ahmad yani basuki - universitas indonesia

33
Edisi Cetak Lepas Versi Digital ISSN: 0852-8489 Reformasi TNI: Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat Penulis: Ahmad Yani Basuki Sumber: Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, Vol. 19, No. 2, Juli 2014: 135-166 Dipublikasikan oleh: Pusat Kajian Sosiologi, LabSosio FISIP-UI Jurnal Sosiologi MASYARAKAT diterbitkan oleh LabSosio, Pusat Kajian Sosiologi Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia. Jurnal ini menjadi media informasi dan komunikasi dalam rangka pengembangan sosiologi di Indonesia. Redaksi MASYARAKAT mengundang para sosiolog, peminat sosiologi dan para mahasiswa sosiologi untuk berdiskusi dan menulis secara bebas dan kreatif demi pengembangan sosiologi di Indonesia. Email: [email protected] ; [email protected] Website: www.journal.ui.ac.id/jsm SK Dirjen Dikti Akreditasi Jurnal No. 80/DIKTI/Kep/2012 Untuk mengutip artikel ini: Basuki, Ahmad Yani. 2014. “Reformasi TNI: Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat.” Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, Vol. 19, No. 2, Juli 2014: 135-166.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

Edisi Cetak Lepas Versi Digital ISSN: 0852-8489

Reformasi TNI: Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat

Penulis: Ahmad Yani Basuki

Sumber: Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, Vol. 19, No. 2, Juli 2014: 135-166

Dipublikasikan oleh: Pusat Kajian Sosiologi, LabSosio FISIP-UI

Jurnal Sosiologi MASYARAKAT diterbitkan oleh LabSosio, Pusat Kajian Sosiologi Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia. Jurnal ini menjadi media informasi dan komunikasi dalam rangka pengembangan sosiologi di Indonesia. Redaksi MASYARAKAT mengundang para sosiolog, peminat sosiologi dan para mahasiswa sosiologi untuk berdiskusi dan menulis secara bebas dan kreatif demi pengembangan sosiologi di Indonesia. Email: [email protected]; [email protected] Website: www.journal.ui.ac.id/jsm

SK Dirjen Dikti Akreditasi Jurnal No. 80/DIKTI/Kep/2012

Untuk mengutip artikel ini: Basuki, Ahmad Yani. 2014. “Reformasi TNI: Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat.” Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, Vol. 19, No. 2, Juli 2014: 135-166.

Page 2: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

Reformasi TNI: Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat

A h m a d Ya n i B a s u k iStaf Khusus Presiden RI Bidang Publikasi dan Dokumentasi

Email: [email protected]

Abstrak

Sebagai sebuah proses mundurnya militer dari politik, reformasi internal TNI memiliki kekhasan tersendiri, baik dalam hal pola maupun profesionalitasnya. Dalam tulisan ini, proses yang dialami TNI tersebut ditelaah menggunakan gagasan Talukder Maniruz-zaman mengenai mundurnya militer dari politik, serta gagasan Robert K. Merton dan Talcott Parsons mengenai analisis fungsional. Penelitiannya sendiri dilakukan dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa refor-masi TNI terjadi secara gradual, bertingkat, dan berlanjut. Reformasi TNI juga dapat dikategorikan sebagai mundurnya militer dari politik secara profesional—dilaksanakan secara tidak mendadak dan tidak tergesa-gesa, didahului pemikiran-pemikiran reformis, serta dilandasi kesadaran akan perlunya koreksi terhadap peran TNI dalam politik negara di masa lalu. Yang membedakannya dari pengalaman militer lain di berbagai negara, proses ini tidak terkait dengan dilangsungkannya pemilihan umum terlebih dahulu, serta tidak disertai penyerahan kekuasaan sipil sementara, revolusi sosial, pem-berontakan massal, maupun invasi atau intervensi asing. Bersamaan dengan reformasi tersebut, terjadi pula refungsionalisasi, yakni penataan kembali secara tepat posisi dan peran TNI dalam tatanan kehidupan nasional yang demokratis, sehingga dapat menjadi fungsional bersama fungsi-fungsi atau komponen-komponen bangsa lainnya.

Abstract

As a process of military withdrawal from politics, the internal reform of The Indonesian National Defense Forces (Tentara Nasional Indonesia/TNI) has specific characters in its pattern as well as in its professionality. In this paper, Talukder Maniruzzaman’s con-cept of military withdrawal from politics and Robert K. Merton’s and Talcott Parsons’ functional analysis were laboured to inquire that process experienced by TNI. That inquiry used the combination of quantitative and qualitative methods. The result shows that TNI reform is a gradual, hierarchical and sustainable process. TNI reform can also categorized as professional military withdrawal from politics—a process which is not going suddenly nor hastily, with reformist considerations beforehand, and is based on an awareness about a need to correct TNI’s role in the past state politics. What makes it different from other countries’ military’s experiences is that this process had no immediate relationship to foregone general election, and were going without transfer of power to temporary civil government, social revolution, mass rebellion, or foreign invasion and intervention. Simultaneous with that reform is a process of refunctio-nalization, that is to say correctly reorder TNI’s position and role in the democratic order of national life, so TNI able to be functional simultaneously with other national functions or components.

Keywords: the internal reform of TNI, military withdrawal from politics, refunctionalization.

Page 3: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

136 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

PE N DA H U LUA N

Reformasi TNI yang bergulir sejak tahun 1998 berkaitan erat dengan perubahan konfigurasi masyarakat, baik di tingkat nasional maupun global. Di tingkat nasional, perubahan ini ditandai dengan semakin bebasnya masyarakat Indonesia dalam mengekspresikan ga-gasan dan pikiran mereka seiring meredupnya era Orde Baru dan mencuatnya era Reformasi. Dalam konteks sosiologis, substansi dari reformasi TNI adalah redefinisi, reposisi, dan reaktualisasi fungsi dan peran TNI dalam masyarakat, yang pada masa lalu dinilai dis-fungsional oleh sebagian pemangku kepentingan. Salah satu tuntutan terkait reformasi TNI adalah dihapuskannya Dwifungsi ABRI. De-ngan demikian, reformasi internal TNI dapat dipahami sebagai proses memosisikan diri secara tepat dalam sistem sosial yang ada—proses ini dapat disebut sebagai adaptasi (Parsons 1966) maupun refungsi-onalisasi (Merton 1967).

Kendati demikian, karena reformasi TNI tidak berlangsung dalam sistem sosial yang hampa (invacuum social system), tentu ada konseku-ensi-konsekuensi yang timbul dari interaksi sosial yang berlangsung dalam proses dan progresnya. Permasalahan inilah yang menjadi fokus kajian dari tulisan ini. Untuk menjawab permasalahan tersebut, pem-bahasan dalam tulisan ini akan mencakup penjelasan mengenai proses dan progres reformasi internal TNI yang telah berlangsung kurang lebih 9 tahun (1998-2007); pandangan internal–eksternal TNI dan pandangan media tentang reformasi TNI; pola dan profesionalitas reformasi TNI sebagai sebuah kasus mundurnya militer dari politik (military withdrawal from politics). Pada akhirnya, pembahasan ter-sebut akan mengarahkan kita pada refleksi tentang apakah setelah 9 tahun melaksanakan reformasi internal, posisi TNI sudah lebih fungsional dalam tatanan kehidupan nasional bangsa Indonesia?

Dalam membahas fokus penelitian dan permasalahan di atas, tu-lisan ini mengaplikasikan kategorisasi yang dirumuskan oleh Talukder Maniruzzaman mengenai mundurnya militer dari politik, baik ber-dasarkan pola maupun profesionalitasnya. Perangkat analisis tersebut kemudian dilengkapi dengan analisis fungsional dari Talcott Parsons dan Robert K. Merton. Penulis berargumen, reformasi internal TNI merupakan kasus mundurnya militer dari politik yang memiliki ke-khasan tersendiri, dan sejauh ini cukup berhasil menjadikan TNI lebih fungsional.

Page 4: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 137

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

M E TODE PE N E L I T I A N

Penelitian ini dirancang dengan menggabungkan metode kuanti-tatif dan kualitatif (Susan Stainback. 1988; Sugiyono. 2006). Daerah yang menjadi latar penelitian meliputi dua belas kota di Indonesia di mana terdapat Komando Daerah Militer (Kodam). Secara khusus Kodam Jaya di Jakarta ditempatkan sebagai latar utama penelitian. Responden, informan, dan peserta FGD dipilih dengan metode pur-posive sampling. Adapun sampel media dipilih dengan metode random sampling.

A NA L ISIS F U NGSIONA L M U N DU R N YA M I L I T E R DA L A M POL I T I K

Tidak sedikit negara merdeka di seluruh dunia yang berada di bawah pemerintahan militer. Banyak negara baru yang lahir dari era kolonisasi dipimpin oleh pemerintahan militer pada akhir 1950-an dan 1960-an. Kendati demikian, berdasarkan penelitiannya, Manni-ruzzaman (1998) menyatakan bahwa rezim militer tampaknya tidak mampu mengembangkan pembangunan sosio-ekonomi di negara masing-masing, meski mereka senantiasa mengklaim kebalikannya. Rezim-rezim militer memiliki kecenderungan menghalangi para po-litisi sipil dari kesempatan untuk memperoleh keterampilan politik sehingga mengekalkan rantai keterbelakangan politik. Akhirnya per-luasan peran militer menciptakan kerapuhan keamanan, baik secara internal maupun eksternal (Maniruzzaman 1998:20). Dalam kondisi demikian, lantas muncullah upaya-upaya untuk menarik dan menem-patkan kembali secara tepat peran militer dalam kehidupan negara demokratis (military withdrawal from politics), yang dalam konteks Indonesia dilakukan melalui reformasi internal TNI.

