adhi pradana . b nim:130200566

87
PELANGGARAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DI PERAIRAN NATUNA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh: Adhi Pradana . B NIM:130200566 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Adhi Pradana . B NIM:130200566

PELANGGARAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DI PERAIRAN

NATUNA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Adhi Pradana . B

NIM:130200566

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Adhi Pradana . B NIM:130200566

i

PELANGGARAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DI PERAIRAN NATUNA

DALAM PERSEPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL

SKRIPSI

Disusun untuk diajukan untuk melengkapi Persyaratan untuk meraih gelar sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ADHI PRADANA.B

130200566

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Adhi Pradana . B NIM:130200566

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga

makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan

banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan

memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga

makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,

Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar

menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman

kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu

kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul "Pelanggaran zona ekonomi

eksklusif di perairan Natuna oleh negara China dalam perspektif Hukum laut

internasional". Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan

makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

a) Pertama saya ingin bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberikan ide untuk mengangkat tema yang telah dipaparkan

dalam skripsi ini.

b) Prof.Dr.Suhaidi.S.H,M.Hum selaku Dosen pembimbing 1 yang telah memberi

masukan dan kritikan guna penyelesaian skripsi.

c) Bapak Arif S.H,M.Hum selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu

dan memberi masukan dan penyempurnaan skripsi.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Adhi Pradana . B NIM:130200566

iii

d) Kepada ketua Departemen Hukum Internasional pak Abdul Rahman

S.H,M,Hum yang telah menyetujui dan memilihkan judul yang sesuai.

e) Kepada Orang tua saya yang telah mendukung dan dan mengakomodir segala

kebutuhan yang diperlukan guna penyempurnaan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, kritik dan

saran sangat diharapkan demi kesempurnaan dalam pennyeleaian skripsi ini dan

dapat nantinya dapat dijadikan sebagai referensi untuk generasi,mendatang.Penulis

sadar bahwa karya ini tidak akan sempurna tanpa kritik dan saran dari semua para

pihak yang nantinya dapat membangun agar penulisan hukum ini menjadi sempurna

dan nantinya dapat bermanfaat dan membantu pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, 26 November 2017

Hormat Penulis

Adhi Pradana .B

130200566

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Adhi Pradana . B NIM:130200566

iv

PELANGGARAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DI PERAIRAN

NATUNA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL

ABSTRAK

Abdul Rahman S.H M.Hum *

Prof.Dr.Suhaidi S.H M.Hum **

Arif.S.H M.Hum ***

Wilayah Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara lain. Wilayah lautnya

dikelilingi oleh 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam,

Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini. Sementara itu, wilayah

daratnya berbatasan langsung dengan tiga negara, yaitu Malaysia, Timor Leste, dan

Papua Nugini sepanjang 2914,1 km, Disisi lain pemerintah China juga terlalu

percaya diri dengan pelanggaran yang dilakukannya atas wilayah Natuna.

Dimasukannya wilayah Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya China

memberikan masalah baru kepada Indonesia tidak lengkap untuk memahami

kebijakan maritim China saat ini bila tidak mencoba mengetahui apa yang disebut

“Nine-Dash Line”, karena hal ini sangat erat kaitannya dengan klaim teritorial

negara-negara lain yang terletak di kawasan Laut China Selatan. Penetapan

“sembilan garis terputus-putus” ini sebenarnya tidak dibuat oleh pemerintah China

yang sekarang, melainkan telah ada sejak tahun 1947, ketika pemerintahan

Koumintang berkuasa di daratan China.rumusan masalah antara lain:(1) Latar

belakang masalah pengaturan kawasan zona ekonomi eksklusif berdasarkan

UNCLOS 1982.(2) Pengamanan zona ekonomi eksklusif Indonesia. (3) Usaha

pengamanan zona ekonomi eksklusif dari Negara lain.

Dalam penulisan skripsi ini metode penelitian yang penulis gunakan adalah tipe

penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka (library

research) yang bersumber dari buku, jurnal, dokumen dan website yang

valid.Sedangkan untuk menganalisis data penulis menggunakan teknik analisis

kualitatif dengan teknik penulisan deduktif.Oleh dari karena itu Penulis memberikan

kesimpulan ;(1) Penetapan batas wilayah dan yurisdiksi negara merupakan hal yang

sangat penting dan strategis sekaligus sensitif, karena berkaitan dengan pengaturan

permasalahan kedaulatan (sovereignity) (2) ZEE dari negara lain juga dapat

diperkuat dengan kemampuan diplomasi dan mengisolasi ancaman dari negara lain

menggunakan kuasa ekonomi untuk melakukan atau memaksa kerja sama

,menjaga angkatan bersenjata .Saran dari penulis, Indonesia harus meninjau kembali

garis-garis pangkal laut wilayah dan menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan

dalam konvensi, baik dengan ketentuan-ketentuan dalam laut.

* Pembimbing I

** Pembimbing II

*** Mahasiswa Universitas Sumtara Utara

Kata Kunci ; Zona Ekonomi Eksklusif,Hukum Laut Internasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Adhi Pradana . B NIM:130200566

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii

ABSTRAK………………………………………………………………...………iv

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…..v

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............…………………………………………………………1

B. Rumusan Masalah............................................……………………………….....5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan..............................................................................5

D. Keaslian Penulisan ……………………………………………………………....6

E. Tinjauan Kepustakan………………………………………………………….....7

F. Metodologi Penulisan…………………………………………………………..12

G. Sistematika Penulisan…………………………………………………………..14

BAB II: PENGATURAN KAWASAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BERDASARKAN UNCLOS 1982

A. Defenisi Zona Ekonomi Eksklusif………………………………….………....17

B. Dasar Hukum yang Menetapkan Kebijakan Zona Ekonomi

Eksklusif..……………………………………………………………………..34

C. UNCLOS dan Hukum yang Berkaitan Mengatasi Masalah Pelanggaran yang Ada

di perairan ZEE …………………………......…………………………...46

BAB III : PENGAMANAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA A. Masalah yang Berkaitan dengan “Traditional Fishing

Zone”………………………………………………………………….………50

B. Dampak Kasus Pelanggaran ZEE Terhadap Peraturan Hukum Laut

Internasional……………………..…………………………..………...………55

C. Dampaknya pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif…………..………..…….58

BAB IV: USAHA PENGAMANAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

INDONESIA DARI NEGARA LAIN

A. Langkah Diplomatik dengan Cara “Preventif Diplomacy……………………63

B. Mempertahankan ZEE dengan Konsep “Detterence” atau Penangkapan Guna

Memberi Dampak Psikologis bagi Negara Lain….…………………………..69

C. Implementasi Undang-Undang Hukum Laut Internasional Secara Tegas

Mengenai Wilayah ZEE…………………………..…………………......……73

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….78

B. Saran…………………………………………………………………….……...79

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..…………….80

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Adhi Pradana . B NIM:130200566

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah Indonesia sendiri berbatasan dengan sejumlah negara lain. Wilayah

lautnya dikelilingi oleh 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand,

Vietnam, Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini. Sementara

itu, wilayah daratnya berbatasan langsung dengan tiga negara, yaitu Malaysia,

Timor Leste, dan Papua Nugini sepanjang 2914,1 km. Wilayah perbatasan laut

dan darat tersebut tersebar ke 38 kabupaten/ kota di 12 provinsi. Panjangnya garis

perbatasan dengan 10 negara tetangga ini di satu sisi dapat menjadi potensi bagi

kerja sama antarnegara, tetapi di sisi lain dapat menjadi ancaman kedaulatan dan

keamanan negara.1

Salah satu bentuk potensi yang dapat berubah menjadi existential threat

adalah masih terdapatnya sejumlah segmen perbatasan yang belum selesai dibahas

dan disepakati dengan negara tetangga. Ancaman tersebut dapat berupa agresi,

pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror

bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal.2

Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada negara

yang rela kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah perbatasan tidak

didiamkan. Masalah perbatasan berpotensi besar menimbulkan konflik. Hal ini

sebisa mungkin harus dihilangkan dengan menyelesaikan sengketa perbatasan.

1 Tirtamulia, Tjondro “Zona-Zona laut UNCLOS”, Bandung, PT. Brilian internasional, 2011 hal 17-23 2 Agoes, Etty R. Konsepsi “Economic Zone” Di Dalam Hukum Laut Internasional. Padjadjaran No. 4/1976 dan N0. 1/1977, hal 89-100

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Adhi Pradana . B NIM:130200566

2

Hilangnya sengketa perbatasan membuat kedaulatan lebih terjamin. Bagaimana

menyelesaikannya? Dibutuhkan upaya terkoordinasi dengan mekanisme lebih

sederhana dan bisa diterima semua pihak. Tanpa ini, penyelesaian masalah

perbatasan sering butuh waktu lama.3

Dengan dianggap pentingnya masalah perbatasan wilayah menjadikan

organisasi internasional membahasnya menjadi agenda bersama dan memberikan

solusi penyelesaian kasus perbatasan ini yakni ASEAN. Namun, dokumen-

dokumen ASEAN hanya sedikit menyinggung solusi soal sengketa wilayah. Ini

menegaskan jalan menuju komunitas ASEAN masih jauh. Di sisi lain, sebuah

komunitas membutuhkan ”pengorbanan” setiap anggota dengan ”membagi”

sebagian wilayah untuk dilebur ke dalam suatu nilai-nilai bersama. Namun, ada

pertanda baik. ASEAN sudah mulai menyerap unsur-unsur kedaulatan itu menjadi

suatu nilai bersama. Kemajuan lain, prinsip non- interferensi (tidak boleh campur

tangan) mulai ditembus. Akan tetapi, ada keengganan menyentuh lebih dalam

masalah sengketa perbatasan. Ini mengindikasikan masih besarnya resistensi

untuk melonggarkan urusan kedaulatan.4

Dalam kasus pelanggaran wilayah pulau Natuna yang secara sepihak oleh

pemerintah China mengindikasikan bahwa kekuatan dan pertahanan nasional

dalam hal kedaulatan Negara masih memiliki kekurangan dan celah yang bisa

dimanfaatkan oleh Negara lain. Disisi lain pemerintah China juga terlalu percaya

diri dengan pelanggaran yang dilakukannya atas wilayah Natuna. Dimasukannya

wilayah Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya China memberikan masalah

3 Ibid

4 ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Adhi Pradana . B NIM:130200566

3

baru kepada Indonesia meskipun kasus ini sudah lama bergulit. Kasus ini semakin

membuat pemerintah Indonesia geram yakni dengan adanya kapal China yang

berlabuh dan memasuki wilayah laut Indonesia tanpa izin. Serta beberapa kasus

pencurian ikan yang dilakukan Negara ini diatas perairan wilayah

Indonesia.Kasus yang berawal pada tahun 2009 ini menurut versi China, mereka

memasukan wilayah Natuna kedalam peta wilayah mereka didasarkan pada

sembilan titik garis/ nine dash line yang selama ini diklaim Tiongkok dan

menandakan perbatasan maritimnya. Namun dari Sembilan titik garis ini

Indonesia tidak mengakuinya karena menurut Indonesia hal itu tidak memiliki

dasar hukum internasional apapun.5 Sembilan titik imaginer itu sendiri merupakan

salah satu penyebab munculnya konflik di wilayah Laut China Selatan. Klaim ini

memancing emosi sejumlah negara yang turut mengklaim memiliki hak di

wilayah yang jadi jalur perdagangan dunia itu. Usut punya usut, klaim yang

membuat repot enam negara ini dipicu kebijakan pemerintahan Partai

Kuomintang (kini berkuasa di Taiwan). Mazhab politik Kuomintang menafsirkan

wilayah China mencapai 90 persen Laut China Selatan.6

Adalah tidak lengkap untuk memahami kebijakan maritim China saat ini

bila tidak mencoba mengetahui apa yang disebut “Nine-Dash Line”, karena hal ini

sangat erat kaitannya dengan klaim teritorial negara-negara lain yang terletak di

kawasan Laut China Selatan. Penetapan “sembilan garis terputus-putus” ini

sebenarnya tidak dibuat oleh pemerintah China yang sekarang, melainkan telah

ada sejak tahun 1947, ketika pemerintahan Koumintang berkuasa di daratan China

5 Subagyo, P. Joko “Hukum Laut Indonesia”, Jakarta , PT. Rineka cipta, 2005 hal 76-90 6 Hasibuan, Rosmi.. Kaitan Permasalahan Rejim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Dan Lintas Kontinen Dalam Konvensi Hukum Laut,Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1982,hal 66

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Adhi Pradana . B NIM:130200566

4

yang mengklaim wilayah teritorial yang mencakup hampir seluruh kawasan Laut

China Selatan. Ketika itu klaim ini pada dasarnya tidak ada pertimbangan politik

dan strategik tertentu karena rezim yang berkuasa pada saat itu sibuk membenahi

keadaan paska pendudukan Jepang dan dan juga sesudah itu terlibat dalam perang

saudara dengan rezim komunis. Sepeninggal Jepang, pemerintah Koumintang

segera menerbitkan peta yang berisi 11 garis terputus, sebagai klaim teritorial

yang kenyataannya berlokasi jauh dari daratan China mencakup seluruh perairan

Laut China Selatan.7

Sekalipun peta ini tidak memuat secara spesifik dan akurat mengenai batas-

batasnya, peta ini pun diadopsi oleh pemerintahan komunis yang mengambil alih

kekuasaan dan mendirikan negara People’s Republic of China (PRC) sejak tahun

1949. Sejak saat itu peta ini dijadikan dasar klaim teritorial dan kebijakan politik

pemerintahan Beijing sampai pada era sekarang ini. Suatu perubahan dilakukan

pada tahun 1953, yaitu China menghapus dua garis sehingga tinggal sembilan,

kemungkinan dijadikan sebagai salah satu cara untuk menghindari atau

meredakan ketegangan dengan Vietnam sebagai negara tetangga dekat pada waktu

itu.8

Luas wilayah yang termasuk dalam batas sembilan garis terputus itu

mencapai 3,5 juta kilometer persegi, meliputi 90 persen luas keseluruhan Laut

China Selatan. Peta laut baru China pada awal diterbitkan, tidak mendapatkan

penentangan ataupun protes dari negara-negara sekawasan/ berbatasan, karena

negara-negara tersebut sebahagian besar sedang sibuk berjuang untuk

7 S.K Wahyono, Indonesia Negara Maritim, Yayasan Penerbit Nusantara, Jakarta, 2007.hal 30 8 N.H.T. Siahaan dan H. Suhendi, Hukum Laut Nasional, Djambatan, Jakarta,1989.hal 66-81

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Adhi Pradana . B NIM:130200566

5

kemerdekaan nasionalnya dari penjajah. Beijing menganggap sikap diam dari

negara-negara tetangga dan bahkan komunitas maritim internasional, sebagai

suatu pengakuan dan untuk mengimbanginya Beijing pun bersikap diam agar

tidak menimbulkan penentangan dari manapun.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan

mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Negara China di perairan pulau

Natuna tersebut dengan mengangkat judul “Pelanggaran Zona Ekonomi

Eksklusif di Perairan Natuna oleh Negara China dalam Perspektif Hukum

Laut Internasional.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan

masalah penelitian, yaitu:

1. Pengaturan kawasan Zona Ekonomi Eksklusif berdasarkan UNCLOS 1982.

2. Penegakan hukum terkait pelanggaran di sekitar Zona Ekonomi Eksklusif di

Indonesia.

3. Usaha pengamanan zona ekonomi eksklusif Indonesia dar Negara lain.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam

penulisan skripsi sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Adhi Pradana . B NIM:130200566

6

1. Untuk mengetahui dan mengerti apa yang jadi kebijakan di daerah lautan

perairan di Indonesia dan sekitarnya.

2. Untuk mengetahui bagaimana UNCLOS dan hukum yang berkaitan akan

mengatasi masalah pelanggaran yang ada di perairan Natuna.

3. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap negara yang

melanggar perairan Laut Indonesia khsusnya Perairan Pulau Natuna

menurut perspektif Hukum Laut Internasional.

2. Manfaat Penulisan

Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat

yang diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisannya. Manfaat secara

umum yang dapat diambil dari penulisan ini terdiri dari manfaat yang bersifat

teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dan penulisan skripsi ini adalah untuk menambah

pengetahuan dan mendalami dan mempelajari hukum internasional

khusunya hukum laut internasional serta dapat bermanfaat untuk

memperluas wawasan mengenai wilayah perairan dan kepulauan dan

bagaimana jika terjadi suatu pelanggaran oleh negara lain jika oleh negara

asing menurut Hukum Internasional.9

9 Tedjo Edhy Purdijanto, Mengawal Perbatasan Negara Maritim, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.hal 88

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Adhi Pradana . B NIM:130200566

7

b. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penulisan skripsi ini adalah menjadi

acuan dalam kerangka berfikir bagi upaya dan penyelesaian di Wilayah

Laut Natuna.

D. Keaslian Penulisan

Judul skripsi ini adalah “Pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif di Perairan

Natuna oleh Negara China dalam perspektif Hukum Laut Internasional”.

