air sumber kehidupan ruang terbuka hijau - bbwscilicis.com filesebuah pengetahuan dan penataan...

60
BBWS CILICIS Tahun 1 • Edisi November 2018 AIR SUMBER KEHIDUPAN Anies Baswedan: Ciliwung Bukan Soal Estetika Desain Penataan Lingkungan Sungai Cisadane Revolusi Kolong Jembatan di Ruang Terbuka Hijau

Upload: vuongkhuong

Post on 01-Jul-2019

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BBWS CILICIS

Tahun 1 • Edisi November 2018

Air Sumber KehidupAn

Anies Baswedan: Ciliwung Bukan Soal Estetika

Desain Penataan Lingkungan Sungai Cisadane

Revolusi

Kolong Jembatandi

Ruang Terbuka Hijau

Susunan Redaksi

02 Sinergitas | November 2018

Foto Cover: Humas BBWS Cilicis

PembinaDjarot WidyokoPenanggung JawabCeritera SembiringAnggia SatriniWursito Adi BaskoroGemala SuzantiTim PenyusunMaulana HidayatSuhardiDevi Utari Hidayah SiregarKontributorKasi Perencanaan UmumKasi ProgramKasi PJSAKasi PJPAKasi Pelaksanaan O&P SDAKasi Perencanaan O&P SDAKasubag KepegawaianKasubag Keuangan dan UmumKasubag PBMNSekretarisRapiut DahrujaEditorSeta BachrunDesignTaryonoSekretariatUnit Sisda Ciliwung CisadaneTim Humas Ciliwung Cisadane

ALAMAT REDAKSIJl. Inspeksi Saluran Tarum Barat No 58,13620 Jakarta-Indonesia

SusunanRedaksi

http://bbwscilicis.com

[email protected]

youtube/bbwsciliwungcisadane

bbwscil-cis

@bbwsciliwungcisadane

bbwsciliwungcisadane

BBWS CILICIS

Tahun 1 • Edisi November 2018

AIR SUMBER KEHIDUPAN

Anies Baswedan: Ciliwung Bukan Soal Estetika

Desain Penataan Lingkungan Sungai Cisadane

Revolusi

Kolong Jembatandi

Ruang Terbuka Hijau

03

Salam

Sinergitas | November 2018

Menurut begawan lingkungan Indonesia, Prof. Emil Salim pembangunan selalu berhubungan dengan pengolahan sumber alam dan mengubah lingkungan. Resiko yang muncul dari sebuah pembangunan kawasan

kota misalnya, bisa jadi memberikan dampak positif dan negatif sekaligus kepada masyarakat. Sebagai sebuah lingkungan terbangun yang dibuat manusia, sebuah kota umumnya memiliki kawasan terbangun yang meluas. Menyebabkan berkurangnya daerah resapan air linkungan biosphere.

Menurut Pasal 29 Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR), proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Dalam Penjelasan Pasal 29 dijelaskan, proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Tujuan pembangunan RTH pada prinsipnya adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah kota. Namun menurut pakar tata kota Nirwono Joga banyak ditemukan kabupaten dan kota yang hanya memiliki RTH seluas 9-11%. Sementara perubahan iklim dan curah hujan yang tinggi membuat Indonesia membutuhkan taman-taman dalam kota sebagai penurun panas, daerah tampungan air, pemroduksi oksigen, penangkap karbon, dan penambah kecantikan kota.

BBWS Ciliwung Cisadane dalam setiap upayanya untuk mengendalikan daya rusak air di hilir, terutama di Jakarta, memiliki beberapa pilihan strategi yang mesti dilaksanakan. Setiap strategi penanganan banjir yang dipilih, BBWS senantiasa mendorong munculnya ruang-ruang publik dalam bentuk taman-taman kota sebagai daya dukung kota terhadap kelangsungan siklus hidrologi dan beberapa fungsi ekologis lainnya.

Kewenangan yang dimiliki BBWS Ciliwung Cisadane dalam mewujudkan ataupun mendorong ruang-ruang publik mesti dimaknai sebagai produktifitas yang positif secara sosial. Namun jika dalam pelaksanaannya relokasi menjadi pilihan tindakan, hal ini bukanlah bentuk arogansi kekuasaan, apalagi sampai dijustifikasi sebagai penindasan terhadap kelompok masyarakat tertentu. Hal ini mesti dimaknai sebagai sebuah pengetahuan dan penataan budaya tertentu yang berorientasi pada kebaikan bersama.

Keberadaan ruang-ruang publik ini membuat masyarakat memiliki pilihan untuk bersantai dan menghabiskan waktu luang yang berkualitas di ruang-ruang terbuka hijau. Kualitas yang akan memengaruhi aktivitas dan perilaku masyarakat akan kebersamaan dalam keragaman. Sekaligus melatih setiap individu masyarakat untuk menjadikan ruang-ruang publik sebagai pilihan yang murah dibandingkan ruang-ruang publik komersial yang preferensinya melulu kapital.

Sementara bagi generasi muda yang sangat memerlukan sarana pendukung aktivitas, penyaluran energi, pembentuk pribadi yang sehat rohani dan jasmani, ruang-ruang publik ini menjadi ruang ekspresi sekaligus ajang paling sahih untuk menguji perbedaan dalam sebuah ruang bersama. Ruang untuk kita semua.

Selamat membaca

Ruang Publik

Daftar Isi

04 Sinergitas | November 2018

Daf

tar

Isi :

Salam04

• Masjid Sukamahi

• Keberlanjutan Sumber Air

06 Etalase

• Ruang Terbuka Hijau

• Cheonggyecheon Ala Bekasi

• Anies Baswedan: Ciliwung Bukan Soal Estetika

• Berbenah Sungai

• Desain Penataan Lingkungan Sungai Cisadane

• Fakta dan story Kalimalang Kali Bekasi

1 0 Laporan Utama

• First Think First

• Nobody Care

• Sinergitas Balai dan Masyarakat

• Persiapan Penanganan Banjir

2 8 Laporan Khusus

10

12

14

42

05

Daftar Isi

Sinergitas | November 2018

• Pembaruan Data Hidrologi36 Wajah Balai

• NKRI: Ruang dan Manusia39 Opini

• Revolusi di Kolong jembatan

• Kembalikan Sempadan

42 Sosok

• Ancaman Krisis Air

• Eksploitasi VS Konservasi

48 Iptek

• Ciliwung Festive d'Emak-emak

• Setu Pengasinan

• Cisadane Walk

52 Info

39

Etalase

06 Sinergitas | November 2018

Sejatinya, hidup manusia adalah untuk mengabdi kepada Ilahi. Semua aktivitas yang dilakukan manusia juga, ujungnya akan bermuara di sana. Itu dasar

pemikiran utama mengapa masjid di bendungan Sukamahi ini dibangun. Kedua, setiap hari Jum’at, teman-teman yang muslim kalau keluar untuk jumatan lokasi masjidnya jauh.

“Sehingga masjid ini pada tahap awal memang sengaja didirikan untuk melayani pekerja konstruksi melakukan ibadah. Sesudah konstruksi bendungan selesai, masjid ini akan melayani semua masyarakat. Karena di sekitar wilayah ini, kami melihat belum ada masjid,” kata Agus Safari, Kepala SNVT Pembangunan Bendungan BBWS Cilicis.

“Ide awal sebenarnya ingin membuat mushola yang nantinya bisa dikembangkan menjadi masjid. Tetapi teman-teman menerjemahkannya dalam bentuk yang jauh lebih keren. Hasilnya ya masjid ini ha..ha..,” tuturnya lebih lanjut.

Masjid di bendungan Sukamahi mampu menampung sekitar 500 jamaah. Bahkan kalau kurang, halamannya bisa dimanfaatkan. Jadi secara persyaratan sholat jumat sudah terpenuhi.

Saat ini, pekerjaan bendungan masih didominasi pekerjaan mekanis. Lebih banyak operator. Ada operator truk, alat berat dan juga pekerja non-skill.

“Saya juga mengharapkan masjid ini bisa menjadi tempat para pekerja untuk beristirahat. Karenanya struktur bangunannya juga dibuat dua lapis. Satu lapisan di dalam untuk beribadah. Satu lagi lapisan luar untuk beristirahat”.

Sejauh mata memandang di lokasi pembangunanan pembangunan bendungan memang minim tempat berteduh. Paparan matahari di siang hari membuat paduan konstruksi yang memiliki konotasi kaku, keras dan hawa

Masjid SukamahiMasjid di bendungan Sukamahi mampu menampung sekitar 500 jamaah. Bahkan kalau kurang, halamannya bisa dimanfaatkan. Jadi secara persyaratan sholat jumat sudah terpenuhi.

Bagian dalam Masjid Sukamahi

Masjid Sukamahi

07

Etalase

Sinergitas | November 2018

panas membuat suasana yang mudah memantik emosi.

Dan berdasarkan pengalaman di bendungan Gondang, Karanganyar, Jawa Tengah, keberadaan masjid turut memengaruhi kondisi psikologis pekerja. Mempengaruhi suasana di lapangan menjadi nyaman dalam penyelesaian pekerjaan konstruksi.

Menurut pak Agus, secara keseluruhan pembangunan bendungan Sukamahi berjalan sesuai target. Memang ada sedikit kendala tentang pembebasan lahan, namun bukan masalah yang perlu dikhawatirkan. Mekanisme pembebasan lahan membutuhkan waktu. Ada

unit tersendiri yang diserahi tugas melaksanakan pembebasan tanah ini.

“Misalnya kewenangan itu diserahkan pemohon kepada kita. Saya kira, kita bisa lebih konsentrasi dan fokus. Karena tanggung jawab dan tugas mereka kan banyak, belum keterbatasan jumlah SDM yang dimiliki”.

Mereka memiliki program yang banyak seperti PDSL, ada kebutuhan reguler masyarakat, ada kebutuhan transaksi masyarakat. Pekerjaan mereka tidak hanya fokus hanya mengurusi masalah pembebasan lahan di bendungan Sukamahi saja. Dan PSN (Proyek Strategis Nasional) di sekitar Bogor ini banyak [red].

secara keseluruhan pembangunan bendungan Sukamahi berjalan sesuai target..

Etalase

08 Sinergitas | November 2018

Keberlanjutan sumber daya air bergantung pada ekosistem alami. Alamlah yang mengadakan sekaligus menjaga kualitas dan kuantitas air. Air sebagai anugrah

Tuhan yang tidak boleh disia-siakan, ujar Kepala Balai BBWS Ciliwung Cisadane, Bambang Hidayah. Menurut Dia, perlakuan manusia kepada alam akan sangat menentukan keberlanjutan sumber air yang sangat vital bagi kehidupan.

“Air-air itu membutuhkan wadah untuk tampungan dan pergerakan. Jangan sampai wadah-wadah itu dirusak. Hasilnya adalah bencana. Ketika hujan banjir. Saat kemarau kekeringan,” ungkapnya.

Salah satu cara untuk menjaga keberlangsungan sumber air, mesti dibuat solusi-solusi infrastruktur berbasis alam dan mendorong infrastruktur hijau. Sebuah investasi strategis untuk kehidupan. Beberapa negara telah berhasil memadukan

“Air-air itu membutuhkan wadah untuk tampungan dan pergerakan. Jangan sampai wadah-wadah itu dirusak. Hasilnya adalah bencana. Ketika hujan banjir. Saat kemarau kekeringan.”

KEBERLANJUTAN SUMBER AIR

Air membutuhkan wadah untuk tampungan dan pergerakan

09

Etalase

Sinergitas | November 2018

antara pengelolaan air melalui kombinasi kerekayasaan sipil maupun alam (green infrastructure).

Misalnya konsep "ruang untuk air" atau "room for the river" di Belanda. Kanal-kanal dan parit-parit di sekitar areal permukiman menjadi perlindungan atas genangan air/ banjir pada saat curah hujan meninggi, serta sarana efektif untuk menyimpan air.

Namun, menurut Bambang, upaya pelestarian sumber daya air tidak dapat dikerjakan secara sektoral. Dibutuhkan pendekatan holistik dan kerjasama antara seluruh pihak dalam mengelola dan melestarikan sumber daya air. “Permasalahan air tidak mungkin didekati hanya menggunakan satu pendekatan keilmuan atau bidang saja,” katanya.

Tahun 2015, delapan kementerian bersepakat merevitalisasi Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA). Kedelapan kementerian tersebut adalah Kementerian PUPR, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Revitalisasi GN-KPA bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi

pada Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mencapai keandalan sumber-sumber air baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas. Sasaran dari revitalisasi GN-KPA meliputi 108 DAS prioritas, 15 danau prioritas, 29 bendungan prioritas, serta 13 provinsi sentra padi, dan secara keseluruhan tersebar di 352 kabupaten/kota 34 provinsi.

Tindak lanjut yang konkret dari GN-KPA adalah kerja sama antara Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN dan Kemendagri dalam upaya perlindungan dan optimalisasi fungsi situ, danau, embung, dan waduk (SDEW). Lewat kerjasama tersebut, SDEW dijadikan sebagai aset negara dengan membuat sertifikat kepemilikan pemerintah, guna mencegah semakin banyaknya SDEW yang berkurang luasannya atau bahkan hilang karena alih fungsi lahan. Sertifikasi menjadi langkah awal perlindungan agar dapat dilakukan penanganan selanjutnya.

GN-KPA yang bersifat lintas sektor menunjukkan betapa upaya penyelamatan air tidak dapat hanya dikerjakan satu pihak, melainkan membutuhkan upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan. Tak hanya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, swasta, akademik, lembaga swadaya masyarakat, serta komunitas. Menumbuhkan kesadaran masyarakat dan komunitas akan membuat upaya-upaya pemeliharaan SDA berkelanjutan.

Pengembalian fungsi alami SDEW juga dilakukan Kementerian PUPR dengan menormalisasi 15 danau prioritas sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, salah satunya Danau Rawa Pening di Jawa Tengah. Dalam kurun 15 tahun terakhir, luas danau ini menyusut menjadi hanya 30% dari luas awal. Penyusutan luas ini terjadi akibat perubahan tata guna lahan, banyaknya tanaman gulma, dan pencemaran. Kondisi serupa juga dijumpai di danau-danau lainnya.

Pekerjaan normalisasi yang dilakukan adalah pengerukan sedimentasi, pembersihan dari gulma, pembuatan tanggul untuk eksistensi danau serta penetapan badan dan sempadan danau. Melalui normalisasi, kapasitas tampung danau akan meningkat, sehingga manfaat yang dirasakan masyarakat sekitar juga bertambah. Mulai dari penyediaan air baku, suplai irigasi, perikanan, hingga pembangkit energi. Dengan kondisi danau yang lebih sehat, potensi lain seperti sebagai sarana pariwisata maupun olahraga air juga dapat dikembangkan.[]

Alamlah yang mengadakan sekaligus menjaga kualitas dan kuantitas air

Laporan Utama

010 Sinergitas | November 2018

Kota-kota besar di Indonesia membutuhkan banyak ruang-ruang terbuka hijau. Pembangunan yang pesat, pertambahan penduduk yang cepat,

meningkatnya kendaran-kendaraan berbahan baku fosil membuat kota-kota menjadi lebih cepat panas, persediaan air tanah yang semakin berkurang, pencemaran udara dan tentunya ruang-ruang interaksi masyarakat yang semakin tergerus.

Pembangunan selalu berhubungan dengan kegiatan mengolah sumber alam dan mengubah lingkungan, kata Prof. Emil Salim. Karenanya salah satu risiko yang muncul dari sebuah pembangunan kawasan kota bisa jadi akan memberikan dampak positif dan negatif sekaligus kepada masyarakat. Namun sayangnya, menurut menteri di jaman Pak Harto itu, dalam persoalan pembangunan ini, umumnya aspek lingkungan seringkali kurang mendapatkan perhatian.

Sebagai sebuah lingkungan terbangun yang dibuat manusia, sebuah kota umumnya memiliki kawasan terbangun yang meluas. Namun menyebabkan berkurangnya daerah resapan air lingkungan biosphere.

Selain itu, penggunaan material beton, baja dan kaca dalam pembangunan merupakan insulator

Tujuan pembangunan RTH pada prinsipnya adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah kota. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam.

RUANg TERBUKA HIJAU

011

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

yang buruk karena mengonduksi dan melepas panas. Apalagi ditambah dengan penggunaan bahan bakar fosil oleh kendaraan, industri, dan listrik rumah tangga. Semua menjadi sumber polusi udara sekaligus menjadi sebab panas kota yang meningkat.