Berdasarkan polanya, Maniruzzaman (1998: 31-33) mengklasifika-sikan proses mundurnya militer dari politik menjadi lima: (i) kembali ke barak secara terjadwal dan terencana segera setelah dilangsungkan pemilihan umum; (ii) kembali ke barak secara mendadak setelah me-nyerahkan kekuasaan pada pemerintah sipil sementara; (iii) kembali ke barak lewat revolusi sosial; (iv) kembali ke barak lewat pembe-rontakan massal; (v) kembali ke barak karena invasi atau intervensi negara asing. Adapun berdasarkan profesionalitasnya, Maniruzzaman (1998) membedakan antara (i) mundur secara profesional dan (ii)

Page 5: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

138 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

mundur secara tidak profesional. Tentara profesional keluar dari dunia politik secara terencana dan penuh pertimbangan. Adapun tentara yang tidak profesional mundur dari politik secara mendadak dan tiba-tiba; biasanya beberapa kali terlibat dalam intervensi dan kembali ke barak hanya untuk menunda prospek demiliterisasi politik dalam jangka panjang.

Proses mundurnya militer dari politik kerap kali tak terpisahkan dari fungsionalisasi atau refungsionalisasi peran militer. Oleh karena itu, gagasan fungsionalis dapat membantu memahami proses tersebut dengan lebih komprehensif. Dalam perspektif fungsionalis suatu ma-syarakat dilihat sebagai jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat tersebut. Masyarakat dipandang se-bagai suatu sistem yang stabil dengan kecenderungan untuk memper-tahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang. Dalam perspektif fungsionalis Talcott Parsons (1937) dan Robert Merton (1967) setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus karena hal itu fungsional. Kendati demikian, suatu nilai atau tindakan yang fungsional pada waktu atau tempat tertentu dapat saja menjadi disfungsional pada waktu atau tempat yang berbeda.

Untuk memperjelas gagasan di atas Merton mengembangkan ga-gasannya mengenai fungsi, disfungsi, dan nonfungsi. Suatu struktur atau institusi dikatakan disfungsional jika menimbulkan akibat ne-gatif terhadap sistem sosial. Adapun nonfungsi dapat didefinisikan sebagai akibat-akibat yang sama sekali tidak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan. Sejalan dengan konsep-konsep tersebut, Merton mengembangkan konsep “keseimbangan bersih” (net balan-ce)—jika agregat konsekuensi-konsekuensi dari struktur sosial yang ada jelas-jelas disfungsional, maka akan muncul tekanan yang kuat untuk perubahan (Merton 1967:94). Dengan memperhatikan fungsi dan disfungsi, analisis fungsional tidak hanya dapat mengidentifika-sikan dasar-dasar stabilitas sosial, tetapi juga sumber-sumber potensial terjadinya perubahan.

PROGR E S DA N KONSEK U E NSI R E FOR M A SI I N T E R NA L T N I

Masuknya TNI sebagai kekuatan sosial politik tidak dapat dilepas-kan dari sejarah lahir dan tumbuhnya TNI dalam perjuangan bangsa

Page 6: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 139

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

Indonesia. TNI lahir bersama-sama dengan meletusnya revolusi rak-yat, sehingga dapat dikatakan bahwa ia lahir dari rakyat yang ber-juang—ia lahir dan tumbuh dalam alam perjuangan untuk merebut kembali, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan. Beranjak dari sejarah kelahiran dan pertumbuhannya, wajar jika TNI sebagai kom-ponen bangsa juga merasa berhak dan wajib ikut menentukan haluan negara dan jalannya pemerintahan. Pemikiran inilah yang pada awal-nya mendasari Dwifungsi ABRI/TNI, yakni sebagai kekuatan militer (pertahanan dan keamanan) yang merupakan alat negara, sekaligus kekuatan sosial politik yang merupakan alat perjuangan rakyat.

Tumbuh, berkembang, dan eksisnya Dwifungsi ABRI/TNI bukan saja dikarenakan faktor historis semata, tetapi juga karena didukung oleh tuntutan kondisional bangsa sehingga diperkuat pula dengan lan-dasan-landasan konstitusional. Yang patut dicatat, masuknya ABRI/TNI dalam politik pada umumnya didasari oleh kondisi sistem sosi-al yang cenderung mengalami disfungsi, bahkan malfungsi. Dalam kondisi demikian, ABRI/TNI kemudian terlibat dalam kehidupan sosial politik dengan fungsi ekstranya. Kronologi masuk dan keluar-nya ABRI/TNI dalam fungsi sosial politik dapat digambarkan sebagai berikut (lihat Nugroho N. 1984; Crouch 1985; Sundhausen 1986; Britton 1996; Subiyono dkk. 1997; Bilver Singh 1999; Pusjarah TNI I s/d IV 2000; Muhaimin 2002; Said 2002; Fattah 2005):

Tabel 1. Masuk dan Keluarnya TNI dalam/dari Politik

Kondisi yang ada Pelibatan TNIPada masa Perang Kemerdekaan 1945-1949

•Agresi Belanda II melumpuhkan pemerintah sipil dan perjuangan diplomasi.

•Presiden, Wakil Presiden dan beberapa Perdana Menteri ditahan. NKRI terancam eksistensinya.

•TNI terus berjuang dengan senjata/militer “Met of Zonder Pemerintah”.

•TNI melaksanakan “pemerintahan militer” untuk menyelamatkan pemerintah sipil yang disfungsi dan eksistensi NKRI.

Pada masa Demokrasi Liberal 1950-1959

•Lembaga legislatif dominan tetapi prestasi lemah.

•Pemilu 1955 yang demokratis belum juga melahirkan pemerintahan yang kuat dan politik yang stabil.

•Terjadi pertikaian antarparpol, korupsi menjadi-jadi, penyalahgunaan wewenang, dan ekonomi buruk.

•Ada pemberontakan DI/TII.

•TNI keluarkan Konsep Jalan Tengah.

•TNI masuk menjadi anggota Kabinet dan Dewan Nasional/Penasehat Kabinet sebagai golongan fungsional.

•Tentara terlibat dalam pusat kekuasaan/politik.

•TNI hadapi pemberontakan.

Page 7: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

140 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

Kondisi yang ada Pelibatan TNIPada masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965

•Kembali ke UUD 1945.•PKI berupaya untuk “Nasakomisasi”

tentara dan pemerintah.•PKI berhasil menggandeng Presiden

Soekarno.•Pancasila dalam ancaman

komunis/PKI.

•Sepertiga menteriya perwira militer.•TNI masuk menjadi anggota DPR-

GR dan MPRS.•Tiga Ka-Staf Angkatan anggota

Kabinet ex officio.•Untuk hadapi PKI, TNI

konsolidasikan organisasi fungsional dalam Sekbergolkar.

Pada masa Orde Baru 1966-1997

•Bangsa perlu percepatan pembangunan.

•Perlu dukungan stabilitas.

•TNI sebagai stabilisator dan dinamisator pembangunan.

•TNI menjadi cenderung dominan.•Mulai ada koreksi dari internal

TNI.Era Reformasi 1998 - seterusnya

•Muncul badai krisis.•Dwifungsi ABRI dinilai eksesif/

disfungsi.•Ada tuntutan cabut Dwifungsi

ABRI.•Tuntutan supremasi sipil.

•TNI koreksi diri laksanakan reformasi internal.

•Tinggalkan Dwifungsi/fungsi sospol.

•Dukung pemberdayaan fungsi lain, dorong supremasi sipil.

•TNI lakukan tugas berdasarkan keputusan politik negara.

•Bangun jati diri sebagai tentara profesional.

(Diolah dari berbagai dokumen, buku sejarah, dan tulisan tentang ABRI/TNI)

Perjalanan TNI sebagaimana tergambar pada tabel di atas mem-perlihatkan kekhasan TNI yang membedakannya dengan militer ne-gara-negara lain dalam hal masuk dan keluarnya mereka ke dan dari dunia politik. Hal ini terutama dikarenakan oleh sikap “kejuangan” dan “kepedulian” TNI yang memengaruhi dan mewarnai kiprahnya dalam sistem sosial yang ada. Pada masa perang kemerdekaan, TNI rela berjuang tanpa pamrih dan ambil peran setiap kali bangsa Indo-nesia menghadapi ancaman. Pada masa kontemporer, TNI pun peduli terhadap tuntutan yang ada untuk membangun jati dirinya sebagai tentara profesional dengan legawa melepas dwifungsinya.

Dalam paradigma baru, TNI dipandang sebagai bagian dari sis-tem nasional, sehingga secara substansial terjadi perubahan berupa lepasnya dominasi TNI dengan disertai pemberdayaan kelembagaan fungsional lainnya. Menurut paradigma baru ini, semua tindakan TNI senantiasa (i) harus dalam kerangka pelaksanaan tugas negara; (ii) dalam rangka pemberdayaan kelembagaan fungsional; (iii) harus berdasarkan kesepakatan bangsa melalui mekanisme institusional yang ada; (iv) ditempatkan dan menempatkan diri sebagai bagian dari sis-

Page 8: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 141

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

tem nasional; (v) ditetapkan melalui ketetapan-ketetapan yang diatur secara konstitusional.