Penelitian ini difokuskan pada cara penegakan hukum yang paling tepat atas

pelanggaran yang diakukan oleh Negara China di Wilayah Zona Ekonomi

Ekslusif Indonesia di Perairan Pulau Natuna yang dikaji menurut Hukum Laut

Internasional.Skripsi ini ditulis berdasarkan ide, gagasan, serta pemikiran Penulis

dengan menggunakan berbagai referensi10

, sehingga bukan hasil dari

penggandaan karya tulis orang lain dan oleh karena itu keaslian dari skripsi dapat

dipertanggungjawabkan. Penulisan skripsi ini juga diperoleh dari buku-

buku,jurnal ilmiah, media cetak, media elektronik. Dan jika ada suatu persamaan

maka itu hanya digunakan sebagai suatu referensi dan penunjang yang penulis

perlukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.11

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif

Dalam UNCLOS (UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW

OF THE SEA) Zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di luar dan

berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang

10 Hasibuan, Rosmi.. Kaitan Permasalahan Rejim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Dan Lintas Kontinen Dalam Konvensi Hukum Laut,Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1982 11

Solihin, Akhmad.. Menantikan UU Batas Wilayah,Jakarta,Raja Grafindo Persada, 2005,hal 77

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Adhi Pradana . B NIM:130200566

8

ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi Negara pantai

dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain, diatur oleh ketentuan-

ketentuan yang relevan Konvensi ini.

Hak berdaulat Indonesia, lanjutnya, ada pada Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) dan Landas Kontinen. ZEE adalah kawasan yang berjarak 200 mil dari

pulau terluar. Di kawasan ZEE ini, Indonesia berhak untuk memanfaatkan segala

potensi sumber daya alam yang ada, termasuk ikan.

Adapun landasan kontinen merupakan wilayah dasar laut dan juga tanah di

bawahnya yang bersambungan dengan pantai di luar laut teritorial hingga k

Kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang kedalaman kolom air laut di

atasnya masih memungkinkan untuk dieksplorasi dan dieksploitasi.12

2. Hak-hak dan kewajiban Negara lain di zona ekonomi eksklusif

Di dalam ketentuan UNCLOS 1982 telah dibahas dalam pasal 58

mengenai hak dan kewajiban negara lain dalammelakukan kegiatan di wilayah

Zona Ekonomi Eksklusif sebagai berikut :

a. Di zona ekonomi eksklusif, semua Negara, baik Negara berpantai atau tak

berpantai, menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan Konvensi ini,

kebebasan kebebasan pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan meletakkan

kabel dan pipa bawah laut yang disebut dalam pasal 87 dan penggunaan laut lain

yang sah menurut hukum internasional yang bertalian dengan kebebasan-

kebebasan ini, seperti penggunaan laut yang berkaitan dengan pengoperasian

12

Diantha, I Made Pasek, Zona Eksklusif Indonesia , PT.Mandar Maju ,jakarta, 2016,hal 67

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Adhi Pradana . B NIM:130200566

9

kapal, pesawat udara, dan kabel serta pipa di bawah laut, dan sejalan dengan

ketentuan-ketentuan lain Konvensi ini.

b. Pasal 88 sampai 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang berlaku

diterapkan bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan Bab

ini.

c. Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi

ini di zona ekonomi eksklusif, Negaranegara harus memperhatikan sebagaimana

mestinya hak-hak dan kewajiban Negara pantai dan harus mentaati peraturan

perundang-undangan yang ditetapkan oleh Negara pantai sesuai dengan ketentuan

Konvensi ini dan peraturan hukum internsional lainnya sepanjang ketentuan

tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan bab ini.13

3. Delimitasi dari Zona Ekonomi Eksklusif

a. Batas Luar

Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut teritorial. Zona batas luas tidak

boleh melebihi kelautan 200 mil laut dari garis dasar dimana luas pantai teritorial

telah ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil laut

adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang

menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat

mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan

memilih mengurangi wilayahnya ZEE kurang dari 200 mil laut, karena kehadiran

wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil

laut menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan sejarah

13

Parthiana, I Wayan, “Pengantar Hukum Indonesia”, PT.Mandar Maju, 2003,hal 89

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Adhi Pradana . B NIM:130200566

10

dan politik: 200 mil laut tidak memiliki geografis umum, ekologis, dan biologis

nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak diklaim oleh negara pantai

adalah 200 mil laut, diklaim negara-negara Amerika Latin dan Afrika. Lalu untuk

mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur yang

paling banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap mengapa batas 200 mil

laut dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof. Hollick, figur 200

mil laut dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara Chili.

Awalnya negara Chili mengaku termotivasi pada keinginan untuk melindungi

operasi paus lepas pantainya. Industri paus hanya menginginkan zona seluas 50

mil laut, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan. Dan contoh yang

paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona diadopsi dari Deklarasi

Panama 1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200

mil laut, padahal faktanya luasnya beraneka ragam dan tidak lebih dari 300 mil

laut.

b. Batasan

Dalam banyak wilayah negara banyak yang tidak bisa mengklaim 200 mil

laut penuh, karena kehadiran negara tetangga, dan itu menjadikan perlu

menetapkan batasan ZEE dari negara-negara tetangga, pembatasan ini diatur

dalam hukum laut internasional.

c. Pulau-Pulau

Pada dasarnya semua teritori pulau bisa menjadi ZEE. Namun, ada 3 kualifikasi

yang harus dibuat untuk pernyataan ini. Pertama, walau pulau-pulau normalnya

bisa menjadi ZEE, artikel 121(3) dari Konvensi Hukum Laut mengatakan bahwa,

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Adhi Pradana . B NIM:130200566

11

" batu-batu yang tidak dapat membawa keuntungan dalam kehidupan manusia

atau kehidupan ekonomi mereka, tidak boleh menjadi ZEE."

d. Wilayah yang tidak berdiri sendiri.

Kualifikasi kedua berkaitan dengan wilayah yang tidak meraih baik

kemerdekaan sendiri atau pemerintahan mandiri lain yang statusnya dikenal PBB,

dan pada wilayah yang berada dalam dominasi kolonial. Resolusi III, diadopsi

oleh UNCLOS III pada saat yang sama pada teks Konvensi, menyatakan bahwa

dalam kasus tersebut ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban

berdasarkan Konvensi harus diimplementasikan untuk keuntungan masyarakat

wilayah tersebut, dengan pandangan untuk mempromosikan keamanan dan

perkembangan mereka.

4. Batas luar dan lebarnya zona ekonomi eksklusif

Angka yang dikemukakan mengenai lebarnya zona ekonomi eksklusif

adalah 200 mil atau 370,4 km. kelihatannya angka ini tidak menimbulkan

kesukaran dan dapat diterima oleh negara-negara berkembang dan negara-negara

maju.semenjak dikemukakannya gagasan zona ekonomi, angka 200 mil dari garis

pangkal sudah menjadi pegangan.sekiranya lebar laut wilayah 12 mil sudah

diterima, seperti kenyataannya sekarang ini, sebenarnya lebar zona ekonomi

eksklusif adalah 200-12 = 188 mil. Sebagaimana telah dikemukakan hak-hak

negara pantai atas kedua laut tersebut berbeda yaitu kedaulatan penuh atas laut

wilayah(teritorial) dan hak-hak berdaulat atas zona ekonomi untuk tujuan

eksploitasi sumber kekayaan yang terdapat di daerah laut tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Adhi Pradana . B NIM:130200566

12

Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial.Zona batas luas tidak

boleh melebihi kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai territorial

telah ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil

adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang

menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat

mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan

memilih mengurangi wilayah ZEEnya kurang dari 200 mil, karena kehadiran

wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil

menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan sejarah dan

politik : 200 mil tidak memiliki geographis umum, ekologis dan biologis nyata.

Pada awal UNCLOS zona yang paling14

banyak di klaim oleh negara pantai

adalah 200 mil, diklaim negara-negara amerika latin dan Afrika. Lalu untuk

mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur yang

paling banyak mewakili klaim yang telah ada.Tetapi tetap mengapa batas 200 mil

dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof. Hollick, figure 200 mil

dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara Chili. Awalnya negara

Chili mengaku termotifasi pada keinginan untuk melindungi operasi paus lepas

pantainya.Industri paus hanya menginginkan zona seluas 50 mil, tapi disarankan

bahwa sebuah contoh diperlukan.Dan contoh yang paling menjanjikan muncul

dalam perlindungan zona adalah diadopsi dari Deklarasi Panama 1939.Zona ini

telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200 mil, padahal faktanya

luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil.15

14 http://indonesiadalamsejarah.blogspot.co.id 15

N.H.T. Siahaan dan H. Suhendi, Hukum Laut Nasional, Djambatan, Jakarta,1989.hal 134

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Adhi Pradana . B NIM:130200566

13

F. Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan

yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukan analisa hukum atasperaturan

perundang-undangan dan keputusan hakim dan penulisan ini pendekatan yuridis

normatif digunakan untuk meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang

mengatur tentang wilayah perairan suatu negara di wilayah laut dan upaya

bagaimana penyelesaian sebagimana yang terdapat dalam perspektif Hukum Laut

Internasional.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu metode

penelitian yang menggambarkan semua data yang kemudian dianalisis dan

diibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan selanjutnya

mencoba memberikan pemecahan masalahnya.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis nmenggunakan sumber-sumber data sebagai

berikut:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang

merupakan lamdasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan Hukum

Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Piagam PBB 1945, Konvensi

Hukum Laut 1982, UNCLOS 1982

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang dan memberi

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku , jurnal ilmiah dan

pendapat para ahli hukum internasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Adhi Pradana . B NIM:130200566

14

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus hukum,

ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang

terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka pustaka yang dicari

harus relevan dan mutakhir.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode library research

(penelitian kepustakaan) yakni dengan melakukan penelitian dari berbagai

sumber bacaan seperti buku-buku, majalah, pendapat para sarjana dan juga bahan

kuliah maupum bacaan lainnya yang berhubungan dengan peulisan skripsi ini,

adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi, anatara lain

berasal dari buku milik pribadi dan pinjaman dari perpustakaan, serta artikel yang

diambil dari media cetak maupun media elektronik dan dokumen-dokumen

pemmerintah, termasuk peraturan perundang-undangan .Tahap-tahap

pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:

a. Melakukan inventirasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang

relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan lewat artikel media cetak dan elektronik,

serta peraturan perundangan .

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan twersebut untuk menyelesaikan masalah

yang jadi objek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Adhi Pradana . B NIM:130200566

15

4. Teknik Analisis Data

Data yang terdapat dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Aanalisis

data kualitatif adalah proses kegiatann yang meliputi, mencatat,

mengorganisasikan, mengelompokkan, dan mentesiskan data selanjutya dan

memaknai setiap setiap kategori data, mencari, dan menemukan pola, hubungan –

hubungan , dan memaparkan temuan-temuan dalam bentuk deskriptif naratif.

G. Sistematika Penulisan

Penulis dalam memudahkan penyusuna dan pemahaman skripsi ini ,

membuat suatu sistematika penulisan ini secara teratur dan berbagai hal dan

bagian yanng semunya punya hubungan satu denngan lainnya. Sistematika

penulisan tersebut dibagi dalam penulisan tersebut dibagi dalam beberapa bab dan

dianntara bab-bab ini terdiri atas sub-sub bab. Skripsi ini dirancang dengan tujuan

agar terhindar dari kesimpangsiuran sehingga tak terjadi tumppang tindih anntar

satu bab lainnya sehingga disususn sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Merupakan kerangka yang terdiiri dari latar belakang penulisan,

perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penulisan, keaslian

penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan (jenis penelitian,

sumber data, metode pengumpulan data, analisis data), sistematika

penulisan.

BAB II Pengaturan kawasan Zona Ekonomi Eksklusif Dalam

UNCLOS 1982

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Adhi Pradana . B NIM:130200566

16

Dalam BAB II ini berisi mengenai penegakan hukum atas eksploitasi

sumber dalamya negara Indonesia oleh negara lain bagaimana

tanggung jawab hukumnya baik Negara Indonesia dan dan Negara

China.bab ini akan menjelaskan kebijakan dan peraturan yang telah

dikeluarkan dan upaya yang dilakukan untuk menutaskan pelanggaran

ini.

BAB III Pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Dalam bab ini yang akan dibahas adalah masalah hukum yang

berkaitan dengan “Tradisional fishing zone” dan dampak kasus

pelanggaran perairan Natuna terhadap peraturan Hukum Laut

Indonesia dan juga dampkanya pada pertahanan wilayah perairan

Indonesia.

BAB IV Usaha Pengamanan Zona ekomomi eksklusif Indonesia Dari

Negara Lain

Dalam bab ini akan dibahas bagaimana cara langkah diplomatis yang

tepat untuk menanggulangi dan mempertahankan perairan Indoonesia

dan implementasi secara tegas Undang-Undang Hukum Laut tentanng

wilayah negara pantai

BAB V Penutup

Dalam bab ini akan adalah kumpulan intisari dari bab yang

sebelumnya dan di simpulkan menjadi suatu rangkuman singkat, dan

juga sebagian saran dari Penulis.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Adhi Pradana . B NIM:130200566

17

BAB II

PENGATURAN KAWASAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BERDASARKAN UNCLOS 1982

A. Definisi Zona Ekonomi Eksklusif

Secara umum dapat didefinisikan tentang apa yang dimaksud dengan Zona

Ekonomi Eksklusif yaitu “Bagian perairan laut yang terletak di luar dan

berbatasan dengan laut teritorial selebar 200(dua ratus mill) laut diukur dari

garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur.”16

Dan definisi umum ini dapat ditarik beberapa prinsip dasar dari Zona

Ekonomi Eksklusif ini,yaitu:

a) Letak zona ekonomi eksklusif ini secara geografis adalah di luar laut

teritorial. Dengan demikian,zona ekonomi eksklusif bukanlah bagian dari

laut teritorialkarena letaknya yang diluar laut teritorial.

b) Letaknya yang secara geografis di luar laut teritorial bukanlah berjauhan

dengan laut teritorial, melainkan berdampingan dengan laut teritorial, ini

berarti keduanya dibedakan oleh suatu garis batas. Garis batas ini ditinjau

dari laut teritorial yang merupakan garis atau batas luar (outer limit) dari

laut teritorial itu sendiri.17

c) Lebar dari zona ekonomi eksklusif tersebut adalah 200 mill laut. Sesuai

dengan yang telah disepakati dari negara-negara peserta dalam Konferensi

16 . Wayan Parthiana,Hukum laut internasioanal dan Hukum Laut Indonesia (Bandung:yrama Widya,2014), hlm.143 17 Ibid, hlm.144

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Adhi Pradana . B NIM:130200566

18

Hukum Laut PBB (1973-1982) yang berhasil diccapai melalui

perundingan yang cukup lama.

d) Pengukuran mengenai lebar 200 mill laut tersebut dilakukan dari garis

pangkal. Garis pangkal yang dimaksudkan adalah. Garis pangkal darimana

lebar laut teritorial diukur. Garis pangkal itu bisa berupa. Garis pangkal

normal,garis pangkal lurus dari ujung ke ujung, ataupun garis pangkal

kepulauan (bagi negara kepulauan)

e) Oleh karena itu baik laut teritorial maupun zona ekonomi eksklusif sama-

sama diukur dari garis pangkal, maka praktis lebar dari zona ekonomi

eksklusif adalah (200-12) mil laut, yakni sebesar 118 mill laut hal ini

disebabkan karena laut sebesar 12 mill laut dari garis pangkal sudah

merupakan laut teritorial yang merupakan wilayah negara pantai dan

tunduk pada kedaulatan negara pantai itu sendiri.

f) Zona Ekonomi Eksklusif dengan demikian bukanlah merupakan bagian

wilayah negara pantai dan, oleh karena itu, tidak tunduk pada kedaulatan

negara pantai. Negara pantai hanya memiliki hak-hak berdaulat dan

yuridiksi yang sifatnya eksklusif pada zona ekonomi eksklusifnya.

Mengapa dinamakan zona ekonomi eksklusif? Klaim-klaim sepihak yang

menjadikan lahirnya hukum yang bernama zona ekonomi eksklusif ini sebenarnya

dilatarbelakangi oleh motif, maksud dan tujuan ekonomi, bukan kedaulatan .

klaim-klaim yang berupa perluasan keedaulatan adalah klaim-klaim mengenai

pelebaran laut teritorial, motif, dan maksud tujuan ekonomi atas sumber daya

alam hayatinya, seperti ikan dan mahluk hidup lainnya maupun sumber daya non-

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Adhi Pradana . B NIM:130200566

19

hayati seperti gelombang laut,18

arus air laut,dan angin yang dapat dimanfaatkan

menjadi energi terbarukan. Semua sumber daya alam ini sangat penting artinya

bagi pembangunan negara-negara pantai yang bersangkutan. Sedangkan aspek

eksklusifnya adalah pada hak dan yuridiksi atas zona tersebut secara khusus atau

eksklusif diberikan kepada negara pantai yang bersangkutan, bukan kepada negara

atau subyek hukum lainnya.

Pasal 55 konvensi menegaskan bahwa zona ekonomi eksklusif sebagai

daerah perairan (laut) yang terletak diluar dan berdampingan dengan laut

teritorial, tunduk pada rezim hukum khusus. Yang ditetapkan dalam bab ini

berdasarkan mana hak-hak dan yuridiksi negara pantai. Hak – hak, serta

kebebasan-kebebasan negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan

dari konvensi ini. Rezim hukum khusus.ini tampak dalam kekhususan dari hukum

yang berlaku di pada zona ekonomi eksklusif tersebut sebagi suatu keterpaduan

yang meliputi:

a. Hak-hak berdaulat,yuridiksi ,dan kewajiban negara pantai.

b. Hak-hak serta kebebasan daru negara-negara lain;

c. Kebebasan-kebebasan laut lepas; dan

d. Kaidah-kaidah hukum internasional sebagaimana ditentukan dalam konvensi.