Menurut pakar tata kota Nirwono Joga, RTH kabupaten/kota di Indonesia hanya berada di kisaran 9-11%. Padahal menurut pasal 29 Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR), proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.

Dalam Penjelasan Pasal 29 dijelaskan, proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi, sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Hal tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan Hak Asasi Manusi Indonesia, berupa Hak Atas Lingkungan Hidup Yang Baik dan Sehat, sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD NRI 1945. HAM tersebut wajib diwujudkan oleh negara, tentu saja melalui Aparatur negara, yaitu Pemerintah.

Landasan hukum lebih lanjut tentang RTH ditetapkan juga dalam: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan; serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/ Prt/ M/ 2008 Tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan.

Tujuan pembangunan RTH pada prinsipnya adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah kota. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau

area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam.

RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.

RTH menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, memiliki pengertian bahwa RTH yang ada mesti berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota. Contohnya seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan satwa endemik.

RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan RUANg

TERBUKA HIJAU

Laporan Utama

012 Sinergitas | November 2018

kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota .

RTH dengan semua fungsi yang dimilikinya selain untuk menjaga kualitas lingkungan, menjaga kelangsungan kehidupan perkotaan, sekaligus juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Selain itu, ruang-ruang terbuka hijau yang diolah melalui sentuhan arsitektur yang ‘ramah’, akan menghasilkan ruang-ruang publik sebagai sarana interaksi masyarakat.

Sebuah ruang-ruang terbuka hijau untuk publik ini dapat menjadi laboratorium masyarakat untuk menguji secara langsung seluruh penafsiran mereka terhadap kebaikan dan ruang-ruang

kebersamaan. Memberikan kanak-kanak untuk merasakan pengalaman yang memaksimalkan potensi motorik, kemandirian, kepercayaan diri, kreativitas, kontrol diri, sampai keterampilan sosial.

Indikator-indikator yang akan menjadi modal utama keberagaman dan religiusitas masyarakat yang plural sebagai wajah utama nusantara. Ruang yang memungkinkan terjadinya interaksi seluruh masyarakat bersama-sama dan terus menerus. Ruang tumbuh kembang yang mengajarkan anak-anak kita tentang kehidupan dan banyak hal.[]

013

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa

RTH yang terdiri dari 20% publik dan 10% privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Contoh RTH Publik adalah taman kota, hutan kota, sabuk hijau (green belt), RTH di sekitar sungai, pemakaman, dan rel kereta api. Sedangkan RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

Tujuan penyediaan RTH adalah:

1. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air,

2. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

3. Meningkatkan keserasian lingkungan

perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

Fungsi dasar RTH secara umum dapat dibedakan menjadi:

1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (’paru-paru kota’), pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin;

2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian;

3. Ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain;

4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik (dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan). Mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan ’keseimbangan kehidupan fisik dan psikis’. Dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali .

Sedangkan berdasar Pasal 3 Permendagri RTHKP, fungsi RTHKP adalah: (a) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; (b) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; (c) Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; (d) Pengendali tata air; dan (e) Sarana estetika kota.

Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologis, dan konservasi hayati.

RTH 30 Persen

Laporan Utama

014 Sinergitas | November 2018

Cheyonggyecheon ala Bekasi

Cheyonggyecheon adalah model penataan ruang kota hijau.

Sungai ini terbukti memasok udara bersih bagi warga Seoul.

Menurut situs World Wildlife Fund (WWF), polusi udara di

sekitar wilayah sungai berkurang dari 74 mikrogram menjadi 48

mikrogram perkubik.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil

Saat ini aliran Kalimalang yang melintas di dekat Kampus Unisma Bekasi memang banyak dimanfaatkan warga sebagai ruang publik.

015

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Seakan merespon Presiden Jokowi yang mengidamkan sungai secantik Cheyonggyecheon, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan akan

merevitalisasi Kalimalang Bekasi menjadi seperti sungai di Seoul itu. Kang Emil telah mengunggah foto-foto di Instagram (12/8), memaparkan agendanya merevitalisasi Sungai Kalimalang.

Rencananya, Pemprov menganggarkan Rp 50 miliar untuk proyek itu. “Anggarannya sudah disiapkan,” ujar Kang Emil, "sehingga bisa dilelang awal tahun." Demikian dikatakan Sang Gubernur seusai rapat di Gedung Sate, Bandung, 26/9/018. Ridwan Kamil memang arsitek jempolan. Tak sedikit spot paling keren di Bandung merupakan buah karya alumni ITB dan Berkeley itu.

Saat ini aliran Kalimalang yang melintas di dekat Kampus Unisma Bekasi memang banyak dimanfaatkan warga sebagai ruang publik. Salah satunya untuk aktivitas seni-budaya. Di beberapa titik nampak bantaran Kalimalang dihiasi sejumlah bangunan kayu, selain warung, saung, dan tempat makan. Di lokasi itu juga ada tempat bersantai yang selalu didatangi mahasiswa.

Itu yang di Kota Bekasi. Tapi Kalimalang membentang dari Bendungan Curug, mengalir dari Karawang, Cikarang, Cibitung, Tambun, Bekasi, hingga ke Jakarta Timur.

Penegakan HukumMenanggapi semangat Kang Emil mengubah wajah Kalimalang agar secantik sungai Cheyonggyecheon itu, Koordinator Peta Hijau Jakarta, Nirwono Joga menyatakan menyambut positif ide itu.

"Tapi sebaiknya fungsi dasarnya dulu yang dibenahi, melalui penataan industri di sepanjang sungai dan ruang bebas bangunan. Ini artinya penertiban, penegakan hukum, relokasi pemukiman warga, membersihkan sungai dari sampah dan limbah, hingga mengelola air untuk memenuhi kebutuhan air baku minum.

Itu jauh lebih penting dan tidak mudah. Membutuhkan waktu lama. Dan terlebih, membutuhkan konsistensi pemerintah daerah," ungkapnya sebagaimana dikutip Media Indonesia (17/9). “Jika penataan sungai hanya sekedar memperindah estetika kota saja, hal itu sangat disayangkan. Karena tidak akan menyelesaikan akar permasalahan sungai itu sendiri," ujarnya.

Pengamat Tata Kota yang sama-sama alumnus ITB, Denny Zulkaidi, juga mempertanyakan. "Ditata di badan sungai atau sisi sungai? Kalau di Korea di badan sungainya. Karena memang alirannya tidak terlalu besar sehingga bisa dibuat macam-macam. Tetapi kalau sungainya besar dan

Laporan Utama

016 Sinergitas | November 2018

debitnya banyak maka hanya bisa diterapkan di sisi kiri-kanannya untuk tempat nongkrong," kata Denny (JawaPos.com Senin 17/9).

Selain itu, kata Denny, air Kalimalang berwarna coklat pekat. Jadi, harus dipikirkan lebih lanjut agar Kalimalang bisa menarik wisatawan untuk berwisata di Kalimalang. Misal adanya penyaringan air agar jernih.

“Perlu diingat,” imbuh Denny, “Kalimalang berada di posisi hilir. Maka bagian hulu dan tengah pun harus diperhatikan. Jika hulu dan tengah ini tidak diperhatikan maka program itu hanya akan bertahan beberapa bulan saja.

Sebaiknya hulu-tengah-hilir digarap semua. Selanjutnya penyaringan sungai. Lalu penjernihan, agar kualitas air bersih dan menarik. Jangan sampai Kalimalang sudah dibuat macam-macam, tapi airnya coklat. Orang enggak akan ada yang mau turun. Apanya yang kayak Cheyonggyecheon?

Cheyonggyecheon adalah model penataan ruang kota hijau. Sungai ini terbukti memasok udara bersih bagi warga Seoul. Menurut situs World Wildlife Fund (WWF), polusi udara di sekitar wilayah sungai berkurang dari 74 mikrogram menjadi 48 mikrogram perkubik.

Selain Cheyonggyecheon, ada beberapa sungai di dunia yang juga jadi kebanggaan warganya. Neretva, salah satunya. Sungai di Mostar, Bosnia Herzegovina ini diklaim sebagai sungai paling jernih di Bosnia. Di bawah jembatan Stari Most, Sungai Neretva dijadikan lokasi penyelaman wisatawan. Termasuk terjun bungee dari jembatan Stari Most, yang berjarak 24 meter di atas air.

Ada pula Sungai Spree di Berlin, Jerman. Sungai sepanjang 400-an kilometer ini melintasi negara bagian Saxony, Bradenburg, dan Berlin di Jerman. Sungai Spree menawarkan beragam fitur untuk dinikmati wisatawan.

Dan di Indonesia ada Sungai Kalimas di Surabaya, yang merupakan pecahan aliran Kali Brantas hulunya di Mojokerto itu. Tri Rismarani, sang Walikota Surabaya menjadikan pesisir sungai sebagai destinasi ekowisata. Sederet dekor dan

lampion menyumbang keelokan sungai, selain alirannya yang rutin dibersihkan.

Pun Kalimalang. Program pemerintah pusat adalah membereskan sungai yang hilirnya di

Jakarta itu. Saat ini di hulu sedikitnya ada progres namun di bagian tengah masih terkendala karena banyak limbah industri dan peternakan yang mencemari Sungai Citarum.

Kang Emil menyatakan, revitalisasi Kalimalang mencontoh penataan Sungai Cheyonggyecheon di Seoul, Korea Selatan. Awalnya Sungai Cheyonggyecheon juga merupakan kawasan kumuh yang membentang sepanjang 8,4 kilometer. Sungai Cheyonggyecheon sempat dilupakan orang karena kehadiran jalan layang di atasnya telah menutupi permukaan sungai.

Baru pada 2003 Walikota Seoul Lee Myung-bak merevitalisasi dan menghilangkan jalan layang yang menutup view Cheyonggyecheon sejak 1970-an itu. Meskipun sempat kontroversial namun setidaknya 78% warga setuju. Usaha Walikota Lee terbukti berhasil dan bisa dinikmati hingga saat ini.

Bagaimana Pemerintah Daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta?

017

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Digoda Korea

Anies Baswedan : Ciliwung Bukan Cuma Soal Estetika Anies menjelaskan, prosentase

sungai yang tercemar ringan dan sedang sejak 2014 memang menurun. Tetapi sungai yang tercemar berat prosentasenya justru melonjak, dari 32 persen menjadi 61 persen.Presiden Joko Widodo mengidamkan

kondisi Sungai Ciliwung bisa seperti Sungai Cheonggyecheon di Ibu Kota Seoul, kata Pak Presiden saat melawat ke

negeri Im Soo Hyang itu. Presiden bahkan meminta bantuan Pemerintah Korea untuk menyulap Ciliwung agar secantik Cheonggyecheon.

Namun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merespon, “Membenahi Sungai Ciliwung bukan hanya sekedar soal penampilan. PR kita di Ciliwung itu bukan sekedar soal estetika.”

Anies menjelaskan, prosentase sungai yang tercemar ringan dan sedang sejak 2014 memang menurun. Tetapi sungai yang tercemar berat prosentasenya justru melonjak, dari 32 persen menjadi 61 persen. “Jadi PR-nya itu,” tegasnya.

Solusi untuk mengurangi pencemaran sungai yang saat ini sedang dipikirkan adalah membangun ekosistem menjadi alamiah. Salah-satu indikator sungai alamiah, menurut Anies, adalah adanya aktivitas hewan di sana.

Kalau satwa bisa berada di sungai, artinya sungai itu sehat, bersih. Itulah yang disebut sebagai sungai yang alamiah. Sungai-sungai yang natural. Kita akan menuju ke sana, tukasnya.

Laporan Utama

018 Sinergitas | November 2018

10 Miliar Sebenarnya pada Februari lalu Gubernur DKI Anies Baswedan yang juga Ketua Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur (Jabodetabekjur) sudah melakukan langkah yang relevan. Salah satunya, Pemprov DKI menggelontorkan Rp 10 miliar untuk membangun kolam retensi di Kelurahan Cibuluh, Bogor Utara.

Pemprov DKI kembali menyalurkan bantuannya setelah dua tahun berturut-turut menolak pengajuan pemerintah daerah di sepanjang aliran Sungai Ciliwung untuk membantu mengantisipasi banjir akibat luapan Ciliwung.

"Bagi saya prinsipnya adalah, kerjakan apapun yang harus dikerjakan, untuk menyelamatkan Jakarta dari banjir," kata Anies di pintu air bendung Katulampa, di musim penghujan lalu saat ia mengecek lokasi kolam retensi yang dibiayai bantuan DKI.

Anies juga menemui kepala daerah lain yang dilintasi Sungai Ciliwung untuk membicarakan penanggulangan bencana banjir ke depannya. Selain tugas masing-masing pemerintah daerah, penanganan banjir diakui menjadi tanggung jawabnya.

Upaya penanganan banjir di Ibukota memasuki babak baru. Pemprov DKI Jakarta tak hanya

Solusi untuk mengurangi pencemaran sungai yang saat ini sedang dipikirkan adalah membangun ekosistem menjadi alamiah.

019

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Membenahi Sungai Ciliwung bukan hanya sekedar soal penampilan

memberikan bantuan dari anggaran daerahnya. Gubernur Anies juga akan mendorong Pemerintah Pusat berperan sesuai kewenangannya.

Bantuan Pemprov Jakarta itu diapresiasi Wali Kota Bogor Bima Arya. Ia sepakat upaya menanggulangi bencana banjir di sepanjang aliran Sungai Ciliwung ialah dengan membangun kolam retensi di kawasan Kota Bogor.

Setelah bantuan tersebut, Bima mengusulkan tambahan dana untuk menormalisasi tiga bendungan di Kota Bogor dari Bantuan Provinsi Jakarta 2019. "Jadi air itu diserap, diturunkan, dikelola di Bogor. Bukan semuannya dibuang ke Jakarta," katanya sambil wmenyebutkan 3-5 bendungan tambahan yang perlu dibangun di Kota Bogor.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Bogor Chusnul Rozaqi meyakinkan keberadaan kolam retensi di

Kelurahan Cibuluh bisa mengurangi dampak banjir di Jakarta. Ia mengklaim bendungan itu bisa menampung 21 ribu kubik air. Pemkot Bogor juga akan mengusulkan dana untuk normalisasi tiga bendungan lainnya pada 2019 yakni Situ Anggalena, Situ Bogor Raya dan Situ Gede.

Bupati Bogor Nurhayanti pun mengatakan telah mengajukan permohonan anggaran bantuan pada Pemprov DKI. Bantuan itu termasuk untuk penggusuran vila liar dan penataan kawasan puncak.

Nurhayanti akan menyoroti perizinan vila-vila dan bangunan di kawasan puncak yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dan merusak kawasan hulu.

30 TahunBerbeda dengan Presiden maupun Gubernur, Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Rodia Renaningrum di Gedung DPRD DKI, 14/9/018 mengatakan, perlu 30 tahun baru bisa merubah Ciliwung menjadi seperti Cheonggyecheon.

Rodia mengingatkan, Ciliwung bukan hanya membentang di Ibu Kota, tapi juga di kota-kota penyangga. ”Jika hulu Ciliwung tidak dibenahi maka sungai yang bersih sulit diwujudkan. Kali Ciliwung bentangannya kan panjang. Dari ujung ke ujung. Tapi DKI cuma dapat yang di tengahnya. Di hulu sama di hilir kan tidak," tutur Rodia.

"Naturalisasi itu bukan betonisasi. Naturalisasi menggunakan komponen alami semisal bronjong atau batu kali. Sehingga ikan dan berbagai biota bisa hidup. Naturalisasi tidak hanya mengembalikan sungai ke ukuran semula tapi juga mengembalikan ke keadaan semula. Misalnya dulu ada ikan gabus di sana maka kita kembalikan. Itu naturalisasi," ucap Rodia.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut jajarannya dan Pemerintah Pusat mendukung penuh naturalisasi 13 sungai, pembangunan sodetan kali Ciliwung-Kanal, Banjir Timur, serta pembangunan waduk, situ, dan embung.