Adapun implementasi reformasi internal TNI telah dilaksanakan dan dikembangkan secara gradual dan berlanjut sejak 1998. Progres dari implementasi tersebut, hingga awal tahun 2007, dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Progres Reformasi Internal TNI Tahun 1998–2007

No Tahun Progres Perubahan Keterangan1. 1998 Perumusan sikap dan pandangan politik ABRI tentang

paradigma baru peran ABRI abad ke-21. paradigma baru(kultur/perilaku)

2. 1998 Penyempurnaan organisasi Staf Umum (Sum) ABRI dan Staf Sosial Politik (Sospol) ABRI. Kepala Staf Sosial Politik ABRI (Kas Sospol ABRI) menjadi Kepala Staf Teritorial ABRI (Kaster ABRI).

struktur, transisi(final tahun 2005)

3. 1998 Likuidasi Syawan ABRI, Kamtibmas ABRI, dan Babinkar ABRI.

struktur, final

4. 1998 Penghapusan Wansospolpus dan Wansospolda Tk-I. struktur, final 5. 1999 Perumusan sikap dan pandangan politik ABRI tentang

paradigma baru peran sospol ABRI.paradigma baru(kultur/perilaku), final

6. 1999 Paradigma baru hubungan ABRI/TNI dan Keluarga Besar ABRI/TNI (KBA/KBT) dan pemutusan hubungan organisatoris dengan Partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan semua partai politik yang ada.

kultur/perilaku, final

7. 1999 Pengaturan penugasan prajurit di luar jabatan struktur/fungsional Dephankam/ABRI.

struktur, final

8. 1999 Penghapusan Kekaryaan ABRI melalui keputusan pensiun atau alih status.

struktur, final

9. 1999 Pemisahan POLRI dari ABRI. struktur, final10. 1999 Pengesahan sebutan nama kesatuan, jabatan, kopstuk

tulisan dinas, lambang, dan cap dinas dari sebutan ABRI menjadi TNI.

kultur, struktur, final

11. 1999 Pengurangan jumlah F. ABRI di DPR, DPRD I/II (di DPR Pusat dari 75 orang menjadi 38 orang dan di DPRD I/II tinggal 10% dari jumlah kursi).

struktur, final

12. 1999 Komitmen netralitas TNI dalam pemilu. kultur/perilaku, final

13. 1999 Perubahan Staf Sosial Politik (Sospol) menjadi Staf Komunikasi Sosial (Komsos) sebagai transisi pada tahun 2001.

struktur, transisi

14. 1999 Penghapusan Sospoldam, Babinkardam, Sospolrem, dan Sospoldim sebagai konsekuensi dihapuskannya fungsi Sospol ABRI.

struktur, final

15. 2000s/d2001

Revisi peranti lunak doktrin TNI AU (17 Oktober 2000), TNI AD (15 Desember 2001), dan TNI AL (23 Februari 2001).

doktrin, penyesuaian

16. 2000 Likuidasi organisasi Wakil Panglima TNI. struktur, final

Page 9: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

142 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

No Tahun Progres Perubahan Keterangan17. 2000 ABRI meninggalkan politik praktis dan tidak akan pernah

lagi terlibat dalam politik praktis.struktur, kultur/perilaku, final

18. 2000 Penghapusan Bakorstanas dan Bakorstanasda. struktur, final 19. 2001 Menerapkan sikap netralitas TNI sebagai alat negara pada

Sidang Istimewa MPR RI 2001.kultur, final

20. 2001 Penghapusan materi Sospol ABRI dari kurikulum pendidikan TNI dan penambahan materi hukum, HAM, dan lingkungan hidup.

penyesuaian doktrin, kultur

21. 2002 Redefinisi dan refungsionalisasi Koter. struktur, kultur/perilaku, final

22. 2004 Komitmen dan netralitas TNI dalam Pemilu 2004. kultur, final23. 2004 Penarikan dan penghentian personel TNI yang ditugaskan

baik secara resmi maupun tidak resmi pada institusi pemerintah dan nonpemerintah yang tidak ada kaitannya dengan tugas TNI.

struktur, final

24. 2004 Likuidasi Fraksi TNI–POLRI di DPR dan DPRD pada tahun 2004 dan percepatan berakhirnya keberadaan Fraksi TNI di MPR RI pada tahun 2004 dari yang semestinya (yang secara konstitusional diamanatkan sesuai Tap MPR Nomor: VII/MPR/2000) sampai dengan tahun 2009.

komitmen, penyesuaian doktrin, final

25. 2004 Peradilan militer yang selama ini berada di bawah Badan Pembinaan Hukum TNI sekarang berada di bawah Mahkamah Agung.

UU, struktur, kultur, final; proses pada pemerintah

26. 2004 Lahirnya Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

struktur, final

27. 2005 Likuidasi Staf Komsos pada tahun 2005 (1 Juni 2005). struktur, final28. 2005 Netralitas TNI dalam pilkada. kultur/perilaku29. 2006 Penghapusan bisnis militer. keputusan final;

proses pada pemerintah

30. 2006 Keputusan harus pensiun terlebih dahulu sejak tahap penyaringan bagi prajurit TNI yang akan ikut pilkada.

struktur, final

31. 2007 Pengesahan doktrin TNI. doktrin, final

Sumber: diolah dari beberapa dokumen, ST, STR, Skep, Sprin, Juklak, Surat Edaran Menhankam/Pangab/Panglima TNI, dan hasil wawancara

Ketiga puluh satu butir perubahan di atas menunjukkan dengan jelas telah adanya perubahan internal TNI yang meliputi aspek struk-tur, kultur, dan doktrin. Dua puluh enam di antaranya bersifat final, sementara lainnya merupakan proses yang masih berlanjut. Pada da-sarnya setiap perubahan paradigma, struktur, dan doktrin, baik lang-sung maupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap perubahan kultur/perilaku. Meskipun tidak semua terumuskan secara tertulis dan tidak termasuk ke dalam 31 butir di atas, namun beberapa praktik perubahan kultur dapat diamati dengan jelas di lapangan. Di antara

Page 10: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 143

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

perubahan kultur tersebut adalah dihapus atau ditinggalkannya ber-bagai tindakan yang berbau “militeristik”, seperti perlakuan terhadap masyarakat saat melewati atau keluar–masuk ksatrian, pembatasan penggunaan voor rij ders untuk pejabat TNI, lebih terbukanya in-teraksi dengan media, berkembangnya pola-pola diskusi siswa yang lebih elegan dalam membahas berbagai topik di lembaga pendidikan, dan sebagainya.

Namun demikian, masih banyak masyarakat yang kurang mema-hami adanya perubahan-perubahan tersebut. Kasus-kasus pelanggaran oleh oknum prajurit TNI sering dianggap sebagai representasi dari belum berubahnya kultur TNI. Demikian pula kiprah purnawirawan TNI—yang statusnya sudah menjadi masyarakat sipil—di berbagai bidang kehidupan, kerap dihubungkan dengan—atau dipersepsi seba-gai representasi dari—kebijakan pimpinan atau institusi TNI. Padahal keberadaan dan kegiatan mereka sudah tidak lagi memiliki hubungan struktural dengan institusi TNI.

Butir-butir perubahan dalam proses dan progres reformasi internal TNI di atas, secara berlanjut sesuai tahapannya, dilaksanakan berda-sarkan beberapa Surat Keputusan (Skep), Surat Perintah (Sprin), Surat Telegram (STR), Surat Edaran (SE), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Panglima TNI, Keputusan Presiden (Keppres), Tap MPR RI, dan Undang-Undang. Dengan demikian, butir-butir perubahan tersebut sudah merupakan suatu kepastian yang jelas payung hukumnya. Be-berapa poin progres reformasi tersebut, pada implementasinya, me-munculkan konsekuensi-konsekuensi tertentu yang harus dihadapi dan dikelola oleh TNI, seperti kembalinya ribuan anggota TNI yang ditugaskaryakan di berbagai instansi.

Dari rekapitulasi produk peraturan dan perundang-undangan yang ada, terlihat bahwa hampir semua landasan atau produk hukum yang memayungi tahapan-tahapan reformasi TNI berawal dari inisiatif TNI. Pemisahan POLRI dari ABRI, misalnya, diawali Keputusan Menhankam/Pangab Nomor: Kep/05/P/III/1999 tanggal 31 Maret 1999 yang memutuskan pelimpahan wewenang penyelenggaraan pem-binaan Kepolisian RI dari Menhankam/Pangab. Keputusan TNI me-ninggalkan politik praktis dan hanya bertugas di bidang pertahanan diambil melalui Rapat Pimpinan TNI pada April 2000. Keputusan tersebut mewarnai penerbitan Tap MPR Nomor: VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor: VII/MPR/2002, serta UU No. 2/2002 tentang Kepolisian RI, UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU

Page 11: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

14 4 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

No. 34/2004 tentang TNI. Berbagai produk peraturan dan perun-dang-undangan tersebut banyak mengakomodasi proses dan progres reformasi TNI, serta mendasari proses penghapusan bisnis militer, di samping menegaskan dan memayungi fungsi, tugas pokok, dan jati diri TNI.

PE R SPEK T I F I N T E R NA L DA N EK S T E R NA L T E R H A DA P R E FOR M A SI I N T E R NA L T N I

Dengan metode survei, diajukan 10 pertanyaan kepada 2.400 orang responden sebagai sampel yang tersebar di 12 wilayah Kodam. Di tiap-tiap wilayah diambil 200 orang responden, terdiri atas 100 orang personel militer/TNI dan 100 orang warga sipil.

Sepuluh pertanyaan yang diajukan meliputi (i) faktor pendorong terlaksananya reformasi internal TNI; (ii) sikap TNI terhadap ma-sukan-masukan luar; (iii) peran serta responden dalam reformasi in-ternal TNI; (iv) pola reformasi internal TNI; (v) pandangan tentang perubahan TNI; (vi) pengaruh turunnya Presiden Soeharto terhadap reformasi TNI; (vii) posisi (fungsional) TNI setelah reformasi internal; (viii) perkembangan perubahan TNI; (ix) sudah atau belum tepatnya paradigma baru dan implementasi reformasi internal TNI; (x) waktu yang diperlukan untuk membangun profesionalitas TNI.

Berdasarkan jawaban yang masuk, secara kuantitatif terdapat per-bedaan pandangan antara responden internal dan eksternal TNI de-ngan besaran antara 0,6–29,4% atau rata-rata 15%. Uji statistik Chi Square dan/atau V. Cramer menunjukkan bahwa indeks perolehannya antara .176–.383. Dengan demikian, P=(0.000<0.05). Hal ini me-nunjukkan tingkat hubungan yang lemah, dan secara umum berarti tidak ada perbedaan sikap atau pandangan yang signifikan antara responden internal dan eksternal TNI terhadap 10 pertanyaan yang diajukan.

