aktivis mahasiswa gerakan tarbiyah
TRANSCRIPT
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial
Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 189
Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin
(Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah
Mahasiswa Universitas Airlangga)
Esti Darmawati1
Abstract
Research thesis entitled "Student Activity Da’wah Group Tarbiyah Muslim Brotherhood
(Studies Social Construction Sites In Da'wah activists Airlangga University Students), aims
to see and understand in depth the reality of religious ideology in the process of acceptance as
a dialectical process Petter L Berger, and to know how the Muslim Brotherhood movement
patterns of thought constructed and established as a reality by the da'wah activists Airlangga
University campus.
This thesis research using qualitative methods, in this study, researchers tried to understand
holistically from the overall mission of the activists associated with the pattern of behavior in
muamalah and religious activist propaganda on a flexible, reflective, and do not take the
distance to the subject of research. In this case the researcher acting as participant
observation, in addition to these activities for data searched, researchers also conducted
interviews, observation or observation, and use of the documents in support of this research.
Researchers found some interesting facts from the informants that all have the same pattern
of movement with moments of construction Berger, all of which have gone through the same
moments as those in relation to three moments Berger expressed his dialectics, namely
Externalization, objectification and internalization. Although the pattern is similar in
construction Berger felt by informants, but the characteristics of each of these different
informants. The biggest factor for the success of the social construction of individual Berger
to make it through the three stages of the moment is the pattern Tarbiyah cadres in itself, in
view of how it is structured and neat patterns on offer such propaganda. Regeneration pattern
makes many activists who formerly propaganda only object, is now the subject of
propaganda.
Keywords: Aktivis Mahasiswa, Tarbiyah, Konstruksi Sosial
khwanul Muslimin merupakan gerakan Islam yang cukup terkenal pada abad XX,
tepatnya sekitar tahun 1928, yang perpusat di Mesir, yang didirikan berlandaskan
prinsip dakwah Islamiyah (Al-Banna, Hasan, 2005). Secara harfiah, Ikhwanul
Muslimin berarti “persaudaraan kaum Muslimin”, organisasi Ikhwanul Muslimin ini
1 Korespondensi : Esti Darmawati, Mahasiswa Dept. Antropologi FISIP-UNAIR, e-mail : [email protected]
I
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial
Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 190
bertujuan membentuk pemerintahan Islam (daulah Islamiyah). Lebih lanjut, pendiri IM,
Hasan Albanna, merumuskan konsep dalam memahami Al-Qur’an yang “meliputi segala-
galanya”. Dia juga mendefinisikan Islam sebagai “syahadah dan pengabdian diri kepada
Allah, tanah air, dan rakyat, agama dan negara, kerohanian dan tindakan, kitab dan undang-
undang. (Mustafa Kemal Pasha dkk, 2006: 64).
Di Indonesia Ikhwanul Muslimin menjadi sebuah gerakan bernama Tarbiyah, gerakan
yang bermula dari halaqah-halaqah yang berlanjut dari rumah-ke rumah yang kemudian
konsisten pada penerapan prinsip pemikiran Hasan-Albanna, yaitu memandang antara agama
dan politik merupakan bagian yang integral (Huda, 2007). Gerakan Tarbiyah telah
memanfaatkan dua jalur strategis, kedua jalur ini masih diakui eksistensinya hingga saat ini,
yakni pertama dalam bidang kemahasiswaan dan kedua dalam bidang politik.
Dalam pergerakan kemahasiswaan, gerakan Ikhwanul Muslimin masuk dalam
organisasi mahasiswa ekstra kampus yang bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI), selain itu mitra gerakan Tarbiyah ini juga merupakan lembaga-lembaga
resmi mahasiswa seperti senat Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Lembaga
Dakwah Kampus (LDK).
