agama

12
2.1 Penegasan Pengertian Istilah 2.1.1 Religius Adapun Kata Religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata Religi adalah Relegere yang mengnadung arti mengumpulkan dan membaca. Penertian demikian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula dari ikatan roh manusia dengan tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan. Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa inti sari yang terkandung istilah-istilah di atas ialah ikatan.Agama memang menandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia.Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. 2.1.2 Novel Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif,biasanya dalam bentuk cerita. Penulisan novel disebut novelis.Kata novel berasal dari Bahasa Italia novella yang berarti" Sebuah kisah atau sepotong berita". Novel adalah karangan prosa yang panjang, yang mengandung suatu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya.Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari cerpen. Oleh karena itu novel dapat menemukan sesuatu secara bebas menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur serita yang memnangun novel itu. 2.2 Penelitian yang Relevan

Upload: remo-ar

Post on 01-Oct-2015

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

religius aja

TRANSCRIPT

2.1 Penegasan Pengertian Istilah2.1.1 ReligiusAdapun Kata Religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata Religi adalah Relegere yang mengnadung arti mengumpulkan dan membaca. Penertian demikian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula dari ikatan roh manusia dengan tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan.Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa inti sari yang terkandung istilah-istilah di atas ialah ikatan.Agama memang menandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia.Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.

2.1.2 NovelNovel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif,biasanya dalam bentuk cerita. Penulisan novel disebut novelis.Kata novel berasal dari Bahasa Italia novella yang berarti" Sebuah kisah atau sepotong berita".Novel adalah karangan prosa yang panjang, yang mengandung suatu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya.Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari cerpen. Oleh karena itu novel dapat menemukan sesuatu secara bebas menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur serita yang memnangun novel itu.

2.2 Penelitian yang RelevanPenelitian yang membahas tentang analisis unsur Religi pada Novel Pare's Jannatiy karya A. Badruzzaman Rangga. Sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian yang dapat dijadikan sebagai referensi. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rejono (1996) yang berjudul Nilai-nilai Religiusitas dalam sastra Lampung. Dalam penelitiannya Rejono menyimpulkan bahwa nilai-nilai religiusitas dalam sastra Lampung adalah :

1. Kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan2. Kecerdasan dapat mengatasi kesulitan3. Orang yang takwa tunduk dan taat kepada tuhanya 4. Cinta tidak takut akan pengorbananBanyak rintangan yang menghadang orang yang akan mengejar cita-cita.Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) yang berjudul Aspek Religiusitas Novel "Titian Nabi" Karya Muhammad Masykur A.R. Said serta hubungannya dengan pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA.Adapun persamaan dari penelitian Sari dengan peneliti adalah sama-sama menganalisis aspek Religiusitas novel sedangkan perbedaannya Sari menganalisis Religiusitas novel serta hubungannya dengan pembelajaran apresiasi sastra di SMA. Sedangkan peneliti hanya menganalisis aspek religiusitas novel.Penelitian yang dilakukan oleh Zuhairini (2007) dengan judul analisis intrinsik dan aspek religiusitas novel Salamah Karya Ali Ahmad Batsir. Adapun dalam penelitiannya disimpulkan bahwa novel Salamah memiliki pesan religiusitas dan komplik sosial yang di sajikan secara mendalam melalui cerita tersebut. Novel ini memberikan gambaran bahwa cinta yang tidak dilandasi aqidah akan membawa keburukan.Adapun penelitian lain yang berhubungan dengan masalah religiusitas antara lain dilakukan oleh Arafah (2005) yang berjudul Aspek religiusitas novel dibawah lindungan Ka'bah Karya Hamka. Dalam penelitian ini Arfah menyimpulkan bahwa aspek religiusitas yang mengkaji implementasi cahaya akidah seorang manusia dalam mengabdikan seumur hidupnya hanya untuk Allah SWT.Terpisah dari pergaulan manusia dan hanya untuk Allah SWT.

