aerowisata
DESCRIPTION
Dipresentasikan pada Seminar Nasional Transformasi Teknologi untuk Peningkatan Kualitas Hidup Manusia, diselenggarakan oleh Universitas Teknologi Yogyakarta pad tanggal 16 Desember 2006 dan dipublikasikan dalam bentuk Prosiding Seminar Nasional Teknologi III, ISBN No. 979-98964-3-6.TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN AEROWISATA DI YOGYAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN PESAWAT RINGAN
Mohammad Ardi Cahyono, As Syauwaluddin FikriTeknik Penerbangan, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto (STTA)
Jl. Janti Blok R Lanud Adisutjipto YogyakartaTelp (0274) 451262, 451263 fax. (0274) 451265
e-mail : [email protected], [email protected]
Abstraksi
Alam dan peninggalan budaya di Yogyakarta seperti pantai Parangtritis dan Samas, Gunung Merapi dan alam Kali Urang, Candi Borobudur dan Prambanan, serta Kraton
merupakan pemandangan yang sangat indah. Selama ini para wisatawan hanya dapat menikmatinya melalui pemandangan darat. Bagaimana ketika obyek wisata tersebut dinikmati dengan pemandangan angkasa sehingga wisatawan dapat menikmatinya
seolah-olah sedang terbang seperti burung? Tentunya sangat mengasyikkan. Apalagi pemandangan Gunung Merapi ketika melelehkan lava pijar tentunya akan banyak orang
penasaran dan ingin menikmatinya dari angkasa. Ini adalah peluang bisnis pariwisata yang sangat potensial.
Untuk memenuhi keinginan tersebut dapat digunakan pesawat kecil sejenis Cessna 152, Cessna 172, Yak-52, atau Super Decathlon. Pesawat dapat disediakan dengan cara sewa
atau memproduksi sendiri.
Dengan menyewa pesawat diperkirakan pendapatan daerah DIY akan meningkat sebesar 4,2%. Namun angka tersebut belum termasuk pembangunan bandara apabila dibutuhkan
bandara yang baru.
Kalau memproduksi pesawat sendiri keuntungan finansial agak lambat namun investasi teknologi sangat besar serta dapat membuka lapangan kerja baru. Dalam hal manufaktur,
pembuatan pesawat kecil tidak serumit pembuatan pesawat ukuran besar. Dari segi perijinan, dengan adanya kebijakan Otonomi Daerah (Otoda) tentunya segala perijinan
menjadi ringan.
Kata kunci : aerowisata, pesawat ringan, pesawat kecil, wisatawan, otonomi daerah
Dasar Pemikiran
Katon Bagaskara dalam lirik sebuah lagunya mengatakan bahwa Yogyakarta
adalah sebuah kota dengan “selaksa makna” karena setiap sudut kota dapat memberi arti
tersendiri bagi siapa saja yang berkunjung ke sana. Ini tidak mengherankan karena kota
ini memiliki predikat yang menyejarah antara lain sebagai kota pendidikan, kota
perjuangan, kota budaya, dan didukung oleh kondisi alamnya yang sangat indah dan asri.
Maka tidak heran kalau banyak seniman, budayawan, ilmuwan, dan pejuang lahir di kota
tersebut.
Dalam pembahasan ini penulis akan membahas masalah potensi wisata karena
Yogyakarta memiliki peninggalan budaya dan keindahan alam yang sangat potensial
sehingga apabila diberi sentuhan tertentu diharapkan akan lebih menarik minat para
wisatawan mancanegara maupun lokal.
Peninggalan budaya di Yogyakarta antara lain Kraton, Candi Borobudur dan
Prambanan, dan candi-candi yang lain sedangkan alam Yogyakarta yang sangat indah
antara lain Pantai Parangtritis dan Samas, Gunung Merapi, Kaliurang, dan lain
sebagainya. Potensi-potensi tersebut dapat dilihat pada peta di bawah ini.
Peta di atas menunjukkan bahwa Yogyakarta memiliki potensi wisata yang sangat
besar. Selama ini potensi-potensi tersebut dinikmati oleh para wisatawan dengan cara
berkunjung langsung ke tempat-tempat tersebut atau oleh penulis disebut pandangan
darat.
Pada makalah ini penulis mencoba menawarkan pandangan yang lain yaitu
pandangan angkasa yaitu obyek-obyek wisata tersebut dilihat dari angkasa sehingga
wisatawan dapat menikmati keindahan alam dan peninggalan budaya Yogyakarta seperti
burung yang sedang terbang di angkasa.
Misalnya ketika Candi Borobudur dilihat dengan pandangan angkasa akan terlihat
seperti gambar di bawah ini.
Pemandangan Candi Borobudur seperti yang terlihat di atas akan membuat
wisatawan menjadi takjub. Apabila wisatawan ingin melihat Borobudur dari dekat,
sebaiknya ada bandara kecil di dekat lokasi tersebut. Dengan adanya bandara kecil
memudahkan para wisatawan untuk berkunjung dari satu obyek wisata ke obyak yang
lain. Bandara kecil perlu dibangun di obyek-obyek wisata yang lain misalnya di dekat
Candi Prambanan dan Parangtritis. Ilustrasi sebuah bandara kecil dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Contoh berikutnya adalah gambar gunung Merapi ketika mengeluarkan lava pijar
seperti terlihat di bawah ini yang tentunya akan memberikan rasa takjub ketika wisatawan
mengamati langsung dari angkasa. Pemandangan seperti itu apabila diambil dari darat
akan sangat berbahaya karena sewaktu-waktu akan ada ancaman awan panas atau
“wedhus gembel” yang sangat berbahaya.
