agresif

40
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (dalam Masykouri, 2005: 12.7) sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukan perilaku agresif. Secara umum, anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan anak perempuan. Menurut penelitian, perbandingannya 5 berbanding 1, artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif. Keempat faktor penyebab anak berperilaku agresif adalah sebagai berikut: A. Faktor Biologis Emosi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologist atau faktor biokimia, juga kombinasi dari faktor ketiganya. yang jelas, ada hubungan antara tubuh dan perilaku, sehingga sangat beralasan untuk mencari penyebab biologis dari gangguan perilaku atau emosional. misalnya, ketergantungan ibu pada alcohol ketika janin masih dalam kandungan dapat menyebAnak berkebutuhan khususan berbagai gangguan termasuk emosi dan perilaku. Ayah yang peminum alkohol menurut penelitaian juga beresiko tinggi menimbulkan perilaku agresif pada anak. Perilaku agresif dapat juga muncul pada anak yang orang tuanya penderita psikopat (gangguan kejiwaan). Semua anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai pengasuhan. Selain itu, penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku. B. Faktor Keluarga Faktor keluarga yang dapat menyebAnak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti berikut. 1. Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada

Upload: juniatrisnawati

Post on 31-Dec-2015

286 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnbddddddddddddddddddddddhkkkkkkkkkkkkkkkkkkhhhhhhhhhhhhh

TRANSCRIPT

Page 1: agresif

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (dalam Masykouri, 2005: 12.7) sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukan perilaku agresif. Secara umum, anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan anak perempuan. Menurut penelitian, perbandingannya 5 berbanding 1, artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif.Keempat faktor penyebab anak berperilaku agresif adalah sebagai berikut:A. Faktor Biologis Emosi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologist atau faktor biokimia, juga kombinasi dari faktor ketiganya. yang jelas, ada hubungan antara tubuh dan perilaku, sehingga sangat beralasan untuk mencari penyebab biologis dari gangguan perilaku atau emosional. misalnya, ketergantungan ibu pada alcohol ketika janin masih dalam kandungan dapat menyebAnak berkebutuhan khususan berbagai gangguan termasuk emosi dan perilaku. Ayah yang peminum alkohol menurut penelitaian juga beresiko tinggi menimbulkan perilaku agresif pada anak. Perilaku agresif dapat juga muncul pada anak yang orang tuanya penderita psikopat (gangguan kejiwaan).Semua anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai pengasuhan. Selain itu, penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku.B. Faktor KeluargaFaktor keluarga yang dapat menyebAnak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti berikut.1. Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.2. Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap.3. Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.4. Gagal memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.5. Memberi hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.6. Kurang memonitor dimana anak-anak berada

Page 2: agresif

7. Kurang memberikan aturan8. Tingkat komunikasi verbal yang rendah9. Gagal menjadi model yang10. Ibu yang depresif yang mudah marahC. Faktor SekolahBeberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain: 1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin sekolah.1. Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial2. Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak.3. Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.D. Faktor BudayaPengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut.1. Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif.2. Anda menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.3. Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial).4. Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup.

Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Faktor-faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif di atas sangat kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain

kemarin hati saya terasa miris ketika melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putih-biru terlibat baku-hantam di sebuah jalan ibu kota Jakarta. Ya, itulah anak-anak pelajar SLTP kita yang sedang saling serang satu sama lainnya, alias tawuran.

Page 3: agresif

Kejadian itu langsung mengingatkan saya pada 1 tahun yang lalu, dimana masyarakat kita digegerkan dengan tindakan-tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja kita, diBandung dengan genk Motornya, di Pati dengan genk Neronya, serta di tempat-tempat lainnya yang tidak sempat terekspos oleh media. Itulah salah satu sisi kehidupan remaja di negara tercinta kita ini, yang konon akan menjadi generasi penerus bangsa.

Bagi masyarakat kita, aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Seperti yang kita ketahui bersama untuk saat ini beberapa televisi (baik nasional maupun lokal) bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan.

Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, di kompleks-kompleks perumahan, bahkan di pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semuaAksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan remaja sebenarnya adalah prilaku agresi dari diri individu atau kelompok. Agresi sendiri menurut Scheneiders (1955) merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal.

Agresif menurut Murry (dalam Halll dan Lindzey,1993) didefinisiakan sebagi suatui cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.

Perilaku agresif menurut David O. Sars (1985) adalah setiap perilkau yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang.

Sedangkan menurut Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis (psikologis), misalnya melalui kegiatan yang menghina atu menyalahkan.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa prilaku agresif adalah sebuah tindakan kekerasan baik secara verbal maupun secara fisik yang disengaja dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap orang lain atau objek-objek lain dengan tujuan untuk melaukai secara fisik maupun psikis.

Page 4: agresif

Pertanyaannya kemudian adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi pemicu perilaku agresi tersebut? Mengapa kasus-kasus sepele dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari dapat tiba-tiba berubah menjadi bencana besar yang berakibat hilangnya nyawa manusia? Mengapa Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa saja penyebab perilaku agresi.

Menurut Davidoff perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Faktor BiologisAda beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu:

a. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.

b. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.

Penyebab terjadinya kenakalan remaja

Apa sebenarnya yang menjadi penyebab kenakalan remaja? dari berbagai sumber, diketahui Ada banyak factor yang menyebabkan kenakalan remaja ini terjadi, setidaknya ada tiga factor yang mempegaruhi prilaku seorang anak remaja.

Factor lingkungan. Lingkungan adalah factor yang paling mempengaruhi prilaku dan watak anak, jika dia hidup dan berkembang di lingkungan yang buruk maka akhlaknyapun akan seperti itu adanya, begitu juga sebaliknya jika dia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik pula

Pedidikan dan pembinaan dari orang tua. Orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab dengan akhlak dan prilaku anaknya. Orang tua harusnya memberikan perhatian lebih terhadap anak, Yahudi atau Nasrani anaknya tergantung dari orang tuanya, pembinaan dari orang tua adalah factor terpenting dalam memperbaiki dan membentuk generasi yang baik.

Page 5: agresif

Pemerintahan dalam hal ini yang lebih spesfiknya adalah lembaga pendidikan atau sekolah. Sekolah yang kita lihat hari ini jarang yang mendidik untuk menjadi orang yang bertaqwa. Mereka hanya mengajarkan ilmu-ilmu dunia dan tidak mengajarkan ilmu-ilmu agama. Maka sangat penting bagi para orang tua untuk memilihkan lingkungan sekolah yang baik untuk anak-anaknya. agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, jangan memilih sekolah yang sudah tercemar nama baiknya.

Solusi atau Cara Mengatasi Kenakalan Remaja

Dari berbagai permasalahan yang terjadi dikalangan remaja masa kini, maka tentunya ada beberapa solusi yang saya tawarkan dalam pembinaan dan perbaikan remaja masa kini.

Membentuk lingkungan yang baik. Sebagaimana di sebutkan diatas lingkungan merupakan factor terpenting yang mempengaruhi prilaku manusia, maka untuk menciptakan generasi yang baik kita harus menciptakan lingkungan yang baik dengan cara lebih banyak berkumpul dan bergaul dengan orang-orang yang sholeh, memilih teman yang dekat dengan sang Khalik dan masih banyak cara lain yang bisa kita lakukan, jika hal ini mampu kita lakuakan, maka peluang bagi remaja atau anak untuk melakuakan hal yang negative akan sedikit berkurang.

Pembinaan dalam Keluarga. Sebagaimana disebut diatas bahwa kelurga juga punya andil dalam membentuk pribadi seorang anak, jadi untuk memulai perbaikan, maka kita harus mulai dari diri sendiri dan keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Mulailah perbaikan dari sikap yang paling kecil, seperti selalu berkata jujur meski dalam gurauan. Jangan sampai ada kata-kata bohong, membaca do’a setiap malakukan hal-hal kecil, memberikan bimbingan agama yang baik kepada keluarga dan masih banyak hal lagi yang bisa kita lakukan, memang tidak mudah melakukan dan membentuk keluarga yang baik tetapi kita bisa lakukan itu dengan perlahan dan sabar.