Terkait refungsionalisasi peran TNI, secara kuantitatif didapati perbedaan pandangan tentang faktor pendorong terlaksananya refor-masi internal TNI. Responden internal TNI memandang kemauan TNI sendiri untuk melaksanakan reformasi lebih dominan, meskipun secara signifikan mengakui adanya dorongan dari luar, sementara ma-yoritas responden eksternal berpandangan sebaliknya. Hal itu sejalan dengan pandangan masing-masing tipe responden mengenai kese-imbangan antara dorongan/tekanan internal dan eksternal—39,8%

Page 12: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 145

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

responden internal dan 55,3% responden eksternal menilai keseim-bangan tersebut ada.

Terkait sikap TNI terhadap masukan-masukan dari luar dalam melaksanakan reformasi internalnya, lebih dari 50% responden (76,4% responden internal dan 63,9% responden eksternal) mengakui bahwa TNI bersikap proaktif dan akomodatif.

Terkait peran serta responden mengkritisi dan memberi masukan dalam pelaksanaan reformasi internal TNI, 45,1% responden inter-nal menyatakan tidak berperan langsung, sementara semua responden eksternal menyatakan terlibat, baik langsung maupun tidak langsung.

Terkait pola reformasi internal TNI yang dilaksanakan secara gradual, terprogram, dan berlanjut, responden internal dan eksternal TNI memberikan pandangan yang relatif sama dengan persentase yang cukup tinggi, di atas 70% (81,8% responden internal dan 71,2% responden eksternal). Mereka memandang pola tersebut tepat dan sesuai dengan kepentingan yang sama, yaitu terpeliharanya soliditas TNI.

Masing-masing responden, internal (89,5%) maupun eksternal (92,4%), secara signifikan mengakui telah adanya perubahan TNI setelah reformasi. Lebih dari 50% responden internal dan eksternal mengakui setelah reformasi TNI lebih fungsional, sementara 34,8% responden internal dan 49,3% responden eksternal menilai TNI be-lum sepenuhnya fungsional. Terkait paradigma baru dan implementasi reformasi internal TNI sampai saat ini, 65,7% responden internal dan 47,8% responden eksternal menilai paradigma baru dan implementasi reformasi internal tersebut sudah tepat.

PE R SPEK T I F M E DI A T E R H A DA P R E FOR M A SI I N T E R NA L T N I

Dari hasil penelitian dan pengklasifikasian terhadap berita-berita yang dimuat media massa, dengan sampel harian umum Kompas dan Republika yang terbit selama bulan September 1998 sampai dengan Juni 2006, didapati 357 pemberitaan (Kompas 210 berita dan Republi-ka 147 berita) mengenai paradigma baru atau reformasi internal TNI. Artikel-artikel berita tersebut selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan penempatan berita dan isi atau kecenderungan berita.

Berdasarkan penempatan berita, dari 210 pemberitaan yang dimu-at Kompas, 38 (10,64%) di antaranya terdapat pada rubrik head line

Page 13: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

146 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

atau berita utama, 85 (23,81%) pada rubrik Nasional, 9 (2,52%) pada rubrik Nusantara, 10 (2,80%) pada rubrik Tajuk, serta 68 (19,05%) pada rubrik Politik dan Hukum. Adapun dari 147 pemberitaan yang dimuat Republika, 35 (9,80%) terdapat pada rubrik head line atau be-rita utama, 50 (14,01%) pada rubrik Nasional, 6 (1,68%) pada rubrik Nusantara, 17 (4,76%) pada Tajuk, serta 39 (10,92%) pada rubrik Politik dan Hukum. Uji analisis statistik Chi-Square dan V. Cramer menunjukkan tidak terdapat perbedaan pandangan atau agenda antara Kompas dan Republika dalam menempatkan pemberitaan mengenai paradigma baru dan reformasi internal TNI.

Berdasarkan isi atau kecenderungannya, sampel pemberitaan yang dihimpun diklasifikasikan ke dalam tiga kategori: kategori A, in-formatif positif; kategori B, kritik positif; kategori C, kritik negatif. Secara lebih rinci, hasil dari klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Isi dan Kecenderungan Berita Tentang Reformasi Internal TNI *ada Harian Umum Kompas dan Republika Bulan September 1998 s.d. April 2006

No Kategori JumlahSKH Kompas SKH Republika

1. Kategori ‘A’ Informatif Positif

Topik dan isi berita bersifat penyampaian informasi atau kebijakan TNI/Pimpinan TNI, pemahaman, dukungan, penghargaan dan harapan optimistis (informatif positif )

54,76% 56,42%

2. Kategori ‘B’ Kritik Positif

Topik dan isi berita bersifat kritik, saran atau solusi (kritik positif )

27,14% 28,57%

3. Kategori ‘C’ Kritik Negatif

Topik dan isi berita bersifat kritik, asumtif, penolakan, asumsi negatif dan sikap kurang percaya, pesimistis (kritik negatif)

18,10% 14,96%

Sumber: data lapangan 2006

Dari hasil uji analisis statistik Chi-Square dan V. Cramer, diperoleh hasil P. Sign=736 atau >0.05 (di atas 5%), sementara nilai asosiasi/korelasi V. Cramer 0.041. Dengan demikian, dapat disimpulkan bah-wa tidak ada perbedaan pandangan atau agenda antara harian umum

Page 14: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 147

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

Kompas dan Republika dalam hal kecenderungan pemberitaan tentang reformasi TNI.

KOM PA R A SI POL A DA N PROFE SIONA L I TA S R E FOR M A SI I N T E R NA L T N I

Apa yang dialami oleh TNI dengan reformasi internalnya, sesung-guhnya tidak jauh berbeda dengan pengalaman militer di berbagai negara berkembang, di mana pada awal perjuangan bangsa dan ne-gara mereka militer mempunyai posisi dominan dalam sistem sosial. Ketika perkembangan kehidupan demokrasi dan kualitas sumber daya manusianya mengalami kemajuan, dominasi atau kekuatan militer menghadapi berbagai tekanan sehingga terjadi proses “mundurnya militer dari politik” (military withdrawal from politics) atau “militer kembali ke barak” (back to barrack). Dalam konteks TNI, proses ter-sebut dikenal sebagai “reformasi TNI”. Sesuai kondisi yang mewarna-inya, terdapat perbedaan berdasarkan pola dan kriteria profesionalitas, mundurnya militer dari politik di negara masing-masing.

POL A R E FOR M A SI I N T E R NA L T N I

Evaluasi terhadap pola reformasi internal TNI dilaksanakan de-ngan mengkaji dan membandingkan pola tersebut dengan pola mun-durnya militer dari politik di beberapa negara lain. Perbandingan antara pola-pola ini digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Perbandingan Pola Reformasi TNI dan Mundurnya Militer dari Politik di Negara Lain

No Pola Pada Beberapa Militer Negara Asing

Pola Reformasi TNI

1. Kembali ke barak secara terjadwal dan terencana segera setelah dilangsungkan pemilihan umum (Bangladesh, Burma, Ghana, Guatemala, dan sebagainya).

Reformasi internal TNI berlangsung secara gradual, terprogram dan berlanjut, dimulai tanpa menunggu pelaksanaan pemilihan umum terlebih dahulu.

Page 15: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

148 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

No Pola Pada Beberapa Militer Negara Asing

Pola Reformasi TNI

2. Kembali ke barak secara mendadak setelah menyerahkan kekuatan pemerintah sipil sementara (Brazil, Kolombia, Panama, Sierra Leone, Korea Selatan, dan sebagainya).

Reformasi internal TNI tidak berlangsung secara mendadak, meskipun reformasi tersebut dimulai sejak adanya krisis nasional. Reformasi internal TNI dimulai tidak dengan adanya penyerahan kekuatan pemerintah sipil sementara. Hal ini karena meskipun di masa lalu TNI mempunyai posisi dominan dalam tatanan kehidupan nasional, tapi dominasi TNI tidak sedemikian mutlak, karena masih dalam kendali format pemerintahan sipil yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

3. Kembali ke barak lewat revolusi sosial (Republik Rakyat Cina, Kosta Rika, Kuba, Iran, Kamboja, Laos, Meksiko, Nikaragua, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, dan sebagainya).

Reformasi internal TNI dilaksanakan tanpa adanya revolusi sosial. Dalam hal ini, reformasi internal TNI adalah bagian dari reformasi nasional. Meskipun kondisi eksternal berpengaruh langsung bagi terlaksananya reformasi internal, tetapi reformasi internal TNI dapat berlangsung juga karena kuatnya komitmen internal TNI sendiri melaksanakan perubahan (lihat data pandangan internal dan eksternal).

4. Kembali ke barak lewat pemberontakan massal (Bolivia 1946, El Salvador 1979, Sudan 1964, Thailand 1973, dan Venezuela 1945).

Reformasi internal TNI berlangsung tanpa didahului atau disertai pemberontakan massal, meskipun memang ada euforia reformasi yang keadaannya untuk beberapa waktu sempat merisaukan masyarakat, tetapi tidak sampai pada taraf pemberontakan massal. TNI mereformasi diri dalam kondisinya masih solid meskipun menghadapi berbagai macam kritik, baik yang rasional maupun yang tidak rasional. Dalam situasi transisi seperti itu pun TNI tetap dapat melaksanakan tugasnya dalam format politik negara saat itu.

5. Kembali ke barak karena invasi atau intervensi negara asing (Republik Afrika Tengah, Gabon, Gambia, Grenada, dan sebagainya).

Reformasi internal TNI dilaksanakan bukan karena adanya invasi atau intervensi negara asing.

Page 16: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 149

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

Dari perbandingan di atas terlihat adanya kesamaan pada kriteria nomor 1—baik reformasi TNI maupun mundurnya militer negara-negara lain dari politik berlangsung secara terjadwal, terencana, serta gradual, terprogram, dan berlanjut. Perbedaannya, reformasi TNI tidak ada kaitannya dengan dilangsungkannya terlebih dahulu pe-milihan umum.

