PR/HUMAS

Berupaya mencari: Berupaya memperoleh:

1. ISSUE (RUMOR)

2. NEWS VALUE

3. SENSASIONAL

4. BERITA SEGI NEGATIF

BERITA

1. PUBLISITAS POSITIF 2. SUPERLATIF/PUFF 3. PROMOSI

PENGENALAN 4. BERITA SEGI POSITIF

CITRA

Page 8: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

diharapkan akan tercipta suatu opini publik yang positif pula, yang dapat

menguntungkan citra perusahaan atau organisasi di mata publiknya.

C. Hubungan Media Massa (Media/Press Relations)

Menurut seorang pakar dan praktisi PR yang amat populer di Inggeris dan

Amerika Serikat, Frank Jeffkins (1990), press relations adalah upaya untuk

mempublikasikan suatu pesan atau informasi yang maksimum untuk menciptakan

pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak yang dilakukan oleh organisasi atau

perusahaan. Menurut Rosady Ruslan (1999: 154), Press Relations merupakan suatu

kegiatan khusus dari pihak public relations untuk melakukan komunikasi

penyampaian pesan, atau informasi tertentu mengenai aktivitas bersifat kelembagaan,

perusahaan/institusi, produk dan hingga kegiatan bersifat individual lainnya yang

perlu dipublikasikan melalui kerjasama dengan pihak pers atau media massa sehingga

akan tercipta suatu opini publik yang positif dan sekaligus memperoleh citra yang

baik dari publik sebagai khalayak sasarannya. Dari kedua pendapat tersebut dapat

dikatakan bahwa tujuan pokok press relations sebenarnya menciptakan pengetahuan

dan pemahaman, bukan hanya menyebarkan informasi atau pesan demi citra yang

indah saja di hadapan khalayak.

Untuk melaksanakan kegiatan hubungan pers yang baik, Jefkins (1996:100)

berpendapat bahwa PR suatu perusahaan wajib mengetahui hal-hal tentang pers

yaitu: (1), kebijaksanaan keredaksian, (2), frekuensi penerbitan , (3), tenggat terbit,

(4) proses produksi, (5), daerah sirkulasi (6) khalayak pembaca dan (7 ) metode

distribusi. Pemahaman tentang media juga dapat dilihat dari jenis media (audio

visual, cetak , audio), lingkup peredarannya (media internasional, nasional, regional,

Page 9: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

lokal), orientasinya (media umum, khusus), kharakteristik wartawan dilihat dari

bidang kerjanya (bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dll).

Dari sekian banyak yang perlu diketahui tentang pers, insan pers yang sering

dikenal dengan nama wartawan perlu mendapat perhatian karena dengan merekalah

PRO akan sering berhubungan dalam kaitan menjalankan tugasnya masing-masing.

Hubungan wartawan dan PRO sebenarnya saling tergantung. Wartawan

membutuhkan informasi tentang berbagai kegiatan lembaga yang mungkin punya

nilai berita, sedang PRO membutuhkan wartawan agar lembaga memperoleh liputan

oleh media sehingga visibilitas lembaga terjaga. Sayangnya tak sedikit PRO yang

belum memahami dengan benar pengetahuan ihwal wartawan, demikian juga dengan

wartawan yang tidak memahami proses kerja PR. Selain itu ditambah dengan

berbagai mitos tentang wartawan dalam masyarakat, yang akhirnya menimbulkan

salah paham antara wartawan dengan PRO. Menurut Abdullah (2000), paling tidak

ada sepuluh mitos yang beredar yaitu:

1. Wartawan Bisa Diundang kapan Saja

Profesi wartawan tidak mengenal jam kerja yang pasti. Karena itu ada yang

menyatakan bahwa jam kerja wartawan adalah 24 jam, Artinya, jam berapapun atau

sedang apapun, apabila mendengar sebuah informasi ( kebakaran, kereta api

terguling,perampokan, dll), seorang wartawan yang baik harus mengejar sumber

berita tadi. Kejadian-kejadian itu dalam teori jurnalistik disebut Hard News yang

memiliki nilai berita, dan biasanya disukai oleh para pembacanya. Oleh karenanya,

setiap wartawan yang kebetulan pada saat kejadian berlangsung berdekatan dengan

lokasi, maka seorang wartawan wajib meliput kejadian yang tengah berlangsung,

walaupun tidak sesuai dengan spesialisasi (wartawan ekonomi, wartawan politik, dll)

yang ditugaskan oleh redakturnya. Tetapi bagi berita yang nilainya di bawah hard

Page 10: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

news, seperti jumpa pers atau siaran pers, yang masuk kategori soft news, berita

pendukung, jangan terlalu mengharapkan wartawan bakal mengejar mendadak sebuah

undangan jumpa pers, terlebih jika materi yang di jumpa pers kan sama sekali kurang

memiliki bobot berita. Ketidakhadiran seorang wartawan bisa disebabkan karena

menganggap kurang menariknya acara yang dibahas, mendadaknya waktu,

berbenturan dengan deadline, berbenturan dengan acara lain, atau hal-hal teknis

lainnya.

2. Wartawan selalu Memberitakan Hal-Hal Negatif

Dalam penulisan berita, wartawan pun selalu dituntut untuk membuat

pemberitaan yang objektif, dan kalaupun ada pemberitaan kasus, wartawan pun

diwajibkan untuk membuat berita balance atau seimbang. Wartawan tidak bisa

sembarangan dalam membuat berita, karena sebuah berita harus dilengkapi dengan

fakta yang akurat. Layak tidaknya berita yang menyangkut kasus dimuat dilihat dari

sederet pertimbangan lainnya. Ihwal ada yang merasa ”kebakaran jenggot” karena

suatu pemberitaan negatif, barangkali memang benar-benar negatif, tidak membuka

saluran komunikasi ke media massa, terlalu banyak no comment, dll

3. Wartawan selalu Komersil

Banyak organisasi atau perusahaan dan kepanitaan suatu acara tidak berani

mengundang wartawan karena tidak memiliki dana. Bahkan ada yang ”mengusir”

wartawan untuk tidak meliput kegiatannya karena dana yang ada hanya tersedia untuk

media massa tertentu. Demikian juga masyarakat sering bertanya tentang tarif

pemuatan berita (bila ingin di muat di koran). Kehadiran wartawan dalam suatu

acara, bukan untuk mencari imbalan tetapi untuk mencari berita atau informasi.

Memang tidak menutup kemungkinan munculnya oknum wartawan, atau mereka

yang mengaku wartawan dan meminta imbalan uang. Namun dengan semakin

Page 11: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

baiknya tingkat kesehatan manajemen perusahaan surat kabar, wartawan yang

berpendidikan tinggi,semakin tingginya persaingan di industri persurat kabaran,

praktik-praktik meminta imbalan pada sumber berita sudah bukan jamannya lagi.

4. Wartawan selalu Urakan

Sosok wartawan yang sering dimunculkan dalam film atau sinetron identik

dengan pakaian kumal, berjaket atau rompi, mengenakan topi, selalu menenteng

kamera dan rambut acak-acakan. Memang tak sedikit wartawan yang berpenampilan

seperti itu, khususnya mereka yang berkerja di lapangan. Tetapi tidak sedikit pula

wartawan yang berpenampilan rapi. Wartawan masa kini yang berpendidikan tinggi

sudah dibekali dengan pengetahuan tentang etika sehingga mereka bisa menempatkan

diri di berbagai acara. Bukan hanya itu, kini tak sedikit penerbitan yang

mengharuskann wartawannnya mengenakan dasi, jas saat bertugas. Sekarang pun

semakin banyak wartawan yang pergi meliput dengan menyetir sendiri mobilnya.

5. Wartawan Manusia Pintar

Mitos bahwa wartawan merupakan manusia yang memiliki intelegensia yang

tinggi sehingga ia harus diwaspadai karena lewat wawancaranya yang tajam bisa

menjerumuskan sumber berita yang salah omong. Anggapan ini tidak salah, namun

tidak benar jika wartawan dengan hanya mengandalkan kepintarannya bisa dan selalu

menjerumuskan sumber beritanya. Saat ini media massa besar mensyaratkan

pendidikan setiap calon wartawannya minimal lulusan universitas dan menguasai

bahasa asing. Namun, sejalan dengan munculnya ribuan media cetak yang terbit di

seluruh Indonesia, masih banyak juga penerbitan yang karena keterbatasannya belum

mampu meningkatkan SDM wartawannya.