Sekolah. Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan remaja, ada banyak hal yang bisa kita lakukan di sekolah untuk memulai perbaikan remaja, diantaranya melakukan program mentoring pembinaan remaja lewat kegiatan keagamaan seperti rohis, sispala, patroli kemanan sekolah dan lain sebagainya,jika kita optimalisasikan komponen organisasi ini maka kemungkinan terjadinya kenakalan remaja ini akan semakin berkurang dan teratasi.

Masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan dalam memperbaiki kenakalan yang terjadi saat ini. Semuanya adalah tanggung jawab kita, orang bijak tidak meyalahkan keadaan tetapi mecari solusi untuk mengahadapi kenyataan. Marilah kita bekerja sama dan sama-sama bekerja untuk memperbaiki masa depan generasi kita, karena hitam dan putih bangsa ini ada di tangan mereka semua. Jika kita tidak memulai dari sekarang dan dari kita sendiri, maka siapa lagi yang akan memulai dan memperbaikinya. Tidak ada lagi kata untuk saling menyalahkan. Untuk memulai perbaikan ini butuh keseriusan semua pihak. Marilah kita sama-sama serius untuk memperbaiki masa depan bangsa ini. Mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok. Marilah kita memulai tidak hanya dengan bermimpi tetapi dengan usaha yang nyata.

PERILAKU AGRESIF REMAJA

Page 6: agresif

Scheneiders (1955), ia mengatakan bahwa agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda denganunsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal.

Agresif menurut Baron (dalam Koeswara,1988) adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangya tingkah laku tersebut.

Perilaku agresif menurut David O. Sars (1985) adalah setiap perilkau yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang.

Menurut Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis. (psikologis.).misalnya melalui kegiatan yang menghina atu menyalahkan.

Agresif menurut Moore dan Fine (dalam Koeswara, 1998) perilaku agresif adalah tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau objek-objek lain.

Agresif menurut Murry (dalam Halll dan Lindzey,1993) didefinisiakan sebagi suatui cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atausecara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresif dari seorang individu ataukelompok.

Faktor penyebab perilaku ageresi remaja

Menurut Sears, Taylor dan Peplau (1997), perilaku agresif remaja disrbabkab oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frustasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Faktor penyebab agresi selanjutnya adalah frustasi. Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu.

Menurut Berkowitz (2003) dalam bukunya yang berjudul emosional behavior menyatakan bahwa adanya persaungan atau kompetisi juga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku agresif remaja.

Menurut Koeswara (1998), faktor penyebab remaja berperilaku agresif bermacam-macam, sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor sosial, faktor lingkungan, faktor situasional, faktor hormon,alkohol, obat-obatan (faktor yang berasal dari luar individu ) dan sifat kepribadian (faktor-faktor yang berasal dari dalam individu), yaitu :

Page 7: agresif

a. Penyebab sosial

1. Frustasi

Yakni suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka kan timbul perasaan-perasaan agresif

2. Profokasi

Yaitu oleh pelaku agresi profokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agersif untuk meniadakan bahaya yang diisaratkan oleh ancaman tersebut.

3. Melihat model-model agresif

Film dan TV dengan kekerasan dapat menimbulkjan agresi pada seorang anak, makin banyak menonton kekerasandalam acara TV makin besar tingkat agresif merekka terhadap orang lain, makinlama mereka menonton,makin kuat hubungannya tersebut.

b. Penyebab dari lingkungan

1. Polusi Udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan perilaku agresi tetapi tiodak selalu demikian tergantung dari berbagai faktor lain.

2. Kesesakan (crowding), meningkatkan kemungkinan untuk perilaku agresif terutama bila sering timbul kejengkelan, iritasi, dan frustasi karenanya.

c. Penyebab situasional

1. Bangkitan seksual yaitu film porno yang “ringan“ dapat mengurangi tingkat agresif, film porno yang “keras” dapat menambah agresif.

2. Rasa nyeri dapat menimbulkan dorongan agresi yaitu untuk melikai atau mencelakakan orang lain. Dorongan itu kemudian dapat tertuju kepada sasaran apa saja yang ada.

d. Alkohol dan obat-obatan

Ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar alkhohol dan obat-obatan. Subyek yang menerima alkohol dalam takara-takaran yang tinggi menunjukkan taraf agresifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak menerima alkhohol atau menerima alkhohol dalam taraf yang rendah. Alkhohol dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf agresifitas juga tinggi.

e. Sifat kepri badian

Menurut Baron ( dalam Koeswara, 1988 ) setiap individu akan berbeda dalam cara menentukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresif. Ada beberapa ynag memiliki sifatkarakteristik yang berortientasi untuk menjauhkan diri dari pelanggaran-pelanggaran.

Page 8: agresif

Menurut David O Sears 1985 meyebutakan faktor penentu perilaku agresif yang utama adalah rasa marah dan proses belajar respon agresif. Proses belejar ini bisa terjadi langsung terhadap respon agresifatau melalui imitasi.

Menurut Davidoff perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Faktor biologis

Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu:

a. Gen

Gen tampakya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresif.

b. Sistem otak

Sistem otak yang tidak terlibat dalam agersi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit netral yang mengendalikan agresi.

c. Kimia darah

Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi.

2. Faktor lingkungan

Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu :

a. Kemiskinan

Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisisekonimi dan moneter menyebabkan pembengklakan kemskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar.

b. Anoniomitas

Terlalu banyak ranbgsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidal lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiapindividu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identiras diri). Jika seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikkat dengan norma masyarakat da kurang bersimpati dengan orang lain.

c. Suhu udara yang panas

Suhu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresifitas.

3. Kesenjangan generasi

Page 9: agresif

Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung.Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.

4. Amarah

Marah merupakan emosi yang memiliki cirri-ciri aktifitas system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan akarena adanya kesalahanyang muingkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak (Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, 1991). Pada saat amrah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanyatimbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif.

5. Peran belajar model kekerasan

Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal bisa menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebutmerupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hali ini menjadi sangatefektif untuk terciptanya perilaku agresif.

6. Frustasi

Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh ssesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara meresponterhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhitetapi sulit sekali tercap[ai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berprilaku agresi.

7. Proses pendisiplinan yang keliru

Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji,Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti akn membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilanganspontanitas serta kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.

Daftar Rujukan :

Scheneider, Alexander. A. 1955. Personal Adjusment and Mental Healty. New York : Holt, Rinehart dan winston.

Page 10: agresif

Koeswara, E. 1998. Agresi Manusia. Bandung : PT Erasco.

Akhir-akhir ini muncul berbagai berita yang berkaitan dengan perkelahian apalagi sampai berujung pada tindak kekerasan. Maraknya tingkah laku agresif kelompok remaja kota merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dibahas. Perkelahian antar pelajar yang pada umumnya masih remaja merugikan berbagai pihk, dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini, atau setidaknya mengurangi.

Jackmania sebutan bagi suporter klub sepak bola Persija Jakarta, terlibat dalam aksi pembakaran sejumlah mobil dan membuat ulah lain yang sangat mengganggu keamanan setelah selesai pertandingan grand final Persija melawan Persipura Papua di mana Persija Jakarta pada waktu itu kalah. Masalah yang lebih menarik lagi adalah para pelajar SLTA di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia sering tawuran dan seolah-olah bangga dengan perilakunya tersebut. Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, mahasiswa juga sering terlibat tawuran dengan sesama rekannya.

Perkembangan teknologi yang terpusat pada kota-kota besar mempunyai hubungan yang erat dengan meningkatnya perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja kota. Banyaknya tontonan yang menggambarkan perilaku agresif dan games yang bisa dimainkan di playstation atau komputer diduga bisa mempengaruhi perilaku. Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta yaitu identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain.

TEORI

Tawuran antar pelajar bisa dimasukkan dalam beberapa kategori, antara lain: perilaku agresif, penyimpangan, kenakalan remaja, dan perkelahian massal.

