aghnin(nitip)

2
2. Bidang Ekonomi Dampak pendudukan Jepang dalam bidang ekonomi tidak berbeda dengan negara-negara imperialis lainnya. Itu karena denga semboyan “Negara Mak Militer Kuat”, Jepang bermaksud menjadikan Indonesia sebagai salah satu bagikepentingan militer sekaligus industri-industrinya. ntuk itu, Jepang mengendalikan sepenuhnya seluruh akti!itas perekonomian. "erjadi segala sumber daya, seperti sandang, pangan, logam dan minyak demi kepe perang. #al itu tampak dalam hal-hal berikut$ Menyita asset-aset ekonomi yang penting . Jepang menyita seluruh hasil perkebunan %teh, kopi, karet, tebu&, pabrik, bank, dan perusahaan yang penting. 'anyak lahan pertanian yang terbengkalai karenakebijakan di(okuskan pada ekonomi dan industri perang. #al itu menjadi penyebab t krisi pangan, kemiskinan, serta kelaparan dikalangan rakyat. Melakukan pengawasan yang kuat dalam bidang ekonomi. Jepang juga meerapkan sistem penga)asan ekonomi se*ara ketat dengan san pelanggaran yang sangat berat. +enga)asan tersebut diterapkan pada pen dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. +engendalian harga dimaksudk men*egah meningkatnya harga barang. Kebijakan self-sufficiency. gar tidak memberi beban kepada pemerintah. Jepang menerapkan kebijakan sel(-su((i*ien*y. Maksud dari ini adalah bah)a )ilayah-)ilayah yang berada di ba)ah kekuasaannya haru memenuhi kebutuhannya sendiri. Dampak negati!e kebijakan ini adalah terputusnya hubungan ekonomi antar daerah. Setoran wajib, romusa, merosotnya produksi pangan, dan kelaparan. +ada tahun /, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak sehingga 3

Upload: fadlinaryadhitama

Post on 04-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lalala

TRANSCRIPT

2. Bidang Ekonomi

Dampak pendudukan Jepang dalam bidang ekonomi tidak berbeda dengan negara-negara imperialis lainnya. Itu karena denga semboyan Negara Makmur, Militer Kuat, Jepang bermaksud menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis bagi kepentingan militer sekaligus industri-industrinya. Untuk itu, Jepang mengendalikan sepenuhnya seluruh aktivitas perekonomian. Terjadi eksploitasi segala sumber daya, seperti sandang, pangan, logam dan minyak demi kepentingan perang. Hal itu tampak dalam hal-hal berikut:

Menyita asset-aset ekonomi yang penting. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan (teh, kopi, karet, tebu), pabrik, bank, dan perusahaan-perusahaan yang penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkalai karena kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Hal itu menjadi penyebab terjadi krisi pangan, kemiskinan, serta kelaparan dikalangan rakyat.

Melakukan pengawasan yang kuat dalam bidang ekonomi. Jepang juga meerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga dimaksudkan untuk mencegah meningkatnya harga barang.

Kebijakan self-sufficiency. Agar tidak memberi beban kepada pemerintah. Jepang menerapkan kebijakan self-sufficiency. Maksud dari kebijakan ini adalah bahwa wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaannya harus dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Dampak negative kebijakan ini adalah terputusnya hubungan ekonomi antar daerah.

Setoran wajib, romusha, merosotnya produksi pangan, dan kelaparan. Pada tahun 1994, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak sehingga tuntunan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya, pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pagan dan barang secara besar-besaan melalui Jawa Hakokai dan Nagayo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Jepang mengharuskam rakyat menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa, dan hanya 40% menjadi hak pemiliknya.

Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pagan, gizi rendah, penyakit dimana-mana melanda hampir disetiap desa di Pulau Jawa. Di Wonosobo (Jawa Tengah) misalnya, angka kematian 53,7% dan Purworejo (Jawa Tengah) mencapai 224,7%. Kodisi membuat sebagian rakyat terpaksa makan-makanan tidak biasa, seperti kedelai, bekicot dan umbi-umbian hutan.4