6. Wartawan yang Membutuhkan Berita

Page 12: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

Antara pers dan lembaga sebetulnya saling membutuhkan. Pers butuh

informasi dan lembaga butuh publisitas. Acara atau kegiatan suatu lembaga jika

diberitakan di media massa yang untung dari sisi kehumasan justru lembaga tersebut.

Oleh karenanya tidak selalu benar jika karena pers membutuhkan informasi

sehingga pers bakal selalu mau datang bahkan mau disuruh membayar bahan

informasi.

7. Wartawan Manusia Kebal Hukum

Dalam kenyataannya, sebagai warga negara seperti halnya profesi yang lain,

wartawan pun tidak kebal terhadap hukum. Oleh karenanya jika suatu lembaga atau

perorangan menghadapi masalah dengan oknum wartawan, dapat dilaporkan ke

kantor medianya, PWI (organisasi profesi wartawan) maupun pihak kepolisian.

8. Wartawan Sosok yang Menakutkan.

Mitos ini membuat orang atau lembaga yang memiliki suatu masalah di

lembaganya menjadi takut bertemu atau didatangi wartawan. Akibat mitos seperti

ini, tak sedikit oknum wartawan atau orang yang mengaku wartawan , atau wartawan

tanpa surat kabar yang bergentayangan mencari mangsa yang buntutnya meminta

uang. Bila menghadapi oknum wartawan seperti itu, tidak perlu gentar, hadapilah

dengan tetap ramah tetapi tegas. Sosok wartawan dalam keseharian, justru

kebanyakan wartawan memiliki sosok jauh dari kesan menakutkan, sopan dan mudah

diajak berbicara.

9. Wartawan Bisa Menulis Apa saja

Wartawan sesungguhnya tidak bisa menulis berita sekehendak hatinya, karena

sudah ada aturan tentang teknik dan pola penulisan berita. Sebuah berita yang layak

diturunkan harus benar-benar faktual. Untuk menurunkan sebuah berita, khususnya

yang menyangkut suatu kasus, wartawan diharuskan mengkonfirmasi kan kebenaran

Page 13: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

yang didapat dari sebuah informasi, karena jika langsung dimuat bisa meruntuhkan

kredibilitas medianya apabila belakangan ternyata berita itu tidak benar.

10. Wartawan Manusia Sakti.

Wartawan dianggap sakti karena ia bisa mengurus apa saja, menembus

rumitnya birokrasi, melenggang masuk ke berbagai acara. Padahal untuk bisa masuk

keberbagai acara, wartawan harus mengurus tanda masuk atau ID card untuk

meliput acara tersebut. Wartawan pun harus membuat janji atau kadang menunggu

berjam-jam untuk mewawancarai tokoh-tokoh tertentu. Kalaupun wartawan tampak

memiliki kemampuan menembus rumitnya birokrasi, hal ini lebih disebabkan karena

pergaulan wartawan yang amat luas, memiliki teman dimana-mana yang dapat

membantunya ketika menjalankan tugasnya.

Di negara-negara yang wartawannya memiliki kebebasan yang

bertanggungjawab, hubungan wartawan dan PRO ditandai dengan adanya sejumlah

conflict of interest. Bagi wartawan, PRO adalah orang yang selalu punya

kecenderungan memanfaatkan media massa dengan segala cara untuk memperoleh

peliputan terhadap lembaga tempat PRO itu bekerja, sehingga mengganggu

mekanisme sistem kerja pers yang normal. PRO dianggap tidak becus melayani

wartawan, selalu berusaha menutupi apa yang terjadi dalam lembaganya,

menghalangi wartawan untuk memperoleh fakta yang layak ditulis. Sebaliknya bagi

PRO, wartawan dianggap sebagai pihak yang mencari-cari kesalahan atau sisi negatif

sebuah organisasi. Wartawan juga dianggap sebagai pencari sensasi untuk penglaris

surat khabarnya, sering salah kutip, salah konteks, dll.