“Apakah kita mampu mendandani Ciliwung seperti sungai Cheonggyecheon?” Menyimak sepak-terjang Pak Gubernur Anies, Rodia percaya Pemprov DKI akan mewujudkan itu. []

Laporan Utama

020 Sinergitas | November 2018

Berbenah SungaiSeakan merespon keinginan Presiden

Jokowi menjadikan sungai-sungai di Jabodetabek seperti sungai Cheonggyecheon di Kota Seoul,

Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat menawarkan gagasan pembenahan sungai. Dari arah Timur, Ridwan Kamil membenahi Kali Malang. Anies Baswedan menaturalisasi Kanal Banjir Barat Manggarai sampai Tanah Abang. Idealnya Gubernur Banten juga membenahi Mokevaart dan tentunya Pemkot Depok dari Selatan Jakarta.

Masyarakat mana yang tidak menginginkan sungai di wilayah mereka tertata cantik? Semuanya pasti pengin. Menambah preferensi ruang-ruang terbuka untuk bermain dan berekreasi. Wilayah terbuka yang menyajikan kenyamanan, keindahan, dan kesegaran lingkungan. Membuat masyarakat betah berlama-lama di pinggir sungai.

Menurut Kabid. Perencanaan BBWS Ciliwung Cisadane, Anggia Satrini, untuk mencapai kondisi ruang ideal ini, tentu bukan sekedar melakukan penataan pinggiran sungai saja. Badan sungai dan kualitas airnya juga harus ditata. Saat ini, prosentase sungai yang tercemar ringan dan sedang sejak 2014 memang menurun. Tetapi sungai yang tercemar berat prosentasenya justru melonjak, dari 32 persen menjadi 61 persen.

“Sebagai contoh kondisi sungai sebelum pintu air Gang Kelor, Sentiong. Airnya berwarna hitam pekat. Ini kualitas air yang mengalir menuju KBB. Sebelum pelaksanaan Asian Games, tim Biru bergerak membersihkan titik tersebut. Banyak BAB bertebaran. Baunya masih melekat dalam ingatan ha..ha...,” tukas bu Anggi.

Waktu memperhatikan saluran penghubung yang menuju kali Sentiong, banyak MCK tanpa septic tank. Kotorannya langsung dibuang di saluran sungai tersebut. Lokasi seperti ini tersebar di seluruh Jakarta.

“Kalau acuannya sungai di Korea Selatan, masyarakat di sana tidak ada yang membuang limbah langsung ke sungai. Tidak ada produk BAB masuk saluran drainase dan sungai. Di sini, MCK tanpa septic tank bisa ditemukan di beberapa titik yang tersebar di Jakarta. Belum lagi masalah sampah yang masuk sungai,” katanya lagi.

Karenanya akan keren sekali jika dengan anggaran Dinas lingkungan Hidup DKI yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya itu, bisa segera digalakkan pembuatan ipal komunal di lingkungan perumahan. Supaya air kotor yang masuk sungai berkurang. Sedikit demi sedikit ikut mengurangi pencemaran sungai.

Memang pak Gubernur sangat menyadari bahwa kualitas air adalah salah satu masalah dari gagasan naturalisasi yang ditawarkan. Dalam satu kesempatan Dia menyampaikan bahwa solusi

Masyarakat mana yang tidak menginginkan sungai di wilayah mereka tertata cantik? Semuanya pasti pengin. Menambah preferensi ruang-ruang terbuka untuk bermain dan berekreasi. Wilayah terbuka yang menyajikan kenyamanan, keindahan, dan kesegaran lingkungan. Membuat masyarakat betah berlama-lama di pinggir sungai.

021

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

untuk mengurangi pencemaran sungai yang saat ini sedang dipikirkan adalah membangun ekosistem menjadi alamiah. Salah satu indikator sungai alamiah, menurut Dia, adalah adanya aktivitas hewan di sana. Kalau satwa bisa berada di sungai, artinya sungai itu sehat, bersih. Itulah yang disebut sebagai sungai yang alamiah. Sungai-sungai yang natural.

Mempertimbangkan jalinan kusut dari permasalahan di balik gagasan naturalisasi ini, bu Anggi mengusulkan alternatif untuk melakukan pembenahan kualitas air yang penuh limbah dan kotoran terlebih dahulu. “Saya sering bertanya apa tidak lebih penting untuk melakukan naturalisasi kualitas airnya terlebih dahulu, dibandingkan menggaungkan naturalisasi sungai sementara kriterianya masih agak sumir?”

Selain itu, ruas wilayah KBB yang akan dinaturalisasi meskipun secara ruang wilayah tersebut memungkinkan, tetapi pada saat banjir menjadi riskan. Semuanya minggir diterjang banjir.

Terpisah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melalui instagramnya juga sudah memaparkan agendanya merevitalisasi Sungai Kalimalang. Rencananya, Pemprov Jabar menganggarkan Rp 50 miliar untuk proyek river beautification di Kalimalang ruas Kodya Bekasi sampai MM mall.

Menurut bu Anggi, sungai Kalimalang kualitas airnya relatif lebih baik dan alirannya selalu ada. Sepanjang pinggirannya juga sudah diturap rapi. Kiri kanannya dilewati jalanan. “Bahkan kalau mau sampai Cawang juga bisa diterapkan program river beautification”.

Begitu pula dengan kanal Cikarang-Bekasi-Laut (CBL), saat ini sedang dilakukan pengerukan, pembetonan dan perbaikan jalannya bekerja sama dengan Pelindo. Nantinya CBL akan dijadikan water canal for marine transportation untuk akses pengangkutan barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok-Cikarang [red]

Anggia Satrini, Kabid.Perencanaan BBWS Ciliwung Cisadane

Laporan Utama

022 Sinergitas | November 2018

Desain Penataan LingkunganSungai Cisadane

Tahun Anggaran 2017

BBWS CILIWUNG – CISADANE Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU-PR

Masalah sungai di banyak kota besar dan ramai di Indonesia terutama adalah masalah sempadan sungai. Terutama masalah pelanggaran pemanfaatan dan

masalah pengelolaan sempadan.

Tangerang, baik kabupaten maupun kotanya, merupakan daerah dengan pertumbuhan yang sangat pesat, baik dalam hal pertumbuhan pemukiman maupun perindustrian. Bisa ditebak, hal ini berdampak pada semakin berkurangnya daerah terbuka untuk lahan peresapan air dan ruang terbuka hijau.

Dan terjadinya alih fungsi lahan sempadan sungai menjadi daerah perumahan, perkantoran dan pusat bisnis telah menyebabkan timbulnya masalah banjir. Jelas dibutuhkan komitmen Pemerintah dan Pemda untuk mengatasi berbagai persoalan sempadan Sungai Cisadane.

Desain Penataan Lingkungan Sungai yang dianggarkan dari APBN Satker BBWS Ciliwung Cisadane Tahun Anggaran 2017 sangat tepat untuk meningkatkan fungsi sempadan sungai. Mulai dari segi landscape, utilitas elektrikal, hingga detail desain dan segenap komponen pendukungnya.

Tujuan desain penataan ini adalah membuat perencanaan teknis yang tepat untuk mengoptimalkan penataan sempadan agar dapat memenuhi semua fungsinya. Baik sebagai jalan inspeksi, taman kota / ruang terbuka, tempat

masyarakat bersosialisasi sarana edukasi dan olahraga, hingga konservasi serta penataan drainase lingkungan yang masuk ke alur Sungai Cisadane.

Secara spesifik ada lima tujuan penataan Sungai Cisadane : Menciptakan jalur hijau sungai yang menerus ; Menghubungkan lingkungan sekitar dengan sungai ; Meningkatkan ruang terbuka publik dan kualitas fitur air untuk lingkungan sekitar ; Merangkai dan menghubungkan aktivitas publik di sepanjang sungai ; dan meningkatkan dan memberi nilai tambah bagi identitas sungai.

Ruang Lingkup Kegiatan mencakup sebelas pekerjaan. Dari persiapan dan pengumpulan data sekunder, desain, hingga rekomendasi teknis beserta Manual OP.

Lokasi Ruang Lingkup Kegiatan berawal dari wilayah Tanjung Burung Kabupaten Tangerang hingga Kelurahan Panunggangan Barat Kecamatan Cibodas Kota Tangerang ; dibagi dalam delapan lokasi.

Pada lokasi 1, 2, dan 3 yang berada di Jl. Raya Tanjung Burung Kabupaten Tangerang tidak dilakukan perencanaan desain secara mendetail namun tetap dilakukan rencana desain berupa beberapa konsep desain sesuai dengan lokasi tersebut.

023

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Pada lokasi 4 yang berada di inlet Kali Sabi sehingga tidak dimungkinkan untuk diadakan penataan taman karena kondisi lahan,;

Lokasi 5 Kelurahan Mekarsari Kecamatan Neglasari ; Lokasi 6 Kampung Baru Kelurahan Koang Jaya Kecamatan Karawaci ; Lokasi 7 Jembatan Unis s/d Jembatan Robinson Kelurahan Sukajadi Kecamatan Karawaci; dan Lokasi 8 Kelurahan Panunggangan Barat Kecamatan Cibodas merupakan lokasi-lokasi desain penataan sempadan sungai yang lebih detail (merupakan desain normalisasi)

Ruang Publik Prinsip utamanya adalah menciptakan jalur hijau yang menerus dan menghubungkan aktivitas publik. Oleh karena itu elemen utama yang harus disediakan ini adalah jalur pedestrian, jalur hijau yang dilengkapi dengan pohon peneduh, serta titik-titik ruang publik yang dilengkapi plaza dan furnitur pendukung.

Konsep desain Penataan Lanskap Sungai Cisadane diperoleh dan dikembangkan berdasarkan tabel penyediaan RTH, yakni bahwa untuk setiap 1.000 m terdapat Taman A dengan luas 1.250 m2 ; dan pada setiap 300 m terdapat Taman B dengan luas 250 m2.

Untuk setiap jarak 1.000 m hanya ada 1 titik taman A. Ditempatkan di titik yang memiliki akses terdekat dengan pemukiman warga. Detail dan kelengkapan taman disesuaikan dengan kebutuhan warga sekitar. Ada akses untuk menyentuh badan sungai apabila kondisi eksisting memungkinkan.

Taman B dibuat setiap jarak 300-500 m, dengan luas berkisar 250m2. Ada jogging track. Setiap ruang publik dihubungkan dengan bike-line dan jogging track selebar tiga meter. Setiap 100 m disediakan area duduk, dilengkapi bangku taman, tempat sampah, dan lampu taman. Di sepanjang jalan inspeksi ada lampu setiap 8-10 meter.

Area Tanggul: Area sekitar tanggul dihijaukan dengan tanaman groundcover dan perdu. Untuk landmark, dengan konsep tahan banjir, biaya perawatan rendah, modern, dan dinamis.

Taman Lingkungan yang didesain untuk setiap 250 Penduduk melayani kegiatan bermain balita, kegiatan sosial para ibu rumah tangga, serta manula. Luas taman ini minimal 1 m2 per

penduduk, dengan luas minimal 250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 meter dari rumah rumah penduduk.

Setidaknya wajib tersedia bangku taman dan fasilitas bermain buat anak-anak. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 40% dari luas taman. Selain berbagai tanaman, juga terdapat minimal tiga pohon pelindung.

Taman Lingkungan yang didesain untuk setiap setiap 2500 Penduduk ditujukan untuk melayani kegiatan olahraga masyarakat, kegiatan remaja, serta kegiatan masal lainnya. Luas taman ini minimal 0,5 m2 per penduduk, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 meter dari rumah-rumah penduduk.

Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% dari luas taman. Sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Selain ditanami berbagai tanaman yang sesuai keperluan, juga terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

Konsep Penataan Di Lokasi 1, potensi taman lingkungan aktif berada di area pemukiman dan kebun, sehingga dapat dibangun sebuah area terbuka berupa plaza dan area duduk. Di sepanjang jalan inspeksi dibuatkan jalur hijau.

Di Lokasi 2, potensi taman lingkungan aktif berada di dekat SD Tanjung Burung dan area pemukiman sehingga dapat dibangun sebuah area terbuka berupa taman bermain (playground) dan dibuat jalur hijau di sepanjang jalan inspeksi tanggul normalisasi.

Di Lokasi 3, potensi taman lingkungan aktif berada di area pemukiman dan kebun juga area pergudangan dan industri, sehingga dapat dibangun sebuah area terbuka berupa plaza dan dermaga dan dibuat jalur hijau di sepanjang jalan inspeksi tanggul normalisasi.

Di Lokasi 4. konsep penataan pada lokasi ini berupa penataan jalur hijau dan penentuan vegetasi yang tepat (softscape)

Di Lokasi 5 & 6 didominasi oleh pertanian dan kebun. Pada area sempadan pun masyarakat menggunakan lahan sempadan tersebut untuk

Laporan Utama

024 Sinergitas | November 2018

kebun dan pertanian. Terdapat pula perdagangan dan industry, namun pada lokais tersebut juga terdapat permukiman yang cukup padat dan terdapat taman kanak-kanak sehingga konsep penataan berupa taman simpul dengan mengakomodasi berbagai kebutuhan masyarakat antara lain area duduk, area bermain anak, area arboretum, serta mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk penyebrangan sehingga terdapat desain dermaga. Dermaga menggunakan material yang permeable agar dapat meresapkan lumpur dan dapat mengantisipasi adanya banjir (bukan struktur keras yang mengurangi lebar sungai), serta elevasi dermaga mengikuti elevasi tanggul normalisasi sungai Cisadane. Pemilihan vegetasi juga disesuaikan dengan lokasiKonsep vegetasi untuk Lokasi 5 adalah tanaman tabebuya serta canna kuning/orange sedangkan konsep vegetasi untuk Lokasi 6 : flamboyan, bunga merak, bougenvil

Di Lokasi 7, desain penataan berupa taman kurva yaitu desain yang disesuaikan dengan lokasi 7 yaitu area permukiman yang dekat dengan area klenteng, universitas, dan sekolah. Untuk itu

tema taman lebih dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan Pendidikan. Aktivitas yang diakomodasi adalah area mini amphitheater untuk berkumpul dan berdiskusi, dan area display untuk edukasi. Pada lokasi ini juga dikonsepkan dermaga dan dek untuk mengakomodasi perahu naga. Penggunaan material dan elevasi dermaga sama dengan lokasi 5 dan 6. Konsep vegetasi untuk Lokasi 7 : tabebuia, hujan mas, canna merah

Di Lokasi 8 didominasi oleh permukiman berupa kompleks milik pengembang besar Area sempadan menjadi punggung dari kompleks-kompleks tersebut. Area didominasi oleh pertanian dan kebun. Terdapat kantor kelurahan, yang merupakan potensi utama untuk dapat dikembangkan ruang publik yang dapat mengakomodasi masyarakat sekitar. Konsep desain pada lokasi 8 merupaka taman arboretum dengan mengakomodasiarea bermain anak, hidroponik, dan area duduk berkumpul warga Konsep vegetasi untuk Lokasi 8 : flamboyan, bunga merak, bougenvil.[]

025

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Pertanian Itu Sakral

Kalimalang merupakan kali buatan yang dibangun di masa Presiden Soekarno. Tepatnya pada 1968. Sejarawan Bekasi, Ali Anwar mengatakan, Kalimalang

dibuat untuk mengalirkan air dari Waduk Jatiluhur di Purwakarta hingga ke Jakarta Timur.

Kali buatan sepanjang 70 kilometer ini hulunya terletak di “exit gate” percabangan Bendungan Curug, Karawang. Bendungan Curug terbagi menjadi dua saluran induk irigasi, yakni Tarum Barat dan Tarum Timur. Kalimalang adalah bagian

dari saluran Tarum Barat, mengalirkan air hingga ke Bekasi dan Jakarta.

Hingga dasawarsa 70-an, Kalimalang berfungsi sebagai saluran irigasi pertanian dan bahan baku air minum. Saat itu area persawahan masih terhampar luas di Kota Bekasi.

Memasuki dekade 80-an, sebagian besar fungsi Kalimalang tak lagi menjadi saluran irigasi. “airnya lebih diolah untuk menjadi air minum,” ungkap Ali Anwar. Bekasi mulai menjadi daerah industri. Dalam tempo tak terlalu lama, sawah lenyap dari bumi Bekasi.

Tinggal PDAM sendirian “memonopoli” pemanfaatan Kalimalang. PDAM mengolah air minum buat dikonsumsi masyarakat Bekasi dan sebagian Jakarta. Sementara Kalimalangnya sendiri tetap mengalir sampai ke Jakarta.