Perilaku Agresif

Secara sepintas setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain dapat disebut sebagai perilaku agresif. Peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan dianggap agresif (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresif (dalam hal atribusi eksternal). Dengan atribusi internal yang dimaksud adalah adanya niat, intensi, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Dalam atribusi eksternal, perbuatan dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain, atau tidak disengaja (Sartono, 2002).

Page 11: agresif

Pengaruh kelompok terhadap perilaku agresif, antara lain adalah menurunkan hambatan dari kendali moral. Selain karena faktor ikut terpengaruh, juga karena ada perancuan tanggung jawab (tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan beramai-ramai), ada desakan kelompok dan identitas kelompok (kalau tidak ikut dianggap bukan anggota kelompok), dan ada deindividuasi (identitas sebagai individu tidak akan dikenal) (Staub dalam Kartono, 1986). Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 1980).

Penyimpangan

Penyimpangan (deviasi) diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata populasi. Konsep deviasi hanya berarti apabila ada deskripsi dan pembahasan yang tepat mengenai norma sosial. Sedangkan norma sendiri berati kaidah aturan pokok, ukuran, kadar atau patokan yang diterima secara utuh oleh masyarakat guna mengatur kehidupan dan tingkah laku sehari-hari agar hidup terasa aman dan menyenangkan. Norma sosial adalah batas-batas dari variasi tingkah laku yang secara eksplisit dan implisit dimiliki dan dikenal secara retrospektif oleh anggota suatu kelompok.

Kenakalan Remaja

Istilah kenakalan remaja (juvenile deliquency) mengacu kepada rentang suatu perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Demi tujuan-tujuan hukum, dibuat suatu perbedaan antara pelanggaran-pelanggaran indeks (index offenses) dan pelanggaran-pelanggaran status (status offenses). Pelanggaran-pelanggaran indeks adalah tindakan kriminal, baik yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu meliputi perampokan, penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan, pelacuran, dan pembunuhan. Pelanggaran-pelanggaran status adalah tindakan-tindakan yang tidak terlalu serius seperti lari dari rumah, bolos dari sekolah, dan ketidakmampuan mengendalikan diri.

Perkelahian Massal

Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta atau terhadap agresivitas antar etnik di Bosnia Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok yang sangat

Page 12: agresif

kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain (Indrakusuma dan Denich dalam Kartono, 1886). Faktor-faktor yang mempengaruhi kegemaran berkelahi secara massal dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor eksogen dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang atau pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja. Faktor eksternal terdiri atas: faktor keluarga, lingkungan sekolah, dan miliu. (Kartono, 1986).

PEMBAHASAN

Menurut Shaw dan Constanzo, ruang lingkup studi psikologi sosial salah satunya adalah pengaruh sosial terhadap proses individual (Sartono, 2002). Yang termasuk dalam golongan ini adalah bagaimana kehadiran orang lain, keberadaan seseorang dalam kelompok tertentu atau norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat mempengaruhi persepsi, motivasi, proses belajar, sikap (attitude), atau sifat (atribusi) seseorang. Terjadinya kerusuhan antar suporter yang sebagian besar merupakan remaja dan perkelahian antar pelajar di kota-kota besar seperti Jakarta belum tentu karena niat atau motif pribadi tetapi lebih pada pengaruh kelompok (sosial).

Faktor Internal dan Eksternal

Faktor internal yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku mereka merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor eksogen, dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja (tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal, dan lain sebagainya).

Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi, urbanisasi, dan industrialisasi yang berakibat semakin kompleksnya masyarakat sekarang, semakin banyak pula anak remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustrasi, konflik terbuka baik internal maupun eksternal, ketegangan batin dan gangguan kejiwaan. Apalagi ditambah oleh semakin banyaknya tuntutan sosial, sanksi-sanksi dan tekanan sosial atau masyarakat yang mereka anggap melawan dorongan kebebasan mutlak dan ambisi mereka yang sedang menggebu-gebu.

Page 13: agresif

Kehidupan di kota yang serba individualistis, materialistis dengan kontak-kontak sosial yang sangat longgar juga kontak dengan orang tua dan saudara-saudara sendiri yang mengakibatkan banyak disintegrasi sosial di tengah masyarakat, jelas pula menyebabkan disintegrasi pada pribadi anak remaja, karena mereka tidak mampu mencernakan hiruk-pikuk kejadian tersebut. Dan di mata anak muda, masyarakat dewasa tidak mau tahu akan kesulitan para remaja, juga tidak sudi menolong mereka. Sebagai penyaluran dari kecemasan dan ketegangan batin tersebut, anak-anak muda lalu mengembangkan pola tingkah laku agresif dan eksplosif. Kemudian terjadilah aksi-aksi bersama dalam kelompok-kelompok, saling baku hantam, dan perkelahian antar sekolah dengan menampilkan inti permasalahan batin sendiri, yaitu dorongan untuk menampilkan egonya yang terasa lumat ‘terinjak-injak’ dan hanyut tidak berarti di tengah masyarakat.

Jadi, tingkah laku delikuen, ugal-ugalan, berandalan, bahkan sering menjurus kepada kriminalitas itu merupakan kegagalan sistem pengontrolan diri remaja terhadap dorongan-dorongan instingtifnya. Pandangan psikoanalisis menyatakan bahwa semua gangguan psikiatris termasuk pula proses pengembangan anak remaja menuju kepada kedewasaan serta proses adaptasinya terhadap tuntutan lingkungan sekitar ada pada individu itu sendiri berupa: konflik batiniah, permasalahan intrapsikis, dan menggunakan reaksi frustrasi negatif atau mekanisme pelarian dan pembelaan diri yang salah. Semua mekanisme reaktif tersebut di atas sangat tidak sehat sifatnya dan dampaknya amat merisaukan anak jiwa remaja bahkan bisa membuat mereka salah tingkah, dan menggunakan mekanisme reaksi frustrasi negatif. Beberapa reaksi frustrasi negatif yang bisa menyebabkan anak remaja salah ulah ialah: agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi, pembenaran diri, proyeksi, teknik anggur masam, teknik jeruk manis, identifikasi, narsisme, dan autisme.

Faktor eksternal yang menyebabkan kenakalan remaja yaitu:

Faktor Keluarga

- Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga

- Perlindungan lebih yang diberikan orang tua

- Penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagi ayah dan ibu

- Pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal, asusila

Faktor Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, di antaranya adalah:

- Tanpa halaman bermain yang cukup luas

Page 14: agresif

- Tanpa ruangan olah raga

- Minimnya fasilitas ruang belajar

- Jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat

- Ventilasi dan sanitasi yang buruk dan lain sebagainya

Faktor Miliu

Lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja.

Dari semua hal di atas dapat dianalisa beberapa predikator kenakalan meliputi identitas (identitas negatif), pengendalian diri (derajat rendah), usia (telah muncul pada usia dini), jenis kelamin(laki-laki), harapan-harapan bagi pendidikan (harapan-harapan yang rendah, komitmen yang rendah), nilai rapor sekolah (prestasi yang rendah pada kelas-kelas awal), pengaruh teman sebaya (pengaruh berat, tidak mampu menolak), status sosial ekonomi (rendah), peran orang tua (kurangnya pemantauan, dukungan yang rendah, dan disiplin yang tidak efektif), dan kualitas lingkungan (perkotaan, tingginya kejahatan, tingginya mobilitas). Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif seperti: menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan sebagainya. Kenakalan remaja dan perkelahian massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala sektor kehidupan yang penuh bayang-bayang hitam dan pergulatan seru (penuh intrinsik, kekejaman, kekerasan, nafsu kekuasaan, kemunafikan, kepalsuan, dan lain-lain) yang terselubung rapi dengan gaya yang elegan dan keapikan.

Dinamika Psikologis

Piaget yakin bahwa pemikiran operasional formal berlangsung antara usia sebelas hingga lima belas tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Selain abstrak, pemikiran remaja juga idealistis. Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dengan standar-standar yang ideal ini. Remaja lazim menjadi tidak sabar dengan standar-standar yang ideal yang baru ditemukan ini dan dibingungkan oleh banyak standar ideal yang diadopsi.

Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial menjadi ciri perkembangan remaja. Pemikiran remaja bersifat egosentris. Menurut David Elkind egosentrisme remaja memiliki dua bagian yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi. Penonton khayalan ialah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku

Page 15: agresif

mengundang perhatian, umum terjadi pada masa remaja, mencerminkan egosentrisme dan keinginan untuk tampil di atas pentas, diperhatikan, dan terlihat. Dongeng pribadi ialah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya. Beberapa ahli perkembangan yakin bahwa egosentrisme dapat menerangkan beberapa perilaku remaja yang nampaknya ceroboh.

Gangguan-gangguan atau kelalaian-kelalaian orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek manajemen secara konsisten berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak dan remaja. Dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen ini mencakup pemantauan tempat remaja berada, penggunaan bagi disiplin yang efektif bagi perilaku anti sosial, keterampilan-keterampilan pemecahan masalah yang efektif, dan dukungan bagi pengembangan keterampilan-keterampilan pro sosial. Dalam hal ini pola asuh juga mempengaruhi perilaku anti sosial remaja.

Pencegahan dan Penanganan

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi kenakalan remaja. Upaya-upaya ini meliputi bentuk-bentuk psikoterapi individual dan kelompok, terapi keluarga, modifikasi perilaku, rekreasi, pelatihan kejuruan, sekolah-sekolah alternatif, perkemahan dan berperahu di alam terbuka, penahanan dan pembebasan bersyarat, program kakak asuh, organisasi komunitas, dan lain-lain.

Walaupun hanya sedikit model yang diidentifikasi sukses untuk mencegah dan berperan untuk penanganan kenakalan, banyak pakar di bidang kenakalan remaja sepakat bahwa poin-poin berikut ini perlu diuji lebih seksama sebagai cara yang mungkin diterapkan untuk pencegahan dan penanganan kenakalan remaja:

- Program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan.

- Program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satu pun komponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi kenakalan.

- Program-program harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegah masalah belajar dan berperilaku.

- Sekolah memainkan peranan penting.

- Upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada pada perubahan individual, yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yang kurang beruntung.

Page 16: agresif

- Memberi perhatian kepada individu secara intensif dan merancang program unik bagi setiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anak-anak yang berisiko tinggi untuk menjadi nakal.

- Manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat program tersebut dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang sifatnya berkesinambungan.

Upaya menyembuhkan gejala patologis pada kenakalan remaja dan perkelahian massal yang dikemukakan Kartini Kartono adalah sebagai berikut:

- Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan menuntun itu.

- Memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat.

- Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.

KESIMPULAN

Dari teori dan pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa:

a. Derajat kejahatan anak remaja berkorelasi akrab dengan proses industrialisasi sehingga jumlah kejahatan anak remaja lebih banyak di kota-kota besar.

b. Kondisi lingkungan atau pengaruh kelompok merupakan salah satu penyebab timbulnya perilaku agresif.

c. Identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain merupakan salah satu penyebab terjadinya agresivitas kelompok remaja kota.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegemaran berkelahi secara massal dibagi menjadi dua, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.

e. Faktor internal adalah faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku mereka merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.f. Faktor eksternal atau faktor eksogen yang dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja (tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan sebagainya).

Page 17: agresif

g. Kenakalan remaja dan perkelahian massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala sektor kehidupan yang dipenuhi bayang-bayang hitam dan pergulatan seru (penuh intrinsik, kekejaman, kekerasan, nafsu kekuasaan, kemunafikan, kepalsuan dan lain-lain) yang terselubung rapi dengan gaya yang elegan dan keapikan

h. Kenakalan remaja dan perkelahian massal merupakan proses peniruan atau identifikasi anak remaja terhadap segala gerak-gerik dan tingkah laku orang dewasa ‘modern dan berbudaya’ sekarang ini.

i. Upaya kita menyembuhkan gejala patologis pada kenakalan remaja dan perkelahian massal yaitu:

• Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan menuntun itu.

• Memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat.

• Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.

David, Jonathan. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga.

Abidin, Zainal. 2005. Penghakiman Massa. Jakarta : Erlangga.

Berkowitz, Leonard. 2003. Emotional Behavior ( buku kesatu ). Terjemahkan oleh Hartantni waro susiatni. Jakarta : PPM.

http: // www. E- psikologi. Com/ epsi/ individual detail. Asp ?id= 380.

ke menu sembelumnya / utama

Pada masa remaja, seseorang memasuki status sosial yang baru. Ia dianggap bukan lagi anak-anak. Karena pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat cepat sehingga menyerupai orang dewasa, maka seorang remaja juga sering diharapkan bersikap dan bertingkah laku seperti orang dewasa. Pada masa remaja, seseorang cenderung untuk menggabungkan diri dalam kelompok teman sebaya. Kelompok sosial yang baru ini merupakan tempat yang aman bagi remaja. Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan mereka juga sangat kuat, bahkan seringkali melebihi pengaruh keluarga. Menurut Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, kelompok remaja bersifat positif dalam hal memberikan kesempatan yang luas bagi remaja untuk melatih cara mereka bersikap, bertingkah laku dan melakukan hubungan sosial. Namun kelompok ini juga dapat bersifat negatif bila ikatan antar mereka menjadi sangat kuat sehingga kelakuan mereka menjadi overacting dan energi mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak. Pada masa ini, juga berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain. Peer group, pembentukan kelompok, membuat kelompok-kelompok yang sama dengan karakteristik dirinya, ingin menonjolkan kelompok mereka, merupakan masa perkembangan di usia-usia ini. Keinginan untuk bisa sama dengan yang lain, untuk bisa diterima oleh suatu kelompok cukup tinggi. Maka, tidak heran jika terkadang seseorang akan bersedia melakukan apapun, selama ia bisa diterima oleh kelompok tersebut. Karena rasa ingin

Page 18: agresif

diakui cukup tinggi pada masa-masa ini. Karena bagi sebagian orang, mereka yang akan dikucilkan oleh kelompok merupakan hal yang dapat menyebabkan stress, frustasi, dan rasa sedih (Santrock, 2001).Pada umumnya remaja bersifat emosional. Emosinya berubah menjadi labil. Menurut aliran tradisionil yang dipelopori oleh G.Stanley Hall, perubahan ini terutama disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada kelenjar-kelenjar hormonal. Namun penelitian-penelitian ilmiah selanjutnya menolak pendapat ini. Sebagai contoh, Elizabeth B. Hurlock menyatakan bahwa pengaruh lingkungan sosial terhadap perubahan emosi pada masa remaja lebih besar artinya bila dibandingkan dengan pengaruh hormonal. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Dalam menghadapi ketidanyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang mereaksinya secara defensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya. Reaksi yang diberikan biasanya seperti:(1) Agresif: melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi dan senang mengganggu(2) Melarikan diri dari kenyataan: melamun, pendiam, senang menyendiri, dan meminum minuman keras atau obat-obatan terlarang. (Santrock, 2002).