2.3 Landasan teori2.3.1 NovelNovel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulisan novel disebut novelis. Kata novel berasal dari Bahasa Italia novella yang berarti Sebuah kisah atau sepotong berita.Novel adalah karangan prosa yang panjang, yang mengandung suatu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya. Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari cerpen. Oleh karena itu novel dapat menemukan sesuatu secara bebas menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur serita yang memnangun novel itu.Novel digolongkan menjadi dua yaitu Novel serius dan novel Populer.Kita dapat saja membedakan antara novel serius dengan novel popuer. Namun, bagaimanapun adanya perbedaan itu tetap saja kabur, tidak jelas benar batas-batas pemisahnya. Ciri-ciri yang ditemukan pada novel serius- yang biasanya dipertentangkan dengan novel populer-sering juga ditemui pada novel-novel populer, atau sebaliknya. Apalagi jika pencirian yang dilakukan itu bersifat umum, digeneralisasikan pada semua karya serius ataupun populer. Tak jarang novel-novel dikategorikan sebagai populer memiliki kualitas literer yang tinggi, dan dapat juga terjadi sebaliknya.Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja.Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Ia, biasanya, cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca, dan memang, pembaca novel jenis ini tidak (mungkin) banyak. Hal itu tidak perlu dirisaukan benar (walau tentu saja hal itu tetap saja memprihatinkan). Sedangkan novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang semata-mata menyampaikan cerita. ia tidak berpretensi mengejar efek estetis, melainkan memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang diceritakanpun yang ringan-ringan, tapi akatual dan menarik, yang terlihat hanya pada masalah yang itu-itu saja cinta asmara (barangkali dengan sedikit berbau porno) dengan model kehidupan yang berbau mewah.

2.3.2 Unsur-unsur NovelUnsur-unsur yang ada dalam novel yaitu :1. Unsur Intrinsik (intrinsic)Unsur Intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya satra hadir sebagi karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (Cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel.2. Unsur Ekstrinsik (Exstrinsic)Unsur Ekstrinsik (Exstrinsic) adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walau demikian, unsur ektrinsik cukup berpengaruh (untuk tidak dikatakan : Cukup menentukan) terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur Ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.Adapun unsur-unsur dasar dalam religi yaitu :1. Emosi keagamaan atau getaran jiwa menyebabkan manusia menjalankan kelakukan keagamaan yang menyebabkan kelakuannya mempunyai nilai keramat atau sacret value.2. Sistem kepercayaan atau bayangan manusia tentang bentuk-bentuk dunia, alam gaib dan alam maut.3. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib.4. Kelompok keagaan atau kesatuan sosial yang mengkonsepkan dan mengaktifkan religi.