Mungkin benar “cerita nenek”: air Kalimalang dengan air Kali Bekasi sejak awalnya "gak bisa dikawinin". Meski kedua aliran kali ini bertemu bahkan bersilang di pintu air Jalan Hasibuan, dekat Giant Bekasi.

Tentu siapa pun menganggapnya mitos belaka. Monggo cek di googlemap. Aliran dari Kalimalang (kali perempuan) terkesan menghindar, seperti tak ingin bersatu dengan aliran Kali Bekasi (kali laki-laki). Dan aliran Kali Bekasi, yang lebih lebar dan begitu derasnya mengalir dari arah Bogor - meski musim kering pun, terkesan seperti mengalah pada aliran Kalimalang yang lebih kecil dan tenang aliran airnya.

Coba komparasikan dengan berita lama "Aliran Sungai Bekasi dan Kalimalang Bakal Dipisah", sekitar November 2009. Yang ramai diberitakan baik di media cetak maupun online saat itu. Maka pembaca bisa mengernyitkan jidat.

Di masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, Kalimalang pernah direvitalisasi. Tujuannya agar aliran air dari waduk Jatiluhur yang

Fakta dan “Story”Kalimalang – Kali Bekasi

Laporan Utama

026 Sinergitas | November 2018

disalurkan melalui sungai Kalimalang tidak tercampur dengan air kiriman Bogor melalui Kali Bekasi. Karena Kali Bekasi ditengarai telah tercemar oleh berbagai limbah berbahaya.

Sedangkan aliran air Kalimalang sejak dulu tidak bermasalah. Bahkan sudah semakin baik setelah diturap di era SBY. Maka revitalisasi yang dilakukan adalah pengadaan sipon. Yakni konstruksi yang membawa air melewati bagian bawah saluran lain. Koordinatnya di (bawah) Jalan M Hasibuan.

Sipon yang dibuat di bawah aliran Kali Bekasi itu mengalirkan air dari Waduk Jatiluhur melalui Sungai Kalimalang menuju Jakarta Timur sehingga air di Sungai Kalimalang tidak tercampur dengan air kiriman Bogor melalui Kali Bekasi.

Saat itu dinyatakan dua alasan pemisahan kedua aliran sungai ini. Pertama untuk mengatasi terjadinya

banjir kiriman dari Bogor, yang sempat parah pada tahun 2002 dan 2007. Dan alasan kedua, menyelamatkan sumber air Kalimalang sebagai air baku yang bersih untuk masyarakat Jakarta dan Bekasi.

Kali BekasiBerdasarkan catatan sejarah, Kali Bekasi telah dikenal di abad ke-lima Masehi, tepatnya di zaman Kerajaan Tarumanegara yang diperkirakan berada di sekitar Bekasi. Data tersebut termuat di Prasasti Tugu, yang pertama kali ditemukan pada 1878 di kampung Tugu, Cilincing.

Isi prasasti menerangkan adanya penggalian Sungai Candrabaga oleh Raja Diraja Guru, dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22

Kali buatan sepanjang 70 kilometer ini hulunya terletak di “exit gate”

percabangan Bendungan Curug, Karawang. Bendungan Curug

terbagi menjadi dua saluran induk irigasi, yakni Tarum Barat dan

Tarum Timur. Kalimalang adalah bagian dari saluran Tarum Barat, mengalirkan air hingga ke Bekasi

dan Jakarta.

027

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Hingga dasawarsa 70-an, Kalimalang berfungsi sebagai saluran irigasi pertanian dan bahan baku air minum.

masa pemerintahannya.

Negeri ini sejak dahulu dikenal sebagai negeri subur dengan kekayaan melipah. Masyarakatnya mengolah tanah dengan bertani atau berkebun sebagai sumber kehidupan. Tentulah air menjadi salah satu sumber penghidupan bagi manusia, hewan serta tumbuhan.

Prasasti Tugu yang menceritakan raja-raja Tarumanegara menggali sungai itu. Menyiratkan bagaimana pemimpin memperhatikan air sebagai kebutuhan rakyatnya. Bagaimana teknologi pengairan di masa itu memanfaatkan aliran air dari sungai untuk kebutuhan hidup manusia, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun bercocok-tanam.

Begitu peduli penguasa akan pengolahan dan pemanfaatan air sebagai anugerah tak terkira dari Sang Pencipta. Di mana ada aliran air, baik dari sungai kecil atau besar, di situ ada persawahan.

Tetapi lain dulu lain sekarang. Dahulu aliran air sungai diterima sebagai anugerah. Sekarang malah menjadi salah-satu sumber bencana atau musibah.

Badan sungai diperkosa menjadi tempat sampah. Airnya tercemar berbagai limbah industri dan rumah-tangga. Menjadi racun bagi makhluk hidup.

Sungai bukan lagi ekosistem melainkan simptom asing penyebab bencana banjir. Itulah kenyataan yang terjadi sekarang.

Diolah dari: http://portid.blogspot.com, today.line.me, Dean Pahrevi, Icha, astika,[]

Laporan Utama

028 Sinergitas | November 2018

Presiden Jokowi memiliki impian untuk membuat Ciliwung sebagus sungai Cheonggyecheon di Kota Seoul. Pak Anies Baswedan kemudian mewacanakan program normalisasi kali

Ciliwung. Terkait hal ini, yang paling penting menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, Bambang Hidayah adalah kapasitas Ciliwung yang mampu menahan dan mengalirkan air banjir. Mencegah air melimpas ke pemukiman penduduk, infrastruktur, sarana dan prasaran umum yang akan berakibat terganggunya aktivitas ekonomi.

“Sesudah itu tertangani, baru kita pikirkan mengembalikan sungai ke kondisi alamiahnya. Apakah normalisasi nantinya menjadi bagian naturalisasi ya silahkan!” tutur pak Bambang.

Kita petakan mana space di Ciliwung yang lebarnya masih di atas 50-60 meter untuk dinaturalisasi. Sementara untuk space yang sempit pakai sheet pile. Karena teknik ini kan diperuntukkan bagi space yang kecil. Bukan berarti balai tidak memperhatikan kondisi lingkungan.

“Kami sangat concern terhadap hal itu (lingkungan-red). Namun untuk Ciliwung yang di sepanjang sempadannya dipenuhi hunian, tentu ini menjadi tantangan luar biasa. Langkah yang saat ini dilakukan Balai adalah memetakan wilayah mana saja yang masih luas dan memungkinkan untuk dinaturalisasi. Apa yang kami lakukan nanti dipadukan dengan kajian yang dilakukan Pemprov”.

Terkait antisipasi banjir di Ibukota, pak Bambang mengatakan bahwa BBWS Ciliwung Cisadane tidak berdiam diri menunggu datangnya banjir. Balai mempersiapkan diri bahkan jauh-jauh hari sebelum memasuki musim penghujan.

Pak Bambang Hidayah Ka. BBWS Ciliwung Cisadane

029

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Terkait antisipasi banjir di Ibukota, pak Bambang mengatakan bahwa BBWS Ciliwung Cisadane tidak berdiam diri menunggu datangnya banjir. Balai mempersiapkan diri bahkan jauh-jauh hari sebelum memasuki musim penghujan.

Sebelum terjadi banjir, balai menyiapkan peta-peta daerah yang rawan terjadi genangan. Peta-peta ini memberi gambaran tentang daerah yang rawan. Datanya diperbaharui secara berkala. Salah satunya dengan melakukan penelusuran dari Kampung Melayu sampai Petogogan dan mencatat titik-titik mana saja yang rawan. Lainnya pemantauan permukaan air, curah hujan, sampai penelusuran sungai dari hulu sampai hilir.

Balai juga membentuk tim satgas untuk bersiap-siaga di lokasi-lokasi rawan tersebut. Mereka melakukan pemantauan dan melaporkan setiap perubahan yang terjadi, terutama menyangkut curah hujan dan permukaan air sungai.

Persiapan bahan banjiran seperti karung, bronjong juga dilakukan. Bahan banjiran ini untuk penanganan sederhana. Dan kalau dibutuhkan penanganan teknis yang berat, balai sudah menyiapkan peralatan berat yang siap dioperasikan jika diperlukan.

Menurut pak Bambang, salah satu yang harus diantisipasi adalah ketika penanganan tanggap darurat memerlukan dana yang besar. Harus diajukan ke Pusat. Balai tidak bisa sendirian. Karenanya balai selalu berkoordinasi dengan Direktorat SDA, Pemprov DKI, dan BPBD untuk bersinergi terkait penanggulangan banjir.

Namun pak Bambang sangat berharap banjir dapat ditanggulangi cukup dengan menggunakan bahan-bahan banjiran yang ada di Balai. “Kalau dapat ditanggulangi dengan bahan-bahan yang disiapkan BBWS Cilicis dengan Dinas Kota kan jauh lebih bagus”.

Contohnya beberapa waktu lalu di Cipinang terjadi genangan 30-50 cm. Itu cukup ditangani Dinas SDA kota dengan memasang bronjong dan karung-karung berisi pasir. Balai membantu bronjong ke mereka.

“Tindakan pasca bencana di wilayah sungai akan selalu menjadi perhatian Balai. Misalnya mengapa air dari kali Ciliwung melimpas. Ternyata ada beberapa bagian yang belum dinormalisasi. Itu yang akan menjadi prioritas,” jelas pak Bambang.

Namun pak Bambang menegaskan, bahwa Balai tidak bisa bekerja sendiri. Butuh sinergi yang apik dengan PU Pusat dan Pemprov DKI Jakarta. “Selama ini koordinasi dan kerjasama kami dengan Pemprov sangat baik, begitu juga dengan Pusat”.

Kabalai menjelaskan bahwa tahun 2018 ini balai memang tidak ada kegiatan di Ciliwung. Padahal normalisasi yang dikerjakan dari 33 km baru selesai 16 km. Namun itu murni karena masalah pembebasan lahan yang mekanismenya tentu membutuhkan waktu. Tidak bisa buru-buru. Belum lagi adanya rotasi jabatan, “tetapi hubungan kami baik. Komunikasi kami dengan Pemprov. DKI sangat baik,” ujarnya menutup obrolan [red]

Laporan Utama

030 Sinergitas | November 2018

Nobody Care

Kalau terjadi banjir di hutan atau danau yang jauh dari permukiman warga, nobody care. Tetapi masalahnya akan berbeda jika kemudian banjirnya terjadi di lingkungan yang dihuni.

Apalagi sampai menimbulkan kerugian harta bahkan jiwa. Semua menjadi begitu perhatian. Semua tatap mata terarah lurus ke Balai.

“Karena menyangkut banyak pihak, balai memiliki prinsip melibatkan peran serta berbagai pihak dalam penanggulangan banjir. Mulai dari komunitas, masyarakat, BMKG, BPBD, Pemerintah Daerah, TNI, POLRI, dll,” kata Gemala Suzanti, Kabid. OP BBWS Ciliwung Cisadane.

Menurut bu Suzan, pengendalian daya rusak air merupakan salah satu pilar utama pekerjaan balai. Daya rusak air bisa berupa kekeringan, banjir atau kualitas airnya. Khusus pengendalian banjir, balai dalam hal ini OP, melakukan beberapa kegiatan.

Pertama saat kemarau lalu dilakukan work through penelusuran sungai. Kegiatan ini menelusuri sungai dari hulu sampai hilir untuk mengumpulkan data tentang titik-titik yang berpotensi terjadi banjir.

“Jika titik tersebut sudah ada infrastruktur pengendalian banjir, selanjutnya dilihat apakah terjadi kerusakan atau tidak sehingga berpotensi terjadi limpasan. Begitu juga daerah padat penduduk mana yang berpotensi bencana. Work through bertujuan untuk melakukan pengecekan dan evaluasi di daerah-daerah itu,” jelas bu Suzan.

Evaluasi mesti terus-menerus dilakukan untuk memastikan infrastruktur yang diperlukan sudah dibangun atau untuk mengetahui bila terjadi kerusakan. “Jika ada yang bisa diperbaiki, setelah melalui evaluasi bisa diperbaiki, ya kita perbaiki. Kalau tidak bisa berarti ada sesuatu yang mesti dipersiapkan terlebih dahulu”.

Mendekati musim penghujan sekitar bulan Agustus, September, Oktober, OP juga melakukan koordinasi. Koordinasi internal untuk mengetahui apa yang sudah

“Karena menyangkut banyak pihak, balai memiliki prinsip melibatkan

peran serta berbagai pihak dalam penanggulangan banjir. Mulai dari

komunitas, masyarakat, BMKG, BPBD, Pemerintah Daerah, TNI,

POLRI, dll,” kata Gemala Suzanti, Kabid. OP BBWS Ciliwung Cisadane.

Gemala Suzanti, Kabid. OP BBWS Ciliwung Cisadane

031

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

dan akan dilakukan bidang lain untuk kegiatan pengendalian banjir ini. Misalnya wilayah mana yang sudah ditanggul oleh PJSA.

Selain itu juga dilakukan koordinasi eksternal dengan pemerintah daerah, BPBD dan BMKG. “Misalnya untuk mengetahui curah hujan balai berkoordinasi dengan BMKG. Pemerintah daerah dan BPBD memiliki apa? Balai punya apa? Misalnya mereka punya `bahan banjiran` yang ditempatkan di mana. Balai memiliki peralatan berat sebagai pendukungnya,” lanjutnya.

Menurut bu Suzan, pada saat kejadian banjir misalnya satu wilayah membutuhkan pompa. Pemerintah daerah ternyata punya pompa, jadi balai tidak perlu mengirim mobile pump kesana. Tetapi mereka tidak memiliki bronjong atau karung pasir, ya kita kirim.

Koordinasi juga dilakukan dalam kegiatan early warning system. Pemerintah daerah atau BMKG kan memiliki alat pemantau curah hujan dan permukaan air. Balai juga punya. Koordinasi akan memungkinkan sharing data dan informasi real time. Dalam keadaan normal, pemantauan tinggi muka air sungai dilakukan perhari, tetapi kalau sudah masuk kategori siaga, setiap 5 menit dilakukan pemantauan. Koordinasi yang dilakukan akan menambah akurasi data, dan semakin banyak data tentu akan semakin baik.

“Dengan koordinasi yang dilakukan, kita juga tahu titik koordinat mereka meletakkan alatnya. Begitu juga sebaliknya. Sering juga kejadian alat pemantau permukaan air atau CCTV yang dipasang di Katulampa tersambar petir dan rusak,” papar bu Suzan,”Koordinasi internal khususnya para juru sungai juga dilakukan. Siapa saja yang bertugas? Mereka memberi laporan setiap kapan?”

Sebagai Kabid OP BBWS Ciliwung Cisadane, Bu Suzan memantau perkembangan permukaan air dan curah hujan melalui aplikasi khusus yang terinstal di mobile phone-nya. Menurut Dia, sangat penting untuk mengetahui perubahan yang terjadi terutama di musim penghujan seperti saat ini.

Di aplikasi yang tertanam di piranti mobile tersebut, bu Suzan juga bisa melihat hasil penelusuran sungai dari hulu sampai hilir. Total ada 78 daerah rawan genangan, diantaranya Pejompongan, Serdang, Cempaka Putih, Kapuk Kamal, kebun Bawang, Warakas, Kelapa Gading, Rawa Badak, Kebun Nanas, Kramat Jati, Ujung Menteng, dst.

Dari jumlah tersebut, 25 diantaranya sudah berhasil ditangani, seperti Pulau Nangka, Cipinang Jaya, Pengadegan, Kalibata, Tegal Alur, Rawa Buaya, dst.

Hal lain yang disinggung Bu Susan menyangkut banir adalah ketidakpedulian masyarakat kalau tempat mereka tergenang. “Mereka seperti tidak mau tahu apakah itu air hujan, limpasan sungai atau karena air yang tidak mengalir karena drainase-nya mampet.”

Karenanya tahun 2018 ini, Balai juga melakukan penelusuran drainase perkotaan. Banyak temuan drainase tersumbat karena di atasnya berdiri bangunan. Dalam penelusuran sungai juga ada temuan badan sungai yang dipenuhi sampah sehingga tidak tersisa ruang untuk air mengalir. “Kalau kondisinya seperti ini, kalau terjadi banjir bagaimana?”

Disinilah peran kerjasama dan koordinasi dengan pemerintah daerah sangat diperlukan. Merekalah yang memiliki perangkat untuk melakukan penertiban. Mereka juga yang secara administratif melakukan pengaturan terhadap masyarakat. Balai tidak bisa melakukannya sendirian.