Pasal 6 ayat 1 huruf (a) konvensi menegaskan bahwa pada zona ekonomi

eksklusifnya, negara pantai memiliki hak-hak berdaulat (sovereign rights) untuk

keperluan:

18 Ibid., hlm.145

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Adhi Pradana . B NIM:130200566

20

a) Pengeksplorasian dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan atas sumber

daya alam, baik hayati maupun non-hayati.

b) Kegiatan lain untk keperluan eksplorasi dan eksploitasi untuk tujuan

ekonomi dari zona ekonomi eksklusif tersebut, seperti memproduksi energi

dari air laut, arus laut, dan angin.

Semua hak dan kegiatan yang berupa eksplorasi dan eksploitasi dan

berbagai kegiatan lainnya dilakukan pada perairan yang dinamakan zona ekonomi

eksklusif. Selanjutnnya pasal 56 ayat 1 huruf (b) mengatur tentang yuridiksi yang

diberikan kepada negara pantai pada zona ekonomi eksklusifnya, yuridiksi

tersebut berkenaan dengan:

a) Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi, dan bangunan

b) Penelitian ilmiah kelautan

c) Perindungan dan pelestarian daya laut.

Selain itu negara pantai juga diberi yurisdiksi untuk melakukan penelitian

ilmiah kelautan pada zona ekonomi eksklusif, apakah penelitian dengan senjata

modern juga termasuk dalam hal penelitian, konvensi sama sekali tidak ada

menjelaskan, ini berarti ruang lingkup dari ccakupan dari kegiatan penelitian

ilmiah tersebut diserahkan sepenuhya kepada negara pantai itu masing-masing.

Pasal 38 ayat 1 statuta mahkamah internasional menetapkan bahwa sumber

hukum internasional yang dipakai oleh mahkamah dalam mengadili perkara-

perkara adalah:

a) Perjanjian internasional (international conventions), baik yang berupa

umum maupun khusus;

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Adhi Pradana . B NIM:130200566

21

b) Kebiasaan internasional (international custom);

c) Prinsip-prinsip umum hukum (general principles of law) yang diakui

oleh Negara-negara beradab;

d) Keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang

telah diakui kepakarannya (teaching of the most highly qualified

publicists) merupakan sumber tambahan hukum internasional.

Penetapan, Penyesuaian atau Perubahan Peraturan Perundang-Undangan

Nasional.

Indonesia merupakan negara yang cukup awal dalam meratifikasi

UNCLOS 1982 dengan mengundangkan Undang-undang No. 17 tahun 1985

pada tanggal 31 Desember 1985. UNCLOS 1982 sangat penting karena telah

memberikan landasan hukum internasional bagi kedudukan Indonesia sebagai

suatu negara kepulauan. Wawasan Nusantara yang dideklarasikan pada tahun

1957 pada akhirnya diakui oleh masyarakat internasional, dan dimasukkan ke

dalam Bab IV UNCLOS 1982. Sebagai negara yang telah meratifikasinya,

Indonesia berkewajiban untuk segera melakukan tindak lanjut dengan

mengimplementasikan ketentuan-ketentuan hukum internasional tersebut ke

dalam peraturan perundang-undangan nasional. Dua hal yang penting yang

berkaitan dengan wilayah kedaulatan dan yurisdiksi negara di laut adalah

Penetapan Batas-Batas Terluar dari Berbagai Zona Maritim yang Berada di

Bawah Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara Untuk itu pada tanggal 8 Agustus

1996, Pemerintah menetapkan Undang-undang No. 6 tahun 1996 tentang

Perairan Indonesia untuk menggantikan Perpu No. 4 tahun 1960. Melalui

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Adhi Pradana . B NIM:130200566

22

Undang-undang tersebut untuk pertama kalinya Indonesia menetapkan

dirinya sebagai suatu negara kepulauan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal

2 Undang-undangini. Lebih jauh Undang-undang ini juga telah menempatkan

bagian penting dari Deklarasi Djuanda 1957 dalam Pasal yang sama, yang

berbunyi: “Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan

pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik

Indonesia, dengan tidak memperhitungkan luas atau lebarnya merupakan bagian

integral dari wilayah daratanNegara Republik Indonesia sehingga merupakan

bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik

Indonesia.” Pasal 6 Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa garis-garis

pangkal lurus kepulauan Indonesia dicantumkan dalam peta dengan skala atau

skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya, atau dapat pula

dibuat daftar titik-titik koordinat geografis yang secara jelas memerinci datum

geodetiknya. Peta atau daftar koordinat geografis tersebut lebih lanjut diatur

dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat

Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Kurang lebih satu

dekade sebelum UNCLOS 1982 mulai berlaku, Indonesia telah

mengumumkan juga Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia yang mengatur tentang pelaksanaan hak-hak berdaulat dan

yurisdiksi Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pelaksanaan lebih

lanjut Undang-undang ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 15 tahun

1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Ekslusif

Indonesia. Pengaturan tentang perikanan secara umum kemudian dituangkan ke

dalam Undang-undang No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan beserta beberapa

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Adhi Pradana . B NIM:130200566

23

peraturan pelaksanaannya, yang sejak berdirinya Departemen Kelautan dan

Perikanan telah mengalami beberapa kali perubahan, khususnya dalam

pengaturan tentang usaha perikanan termasuk di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia. DPR mencoba untuk mengubah Undang-undang No. 9 tahun 1985

tersebut melalui mekanisme hak inisiatif dan telah berhasil menyusun

Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang kemudian diubah

dengan Undang-undang No. 43 tahun 2009.

Upaya untuk menyesuaikan Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang

Landas Kontinen Indonesia dengan ketentuan UNCLOS 1982 telah dilakukan

oleh Kementrian Hukum dan HAM. Konvensi ini memberi peluang kepada

Indonesia untuk menetapkan batas terluarlandas kontinen, minimal sampai dengan

200 mil-laut, dan maksimal sampai dengan batas 350 mil-laut dari titik-titik

pangkal pada garis-garis pangkal Indonesia, atau pada jarak 100 mil dari

kedalaman (isobath) 2500 meter. Apabila secara teknis-ilmiah Indonesia

dapat mencapai batas maksimal tersebut, menurut ketentuan Pasal 4 dari

Annex II UNCLOS 1982, batas tersebut harus diserahkan kepada

Commission on the Limits of the Continental Shelf (beyond 200 Miles)

paling lambat 10 tahun setelah mulai berlakunya UNCLOS 1982 tersebut,

jadi batas waktu sesuai dengan ketentuan tersebut akan jatuh pada tanggal 16

November 2004. Berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB, batas waktu tersebut

telah diperpanjang hingga tahun 2009. Pada tanggal 16 Juni 2008

pemerintah Indonesia telah menyampaikan kepada CLCS, sesuai dengan

ketentuan Pasal 76 ayat (8) UNCLOS 1982, submisi tentang batas terluar landas

kontinen Indonesia diluar batas 200 mil diukur dari garis pangkal di daerah Barat

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Adhi Pradana . B NIM:130200566

24

Laut pulau Sumatera. Pada tanggal 28 Maret2011 CLCS menetapkan

“Recommendations of the Commission on the Limits of the Continental

Shelf in regard to the submission made by Indonesia in respect of the area North

West of Sumatra on 16 June 2008”. Belum diketahui apakah dengan rekomendasi

tersebut submisi Indonesia dapat disetujui sehingga Indonesia dapat

memperluas landas kontinennya di daerah tersebut, Disamping itu, penetapan

titik-titik pangkal dan garis-garis pangkal Indonesia dapat dijadikan dasar

untuk meninjau kembali ketentuan Undang-Undang No. 1 tahun 1973, dan

menetapkan batas terluar landas kontinen Indonesia sesuai dengan ketentuan

hukum internasional yang baru

Konvensi-konvensi internasional yang merupakan sumber utama hukum

internasional adalah konvensi yang berbentuk law-making treaties yaitu

perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan-

ketentuan yang berlaku secara umum. Sebagai contoh dapat disebutkan:19

1. Konvensi-konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai Hukum Perang dan

Penyelesaian Sengketa Secara Damai.

2. General Treaty for the Renunciation of War, 27 Agustus 1928.

3. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1945.

4. Konvensi-konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik, 1961 dan

Hubungan Konsuler, 1963.

5. Konvensi-konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindunagn Korban Perang dan

Protokol-protokol tambahan, 1977.

19 Mahyudi,Konvensi PBB tentang hukum laut interasional, diakses dari, http://maritimblog.blogspot.co.id pada tanggal 2 Juli 2016 pukul 04.29

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Adhi Pradana . B NIM:130200566

25

c) Konvensi PBB tentang Hukum Laut, 1982.

d) Konvensi Senjata-senjata Kimia, (Chemical Weapons Convention), 1993.

e) Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT), 1996

Dalam hukum internasional, hak-hak berdaulat dan yuridiksi tersebut yang

meliputi hak,kekuasaan, atau kewenangan yang diberikan kepada negara untuk

mengatur suatu objek yang tidak hanya dalam dimensi nasional tapi juga dimensi

internasional, dalam pengertian mengatur, meliputi membuat beberapa peraturan

hukum atau undang-undang nasional. Pelaksanannya yuridiksi legislatif, yuridiksi

eksklusif,dan yuridiksi yudikatif sebagimana diatur dalam Pasal 56 ayat 1 huruf

(a) dan (b), negara pantailah yang berhak berkuasa dan berwenang mengaturnya

yang meliputi ketiganya, namun semua ini harus dilakukan dengan tetap

menghormati kaidah hukum internasional.

Hukum laut internasional adalah sekumpulan kaedah hukum yang

mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan

pantai, yang terkurung oleh daratan dan atau organisasi maupun subyek

hukuminternasional lainnya, yang mengatur mengenai kedaulatan negara di laut,

yurisdiksi negara dan hak-hak negara atas perairan tersebut. Hukum

lautinternasional mempelajari tentang aspek-aspek hukum di laut dan peristiwa-

peristiwa hukum yang terjadi di laut.20

Sejak zaman Emperium Romawi dengan kekuasaannya yang sangat luas,

tak ada bangsa lain yang berani menentang ketentuan dari Kerajaan Romawi

termasuk dalam hal penguasaan mengenai laut. Yang dulu dikenal 2 asas yang

20 Dikdik Mohamad Sodik,Hukum laut internasional(Bandung,PT.Refika Aditama,2014)., hlm, 45

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Adhi Pradana . B NIM:130200566

26

kuat, yaitu Res Communis Omnium yaitu laut adalah warisan milik bersama umat

manusia, sehingga manusia (negara) boleh memilikinya secara bersama-sama.

Disisi lain, ada asas Res nullius yang mengatakan bahwa laut tidak boleh dimiliki.

Namun, dilaut juga berlaku "first come first serve" yang berarti siapa yang

pertama datang dia yang menguasai, sehingga dengan kekuasaannya pada zaman

itu Romawi berkedaulatan penuh di lautan Tengah. Setelah Romawi runtuh,

hukum laut mulai berkembang pesat dengan munculnya negara-negara baru di

daratan Eropa, dan timbullah permasalahan baru tentang siapa yang memiliki laut

diantara negara-negara yang sedang berkembang itu.

Dari permasalahan dan sengketa-sengketa antar bangsa inilah, mulai

bermuncul doktrin-doktrin baru (battle of the books) diantara yang sangat terkenal

adalah :

a. Konsep laut terbuka (mare liberium)

Konsep ini dikemukakan oleh Hugo Crotius tahun 1906 dari Belanda, "mare

liberium" ini menjelaskan bahwa laut itu terbuka dan bebas untuk berlayar oleh

siapa saja.21

b. Konsep laut tertutup (mare calussum)

Konsep ini dikemukakan oleh John Selden pada tahun 1635.Teori ini

dikemukakan pada abad XVII oleh Inggris untuk menentang teori yang telah

dikemukakan oleh Grotius. Selden mengemukakan bahwa selama laut dikuasai

oleh suatu negara tertentu, maka negara tersebut mempunyai kekuasaan atas

laut tersebut (tertutup).

c. Konsep Kompromi

21 Ibid, hlm, 47

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Adhi Pradana . B NIM:130200566

27

Dari kedua doktrin di atas, Pontanus mencoba menggabungkan antara "mare

liberium" dan "mare claussum", dan mengemukakan bahwa laut yang berada

dekat dengan tepi pantai suatu negara (bangsa) adalah di bawah kedaulatan

suatu negara pantai dan selebihnya adalah laut bebas. Maka dari pendapat

itulah awal mula munculnya sebuah gagasan yang dikenal dengan "laut

teritorial dan laut lepas".

Mare Clausum kembali dikembangkan oleh Cornelis van Bynkershoek

yang menyatakan "terrae protestas finitur ubi finiturarmorum vis" atau lebih

dikenal dengan teori tembakan meriam, yang menyebutkan bahwa lebar laut

territorial suatu negara adalah sejauh 3 mil laut. Alasannya karena 3 mil laut

adalah jarak yang paling jauh yang bisa ditempuh oleh tembakan meriam.22

Pada zaman modern, hukum laut internasional mengalami perkembangan

yang sangat luar biasa. Perkembangan hukum laut internasional pada masa ini

lebih banyak melibatkan negara-negara di dunia melalui konferensi sebagai

pemikir dan pembuat aturan-aturan dalam perumusan hukum laut. 23

1. Den Haag Convention 1930

Merupakan konferensi yang bertujuan membentuk kodifikasi hukum

internasional yang diprakarsai oleh Liga Bangsa Bangsa, yang meliputi 3 hal

penting yakni :

a) Wilayah negara (nationality)

b) Laut teritorial (territorial waters)

c) Hak lintas damai

22

Ibid.hlm.75 23 Ibid.hlm,77

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Adhi Pradana . B NIM:130200566

28

2. Truman Proclamation 28 September 1945

Latar belakang yang mendasari keluarnya Proklamasi Truman adalah:

a) Banyaknya Negara yang merdeka atau menyatakan merdeka;

b) Kemajuan teknologi;

c) Banyak Negara yang menyadari laut sebagai sumber daya alam yang

potensial.

d) Pada pokoknya, proklamasi ini melontarkan pengertian baru tentang

rezim Continental Shelf (Landas Kontinen). Menurut Truman, landas

kontinen merupakan suatu kelanjutan alamiah dari wilayah daratan

dengan tujuan mengamankan dan mencadangkan sumber kekayaan alam

serta penguasaan atas sumber daya alam di bawahnya tanpa adanya

effective occupation.

3. Konvensi Jenewa 1958 (UNCLOS II)

Konferensi ini menghasilkan 4 Konvensi yaitu :

a) Konvensi tentang laut teritorial dan zona tambahan

b) Konvensi laut lepas

c) Konvensi tentang perikanan dan perlindungan kekayaan hayati

d) Konvensi tentang landas kontinen24

Berdasarkan Konvensi Jenewa 1958 ini, maka :

a) Negara dari aspek geografis dibedakan menjadi dua yaitu negara tak

berpantai dan negara pantai.

b) Laut dibagi dalam beberapa zona yaitu :

24

Bambang Mubiantoro, Penerapan Hukum Laut Di Indonesia,diakses dari, www.academia.edu/9708343/Penerapan_Hukum_Laut_Di_Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Adhi Pradana . B NIM:130200566

29

a. laut teritorial (territorial sea), lebarnya masih berdasarkan hukum

kebiasaan internasional 3, 4, dan 6 mil

b. perairan pedalaman (internal water)

c. zona tambahan (contiguous zone)

d. laut lepas (high sea)

e. daerah dasar laut dan tanah di bawahnya, yaitu landas kontinen

(kontinen self)

4. Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982)

Konvensi ini disahkan tanggal 10 Desember 1982, di Montegobay,

Jamaica. Berdasarkan Konvensi ini di hasilkan beberapa keputusan penting, yaitu:

a) Negara dari aspek geografis dibagi menjadi tiga yaitu negar tak berpantai,

negara pantai dan negara kepulauan

b) Pembagian laut dibagi dalam beberapa zona yaitu :

a. Laut teritorial (territorial sea) sejauh 12 mil dari garis pangkal (baseline)

b. Perairan pedalaman (internal water)

c. Zona tambahan (contiguous zone) 24 mil dari garis pangkal

d. Perairan kepulauan (archipelagic water) diukur dari titik terluar pulau

terluar suatu negara kepulauan.

e. Zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone) 200 mil dari garis

pangkal

f. Laut lepas 25

25 Andi Muhammad, “KAWASAN LAUT BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB 1982”, /aliinformation.wordpress.com, diakses pada 22 Mei 2016. Hal 189

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Adhi Pradana . B NIM:130200566

30

Negara Indonesia merupakan salah satu anggota pada konferensi

kodifikasi yang diselenggarakan oleh volkenbond dalam tahun 1930 di den Haag

ternyata bahwa dari 37 negara peserta hanya terdapat 9 negara yang

mempertahankan 3 mil limit sedangkan sebagian besar Negara peserta

menggangap 3 mil itu tidak cukup lebar kegagalan untuk mencapai kata sepakat

tentang lebar laut teritorial yang unform inilah yang menyebabkan kandasnya

usaha liga bangsa-bangsa untuk mengadakan kodifikasi hokum laut mengenai

penguasaan laut.