2.3.3 PenokohanMenurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:165) tokoh certa (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,atau drama, yang oleh pembaca di tafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan yang dilakukan dalam tindakan.Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku tertentu. Pelaku yang menggambrkan peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh, sedangkan pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut dengan penokohan (Aminuddin, 2010:79).Aminuddin (2010:79) juga membedakan tokoh dari segi peranan dan tingkat pentingnya menjadi dua, yaitu (1) tokoh utama atau tokoh inti, tokoh yang memiliki peranan penting, dan (2) tokoh tambahan atau tokoh pembantu, tokoh yang mempunyai peranan kurang penting karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani, dan mendukung tokoh utama.Nurgiyantoro (2010:194-198) juga membedakan teknik pelukisan tokoh mejadi dua bagian yaitu, (1) teknik ekspositori atau teknik analitik adalah teknik pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung tentang tokoh yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, dan juga ciri fisiknya, sedangkan, (2) teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh yang dilakukan secara tidak langsung. Artinya pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit,sifat, sikap dan tingkah laku tokoh melainkan memberikan tokoh cerita menunjukkan dirinya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukannya, baik secara verbal lewat kata maupun non-verbal lewat tindakan dan juga melalui peristiwa yang terjadi.Watak, perwatakan dan karakter menunjukkan pada sifat dan sikap para tokoh yang ditapsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Sehubungan dengan watak ini pelaku dibagi menjadi pelaku protagonis dan pelaku antagonis. Pelaku protagonis adalah pelaku yang mempunyai watak yang baik sehingga disenangi oleh pembaca, sedangkan pelaku antagonis adalah pelaku yang memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan pembaca (Aminuddin, 2010:80).Selanjutnya ia menerangkan bahwa upaya memahami watak pelaku, pembaca bisa menelusuri lewat (1) tuturan pengarang terhadap kerakteristik pelaku, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun caranya berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana pelakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaiman tokoh lain berbicara tentang dirinya, (7) melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya, (8) bagaimana tokoh-tokoh lain memberi reaksi terhadapnya, dan (9) melihat tokoh itu dalam tokoh lain (Aminuddin, 2010:80-81).Berdasarkan keterangan di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa penokohan adalah penciptaan sebuah karakter atau tokoh dalam sebuah cerita. Pengarang akan menciptakan sebuah karakter atau tokoh dengan sangat nyata, hal ini bertujuan agar para pembaca merasa bahwa tokoh karakter itu benar-benar ada dan tokoh fiksi semata.2.3.4 Nilai Religius2.3.4.1 Pengertian ReligiAdapun kata Religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata Religi adalah Relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca.Pengertian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi pada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata Religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia.Dalam agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan tuhan.Menurut the wold book dictionary, kata Religioucity berarti regious feeling or sentiment atau perasaan keagamaan. Religi lebih luas artinya karena lebih mengarah pada masalah personalitas dan bersifat dinamis karna lebih menonjolkan eksistensinya sebagai manusia.Lebih jauh mangun wijaya (dalam Nurgiyantoro, 2010: 326-327) mengemukakan bahwa perbedaan agama dengan religiusitas. Agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian pada tuhan dengan hukum hukum yang resmi. Sedangkan religiussitas bersifat mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi.Religiusitas berkaitan dengan kebebasan orang untuk menjaga kualitas keberagamannya jika dilihat dari dimensi yang paling dalam dan personal yang acapkali berada diluar kategori kategori ajaran agama. (Ratnawati dalam Saidah Arafah, 2005:17).Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Religiusitas adalah suatu perasaan keagamaan yang lebih mengarah pada eksistensinya sebagi manusia karena bersifat personalitas dan cakupannya pun lebih luas dari pada agama yang hanya terbatas pada ajaran-ajaran dan pertautan-pertautan.Religiusitas dalam Konteks ini meliputi beberapa unsur fundamental yaitu: Aqidah, syariah, akhlak dan ilmu Fiqh, empat hal dari unsur religi ini tidak dapat dipisahkan karena sangat berkaitan dengan yang lainnya. Berikut akan diuraikan hal yang berkaitan dengan empat unsur tersebut:

1. AqidahAqidah secara bahasa berarti ikatan, secara terminologi berarti landasan yang mengikat, yaitu keimanan, itu sebabnya ilmu tauhid disebut ilmu aqoid (jamak aqidah)Aqidah menurut Azra dkk (2002: 103-104) merupakan ajaran tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini dan diimani oleh setiap orang islam. Oleh karena itu Aqidah merupakan ikat dan simpul dasar islam yang pertama dan utama.Menurut Rejono (1996: 67) mengatakan aqidah adalah suatu yang mengeraskan hati membenarkan yang membuat jiwa tenang dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.Dari pendapat-pendapa di atas disimpulkan bahwa aqidah adalah keyakinan dasar yang menguatkan atau meneguhkan jiwa sehingga jiwa terbebas dari rasa kebimbangan atau keraguan di dalam Islam disebut dengan iman.a. KetauhidanKata ketauhidan adalah bentuk jadian dari kata dasar tauhid.Tauhid adalah suatu kepercayaan atau keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.b. Kepercayaan terhadap adanya Alam GaibArtinya setiap manusia yang beriman harus mempercayai adanya alam lain dibalik alam semesta ini yakni alam gaib. Seperti alamnya para Malaikat, Jin dan alam roh Manusia yang telah terlepas dari jasadnya yang bisa disebut alam baka, dimana dalam alam tersebut manusia terlepas dari segala urusan yang bersifat duniawi.c. Iman Terhadap TakdirKepercayaan yang benar terhadap takdir Tuhan ini akan memberikan sublime (nilai hidup yang tinggi) bagi seorang yang mempercayai takdir Tuhan dengan sungguh-sungguh akan menerima keadaan dengan wajar dan bijaksana.