Menurut Ngurah, dkk (1996: 2) wartawan harus dipahami sebagai publik juga

dalam artian mereka adalah orang yang secara aktif mencari informasi dan

memprosesnya. Berbeda dengan publik lain yang mencari dan memproses informasi

Page 14: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

untuk kepentingannya sendiri, wartawan mencari informasi dan memprosesnya untuk

disebarkan kepada khalayak pembaca media mereka. Berbeda dengan publik lain,

yang mungkin terfokus perhatiannya ketika mencari informasi, para wartawan

mencari informasi yang beragam. Sebagai pencari informasi yang harus bekerja

berdasarkan prinsip-prinsip jurnalistik – seperti mempertahankan objektifitas

peliputan, melakukan peliputan yang berimbang dsbnya – wartawan mempunyai

tanggung jawab untuk menyediakan informasi kepada publik sekaligus juga mereka

berfungsi sebagai pemberi feedback kepada lembaga yang ada. Dalam peliputannya,

wartawan juga akan mencari informasi yang mungkin saja tidak menguntungkan

organisasi. Sifat pekerjaan wartawan, melakukan penyeleksian berita misalnya,

menjadikan ada berita-berita yang tak disiarkan baik karena prinsip-prinsip jurnalistik,

kepentingan media tempat wartawan itu bekerja, kode etik jurnalistik maupun

kepentingan yang lebih luas, menuntut adanya kerja sama yang baik antara PRO dan

wartawan. Karena hubungan yang baik ini memberikan kemungkinan PRO untuk

memahami segala peristiwa yang mungkin saja tidak disiarkan, tetapi diketahui oleh

wartawan. Atau juga, jika suatu saat lembaga tempat PRO bekerja mengalami hal-hal

negatif, wartawan mungkin akan mencari informasi penyeimbang sehingga liputan

tentang lembaga tersebut bisa lebih netral. Dalam hal ini hubungan baik dengan

wartawan bukan saja bermanfaat untuk memperoleh liputan yang memadai sehingga

visibilitas lembaga tetap terjaga, tetapi juga penting artinya untuk memperoleh

perkembangan dalam masyarakat yang tidak terberitakan oleh media massa namun

diketahui oleh para wartawan karena wartawan selalu didorong keinginan untuk

mendapatkan fakta sebanyak-banyaknya dan seakurat mungkin. Dengan demikian

keterbukaan kepada para wartawan menjadi penting untuk menumbuhkan saling

percaya antara PRO dan wartawan. Hubungan pertemanan yang baik biasanya

Page 15: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

melahirkan kerja yang efektif bagi wartawan maupun bagi PRO. Ngurah ( 1999 )

menegaskan bahwa hubungan media yang ideal adalah hubungan media yang

berdasarkan model PR simetris dua arah : accuracy, integrity, keterbukaan dan

kelengkapan.

D. Aktivitas PR dalam Membina Hubungan Harmonis dengan Media Massa

Dalam membina hubungan yang harmonis pada dasarnya mengacu pada sikap

saling menghargai (mutual appreciation), saling pengertian (mutual understanding),

saling mempercayai (mutual confidence) dan toleransi. Hubungan yang baik dengan

media massa tersebut dibangun melalui suatu kejujuran, serta mau membantu untuk

pelayanan pemberian sumber berita atau informasi yang diperlukan dalam suasana

saling menghormati, dan adanya keterusterangan. Hubungan baik dengan media

dapat tercapai apabila pihak PR menerapkan prinsip-prinsip membina hubungan

yang harmonis yaitu:

1. Mutlak adanya kejujuran, dan keterusterangan.

2. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pers /media .

3. Jangan meminta-minta atau mengemis kepada pers/wartawan, misalnya agar

press release bisa dimuat padahal nilai beritanya tidak ada sama sekali.