Suatu keberatan besar bagi bangsa Indonesia karna cara tersebut kurang atau

sama sekali tidak memperhatikan sifat khusus dari pada inndonesia sebagai suatu

Negara kepulauan (archipelago). Menurut cara pengukuran laut territorial yang

klassik yaitu dihitung dari base-line yang berupa garis air rendah secara teoritis

setiap dari tiga ribu (3000) pulau di Indonesia itu mempunyai laut teritorialnya

sendiri, dapatlah dibayangkan bahwa keadaan demikian sangat menyukarkan

pelaksanaan tugas pengawasan laut dengan sempurna karena susunan daerah yang

harus diawasi. Demikian ruwet kantong-kntong berupa laut bebas di tengah-

tengah dan diantara bagian darat (pulau) dari wilayah Negara Indonesia ini

menempatkan petugas dalam keadaan yang sulit karena mereka harus

memperhatikan setiap waktu.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas perlu dicari pemecahan

persoalan yang berpokok pada pendirian, bahwa kepulauan Indonesia itu

merupakan satu kesatuan (unit) dan bahwa lautan diantara pulau-pulau kita itu

merupakan satu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari bagian darat (pulau-

pulau) Negara kita. Perkataan “tanah air” dalam bahasa Indonesia cukup menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Adhi Pradana . B NIM:130200566

31

bukti bahwa pendirian itu secara atau tidak sudah meresap pada pikiran rakyat itu.

Berdasarkan pendirian ini maka lautan territorial harus terletak sepanjang garis

yang menghubungkan titik ujung terluar dari pada kepulauan Indonesia.

Cara penentuan laut territorial di sekeliling kepulauan Indonesia menurut

cara yang kita perbincangkan sekarang mau tidak mau akan mengambil sebagai

suatu garis dasar (base line) suatu garis lurus yang menghubungkan titik yang

terluar dari pada kepulauan Indonesia. Cara penarikan “straight base line from

point to point” ini mendapat pengakuan dalam hokum internasional dengan

keputusan mahkamah dalam anglo Norwegia Fisheries case pada tanggal 18

desember 1951.

Cara penenetuan base-line yang ditetapkan dalam royal norwegia degree

dari tanggal 12 juli ini di benarkan oleh mahkamah yang menyatakan “that the

base- lines fixed by the said degree were not contary to international law”.26

Sangat menarik sebab yang mendorong mahkamah internasional untuk

mengambil keputusan itu katanya disebabkan oleh “geographical realities“ dan

juga di pengaruhi oleh “economic interes”. Walaupun keadaan gegrafis Indonesia

berlainan yakni garis-garis yang menghubungkan titik ujung akan jauh lebih

panjang dari pada garis terpanjang yang diketengahkan dalam pertikaian antara

inggris dan norwegia itu (44 mil).27

Namun kadaan Indonesia sebagai suatu pulau

cukup unik untuk dapat membenarkan cara penentuan garis pangkal ( base line)

yang serupa. Yang penting dalam Anglo Norwegia Fisheries Case ini adalah

bahwa suatu cara penarikan garis pangkal yang lain dari pada cara yang klasik

26

Ibid,hlm, 220 27 Ibid,hlm 225

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Adhi Pradana . B NIM:130200566

32

(yaitu menurut garis air rendah) telah mendapat pengakuan dari Mahkamah

ineternasional. Jadi, yang kita lakukan adalah peninjauan kembali dari pada base

line (garis pangkal) yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia sebagai suatu

kepulauan.

Selanjutnya pendirian delagasi ditentukan pula oleh deklarasi pemerintah

pada tanggal 13 desember 1957 mengenai wilayah perairan Indonesia harus

diusahakan dan diperjuangkan oleh delegasi supaya konferensi di jenewa

menerima tambahan satu artikel yang mengatur soal laut teritorial di sekitar

kepulauan sebagai suatu kesatuan (unit). Sebagi konsekuensi dari pada deklarasi

pemerintah RI tanggal 13 desember 1957 harus pula diperjuangkan agar

konperensi jangan sampai menentukan suatu limit maximum bagi panjangnya

“straight base-line from point to point”. Demikian pila sesuai dengan deklarasi

pemerintah tanggal 13 desember 1957 harus diperjuangkan agar laut territorial

dapat ditentukan menjadi 12 mil.28

Semenjak berakhirnya perang dunia ke II, hukum laut merupakan cabang

hokum internasional telah mengalami perubahan-perubahan yang mendalam dan

bahkan dapat dikatakan telah mengalami revolusi sesuai dengan perkembangan

dan tuntutan zaman. Bila dulu hukum laut pada pokoknya hanya mengurus

kegiatan-kegiatan diatas permukaan laut. Tetapi dewasa ini perhatian juga telah

diarahkan pada dasar laut dan kekayaan mineral yang terkandung didalamnya.

Hokum laut yang dulunya bersifat un dimensional sekarang telah berubah menjadi

plu dimensional yang sekaligus merombak filosofi dan konsepsi hokum laut

dimasa lalu.

28 ibid,hlm,289

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Adhi Pradana . B NIM:130200566

33

Memang konferensi PBB 1 tentang hokum laut tahun 1958 di jenewa,

UNITED NATIONS CONFERENCE ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS)

berhasil mengeluarkan konvensi, namun masih banyak lagi masalah hokum yang

belum diselesaikan sedangkan ilmu pengetahuaan dan teknologi berkembang

dengan pesat. Konvensi-konvensi pada tahun 1958 bukan saja belum mengatur

semua persoalan tetapi ketentuan-ketentuan yang adapun dalam waktu yang

pendek tidak lagi memadai dan telah ditinggalkan perkembangan teknologi.

Disamping itu, negara-negara yang lahir susudah tahun 1958 yang jumlahnya

sedikit dan yang tidak ikut merumuskan konvensi-konvensi tersebut menuntut

agar dibuatnya ketentuan-ketentuan baru dan merubah ketentuan yang tidak

sesuai.

Demikian juga untuk menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang ada dengan

perkembangan-perkembangan yang terjadi dan menampung masalah-masalah

yang dating kemudian. Majelis umum PBB tahun 1976 membentuk suatu badan

yang bernama UNETED NATIONS seabed committee, siding-sidang komite ini

kemudian dilanjutkan dengan konferennsi hokum laut III (UNCLOS) yang siding

pertamanya diadakan di New York bulan September tahun 1973 dan yang 9 tahun

kemudian berakhir dengan penandatanganan konvensi PBB tentang hukum laut

pada tanggal 10 desember 1982 di Montage Bay, Jamaica.

Itulah yang menjadi sebagian penjelasan dari zona ekonomi eksklusif

yang dapat dijadikan suatu pendahuluan mengenai semua pembahasan yang ada di

dalam peraturan UNLOS 1982 sudah ditentukan seluruh hal yang membahas

segala hal yang berkaitan dengan perairan dan cara penegakan hukumnya yang

benar dan terpadu yang pada saat ini kita punya masalah dan harus ditindaklanjuti.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Adhi Pradana . B NIM:130200566

34

B. Dasar Hukum yang Menetapkan Kebijakan Zona Ekonomi Eksklusif

Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan

kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya

telah memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13

Desember 1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi

H. Djuanda”.

Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah

daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan

bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan.Adapun pertimbangan-

pertimbangan yang mendorong pemerintah RI sebagai suatu negara kepulauan

sehingga mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia adalah

:29

a) Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang

terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di

lautan.

b) Demi untuk kesatuan wilayah negara RI, agar semua kepulauan dan

perairan ( selat ) yang diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan

tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya,

atau antara pulau dengan perairannya.

c) Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagai menurut “Teritoriale Zee

en Mariteme Kringen Ordonampie 1939” yang dimuat dalam Staatsblad

29 Ibid,hlm, 89

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Adhi Pradana . B NIM:130200566

35

1939 no 442 pasal 1 ayat (1 ) sudah tidak cocok lagi dengan kepentingan

Indonesia setelah merdeka

d) Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang merdeka,

mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala

sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara serta

bangsanya. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan

) yang mengimplementasikannya:

e) Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia (

Wawasan Nusantara )

f) Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai

kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.

g) Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar

bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.

h) UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

i) UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia

j) Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

k) UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan

keamanan NKRI.

Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan

tidak lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah dilakukan mengatur

masalah Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk peraturan

perundangan mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Adhi Pradana . B NIM:130200566

36

pelanggaran perbatasan berarti kemungkinan ketegangan akan timbul, oleh sebab

itu disajikan batas-batas wilayah sehingga garis batas Landas Kontinen antara :

1. Pemerintahan Indonesia dengan Pemerintahan Malaysia

Persetujuan ke dua negara tersebut bagi pemerintahan Indonesia yang telah

disahkan secara konstitusionil diwujudkan dalam bentuk keputusan Presiden yaitu

Keputusan Presiden RI no 89 tahun 1969 menetapkan, mengesahkan persetujuan

antara pemerintah RI dengan pemerintah Indonesia tentang penetapan garis batas

landas kontinen antara ke dua negara yang di tanda tangani para delegasi masing-

masing di Kuala Lumpur pada tanggal 17 Agustus 1969.30

2. Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia dan Kerajaan Thauland

Hasil persetujuan delegasi-delegasi RI dengan Malaysia dan Kerajaan

Thailand di tanda tangani di Kuala Lumpur tanggal 21 Desember 1971 dan oleh

pemerintah Indonesia secara Konstitusional di tuangkan dalam bentuk Keputusan

Presiden pada 11 Maret 1972, yaitu Keputusan Presiden no 20 tahun 1972 tentang

pengesahan persetujuan antara pemerintah RI, pemerintah Malaysia dan Kerajaan

Thailand dalam penetapan garis-garis batas Kontinen di bagian utara selat Malaka.

3. Pemerintah RI dengan Pemerintah Thailand.

Hasil persetujuan antara pemerintahan RI dengan pemerintahan kerjaan

Thailand membicarakan batas landas kontinen dua negara dibagian selat Malaka

dan di laut Andaman, untuk memisahkan bagian kedaulatan ke dua negara di

bagian wilayah Kontinennya dan di tanda tangani di Bangkok pada tanggal 17

Desember 1971 dan oleh pemerintahan RI disahkan dalam bentuk keputusan

30 Ibid,hlm,99

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Adhi Pradana . B NIM:130200566

37

Presiden yang ditetapkan pada tanggal 11 Maret 1972, yaitu keputusan presiden

nomor 21 tahun 1972.31

4. Pemerintah RI dengan Pemerintah Filipina.

Sistem yang dianut Filipina dalam penetapan batas landas kontinennya

adalah sistem yang sama dengan yang dianut oleh Indonesia yakni Middle Line

atau Ekuedistant, baik Indonesia maupun Filipina kedua nya adalah negara

kepulauan. Pada bulan Mei 1979 Filipina mengumumkan ZEE 200 milnya,

dengan terjadinya penetapan batas tersebut oleh masing-masing pihak dan diukur

dari garis-garis pangkal darimana diukur laut teritorial masing-masing yang

mengelilingi kepulauannya, maka di baigian selatan Filipina ( selatan Mindanau )

dan bagian utara Indonesia ( Laut Sulawesi dan Sangir Talaud ).

5. Pemerintah RI dan Pemerintah Vietnam

Vietnam telah mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairannya

pada tanggal 12 Mie 1977 dan menetapkan UU Maritimnya pada bulan Januari

1980. Dalam UU tersebut ditetapkan bahwa wilayah maritim Virtnam adalah

sejauh 200 mil laut dengan perincian 12 mil laut Teritorial, 2 mil wilayah

menyangga dan selebihnya ZEE. Menurut Guy Sacerdotti dalam tulisannya tahun

1980 menyebutkan bahwa pihak Indonesia berpendirian bahwa tidak ada wilayah

yang tumpang tindih dengan pihak Vietnam.

6. Pemerintah RI dengan Pemerintah Papua Nugini

Kedua negara sudah membicarakan sebelumnya pada bulan Mei 1978

yang menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian dahulu tetap mempunyai daya laku

dan akan diadakan persetujuan final mengenai penetapan ke dua negara, juga

31 Ibid,hlm,60-77

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Adhi Pradana . B NIM:130200566

38

dalam pernyataan bersana tersebut disebutkan bahwa tindakan-tndakan yang

diambil oleh pihak Papua Nugini untuk menetapkan Zona perikanan 200 mil serta

kebijakannya dalam pergolakan sumber-sumber daya hayati dalam zona tersebut

diakui. Adapun undang-undang yang mengatur mengenai dasar hokum pada zona

ekonomi ekslusif adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982

Pada tanggal 31 Desember 1985 pemerintah mengeluarkan Undang-

Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the

Law of the Sea (Konvensi PBB tentang Hukum Laut) untuk meratifikasi Konvensi

PBB tentang Hukum Laut pada tahun 1982. Menurut UNCLOS, Indonesia berhak

untuk menetapkan batas-batas terluar dari berbagai zona maritim dengan batas-

batas maksimum ditetapkan sebagai berikut:32

a) Laut Teritorial sebagai bagian dari wilayah negara : 12 mil-laut;

b) Zona Tambahan dimana negara memiliki yurisdiksi khusus : 24 mil-laut;

c) Zona Ekonomi Eksklusif : 200 mil-laut, dan

d) Landas Kontinen : antara 200 – 350 mil-laut atau sampai dengan 100 mil-

laut dari isobath (kedalaman) 2.500 meter.

Pada ZEE dan Landas Kontinen, Indonesia memiliki hak-hak berdaulat

untuk memanfaatkan sumber kekayaan alamnya. Di samping itu, sebagai suatu

negara kepulauan Indonesia juga berhak untuk menetapkan:33

a) Perairan Kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis pangkal kepulauannya,

32 Ibid,hlm, 85-86 33

Etty.R.Agoes,”Beberapa ketentuan Konvensi PBB Tentang Hukum Laut 1982 yang berkaitan dengan Hukum Maritim,” Fakultas Hukum UNPAD, hlm 9-11

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Adhi Pradana . B NIM:130200566

39

b) Perairan pedalaman pada perairan kepulauannya.

Berbagai zona maritim tersebut harus diukur dari garis-garis pangkal atau

garis-garis dasar yang akan menjadi acuan dalam penarikan garis batas.

2. Undang-Undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

Pada tanggal 8 Agustus 1996, Pemerintah menetapkan Undang-Undang

No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, yang lebih mempertegas batas-batas

terluar (outer limit) kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia di laut, juga memberikan

dasar dalam penetapan garis batas (boundary) dengan negara negara tetangga

yang berbatasan, baik dengan negara-negara yang pantainya berhadapan maupun

yang berdampingan dengan Indonesia.

Pada dasarnya Undang-undang ini memuat ketentuan-ketentuan dasar

tentang hak dan kewajiban negara di laut yang disesuaikan dengan status hukum

dari berbagai zona maritim, sebagaimana diatur dalarn UNCLOS. Batas terluar

laut teritorial Indonesia tetap menganut batas maksimum 12 mil laut, dan garis

pangkal yang dipakai sebagai titik tolak pengukurannya tidak berbeda dengan

pengaturan dalam Undang-Undang No. 4/Prp. tahun 1960 yang disesuaikan

dengan ketentuan baru sebagaimana diatur dalam UNCLOS.

3. Peraturan Pemerintah, No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis

Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna,

diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat

Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia

Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) Undang-

undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang menentukan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Adhi Pradana . B NIM:130200566

40

Daftar Koordinat tersebut harus didepositkan di Sekretariat Jenderal Perserikatan

Bangsa-Bangsa, Undang-undang No. 6 tahun 1996 tersebut kemudian dilengkapi

dengan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat

Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan

Natuna, yang kemudian dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah No.

38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal

Kepulauan Indonesia, dengan melampirkan daftar koordinat geografis titik-titik

garis pangkal kepulauan Indonesia. Daftar koordinat ini tidak dimasukkan sebagai

ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini dengan tujuan agar

perubahan atau pembaharuan (updating) data dapat dilakukan dengan tidak perlu

mengubah ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini. Lampiran-

lampiran tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan

Pemerintah ini.34

Selain itu terdapat pula beberapa Undang-Undang yang dikeluarkan

sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS pada tahun 1985 yang belum diubah

yaitu:35

1. Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

Undang-Undang ini dibuat berdasarkan ketentuan Konvensi Jenewa

tentang Landas Kontinen tahun 1958 yang menganut penetapan batas terluar

landas kontinen berbeda dengan UNCLOS. Dengan demikian perlu diadakan

perubahan terhadap Undang-Undang ini dengan menyesuaikan sebagaimana

mestinya ketentuan tentang batas terluar landas kontinen.

34

Dikdik Mohamad Sodik,op.cit, hlm, 69 35 Ibid,hlm, 99

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Adhi Pradana . B NIM:130200566

41

2. Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Menurut Undang-Undang ini di Zona Ekonomi Eksklusif, Indonesia

mempunyai hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber

daya alam hayati dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi.

Batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ditetapkan sejauh 200 mil-laut.

Sampai saat ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya

maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas pada zona

tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona tambahan

negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Departemen Kehakiman dan

HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan suatu naskah akademik

dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini belum menjadi

Undang-Undang.

Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal

yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus

dicantumkan dalam peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang

memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar

koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.36

Secara nasional pengaturan mengenai hak lintas damai terdapat dalam:

1) UU No 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia

2) Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1962 tentang Hak Lintas Damai kendaraan

Air Asing.

36 Ibid,hlm,110

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Adhi Pradana . B NIM:130200566

42

3) UU No 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention of the

Law of the Sea 1982.

4) UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan

5) Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal

Asing dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia

6) PP no.19 tahun 1999 tentang pengendalian dan atau perusakan laut

Namun melihat peraturan yang ada mengatur tentang laut territorial

diindonesia masih banyak terdapat berbagai kekurangan diantaranya tidak adanya

pengaturan batas laut Indonesia.