Posko Banjir

Untuk mengantisipasi banjir, di balai sudah dibentuk posko banjir. Tahun ini rencana akan dipilah menjadi beberapa titik. Di posko banjir ini teman-teman melakukan piket bergantian selama 24 sehari, sepanjang waktu. Karena banjir tidak mengenal hari libur. Mereka dibekali SOP sebagai pegangan siapa melakukan apa, kapan, bagaimana, sampai pelaporannya.

“Misalnya saat masuk siaga III, pemantauan harus dilakukan 15 menit sekali. Masuk siaga I, pemantauan harus dilakukan setiap lima menit sekali. Setiap tim dibagi menjadi tiga regu, lengkap dengan nama dan nomor telpon mereka. Ketika keadaan siaga, merekalah orang pertama yang akan ditelpon untuk mengirimkan data real time,” terang bu Suzan.

Peralatan berat juga disiapkan balai. Ada pompa mobil, speed boat, dump truck, perahu karet, pelampung, tadano, amphibi, dll. Semua dalam keadaan siaga dan siap pakai. Baik dari sisi mesin maupun penunjangnya seperti bahan bakar solar atau bensinnya. Selain itu balai juga menyiapkan bahan-bahan banjiran seperti bronjong, karung pasir, dll yang juga sudah siap digunakan [red]

Laporan Utama

032 Sinergitas | November 2018

Sinergitas Balai dan Masyarakat

Berbicara tentang pengelolaan sumber daya air, berarti kita membicarakan pilar-pilar utama dan pilar-pilar pendukungnya. Pilar utamanya ada yang disebut

konservasi sumber daya air, penatagunaan sumber daya air, dan pengendalian bencana. Baik bencana banjir maupun kualitas airnya. Pilar pendukungnya adalah data, informasi, dan juga kerjasama dengan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Gemala Suzanti, Kabid. OP BBWS Ciliwung Cisadane kepada Sinergitas. Menurut bu Suzan, Balai tidak bisa melakukan sendiri pengelolaan konservasi. Balai tidak mengkhususkan diri untuk mengelola konservasi. Ada pola dan perencanaan pengelolaan. Di pola dipilah kelima pilar tadi. Bersama dengan stakeholder yang terkait dengan wilayah sungai.

Wilayah sungai merupakan dampak dari lingkungan DAS-nya. Kalau DAS-nya baik, sungai kita baik. Sebaliknya kalau DAS tercemar, sungai juga akan ikut tercemar. Karena sungai merupakan penampung terakhir dari DAS yang ada di dalamnya.

“Salah satu cara untuk memperbaiki DAS yang kritis adalah melalui konservasi. Kita mengajak para stakeholder dalam sebuah wadah yang dinamakan TKPSDA (Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air) wilayah sungai Ciliwung Cisadane”.

Saat ini, TKPSDA Cilicis sedang membentuk kepengurusan untuk periode yang kedua. Periode pertama sudah berakhir Juli 2018 lalu.

Anggota TKPSDA berasal dari unsur pemerintah dan non-pemerintah. Limapuluh persen dari

pemerintah, limapuluh persen non-pemerintah. Limapuluh persen unsur pemerintah merupakan utusan provinsi yang mewakili kedinasannya. Ada yang mewakili perencaan seperti bapeda. Ada yang mewakili ke-PU-annya, yakni dinas PU. Ada juga yang mewakili lingkungan dan kehutanan.

“Wilayah kerja Balai melintas di 13 kabupaten/kota. Masing-masing kabupaten/kota itu memiliki perwakilan mereka di TKPSDA. Kalau dinas mewakili lingkup tanggung jawab pekerjaannya, wakil dari kabupaten/kota mewakili administrasinya,” jelas bu Suzan.

Mereka yang mendetailkan siapa melakukan apa di masing-masing pilar. Khusus mengenai konservasi, pihak yang paling berperanan adalah kehutanan dan lingkungan. Kita meminta mereka untuk menjadi ketua komisi konservasi.

Pada saat pembuatan pola dan rencana untuk melakukan optimalisasi pengelolaan sumber daya air wilayah sungai, TKPSDA merujuk pada pola dan rencana yang dikeluarkan instansi terkait lain, seperti BP DAS atau tata ruang. Sehingga hasil keputusan dalam sidang pleno TKPSDA, yang kemudian menjadi pola dan rencana pengelolaan SDA, merupakan hasil kerja bersama. Produk

Balai tidak bisa melakukan sendiri pengelolaan konservasi. Balai tidak mengkhususkan diri untuk mengelola konservasi. Ada pola dan perencanaan pengelolaan. Di pola dipilah kelima pilar tadi. Bersama dengan stakeholder yang terkait dengan wilayah sungai.

033

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

bersama sebagai acuan untuk menyusun rencana di lingkup kerja mereka masing-masing.

Terkait minimnya jumlah kehadiran dari para pejabat yang menjadi anggota TKPSDA, bu Suzan mengembangkan sebuah pola komunikasi yang menjamin informasi tetap sampai. “Kami sangat menyadari kesibukan mereka. Sehingga setiap diadakan sidang, kami selalu mengirim salinan notulennya sampai menginformasikan perkembangan pembahasan di sidang-sidang TKPSDA”.

Hasilnya, perhatian para pejabat yang menjadi anggota TKPSDA semakin baik setiap waktunya. Memang bukan pejabat utamanya yang datang. Minimal kasienya yang hadir mewakili pejabat utamanya.

KonservasiDalam penanganan konservasi, menurut bu Suzan, belum lama ini mereka melakukan rembug bersama di basecamp salah satu komunitas pecinta sungai di Ciawi. Di sana dibahas apa yang sebenarnya dilakukan komunitas. Karena sebenarnya banyak yang ingin terlibat dalam kegiatan konservasi. Dan sudah banyak yang melakukan aksi, tetapi sendiri-sendiri. Perlu sinergitas yang kuat.

“Balai misalnya memiliki dana terbatas untuk pembuatan sumur-sumur resapan. Karena menurut saya pembuatan sumur-sumur resapan ini tugasnya BP DAS Kehutanan, ya kami hanya membantu. BP DAS punya dana dan memiliki informasi titik-titik untuk penempatan sumur-sumur resapan,” lanjutnya.

BP DAS memiliki penguasaan secara teknis. Karenanya merekalah yang menentukan titik-titik mana saja yang akan dibuat sumur resapan. Balai ikut berkontribusi membuat sumur-sumur resapan yang belum dikerjakan.

Kemudian ada juga komunitas yang ternyata memiliki kemampuan membuat sumur-sumur resapan. Disinilah sinergitas antara balai dan komunitas dilakukan. Karena ada titik-titik pembuatan sumur resapan berada di wilayah-wilayah privat atau perkantoran, balai juga berkoordinasi dengan masyarakat dan pemerintah daerah. Misalnya untuk pembuatan sumur resapan di masjid, gereja, sekolah, puskemas atau kantor kelurahan.

Harapan kedepan masyarakat yang terlibat dalam pembuatan sumur resapan ini nantinya ikut memelihara sumur-sumur tersebut [red]

Laporan Utama

034 Sinergitas | November 2018

Persiapan Penanganan Banjir

Ada tiga tahapan persiapan penanganan banjir. Tahap pra bencana, BBWSC Cilicis menyiapkan satgas banjir. Kedua mengecek peralatan dan bahan banjiran.

Ketiga mengecek peralatan penunjang sistem peringatan dini seperti pengukur curah hujan, dan tinggi permukaan air. Peralatan-peralatan itu dipasang di beberapa tempat, terutama titik-titik rawan sebagai dukungan terhadap early warning system.

“Di Jakarta ada 13 sungai. Masing-masing sungai paling tidak memiliki 2 titik rawan. Paling ekstrem memang Ciliwung. Kalau dihitung bisa mencapai

190-an titik rawan genangan. Ada juga wilayah rawan genangan karena kapasitas sungai yang tidak memadai untuk menampung air ditambah dengan curah hujan yang turun,” ungkap Ryan Wahyu, Satker OP BBWS Ciliwung Cisadane.

Kejadian seperti ini banyak terjadi di daerah hulu Ciliwung. Alih fungsi lahan menimbulkan potensi longsor dan penyempitan sungai. Sementara di daerah perkotaan, ada beberapa ruas sungai yang sudah di sheet pile ada juga yang belum. Ruas-ruas yang belum di sheet pile berpeluang terjadi genangan karena limpasan air sungai.

Normalisasi sungai yang dilakukan BBWS

035

Laporan Utama

Sinergitas | November 2018

Di Jakarta ada 13 sungai. Masing-masing sungai paling

tidak memiliki 2 titik rawan. Paling ekstrem memang

Ciliwung. Kalau dihitung bisa mencapai 190-an titik rawan genangan. Ada juga wilayah

rawan genangan karena kapasitas sungai yang tidak

memadai untuk menampung air ditambah dengan curah

hujan yang turun

bekerjasama dengan pemprov DKI Jakarta sampai saat ini sudah berhasil mencapai sekitar 44%. Progres ini terkendala pembebasan lahan. “Harapannya, kalau pemprov DKI Jakarta sudah selesai dengan masalah pembebasan lahan, kita bisa meneruskan sisa pekerjaan sekitar 56%-nya”.

Tahap kedua pada saat bencana. BBWS Cilicis menyiapkan tim kaji cepat. Tim ini akan bergerak ke titik-titik genangan atau banjir. Mereka akan melakukan pendataan awal untuk menentukan kebutuhan yang diperlukan di lokasi. “Misalnya apakah wilayah tersebut membutuhkan penangan evakuasi, bantuan bronjong, karung pasir, atau pompa mobile,” lanjutnya.

Ketiga, tahap pasca bencana. BBWS Cilicis bekerjasama dengan dinas atau BPPBD melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi.

“Semua tahapan sudah dilakukan. Kami melakukan persiapan penanganan banjir ini sejak awal. Secara teknis BBWS Cilicis sudah menyiapkan geobag, karung pasir, bronjongan dan sebagainya. Dari sisi dukungan software-nya kita memiliki kamera CCTV di beberapa lokasi sungai untuk memantau tinggi muka air sungai,” tutur Ryan yang bertugas menjaga keberlangsungan fungsi, sarana dan prasarana infrastruktur

maupun struktur di wilayah kewenangan BBWS Ciliwung Cisadane.

Indormasi realtime tentang tinggi muka air di hulu misalnya, akan digunakan tim kaji cepat untuk melakukan tindakan antisipasi. Estimasi berapa jam lagi air akan sampai di hilir, sehingga memungkinkan untuk menyiapkan langkah-langkah antisipasi.

Kerjasama dengan Pemprov DKI dalam penanganan banjir biasanya dimulai dari koordinasi dengan BPPBD dan Dinas PU DKI. Kami berkoordinasi untuk penanganan wilayah terdampak banjirnya seperti apa. Misalnya pemprov DKI menyediakan bronjong atau karung-karung pasir kami yang menyediakan pompa, atau sebaliknya (red)

Ryan Wahyu, Satker OP BBWS Ciliwung Cisadane

Wajah Balai

036 Sinergitas | November 2018

Pembaruan Data Hidrologi

Salah satu aspek yang sangat vital dalam pengelolaan sumber daya air (SDA) adalah data hidrologi dan kualitas air. Akurasi, kehandalan, ketepatan waktu,

dan kesinambungan adalah typologi data yang dibutuhkan. Namun dengan banyaknya perubahan tata lahan akibat industrialisasi dan pertambahan penduduk, banyak data-data hidrologi yang tersedia saat ini memerlukan pembaruan.

Contohnya menurut Siwi, Kasubdit. OP Unit Hidrologi BBWS Ciliwung Cisadane, debit sungai saat musim hujan lalu berbeda dengan kondisi debit air 2 atau 3 tahun sebelumnya. Pengamatan di hulu, baik di Gadok maupun Katulampa, debit airnyanya jauh berbeda dengan asumsi yang dibangun teman-teman pelaksana sebelumnya.

“Unit Hidrologi kami memiliki beberapa pengamat. Pengamat paling hulu di Gadog dan Katulampa. Pada 4-5 Februari lalu, debitnya luar biasa. Ketika debit yang luar biasa itu datang ke Ciliwung, pengamatan kami di beberapa spot saat monitoring banjir, TMA di MT Haryono sudah mencapai titik maksimal. Di Kampung Pulo, sebelum pintu air Manggarai, 10 cm lagi air akan melembak ke jalan,”tutur Siwi.

Untungnya menurut Dia, wilayah itu sudah dilakukan normalisasi. Walaupun belum 100% tetapi desain yang dibuat dengan Q-50 nya sangat

Dengan banyaknya perubahan tata lahan akibat industrialisasi dan pertambahan penduduk, banyak data-data hidrologi yang tersedia saat ini memerlukan pembaruan.

Siwi, Kasubdit OP Unit Hidrologi BBWS Ciliwung Cisadane

Kondisi Sungai Ciliwung

037

Wajah Balai

Sinergitas | November 2018

memadai. Mengingat pada 4-5 Februali lalu, Q-nya mencapai Q-50 tahun. Atau dalam kurun waktu 50 tahun, terjadi puncak banjir dengan debit air paling banyak.

“Desain normalisasi di Kampung Pula sudah sangat memadai. Meski kemudian ada luapan-luapan, kejadiannya ada pada spot-spot yang belum dilakukan normalisasi. Ada beberapa kendala teknis sehingga spot-spot itu belum dilakukan normaslisasi. Utamanya terkait pembebasan lahan”.

Dalam kasus luapan air Februari lalu itu, unit Hidrologi bertugas mengolah data agar menjadi informasi hidrologi. Gunanya mendukung pengelolaan sumber daya air.

“Ya seperti memberikan data bahwa dengan debit air seperti Februari lalu, ternyata desan betonisasi untuk normalisasi Ciliwung sudah sangat memadai. Data-data unit hidrologi juga dapat diakses oleh para stakeholder lho,” tutur Siwi lebih lanjut.

Unit hidrologi dilengkapi dengan sarana dan prasarana sistem hidrologi beserta sdm handal. Pengelolaan sistem hidrologi, berada pada Bidang Operasi dan Pemeliharaan.

Unit Hidrologi dilengkapi jaringan komputer (hardware dan software) dengan spesifikasi tinggi, dan sarana teknologi informasi lainnya seperti printer, scanner dan plotter. Unit ini juga menempati

Untuk para pemohon (pihak eksternal) yang ingin mendapatkan data seputar hidrologi dan kualitas air sungai Ciliwung Cisadane dibawah ini adalah mapping atau alur kerja bagaimana mendapatkan data.

Cara Mendapatkan Data Hidrologi

Wajah Balai

038 Sinergitas | November 2018

ruangan yang digunakan untuk segala aktivitas publikasi data sampai penyimpanan dokumen. Tempat ini juga menjadi sentra pelayanan data seperti peta GIS, grafis dan informasi lainnya.

Unit hidrologi dan kualitas air BBWS Ciliwung Cisadane mempunyai kegiatan rutin melaksanakan operasi dan pemeliharaan pos pemantauan tinggi muka air, melaksanakan operasi dan pemeliharaan pos pemantauan curah hujan, kegiatan pengukuran debit air (3 kali pertahun di 52 lokasi).

Juga pengambilan sampel air (3 kali pertahun di 55 lokasi), publikasi data tinggi muka air sungai, bendung dan bendungan, publikasi data curah hujan, publikasi data debit sungai, publikasi data analisa kualitas air, melaksanakan pengelolaan basis data hidrologi, melaksanakan peningkatan kapasitas SDM melalui kegiatan pelatihan (On The Job Training, Workshop, dan lainnya).

Pemantauan tinggi muka air dilakukan di 39 pos yang dikelola BBWS Ciliwung Cisadane. Pemantauan juga dilakukan terhadap curah hujan di 29 titik.

Unit Hidrologi dan Kualitas Air BBWS Ciliwung Cisadane juga sudah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 sejak 2015.[]

039

Opini

Sinergitas | November 2018

NKRI: Ruang dan Manusia

Tradisi Nusantara menyebut tempat kita hidup sebagai ‘tanah air’. Bangsa Eropa menyebut

rumah mereka ‘mother earth’ atau ‘mother land’ yang merujuk pada daratan. Nenek

moyang kita menyebutnya ‘tanah air” untuk menunjukkan pemuliaan atas daratan dan

wilayah air.