Fenomena yang nampak adalah ada sebuah bentuk penerimaan yang terkesan cepat,
penerimaan ini terlihat dalam bentuk adab-adab keseharian, bentuk muamalah juga
ibadahnya, yang mana kesemuanya sesuai dengan kerangka berfikir yang di tawarkan oleh
pemikiran Tarbiyah. Terbukti, seorang mahasiswi yang berkecimpung dalam dakwah
kampus, pada mulanya hanya simpatisan yang masih melakukan rutinitas ibadah biasa, kini
menjadi seorang aktivis dakwah dengan simbol-simbol keislaman dari mulai pakaian
yangtadinya memakai jilbab biasa berubah menjadi jilbab panjang dan lebar, memakai kaos
kaki, dan berpakaian longgar. Perubahan dari hanya seorang obyek dakwah berubah menjadi
subyek dakwah. dalam keseharian seorang perempuan aktivis Muslim sering di sebut ukhty
dalam bahasa Arab yang berarti saudara perempuan Muslim, sedangkan panggilan untuk pria
aktivis Muslim adalah akhy. Tidak jauh berbeda pada aktivis dakwah Muslimahnya, aktivis
pria pun mulai menanggalkan celana jins dan menggantinya dengan celana kain yang tidak
isbal . Mereka mulai meninggalkan kebiasaan nongkrong dengan kajian-kajian rutin halaqah
yang di adakan oleh senior mereka di tarbiyah.
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial
Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 191
Konstruksi Sosial Perubahan Pola Pikir Keagamaan
Para aktivis pergerakan Islam di kampus banyak yang bukan hadir dari keluarga dengan
kondisi keislaman yang sangat baik ataupun terkondisikan. Masih ada yang datang dari
keluarga Islam kejawen maupun yang sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan Islam.
Tekad untuk mempelajari Islam, pengaruh dari lingkungan ketika masuk dalam kontrakan
binaan, maupun yang memang terlibat dalam lingkungan dakwah kampus menjadikan
seorang Muslim untuk terus belajar Islam. Pengaruh lingkungan dan ilmu, serta lingkungan,
dapat menjadikan seorang kader dakwah yang sebelumnya merupakan obyek dakwah, kini
menjadi subyek dakwah.
Seorang yang tadinya membukan aurat nya kini mulai menutupnya, yang awalnya
tidak begitu mempedulikan sholat maupun tilawah alqur’an sekarang mulai rajin beribadah.
Hal-hal semacam ini berubah melalui proses pengetahuan dan pengaruh lingkungan yang
kemudian terinterpretasi melalui identitas diri dan tapak melalui simbol-simbol pengunaan
pakaian maupun tingah laku individunya.
Sebagaimana telah di ungkapkan di awal bahwa penelitian ini menggunakan konsep
Berger mengenai Social Construction of Reality, sehingga realita yang menjadi sasaran
melalui konstruksi ini adalah bagaimana pola perpindahan pemikiran maupun tingkah laku
aktivis dakwah yang tadinya merupakan obyek dakwah menjadi subyek dakwah, untuk lebih
memahami bagaimana pola perubahan yang terjadi, maka akan digunakan dialektika Berger,
yakni Eksternalisasi, Obyektivasi, dan Internalisasi.
Eksternalisasi (Masyarakat Merupakan Produk Manusia)
Momen eksternalisasi merupakan moment awal yang ada dalam dialektika Berger,
proses yang paling mendasar, bagaimana seorang individu atau subyek dengan
kemampuannya mampu melakukan adaptasi dengan teks-teks kehidupan, eksternalisasi juga
dapat di sebut sebagai ekspresi diri manusia kedalam dunia sosial, melalui produk yang di
hasilkannya. Pembentukan diri seorang aktivis dakwah tidak lain adalah hasil interaksi
dengan dunia sosialnya. Pembentukan ini tidak mungkin terjadi apabila seorang aktivis
tersebut sedang dalam keadaan terisolir dari lingkungannya.