Adapun untuk kriteria nomor 2–5, sama sekali tidak ada relevan-si atau kesamaan antara pola mundurnya militer negara-negara lain dari politik dengan proses reformasi internal TNI. Dengan melihat kesamaan dan perbedaan tersebut, serta kekhasan kasus TNI, dapat disimpulkan bahwa pola reformasi TNI berlangsung secara gradual, bertingkat, dan berlanjut; tidak terkait dengan dilangsungkannya pe-milihan umum terlebih dahulu, dan tidak disertai penyerahan kekua-saan sipil sementara, revolusi sosial, pemberontakan massal, maupun invasi atau intervensi asing.

PROFE SIONA L I TA S R E FOR M A SI T N I

Dengan membandingkan proses mundurnya militer dari politik di beberapa negara berkembang berdasarkan kriteria profesional atau tidak profesional, posisi reformasi TNI tergambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 5. Perbandingan Profesionalitas Reformasi Internal TNI dengan Profesionalitas Proses Kembali ke Barak Beberapa Militer Negara Asing

No Kriteria pada Beberapa Militer Asing

Kriteria Reformasi Internal TNI

A. Profesional1. Mundur atau keluar dari dunia

politik secara terencana dan penuh pertimbangan.

TNI melaksanakan reformasi internal secara konsepsional, gradual, bertingkat, dan berlanjut. Langkah ini ditempuh agar reformasi internal tetap berjalan, soliditas terpelihara dan tugas pokok tetap terlaksana.

Page 17: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

150 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

No Kriteria pada Beberapa Militer Asing

Kriteria Reformasi Internal TNI

2. Mundur/kembali ke barak dengan keyakinan bahwa ia telah memenuhi semua tujuan intervensinya, merasa bosan, atau merasa tidak mampu lagi untuk memerintah.

TNI melaksanakan reformasi internal karena menyadari adanya koreksi atas peran TNI dalam format politik di masa lalu. TNI ingin menata ke depan dengan mencari posisi yang tepat dalam sistem sosial dan kehidupan nasional yang demokratis dan fungsional bersama fungsi-fungsi lainnya.

B. Tidak Profesional1. Mundur ke barak (reformasi) secara

mendadak dan tiba-tiba.Meskipun reformasi internal TNI dilaksanakan sejak terjadinya krisis nasional tahun 1998, tetapi sifat reformasi internal TNI tidak mendadak, melainkan bertahap dan berlanjut, bahkan sebelum hadir era reformasi telah ada pemikiran-pemikiran reformis dari kalangan perwira-perwira generasi muda TNI pada waktu itu.

2. Terlibat dalam beberapa kali intervensi dan kemudian kembali ke barak hanya merupakan penundaan terhadap prospek demiliterisasi politik dalam jangka panjang di negara-negara tersebut.

TNI tidak terlibat dalam intervensi-intervensi. TNI kembali ke barak merupakan keputusan final TNI untuk menempatkan diri secara tepat dalam tatanan kehidupan nasional secara lebih profesional dan fungsional. Reformasi TNI merupakan concern TNI dalam ikut mewujudkan masyarakat madani dan kehidupan bangsa yang demokratis.

Dengan memperhatikan perbandingan di atas, reformasi TNI da-pat dikategorikan sebagai proses mundurnya militer dari politik secara profesional. Dalam hal ini profesionalitas reformasi TNI berarti di-laksanakannya reformasi TNI secara gradual, bertingkat, dan berlan-jut—tidak mendadak, tidak tergesa-gesa. Proses ini didahului adanya pemikiran-pemikiran reformis, dan dilaksanakan dengan dilandasi kesadaran akan adanya koreksi terhadap peran TNI dalam format politik negara di masa lalu. Melalui proses ini TNI ingin menata kembali posisi dan perannya secara tepat dalam tatanan kehidupan nasional yang demokratis dan fungsional bersama fungsi-fungsi atau komponen-komponen bangsa yang lain. Dengan demikian, reformasi TNI merupakan tekad serta komitmen TNI dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Page 18: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 151

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

Sementara mundurnya militer-militer asing secara profesional dari politik didasari keyakinan bahwa mereka telah memenuhi semua tujuan intervensinya, merasa bosan, atau merasa tidak mampu lagi memerintah, TNI melaksanakan reformasi internalnya karena me-nyadari adanya kesalahan di masa lalu akibat format politik nasional waktu itu. Dengan kesadarannya TNI ingin memosisikan diri secara tepat dalam tatanan kehidupan nasional yang demokratis, dan ingin fungsional bersinergi dengan fungsi-fungsi lainnya. Kriteria-kriteria mundurnya militer dari politik secara tidak profesional tidak mewar-nai reformasi internal TNI.

Proses mundurnya militer dari politik secara tidak profesional, seperti di Suriah (1949-sekarang), Irak (1949-sekarang), dan Benin (1965-sekarang), disebabkan oleh perpecahan internal akibat adanya kelompok-kelompok loyalitas primordial dan sektarian yang bersaing dan bertarung satu sama lain. Hal tersebut tidak pernah dialami oleh TNI. Kendati TNI berasal dari berbagai suku, agama, ras, dan adat-istiadat yang berbeda, namun perbedaan tersebut sama sekali ti-dak pernah muncul sebagai penyebab perselisihan. Bahkan semuanya menjadi perekat soliditas setelah melalui proses pendidikan yang ketat dan pembinaan berlanjut berdasarkan doktrin Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Delapan Wajib TNI, Kode Etik Perwira, dan norma-norma keprajuritan lainnya. Tugas pokok TNI sebagai penegak kedaulatan NKRI merupakan doktrin yang mempersatukan cara pandang dan posisinya sebagai garda persatuan dan kesatuan bangsa.

Terkait dengan berbagai pendapat yang membagi penampilan per-wira TNI dalam proses reformasi ke dalam tiga kelompok—kelompok status quo, moderat, dan radikal—TNI menilai hal tersebut masih dalam batas kewajaran berwacana. Keadaan tersebut nampaknya ti-dak memunculkan friksi selama proses reformasi internal berlangsung. Sebaliknya, garis komando tetap kokoh, proses reformasi pun tetap berlangsung dalam soliditas TNI. Adapun responden eksternal TNI memandang, meskipun kelompok-kelompok tersebut ada, tetapi tidak berpotensi menimbulkan friksi internal karena masing-masing tidak akan mampu menggalang prajurit di bawahnya untuk kepentingan pandangan mereka tersebut. Toh pada kenyataannya mereka pun ti-dak melakukan langkah demikian. Selain itu, hilangnya privelese–pri-velese tertentu akibat reformasi internal TNI juga tidak menimbulkan masalah krusial bagi soliditas internal TNI.

Page 19: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

152 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

R E F U NGSIONA L IS A SI PE R A N T N I PA SC A-DW I F U NGSI

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji secara kritis, apakah setelah 9 tahun melaksanakan reformasi internal, TNI menjadi lebih fungsional daripada sebelumnya. Progres reformasi TNI yang tercermin dari 31 item perubahan yang signifikan menunjukkan, setelah 9 tahun (1998-2007) reformasi, TNI telah berupaya mening-galkan faktor-faktor disfungsi atau nonfungsinya.

Melalui reformasi internal, TNI telah melaksanakan proses refung-sionalisasi peran dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Setelah melepas Dwifungsinya, perubahan atau penataan diri TNI tercermin dalam paradigma baru dan implementasi reformasi internalnya (lihat progres reformasi internal TNI).

Komitmen dan paradigma baru TNI tentunya memperlihatkan kondisi TNI yang telah meninggalkan faktor-faktor yang dinilai dis-fungsi atau nonfungsi. Namun demikian, apakah dengan langkah-langkah tersebut, berarti TNI sudah benar-benar fungsional? Jika iya, fungsional untuk siapa? Memang tidak mudah untuk menjawab perta-nyaan ini. Dengan memosisikan keberadaan TNI dalam masyarakat, maka fungsional–tidaknya TNI sangat terkait dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada, yakni TNI sendiri, negara, dan masyarakat.

F U NGSIONA L IS A SI T N I

Berdasarkan studi dokumen, survei, wawancara mendalam, dan FGD yang telah dilakukan, indikator-indikator fungsionalisasi TNI dapat dijelaskan pada uraian berikut. Dalam konteks sosiologis, refor-masi internal TNI adalah proses refungsionalisasi peran TNI, yaitu upaya TNI untuk memosisikan diri secara tepat dan fungsional bersa-ma fungsi-fungsi lain dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. TNI berupaya meninggalkan faktor-faktor yang dinilai disfungsi atau non-fungsi. Langkah tersebut ditempuh untuk menjawab tuntutan tatanan masyarakat global, khususnya masyarakat nasional Indonesia, dalam mewujudkan supremasi sipil dan membangun profesionalisme TNI. Jika persoalan internal TNI adalah karena implementasi Dwifungsi ABRI di masa lalu yang bias dan eksesif, maka data-data mengenai progres reformasi TNI menunjukkan TNI telah meninggalkan dwi-fungsi dan berbagai implementasinya.

Page 20: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 153

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

Tiga puluh satu item perubahan dan perundang-undangan yang memayungi perubahan komitmen, peran, fungsi, serta tugas pokok TNI, akan memberikan batasan yang jelas bagi upaya TNI memosisi-kan diri secara tepat, sehingga dapat mencegah kemungkinan tindak-an eksesif maupun kemungkinan-kemungkinan intervensi dari luar yang inkonstitusional dan tidak proporsional yang dapat menjadikan TNI disfungsi atau nonfungsi. Sejalan dengan itu data kuantitatif jawaban responden internal TNI menunjukkan, 56,30% menyatakan TNI sudah lebih fungsional dan 34,80% menyatakan TNI belum sepenuhnya fungsional.

Yang masih menjadi persoalan adalah aspek profesionalisme, yai-tu belum terpenuhinya beberapa kriteria profesionalisme TNI seperti yang tercantum dalam UU No. 34 Tahun 2004, terutama kriteria “diperlengkapi secara baik dan dijamin kesejahteraannya”. Keadaan ini tentu belum seperti yang diharapkan, yang mana pemenuhannya sangat tergantung pada kemampuan negara.