Opini

040 Sinergitas | November 2018

Tradisi Nusantara menyebut tempat kita hidup sebagai ‘tanah air’. Bangsa Eropa menyebut rumah mereka ‘mother earth’ atau ‘mother land’ yang merujuk pada

daratan. Nenek moyang kita menyebutnya ‘tanah air” untuk menunjukkan pemuliaan atas daratan dan wilayah air.

Sejak dahulu, pemuliaan wilayah air dilakukan bersamaan dengan pemuliaan daratan. Seperti tercatat dalam naskah Pangeran Wangsakerta (1677), Raja Mulawarman memberikan bantuan untuk kegiatan restorasi sungai Gangga (sekarang DAS Grenjeng). Sungai diperkokoh dan diperindah pada hari dua belas paro peteng Purnawarman bulan Margasirah sampai hari kelima belas bulan Posya tahun 332 Tarikh Saka (410 M).

Restorasi wilayah air dilakukan karena peran dan sumbangan strategisnya terhadap daratan. Sungai menyediakan batu dan pasir untuk kebutuhan pembangunan. Sungai menjadi pemasok air yang utama bagi kebun dan sawah. Embung menjadi penampung air untuk keperluan kebun dan sawah yang jauh dari sungai.

Sungai juga menjadi jalur transportasi yang efektif, sekaligus menjadi tempat masyarakat mandi, mencuci, mencari ikan, dan berperan sebagai tempat tumbuh kembang anak-anak. Ruang interaksi sosial bagi masyarakat. Ruang-

ruang interaksi sebagai ‘ajang’ paling sahih untuk menguji tafsir masyarakat tentang cara hidup berdampingan dan bertoleransi dalam perbedaan. Memproduksi harmoni sebagai keadaan yang memiliki nilai lebih penting dan lebih tinggi dibandingkan pencapaian material.

Wilayah sekitar air menjelma menjadi pusat-pusat hunian, keagamaan dan pemerintahan. Ruang-ruang sakral keagamaan, pemerintahan sekaligus ranah konsumsi dan produksi. Pada saat bersamaan, berlangsung beragam hubungan sosial yang masing-masing memiliki konteks alur ruang-waktu tertentu. Luar biasanya, pola hidup manusia dan alam ini mampu memberi waktu dan ruang yang cukup bagi air untuk kembali ke bumi dan membersihkan dirinya sendiri.

Sampai pada suatu masa, konsep ekonomi modern masuk dan membuat garis tegas antara yang privat dan publik. Memaknai batasan secara ekonomi. Melakukan penguasaan dan kapitalisasi ruang-ruang dan mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi panduan untuk hidup selaras dengan alam. Penguasaan dan pemanfaatan yang dilindungi aturan perundangan.

Berkali-kali diskusi tentang upaya mengubah kekayaan negara menjadi asset negara diselenggarakan pemerintah (ATR BPN, Kemendagri, Kemen. PU & PERA). Namun

041

Opini

Sinergitas | November 2018

implementasi di lapangannya selalu terganjal aturan tentang kepemilikan pemerintah atas tanah yang akan disertifikasi. Karena ada surat yang dimiliki perorangan atau instansi yang mengklaim lahan setu, rawa, bahkan sungai. Unbelievable but true.

Akhirnya ketika wilayah-wilayah privat itu memproduksi gunungan sampah sampai jutaan liter limbah beracun yang digelontorkan ke wilayah publik (biasanya sungai, empang atau situ) tanpa penyesalan, masyarakatlah yang kemudian memanen bau busuk, penyakit, dan begitu banyak kerugian lainnya. Hanya masyarakat yang terbebani akibat pencemaran dan menurunnya kualitas lingkungan. Sementara perspektif keadilan sosial dalam pemanfaatan ruang, selain akses penggunaan juga pemerataan beban yang ditimbulkannya.

Masyarakat dihadapkan pada perasaan tidak berdaya dan ketidakadilan karena pencemaran lingkungan, timbunan sampah menggunung, bau tidak sedap yang seolah-olah bisa dilakukan tanpa tersentuh aturan.

Belum lagi hilangnya wilayah-wilayah tangkapan air, sertifikasi wilayah air, dan pengurukan sungai atau rawa. Mutilasi wilayah air yang berarti menutup atau mempersempit gerak air. Karena air selalu bergerak ke wilayah yang lebih rendah, hilangnya wilayah air akan menimbulkan banjir bandang, longsor, kekeringan, dan bencana bagi manusia.

Permasalahan semakin rumit ketika perencanaan pengembangan tata ruang dilakukan secara teoritis di balik meja semata. Bersamaan dengan tingkat

urbanisasi yang tinggi, lalu muncul pemukiman-pemukiman kumuh minim ruang terbuka. Ruang-ruang untuk publik kemudian dipahami masyarakat dengan jalan memanfaatkan ruang-ruang tersisa. Misalnya jalanan atau bantaran sungai. Sayangnya, sebagian besar jalan adalah ruang yang minim edukasi bahkan sarat dengan nilai kekerasan itu. Dan itu menjadi ruang-ruang untuk tumbuh kembang anak-anak. Generasi bangsa di masa depan.

Dalam konteks ini, kita melihat kapitalisasi dan mutilasi ruang-ruang publik sebagai bentuk perampasan kedaulatan ruang. Negara tidak hadir dalam pembentukan karakter anak bangsa. Negara tidak mampu menghadirkan ruang untuk tumbuh kembang generasi mudanya. Negara abai terhadap nilai-nilai luhur nusantara yang memuliakan alam sebagai modal utama memeroleh kedaulatan ruang dan manusia sebagai asset utama Negara kesatuan Republik Indonesia.

Lantas bagaimana menjaga kedaulatan ruang dan manusia sebagai representasi NKRI? Hal ini adalah perjuangan sosial politik. Memperebutkan ruang di setiap meter perseginya, yang juga diperebutkan untuk aktivitas komersial, tentu akan membutuhkan upaya bersama. Kita mesti membangun ruang yang dapat diakses oleh pemerintah, non-pemerintah, swasta dan masyarakat.

Ruang yang memungkinkan terjadinya interaksi seluruh pemangku kepentingan secara bersama-sama dan terus menerus membangun kesadaran untuk mengidentifikasi, merumuskan dan melakukan aksi bersama menjaga NKRI. Guyub agawe sentoso.

Bersama-sama menciptakan ‘ruang-ruang untuk publik’ (kebijakan, desain dan konstruksinya). Membangun ruang-ruang publik pada level fisik, imajinasi dan diskursusnya sekaligus. Tidak berhenti pada konstruksi fisik namun juga membangun kesadaran kolektif tentang ruang publik sebagai sirkulasi, ruang rekreasi, dan sekaligus interaksi.

Mudah-mudahan kebutuhan akan ruang-ruang publik ini tidak mengalami pendangkalan makna ketika berada di tangan perencana ruang, pembuat kebijakan dan designer yang kurang gaul.[]

Sosok

042 Sinergitas | November 2018

Kolong jembatan Kota Kembang dulunya merupakan tempat pembuangan sampah liar. Sampah-sampah itu berasal dari warga yang membuangnya

dari atas jembatan. Mereka melempar begitu saja berbagai jenis limbah rumah-tangga ke kolong jembatan.

“Rata-rata tiap sepuluh menit ada saja yang buang sampah di situ, termasuk kalangan bermobil. Pembersihan sulit dilakukan, antara lain karena tak ada akses jalan menuju kolong jembatan. Suasana kolong jembatan yang masih sepi juga kerap digunakan orang tak dikenal berbuat mesum,” cerita Taufik Des, Penggagas komunitas Ciliwung Depok yang bermarkas di kolong jembatan tersebut.

Tiba pada suatu titik, sejumlah pemuda nekat mengambil inisiatif. At all cost. Mereka bertekad merevolusi keberadaan sungai yang menyerupai bak sampah terpanjang di dunia itu.

Setelah beberapa kali meminjam perahu karet milik Pemda, akhirnya perahu itu dihibahkan. Para pegiat itu juga menerabas akses ke sungai, menjadikan area di kolong jembatan sebagai dermaga perahu. Sampah mulai dibersihkan.

Ketika membersihkan sampah, para pegiat beberapa kali menemukan kondom bekas pakai

Revolusi

Kolong Jembatandi

043

Sosok

Sinergitas | November 2018

yang dibuang. Maka mereka menata kolong agar bisa dijadikan posko 24 jam. Berkoordinasi dengan ketua RW setempat, pengawasan terhadap praktik pembuangan sampah dan tindakan mesum dioptimalkan.

Kini, perilaku buang sampah mulai berkurang selepas area kolong jembatan menjadi ruang publik. Pembuang sampah mesti bersiap diuber para pegiat dan warga sekitar bila perbuatannya ketahuan.

Dari mulut ke mulut spot itu berangsur beralih menjadi destinasi alternatif yang memadukan

konservasi alam, fun, dan petualangan. Pengunjung tak sekadar menikmati rimbunnya pohon bambu di sekitar jembatan. Para pegiat menjadikan kolong jembatan sebagai tempat diskusi, bermain ketangkasan, hingga acara resepsi pernikahan.

Kolong yang identik dengan kawasan kumuh berubah menjadi tempat menepi yang nyaman bagi masyarakat. Pegiat lingkungan, komunitas seniman, pelajar, atau mahasiwa semakin banyak berdatangan.

Dinding tembok dan tiang jembatan dipercantik dengan gambar-gambar mural karya komunitas seniman. Kegiatan konservasi hutan bambu juga terus dilakukan. Pengunjung bahkan bisa berjalan-jalan menelusuri hutan bambu di sekitar jembatan. Atau mengarungi Ciliwung menggunakan perahu karet.

Setiap hari, rata-rata pengunjung mencapai 20-30 orang. Tanpa bantuan dana pemerintah, biaya pengelolaan bersumber dari donasi pengunjung dan kegiatan komunitas lingkungan. Ruang publik menarik kalangan kampus menggelar workshop tentang permasalahan air, langsung di pinggir Ciliwung.

Mereka tau, pemerintah saja, tanpa dukungan masyarakat, tidak akan mampu menyelesaikan persoalan Sungai Ciliwung dari ujung ke ujung. Tanpa suatu miracle, Pemda takkan mampu mengatasi persoalan berton-ton sampah kolong jembatan.

Urusan penanganan masalah sungai semestinya merupakan persoalan sederhana bagi pemerintah. Cukup dengan kewenangan. Tanpa perlu segala proyek-proyekan dengan dana fantastis. Bila segelintir pegiat lingkungan Depok bisa melakukannya, Pemkot mestinya bisa bertindak lebih.

Sosok

044 Sinergitas | November 2018

Ciliwung BogorMungkin konsep Pemkot Bogor bisa menggugah. Tanpa mesti meleceh atau merasa dilecehkan. Toh Depok kini juga sudah lebih bagus kemarin. Adapun di Bogor, meski hingga saat ini masih berupa pilot project, setidaknya Pemkot sudah mulai merealisasi konsep.

Bersama Korem 061 / Suryakancana dan Komunitas Peduli Ciliwung menata ulang bagian daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung yang melintasi Kota Hujan itu. Penataan dimulai dari arah Kampung Pulo Geulis, Babakan Pasar, hingga wilayah Sempur, sepanjang lima kilometer.

”Ada tiga agenda dalam rangka penataan DAS Ciliwung ini,” ujar Wali Kota Bogor, Bima Arya. “Pertama kami akan fokus normalisasi Sungai Ciliwung. Kita petakan apa saja persoalan-persoalannya. Mulai dari sampah, IPAL dan yang lainnya. Kita lihat apa yang bisa dilakukan untuk jangka pendek, menengah dan panjang,” ujar Bima.

Selanjutnya, kata Pak Wali, Pemkot akan mulai menangani persoalan sampah. Melibatkan dan memobilisasi warga, sehingga persoalan sampah di sepanjang aliran Sungai Ciliwung lebih memungkinkan terselesaikan. Tanpa melibatkan emosional warga akan lebih sulit, kata beliau.

“Nanti akan ada teknologi dan formula khusus untuk memobilisasi warga agar tidak lagi membuang sampah ke sungai. Akan kita dorong agar sampah-sampah yang warga hasilkan memiliki nilai ekonomis,” jelasnya.

Agenda selanjutnya dalam rangka penataan DAS Ciliwung adalah Kampung Tematik. Bima menyatakan akan melakukan penataan di Pulo Geulis Kelurahan Babakan Pasar yang memiliki potensi yang luar biasa dan penuh nilai sejarah, nilai kultural dan menjadi pusat contoh kebersamaan dalam keberagaman.

“Kampung ini terbelah oleh Sungai Ciliwung. Selain letak geografisnya yang cantik, nilai sejarah dan kebudayaan di Pulo Geulis ini juga sangat kental. Akan kami tata sebagai bagian dari destinasi wisata Ciliwung agar warga sekitar juga merasakan nilai tambahnya.”

045

Sosok

Sinergitas | November 2018

Kembalikan Sempadan Ciliwung

Tim redaksi majalah Sinergitas berkunjung ke Komunitas Ciliwung Depok (KCD) di bawah jembatan Kota Kembang, Depok. Sambil menikmati arus sungai Ciliwung

yang tenang, kami menikmati lantunan gitar akustik dan suguhan kopi Liong khas Bogor. Taufik Des, sebagai tuan rumah sekaligus penggagas KCD, ikut menemani. Bagi Dia, kehidupan komunitas menjadikan kecintaannya terhadap alam, khususnya sungai, mendapatkan saluran yang pas.

Taufik juga sangat gembira ketika mendengar munculnya komunitas-komunitas baru penggiat lingkungan atau pecinta sungai. “Semakin banyak yang mengurusi, semakin ringan beban sungai Ciliwung tercinta ini. Apalagi kerusakan Ciliwung yang semakin parah setiap harinya ,” ujarnya.

Namun menurut Taufik, selain munculnya komunitas-komunitas baru penggiat lingkungan, banyak juga bermunculan pihak yang memanfaatkan. Ada yang menggunakannya sebagai modus pencitraan, bisnis, bahkan jabatan.

Contohnya timses pemenangan dari calon eksekutif. Saat kampanye seakan-akan membela Ciliwung, namun begitu menjabat, banyak pembangunan melebar dan mengokupasi sempadan dibiarkan saja. Tidak ada tindakan apa-apa.

Dalam kesempatan ini, Taufik juga menyampaikan kritik terhadap BBWS Ciliwung Cisadane yang

Komunitas Ciliwung Depok

Taufik juga sangat gembira ketika mendengar munculnya komunitas-komunitas baru penggiat lingkungan atau pecinta sungai. “Semakin banyak yang mengurusi, semakin ringan beban sungai Ciliwung tercinta ini. Apalagi kerusakan Ciliwung yang semakin parah setiap harinya

Sosok

046 Sinergitas | November 2018

menurutnya sangat jarang melakukan peninjauan langsung ke wilayah sungai Ciliwung di Depok. Sehingga ketika ada kegiatan pembangunan yang mengokupasi lahan, kesannya tidak ada tindakan apa-apa.

“Bingung juga mendapatkan informasi akan dibangunnya dermaga di sempadan Ciliwung dekat kaki jembatan antik Panus, Depok Lama. Bagaimana proses pengkajiannya? Karena spot yang direncanakan itu tempat penumpukan sampah yang nyangkut di kaki jembatan. Apakah sudah berkoordinasi dengan BBWS Ciliwung Cisadane dan Pemprov. DKI, karena pembangunannya mengokupasi sempadan sungai dan tanah milik Dinas PU DKI,” papar Taufik.

Komunitas Ciliwung Depok (KCD) mengkhawatirkan bangunan dermaga di dekat kaki Jembatan Panus itu mubazir. Spot itu tempat menumpuknya sampah kiriman. Setiap kali debit air Ciliwung naik selalu membawa sampah dalam jumlah besar. Sampah-sampah itu yang kemudian tersangkut di kaki jembatan tersebut.

Selain itu, bangunan dermaga kalau tidak cermat perhitungan teknisnya akan mudah ambrol diterjang

arus Ciliwung. Taufik mengingatkan tentang bangunan penjara di Pondok Rajeg yang berdiri di sempadan. Bangunan yang begitu kokoh itu berantakan diterjang arus.

“Bongkahan-bongkahan besar dengan tulang besi itu dibiarkan begitu saja di sungai. Pernah besinya merobek lambung perahu karet kami,” kenang pria yang suka menguncir rambut panjangnya itu, “Selain itu, jarak tebing sungai juga sudah sangat dekat dengan kaki jembatan Panus. Kurang lebih dua meteran. Akibat erosi yang terjadi bertahun-tahun”.