Untuk memenuhi keinginan tersebut dibutuhkan sebuah wahana yaitu pesawat
terbang. Dipilih pesawat ringan sekelas Cessna 172 dengan pertimbangan bahwa
pesawat jenis ini dapat terbang rendah dan cukup lincah sehingga dapat mengambil jarak
yang bagus dengan obyek wisata yang ingin dikunjungi.
Cessna 172
Untuk membawa wisatawan berkunjung ke obek wisata dapat digunakan pesawat
ringan jenis Cessna 172 seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.
Pesawat ini memiliki karakteristik umum sebagai berikut :
Harga 30.000 s.d. 60.000 USD
Harga produksi 12.000 s.d. 30.000 USD
Crew 1 orang
Kapasitas 3 penumpang
Panjang pesawat 8.28 m
Panjang sayap 11.0 m
Tinggi pesawat 2.72 m
Luas sayap 16.2 m²
Berat pesawat 743 kg
Berat maksimum 1,110 kg
ketika tinggal landas
Mesin 1 mesin, 160 hp pada
saat 2,400 rpm
Kapasitas bahan bakar 113,5 liter
Pemakaian bahan
bakar
22,7 liter/jam
Harga bahan bakar Rp 6.391/liter
Sedangkan unjuk kerja dari pesawat ini adalah sebagai berikut :
Kecepatan
maksimum
228 km/jam ketika terbang di
atas permukaan laut
Jangkauan
terbang
1.270 km pada saat 60%
power pada ketinggian 3.040
m
Laju tanjak 3.7 m/s
Analisis Biaya
Analisis biaya didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
Pendapatan DIY tahun 2006 seperti yang disampaikan Gubernur pada Rapat
Paripurna Dewan ke 35 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2005 direncanakan sebesar
Rp.723.082.812.044,95.
Jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Yogyakarta sebanyak 300.000/tahun,
50% dari jumlah tersebut berminat untuk menikmati wisata dirgantara. Sedangkan
wisatawan domestik yang ingin menikmati wisata dirgantara berjumlah 300.000/tahun.
Dengan demikian maka ada sekitar 1233 wisatawan per hari yang ingin menikmati
wisata dirgantara di DIY.
Apabila kita menawarkan paket terbang selama 15 menit, 30 menit, dan 1 jam
dengan biaya sebagai berikut :
Paket Terbang Biaya yang ditarik per orang
15 menit Rp150.000
30 menit Rp300.000
1 jam Rp600.000
Dan perkiraan jumlah peminat untuk masing-masing paket tersebut adalah sebagai
berikut :
Paket Terbang Perkiraan peminat
15 menit 50 %
30 menit 35 %
1 jam 15 %
Dengan menggunakan asumsi-asumsi di atas maka dapat dihitung pendapatan
kotor bisnis wisata dirgantara ini sebesar Rp332,876,712 per hari. Kalau diperkirakan
pendapatan bersih sekitar 25 % maka peningkatan pendapatan DIY akibat adanya bisnis
ini sekitar 4,2 %.
Penutup
Pengadaan pesawat terbang dapat dilakukan dengan cara sewa atau
memproduksi sendiri. Untuk memproduksi sendiri penulis belum bisa memperkirakan
biaya investasi pabrik yang harus dikeluarkan untuk itu sebab besar kecilnya pabrik
sangat relatif tergantung kebutuhan. Pada jaman sekarang pabrik pesawat sudah sangat
modern seperti terlihat di gambar di bawah ini :
Namun untuk skala kecil, pabrik pesawat dapat dirancang dalam skala kecil pula sehingga
mirip home industri.
Bandara kecil yang sudah dibangun dapat menjadi cikal-bakal transportasi udara
antar daerah atau antar kabupaten dengan menggunakan pesawat kecil kapasitas 13
sampai dengan 25 penumpang sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi
negara.
Daftar Referensi :
1. http://www.pemda-diy.go.id
2. http://jogja.com
3. http://www.yogyes.com
4. http://cessna.com
5. http://www.wingsforrent.com
6. http://www.chooseyouritem.com
7. http://www.micheloud.com
Riwayat Hidup Penulis
1. Mohammad Ardi Cahyono, lahir di Ngawi pada tanggal 18 Maret 1972.
Telah menyelesaikan Program Studi S-1 Jurusan Teknik Mesin ITS 1991-1997
Studi S-2 di Jurusan Teknik Penerbangan ITB 1998-2001.
Riwayat Pekerjaan :
1. 1998-2003 di PT.Dirgantara Indonesia
2. 2003-sekarang menjadi Dosen Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto (STTA)
Penelitian :
1. Model Following in Flight Simulator Pesawat Udara dengan Metode Linier Kuadratik,
Seminar Teknologi
2006 UII
2. Sistim Kontrol Suhu Ruangan Menggunakan Kontrol Analog, Biaya Kopertis DIY
2. As Syauwaluddin Fikri, lahir di Banda Aceh pada tanggal 8 Juni 1987.
Mahasiswa Jurusan Teknik Penerbangan STTA