4. Jangan coba-coba minta untuk menutup saluran informasi, misalnya pihak

humas mengucapkan, no comment, tidak tahu, tolong jangan dimuat, hingga

off the record kepada pihak pers. Kalau saluran informasi tersebut ditutup,

maka pers akan mencari informasi tidak resmi, yang kebenarannya tidak

dapat lagi terkontrol oleh pihak humasnya.

5. Jangan terlalu membanjiri media dengan segala macam publisitas yang tidak

jelas tujuan atau sasaran yang hendak dicapai.

Page 16: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

6. Selalu meng-updated setiap daftar nama reporter, tugas peliputannya, alamat

dan telepon redaksi dan sebagainya, agar dalam kerjasama itu saling mengenal

dengan baik antar kedua belah pihak dalam upaya membangun ”good press

relationship” tersebut (Ruslan,199:158).

Berdasarkan pengalamannya sebagai juru bicara dari beberapa organisasi

pemerintah Amerika Serikat, Marguerite H. Sullivan memberikan masukan apa yang

harus dilakukan dan yang tidak dilakukan ketika berhubungan dengan media .

Menurut Sullivan yang harus dilakukan adalah antara lain:

1. Harus selalu menyampaikan kebenaran

2. Harus jujur dan akurat. Kredibilitas dan reputasi anda tergantung pada hal ini.

3. Harus segera meralat kesalahan. Katakan bahwa sebelumnya anda tidak

memberikan jawaban yang memadai dan anda ingin memberi penjelasan.

4. Harus seterbuka mungkin dengan media

5. Harus menghubungi wartawan yang tulisannya kurang akurat. Tunjukkan

kesalahannya dengan sopan dan ralatlah.

6. Harus berusaha memberikan informasi yang diminta wartawan, walaupun itu

membuat anda bekerja ekstra, seperti bekerja sampai larut atau mengantar

sendiri materi yang dibutuhkan.

Sedangkan yang tidak boleh dilakukan antara lain adalah: jangan sekali-kalipun

berbohong, jangan sekali-kalipun mengatakan ”no comment”, jangan bilang ”of the

record” setelah anda membuat pernyataan, jangan berimprovisasi, berspekulasi dan

menebak-nebak dan jangan mengumumkan apapun bila informasinya belum ada

ditangan anda.

Page 17: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

Bentuk-bentuk hubungan media dapat dilakukan melalui pendekatan hubungan

fungsional (kelembagaan) maupun melalui pendekatan antar pribadi antara PRO dan

wartawan. Hubungan baik antara suatu lembaga dengan media massa/wartawan perlu

dirancang agar dapat terjalin secara berkesinambungan dan dapat menghasilkan

kerjasama yang menguntungkan antara ke dua belah pihak. Dalam kaitan itu PR perlu

merancang berbagai aktivitas yang dapat mempertemukan atau menghubungkan PR

dengan pers baik melaui kontak secara resmi melalui event-event yang sengaja

dirancang maupun kontak tidak resmi . Berbagai aktivitas yang dapat dilakukan

menurut Ruslan (1999) dan Aceng (2000) adalah:

1. Konferensi Pers (Press Conference) atau Jumpa pers, yaitu suatu pertemuan

khusus dengan pihak pers yang bersifat resmi yang diselenggarakan oleh PRO

yang sekaligus bertindak sebagai nara sumber dalam upaya menjelaskan suatu

permasalahan yang sedang dihadapi, peristiwa atau kegiatan penting dan besar

yang akan atau sudah dilakukan perusahaan.

2. Wisata Pers (Press Tour), yaitu dengan mengajak wartawan dari berbagai

media massa yang telah dikenal baik untuk mengikuti perjalanan pejabat atau

pimpinan perusahaan ke luar kota selama lebih dari satu hari, untuk meliput

secara langsung mengenai perjalanan atau kegiatan yang dilakukan oleh

pejabat atau perusahaan tersebut.