2. SyariahMenurut Ahmadi dan Salimi (2008: 237) mendefinisikan syariah adalah tata cara atau tentang prilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT.Adapun ruang lingkup syariah mencangkup peraturan-peraturan sebagai beerikut:a. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur, hubungan langsung dengan Allah SWT. Yang terdiri atas:1) Rukun islam: Mengucapkan sahdatain, mengerjakan shalat, zakat, puasa dan haji.2) Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun islamb. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan lainnya dalam hal tukar menukar harta, diantaranya: pinjam meminjam, sewa menyewa dan kerjasama dagang.c. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang denga orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah dan yang berhubungan dengannya), perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan pemeliharaan anak pergaulan suami dan istri serta hal-hal lain.d. Siyasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik) diantaranya: persaudaraan, musyawarah, toleransi, tanggung jawab dan lain-lain.e. Akhlak, yaitu mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya: syukur, sabar, tawadhu (rendah diri), pemaaf, tawakal, istiqomah berani dan berbuat baik kepada orang tua.Selain itu juga menurut Ramulyo (2004:9) syariat merupakan sasaran dari ilmu pengetahuan yang khusus disebut alfiqh.Lebih jauh Syafi'I (dalam Ramulyo, 2004: 8) berpendapat bahwa syariah merupakan peraturan-peraturan lahir dan bathin bagi umat islam yang bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan (deductions) yang dapat ditarik dari wahyu Allah, dan sebagainya.Peraturan-peraturan lahir itu mengenai cara bagimana manusia berhubungan dengan Allah dan sesama makhluk lainya.Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, syariah adalah tata cara atau peraturan-peraturan tentang perilaku hidup manusia secara lahir dan bathin yang menyangkut bagaimana cara manusia berhubungan dengan Allah dan dengan sesama makhluk lain untuk mencapai keridhoan Allah SWT

3. AkhlakSecara etimologi (arti bahasa) akhlak berasal dari kata khalaqa, yang kata asalnya berarti: perangkai, tabiat, adat, atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secar etimologi akhlak berarti perangkai, adat, tabiat, sistem prilaku yang baik.Akhlak sering juga disebut dengan moral, diartikan sebagai ajaran baik buruk perbuatan atau kelakuan. Menurut Nurdin (dalam Ariani, 2010 : 20) mengatakan bahwa akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di atas bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran islam dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijetihad (hukum islam).Menurut Ghazali (dalam Musthofa, 1999: 12) menjelaskan akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan terlebih dahulu.Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tingkah laku, budi pekerti yang melekat pada jiwa seseorang untuk melakukan suatu hal atau perbuatan.Hal-hal yang fundamental terkait dengan penelitian didalam akhlak adalah sebagai berikut:a. Akhlak Kepada Allah1) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembahnya sesuai dengan perintahnya. Seseorang muslim beribadah membuktikan ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah. Berakhlak kepada Allah dilakukan melalui media komunikasi yang telah disediakan, antara lain ibdah sholat.2) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati (Q.S.Ar-Ra'd:28).3) Berdoa kepada Allah, yaitu senantiasa merendahkan diri kepadanya, meminta dan memohon tentang segala sesuatu yang kita niatkan dan semata-mata berniat kepadaNya.4) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri kepada Allah SWT atas segala sesuatu yang dilakukan. Bahwasanay manusia hanya bisa berusaha dan Allah yang menentukan segalanya. Seperti Firman Allah dalam Q.S. Hud: 56." Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Rabb-ku dan Rabb-mu. Tidak ada sesuatu binatang melata pun melainkan dia-lah yang memegang ubun-ubunya."b. Akhlak kepada kedua orang TuaBerbuat baik kepada kedua orang tua, (birul waalidaini) merupakan akhlak yang paling mulia (mahmudah) sebab pada hakekatnya hanya kepada ayah dan ibulah yang paling banyak berjasa kepada anak-anaknya. Sehingga berbakti, mengabdi, dan menghormati kedua orang tua adalah merupakan kewajiban bagi semua anak.c. Akhlak dalam menerima ketentuan AllahAkhlak dalam menerima ketentuan Allah adalah salah satu bagian dari perilaku yang terpuji dan menduduki tempat yang utama dalam menentukan kesempurnaan pribadi. Karena segala yang terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi semua telah menjadi ketentuan Allah SWT, termasuk sifat baik dan buruk.d. Perasaan malu (Al-Haya)Rasa malu bagi orang mukmin merupakan basis nilai-nilai keutamaan dan menjadi dasar akhlak yang mulia (Akhlakul karimah). Sebab malu kepada Allah akan menjadi dasar timbulnya perasaan malu terhadap orang lain dan diri sendiri. Karena seorang mukmin yang malu kepada Allah tidak akan mendurhakainya dengan melanggar larangan atau melalikan perintahnya.