Remaja dan masyarakat Hubungan seseorang dengan masyarakatnya menjadi semaki penting pada masa remaja. Khususnya dalam proses emansipasi perlu ada tinjauan bagaimana hubungan remaja dengan masyarakatnya. Dalam mendidik remaja perlu diarahkan kepada hal-hal yang baik untuk menjaga keselarasan anatar individu dan masyarakat, menjadi apa yang baik untuk menjaga kelestarian ”social order”. Hal ini sering menimbulkan bahan konflik karena remaja mempunyai ideal dan cita-cita sendiri yang tidak ditemukan dalam masyarakat. Remaja mengalami pertentangan antara apa yang diidam-idamkan dengan kenyataan yang ada. Pertentangan antara remaja dan masyarakat ini menurut Mollenhauer ada 6 macam: 1. Pertentangan anatara integrasi dan partisipasi kritisAgar sistem di masyarakat dapat berfungsi dengan baik, maka semua warganya perlu memikul tanggung jawab bersama dan para remaja perlu dipersiapkan untuk hal tersebut. Namun sebaliknya banyak ditemukan hambatan dan rintangan bagi remaja untuk bisa ikut berpartisipasi secara kritis dalam berbagai institusi seperti keluarga, sekolah, serta kehidupan usaha. Sebagian besar remaja telah mengambil sikap komformistis sehingga lebih menyesuaikan diri dengan pola masyarakat daripada dengan cita-cita sendiri. 2. Pertentangan antara kesempatan dan usaha ke arah peningkatan status sosialSetiap orang (warga masyarakat) memiliki kesempatan yang sama dalam meraih cita-cita yang sangat disetujui oleh masyarakat namun banyak ditemukan gejala bahwa seseorang sulit meningkatkan status sosial bila ia sempat masuk suatu kelompok sosial, yaitu misalnya di Indonesia, anak yang berasal dari ekonomi rendah dapat meraih cita-citanya dan menjadi seorang sukses karena anak itu berusaha dan mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi dan akhirnya dapat menempatkan dirinya dalam status sosial yang lebih baik.3. Pertentangan antara sugesti mengenai kehidupan yang serba enak dengan kenyataan yang ada: masih tergantung orang tuaProses perkembangan seseorang yang ideal adalah mencapai aktualisasi diri atau perwujudan diri. Anak muda masih diliputi cita-cita akan kehidupan yang lebih bebas, mandiri lepas dari ikatan rumah

Page 19: agresif

dan lingkungannya. Kenyataannya adalah remaja masih terikat akan sejarah hidupnya, masih juga meniti jalan yang sudah ditentukan baginya oleh pendidikan dan lingkungannya. Remaja memasuki kehidupan bertanggung jawab dan waktu luangnya diisi oleh usaha menambah penghasilan hidup yang biasanya menuntut penyesuaian dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.4. Pertentangan antara perhatian mengenai faktor ekonomi dan pembentukan kepribadian Dalam keseluruhan pendidikan makin nampak bahwa kebutuhan ekonomi makin menguasai pembentukan kepribadian anak. Tetapi di samping itu nampak pula bahwa pendidikan sering kali bertujuan untuk membuat anak politis dewasa dan mencapai emansipasi yang kurang ada hubungannya dengan keadaan orde ekonomi yang ada. Timbulah aksi-aksi unjuk rasa menentang orde tersebut serta menentang lembaga-lembaga yang lebih mementingkan kebutuhan ekonomi. Remaja dan kaum muda pada umumnya menjadi unsur pokok pada aksi unjuk rasa tersebut. 5. Pertentangan antara fungsi politis dalam pembentukan kepribadian dengan sifat sebenarnya yang tidak politisPembentukan kepribadian berarti perkembangan sifat-sifat kemanusiaan lepas daripada pekerjaan yang dimiliki seseorang. Dalam makna semula hal itu juga berarti keikutsertaan orang dalam kejadian yang ada di lingkungan masyarakatnya. Remaja menuntut agar sekolah memberikan pelajaran yang lebih menyeluruh yang bisa memungkinkan terjadinya emansipasi. Remaja menginginkan agar sekolah bisa ikut berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, dan tidak hanya mempersiapkan remaja untuk hidup bermasyarakat nantinya. 6. Pertentangan antara tuntutan rasionalitas dengan kenyataan yang irrasionalRemaja sering diberi pengertian bahwa sikap yang rasional sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang sudah maju. Tetapi kenyataan yang ada sangat bertentangan. Rasionalisasi berarti bahwa semua yang terjadi harus bisa dikontrol, dilaksanakan secara terbuka. Meskipun begitu, proses demokratis yang ada dalam masyarakat yang telah maju tidak bisa terlaksana dengan baik dengan dalih tidak ada penilai-penilai yang cukup mampu atau demi efisiensi pengambilan keputusan (Selectic; Wolters, 1974).Remaja dan pekerjaanGeinzberg (1951) telah membuat penataan dalam data mengenai proses pemilihan pekerjaan. Ia membedakan adanya 3 periode :1. Periode fantasi sebelum umur 11 tahunDi sini anak banyak mengadakan identifikasi dengan orang dewasa. Misalnya, anak kecil yang ingin menjadi guru mengungkapkan sifat dan wataknya yang kelak ikut menentukan pekerjaannya.2. Periode tentatifDi sini ada konfrontasi antara berbagai macam perhatian, penilaian kecakapan sendiri dan pendapat akan nilai-nilai dari pihak orang lain. Misalnya, seorang anak begitu tertarik untuk menjadi guru karena ia ingin membuat orang lain pandai.3. Periode realistis mulai kurang lebih 17 tahunDi sini terjadi suatu pilihan yang definitif, timbul karena kompromi antara pendekatan subjektif, yang timbul pada periode tentatif, dengan kemungkinan-kemungkinan praktisnya. Misalnya, seorang anak yang tidak diterima di jurusan pendidikan guru, akhirnya ia mengalihkan pilihannya pada jurusan yang lebih sesuai dengan kemampuannya.Geinzberg (1951) menganggap berakhirnya perkembangan seseorang ditandai dengan selesainya tahap perkembangan pemilihan pekerjaan.Super (1957) menganggap proses pemilihan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan konsep diri. Proses pemilihan pekerjaan dalam arti proses-proses yang menentukan karier,

Page 20: agresif

mengikuti proses kelima masa kehidupan, yaitu masa pertumbuhan (sampai kurang lebih 14 tahun), masa peninjauan (14-24 tahun), masa penentuan diri (24-44 tahun), masa pertahanan (45-64 tahun), dan masa peralihan (mulai 65 tahun). Hal tersebut banyak ditentukan oleh faktor sosial ekonomi dan sosial kultur.Wiegersma (1963), pemilihan yang pasti ditentukan oleh sejumlah faktor esensial dan faktor kebetulan. Faktor esensial dibedakan antara faktor yang memberikan batas dan yang memberikan arah. Faktor yang memberikan batas menentukan batas kemampuan seseorang atas dasar potensi psikis dan fisik dan juga atas dasar pembentukan dan bantuan yang datang dari lingkungan. Faktor yang memberikan arah dan dorongan datang dari sejumlah faktor personal, sosiologis, sosial ekonomis dan sifat watak seseorang. Pengaruh faktor kebetulan kebanyakan adalah kejadian insidental dalam hidup seseorang yang dapat menentukan batas kemungkinan seseorang memperoleh pekerjaan ataupun memberikan arahnya. Kekompleksan keseluruhan faktor-faktor ini menyebabkan anak muda membutuhkan nasehat dan bimbingan dalam memilih suatu pekerjaan. Hal ini terutama dibutuhkan dalam proses tentatif, tetapi juga pada permulaan periode realistis, dan bahkan juga pada permulaan melakukan pekerjaan.Bagi remaja dari lingkungan kelas menengah proses pemilihan pekerjaan dapat merupakan satu bagian proses emansipasi, sedangkan bagi remaja dari lingkungan sosial ekonomi yang lebih rendah pemilihan ini kurang mempunyai peranan tersebut. Kemungkinan praktis bagi remaja dari golongan sosial ekonomi yang lebih rendah begitu terbatas, hingga kurang tepat untuk bicara mengenai pilihan pekerjaan. Mereka sudah senang bila dapat memperoleh kerja. Pada kalangan sosial ekonomi kuat ada banyak pilihan pekerjaan meskipun kadang-kadang harus berusaha juga atau memperoleh pekerjaan yang lebih rendah kualitasnya. Hal ini sebaliknya mempengaruhi situasi kerja pada golongan sosial ekonomi rendah, dalam arti tidak menguntungkan. Remaja yang tidak menamatkan sekolah juga sulit mendapatkan pekerjaan, hingga pengangguran bertambah.Minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan yang diharapkan kelak. Beberapa faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap pendidikan adalah: sikap teman sebaya: berorientasi pada sekolah atau kerja, sikap orang tua terhadap pendidikan anaknya, nilai-nilai yang menunjukkan keberhasilan atau kegagalan akademis, relevansi dari berbagai mata pelajaran, sikap terhadap guru, karyawan, kebijakan akademis dan disiplin, keberhasilan dalam berbagai kegiatan ektra-kurikuler, dan derajat dukungan sosial diantara teman-teman sekelas.Seorang remaja pada dasarnya memiliki potensi yang sangat berguna bagi pengembangan dirinya atau bagi orang lain. Sebagai contoh:1. Kondisi fisik yang berada dalam keadaan prima memungkinkan ia untuk menjadi olahragawan yang baik atau untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.2. Karena remaja sudah dapat berpikir sistematis dan kritis terhadap hal-hal yang abstrak dan hipotetis, maka ia sudah dapat diajak untuk melihat masalah-masalah yang ada, ikut memberikan saran, pemikiran dan sebagainya.3. Perasaan emosional yang kuat dari seorang remaja dapat diarahkan untuk hal-hal yang bersifat positif seperti melakukan aktivitas sosial, keagamaan dan sebagainya.4. Kecenderungan remaja untuk hidup dalam kelompok juga dapat diarahkan untuk hal-hal yang bersifat positif seperti misalnya kelompok belajar, kelompok minat, dan sebagainya.5. Perkembangan moral pada masa remaja berguna bagi pengembangan kata hati yang berguna bagi tingkah laku moral mereka selanjutnya.6. Karena masa remaja merupakan masa pembentukan identitas diri, maka masa ini merupakan