Perkembangan zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone)

mencerminkan kebiasaan internasional (international customs) yang diterima

menjadi hukum kebiasaan internasional (customary international law) karena

sudah terpenuhi dua syarat penting, yaitu praktik negara-negara (state practice)

dan opinio juris sive necessitatis. Zona ekonomi eksklusif bagi negara

berkembang seperti Indonesia adalah vital karena di dalamnya terdapat kekayaan

sumber daya alam hayati dan nonhayati, sehingga mempuyai peranan sangat

penting bagi pembangunan ekonomi bangsa dan negara

Zona ekonomi eksklusif adalah daerah di luar dan berdamping dengan laut

territorial yang tunduk pada rejim hukum khusus di mana terdapat hak-hak dan

jurisdiksi Negara pantai, hak dan kebebasan Negara lain yang diatur oleh

Konvensimsedangkan dalam undang-undang No 5 Tahun 1983 Tentang Zona

Ekonomi Eksklusif disebutkan bahwa Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah

jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana

ditetapkan berdasarkan undang undang yang berlaku tentang perairan Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Adhi Pradana . B NIM:130200566

43

yang meliputi dasar laut,tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar

200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.

Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwasanya Indonesia telah

berusaha memperjuangkan status Negara kepulauan sejak Deklarasi Djuanda 13

Desember 1957, walaupun beberapa Negara sudah ada yang mengakui hal

tersebut, namun pada waktu itu belumlah mendapatkan pengakuan secara resmi

dari masyarakat internasional. Diperjuangkannya Indonesia sebagai Negara

Kepulauan yang berwawasan nusantara untuk mewujudkan suatu kesatuan

wilayah Indonesia, ialah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan

pertahanan keamanan.

Sehubungan dengan diakuinya Indonesia sebagai Negara Kepulauan, maka

otomatis perairan Indonesia yang dahulunya merupakan bahagian dari Laut Lepas

kini menjadi wilayah perairan Indonesia, artinya kedaulatan Indonesia atas

wilayah perairannya semakin luas dibandingkan sebelum ditandatanganinya

Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982. Indonesia memiliki

pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km, sehingga

secara geografis Indonesia merupakan negara maritim, yang memiliki luas total

wilayah 7,9 Juta Kilometer Persegi, yang terdiri atas 1,9 Juta Kilometer Persegi

daratan dan 5,8 Juta Kilometer Persegi berupa Lautan. Bersamaan dengan

semakin luasnya wilayah perairan Indonesia tersebut juga berdampak kepada

keutuhan kesatuan wilayah Negara Republik Indonesia, yaitu sebelumnya ada

diantara wilayah Indonesia yang harus dipisahkan karena adanya laut lepas, tapi

setelah Konvensi Hukum Laut 1982 disepakati dan wilayah perairan Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Adhi Pradana . B NIM:130200566

44

semakin bertambah menyebabkan wilayah laut lepas tadi tidak ada lagi, akan

tetapi bersatu menjadi satu kesatuan wilayah perairan Indonesia.

Status Negara kepulauan yang dimiliki Indonesia juga memiliki dampak

positif lainnya, yaitu memposisikan Indonesia berada pada posisi yang strategis

bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, karena sebagaimana yang diketahui

bahwasanya Indonesia berada di garis khatulistiwa , berada diantara dua benua (

Asia dan Australia), dan dua samudera (Pasifik dan India), serta Negara yang

menjadi tempat perlintasan kapal-kapal asing sebagai bentuk aktifitas-aktifitas

perekonomian.

Dengan meratifikasi UNCLOS III kedalam peraturan perundang-undangan

nasional membuat adanya kejelasan batas wilayah dari Negara Indonesia,

sehingga dapat dijadikan alat legitimasi dalam menjalin hubungan berbangsa dan

bernegara. Kejelasan batas-batas perairan suatu negara dengan Negara-negara

yang berbatasan langsung juga akan dapat membantu memperjelas fungsi

pertahanan negara, yaitu menjaga kemungkinan serangan atau penyusupan dari

luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena dengan

meratifikasi UNCLOS 1982 merupakan sebagai bentuk langkah untuk

mempertahankan kedaulatan Negara, karena mengingat bahwasanya Indonesia

memiliki wilayah perairan yang sangat luas.

Dilihat dari sudut pengaturan rejim-rejim hukum laut juga banyak

memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai Negara kepulauan yang

berwawasan nusantara, diantaranya adalah: Pertama, pengaturan mengenai lebar

laut territorial yang sebelum diratifikasikannya UNCLOS III menunjukkan adanya

keanekaragaman dalam masalah lebar Laut territorial, dimana ada Negara yang

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Adhi Pradana . B NIM:130200566

45

mengukur lebar laut teritorialnya dari 3 mil sampai 200 mil jauhnya, namun

sekarang menemukan titik kejelasan bahwasanya lebar Laut Teritorial adalah

tidak boleh lebih dari 12 mil laut. Kedua, pengaturan mengenai lebar Zona

Tambahan adalah maksimal 24 mil laut diukur dari garis dasar Laut Teritorial,

Indonesia memiliki yurisdiksi pengawasan di zona tersebut untuk mencegah dan

menindak pelanggaran Bea Cukai, Imigrasi, Fiskal dan saniter. Ketiga, Zona

Ekonomi Eksklusif yang diatur memiliki lebar sampai 200 mil laut membuat

wilayah laut Negara Indonesia bertambah luas yaitu dengan diberikannya “Hak

Berdaulat” atas ZEE tersebut. Keempat, dalam hal pengaturan lebar Landas

Kontinen juga menunjukkan dampak yang positif bagi Negara-negara pantai -

khususnya Indonesia, yaitu dimana Landas Kontinen yang pada mulanya

termasuk kedalam rejim Zona Ekenomo Eksklusif, namun pada Konvensi Hukum

Laut PBB 1982 (UNCLOS III) Landas Kontinen diatur dalam Bab tersendiri dan

memberikan kesempatan yang memungkinkan suatu Negara panati (salah satunya

Indonesia) memiliki lebar Landas Kontinen melebihi lebar Zona Ekonomi

Eksklusif, yaitu dengan tidak melebihi dari 350 mil laut.

Kejelasan batas-batas rejim hukum laut yang diatur di dalam UNCLOS III di

atas tentunya dapat menciptakan kesejahteraan khususnya bagi warga negara

Indonesia melalui terjaminnya pemanfaatan potensi sumber daya alam seperti

kegiatan perikanan, eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, wisata bahari,

transportasi laut dan berbagai kegiatan kelautan lainnya.Selain kelebihan atau

dampak positif yang didapatkan Indonesia dengan mengesahkan United Nations

Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Tentang Hukum Laut) melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, ternyata

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Adhi Pradana . B NIM:130200566

46

ada kelemahan yang dirasakan atau dampak negatif yang masih dapat dirasakan

oleh Negara Indonesia, walaupun dampak negatif itu berbanding lebih sedikit dari

pada dampak positif yang sangat banyak dirasakan.

Diantara kelemahannya itu adalah disamping keberadaan Indonesia pada

posisi yang strategis dalam kegiatan perekonomian, sosial dan budaya juga

berpengaruh terhadap Indonesia yang sangat rawan untuk mengalami konflik

dengan negara tetangga, baik yang berbatasan langsung dengan Indonesia maupun

berbatasan secara tidak langsung dengan Indonesia. Negara-negara tetangga akan

mengklaim suatu wilayah laut yang pada mulanya diklaim oleh Indonesia sebagai

wilayah kekuasaanya, hal ini terjadi karena Negara yang berbatasan langsung

dengan Negara indonesia tersebut juga berusaha memperluas wilayah lautnya

dengan pengukuran garis batas sebagaimana yang ditentukan di dalam UNCLOS

III. Selain itu konflik dapat saja terjadi ketika Indonesia sudah mengesahkan

UNCLOS III, kemudian mendasarkan pengaturan wilayah laut berdasarkan

UNCLOS tersebut, namun di lain pihak Negara tetangga dalam mengklaim suatu

wilayah laut malah tidak tunduk atau tidak didasarkan kepada UNCLOS akan

tetapi hanya dilakukan secara sepihak, seperti halnya contoh konflik yang terjadi

antara Indonesia dengan Malaysia terkait kasus perebutan blok Ambalat.

C. UNCLOS dan Hukum yang Berkaitan Mengatasi Masalah Pelanggaran

yang Ada di Perairan Natuna.

Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada

negara yang rela kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah

perbatasan tidak didiamkan. Masalah perbatasan berpotensi besar menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Adhi Pradana . B NIM:130200566

47

konflik. Hal ini sebisa mungkin harus dihilangkan dengan menyelesaikan

sengketa perbatasan. Hilangnya sengketa perbatasan membuat kedaulatan lebih

terjamin. Bagaimana menyelesaikannya? Dibutuhkan upaya terkoordinasi dengan

mekanisme lebih sederhana dan bisa diterima semua pihak. Tanpa ini,

penyelesaian masalah perbatasan sering butuh waktu lama.37

Dalam kasus Natuna yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah China

mengindikasikan bahwa kekuatan dan pertahanan nasional dalam hal kedaulatan

Negara masih memiliki kekurangan dan celah yang bisa dimanfaatkan oleh

Negara lain. Disisi lain pemerintah China juga terlalu percaya diri dengan

pengkklaiman yang dilakukannya atas wilayah Natuna. Dimasukannya wilayah

Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya China memberikan masalah baru

kepada Indonesia meskipun kasus ini sudah lama bergulit. Kasus ini semakin

membuat pemerintah Indonesia geram yakni dengan adanya kapal China yang

berlabuh dan memasuki wilayah laut Indonesia tanpa izin. Serta beberapa kasus

pencurian ikan yang dilakukan Negara ini diatas perairan wilayah Indonesia.38

Dalam kasus ini, sebenarnya Indonesia berada diposisi yang kuat daripada

China yang hanya mendasarkan pada aturan nine dash line itu. Apalagi ditambah

dengan polah China yang selama ini kerap melanggar zona eksklusif perairan

Indonesia, selain itu juga dengan beberapa kali tersangkut masalah illegal fishing

yang dilakukan oleh masyarakat China terhadap perairan Indonesia dan kapal

China yang masuk dalam wilayah perairan Indonesia dan tanpa seizin dari pihak

Indoensia dan tindakan ini jelas melanggar UU ZEE No 5 Tahun 1983 kita

khususnya dalam pasal 7. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa barangsiapa

37

Etty.R,Agoes,op,cit,hlm ,250 38 Ibid,hlm,200

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Adhi Pradana . B NIM:130200566

48

melakukan kegiatan di perairan wilayah Indonesia harus mendapat persetujuan

dari pemerintah Indonesia.39

Dari insiden illegal fishing oleh kapal China berbuntut protes resmi dari

pemerintah Indonesia karena upaya penindakan yang hendak dilakukan oleh tim

KKP dihalang-halangi oleh kapal patroli milik badan keamanan laut (coastguard)

Tiongkok.40

Kapal penjaga pantai (coast guard) milik Angkatan Laut China nekat

menerobos perbatasan. Tak hanya itu, mereka juga menabrak dan menarik paksa

kapal yang baru saja ditangkap operasi gabungan Kementerian Kelautan dan

Perikanan bersama TNI AL. Akibat ulah dari kapal coast guard China yang

menerabas wilayah perairan Natuna, Indonesia ini belum usai. Hal ini membuat

pemerintah Indonesia kini berencana meningkatkan pengamanan wilayah

perbatasan itu.

Dilihat dari segi ZEE (Zona Economy Exlucive) Pasal 3 UU ZEE No. 5

tahun 1983 ayat (1) dijelaskan bahwa Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indo nesia

tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif negara-negara yang antainya

saling berhadapan atau berdampingan dengan Indonesia, maka batas zona

ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan

persetujuan antara Republik Indonesia dan negara yang bersangkutan. Dari segi

ini maka sudah jelas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Indoensia, yakni

dengan tegas untuk menyelesaikan kasus ini. Apalagi apabila dikaitkan dengan

hak kedaulatan Negara. Dijelaskan pula dalam Pasal (5) UU ini bahwa Dengan

tidak mengurangi ketentuan ayat (1), eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya

39

Ibid,hlm,278 40 Ibid,hlm,245

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Adhi Pradana . B NIM:130200566

49

alam hayati harus mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi yang

ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Dengan adanya tindakan China yang melakukan illegal fishing—kasus ini

masih berhubungan dengan pengklaiman Natuna—maka sudah jelas bahwa China

harus mengikuti dan mematuhi segala aturan yang berlaku dalam pemerintahan

Indonesia.

Dan jika kita ingin mengacu pada UNCLOS 1982 maka ada peraturan

yang mengatur segala macam peraturan mengenai wilayah kedaulatan Perairan

dan wilayah laut Indonesia berdasarkan Pasal 73 UNCLOS Indonesia sebagai

"coastal state" memiliki hak untuk mengekplorasi, ekploitasi, konservasi dan

mengkontrol sumber daya alam pada wilayah ZEE."Indonesia juga berhak untuk

melakukan tindakan seperti "boarding", inspeksi penahanan dan melakukan proses

hukum untuk menegakkan hukum penangkapan ikan," kata dia. Sementara,

berdasarkan Pasal 58 ayat 3 UNCLOS, negara-negara lain harus menghormati dan

melaksanakan aturan yang diterapkan oleh Indonesia sebagai 'coastal state'.

untuk menggunakan lautnya sebagai mata pencaharian pokok yang sudah

berlangsung puluhan atau ratusan tahun. Namun, jika wilayah tradisional tersebut

melampaui teritorial wilayah negara lain, maka harus ada agreement atau

persetujuan bilateral lebih dahulu dari negara-negara tersebut agar teritorialnya

boleh digunakan oleh nelayan tradisional tersebut. Sepanjang tidak

ada agreement atau persetujuan bilateral antar-negara maka hak nelayan

tradisional (traditional fishing rights) untuk melaut di teritorial negara lain tetap

dikategorikan sebagai perbuatan illegal fishing.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Adhi Pradana . B NIM:130200566

50

BAB III

PENGAMANAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

A. Masalah yang Berkaitan dengan “Traditional Fishing Zone”

Indonesia adalah Negara kepulauan dan Nelayan Republik Indonesia

adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Semua fakta geografis yang

menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara pantai,

menempatkannya juga sebagai negara dengan populasi nelayan yang patut

diperhitungkan. Nelayan adalah suatu komunitas yang harus ada di dalam negara

kepulauan. Sehingga, tanpa nelayan, negara kepulauan akan kehilangan hak

tradisional yang diamanatkan UNCLOS 1982. Karena, dengan keberadaan

nelayan, negara kepulauan dapat mengklaim hak tradisionalnya terhadap negara

tetangganya apabila perlu untuk mendapatkan hak tradisional melintasi wilayah

laut yurisdiksi negara tetangga. Dengan demikian, menjadi penting dan berjalin-

kelindan hubungan atau pengaruh nelayan terhadap negara kepulauan.

Hak Penangkapan Ikan Secara Tradisional (Traditional Fishing Right),

yaitu hak yang diberikan kepada nelayan-nelayan tradisonal negara tetangga untuk

menangkap ikan secara tradisional di perairan kepulauan tertentu berdasarkan

perjanjian bilateral. Mengenai hal ini sudah diatur berdasarkan perjanjian bilateral

sesuai ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut dan ketentuan Hukum Laut

Internasional (HLI).

Pemerintah china telah menyampaikan pendapat lisannya soal kapal

nelayan dan coastguard-nya di perairan Natuna, yang memasuki wilayah

Indonesia. Menurut mereka, wilayah itu merupakan area tangkapan ikan

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Adhi Pradana . B NIM:130200566

51

tradisional. Pendapat tersebut diungkapkan kuasa usaha sementara Kedutaan di

Jakarta kepada Menteri Luar Negeri insiden di Natuna.

"Dalam komunikasi lisan yang disampaikan kuasa usaha kedutaan besar

Tiongkok yang di Jakarta, mereka menyampaikan, kejadian itu berada

di traditional fishing zone-nya negara Tiongkok," ujar Retno di Kemenko

Polhukam, Kamis (24/3/2016).41

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan pemerintah

Indonesia dan Cina tak pernah membuat perjanjian apa pun tentang traditional

fishing zone. Perjanjian semacam itu hanya dilakukan Cina dengan Malaysia. “Itu

pun hanya di Selat Malaka dan wilayah terbatas yang telah ditentukan bersama,”

ucap Susi dalam konferensi pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta

Pusat, Selasa, 21 Juni 2016. Susi menegaskan, tindakan TNI Angkatan Laut yang

mengusir dan menangkap kapal berbendera Cina di perairan Natuna pada 17 Juni

2016 sudah benar. Sebab, kapal-kapal itu menangkap ikan di zona ekonomi

eksklusif milik Indonesia. “Itu adalah illegal unreported unregistered fishing,”

ujarnya.

Bagi Susi, penegakan hukum yang dilakukan Indonesia terhadap kapal-

kapal ikan asing yang mencuri ikan haruslah dihormati negara lain, karena itu

bagian dari hubungan bilateral. Ia menganggap, kalau hal itu saja tak dihormati,

tak ada hubungan baik di antara kedua negara. “Saya hanya tegakkan hukum

pencuri ikan di wilayah kita.” Susi menilai, klaim wilayah perairan tersebut

merupakan traditional fishing zone tersebut tidak diakui secara global. Selain itu

Indonesia juga tidak memiliki perjanjian dengan Tiongkok terkait hal tersebut.

41 Dheri Agriesta/MTVN,http://www.mediaindonesia.com/news Kamis, 24 March 2016 20:20

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Adhi Pradana . B NIM:130200566

52

"Traditional fishing zone tidak di-recognize (diakui) di perjanjian apapun.