2.3.4.2 Religi Sebagai Sistem KebudayaanIstilah religi pada umumnya mengandung makna kecendruangan batin manusia untuk berhubungan dengan kekuatan alam semesta, dalam mencari nilai dan makna (Hadikusuma, 1993 :17-19). Kekuatan alam semesta itu dianggap suci, dikagumi, dihormati dan sekaligus ditakuti karena luar biasa sifatnya. Manusia percaya bahwa "yang suci" itu ada dan diluar kemampuan dan kekuasaannya, sehingga manusia meminta perlindunganNya dengan menjaga keseimbangan alam melalui berbagai upacara.Istilah religi di sini menunjukkanadanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan ghaib di luar kemampuanya, berdasarkan kepercayaan atau keyakinan mereka yang termanifestasikan ke dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu sistem gagasan, sistem tindakan dan artefak.Definisi Religi yang melihat sebagai suatu upaya simbolis dikemukakan oleh J. Van Ball (1971: 242). Religi adalah suatu sistem simbol-simbol yang dengan sarana tersebut manusia berkomunikasi dengan jagat rayanya. Uraian di atas membuktikan kompleksnya pengertian religi, namun pada prinsipnya religi harus memuat lima unsur yaitu :1. Adanya emosi2. Keyakinan3. Upacara4. Peralatan dan5. Pemeluk atau para penganutHal yang terakhir ini cukup penting karena suatu upacara atau tindakan simbolis tertentu seperti berdoa menandahkan tangan ke atas bukan hanya sekedar gerakan kinetik tanpa arti. Gerakan tangan tersebut sering kali merupakan gerakan simbolis yang sarat dengan makna. Demikian definisi tentang religi itu yakni definisi yang memeri memuat hal-hal keyakinan, upacara dan peralatan, sikap dan prilaku, alam pikiran dan perasaan di samping hal-hal yang menyangkut para penganutnya sendiri (Koentjaraningrat, 1974: 269-272).Ada Empat Fungsi religi yaitu:a. Membantu dan mendukung berlakunya nilai-nilai yang ada dan mendasr dari kebudayaan suatu masyarakat.b. Menyajikan berbagai penjelasan mengenai hakekat kehidupan manusia dan lingkungan serta ruang dan waktu.c. Religi memainkan peran yang besar bagi individu-individu karena religi menyajikan penjelasn dan bertindak sebagia kerangka sandaran bagi ketentraman dan penghiburan hati dalam keadaan kesukaran dan kekacoan yang dihadapi manusia.d. Religi mampu menyajikan berbagai faktor dan bidang kehidupan ke dalam suatu pengorganisasian yang menyeluruh, sehingga menciptakan rasa aman dan pencapaian tujuan kebenaran bersama.