Dengan bentukan sosio-kultural dan psikologinya seseorang membentuk identitas
dirinya, bukan hanya dengan bentukan secara biologis saja. Karena dalam kegiatan menjadi
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial
Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 192
seorang aktivis, seseorang akan berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu kegiatan,
menjadikan seseorang tersebut mau tidak mau akan membentuk jati dirinya sebagai seorang
aktivis dakwah, hal ini merupakan bentuk perpindahan pola pemikiran dan tindakan
seseorang kedalam pemahaman Islam melalui sudut pandang para aktivis pergerakan yang
memang berkerangka berfikir sesuai dengan pemikiran para Ikhwanul Muslimin yang di
indonesia bernama Tarbiyah, hal ini merupakan sebuah produk dari aktivitas manusia dalam
pencarian agama yang ia yakini. Seorang aktivis dakwah yang telah terbentuk akan
meleburkan dirinya dalam lingkungan yang membentuknya.
Proses perpindahan agama yang membawa seseorang dengan keaktivisannya tidak lain
merupakan sebuah keputusan yang diambil karena dirinya benar-benar menginginkan untuk
melakukan perpindahan konsep beragama di masa lalu ke dalam konsep berIslam dengan
idiologi Tarbiyah, sebuah produk yang di hasilkan dengan keadaan sadar oleh individu
pelakunya. Yang menghasilkan kedirian dan ekspresi diri, sebagai seorang aktivis dakwah,
seseorang membutuhkan lingkungan sosial untuk mempengaruhi dirinya, baik itu lingkungan
rumahnya, tempat tinggal, ataupun teman sekolah, atau teman sebayanya. Yang kemudian
akhirnya menjadikan perpindahan itu di karenakan dirinya sendiri dan dorongan dari hati
maupun akalnya. Keputusan perpindahan ini juga terdapat hubungan yang erat antara seorang
hamba dan Tuhannya.
Pembentukkan jati diri seorang Muslim baru yang dilakukan oleh aktivis dakwah
bukan hanya berkenaan dengan pengikraran yang telah dilakukannya sebagai seorang aktivis
dakwah, namun juga dapat dilihat pada penggunaan atribut atau simbol-simbol keagamaan
yang telah menempel dari seorang Muslim Tarbiyah, misalnya saja penggunaan jilbab
panjang yang benar-benar menutupi dada maupun punggung bagian belakang, penggunaan
kaos kaki, menumbuhkan jenggot, berusaha memperlihatkan mata kaki saat sholat. Selain
simbol yang digunakan sebagai bentuk pemerkuat jati dirinya sebagai Muslim, aplikasi ritual
terhadap rutinitas keagamaan pun dilakukan secara taat, Misalnya saja pelaksanaan sholat
jamaah di masjid bagi ikhwan dan sholat tepat waktu bagi akhwat, tadarus alqur’an setiap
hari. Hal ini di pengaruhi oleh lingkungan yang memiliki dan memberikan informasi atau
pengetahuan, pada akhirnya berperan penting dalam pembentukan diri sebagai seorang
aktivis dakwah Tarbiyah yang kemudian di ekspresikan dengan bentuk pelaksanaan ritual
keagamaan dan penggunaan atribut ke-Islaman. Semua ini dilakukan untuk memunculkan
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial
Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 193
fakta bahwa mereka seeorang aktivis dakwah pada masyarakat. dan semua ini membutuhkan
usaha dari dalam pembentukkan kedirian ini.
Obyektifkasi (Masyarakat Merupakan Kenyataan Obyektif)
Obyektivasi adalah proses meletakkan suatu fenomena berada diluar diri manusia,
sehingga seakan-akan sebagai suatu yang obyektif. Obyektivasi merupakan prasyarat dari
dunia kelembagaan yang merupakan moment kedua dari proses dialektika dari konstruksi
Berger. Dalam obyektivikasi ini seakan-akan terdapat dua realitas, yaitu realitas diri yang
subyektif dan realitas lainnya yang berada di luar diri yang obyektif.