Karenanya Taufik berpendapat akan lebih baik jika biaya yang dianggarkan, digunakan untuk membebaskan sempadan Ciliwung. Khususnya di sisi kiri-kanan jembatan Panus hingga jembatan baru, Jaraknya kurang lebih 80 meteran. Tempat itu saat ini semakin ramai dibangun rumah-rumah dan warung-warung darurat.

“Bukankah hal ini akan menyelamatkan wilayah konservasi sungai dan menambah target RTH kota? Jika memerlukan dermaga, ada sisi lain dari sungai yang relatif cukup landai dan mengandung batu cadas keras. Ideal untuk pendaratan perahu”.

Taufik juga bercerita bahwa dirinya sudah melakukan

047

Sosok

Sinergitas | November 2018

kontak dengan Kabid OP BBWS Ciliwung Cisadane,”SayasudahberkoordinasidenganbuرSusan tentang kegiatan di sempadan tersebut. Beliau berjanji akan menurunkan tim investigasi. Tetapi saya belum mendapat kabar selanjutnya”. Pada saat wawancara ini dilakukan Taufik belum melakukan kordinasi lagi dengan Kabid OP BBWS Cilicis. Hasilnya masih belum diketahui.

Namun kabar selanjutnya yang saya dengar pembangunan itu untuk membuat tangga untuk pembersihan sampah. “Masalahnya kan jadi rancu, karena itu pekerjaan dinas PU bukan Pariwisata. Sementara Komunitas kami berpengalaman membersihkan sampah di tempat itu. Posisinya memang curam dan tinggi. Tetapi kita tidak memaksakan evakuasi sampah dari lokasi yang akan dibangun tangga itu. Kita kerek. Temen-temen off road yang membantu dengan kerekan mesin. Di bawah, sampah diikat, lalu dikerek ke atas,” jelas Toufik lebih lanjut.

“Apakah ini ketidaktahuan pejabat? Jangan sampai pembangunannya dipaksakan. Kesannya seperti atraksi arogansi sektoral. Sempadan kan memiliki banyak stakeholder yang bisa diajak bicara. Jangan karena merasa ini pekerjaannya, langsung saja dikerjakan tanpa koordinasi!” tandasnya.

Di tingkat daerah saja ada dinas lingkungan hidup. Semestinya kan ada rekomendasi tertulis dari dinas-dinas terkait untuk pembangunan di sempadan ini. “Karena eksekutornya adalah dinas pariwisata, sesudah semua rekomendasi tadi diperoleh baru maju ke BBWS Ciliwung Cisadane. Sepertinya kan ini tidak. Main bangun saja!” tutur Taufik lebih lanjut.

Contohnya ketika kami mau membangun mushola di posko KCD. Kami berkirim surat ke BBWS Cilicis untuk meminta izin pembangunan tersebut. Meski bangunannya dari bambu, tidak permanen, tetap saja BBWS Cilicis menharuskan bangunan tersebut mundur 15 meter dari bibir sungai.

“Kami mematuhinya. Karena menurut saya, hal ini akan menjadi contoh yang baik di masa mendatang. Sampai kami mendengar akan dibangunnya dermaga atau tangga di pinggir Ciliwung tersebut. Ada apa?”.[]

Iptek

048 Sinergitas | November 2018

ANCAMAN KRISIS AIR

Indonesia memiliki potensi air sebesar 3,9 triliun meter kubik air pertahun. Sedangkan daya tampung terbangunnya baru 14 miliar meter kubik pertahun. Jauh sekali. Kekayaan air

negeri ini jauh lebih besar dibanding daya tampung yang dimiliki. Dan yang sangat kritis adalah Jawa. Bayangkan saja, jumlah penduduknya setara dengan 2/3 penduduk Indonesia.

Ketersediaan air di pulau Jawa secara keseluruhan hanya 5%, sementara penduduknya setara dengan 2/3 penduduk Indonesia. Jadi rasionya di Jawa ini sudah njomplang banget. Jawa hanya memiliki 1,168 m kubik air perorang pertahun, padahal angka minimalnya adalah 1.700 m3 perorang pertahun.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kemampuan wilayah untuk menampung dan menyerap semua air permukaan dari sumber-sumber alami seperti hujan, sungai, situ, embung, dll? Bagaimana kondisi sungai, situ,

empang, dan embung. Intinya adalah bagaimana upaya menyimpan air sebanyak mungkin untuk meningkatkan debit air tanah? Memberi jalan dan mempermudah air meresap ke dalam tanah.

Namun pembangunan di daerah DAS yang tidak terkendali, penataan ruang yang serampangan, kepemilikan lahan di wilayah DAS, pencemaran limbah padat/cair, dan penerapan hukum yang tidak tegas telah menghasilkan lahan kritis di daerah aliran sungai seluas 30.196.800 ha yang tersebar di 282 DAS di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu 108 DAS masuk dalam kategori kritis.

Selain DAS kritis, ada 15 danau dengan tingkat kerusakan ekosistem parah, sedimentasi akut, dan pencemaran tinggi. Ada juga 16 waduk eksisting dan ratusan setu, embung dengan tingat kekritisan dan masalah akut yang sama.

Karenanya mudah diterka, selain bencana banjir, tanah longsor juga akan terjadi krisis sumber daya air. Kalau wilayah-wilayah penampung air itu sudah tidak mampu lagi menyimpan air, lantas darimana sumber air untuk kebutuhan sehari-hari?

Ilustrasi sederhana misalnya kota Depok. Depok dilintasi sungai Ciliwung dan Pesanggrahan, konon memiliki 34 setu yang sekarang tersisa 24 dengan kondisi yang memprihatinkan sebagian besarnya.

Penduduk Depok tahun 2016 sebesar 2.142.464 orang. Kalau dihitung juga dengan penduduk yang tidak ber-KTP seperti mahasiswa Gunadarma, UI, pekerja lepas, komuter, jumlahnya bisa mencapai 2,5 jiwa. Artinya ada 2,5 jiwa yang harus dilayani kota. Ada 2,5 jiwa lebih yang menggunakan sumber daya air di kota dengan luas 200,29 km² ini.

049

Iptek

Sinergitas | November 2018

Dari jumlah sebanyak itu, yang terlayani PAM tahun 2016 baru 53.350 pelanggan atau sekitar 13 persen dari jumlah penduduk Kota Depok. Hitunglah satu pelanggan atau satu keluarga terdiri dari 7 orang, maka yang menggunakan air pam baru sebanyak 374,500 orang. Bagaimana sisanya sebanyak 2.125 .500 orang? Bisa dipastikan menggunakan air tanah.

Jika 1 orang perhari sedikitnya menghabiskan 20 liter air, maka setiap hari ada 40 juta liter air yang terus menerus dipompa dari dalam tanah. Jumlah yang fantastis. Belum lagi kebutuhan untuk industri. Mungkin bisa mencapai dua sampai tiga kali lipatnya. Ratusan juta liter air yang terus menerus dipompa keluar dari dalam tanah, atau bahkan lebih.

Penggunaan sumber daya air yang sangat banyak ini tentu harus diimbangi dengan upaya mengembalikan air ke dalam tanah. Karena, air tanah berasal dari air permukaan tanah seperti air hujan, sungai, situ, embung, dll. Selain itu, air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan jika rusak pemulihannya sulit dilakukan.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kemampuan wilayah untuk menampung dan menyerap semua air dari permukaan dari sumber² seperti hujan, sungai, situ, embung, dll? Bagaimana kondisi sungai, situ, empang, dan embung. Intinya adalah bagaimana upaya menyimpan air sebanyak mungkin untuk meningkatkan debit air tanah? Memberi jalan dan mempermudah air meresap ke dalam tanah.

RTH Depok kurang dari 30 persen. Dua sungai besar yang melintas memiliki kualitas air yang rendah. Setu-setu mayoritasnya dalam keadaan memprihatinkan, bahkan banyak diantaranya yang memiliki kedalaman hanya 1 meter. Belum lagi perilaku buang sampah sampai limbah ke sungai atau situ. Dan akhirnya banjir dan kekeringan di beberapa wilayah yang terjadi menunjukkan kepada kita bahwa ada yang salah dengan manajemen pengelolaan sumber daya air.

Sialnya, ketika wilayah ini mengalirkan air hujan ke laut dengan percuma (baca: menyia-nyiakan), ada begitu banyak tampungan air kotor (septic tank) di rumah-rumah penduduk. Karena sifat azali air tanah yang bersumber dari air permukaan, bukankah hal ini sama saja dengan membuka jalan lebar-lebar bagi air tinja untuk menyusup ke dalam persediaan air tanah untuk konsumsi?

Belum lagi tambahan air sungai yang tercemar limbah, air situ yang terpapar timbal dan bahan kimia industri sebagai air bahan utama untuk menaikkan debit air tanah yang dikonsumsi langsung masyarakat.

Sehatkah?

Ketersediaan air di pulau Jawa secara keseluruhan hanya 5%, sementara penduduknya setara dengan 2/3 penduduk Indonesia. Jadi rasionya di Jawa ini sudah njomplang banget. Jawa hanya memiliki 1,168 m kubik air perorang pertahun, padahal angka minimalnya adalah 1.700 m3 perorang pertahun.

Iptek

050 Sinergitas | November 2018

Karena merupakan salah-satu sumber air bersih terbaik, air tanah terus diambil dengan sewenang-wenang. Seringkali pengambilan air tanah melampaui zona

pemanfaatan serta ketersediaannya. Eksploitasi yang tidak terkontrol ini berdampak terhadap kuantitas, kualitas, dan daya dukung lingkungan pada Cekungan Air Tanah (CAT) setempat.

Eksploitasi air tanah juga berdampak pada penurunan muka air tanah melebihi ambang batas; amblesan tanah; dan daya rusak lainnya seperti pencemaran air tanah serta intrusi air laut. Hasil rekaman muka air tanah pada sumur-sumur pantau di daerah pengambilan air tanah intensif seperti di Cekungan Jakarta, Bandung, Semarang, Pasuruan, Mojokerto, dan DIY menunjukkan kecenderungan muka air tanah yang terus menurun.

Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai ibukota negara merupakan salah satu daerah yang mengalami krisis air tanah. Dampak pengambilan air tanah yang berlebihan selama ini kini mulai dirasakan, seperti terjadinya penurunan muka tanah di beberapa wilayah dan semakin jauhnya intrusi air laut ke daratan.

DKI Jakarta merupakan CAT lintas provinsi, meliputi sebagian wilayah Jawa Barat, Banten, dan Provinsi DKI sendiri. Dari peta zona konservasi air tanah di CAT Jakarta, nampak beberapa wilayahnya sudah merupakan zona kritis, rawan, bahkan rusak.

Sebagaimana diberitakan berbagai media, Pemprov DKI saat ini telah melarang pengambilan air tanah secara ilegal. Pengambilan air tanah ilegal dinilai merusak lingkungan dan membuat permukaan tanah turun drastis. Gubernur Anies

Air Tanah

Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai ibukota negara merupakan salah satu daerah yang mengalami krisis air tanah. Dampak pengambilan air tanah yang berlebihan selama ini kini mulai dirasakan, seperti terjadinya penurunan muka tanah di beberapa wilayah dan semakin jauhnya intrusi air laut ke daratan.

Eksploitasi Konservasi

Vs

051

Iptek

Sinergitas | November 2018

Baswedan pun memerintahkan razia penggunaan air tanah di 80 gedung di Jakarta.

"Kita akan secara tegas melarang pengambilan air tanah secara ilegal. Kita ingin memulai suatu gerakan mengurangi penggunaan air tanah," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta (waktu itu) Sandiaga Salahuddin Uno, di Balai Kota Jakarta, Rabu, 14 Maret 2018. Untuk mengantisipasi kekurangan air sebagai dampak dari kebijakan tersebut, Sandi mempresentasikan pipanisasi air bersih.

KonservasiSelain mendukung stabilitas lapisan tanah dan sejumlah fungsi lainnya, air tanah juga berperan sebagai elemen penguat permukaan tanah. Air tanah berasal dari hujan, diserap oleh tanah, dan mengalami filtrasi secara alamiah. Proses itu membuat air tanah lebih baik dan lebih murni dibanding air permukaan tanah seperti sungai dan danau.

Pada dasarnya konservasi tanah dan air dilakukan dengan cara memperlakukan tanah agar mempunyai daya serap air yang lebih besar. (Sukrianto,1990). Salah-satunya dengan membuat peresap buatan. Yakni upaya menggantikan peresap alami yang hilang atau berkurang akibat meluasnya lahan pembangunan yang menjadi kedap karena tertutup bangunan / jalan.

Biopori adalah ruang atau pori di dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup, seperti mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang bercabang – cabang di dalam tanah. Biopori efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah.

Liang pori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, serta aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap, dan semut di dalam tanah. Pori-pori yang terbentuk dapat meningkatkan

kemampuan tanah menahan air dengan cara mensirkulasikan air dan oksigen ke dalam tanah. Semakin banyak biopori di dalam tanah, semakin sehat tanahnya (Hakim, 2011).

Teknologi biopori menggunakan lubang silindris vertikal dengan diameter relatif kecil namun efektif untuk meresapkan air tanah. Pembuatan lubang resapan biopori memberikan manfaat tidak hanya bagi manusia, tetapi juga tumbuhan, tanah, organisme bawah tanah, dan komponen lingkungan lainnya.

Selain biopori masih ada konsep bangunan peresap. Yakni sarana untuk menampung dan meresapkan air hujan atau air permukaan ke dalam tanah. Debit peresap adalah jumlah air yang harus diresapkan sebagai pengganti peresap alami.

Menurut Arsyad (2010), metode konservasi tanah dan air dapat digolongkan ke dalam tiga golongan utama, yaitu metode vegetatif; metode mekanik, dan metode kimia.

Metode vegetatif adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan untuk mengurangi jumlah dan kecepatan aliran air permukaan. Tumbuhan berperan mengurangi erosi tanah.

Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan preparat kimia, baik berupa bahan alami yang telah diolah atau bahan buatan, untuk meningkatkan stabilitas tanah dan mencegah erosi.

Sedangkan Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik yang diberikan terhadap tanah, yaitu pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. []

Info

052 Sinergitas | November 2018

Pengusaha muda Sandiaga Uno menghadiri Festival Ciliwung 2018 (25/8). Bersama komunitas Jakarta Berlari dan warga Condet, mantan wagub DKI ini

ikutan lari 3 km dari Jalan Munggang hingga Balai Rakyat Condet, Jakarta Timur.

Sandiaga yang mengawali pagi itu dengan mengikuti senam masal tampak lihai mengikuti setiap gerak instruktur di atas panggung. Tapi masalahnya, Sandi terus-terusan jadi objek rebutan selfie warga yang hadir. Setelah 15 menitan senam, Sandiaga yang baru turun panggung lagi-lagi dikerubuti emak-emak yang bergerombol untuk selfie bareng.

Masih untung ada Bang Japar, yang hadir mengawal Cawapres Sandiaga Uno bersama jajaran Komwil dan Komcam Kramat Jati. Terlihat bunga kiriman ibu Fahira Idris, seolah menjadi kekuatan mengiringi doa mereka.

Ketua Panitia Festival Ciliwung 2018, Ahmad Maulana, mengungkapkan panitia mengundang Sandiaga sejak dia masih menjabat sebagai wakil

gubernur DKI Jakarta. Kehadiran Sandiaga bukan dalam rangka agenda politik. Tidak ada aksi dukung-mendukung dalam festival tersebut.

Meski Sandiaga merupakan salah satu calon wakil presiden dalam Pemilu Presiden 2019 nanti, ajang Festival Ciliwung 2018 merupakan salah satu agenda bertema lingkungan dan budaya yang bisa dihadiri oleh tokoh manapun.

Tak ketinggalan, Ahmad “Lantur” Maulana menjelaskan jadwal Festival Ciliwung 2018. Selain lari, ada seribu peserta senam masal dan komunitas, Festival Ciliwung 2018 juga diikuti setidaknya seratus peserta penyusuran sungai yang menggunakan tubing (semacam ban dalam mobil) dan perahu karet. Penyusuran sungai melewati rute Balai Rakyat - Condet Balekambang -Dermaga Rawa Elok di Jalan Munggang.