3. Resepsi Pers (Press Reception) dan Press Gathering yaitu dengan

mengundang wartawan dalam sebuah resepsi atau acara baik formal maupun

informal yang sengaja diadakan untuk para pemburu berita. Tujuan acara ini

lebih untuk mengikatkan hubungan tali silaturami yang lebih erat antara

kedua belah pihak, walaupun bisa saja pada kesempatan itu perusahaan atau

PR menyisipkan pemberian keterangan persnya. Acara yang diadakan

Page 18: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

biasanya di luar tugas fungsionalnya masing-masing seperti berbuka puasa

bersama, Tahun Baru dan Natal bersama, acara Olah Raga bersama, atau

sekedar makan siang dan malam bersama yang dilanjutkan dengan acara

hiburan.

4. Taklimat Pers (Press Breifing), yaitu suatu bentuk jumpa pers resmi yang

diselenggarakan secara periodik pada awal/akhir bulan atau tahunan oleh

pihak PR dan pejabat tinggi instansi yang bersangkutan. Pertemuan ini mirip

dengan diskusi atau dialog, saling memberikan masukan atau informasi yang

cukup penting bagi kedua belah pihak.

Aktivitas lain yang dapat dilakukan oleh PRO adalah mengunjungi kantor/redaksi

media massa, membuat siaran pers (press realese), memberikan kesempatan

wawancara pers, membuat press counter, membuat forum diskusi wartawan,

keterangan pers , peliputan kegiatan sampai dengan aktivitas yang dilakukan untuk

mempererat hubungan secara pribadi antara PRO dengan wartawan yang tidak ada

kaitannya secara langsung dengan pemberitaan, seperti memberi ucapan selamat

ulang tahun, kenaikan jabatan, mengirim kartu, bunga, gift, berkorespondensi, dan

sebagainya. Aktivitas membina hubungan baik jangan hanya dilakukan ketika

lembaga atau PRO membutuhkan pers tetapi dilakukan secara terencana dan

berkesinambungan sehingga menimbulkan saling pengertian, saling menghargai,

saling percaya dan saling membantu antara PRO dan insan pers.

E. Penutup

Seperti kata Jefkins, tak seorangpun yang berhak mendikte apa yang harus

diterbikan oleh media massa. Suatu institusi tidak bisa memaksa media massa

manapun untuk menulis atau tidak menulis tentang dirinya. Di era keterbukaan, era

Page 19: AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM RANGKA MEMBINA

informasi, era persaingan seperti sekarang ini, membuka diri/saluran informasi pada

pers jauh lebih baik daripada menutup diri. Tidak ada jalan lain bagi suatu institusi,

selain mengefektifkan fungsi dan peran PR nya dalam berhubungan dengan media

massa, agar institusi memperoleh nilai lebih dari hubungan tersebut melalui publikasi

positif yang akan membentuk persepsi positip masyarakat . Melalui berbagai

aktivitas PR yang terencana dalam membina hubungan baik dengan media massa,

akan dapat dibangun citra dan reputasi positif suatu institusi di mata masyarakat

khususnya sasaran khalayaknya.

Kepustakaan

Aceng Abdullah. 2000. Press Relations, Kiat Berhubungan Dengan Media Massa.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Baskin, O. & Aronof. 1992. Public Relations: the Profession and the Practice. Edisi

ketiga. Dubuque, IA:Wm.C.Brown.

Jefkins, Frank. 1996. Public Relations (terjemahan Haris Munandar). Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Macnamara, Jim. 1999. Strategi Jitu Menjinakkan Media (terjemahan). Jakarta: Mitra

Media.

M. Lingar Anggoro. 2001. Teori dan Profesi Kehumasan. Jakarta: Bumi Aksara

Nurudin, Muhammad Syaifullah. 2004. Media Relations. Jogyakarta: Pustaka Pelajar

Rhenald Khasali.1999. Manajemen Public Relations.Jakarta:Grafiti.

Rosady Ruslan. 1999. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Sullivan, H.Marguerite.(tanpa tahun). Dinas Penerangan Yang Bertanggung Jawab,

(terjemahan).Panduan Internal. Office of International Programs, U.S

Department of State.

Biodata Penulis

Lena Satlita, adalah staf pengajar pada program studi Pendidikan Administrasi

Perkantoran, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. Menamatkan

pendidikan S1 dan S2 nya di Fisipol UGM.