Yang terpenting dalam proses interaksi diri adalah penyadaran diri. Orang menyadari
bahwa dirinya berada di dalam proses interaksi dengan orang lain. Sehingga proses
penyesuaian dengan teks-teks suci maupun teks-teks kehidupan menjadi sangat mengedepan.
Penyesuaian diri dengan dunia teks-teks saja akan menghasilkan pemikiran dan tindakan
keagamaan yang cenderung “radikal”. Akan tetapi dengan melengkapinya melalui
pembacaan terhadap teks-teks dunia sosial, maka akan menghasilkan “kreativitas sosial”
yang sebenarnya sangat di butuhkan di dalam kehidupan ini, karenanya, dua realitas yang
sudah di sebut diatas membentuk jaringan intersubyektifitas melalui proses kelembagaan atau
institusionalisasi.
Masyarakat adalah prodak manusia yang berakar dari fenomena eksternalisasi, yang
pada glirannya didasarkan pada konstruksi biologis manusia itu. Transformasi dari produk-
produk manusia ini ke dalam suatu dunia tidak saja berasal dari manusia, tetapi yang
kemudian menghadapi manusia sebagai suatu faktasitas di luar dirinya, hal ini merupakan
dialektika obyektifasi. Dunia yang di produksi oleh manusia berada “diluar”. Dunia yang
terdiri dari benda-benda baik material maupun non material yang mampu menentang
kehendak produsennya. Dengan kata lain, dunia yang di produksi oleh manusia memiliki sifat
realitas obyektif, dan juga dapat dikatakan bahwa masyarakat merupakan aktivitas manusia
yang di obyektivasikan (Berger. 1991:11-14). Tatanan lembaga dalam memandang perihal
perpindahan seseorang kedalam paham Tarbiyah dan menjadi seorang aktivis dakwah dengan
berbagai atributnya, memiliki beberapa pandangan, dan terbagi dalam sub bab lingkungan.
Pandangan secara obyektif baik itu penerimaan ataupun penolakan, merupakan kenyataan
obyektif yang ia terima akan keputusan subyektif yang membawa pada obyektifasi. Bilamana
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial
Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 194
lingkungan yang di tempati merupakan lingkungan yang bermacam-macam agama yang di
anut, maka ia akan di terima begitu saja walau terkesan berbeda di banding Islam
kebanyakan. Namun apabila ia hidup dalam lingkungan yang minim pemahamannya terhadap
Islam ataupun fanatik terhadap paham tertentu, maka penolakan keras akan ia terima, namun
apabila ia hidup dalam lingkungan yang sama menganut prinsip Tarbiyah maka jarang terjadi
penolakan tersebut.
banyaknya anggapan orang mengenai paham tarbiyah ini, sebuah kepercayaan diri
pada kenyataan terhadap perasaan yang ada justru membentuk suatu obyektifikasi yang akan
mempengaruhi tinggi rendahnya tingkatan pemahaman para aktifis dakwah mengenai
Tarbiyah itu sendiri.
Internalisasi
Internalisasi adalah proses penarikan kembali dunia sosial yang berada di luar manusia
ke dalam diri manusia. Sebagai proses identifikasi diri, internalisasi ini merupakan moment
untuk menegaskan dan menempatkan dirinya di tengah kehidupan sosial, sehingga
menghasilkan berbagai tipologi dan penggolongan sosial yang di dasari oleh basis
pemahaman, kesadaran dan identifikasi diri.
Asumsi utama berger dalam internalisasi ini adalah bahwa individu tidak di lahirkan
dengan suatu pradisposisi (kecenderungan) kearah sosialitas, dan menjadi anggota
masyarakat. titik awal dari proses ini adalah pemahaman atau penafsiraan yang langsung dari
suatu peristiwa obyektif sebagai suatu pengungkapan makna, yakni sebagai manifestasi dari
proses-proses subyektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif
bagi individu itu sendiri (Berger dan Luckman, 1995:186)
Orang-orang yang berperan dalam mendukung perpindahan paham yang dirasakan para
aktivis dakwah. LDK yang berfungsi membantu dalam proses perubahan idiolaogi ini
berperan dalam mendidik, atau mengajarkan tentang islam dengan benar. Interaksi yang terus
menerus dilakukan oleh orang orang yang berpengaruh inilah yang memperngaruhi dalam
pembentukan kepercayaan diri dengan identitas ke Tarbiyahannya.