Apa yang diklaim pemerintah Tiongkok sebagai traditional fishing zone itu hanya

diakui sepihak, tidak diakui dunia. Yang diratifikasi oleh semua

negara tradisional fishing right. Jadi traditional fishing zone itu tidak

ada. International community hanya me-recognize traditional fishing right itu pun

harus disetujui dua atau lebih negara,"

Demikian kata pakar hukum laut internasional Profesor Hasyim Djalal

seperti dilaporkan Antara, Jumat (1/7). “Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia

(ZEEI) sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional. Di dalam ZEEI tidak

ada traditional fishing ground China,” kata Hasyim Djalal dalam sebuah forum

diskusi. Untuk itu, ia mengingatkan bahwa dalam Konvensi PBB tentang hukum

laut tidak muncul istilah traditional fishing ground, akan tetapi yang ada

adalah traditional fishing rights.

Lebih lanjut, menurut Hasyim Jalal, traditional fishing rights harus

dirumuskan dengan negara terkait yang memiliki zona ekonomi sehingga

kedaulatan sumber daya dapat dimiliki. “Makanya konvensi hukum laut mengatur

hak-hak atas zona ekonomi itu,” terang dia.

Dan juga dari peraturan yang tertulis dalam UNCLOS 1982 dalam Pasal

51 ayat 1 yang menyebutkan”Tanpa mengurangi arti ketentuan pasal 49, Negara

kepulauan harus menghormati perjanjian yang ada dengan Negara lain dan harus

mengakui hak perikanan tradisional dan kegiatan lain yang sah Negara tetangga

yang langsung berdampingan dalam daerah tertentu yang berada dalam perairan

kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan kegiatan demikian

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Adhi Pradana . B NIM:130200566

53

termasuk sifatnya, ruang lingkup dan daerah dimana hak akan kegiatan demikian,

berlaku, atas permintaan salah satu Negara yang bersangkutan harus diatur dengan

perjanjian bilateral antara mereka. Hak demikian tidak boleh dialihkan atau dibagi

dengan Negara ketiga atau warga negaranya.”

Pertanyaannya adalah, apakah claim Tiongkok terhadap traditional fishing

zone dapat membebaskan nelayan tersebut dari pelanggaran atas dua konvensi

tersebut? Atau apakah traditional fishing zone dapat dijadikan

sebagai accused (alasan pemaaf) untuk menghapus kesalahan yang dilakukan oleh

KM Kway Fey 10078? Kedua konvensi tersebut tidak mengenal

terminologi traditional fishing zone sebagaimana yang di-claim oleh Tiongkok.

Dalam Pasal 47 (6) dan pasal 51 (1) UNCLOS ada satu terminologi yang

memiliki kemiripan dengan “traditional fishing zone” tetapi memiliki makna yang

berbeda. Terminologi tersebut adalah “traditional fishing rights”. Traditional

fishing rights ini adalah hak-hak nelayan tradisional untuk melakukan

penangkapan ikan yang sudah dilakukan secara tradisional dan turun temurun atas

teritorial suatu negara tertentu. Hak ini diberikan untuk menghormati hak-hak

penduduk asli (indigenous people) untuk menggunakan lautnya sebagai mata

pencaharian pokok yang sudah berlangsung puluhan atau ratusan tahun. Namun,

jika wilayah tradisional tersebut melampaui teritorial wilayah negara lain, maka

harus ada agreement atau persetujuan bilateral lebih dahulu dari negara-negara

tersebut agar teritorialnya boleh digunakan oleh nelayan tradisional tersebut.

Sepanjang tidak ada agreement atau persetujuan bilateral antar-negara maka hak

nelayan tradisional (traditional fishing rights) untuk melaut di teritorial negara

lain tetap dikategorikan sebagai perbuatan illegal fishing.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Adhi Pradana . B NIM:130200566

54

Aturan mengenai hak perikanan tradisional yang tertuang dalam UNCLOS

1982 sangat sedikit, yaitu dalam satu pasal, yaitu Pasal 51 yang isinya “Tanpa

mengurangi arti pasal 49, negara kepulauan harus menghormati perjanjian yang

ada dengan negara lain dan harus mengakui hak perikanan tradisional dan

kegiatan lain yang sah negara tetangga yang langsung berdampingan dalam

daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi

pelaksanaan hak dan kegiatan demikian, termasuk sifatnya, ruang lingkup dan

daerah di mana hak dan kegiatan demikian berlaku, atas permintaan salah satu

negara yang bersangkutan harus diatur dengan perjanjian bilateral antara mereka.

Hal demikian tidak boleh dialihkan atau dibagi dengan negara ketiga atau warga

negaranya”.

Dapat disimpulkan bahwa konsep traditional fishing rights harus melalui

mekanisme bilateral kedua negara yang berbatasan perairan. Perlu diingat, bahwa

konsep traditional fishing rights tidak sama dengan traditional fishing area.

Traditional fishing rights adalah mekanisme antarnegara yang mengatur hak-hak

nelayan di perairan yang berbatasan/berdampingan. Sedangkan traditional fishing

area adalah daerah penangkapan ikan yang diberikan kepada nelayan tradisional

dalam batas-batas konservasi laut diperairan nasional ataupun daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Adhi Pradana . B NIM:130200566

55

B. Dampak Kasus Pelanggaran Perairan Natuna Terhadap Peraturan

Hukum Laut Internasional

Perairan Natuna bagi Indonesia memiliki arti sangat penting dan strategis,

sebab perairan dan kepulauannya merupakan batas terluar dari NKRI yang

menjadi penentu keberdaulatan negara. Apabila kemudian wilayah ini menjadi

objek sengketa atau dilanggar batas wilayahnya maka kedaulatan NKRI kembali

dipertaruhkan, dan tentunya kita tidak ingin kembali mengulangi kesalahan

beberapa tahun lalu ketika harus kehilangan Sipadan dan Ligitan.

Masuknya kapal-kapal Tiongkok ke wilayah perairan Indonesia dan

adanya perlindungan dari kapal patroli mereka, telah menunjukkan adanya upaya

untuk menentang hukum laut internasional, khususnya terkait dengan Zona

Ekonomi Eksklusif milik Indonesia. Atas dasar kondisi itu memang sudah

sewajarnya pemerintah Indonesia kemudian memberikan teguran yang keras

kepada pemerintah Tiongkok. Sensitivitas persoalan Laut China Selatan kini

dengan kata lain tidak lagi menyangkut persoalan Tiongkok dengan negara-negara

seperti Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.

Keikutsertaan Indonesia secara aktif dalam mengatasi persoalan di Laut

China Selatan seharusnya juga tidak lagi hanya sebatas sebagai penengah, namun

juga aktif menjadi aktor yang mencegah negeri tirai bambu untuk memperluas

wilayah kekuasaannya secara sewenang-wenang. Untuk mengatasi persoalan itu

maka upaya diplomasi melalui komunikasi dengan negara-negara lain di Asia

Tenggara, termasuk dengan negara peng-klaim yaitu Tiongkok, mutlak segera

dihidupkan kembali. Upaya ini merupakan cara awal yang dapat ditempuh untuk

menghindari adanya gesekan yang lebih parah di wilayah perairan.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Adhi Pradana . B NIM:130200566

56

United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut) melalui Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 1985, ternyata ada kelemahan yang dirasakan atau dampak

negatif yang masih dapat dirasakan oleh Negara Indonesia, walaupun dampak

negatif itu berbanding lebih sedikit dari pada dampak positif yang sangat banyak

dirasakan.

Diantara kelemahannya itu adalah disamping keberadaan Indonesia pada

posisi yang strategis dalam kegiatan perekonomian, sosial dan budaya juga

berpengaruh terhadap Indonesia yang sangat rawan untuk mengalami konflik

dengan negara tetangga, baik yang berbatasan langsung dengan Indonesia maupun

berbatasan secara tidak langsung dengan Indonesia. Negara-negara tetangga akan

mengklaim suatu wilayah laut yang pada mulanya diklaim oleh Indonesia sebagai

wilayah kekuasaanya, hal ini terjadi karena Negara yang berbatasan langsung

dengan Negara indonesia tersebut juga berusaha memperluas wilayah lautnya

dengan pengukuran garis batas sebagaimana yang ditentukan di dalam UNCLOS

III. Selain itu konflik dapat saja terjadi ketika Indonesia sudah mengesahkan

UNCLOS III, kemudian mendasarkan pengaturan wilayah laut berdasarkan

UNCLOS tersebut, namun di lain pihak Negara tetangga dalam mengklaim suatu

wilayah laut malah tidak tunduk atau tidak didasarkan kepada UNCLOS akan

tetapi hanya dilakukan secara sepihak, seperti halnya contoh konflik yang terjadi

antara Indonesia dengan Malaysia terkait kasus perebutan blok Ambalat.

Selain itu, wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan

mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain

yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Adhi Pradana . B NIM:130200566

57

bangsa Indonesia. wilayah/zona tersebut mempunyai hak untuk memanfaatkan

batas ZEE-nya baik kekayaan alam didalamnya, juga berhak melintasi wilayah

udara diatasnya, menggunakan kebebasan bernavigasi, melakukan penanaman

kabel dan pipa juga menggunakan kebijakan hukumnya. Selain itu,mengadakan

penelitian mengenai sumber daya hayati maupun sumber daya laut. Dasar Hukum

yang mengatur ZEE adalah UU RI No.5 tahun 1983. Seorang pengamat kelautan,

Diah S Koesdinar mengatakan pengelolaan wilayah laut ZEE, harus

mengedepankan kedaulatan negara untuk dimanfaatkan sebagai cara

memakmurkan dan mensejahterakan rakyat dan negara. Tanpa adanya kedaulatan,

satu negara tidak ada artinya.

Permasalahan yang terjadi pada wilayah laut ZEE Indonesia yaitu adanya

potensi ancaman yang dapat merugikan Indonesia sendiri dalam segala macam

aspek kehidupan baik dalam bidang ekonomi, kebudayaan, pertahanan dan

keamanan. Karena, tidak mudah untuk mengelola wilayah laut NKRI yang luas

dengan dana terbatas juga koordinasi terpadu dari berbagai instansi pemerintah

terkait yang belum efektif. Padahal, pembangunan kelautan merupakan satu

kesatuan dengan pembangunan negara. Selain itu, pengembangannya yang tidak

begitu maksimal, dan adanya keterbatasan SDM, Infrastruktur, Pengetahuan dan

Teknologi yang dianggap sebagai faktor utama menyebabkan mudahnya negara-

negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia masuk kewilayah kedaulatan

Indonesia secara bebas.

Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam lalu lintas laut.

Dengan posisi laut yang strategis dapat memberikan dampak yang bisa

menguntungkan juga merugikan bangsa Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: Adhi Pradana . B NIM:130200566

58

C. Dampaknya pada Pertahanan Wilayah Perairan Indonesia

Ketegangan sejumlah Negara di wilayah Kepulauan Natuna dimulai sejak

China mereklamasi dan memperluas pulau-pulau kecil Mischief Reef dan Pulau

Subi sebagai bagian dari Kepulauan Spratly di Laut China Selaatan. Kepulauan

Natuna yang berada di antara ujung barat laut indonesia di Kalimantasn dan ujung

selatan Vietnam, memiliki 270 pulau menjadi bagian Provinsi Kepelauan Riau

dengan 70.000 penduduk.

Pengklaiman kepulauan Natuna terletak pada daerah perairan di sekitar

kepulauan yang berpotensi tumbang tindih pada batas garis imajiner Nine Dash

Line yang ditetapkan oleh China. Dalan kasus ini permasalahan bukan pada klaim

kepulauannya saja tapi pada perariran sekitar Kepulauan Natuna juga. Klaim ini

akan berdampak pada hak daulat pada wilayah kedaulatan Indonesia. Dengan

Nine Dash Line yang tidak jelas batasnya mengakibatkan timbulnya masalah atas

hak berdaulat. Ketidakjelasalan NDL ini berdampak pada hak daulat kawasan

ZEE Dalam kasus Natuna yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah China

mengindikasikan bahwa kekuatan dan pertahanan nasional dalam hal kedaulatan

Negara masih memiliki kekurangan dan celah yang bisa dimanfaatkan oleh

Negara lain. Disisi lain pemerintah China juga terlalu percaya diri dengan

pengkklaiman yang dilakukannya atas wilayah Natuna. Dimasukannya wilayah

Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya China memberikan masalah baru

kepada Indonesia meskipun kasus ini sudah lama bergulit. Kasus ini semakin

membuat pemerintah Indonesia geram yakni dengan adanya kapal China yang

berlabuh dan memasuki wilayah laut Indonesia tanpa izin. Serta beberapa kasus

pencurian ikan yang dilakukan negara ini diatas perairan wilayah Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: Adhi Pradana . B NIM:130200566

59

Kasus yang berawal pada tahun 2009 ini menurut versi China, mereka

memasukan wilayah Natuna kedalam peta wilayah mereka didasarkan pada

sembilan titik garis/ nine dash line yang selama ini diklaim Tiongkok dan

menandakan perbatasan maritimnya. Namun dari sembilan titik garis ini Indonesia

tidak mengakuinya karena menurut Indonesia hal itu tidak memiliki dasar hukum

internasional apapun. Sembilan titik imaginer itu sendiri merupakan salah satu

penyebab munculnya konflik di wilayah Laut China Selatan. Klaim ini

memancing emosi sejumlah negara yang turut mengklaim memiliki hak di

wilayah yang jadi jalur perdagangan dunia itu. Usut punya usut, klaim yang bikin

repot enam negara ini dipicu kebijakan pemerintahan Partai Kuomintang (kini

berkuasa di Taiwan). Mazhab politik Kuomintang menafsirkan wilayah China

mencapai 90 persen Laut China Selatan.

Dalam kasus ini, sebenarnya Indonesia berada diposisi yang kuat daripada

China yang hanya mendasarkan pada aturan nine dash line itu. Apalagi ditambah

dengan polah China yang selama ini kerap melanggar zona eksklusif perairan

Indonesia, selain itu juga dengan beberapa kali tersangkut masalah illegal fishing

yang dilakukan oleh masyarakat China terhadap perairan Indonesia dan kapal

China yang masuk dalam wilayah perairan Indonesia dan tanpa seizin dari pihak

Indoensia dan tindakan ini jelas melanggar UU ZEE No 5 Tahun 1983 kita

khususnya dalam pasal 7. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa barangsiapa

melakukan kegiatan di perairan wilayah Indonesia harus mendapat persetujuan

dari pemerintah Indonesia.

Dengan melihat betapa seriusnya negara dalam hal mempertahankan

wilayah kita dan menyelesaikan konflik ini, maka bisa disimpulkan bahwa dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 66: Adhi Pradana . B NIM:130200566

60

adanya pengklaiaman wilayah Kepulauan Natuna ini berdampak sangat besar

pada ketahanan dan keamanan negara. Selain itu yang terpenting adalah

kedaulatan negara yang dilanggar oleh China. Dengan beraninya mereka

melanggar kedaulatan negara yang dapat diasumsikan itu merupakan rumah atau

kekuasaan Indoensia. Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya apabila suatu negara

wilayahnya diambil dan diklaim oleh negara tetangga yang itu merupakan sudah

jelas miliknya negara tersebut.

Sama halnya dengan tujuan diselenggarakannya Konvensi Hukum Laut

PBB 1982, Indonesia meratifikasi United Nations Convention On The Law Of The

Sea(UNCOLS III) ialah atas suatu keinginan dan ketekadan yang kuat untuk

memperkokoh perdamaian, keamanan, kerjasama dan hubungan bersahabat antara

semua bangsa sesuai dengan asas keadilan dan persamaan hak dan akan

memajukan peningkatan ekonomi dan sosial segenap rakyat dunia, sesuai dengan

tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaiamana yang telah ditetapkan.

Kemudian daripada itu secara khusus Indonesia meratifikasi UNCLOS III adalah

sebagai suatu bentuk upaya untuk memperkuat, memperjelas, menjaga kekuasaan

Indonesia atas kedaulatan wilayah lautnya.

Dengan Indonesia meratifikasi UNCLOS III, secara garis besar hal

tersebut sangat bermanfaat dan memberikan lebih banyak dampak positif bagi

Indonesia dalam hal penguasaan atas wilayah laut. Diantaranya yang sangat

menguntungkan dari sisi Indonesia adalah sebagaimana yang dijelaskan di dalam

penjelasan umum Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tersebut menyebutkan

bahwasanya konvensi ini ( Konvensi Hukum Laut PBB 1982) mempunyai arti

yang sangat penting bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia karena untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 67: Adhi Pradana . B NIM:130200566

61

pertama kalinya asas Negara Kepulauan yang selama dua puluh lima tahun secara

terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia pada akhirnya telah membuahkan

hasil, yaitu berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional.

Dimana pengakuan resmi asas Negara Kepulauan tersebut sangatlah penting bagi

Indonesia dalam mewujudkan satu kesatuan wilayah Negara Republik Indonesia.

Pola ancaman yang dapat terjadi dari dampak ZEE salah satunya pola

ancaman berbentuk keamanan perairan Indonesia yang harus dihadapi oleh TNI

yang merupakan kejahatan trans nasional yang memiliki aspek politik ekonomi

bahkan melibatkan keterkaitan antara Negara-negara ASEAN dengan berupa

perompakan juga penyeludupan manusia yang terjadi di perairan pasifik yang

hingga saat ini menjadi kasus dengan persentase tertinggi di dunia. Ancaman

lainnya berupa eksploitasi hasil laut contohnya penangkapan ikan juga sumber

kekayaan alam didalamnya secara illegal. Adanya penyeludupan kayu

gelondongan, senjata, amunisi, bahan peledak maupun harta karun. Pola ancaman

lainnya terlihat pada letak batas ZEE yang bersinggungan dengan ZEE ataupun

perbatasan Negara-negara lain. Contoh kasusnya ada pada Perbatasan antara

Indonesia dan India. Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo yang

berada di Aceh dan Pulau Nicobar di India. Kesepakatan kedua Negara mengenai

Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat

tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah ada.