Page 21: agresif

masa yang sangat menentukan bagi perkembangan hidup seseorang. Masa depan seseorang, baik studi, pekerjaan, keluarga, cita-cita dan sebagainya juga dapat dipersiapkan pada masa ini.

Menurut jurnal yang ditulis oleh Musdalifah, M.Si. yang berjudul Perkembangan sosial remaja dalam kemandirian (Studi Kasus Hambatan Psikologis Dependensi terhadap Orangtua) ditulis bahwa remaja ingin mencapai adanya jaminan dan kebebasan ekonomi. Tujuan dari tugas ini adalah adanya kemampuan untuk dapat hidup sendiri atas kemampuan dan tenaga sendiri. Tugas ini pertama-tama sangat penting bagi anak laki-laki dalam mempersiapkan diri sebagai kepala rumah keluarga dan pencari nafkah. Kemampuan ini tumbuh menjadi besar dan dapat menentukan dirinya sendiri, merupakan keinginan dan dorongan yang kuat pada diri remaja. Salah satu ciri sebagai orang dewasa yang dianggap baik dan memadai adalah orang dewasa yang mempunyai penghasilan yang layak. Masalah remaja (adolescent) merupakan periode untuk memperluas dan mempercepat adanya suasana ketegangan antara keinginan dan ketidakyakinan akan dapat menjadi “Seorang Dewasa”. Serta memilih dan mempersiapkan diri untuk sesuatu jabatan atau pekerjaan. Tugas ini dimaksudkan untuk dapat memilih dan menyiapkan suatu jabatan yang sesuai dengan kemampuan remaja. Pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan akan memudahkan seseorang mencapai kebahagian dalam hidup.

Remaja dan permasalahannya

Dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Aulia Iskandarsyah yang berjudul Remaja dan pemasalahannya(Perspektif psikologi terhadap permasalahan remaja dalam bidang pendidikan)yang berisi bahwa masa remaja adalah :

1. Masa remaja adalah usia bermasalahPada periode ini membawa masalah yang sulit untuk ditangani baik bagi anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebabkan oleh dua lasan yaitu : pertama, pada saat anak-anak paling tidak sebagian masalah diselesaikan oleh orang tua atau guru, sedangkan sekarang individu dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Kedua, karena mereka dituntut untuk mandiri maka seringkali menolak untuk dibantu oleh orang tua atau guru, sehingga menimbulkan kegagalan-kegagalan dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

2. Masa remaja adalah masa pencarian identitas diriPada periode ini, konformitas terhadap kelompok sebaya memiliki peran penting bagi remaja. Mereka mencoba mencari identitas diri dengan berpakaian, berbicara dan berperilaku sebisa mungkin sama dengan kelompoknya. Salah satu cara remaja untuk meyakinkan dirinya yaitu dengan menggunakan simbol status, seperti mobil, pakaian dan benda-benda lainnya yang dapat dilihat oleh orang lain.

3. Masa remaja adalah usia yang ditakutkanMasa remaja ini seringkali ditakuti oleh individu itu sendiri dan lingkungan. Gambaran-gambaran negatif yang ada dibenak masyarakat mengenai perilaku remaja mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan remaja. Hal ini membuat para remaja itu sendiri merasa takut untuk menjalankan perannya dan enggan meminta bantuan orang tua atau pun guru untuk memecahkan

Page 22: agresif

masalahnyaOrang tua seringkali mengkhawatirkan anak remajanya bergaul dengan orang yang salah, tetapi sebenarnya instruksi yang diberikan oleh orang tua mempengaruhi pilihan kelompok teman sebaya dan teman-temannya. Anak muda cenderung kepada anak muda lain yang tumbuh besar seperti mereka, yang selevel dalam prestasi sekolahnya, dalam penyesuaian, dan dalam kecenderungan sosial dan anti sosialnya (Collin et al., 2000; B.B. Brown, Mounts, Lamborn, & Steinberg, 1993). Anak-anak dengan masalah perilaku umumnya berprestasi buruk di sekolah dan tidak betah bersama teman sekelasnya yang berperilaku sopan. Anak-anak yang tidak populer dan berprestasi rendah saling tertarik satu dengan yang lain dan saling menguatkan perilaku yang salah. Hal ini juga disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Anak-anak ”bermasalah” ini terus-menerus mendapatkan pengasuhan yang tidak efektif, yang seringkali mengarah kepada perilaku nakal pada masa remaja dan berteman dengan teman sebaya yang berperilaku menyimpang. Remaja anti sosial cenderung memiliki konflik dengan orang tua, yang biasanya disebabkan oleh faktor genetik (Neiderhiser, Reiss, Hetherington, & Plomin, 1999). Pencegahan dan penanganan: Upaya-upaya ini meliputi bentuk-bentuk psikoterapi individual dan kelompok, terapi keluarga, modifikasi perilaku, rekreasi, pelatihan kejuruan, sekolah-sekolah alternatif, perkemahan dan berperahu di alam terbuka, penahanan dan pembebasan bersyarat, program kakak asuh, organisasi komunitas, dan memperdalam ajaran agama. Berikut ini cara-cara yang mungkin diterapkan untuk pencegahan dan penanganan kenakalan remaja (Dryfoss, 1990):1. Program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekadar berfokus pada kenakalan. Misalnya, pada dasarnya mustahil meningkatkan pencegahan kenakalan tanpa mempertimbangkan kualitas pendidikan yang ada bagi anak-anak muda yang beresiko tinggi.2. Program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satupun komponen yang berdiri sendiri sebagai ”peluru ajaib” yang dapat memerangi kenakalan. 3. Program-program harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegah masalah belajar dan masalah perilaku.4. Sekolah memainkan peran penting. Sekolah yang memilki kepemimpinan yang kuat, kebijakan disiplin yang adil, partisipasi murid dalam pengambilan keputusan, dan investasi besar terhadap hasil-hasil sekolah oleh murid-murid dan staf memiliki peluang yang lebih baik dalam menekan kenakalan.5. Upaya-upaya harus diarahkan pada perubahan institusional daripada pada perubahan individual. Yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yang kurang beruntung.6. Walaupun butir 5 benar adanya, namun para peneliti menemukan bahwa memberi perhatian kepada masing-masing individu secara intensif dan merancang program secara unik bagi tiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anak-anak yang beresiko tinggi untuk menjadi nakal.7. Manfaat yang didapatkan dari suatu program seringkali hilang saat program tersebut dihentikan. Oleh karenanya, perlu dikembangkan program yang sifatnya berkesinambungan

PERILAKU KASAR DAN MELAWAN (AGRESIF)

Page 23: agresif

By: Agus Ria Haniati

A. Pengertian

Perilaku agresif lebih menekan pada suatu yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dan secara sosial tidak dapat diterima. Ada dua utama agresi yang saling bertentangan yakni untuk membela diri dan di pihak lain adalah untuk meraih keuntungan dengan cara membuat lawan tidak berdaya (Rita, 2005 : 105).