Di LDK ini, para aktivis dakwah di beri ruang untuk membina iman islam, disiapkan
kelompok-kelompok halaqah untuk memperkuat ukhuwah, dan diskusi ilmu pengetahuan
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial
Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 195
islam dari buku-buku. Penguatan dari teman-teman se halaqah menjadikan kekuatan
tersendiri bagi mereka yang baru pertama kali masuk dan menggunakan atribut Tarbiyah.
Fase terakhir dari internalisasi ini mengerucut pada terbentuknya identitas. Identitas
inilah yang menjadi kenyataan subyektif, yang juga berhubungan dengan masyarakat.
Identitas di bentuk oleh proses-proses sosial. Begitu memperoleh wujudnya, ia di pelihara, di
modifikasi, atau di bentuk ulang oleh hubungan-hubungan sosial (Berger dan Luckman 1995:
248).
Individu merupakan produk sekaligus pencipta pranata sosial. Melalui
kekreativitasannya, manusia mengkonstruksikan masyarakat dan kenyataan sosial: kenyataan
sosial yang di ciptakannya itu lalu mengkonfrontasi individu sebagai kenyataan eksternal dan
obyektif; kemudian individu tersebut menginternalisasikan kenyataan tersebut yang nantinya
akan membentuk kesadaran bagi dirinya sendiri.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat kita ketahui bahwa proses dialektika Berger,
mengacu pada bagaimana seorang individu mampu mengkonstruksikan realitas sosial yang di
alaminya melalui tiga tahapan, yakni Eksternalisasi, Obyektifasi dan Internalisasi. Ketiga
tahapan ini berjalan beriringan seiring dengan perkembangan individu menjadi manusia di
dalam masyarakat. Sebelum mahasiswa itu menyatakan diri untuk berpindah pergerakan
ataupun maanhaj, kebanyakan dari mereka memilih untuk memperhatikan, mempelajari
kemudia menela’ahnya sebagai ilmu pengetahuan yang menarik, interaksi seseorang kepada
para aktivis dakwah yang senior menjadi kan suatu jalan untuk menemukan agensi-agensinya
yang kemudian menjadi berpengaruh dalam perubahan ideologi seorang idividu, perubahan
ini tetap melalu tiga fase walaupun terkadang penyikapannya tidak sama.
Faktor terbesar bagi keberhasilan konstruksi sosial Berger hingga individu berhasil
melalui tiga momen tahapan adalah pola pengkaderan di Tarbiyah sendiri yang cukup baik, di
lihat dari bagaimana terstruktur dan rapinya pola dakwah yang di tawarkan tersebut.
Menjadikan banyaknya aktivis dakwah yang dahulunya hanya obyek dakwah, kini menjadi
subyek dakwah.
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial
Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013 Hal. 196
Daftar Pustaka
Al-Banna, Hasan. (2005). Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I dan 2.Surakarta: Era
Intermedia.
Berger, Peter L. Dan Thomas Luckman. (1990). Tafsir sosial Atas Kenyataan: Risalah
Tentang Kenyataan Sosiologi Pengetahuan. Jakarta:LP3ES.
Berger, Petter L. (1991). Langit Suci:Agama Sebagai Realitas Sosial.Terj. Hartono,
Jakarta:LP3ES
Huda, Miftachul . (2007). Ikhwanul Muhammadiyah:Benturan Idiologi dan Kaderisasi
dalam Muhammadiyah: Yogyakarta: Suara Muhammadiyah Bekerja sama dengan Kibar
Press