Tetapi, masalah di antara kedua negara masih sering muncul dikarenakan sering

terjadinya pelanggaran wilayah oleh kedua pihak,

Dengan banyaknya cara untuk mempertahankan Negara dan berbagai trik

diplomasi lainnya maka dalam hal ini deetterence dapat dijadikan suatu hal yang

Universitas Sumatera Utara

Page 68: Adhi Pradana . B NIM:130200566

62

dapat diandalkan dan jadi suatu pertahanan yang mumpuni dan dapat di jadikan

landasan dalam berdiplomasi di kancah Internasional dan dapat dijadikan contoh

untuk Negara yang punya masalah yang sama dan bermanfaat.

Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada negara

yang rela kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah perbatasan tidak

didiamkan. Masalah perbatasan berpotensi besar menimbulkan konflik. Hal ini

sebisa mungkin harus dihilangkan dengan menyelesaikan sengketa perbatasan.

Hilangnya sengketa perbatasan membuat kedaulatan lebih terjamin. Bagaimana

menyelesaikannya? Dibutuhkan upaya terkoordinasi dengan mekanisme lebih

sederhana dan bisa diterima semua pihak. Tanpa ini, penyelesaian masalah

perbatasan sering butuh waktu lama. Dengan dianggap pentingnya masalah

perbatasan wilayah menjadikan organisasi internasional membahasnya menjadi

agenda bersama dan memberikan solusi penyelesaian kasus perbatasan ini yakni

ASEAN. Namun, dokumen-dokumen ASEAN hanya sedikit menyinggung solusi

soal sengketa wilayah. Ini menegaskan jalan menuju komunitas ASEAN masih

jauh. Di sisi lain, sebuah komunitas membutuhkan ”pengorbanan” setiap anggota

dengan ”membagi” sebagian wilayah untuk dilebur ke dalam suatu nilai-nilai

bersama. Namun, ada pertanda baik. ASEAN sudah mulai menyerap unsur-unsur

kedaulatan itu menjadi suatu nilai bersama. Kemajuan lain, prinsip non-

interferensi (tidak boleh campur tangan) mulai ditembus. Akan tetapi, ada

keengganan menyentuh lebih dalam masalah sengketa perbatasan. Ini

mengindikasikan masih besarnya resistensi untuk melonggarkan urusan

kedaulatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: Adhi Pradana . B NIM:130200566

63

BAB IV

USAHA PENGAMANAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

DARI NEGARA LAIN

A. Langkah Diplomatis dengan Cara “Preventif Diplomacy”

Tujuan PBB seperti yang diamatkan dalam Pasal 1 Piagam PBB, adalah

untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Adalah kewajiban

PBB untuk mendorong agar sengketa- sengketa diselesaikan secara damai. Dua

tujuan tersebut adalah sebuah reaksi yang terjadi akibat pecahnya Perang Dunia II.

Adalah upaya PBB agar perang dunia baru tidak kembali terjadi. Adalah kerja

keras PBB agar sengketa yang terjadi antar negara dapat diselesaikan sesegera

mungkin secara damai.

Langkah-langkah lebih lanjut tentang yang harus dilakukan oleh negara –

negara anggota PBB guna penyelesain sengketa secara damai diuraikan dalam

Bab IV (Pacific Settlement of Disputes). Terkait hal –hal tersebut PBB

mempunyai berbagai cara yang terlembaga dan termuat didalam Piagam PBB. Di

samping itu PBB mempunyai cara informal yang lahir dan berkembang dalam

pelaksanaan tugas PBB sehari –hari. Cara –cara ini kemudian digunakan dan

diterapkan dalam menyelesaikan sengketa yang timbul diantara negara

anggotanya.42

Dalam upayanya menciptakan perdamaian dan keamanan internasional,

PBB memiliki empat kelompok tindakan, yang saling berkaitan satu sama lain dan

dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan dari semua anggota PBB agar dapat

42

Rosmi Hasibuan, Kaitan Permasalahan Rezim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Lintas kontinen dalam Konvensi hukum laut,hlm, 150, Jakarta,Raja Grafindo Persada, hal 85

Universitas Sumatera Utara

Page 70: Adhi Pradana . B NIM:130200566

64

terwujud. Dan salah satu tindakannya adalah dalam bentuk “Preventive

Diplomacy”

Preventive Diplomacy adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya

suatu sengkta di antara para pihak, mencegah meluasnya suatu sengketa, atau

membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh Sekjen PBB,

Dewan Keamanan, Majelis Umum, atau oleh organisasi –organisasi regional

berkerjasama dengan PBB. Misalnya upaya yang dilakukan oleh Sekjen PBB

sebelumnya Kofi Annan dalam mencegah konflik Amerika Serikat – Irak menjadi

sengketa terbuka mengenai keenganan Irak mengizinkan UNSCOM memeriksa

dugaan adanya senjata pemusnah massal di wilayah Irak, walaupun upaya tersebut

akhirnya menemui jalan buntu.

Michael S. Lund, penulis "Mencegah Konflik Kekerasan: Strategi untuk

Pencegahan Diplomasi", mengidentifikasikannya sebagai "tindakan yang diambil

di tempat dan waktu yang rentan untuk menghindari ancaman atau penggunaan

angkatan bersenjata dan bentuk pemaksaan yang terkait oleh negara bagian atau

kelompok untuk Menyelesaikan perselisihan politik yang bisa timbul dari efek

destabilisasi perubahan ekonomi, sosial, politik, dan internasional. "

Sejak berakhirnya Perang Dingin, masyarakat internasional melalui

institusi internasional telah fokus pada diplomasi preventif. Karena Perserikatan

Bangsa-Bangsa dan organisasi regional serta kekuatan global dan regional

menemukan tingginya biaya pengelolaan konflik, ada persepsi umum yang kuat

mengenai kebajikan diplomasi preventif. Tindakan diplomasi preventif dapat

dilakukan oleh PBB, organisasi regional, jaringan LSM dan negara bagian. Salah

Universitas Sumatera Utara

Page 71: Adhi Pradana . B NIM:130200566

65

satu contoh diplomasi preventif adalah misi penjaga perdamaian PBB di

Macedonia (UNPREDEP) pada tahun 1995-1999. Ini adalah tindakan pencegahan

pertama PBB.

Di era seperti sekarang ini masih terdapat atau dijumpai negara yang

masih belum menyadari akan pentingnya keamanan dan perdamaian di sekitar

negaranya. Hal inilah yang memunculkankekurangan bagi diplomasi preventif

yaitu diplomasi preventif masih sering diragukan dan belum semua negara

menyadari adanya diplomasi preventif oleh karenanya diplomasi preventif masih

sulit dalam perkembanganya. Selain itu kekurangannya ialah dalam bentuk tidak

bisa diseleseikannya semua masalah yang ada contohnya kasus politik yang

tentunya membutuhkan penyelesaian secara politik, adanya ketidakpercayaan

dianatara pihak yang berkonflik, keterbatasan sumber daya di PBB dan adanya

anggapan jika diplomasi ini merupakan cara lama yang sudah tidak relevan

sehingga menghambat proses penyeleseian konflik. Disisi positifnya PBB

mengutarakan bahwa diplomasi ini dianggap sebagai cara yang efektif untuk

menyeleseikan krisis di dunia, dan penggunaan mediator juga menjadikan

diplomasi ini sebagai diplomasi yang mengalami perluasan konflik paling

mustahil. Karena pihak ketiga berusaha untuk mengakhiri konflik..

Dalam implementasinya diplomasi preventif meliputi beberapa aktivitas

yakni penemuan fakta mengenai konflik yang sedang terjadi antar negara,

melakukan mediasi dan tindakan pencgahan sengketa. Mengenai penyelidikan

diplomasi ini dilakukan dengan menyelidiki sebab dari konflik kemudian

diadakan pendekatan kepada para pihak yang sedang bersengketa agar konflik

tidak memanas dan menjadi perang terbuka. Untuk menjaga agar terhindar dari

Universitas Sumatera Utara

Page 72: Adhi Pradana . B NIM:130200566

66

sengketa maka dibutuhkan mediator sebagai penengah antar negara yang

berkonflik. Contohnya ialah pada kasus Kosovo dimana kasus yang terjadi alah

pertiakaian antara etnis Albania dan etnis Serbia. Diawali dari Milosevic yang

melakukan pembersihan etnis Albania, karena etnis ini memerangi etnis Serbia.

PBB mengirimkan UNMIK yang dibentuknya pada 10 juni 1999, mediator ini

berasal dari dewan keamanan PBB no 1244. UNMIK melakukan pemulihan

keadaan dengan membentuk pemerintahan sementara pasca lengsernya Milosevic,

selain itu melakukan pembangunan disegala bidang. Dan sebelum PBB

mengirimkan UNMIK, PBB sebelumnya menggirimkan KFR (kosovo force)

untuk melakukan pendekatan dengan cara diplomasi preventif kepada para pihak

yang bertikai di Kososvo.

Selanjutnya dalam diplomasi preventif terdapat 3 formula dalam menjaga

perdamaian, yang pertama ialah peacemaking. Peacemaking merupakan tindakan

penegakan kembali perdamaian pasca konflik yang meliputi pembentukan

perdamaian dengan cara penyeleseian sengketa melalui konsolidasi, mediasi dan

arbritasi. Namun pihak ketiga tidak memiliki hak unutk memutuskan dan pihak

ketiga hanya menengahi bila terjadi suasana yang memanas.

Kemudian peacekeeping, merupakan tindakan penjagaan peridak pecah kembali

damaian agar tidak pecah kembali perang terbuka antara ppihak yang bertikai

dengan cara penempatan tentara untuk menjaga perdamaian di daerah konflik.

Pasukan untuk menajga perdamaian ini biasanya dilakukan oleh negara-negara

yang emmeilii tentara kuat dan di bawah pimpinan PBB. Yang terakhir

ialah peacebulding, merupakan kegiatan pembangunan kembali daerah-daerah

yang mengalami kehancuran akibat terjadinya konflik. Sebelumnya harus

Universitas Sumatera Utara

Page 73: Adhi Pradana . B NIM:130200566

67

dilakukan identifikasi struktur-struktur lokal yang dapat digunakan untuk

memperkuat perdamaian untuk mengahindari agar tidak terjadi konflik.

Selain implementasi diplomasi preventif yang dapat dilihat dari kasus

Kosovo, implementasi lain ialah dalam usaha preventif yang dilakukan pada

masa damai yakni dengan membangun hubungan baik dan masa krisis dilakukan

dengan pencarian fakta, memberikan jasa-jasa baik, mengurangi aksi kekerasan

dan penempatan unit-unit yang ditunjuk untuk mencegah eskalasi konflik. Contoh

lain dari implementasi diplomasi preventif ialah negara-ASEAN dalam

menyikapi adanya diplomai prevenyif yang difungsikan untuk menjaga

perdamaian di kawasan Asia Tenggara. “Namun hingga kini implementasi

diplomasi ini di wilayah ASEAN masih terhambat sikap saling curiga negara-

negara peserta ASEAN Reginonal Forum (ARF)”, hal tersebutlah yang dikatakan

oleh Direktur Politik dan Keamanan Ditjen Kerjasama ASEAN Kementrian Luar

Negeri, Ade Padmo Sarwono, dari hasil rapat yang diadakan di Surabaya. Dari 27

negara hanya sembilan dan termasuk Indonesia yang menyerahkan draf “ARF

Security Outlook” sebagai implementasi dari diplomasi preventif. Sikap saling

curiga ini didasari karena diplomasi preventif selalu mengandung unsur intervensi

yang dilakukan oleh negara yang sudah maju diantara negara-negara ASEAN.

Hal tersebut juga yang menjadikan hambatan dalam penerapan secara utuh dari

diplomasi preventif.

Diplomasi preventif dapat dilakukan oleh Sekjen PBB pribadi atau melalui

pejabat senior atau badan-badan khusus atau program, oleh Dewan Keamanan

maupun Majelis Umum dan oleh organisasi-organisasi regional bekerjasama

dengan PBB. Diplomasi preventif memerlukan langkah-langkah untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 74: Adhi Pradana . B NIM:130200566

68

menciptakan kepercayaan, membuat satu peringatan dini dengan pengumpulan

informasi dan misi pencarian fakta baik secara resmi maupun tidak resmi, di

samping juga harus melibatkan penempatan pasukan preventif, dan dalam

keadaan tertentu menempatkan wilayah bebas militer.

Sampai saat ini PBB menganggap diplomasi ini sebagai cara yang

efektif untuk menyelesaikan krisis di seluruh dunia (http://www.unic-jakarta.org).

Contohnya adalah kekerasan paska pemilihan yang dipicu oleh sengketa

pemungutan suara di Kenya tahun 2008, menurut Pascoe saat itu mantan

Sekretaris-Jenderal Kofi Annan secara cepat menempatkan pejabat politik, ahli

pemilu, konstitusional dan keamanan yang menjadi staf pendukung utama untuk

mediator untuk membantu pihak-pihak membentuk perjanjian untuk mengakhiri

krisis (http://www.unic-jakarta.org). Pascoe juga menyatakan bahwa, Sekretaris-

Jenderal Ban Ki-moon telah dari awal beliau menjabat, menjadikannya sebagai

prioritas untuk memfokuskan kembali kemampuan PBB sehingga para diplomat

dan mediator dapat dimobilisasi sebagai responden pertama titik masalah.

Namun di sisi lain, kekurangan dari diplomasi preventif ini adalah

tidak bisa menyelesaikan semua masalah yang ada contohnya kasus politik yang

tentunya membutuhkan penyelesaian secara politik, adanya ketidakpercayaan

dianatara pihak yang berkonflik, keterbatasan sumber daya di PBB dan adanya

anggapan jika diplomasi ini merupakan cara lama yang sudah tidak

relevan(http://www.unic-jakarta.org). Namun apapun upaya yang ditempuh untuk

penyelesaian konflik, diplomasi preventif dapat dipertimbangkan sebagai suatu

varian yang bisa dipilih dengan kelebihan dan kekurangan yang mewarnainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: Adhi Pradana . B NIM:130200566

69

B. Mempertahankan Perairan Indonesia dengan Konsep “Detterence” atau

Penangkalan Guna Memberi Dampak Psikologis bagi Negara Lain

Realis melihat bahwa sistem internasional adalah anarki, untuk “survive”

di dunia yang sangat berbahaya dengan tidak adanya pemerintah yang baik,

sehingga harus ada pemimpin yang mampu membuat keamanan untuk negaranya.

Untuk bertahan di sistem internasional, negara membangun pertahanan guna

mengamankan negaranya agar tidak ada negara yang mungkin akan menginvasi.

“Deterrence” bertujuan untuk menunjukkan pada musuh untuk tidak melakukan

suatu aksi. Kita yang menentukan, berusaha menunjukkan pada musuh

konsekuensi jika mereka bertindak, dan menunggu (suksesnya deterrence dapat

dihitung dengan apakah sesuatu terjadi); jika musuh “melewati batas” yang telah

kita gambarkan, kita akan memberikan hukuman atas aksi yang mereka lakukan.

Deterrence dianggap sukses bila tidak ada satupun musuh yang memasuki batas

suatu negara. “Deterrence is conservative: it seeks to protect the status quo”.

Deterrence sama seperti bertahan atau bisa dibilang menunggu, musuh harus

bergerak menjauh sebelum ada reaksi dari negara yang mempertahankan

negaranya.

Konsep deterrence biasa diasosiasikan dengan kekuatan nuklir, tetapi

penerapannya diperluas dalam berbagai situasi dimana salah satu pihak mencoba

untuk mencegah pihak lain untuk melakukan tindakan yang belum dilakukan.

Deterrence dapat pula digunakan dengan kekuatan untuk mencegah kelemahan

dari percobaan penggulingan suatu negara. Para ahli strategi mengidentifikasikan

4 macam deterrence. Dua jenis pertama yaitu general dan immediate, dilakukan

sesuai dengan kerangka waktu strategi. General deterrence adalah strategi jangka

Universitas Sumatera Utara

Page 76: Adhi Pradana . B NIM:130200566

70

panjang yang dimaksudkan untuk “mengecilkan hati dengan pertimbangan yang

serius atas segala bentuk ancaman kepentingan negara lain”. General deterrence

berjalan setiap waktu, berusaha untuk mencegah negara lain yang mencoba

menyerang dengan berbagai cara militer karena konsekuensi yang diinginkan.

Immediate deterrence, sebaliknya, adalah suatu tanggapan terhadap yang ancaman

yang jelas dan tegas atas kepentingan negara. Ketika aggressor mulai menyerang

General deterrence dinyatakan gagal, tetapi immediate deterrence mungkin masih

dapat dilakukan untuk meyakinkan aggressor untuk menghentikan dan tidak

melanjutkan serangan. Dua jenis deterrence yang lain berhubungan dengan

lingkup geografis dari strategi yang dimaksud. Primary deterrence dimaksudkan

untuk meminta negara lain untuk tidak menyerang wilayah suatu negara, selain itu

extended deterrence adalah “mengecilkan hati” negara lain untuk tidak menyerang

partner atau sekutu suatu negara.