Istilah kekerasan (violence) dan agresif (agresion) memiliki makna yang hampir sama, sehingga sering kali dipertukarkan. Perilaku agresif selalu dipersepsi sebagai kekerasan terhadap pihak yang dikenai perilaku tersebut. Pada dasarnya perilaku agresif pada manusia adalah tindakan yang bersifat kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya. Menurut Sadorki dan Sadock (2003) bahaya atau pencederaan yang diakibatkan oleh perilaku agresif bisa berupa pencederaan fisikal, namun pula bisa berupa pencederaan non fisikal atau semisal yang terjadi akibat agresi verbal (Anantasari, 2006 : 63).

Dalam psikologi anak atau jenis lainnya psikologi, agresi adalah perilaku yang didefinisikan sebagai ekspresi kemarahan dan perilaku defensif yang ditimbulkan pada anggota spesies yang sama. Terdapat beberapa alasan untuk agresi ingin menyakiti atau merugikan orang lain atau menunjukkan dominasi.

Dari beberapa definisi agresif di atas dapat disimpulkan bahwa agresif adalah suatu ekspresi kemarahan dan perilakudefensive yang ditimbulkan dengan tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dan tidak dapat diterima secara social.

B. Ciri-Ciri Perilaku Kasar dan Melawan (Agresif)

Anak-anak yang sering mengalami perilaku yang menyimpang atau perilaku agresifnya biasanya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Menyakiti/merusak diri sendiri, orang lain.

Perilaku agresif termasuk yang dilakukan anak hamper pasti menimbulkan adanya bahaya berupa kesakitan yang dapat dialami oleh dirinya sendiri ataupun oleh orang lain.

Tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasarannya.

Perilaku agresif, terutama agresi yang keluar pada umumnya juga memiliki sebuah ciri yaitu tidak diinginkan oleh organisme yang menjadi sasarannya.

Seringkali merupakan perilaku yang melanggar norma social.

Perilaku agresif pada umumnya selalu dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma sosial. Dari berbagai ciri-ciri diatas,guru hendaklah memperhatikan perkembangan anak didiknya.Pemahaman

Page 24: agresif

lebih dini rupanya menjadi penting sehingga dapat dilakukan berbagai hal bijaksana yang dapat mengantisipasi perilaku agresif pada anak tersebut (Anantasari, 2006: 90)

C. Sebab-sebab atau Latar Belakang Perilaku Kasar dan Melawan (Agresif)

Dalam Surya (2004: 45 - 48) disebutkan bahwa factor pencetus anak suka berperilaku suka agresif, antara lain:

1. Anak merasa kurang diperhatikan atau merasa terabaika.

2. Anak selalu merasa tertekan, karena selalu mendapat perlakuan kasar.

3. Anak kurang merasa dihargai atau disepelekan.

4. Tumbuhnya rasa iri hati anak.

5. Sikap agresif merupakan cara berkomunikasi anak.

6. Pengaruh kekurangharmonisan hubungan dalam keluarga.

7. Pengaruh tontonan aksi-aksi kekerasan dari media TV.

8. Pengaruh pergaulan yang buruk

Sumber lain menyebutkan ada dua macam sebab yang mendasari tingkah laku agresif pada anak, yaitu:

1. Pertama, tingkah laku agresif yang dilakukan untuk menyerang atau melawan orang lain. Macam tingkah laku agresif ini biasanya ditandai dengan kemarahan atau keinginan untuk menyakiti orang lain.

2. Kedua, tingkah laku agresif yang dilakukan sebagai sikap mempertahankan diri terhadap serangan dari luar.

Penyebab perilaku agresif digolongkan dalam beberapa factor yakni :

Faktor Biologis

a. Sistem Otak

Para peneliti yang menyelidiki kaitan antara cedera kepala dan perilaku kekerasan mengidentifikasikan betapa kombinasi pencederaan fisikal yang pernah dialami. Cedera kepala mungkinikut melandasi perilaku agresif. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau memperlambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang pernah mengalami kesenangan, kegembiraan cenderung untuk melakukan kekejaman atau penghancuran. Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurangnya rangsangan sewaktu bayi.

b. Gen

Page 25: agresif

Merupakan faktor yang tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi.

c. Kimia Darah

Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditemukan pada faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresif (Rita, 2005 : 107).

Faktor Lingkungan

a. Kemiskinan

Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresif mereka secara alami mengalami perbuatan (Byod Mc Cendles dalam Davidoff). Hal ini dapat dilihat dan dialami dalam kehidupan sehari-hari apalagi di kota-kota besar, dalam antrian lampu merah, perempatan jalan. Model agresi modeling sering kali diadopsi anak-anak sebagai model pertahanan diri dan pertahanan hidup.

b. Anonimitas

Terlalu banyak rangsangan indra kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal artinya antara satu orang dengan orang yang lain tidak saling mengenal. Setiap individu menjadi anonym tidak mempunyai identitas. Bila seorang mempunyai anonim ia cenderung berperilaku menyendiri.

c. Suhu Udara Panas

Pengaruh polusi udara, kebisingan dan kesesakan karena kondisi manusia yang terlalu berjejal. Kondisi-kondisi itu bisa melandasi perilaku agresif (Rita, 2005 : 108)

Faktor Psikologis

a. Perilaku Naluriah

Menurut Sigmund Freud, dalam diri manusia ada naluri kematian yang ia sebut pula thanatos yaitu energi yang tertuju untuk perusakan. Agresi terutama berakar dalam naluri kematian yang diarahkan bukan ke dalam diri sendiri melainkan diarahkan pada orang lain.

b. Perilaku Yang Dipelajari.

Menurut Albert Bandura perilaku agresif berakar dalam respons-respons yang dipelajari manusia lewat pengalamanpengalaman di masa lampau (Anantasari, 2006 : 64)

Faktor Sosial

a. Reaksi Emosi Terhadap Frustasi

Tidak diragukan lagi pengaruh frustasi dalam peryakan perilaku agresif. John Dollad berpendapat frustasi bias mengakari agresif. Kendati demikian tidak setiap anak yang mengalami frustasi seta merupakan agresi. Agresivitas muncul akibat banyaknya larangan yang diperbuat guru dan orang tua. (Rosmala, 2005 : 112)

Page 26: agresif

b. Provokasi Langsung

Pencederaan fiskal dan ejekan verbal dari orang-orang lain bisa memicu perilaku agresif. Perilaku ini biasanya dilakukan karena anak kurang mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekelilingnya dan anak akan terus akan mencari perhatian. Orang tua anak yang agresif biasanya mempunyai gejolak emosi yang buruk dan situasi emosional perkawinan sebagai reaksi dari penolakan. Akibatnya anak melakukan agresi sebagai reaksi dari penolakan oleh orang tua.

c. Peniruan (Modeling)

Semua perilaku tidak terkecuali agresif lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Peniruan tidak dilakukan pada semua orang tetapi terhadap figur tertentu seperti ayah, ibu, kakak, atau teman bermainnya yang memiliki perilaku agresif. Orang tua sering bertengkar menyebabkan anak juga akan sering bertengkar. Terdapat kaitan antara agresi dan paparan tontonan kekerasan lewat televisi. Semakin banyak anak menonton kekerasan lewat televisi, maka tingkata agresi anak terhadap orang lain bisa meningkat pula. Ternyata pengaruh tontonan kekerasan lewat televisi bersifat komulatif artinya makin panjang paparan tontonan kekerasan semakin meningkat pula perilaku agresinya. Aletha Stein (Davidoff, 1991) mengemukakan bahwa anak yang memiliki kadar agresi di atas normal akan lebih cenderung berlaku agresif. Maka setelah menyaksikan adegan kekerasan ia akan bertindak seperti terhadap orang lain. (Anantasari, 2006 : 65)