Fungsionalitas TNI bagi negara dapat dilihat dari bagaimana ne-gara memosisikan TNI. Posisi tersebut sudah ditetapkan dengan jelas dalam beberapa produk konstitusional, seperti Tap MPR RI Nomor: VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI–POLRI dan Tap MPR RI Nomor: VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan POLRI, yang antara lain menegaskan dan mengatur jati diri dan peran TNI, susunan dan kedudukan TNI serta tugas bantuan dan keikutsertaan TNI dalam penyelenggaraan negara; UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang antara lain mengatur peran, tugas, kedudukan, dan pengerahan TNI (pasal 10 dan 11); UU No. 34 Tahun 2004 ten-tang TNI, yang secara lebih luas mewadahi tatanan yang telah ada sebelumnya.

Di antara ketetapan penting dalam undang-undang ini ialah pene-gasan bahwa semua tugas pokok TNI dilaksanakan berdasarkan “ke-bijakan dan keputusan politik negara” (Pasal 7 ayat 3). Oleh karena itu, fungsional–tidaknya TNI bagi negara sangat tergantung dengan bagaimana kebijakan dan keputusan politik negara memosisikan dan mengoperasionalkan TNI.

Namun demikian, meski telah ada produk-produk peraturan dan perundang-undangan yang menjadi payung hukum bagi pelaksanaan tugas-tugas TNI, beberapa ketentuan yang ada masih memerlukan penjabaran untuk memperjelas pelibatan TNI dalam pelaksanaan tu-gasnya, khususnya tugas operasi militer selain perang. Penjabaran ini

Page 21: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

154 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

diperlukan untuk menjamin TNI dapat benar-benar fungsional dan optimal dalam melaksanakan tugas di lapangan.

Dengan keanekaragaman masyarakat Indonesia, memang tidak mudah untuk memperoleh jawaban yang merepresentasikan pendapat seluruh masyarakat tentang sudah fungsional atau belum fungsional-nya TNI dalam masyarakat. Terlebih dalam era reformasi saat ini masyarakat cenderung terdiferensiasi dalam kelompok-kelompok yang tidak sedikit jumlah, bentuk, dan macam kepentingannya.

Namun demikian, tanpa mengabaikan keberagaman tersebut, de-ngan prinsip-prinsip akademis tetap dapat dihimpun data mengenai pandangan masyarakat tentang sudah fungsional, belum fungsional, atau tidak fungsionalnya TNI bagi masyarakat. Untuk keperluan ter-sebut, penelitian dilakukan dengan tiga tahapan. Ketiganya sekaligus membentuk proses triangulasi dalam penelitian.

Pertama, mencari jawaban kuantitatif responden, mendalami data melalui wawancara mendalam dengan informan dari kalangan pakar, pengamat, dan praktisi, dan melibatkan mereka dalam FGD. Dari langkah-langkah ini diperoleh data bahwa secara umum masyarakat mengakui TNI saat ini sudah berubah dan lebih fungsional. Data yang ada menunjukkan, 92% dari 1.027 orang responden mengakui TNI saat ini sudah lebih fungsional (31% menyatakan jelas sudah fungsional dan 61,40% menyatakan sudah fungsional meski kurang jelas perubahannya). Hal itu sejalan dengan pendapat mereka me-ngenai perubahan TNI, di mana 92,40% menyatakan TNI sudah berubah (31% menyatakan jelas sekali perubahannya dan 61,40% menyatakan sudah berubah tetapi kurang jelas perubahannya). Se-mentara para informan mengakui, dibandingkan kondisi dominasi militer di masa Orde Baru, komitmen dan konsistensi TNI untuk berubah cukup besar.

Beberapa data sekunder menunjukkan bahwa tingkat kepercaya-an dan apresiasi masyarakat terhadap progres reformasi internal dan kinerja TNI pada umumnya cukup meningkat. Sejak awal proses reformasi sampai saat ini, sudah ada beberapa hasil kajian mengenai hal ini, antara lain:

a. Hasil penelitian Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Sosial UGM tahun 2000 menunjukkan bahwa meskipun sempat ber-kembang wacana tentang penghapusan satuan teritorial TNI yang ramai diangkat dalam pemberitaan media massa, namun 70% lebih responden dalam penelitian tersebut menyatakan

Page 22: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 155

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

masih setuju dengan—atau menganggap perlu dipertahankan-nya—keberadaan satuan teritorial tersebut (Majalah Forum Ke-adilan No. 30, Oktober 2000, hal. 31).

b. Hasil penelitian LSI menunjukkan bahwa opini publik terhadap kinerja dan citra TNI mendudukkan TNI pada peringkat per-tama institusi yang dinilai baik dari seluruh Departemen dan Kementerian dalam pemerintahan SBY–JK. Skor yang diperoleh TNI adalah 3,86 dalam skala 1-5 (LSI 2006).

c. Hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada tanggal 27-28 September 2005 terhadap 828 responden yang berdomisili di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Padang, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Manado, dan Jayapura menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun sejak 1998 sampai 2005 citra TNI cenderung membaik dan meningkat dari ni-lai kriteria baik 31,5% (1998), 24,6% (1999), 28,1% (2000), 57,8% (2001), 42,0% (2002), 60,8% (2003), 59,5% (2004), dan 64,0% (2005) (Kompas, 3 Oktober 2005). Adapun tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja TNI secara umum me-nunjukkan cukup puas dengan apa yang telah dilakukan oleh TNI, dengan perbandingan 53,7% puas, 43,4% tidak puas, dan 2,9% tidak tahu.

d. Dalam hal sudah memberikan rasa aman kepada masyarakat, secara umum mayoritas responden di 10 kota besar di Indonesia merasa puas dengan keberadaan aparat TNI, dengan perban-dingan 56,6% responden menyatakan sudah, 41,8% belum, dan 1,6% tidak tahu. Kondisi ini menunjukkan bahwa keber-adaan TNI di tengah-tengah masyarakat sangat diharapkan, khususnya di daerah-daerah rawan konflik, seperti Jayapura (68,2%) dan Pontianak (68,4%) (Kompas, 3 Oktober 2005).

Karena reformasi TNI tidak berlangsung di dalam ruang sistem sosial yang hampa, maka banyak hal yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap refungsionalisasi peran TNI. Menurut pengamat militer Prof. DR. Ikrar Nusa Bhakti, kondisi bangsa saat ini belum sepenuhnya mendorong percepatan reformasi nasional, dan berpengaruh terhadap refungsionalisasi peran TNI. Di bidang politik masih ada upaya menarik-narik tentara dalam persoal-an politik, baik di tingkat nasional maupun lokal (wawancara tanggal 2 Januari 2007).

Page 23: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

156 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid, tidak konsistennya elite sipil misalnya terlihat dari upaya mereka menarik-narik tokoh TNI ke dalam politik. Setiap muncul masalah genting, elite sipil juga masih sering meminta pendapat TNI. “TNI sebenarnya sudah terbuka un-tuk reformasi, termasuk meninggalkan bisnis, asal kebutuhan mereka terpenuhi” (Kompas. 19 Februari 2007).

Dr. J. Kristiadi dari CSIS berpendapat bahwa TNI sudah me-nempatkan dan menerima keputusan politik negara sebagai landasan atau payung hukum dalam melaksanakan tugasnya, sementara elite sipil belum menunjukkan kepercayaan diri dalam melaksanakan pe-ran mereka. Masih adanya permainan politik uang dalam pemilih-an kepala daerah (pilkada) merupakan indikator bahwa reformasi di bidang politik belum berjalan dengan baik (wawancara tanggal 29 Agustus 2006).

Indikator-indikator di atas menunjukkan bahwa beberapa persya-ratan atau kondisi untuk mewujudkan fungsionalisasi peran TNI be-lum sepenuhnya terwujud sebagaimana mestinya. Dinamika eksternal juga berpengaruh terhadap optimalisasi refungsionalisasi peran TNI. Oleh karena itu, yang berpengaruh terhadap progres reformasi/refung-sionalisasi peran TNI bukan hanya faktor waktu atau berapa lama prosesnya berlangsung, tetapi juga dinamika sistem sosial yang ada. Terkait dengan hal ini Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto menyatakan:

“Bagi TNI reformasi sendiri bukanlah goal tetapi process, ways, atau means. Sedang goal-nya adalah TNI yang profesional, TNI yang handal, TNI yang tahu tataran kewenangannya dalam struktur ketatanegaraan, yang lekat dengan rakyatnya, yang bisa melaksanakan tugasnya mempertahankan kedaulatan dan keutuhan negara. Reformasi internal TNI sebagai proses, ti-dak ada ending-nya. Karena tuntutan reformasi tahun 1998 dengan tuntutan sekarang atau tahun 2014 nanti pasti berbeda dan pasti ada yang baru. Oleh karena itu pula, terlalu prema-tur untuk serta-merta menilai gagal atau berhasilnya reformasi TNI. Yang pasti proses itu terus berjalan dan progres itu ada” (wawancara tanggal 3 Oktober 2006).

Page 24: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 157

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

K E SI M PU L A N

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, da-pat disimpulkan bahwa reformasi internal dan refungsionalisasi pe-ran TNI telah dilaksanakan dengan pola yang gradual, terprogram, dan berlanjut. Proses ini didorong oleh kesadaran kalangan internal dan eksternal TNI untuk memosisikan TNI secara tepat dalam ta-tanan kehidupan nasional sehingga dapat lebih fungsional bersama fungsi-fungsi atau komponen-komponen bangsa lainnya. Selain itu, berdasarkan indikator-indikator yang ada reformasi internal TNI juga dapat digolongkan sebagai proses mundurnya militer dari politik se-cara profesional. Reformasi internal ini juga telah membawa banyak perubahan, baik dari aspek struktur, kultur, maupun doktrin, sehing-ga menjadikan TNI lebih fungsional baik bagi internal TNI, negara, maupun masyarakat.