Siapa sangka kawasan sekitar Ciliwung kini tak sepenuhnya sejelek yang dinyatakan media. Ada cukup banyak pepohonan di bantaran sungai, membuat semilir angin berembus sejuk meski matahari mulai meninggi. Di sepanjang bantaran

Siapa sangka kawasan sekitar Ciliwung kini tak sepenuhnya sejelek yang dinyatakan media. Ada cukup banyak pepohonan di bantaran sungai, membuat semilir angin berembus sejuk meski matahari mulai meninggi. Di sepanjang bantaran sungai, airnya masih dimanfaatkan warga sekitar. Termasuk mencuci pakaian dan mandi.

Ciliwung Festive d’ Emak2 Selfie

053

Info

Sinergitas | November 2018

sungai, airnya masih dimanfaatkan warga sekitar. Termasuk mencuci pakaian dan mandi.

Beberapa kanak-kanak berenang atau sekedar main air di beberapa spot, meski di beberapa tempat masih nampak ceceran dan tumpukan sampah. Namun terbanyak adalah panorama orang memancing ikan di tepian sungai. Malah ada yang membawa jala. Meski ikan yang banyak kelihatan adalah spesies “sapu-sapu”.

Separo jalan ke utara, bau tak sedap mulai terendus. Nampaknya berasal dari limbah rumah-tangga, ditambah sampah yang menggunung dan mengendap hingga ke dasar sungai. Andai para pegiat telah sepenuhnya berhasil membebaskan sungai ini dari sampah, pemandangan di sepanjang Ciliwung sesungguhnya tak kalah dibanding Cheonggyecheon di Ibu Kota Seoul.

Perjalanan menyusuri sungai dimulai pukul 09.00 WIB dan finish bertepatan azan zuhur yang berkumandang dari ponsel seorang peserta.

Info

054 Sinergitas | November 2018

DamdasHari kedua festival dimeriahkan para pramuka. Setidaknya 500 anggota Pramuka Ranting Kramat Jati memperagakan permainan tradisional damdas, ketapel, dan panahan. Juga ada lomba menarik getek, memahat hebel, dan lomba yel-yel.

Perlombaan berlangsung di Dermaga Rawa Elok. Sementara Brigade Jawara melakukan pertunjukan seni pencak silat dan Deklarasi Sungai Ciliwung. Tak lupa, aksi penanaman pohon oleh Baznas di bantaran Sungai Ciliwung. Ini sesungguhnya inti kegiatan Festival. Kampanye mempertahankan sempadan sungai agar tidak longsor, selain memperindah Ciliwung.

"Kalau di sini, saya kan sudah mendorong bahwa tiap pekan harus ada festival. Ada Festival Condet, Kemayoran, Sunter, kemarin ada Festival Cipayung, ada Festival Ciliwung, juga Festival Kemang. Banyak sekali festival kita."

Demikian supporting Sandiaga agar acara festival semacam ini diadakan rutin di Jakarta setiap pekan, dan menyatakan harapan kiranya daerah lain dapat menggelar festival serupa. Menurut Sandiaga, festival semacam ini mampu menggerakan roda ekonomi masyarakat. Dengan demikian, peluang usaha dan lapangan kerja juga ikut terbuka.

Awal PeradabanFestival Ciliwung 2018 mengangkat tema "Ciliwung Awal Peradaban Kota Jakarta". Mengutip riset arkeolog Dr Hasan Djafar (UI), ada tiga situs purbakala yang tersebar di Sungai Ciliwung, khususnya di daerah Condet. Situs Kampung Kramat, Situs Tanjungan, dan Situs Rawa Elok.

Situs-situs berasal dari era 500-an tahun sebelum Masehi (SM)-2000 SM itu menyajikan beragam bentuk. Dari beliung persegi, kapak perunggu, manik-manik, gerabah, hingga mata panah.

Beragam situs di Condet merujuk pada sebuah benang merah. “Condet, khususnya di wilayah bantaran Sungai Ciliwung, sudah didiami permukiman sejak zaman prasejarah.” Mantan dosen arkeologi ini menjelaskan dua babak zaman prasejarah di Condet. Pertama beliung neolitikum yang berlangsung pada 3000 SM-5000 SM. Dan masa perundagian atau zaman logam pada 1000 SM-500 SM.

Camat Kramat Jati, Eka Dharmawan mengatakan, Festival Ciliwung ini ide dasarnya digagas oleh masyarakat. Pihaknya mendukung kegiatan ini karena kegiatan sarat edukasi dan pelestarian budaya bangsa.

055

Info

Sinergitas | November 2018

Tahun 1992, Setu Pengasinan memiliki luas 23 hektar. Delapanbelas tahun kemudian, menyusut menjadi 12 hektar. Kondisi yang memprihatinkan tentu.

Kondisi kawasan lebih menyedihkan. Lahan yang seharusnya menjadi resapan air itu menjadi lautan sampah. Setu Pengasinan adalah wilayah yang terlupakan.

Mencegah penyusutan lahan Setu, Heri Gonku membangun ruang diskusi dengan pemerintah kota Depok dan masyarakat sekitar Setu Pengasinan. Ruang diskusi yang dibangun melibatkan seluruh dinas terkait dan masyarakat. Targetnya mengoptimalisasi Setu Pengasinan dan menormalisasi seluruh fungsi setu bagi kawasan.

Dalam ruang inilah seluruh penilaian, pandangan, dirumuskan dan menjadi aksi bersama. Optimasi potensi Setu Pengasinan. Hasilnya hari ini, kita bisa melihat fungsi Setu Pengasinan sebagai tempat penyimpanan air saat hujan, cadangan air saat kemarau, pengairan, pengembangan fauna di sempadan Setu, rekreasi, olahraga, dst.

Tidak berhenti di sini, Setu Pengasinan juga menjadi ajang tumbuhnya kreatifitas dengan munculnya sanggar-sanggar seni, menjadi wilayah penghasil tanaman hias untuk Jabodetabek, komunitas-komunitas pecinta lingkungan, dan kelompok keagamaan.

Semua bergerak dalam irama senada untuk wilayah hijau yang damai. Sebuah pewarisan berharga untuk anak cucu. Bukan sekedar

Pengasinan, tapi Depok, Jawa Barat, Indonesia, bahkan dunia.

Kampung In The GardenSalah satu gerakan bersama untuk menduplikasi dan mengembangkan penataan yang sudah dilakukan di samping Setu Pengasinan adalah konsep Kampung In The Garden. Sebuah usulan strategis untuk meningkatkan kualitas lingkungan kampung kota sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat.

Lokasi kegiatan penataan meliputi wilayah sekitar Setu Pengasinan. Meliputi 3 kelurahan yaitu

Setu Pengasinan

Info

056 Sinergitas | November 2018

Kelurahan Pengasinan, Kelurahan Duren Mekar dan Kelurahan Duren Seribu dengan total luas sekitar 60 ha.

Upaya penataan kampung di tepi Setu Pengasinan ini didasari oleh permasalahan lingkungan yang cukup kompleks dan serius di Depok. Daerah penyangga ibukota yang laju pembangunan, penduduk, dan kendaraannya sangat tinggi. Pemahaman masyarakat masih kurang terhadap lingkungan juga merupakan tantangan lain yang harus dibenahi.

Selain itu banyak Setu-Setu di Kota Depok yang beralih fungsi menjadi menjadi daerah permukiman. Membuat daerah resapan air semakin berkurang. Kebijakan pemerintah daerah tentang penetapan kawasan konservasi resapan di bagian hulu dan kawasan budidaya di bagian hilir suatu daerah aliran sungai belum berjalan efektif karena belum ada pengaturan kompensasi atas kehilangan kesempatan pemanfaatan ruang bagian hulu untuk penggunaan yang lebih produktif dengan Pendapatan Asli Daerah yang lebih besar daripada untuk resapan air.

Ditinjau dari sisi tata ruang, wilayah Pengasinan masih terlihat serampangan dan cenderung tidak tertata dengan baik. Hal ini terlihat dari susunan rumah yang tidak tertata dengan baik serta saluran pembuangan air yang tidak sempurna serta tidak adanya pembuangan sampah yang terkelola dengan baik sehingga menyebabkan permasalahan tersendiri.

Secara umum, penduduk wilayah Setu Pengasinan mendapatkan air bersih dari air tanah dengan sumur-sumur dangkal atau sumur dalam dengan menggunakan pompa. Muka air tanah setiap tahun mengalami penurunan yang cukup signifikan karena eksploitasi air tanah yang cukup besar dibandingkan dengan kapasitas untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah.

Pengolahan limbah dari toilet menggunakan tangki septik, namun, tidak ada pengurasan tangki septik

secara teratur sehingga proses pengolahan limbah di dalamnya tidak berjalan secara maksimal. Sedangkan limbah rumah tangga lainnya (dapur, kamar mandi, dsb) tidak diolah sama sekali dan dibiarkan mengalir ke selokan-selokan yang ada yang pada akhirnya masuk ke Setu dan sekaligus ikut mencemari Setu.

Sampah masih mempunyai banyak kendala dalam pengelolaanya seperti sampah yang dihasilkan tidak dipilah di sumber, hanya sekitar 60% sampah yang dihasilkan dibuang ke TPA dan sisanya dibuang ke sungai, dibakar, dan dibuang di lahan-lahan kosong atau di pinggir jalan, konsep penanganan sampah yang tidak tepat, sulit menemukan lahan untuk TPA, dan terbatasnya kemampuan pemerintah dan kurangnya dukungan dari masyarakat (retribusi sampah kecil).

Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap sampah membuat pengelolaan sampah masih jauh dari ideal. Masih banyak masalah lingkungan lainnya di wilayah Setu Pengasinan yang memerlukan penanganan secara terpadu yang dikelola dengan baik seperti drainase, genangan air pada saat hujan, dsb.

Usulan penataan kampung tepi Setu pengasinan diharapkan mampu menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peningkatan mutu lingkungan yang tertata dan terkelola dengan baik serta turut menjaganya agar tercipta suatu lingkungan yang bersih, sehat serta berkualitas.

Kegiatan program lingkungan terpadu yang sudah dimulai sejak awal tahun 2000-an ini, secara resmi dimulai sejak tahun 2016. Kegiatan melibatkan berbagai pihak baik dari kalangan pemerintah, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, pihak swasta, dan sebagainya.

Diharapkan kegiatan ini nantinya mampu menjadikan wilayah Setu Pengasinan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar serta menjadi contoh bagi wilayah-wilayah lain untuk ditiru dan dikembangkan.[]

057

Info

Sinergitas | November 2018

Jujur saja, dalam beberapa tahun terakhir, bantaran Sungai Cisadane telah dipenuhi beberapa pembangunan yang menarik. Ada Flying Deck, Taman Gajah Tunggal,

Lapangan Futsal, Musholla Apung, Meriam Benteng Tangerang, Cisadane Walk, Taman Nobar, Taman Dayung dan banyak lagi.

Tangerang dikenal sebagai Kota Benteng Makassar. Karena konon sejarahnya dulu, penjaga benteng di Tangerang ini adalah orang-orang dari Makassar. Dan icon itu kini menjadi ciri Kota Tangerang. Di Taman Cisadane Walk, benteng meriam yang kokoh itu menghadap ke bantaran sungai yang pernah menjadi hit di instagram itu.

DAS Cisadane seluas 148.682,68 hektar bermata-air di Gunung Kendeng. Beberapa hulunya berada di lereng Gunung Pangrango dan beberapa anak sungai yang berawal di Gunung Salak. Melintasi sisi barat Kabupaten Bogor, terus ke arah Kabupaten Tangerang dan bermuara di sekitar Tanjung Burung.

Dengan panjang keseluruhan sekitar 126 km, bagian hilir sungai ini cukup lebar untuk dilayari oleh kapal kecil. “Pada abad ke-16 Tangerang

adalah pelabuhan penting,” kata Tome Pires yang menyebut Tangerang sebagai Tamgaram.

Beberapa warga yang tinggal dekat Sungai Cisadane menyediakan perahu kecil sebagai transportasi air. Sebentar lagi mirip gondola di sungai-sungai Venesia hahahaa..

Sungai Cisadane pun kini semakin ngetren, seiring dibangunnya Jembatan Gerendeng yang menyajikan ornamen unik berupa spot kaca, menghubungkan Jalan Benteng Makasar dengan Jalan Dadang Suprapto. Jembatan setinggi 5 meter di atas permukaan air dengan panjang 110 meter ini dilengkapi pedestrian. Tapi nggak boleh dilewati kendaraan roda enam. Maksimal roda empat.

Sungai Cisadane merupakan sumber air baku bagi masyarakat Tangerang. Dahulunya juga merupakan jalur transportasi. Dan hingga kini nampaknya masih ditakdirkan menjadi denyut ekonomi warga.

Di beberapa titik pedestrian yang dinamai Cisadane Walk ini sejumlah pedagang kaki lima menyediakan tempat lesehan. Sementara di tepian Cisadane banyak pria dewasa terlihat begitu

CisadaneWalk

Info

058 Sinergitas | November 2018

tenangnya memancing. Di sungai ini memang masih banyak terdapat berbagai jenis ikan seperti mujair, nila, dan termasuk ikan sapu-sapu.

Para atlit dayung Kota Tangerang pun berlatih di Sungai Cisadane yang heboh ini. Jelas, PemKot Tangerang telah melakukan kerja besar. Dari mengatasi pencemaran limbah pabrik hingga mengkondisikan warga menata teras kota. Dan kini Sungai Cisadane telah menjadi objek wisata yang mengesankan.

Berangsur bantaran Sungai Cisadane ditanami pohon, dicitrakan sebagai destinasi yang ramah anak, modern dan milenial. Fasilitas rekreasi dan olahraga bagi keluarga, spot bermain buat anak – anak, dan pangkalan hangout para teenagers. Landmark Kota Tangerang ditoreh di sepanjang bantaran.

Termasuk sejumlah bangunan bersejarah. Bendungan Pintu Air Sepuluh, misalnya, yang terletak di Jalan raya Sangego Kelurahan Koang Jaya.

059

Info

Sinergitas | November 2018

Bendungan Pintu Air SepuluhSesuai julukan populernya, Pintu Air Sepuluh Tangerang atau Bendungan Sangego memiliki sepuluh pintu air yang lebarnya masing-masing sepuluh meter. Penguasa kolonial membangun Bendungan Pasar Baru Irigasi Cisadane ini pada 1927 dan membutuhkan lima tahun sebelum mulai digunakan pada 1932.

Selain sebagai pengendali banjir, fungsi utama bendungan ini adalah untuk mengairi areal persawahan seluas 40.000 ha lebih yang meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Serang dan DKI Jakarta.

Bentang Bendungan Pintu Air Sepuluh Tangerang merentang sepanjang 125 meter. Dibuat dengan konstruksi beton bertulang, sangat menarik melihat aktivitas penduduk di sekitar bendungan.

Pintu-pintu air ini masih digerakkan oleh mesin-mesin tua HEMAAF warisan Belanda berkekuatan 6000 Watt yang seusia dengan umur bendungan. Ada lima buah mesin penggerak pintu yang masing-masing menggerakkan dua buah pintu air. Pada sisi utara dan

selatan bangunan terdapat rel lori yang digunakan untuk mendistribusikan pintu air pengganti jika ada pintu air yang rusak. Dari jembatan belok kanan ke Jalan Sangego Raya. Bendungan peninggalan Belanda ini masih tampak megah.

Di sebelah timur bantaran Sungai Cisadane, masih berdiri masjid tertua di Kota Tangerang peninggalan Kerajaan Pajajaran, Masjid Kali Pasir. Masjid di tengah pemukiman warga Tionghoa kelurahan Sukasari ini bangunannya pun bercorak China. Hingga kini masjid yang didirikan tahun 1700 ini masih digunakan sebagai tempat beribadah. Meski tak lagi digunakan untuk salat Jumat (Wikipedia).

Didirikan tahun 1700 oleh Tumenggung Pamit Wijaya, Masjid Kali Pasir memiliki nilai sejarah akulturasi budaya dan saksi perjuangan anak bangsa. Uniknya, bentuk shaf-nya miring dibandingkan dengan arah masjid, sejak awal. Konon karena jika masjid dibangun sesuai arah kiblat maka rumah di sekitar masjid akan terbongkar. []

Balai Utama

060 Sinergitas | November 2018

BBWS CILIWUNG CISADANE