Faktor Situasional

Termasuk dalam faktor ini antara lai adalah rasa sakit, terluka yang dialami anak. Perasaan anak yang terluka entah karena rasa kesal, marah, kecewa, sedih dan ia tidak tahu bagaimana cara semestinya untuk mengungkapkan perasaan-perasaan itu, maka ia melampiaskan dengan perilaku agresif. (Anantasari, 2006 : 66)

D. Bahaya yang Timbul Dari Perilaku Kasar dan Melawan (Agresif)

Agresivitas memiliki dampak sosial yang luas. Agresivitas seorang anak bisa berpengaruh terhadap situasi sosial dilingkungannya. Agresivitas juga bersifat langsung dan sangat berpengaruh terhadap diri anak. Apabila perilaku agresif tidak segera ditangani dan tidak mendapat perhatian dari orang tua maupun pendidiknya, maka akan berpeluang besar menjadi yang persistent atau menetap. Di lingkungan sekolah anak agresif cendedrung ditakuti dan dijauhi teman-temannya dan ini dapat menimbulkan masalah baru karena anak terisolir dari lingkungan disekelilingnya. Perilaku agresif yang dibiarkan begitu saja, pada saat remaja nanti akan menjadi juvenite deliquence yakni perilaku khas kenakalan remaja. Dengan deemikian, perilaku agresif dari sejak anak berusia dini berpengaruh pada perkembangan-perkembangan anak selanjutnya.

E. Cara Mengatasi Perilaku Kasar dan Melawan (Agresif)

Page 27: agresif

Dalam Surya (2004: 49 – 51) ada beberapa langkah pendekatan yang dapat kita lakukan untuk mengantisipasi perilaku anak suka agresif, antara lain:

1. Jika melihat anak secara langsung bersikap agresif terhadap temannya, berusahalah untuk mencegahnya dengan tanpa menyinggung perasaan anak.

2. Kita harus memperlakukan anak dengan sabar, kita tidak boleh bersikap agresif menghadapi anak yang suka agresif.

3. Dengarkan suara hati anak.

4. Ajarkan pada anak cara bergaul dengan baik dan menyenangkan.

5. Kita bisa mendampingi dan mengawasi anak saat bermain bersama teman atau saudaranya.

6. Kita bisa membatasi jumlah teman bermain anak.

7. Ciptakan suasana kebersamaan dalam keluarga.

8. Damping anak ketika nonton TV

Dalam (Sobur, 1987) dijelaskan bahwa untuk menanggapi sikap agresif anak-anak, kita perlu melacak dua macam jalan keluarnya. Pertama, bagaimana mengurangi sikap agresifnya pada saat ini. Sedangkan jalan keluar yang lebih berjangka panjang adalah mencegah timbulnya sikap agresif dimasa yang akan datang. Apapun yang dipilih untuk menyalurkan dorongan agresifnya ini, tetap berarti bahwa dorongan agresif itu sendiri harus disalurkan dengan sebaik-baiknya. Perbuatan orangtua untuk setiap kali menyuruh diam anak-anak yang sedang bertengkar, atau menghukum anak setiap kali habis berkelahi dengan temannya adalah kurang bijaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Anantasari. 2006. Menyikapi Perilaku Agresif Anak, Yogyakarta : KANISUS

Dewi, Rosmala. 2005. Berbagai Masalah Anak TK, Jakarta: Depdiknas

Ezzaty, Eka Rita. 2005. Mengenali Permasalahan Perkembangan Anak Usia TK. Jakarta ; Depdiknas

Sobur, Alex. 1987. Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Surya, Hendra. 2004. Kiat Mengatasi Perilaku Penyimpangan Perilaku Anak (Usia 3 – 12 Tahun). Jakarta: PT Elex media Komputindo.

http://www.scumdoctor.com/Indonesian/parenting/child-psychology/Child-Psychology-And-Aggresive-Behaviour.html

Page 28: agresif

AGRESIVITAS SISWA DAN IMPLIKASI BK: Sebuah Studi Perspektif Fenomenologi Erich Fromm pada SMK Negeri 2 MalangMegawati Pratiwi

Abstrak

ABSTRAK

Pratiwi, Megawati. 2008. Agresivitas Siswa dan Implikasi BK: sebuah Studi dalam Perspektif

Fenomenologi Erich Fromm pada SMK Negeri 2 Malang. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang, Pembimbing (1) Drs. Lutfi Fauzan., M. Pd, (2) Dr. Andi Mappiare-AT., M. Pd.

Kata Kunci: agresivitas siswa, implikasi BK, perspektif fenomenologi

Agresi adalah suatu tindakan manusia sebagai bentuk pertahanan diri dari ancaman yang dapat merugikan/menyakiti dirinya sehingga menimbulkan perusakan/kekejaman yang bersifat jahat untuk menyakiti orang lain.

Fokus masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik perilaku agresif siswa SMKN 2 Malang, dominasi antara pria dan wanita dalam hal agresivitas siswa di SMKN 2 Malang, latar belakang sosial budaya siswa yang berperilaku agresif di SMKN 2 Malang, makna agresivitas siswa sebagai media/bahan bercanda di SMKN 2 Malang, dan implikasi Bimbingan dan Konseling di SMKN 2 Malang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan instrumen pengumpulan data adalah peneliti sendiri. Teknik yang digunakan yaitu teknik wawancara, observasi, angket, dokumentasi, dan Pengalaman Hidup/Life History. Prosedur analisis data yang digunakan adalah prosedur analisis data fenomenologi, meliputi: Reduksi Data, Display Data, dan Pengambilan Kesimpulan. Pengecekan keabsahan data yang digunakan: Memperpanjang keikutsertaan, Ketekunan pengamatan, Triangulasi, dan Pengecekan anggota. Beberapa tahap yang digunakan: (1)Tahap Pra Lapangan, (2)

Page 29: agresif

Tahap Pekerjaan Lapangan, (3) Tahap Analisis Data, (4) Penarikan Kesimpulan, dan (5) Tahap Penyelesaian. Pemilihan informan dilakukan dengan mengambil sampel 1 kelas yang dianggap paling agresif di SMKN 2 Malang menurut beberapa guru dan konselor yakni kelas X AP 2.

Karakteristik perilaku agresif siswa SMKN 2 Malang dapat dikatakan sebagai perilaku agresif aksidental/agresi yang reflek dilakukan oleh siswa berupa fisik atau verbal yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain terjadi sebagai bentuk perlawanan terhadap sesuatu hal yang mengusik kenyamanannya. Tidak ada yang mendominasi agresivitas antara wanita dan pria di sekolah ini karena agresivitas yang ditunjukkan sama, namun terlihat lebih dominan wanita karena jumlah wanita lebih banyak dari jumlah pria. Mayoritas siswa SMKN 2 Malang yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah berpengaruh pada agresivitas siswa. Selain itu, latar belakang serta identitas keluarga siswa dapat mempengaruhi perilaku agresif siswa. Makna agresivitas siswa sebagai media/bahan bercanda di SMKN 2 Malang yaitu perilaku agresif dianggap merupakan sesuatu hal yang wajar dan biasa oleh beberapa siswa terutama bagi siswa pria baik terhadap siswa pria maupun wanita, salah satu agresivitas yang ditunjukkan beberapa siswa adalah agresi permainan. Implikasi BK dilihat dari kondisi yang ada, maka perlu adanya program BK komprehensif yang berdimensi Biopsikososiospritual. Konselor juga harus merekonstruksi makna/klarifikasi nilai agresivitas pada diri siswa yang dianggap bahan/media bercandaan.

Saran kepada pihak sekolah agar dapat bekerjasama dengan konselor dalam memberikan layanan BK dan konselor lebih kreatif dalam memberikan layanan. Bagi mahasiswa BK mampu untuk lebih peka terhadap agresifitas siswa di sekolah dan dapat memberikan solusi serta pelayanan-pelayanan BK yang sesuai. Serta peneliti selanjutnya untuk lebih fokus meneliti aspek-aspek lain yang berkaitan dengan agresifitas sehingga dapat menciptakan model bimbingan yang tepat.