Hasil analisis tersebut menunjukkan masih relevannya gagasan fungsionalis Robert K. Merton dan Talcott Parsons dalam membaca transformasi struktural pada masyarakat, atau setidaknya sebagian komponen masyarakat. Berdasarkan teori tersebut reformasi internal TNI dapat diartikan sebagai tindakan TNI untuk melakukan fung-si adaptasi atau penyesuaian dengan memilah-milah kembali aspek-aspek fungsional dan disfungsinya. Dalam hal ini, tujuan akhir (goal) dari proses yang dijalani TNI adalah menjadi lebih profesional dan fungsional dalam menjalankan tugas pokoknya di bidang pertahanan dengan cara (means) melaksanakan reformasi internal yang terimple-mentasi dalam sikap TNI untuk tidak lagi berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan sebagainya.

Fenomena TNI dengan reformasi internalnya juga menunjukkan relevansi teori Talukder Maniruzzaman tentang mundurnya militer dari politik. Relevansi teori ini juga membantu penelusuran dan pe-mosisian pola dan profesionalitas reformasi internal TNI. Meski me-miliki kesamaan dan perbedaan dengan pola-pola dan profesionalitas mundurnya militer dari politik di berbagai negara lain, namun refor-masi internal TNI memiliki kekhasan tersendiri yang tidak lepas dari latar belakang sejarah serta situasi dan kondisi yang menyertai proses tersebut. Reformasi internal TNI sejalan dengan teori Maniruzzaman bahwa mundurnya militer dari politik dalam jangka waktu yang cu-kup lama merupakan fungsi dari transformasi struktural mendasar yang terjadi dalam masyarakat secara keseluruhan.

Page 25: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

158 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

DA F TA R PUS TA K A

Anwar, Dewi Fortuna. 2002. Gus Dur Versus Militer: Studi tentang Hubungan Sipil–Militer di Era Reformasi. Jakarta: Grasindo.

Azca, M. Najib. 1995. Hegemoni Tentara. Yogyakarta: LKiS.Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pusaka Uta-

ma.Bhakti, Ikrar Nusa, dkk. 1999. Tentara yang Gelisah. Bandung: Mi-

zan.------. 1999. Tentara Mendamba Mitra: Hasil Penelitian LIPI tentang

Pasang Surut Keterlibatan Militer dalam Kehidupan Kepartaian di Indonesia. Bandung: Mizan.

Borgotta, E. F. dan M. L. Borgotta, ed. 1992. Encyclopedia of Socio-logy. New York: Macmillan Library Reference.

Britton, Peter. 1997. Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Cholisin. 2002. Militer dan Gerakan Prodemokrasi: Study Analisis tentang Respons Militer terhadap Gerakan Prodemokrasi di Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Crouch, Harold. 1978. The Army and Politics in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press.

------. 1986. Army and Politics in Indonesia. Alih bahasa oleh Th Su-marshana. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Cohen, Eliot A. 2002. Supreme Command, Soldiers, Statesmen, and Leadership in War Time. New York: The Free Press.

Clausewitz, Carl Von. 1976. On War. New Jersey: Princeton Univer-sity Press.

Charles C. Moskos dan Frank R. Wood. 1988. The Military More Than Just a Job. Washington: Pergamon-Brassey.

Chrisnandi, Yudi. 2005. Reformasi TNI: Perspektif Baru Hubungan Sipil-Militer di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Daadler, H. 1962. The Role of the Military in the Emerging Countries. The Hague: Mouton.

Dahrendorf, Ralf. 1986. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat In-dustri. Jakarta: Rajawali Pers.

Demokratisasi dan Demiliterisasi Wacana dan Penyuluhan di Pesantren. 2001. Jakarta: Penerbit Perhimpunan Penyumbang Pesantren dan Masyarakat (P3M).

Page 26: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 159

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

Desch, Michael C. 2001. Civilian Control of the Military: The Cha-nging Security Environment. London: The John Hopkins University Press.

------. 2002. Politisi vs Jenderal: Kontrol Sipil atas Militer di Tengah Arus yang Bergeser. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Diamond, Larry, dkk. 2001. Hubungan Sipil-Militer & Konsolidasi Demokrasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dwipayana, Ari A. A. G. N., dkk. 2000. Masyarakat Pasca-Militer: Tantangan dan Peluang Demiliterisme di Indonesia. Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment.

Ecip, Sinansari. 1998. Kronologi Situasi Penggulingan Soeharto. Ban-dung: Mizan.

Emmerson, Donald K. 2001. Indonesia Beyond Soeharto. Jakarta: Gra-media Pustaka Utama-Asia Foundation.

Fiet, Edward. 1973. “Pen, Sword and People: Military Regimes in the Formation of Political Institutions.” World Politics 25(2) (January): 251-55.

Finer, S. E. 1969. The Man on Horseback: The Role of the Military in Politics. London: Pall Mall Press.

Findley, Carter F. 1980. Bureaucratic Reform in the Ottoman Empire: The Sublime Porte, 1789-1922. Princeton: Princeton University Press.

Fisher, Sydney Nettleton, ed. 1963. The Military in the Middle East. Columbus: Ohio State University Press.

Gongora, Thierry, dkk. 1995. Toward A. Revolution in Military Affa-irs. London: Greenwood Press.

Halper, Manfred. 1962. “Middle Eastern Armies and The New Mid-dle Class.” Hlm. 277-313 dalam The Role of the Military in Un-derdeveloped Countries, disunting oleh John J. Johnson. Princeton: Princeton University Press.

Haris, Syamsuddin. 1999. Reformasi Setengah Hati. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Haramain, A. Malik. 2004. Gus Dur, Militer, dan Politik. Yogyakarta: LKiS.

Henze, Paul B. 1982. “Turkey: On the Rebound.” Wilson Quarterly (special issue): 109-135.

Herlambang, Sri Muljono. 1999. “Pimpinan TNI Menyongsong Abad XXI.” Kompas, 2 Mei.

Page 27: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

160 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

Huntington, Samuel P. 1964 (1957). The Soldier and the State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations. Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University.

------. 1965. “Political Development and Political Decay.” World Poli-tics 17(3) (April): 386-430.

------. 1962. “Patterns of Violence in World Politics.” Hlm. 32-45 dalam Changing Patterns of Military Politics, disunting oleh Samuel P. Huntington. New York: Free Press of Glencoe.

------. 1975. Political Order in Changing Societies. New Haven: Yale University Press.

------. 2003. Prajurit dan Negara. Jakarta: Grasindo.Hurewitz, J. C. 1969. Middle East Politics: The Military Dimensons.

London: Pall Mall Press.Ingraham, Patricia W. dan Barbara S. Romzeh. 1992. New Paradigm

for Government: Issues for the Changing Public Service. San Fran-cisco: Jossey-Bass Publisher.

Irsyan, Mahrus. 1999. “Paradigma TNI: Gerakan Reformasi.” Kom-pas.

Janowitz, Morris. 1964. The Military in the Political Development of New Nations. Chicago: The University of Chicago Press.

------. 1985. Hubungan-hubungan Sipil Militer: Perspektif Refungsional. Jakarta: Bina Aksara.

Johnson, Doyle Paul. 1981. Sociological Theory: Classical Founders and Contemporery Perspective. Alih bahasa oleh Robert M. Z. Lawang. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Johnson, John J., ed. 1962. The Role of the Military in Underdeveloped Countries. Princeton: Princeton University Press.

------. 1964. The Military and Society in Latin America. Stanford: Stanford University Press.

Junaedhi, Kurniawan. 1991. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta: Pe-nerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Kadi, Saurip. 2000. TNI AD Dahulu, Sekarang, dan Masa Depan. Jakarta: Grafiti Press.

Kartono, Kartini. 1996. ABRI dan Permasalahannya: Pemikiran Re-flektif Peranan ABRI di Era Pembangunan. Bandung: CV Mandar Maju.

Kata-Kata Mutiara Panglima Besar Jenderal Sudirman. 1990. Jakarta: Pusbintal ABRI.

Page 28: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 161

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

Kennedy, Gavin. 1974. The Military in the Third World. London: Duckwort.

Khan, Fazal Muquim. 1973. Pakistan’s Crisis in Leadership. Islamabad: National Book Foundation.

Khan, Mohammed Asghar. 1983. Generals in Politics: Pakistan, 1958-1982. Dacca: University Press.

Khan, Muhammed Ayub. 1967. Friends Not Masters: A Political Au-tobiography. New York: Oxford University Press.

“Kontroversi Hak Politik Militer: Hasil jajak pendapat Kompas.” 2002. Kompas, 29 Juni, 8.

“Kontroversi Hak Politik Militer.” 2003. Kompas, 9-12 Juni, 1.Lemhannas. 1994. Hubungan Fungsional antara Pemerintah, Komando

ABRI, dan Kepemimpinan Masyarakat. Jakarta: Lemhannas.Levine, Daniel H. 1978. “Venezuela since 1958: The Consolidation

of Democratic Politics.” Hlm. 82-109 dalam The Breakdown of Democratic Regimes: Latin America, disunting oleh Juan J. Linz dan Alfred Stephan. Baltimore: John Hopkins University Press.

Levy, Avigdor. 1982. “Military Reform and the Problem of Centrali-zation in the Ottoman Empire in the Eighteenth Century.” Middle Eastern Studies 18(3) (Juli): 227-49.

Levy, Jack S. 1983. War in the Modern Great Power System, 1495-1975. Lexington: University of Kentucky Press.

Lowry, Robert. 1996. The Armed Forces of Indonesia. Australia: Allen & Unwin.

------. 1996. The Armed Forces of Indonesia. New South Wales, Aus-tralia: Allen & Unwin.

Luhmann, Nikolas. 1982. The Differentiation of Society. New York: Columbia University Press.

Ma’arif, Syamsul. 2007. “Militer dalam Masyarakat: Menuju TNI Profesional di Era Reformasi.” Disertasi. Depok: Departemen Sosiologi FISIP UI.

Maliki, Zainuddin. 2000. Birokrasi Militer dan Partai Politik dalam Negara Transisi. Yogyakarta: Galang Press.

Mangoenpoerojo, Roch Basoeki. 1999. “Kembali ke TNI.” Kompas, 2 Mei.