Korea Utara membangun program nuklir untuk melakukan deterrence

kepada lawan-lawannya, baik yang berada di kawasan Asia Timur ataupun

Amerika Serikat.Senjata nuklir yang dibuat oleh Pyongyang adalah sebuah sarana

pertahanan yang digunakan untuk mengamankan negaranya dan menakut-nakuti

Amerika Serikat serta negara-negara dengan perekonomian maju di sekitarnya.

Jika negara-negara tersebut mengusik Korea Utara, maka senjata nuklir yang

dikembangkan oleh Korea Utara akan meluncur ke negara mereka masing-

masing.

karena kita mengutamakan hubungan dan penyelesaian damai, maka kita

wajib mempergiat usaha diplomasi. Dalam hal ini kita mengajak semua pihak

yang bersangkutan dengan LCS melaksanakan Code of Conduct yang telah

Universitas Sumatera Utara

Page 77: Adhi Pradana . B NIM:130200566

71

ditetapkan. Kita tidak hendak mempertajam pertentangan antara China dan

negara-negara ASEAN , karena tidak ada yang beruntung kalau terjadi sengketa

perang terbuka di Asia Tenggara. Akan tetapi di pihak lain China harus

disadarkan bahwa ia tidak akan beruntung kalau menggunakan kekuatan

militernya untuk memaksakan kehendaknya . Ia harus kita sadarkan untuk

melaksanakan tata cara bertindak yang telah dimufakati dan ditetapkan.

Akan tetapi diplomasi hanya ada harapan berhasil kalau ASEAN bersatu

kompak menyatakan sikapnya. Hal ini sekarang masih menghadapi kelemahan

karena Kambodia dan Laos tidak bersedia bersatu dalam ASEAN menunjukkan

satu sikap terhadap China. Rupanya China berhasil merebut dukungan dua negara

itu dengan memberikan dukungan ekonomi untuk pembangunan negara mereka.

Selain itu China selalu berkehendak untuk menghadapi negara ASEAN secara

bilateral dan tidak bersedia menghadapi ASEAN sebagai gabungan negara Asia

Tenggara. Selama China merasa kuat ia akan tetap bersikap demikian. Dengan

begitu diplomasi menghadapi cukup banyak hambatan.

Sebab itu diplomasi harus didukung oleh kekuatan fisik yang nyata.

Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN harus mengembangkan kekuatan

militernya sesuai dengan status itu. Harus diwujudkan satu TNI yang merupakan

kekuatan harmonis di darat-laut-udara pada tingkat kekuatan yang makin tinggi.

Harmoni itu perlu disempurnakan dengan mempertinggi kekuatan AL dan AU

serta dibangunnya Pengawal Pantai (Coast Guard) yang tinggi kemampuannya. Di

Natuna perlu dibangun pangkalan AL dan AU yang makin tinggi kemampuannya

sehingga lebih mampu menjamin kedaulatan RI.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: Adhi Pradana . B NIM:130200566

72

Dampak dan sumbangan teori deterrence .Bila diamati penerapan konsep

deterrrence yang telah dilakukan oleh berbagai negara seperti Amerika Serikat,

Uni Soviet, dapat dikatakan bahwa deterrence telah memberikan dampak positif

terhadap terciptanya keamanan nasional negara-negara tersebut serta berperan

besar dalam menciptakan keamanan dunia. Alasan yang dapat diajukan adalah

selama perang dingin tidak pernah terjadi perang terbuka (perang dalam arti

sebenarnya) antara AS maupun Uni Soviet. Kekuatan nuklir yang dimiliki oleh

kedua negara tidak pernah digunakan untuk saling menyerang, bahkan sampai hari

ini. Karena masing-masing pihak merasa bahwa tidak akan mendapatkan

keuntungan (politis maupun militer) apapun juga, sebaliknya akan sama-sama

mengalami kehancuran jika persenjataan nuklir mereka digunakan untuk saling

menyerang. Jadi pada dasarnya kekuatan nuklir Amerika Serikat dan Uni Soviet

hanya sebagai alat untuk menciptakan efek psikologis yaitu masing-masing pihak

takut untuk melakukan first strike’ 43

Hal ini dikarenakan, dengan menggunakan diplomasi ofensif maka negara

dapat mengukur tingkat deterrence mereka terhadap negara lain sekaligus melatih

kemampuan negara untuk mempertahankan konsistensi dalam menghadapi isu-isu

internasional yang ada.

43

Joenil kahar, artikel penyelesaian batas Maritim NKRI,hlm 230,Bandung , Gramedia Pustaka utama, hal 87-99

Universitas Sumatera Utara

Page 79: Adhi Pradana . B NIM:130200566

73

C. Implementasi Undang-Undang Hukum Laut Internasional Secara Tegas

Mengenai Wilayah Negara Kepulauan

Dengan terbitnya UNCLOS 1982 tersebut maka membawa konsekuensi

logis bagi bangsa Indonesia yaitu adanya amanat yang harus dilaksanakan berupa

hak-hak dan kewajiban dalam pengelolaan wilayah kelautan Indonesia

berdasarkan hukum internasional. Kini UNCLOS 1982 telah berjalan selama 25

tahun, tentu sebagai Negara Kepulauan sudah saatnya melakukan evaluasi

kebijakan tentang apa saja yang telah dilaksanakan dan belum dilaksanakan dalam

rangka memenuhi amanat seperti yang telah dicantumkan dalam UNCLOS 1982.

Negara kepulauan (Archipelagic States) adalah hasil keputusan dari

Konvensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 yang diatur

dalam Bagian IV Konvensi (Pasal 46-54) untuk negara-negara kepulauan

(Archipelagic States) dan perairan negara-negara kepulauan. Menurut Pasal 46 (b)

Konvensi Hukum Laut Internasional, “archipelago means a group of islands,

including parts of islands, interconnecting waters and other natural features

which are so closely interrelated that such islands, waters and other natural

features form an intrinsic geographical, economic and political entity, or which

historically have been regarded as such.” (Terjemahannya: kepuluan berarti suatu

gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antara pulau-pulau tersebut dan

wujud-wujud alamiah lainnya yang wujud alamiahnya satu sama lain demikian

eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan

satu kesatuan geografis, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara

historis dianggap sebagai demikian). Jadi, Menurut Pasal 46 (b), “Archipelagic

Universitas Sumatera Utara

Page 80: Adhi Pradana . B NIM:130200566

74

State means a State constituted wholly by one or more archipelagos and may

include other islands”.

Metode garis pangkal lurus dipakai sebagai solusi untuk masalah perairan

kepulauan yang dimuat dalam Pasal 47 dan 49 Konvensi Hukum Laut

Internasional. Suatu negara kepulauan yang menarik garis pangkal lurus

kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau dan karang kering dari

kepulauan itu, dengan akibat bahwa kedaulatan negara kepulauan meluas hingga

yang tertutup karena penarikan garis pangkal lurus demikian, samapai ke ruang

udara yang ada di atasnya, dasar laut dan tanah dibawahnya serta kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya.

Dalam Pasal 51-54 ditentukan mengenai dihormatinya oleh negara

kepulauan perjanjian-perjanjian yang ada, hak-hak perikanan tradisional dan

kabel-kabel bawah laut, mengenai hak lintas damai, mengenai penetapan-

penetapan secara tepat alur-alur laut dan rute-rute udara oleh negara kepulaua, dan

mengenai kewajiban-kewajiban yang sama yang harus diperhatikan oleh kapal

dan pesawat udara asing, dan oleh negara kepulauan, sebagaimana yang secara

“mutatis mutandis” dalam hal lintas transit melalui selat-selat yang digunakan

untuk pelayaran internasional menurut ketentuan Pasal 39, 40, 42 dan 44.

Hak dan Kewajiban Indonesia serta status saat ini Indonesia sebagai

Negara kepulauan lebih banyak mempunyai hak daripada kewajiban menurut

Konvensi Hukum Laut 1982. Hak tersebut seperti menetapkan garis pangkal lurus

kepulauan sehingga menjadi bagian kedaulatan RI. Perairan kepulauan yang

semula dulu adalah bagian dari laut lepas, sekarang menjadi bagian dari

kedaulatan Indonesia, sehingga Indonesia harus benar-benar memanfaatkan

Universitas Sumatera Utara

Page 81: Adhi Pradana . B NIM:130200566

75

kekayaan sumber daya alam di laut tersebut. Indonesia memang harus

menghormati perjanjian-perjanjian dengan Negara tetangga yang sudah ada

sebelumnya, menghormati hak penangkapan ikan tradisional yang dilakukan oleh

negara tetangga, sebagai contoh Indonesia telah melakukan perjanjian bilateral

dengan Malaysia mengenai hak perikanan tradisional, sebagaimana tertuang

dalam Undang- Undang No 1 Tahun 1983 Tentang Pengesahan Perjanjian antara

RI – Malaysia Tentang rezim hukum negara nusantara dan hak-hak negara

Malaysia di laut teritorial dan perairan nusantara serta ruang udara di atas laut

teritorial perairan nusantara dan wilayah RI yg terletak diantara Malaysia Timur

dan Malaysia Barat, Indonesia juga telah melakukan perjanjian dengan Papua

Nugini mengenai hak-hak warga negara masing masing pihak yang berdasarkan

kebiasaan dan dengan cara-cara tradisional telah menangkap ikan di perairan

pihak lainnya, seperti diatur dalam pasal 5 Keputusan Presiden No. 21 tahun 1982

tentang Persetujuan Wilayah Laut. Maritim, Indonesia – Papua Nugini. Indonesia

juga harus menghormati perjanjian mengenai kabel-kabel bawah laut dan

menghormati hak lintas damai semua kapal asing (rights of innocent passage). Di

samping itu memang konsekuensi Indonesia sebagai Negara kepulauan, Indonesia

dapat memberikan, bukan kewajiban, hak alur laut kepulauan (right of

archipelagic sea lanes passage) bagi kapal dan rute udara di atasnya sebagaimana

diatur oleh Pasal 53 Konvensi Hukum Laut 1982, tetapi dalam ayat (12)

menegaskan bahwa “If an archipelagic State does not designate sea lanes or air

routes, the right of archipelagic sea lanes passage may be exercised through the

routes normally used for international navigation”, yaitu apabila negara

kepulauan tidak menentukan alur laut kepulauan atau rute penerbangannya, maka

Universitas Sumatera Utara

Page 82: Adhi Pradana . B NIM:130200566

76

hak alur laut kepulauan tersebut dapat dilaksanakan melalui rute yang biasanya

digunakan untuk pelayaran internasional. Penetapan alur laut kepulauan ini

membuat Indonesia harus bekerja sama dengan IMO dan status saat ini Indonesia

sudah menentukan alur laut tersebut.

Di zona ekonomi eksklusif setiap Negara pantai seperti Indonesia ini

mempunyai hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan

mengelola sumber daya alam baik hayati maupun nonhayati di perairannya, dasar

laut dan tanah di bawahnya serta untuk keperluan ekonomi di zona tersebut seperti

produksi energi dari air, arus, dan angin. Sedangkan jurisdiksi Indonesia di zona

itu adalah jurisdiksi membuat dan menggunakan pulau buatan, instalasi, dan

bangunan, riset ilmiah kelautan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.

Dalam melaksanakan hak berdaulat dan jurisdiksinya di zona ekonomi eksklusif

itu, Indonesia harus memperhatikan hak dan kewajiban Negara lain.

Indonesia sudah dilengkapi dengan UU No. 5 Tahun 1983 dan PP No. 15

Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Hayati Laut di ZEE Indonesia.

Sehubungan dengan zona ini banyak kegiatan tindak lanjut yang harus dilakukan

Indonesia seperti penetapan batas terluar ZEE Indonesia dan menyimpankan copy

peta-peta atau daftar koordinat-koordinatnya kepada Sekretariat Jenderal PBB.

Sesuai Pasal 62 Konvensi 1982, Indonesia harus memberitahukan mengenai

pembangunan dan letak pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-

bangunan lainnya di ZEE.

Menurut Pasal 13 Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia yang menyatakan bahwa “dalam rangka melaksanakan hak

berdaulat dan jurisdiksinya itu, aparatur penegak hukum dapat mengambil

Universitas Sumatera Utara

Page 83: Adhi Pradana . B NIM:130200566

77

tindakan penegakan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”. Oleh karena itu, untuk

menjaga dan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam di ZEE Indonesia itu,

Indonesia harus mempunyai kekuatan armada laut yang dapat diandalkan,

sehingga kekayaan di zona itu tidak diambil oleh kapal-kapal asing.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: Adhi Pradana . B NIM:130200566

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada

BAB IV, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Negara Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan atau negara

maritime dimana segala perairan di sekitar, di antara, dan yang

menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan

negara Republik Indonesia, dengan tidak memperhitungkan luas atau

lebarnya merupakan bagian integral dari wilayah daratan negara Republik

Indonesia sehingga merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di

bawah kedaulatan negara Republik Indonesia. Ini sudah sesuai dengan

peraturan yang tertulis sesuai dengan UNCLOS 1982 yang jadi sumber

hukum dalam masalah kawasan

2. Perlindungan batas wilayah dan yurisdiksi negara merupakan hal yang sangat

penting dan strategis sekaligus sensitif, karena berkaitan dengan

permasalahan kedaulatan (sovereignity), hak-hak berdaulat (sovereign rights)

dan yurisdiksi (jurisdiction) suatu negara terhadap zona-zona maritim

sebagaimana diatur dalam United Nation Convention on the Law of the Sea

(UNCLOS 1982) atau yang lebih dikenal dengan”Hukum Laut

Internasional”.dan pengamanan yang mumpuni oleh TNI AL Indonesia juga

mampu memperkuat wilayah perairan Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: Adhi Pradana . B NIM:130200566

79

3. Pengamanan wilayah ZEE dari negara lain juga dapat diperkuat dengan

kemampuan diplomasi dan mengisolasi ancaman dari negara lain

menggunakan kuasa ekonomi untuk melakukan atau memaksa kerja sama

,menjaga angkatan bersenjata yang efektif,melakukan pertahanan

sipil dan kesiapan darurat ,memastikan pemulihan cepat dan

perbanyakan infrastruktur kritikal.

B. Saran

Indonesia harus meninjau kembali garis-garis pangkal laut wilayah dan

menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi, baik dengan

ketentuan-ketentuan dalam laut wilayah maupun ketentuan-ketentuan dalam

negara-negara nusantara. Melaporkan garis-garis pangkal laut wilayah yang sudah

dibuat oleh Indonesia ke Sekretaris Jenderal PBB.Indonesia harus mengkaji PP 36

tahun 2002 apakah sudah sesuai dengan Hukum Laut Internasional (UNCLOS

1982). Indonesia juga harus mempunyai kekuatan armada yang mampu

mengawasi kedaulatan negara di perairan kepulauan untuk menjaga dan

memanfaatkan sumber daya alam hayati berupa ikan, sehingga tidak ada lagi

kapal-kapal asing yang beroperasi di perairan kepulauan Indonesia yang selama

ini secara besar-besaran kapal-kapal asing itu mengeksploitasi ikan milik

Indonesia. Mereka telah merugikan Negara dan rakyat Indonesia. Oleh karena itu,

Indonesia harus mempunyai sumber daya manusia dan infrastrukturnya dalam

memanfaatkan kekayaan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: Adhi Pradana . B NIM:130200566

80

DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku:

Agoes, Etty R. Konsepsi “Economic Zone” Di Dalam Hukum Laut Internasional.

Padjadjaran No. 4/1976 dan N0. 1/1977

Hasibuan, Rosmi.. Kaitan Permasalahan Rejim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) Dan Lintas Kontinen Dalam Konvensi Hukum Laut,Jakarta:Raja

Grafindo Persada, 1982

Kahar, Joenil. Artikel Penyelesaian Batas Maritim NKRI,Bandung,Gramedia

Pustaka Utama, 2004

Solihin, Akhmad.. Menantikan UU Batas Wilayah,Jakarta,Raja Grafindo Persada,

2005

Mohamad sodik, Dikdik. Hukum Laut Internasional dan pengaturannya di

Indonesia ,Bandung, PT.Refika Aditama

Parthiana, I Wayan, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia,

Bandung, Yrama Widya, 2003

Tirtamulia, Tjondro “Zona-Zona laut UNCLOS”, Bandung, PT. Brilian

internasional, 2011

Subagyo, P. Joko “Hukum Laut Indonesia”, Jakarta , PT. Rineka cipta, 2005

S.K Wahyono, Indonesia Negara Maritim, Yayasan Penerbit Nusantara, Jakarta,

2007.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: Adhi Pradana . B NIM:130200566

81

N.H.T. Siahaan dan H. Suhendi, Hukum Laut Nasional, Djambatan, Jakarta,1989.

Chairyl Anwar, ZEE di Dalam Hukum Internasional dan ZEE Asia Pasifik, Sinar

Grafika, Jakarta, 1995

Tedjo Edhy Purdijanto, Mengawal Perbatasan Negara Maritim, Sinar Grafika,

Jakarta, 2001.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif

Diantha, I Made Pasek, Zona Eksklusif Indonesia , PT.Mandar Maju ,jakarta,

2016

Parthiana, I Wayan, “Pengantar Hukum Indonesia”, PT.Mandar Maju, 2003

Sumber website:

www.pikiran-rakyat.com

www.suarakarya.com

Bambang Mubiantoro, Penerapan Hukum Laut Di Indonesia, diakses dari,

www.academia.edu/9708343/Penerapan_Hukum_Laut_Di_Indonesia

Mahyudi,Konvensi PBB tentang hukum laut interasional, diakses dari,

http://maritimblog.blogspot.co.id pada tanggal 2 Juli 2016 pukul 04.29

Dheri Agriesta/MTVN,http://www.mediaindonesia.com/news Kamis

Universitas Sumatera Utara