Maniruzzaman, Talukder. 1998. Militer Kembali ke Barak: Sebuah Studi Komparatif. Alih bahasa oleh Ashintya D. Sukma. Jakarta: Tiara Wacana.

Page 29: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

162 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

Mabes TNI. 1999a. Buku Pemilu tentang Netralitas TNI dan POLRI. Jakarta: Mabes TNI.

------. 1999b. ABRI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi, dan Reaktualisasi Peran ABRI dalam Kehidupan Bangsa. Jakarta: Mabes TNI.

------. 1999c. Paradigma Baru Peran TNI: Sebuah Upaya Sosialisasi. Jakarta: Mabes TNI.

------. 2000. Apa dan Siapa Staf Komunikasi Sosial TNI. Jakarta: Ma-bes TNI.

Maulani, Z. A. 1998. Peran ABRI Abad XXI: Dimensi Perkembangan Global. Bandung: Sesko ABRI.

Memahami TNI dan Netralitasnya. 2004. Jakarta: Puspen TNI.Merton, Robert K. 1967. On Theoritical Sociology. New York: The

Free Press.------. 1968 (1949). Social Theory and Social Structure. New York: Free

Press. ------. 1948. “Discussion of Parsons: ‘The Position of Sociological

Theory’.” American Sociological Review 13. Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.Neuman, W. Lawrence. 1990. Social Research Methods: Qualitative and

Quantitative Approaches. New York, USA: Free Press.Nordlinger, Eric A. 1994. Militer dalam Politik. Jakarta: Rineka Cipta.“Operasi Pemulihan Keamanan Dimulai.” 2003. Kompas, 19 Mei, 1.“Opini: Masih Sekitar RUU TNI.” 2004. Kompas, 6 Agustus, 4-5.Osborne, David dan Peter Plastrik. 1996. Banishing Bureaucracy: The

Five Strategies for Reinventing Government. California dan New York: Addison, Weslly Publishing Company. Inc.

Osborne, Richard dan Boris Van Loon. 1998. Sociology for Beginners. Alih bahasa oleh Siti Kusumawati A. Jakarta.

“Panglima TNI Instruksikan Jajarannya Tetap Netral.” 2003. Kompas, 8 Oktober, 6.

Parsons, Talcott. 1949. Essays in Sociological Theory. New York: Free Press.

------. 1951. Toward a General Theory of Action. New York: Harper & Row.

------. 1966. Societies: Evolutionary and Comparative Perspectives. Eng-lewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, Inc.

Page 30: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 163

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

------. 1981. “Revisiting the Classics”. The Future of the Sociological Classis, disunting oleh Bufford Rhe. London: George Allen & Unwin.

Pauker, Guy J. 1959. “South East Asia as a Problem Area in Nest Decade.” World Politics 11(2) (April): 325-45.

Perlmutter, Amos. 2000. Militer dan Politik. Jakarta: Rajawali Pers.Pontoh, Coen Husain. 2000. TNI Bukan Tentara Rakyat. Jakarta:

Solidaritas Nusa Bangsa.Poloma, Margaret M. 1979. Contemporary Sociological Theory. Alih

bahasa oleh Tim Yasagama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.PPW-LIPI. 1998a. Bila ABRI Menghendaki. Jakarta: Penerbit Mizan.------. 1998b. Bila ABRI Berbisnis. Jakarta: Penerbit Mizan.------. 1999. Tentara Mendamba Mitra. Jakarta: Penerbit Mizan.Prajurit Teladan. 1978. Jakarta: Disjarah AD.Pye, Lucian W. 1962. “Armies in the Process of Political Modernizati-

on.” Hlm. 69-89 dalam The Role of the Military in Underdeveloped Countries, disunting oleh John J. Johnson. Princeton: Princeton University Press.

Reed, Stanley F., III. 1980. “Dateline Syria: Fin de Regimer?” Foreign Policy 39 (Summer): 176-190.

“Reformasi Militer Jalan di Tempat.” 2003. Kompas, 22 Mei, 4.Republika, September 1998 s.d. Juni 2006.Said, Salim. 1997. Dwifungsi ABRI: Dulu, Kini, dan Kelak. Bandung:

Mimeografi Seskoad.------. 2002. Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi: Perkembangan Pe-

mikiran Politik Militer Indonesia 1958-2000. Jakarta: Aksara Ka-runia.

------. 1991. Genesis of Power: General Sudirman and The Indonesian Military in Politics 1945-1949. Singapore: Allen & Unwin.

------. 2001. Wawancara tentang Tentara & Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Samego, Indria, dkk. 1998. Bila ABRI Menghendaki: Desakan Kuat Reformasi atas Konsep Dwifungsi ABRI. Bandung: Mizan.

------. 1999. TNI di Era Perubahan. Jakarta: Erlangga.------. 1998. Bila ABRI Berbisnis. Bandung: Mizan.Schwartz, Adam-Johnathan Paris. 1999. The Politics of Post Suharto

Indonesia. Singapore: The Council of Foreign Relation.Schwartz, Peter. 1991. The Art of the Long View. New York: Bantam

Doubleday Dell Publishing Group, Inc.

Page 31: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

16 4 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

Sejarah TNI, Jilid I s.d. V. 2000. Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, Mabes TNI.

Sinaga, Janer. 1987. Dwifungsi ABRI: Realita Historis dan Realita Kon-stitusionil. Jakarta: Percetakan Negara RI.

Singh, Bilveer. 1999. Dwifungsi ABRI: Asal-usul, Aktualisasi, dan Implikasinya bagi Stabilitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

------. 1995. Dwifungsi ABRI, The Dual Function of the Indonesian Ar-med Forces: Origin, Actualization and Implications for Stability and Development. Singapore: Singapore Institue of International Affairs.

------. 1999. Civil-Military Relations Revisited: The Future of the In-donesian Armed Forces (ABRI) in Indonesian Politics. Singapore: Crescent Design Associates.

“Soal Dugaan Calon Presiden Tarik TNI untuk Mendukung, Pang-lima TNI Instruksikan Jajarannya Tetap Netral.” 2003. Kompas, 8 Oktober, 6.

Soebijono, dkk. 1992. Dwifungsi ABRI. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

------. 1993. Dwifungsi ABRI: Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupan Politik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Uni-versity Press.

Soekanto, Soerjono. 1989. Robert K. Merton: Analisa Fungsional. Ja-karta: Rajawali Pers.

Soekanto, Soerjono. Kamus Sosiologis. Jakarta: PT Raja Grafindo Per-sada.

------. 1988. Fungsionalisme dan Teori Konflik dalam Perkembangan Sosiologi. Jakarta: Sinar Grafika.

Stainback, Susan. 1988. Understanding & Conducting Qualitatif Researches. Dubuque, Iowa: Kendal/Hunt Publishing Company.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukma, Rizal dan J. Kristiadi. 1993. Hubungan Sipil–Militer dan Transisi Demokrasi di Indonesia: Persepsi Sipil dan Militer. Jakarta: CSIS.

Supriyatmoko, Hendri. 1994. Nasution, Dwifungsi ABRI, dan Konstitusi ke Arah Reformasi Politik. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

Sutarto, Endriartono, Jenderal TNI. 2005. Kewajiban Prajurit Meng-abdi kepada Bangsa. Jakarta: Puspen TNI.

Page 32: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

R E F O R M A S I T N I | 165

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014:135-166

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Alih bahasa oleh Alimanda. Jakarta: Prenada.

“TNI Diharapkan Beri Sikap Resmi.” 2002. Kompas, 15 Juni, 6.“TNI Minta Izin untuk Tak Gunakan Hak Pilih.” 2002. Kompas,

21 Juni, 1.“TNI/Polri Pamit dari MPR/DPR.” 2003. Media Indonesia, 6 Agus-

tus, 1.Turner, H. Jonathan. 1991. Destructure of Sosiological Theory. Califor-

nia: Wadsworld Publishing Company Belmant.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang

telah diamandemen).Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional In-

donesia.Vatikiotis, Michael R. J. 1993. Indonesian Politics Under Suharto. New

York: Routledge.Von Bredow, W. 2000. “Military Sociology.” Ensiklopedi Ilmu-Ilmu

Sosial, disunting oleh Adam Kupper dan Jessica Kuper. Jakarta: Rajawali Pers.

Wahid, Abdurrahman, dkk. 1999. Indonesia Baru dan Tantangan TNI. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Weeks, Stanley B., dkk. 1999. The Armed Forces of the USA in the Asia Pacific Region. New South Wales, Australia: Allen & Unwin.

Wirahadikusumah, Agus. 1999. Indonesia Baru dan Tantangan TNI. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Wiranto. 2003. Bersaksi di Tengah Badai. Jakarta: Ide Indonesia.Wiranto. 1999. “Paradigma Baru ABRI.” Kompas, 9 April.Young, C. Felina. 1999. Organization Development: The Consultant’s

Handbook. Jakarta: IPWI Publishing Company.Yudhoyono, Susilo Bambang. 1999. “Indonesia in the New Millenium:

Promises and the Price of Reform.” Makalah, dipresentasikan di hadapan Temasek Society, Singapore, 17 May 1999.

------. 1999. “Indonesia in the Next Decade: Political and Security Outlook.” Makalah, dipresentasikan di JICA International Seminar, Tokyo, 2 September 1999.

------. 2000. Mengatasi Krisis, Menyelamatkan Reformasi. Jakarta: Pe-nerbit Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan.

Yulianto, Arif. 2002. Hubungan Sipil–Militer di Indonesia Pasca-Orba. Jakarta: Lakpesdam.

Page 33: Ahmad Yani Basuki - Universitas Indonesia

166 | A H M A D Y A N I B A S U K I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 19, No. 2 , Ju l i 2014: 135-166

Zen, Kivlan. 2004. Konflik dan Integrasi TNI AD. Jakarta: Institute of Policy Studies.

Zon, Fadli. 2004. Politik Huru-Hara Mei 1998. Jakarta: Institute of Policy Studies.