adat dan budaya buton kurnia
TRANSCRIPT
ADAT DAN BUDAYA BUTON
DISUSUN OLEH:
NAMA : KURNIA
NIM :
KELAS :
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS DAYAHUN IKHSANUDDIN
BAUBAU
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul “Perkembangan Peradaban Manusia dari
Masa ke Masa”.
Kami menyadari makalah ini tidak luput dari segala. Harapan kami,
semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik lagi dari
sebelumnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing atas bimbingan,
dorongan dan ilmu yang telah diberikan kepada kami. Sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dan insya Allah
sesuai yang kami harapkan. Dan tidak lupa kami ucapkan terimakasih pula kepada
rekan-rekan dan semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Baubau, Desember 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang SUKU BUTON....................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sara Pataanguna Bhinci-Bhinciki Kuli : “Pomaa-maasiaka”........... 2
2.2. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari
Segi Ekonomi................................................................................... 3
2.3. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari
Segi Sosial........................................................................................ 8
2.4. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari
Segi Budaya..................................................................................... 9
2.5. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari
Segi Politik....................................................................................... 10
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan...................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang SUKU BUTON
Buton yang mulai dikenal dalam Sejarah Nasional dalam naskah Negara
Kertagama karya Prapanca tahun 1365 Masehi merupakan sebuah negeri atau
daerah budaya bekas kerajaan / kesultanan yang pernah berdaulat pada masanya,
Buton telah menapaki proses perjalanan sejarahnya selama kurang lebih 7 (tujuh)
abad.
Buton memiliki sistem ketatanegaraan yang mapan sehingga mampu menjaga
integrasi wilayah dan rakyatnya selama ratusan tahun. Wujud kegemilangan masa
lalu negeri ini sebagian masih terefleksi dalam kehidupan masyarakatnya hingga
sekarang, baik dalam wujud sistem nilai (norma-norma), adat-istiadat, benda-
benda budaya, maupun dalam berbagai bentuk pranata sosial budaya lainnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Buton telah memiliki Falsafah
Hidup yaitu Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli yang merupakan landasan utama
Hukum Adat Wolio. Makna-makna hakiki yang terkandung di dalamnya
kemudian terjabar dalam Sara Pataanguna atau dasar hukum yang empat, yaitu
sebagai berikut :
- Pomaa – maasiaka = Saling sayang menyayangi.
Artinya saling menyayangi, saling mencintai terhadap sesama.
- Poangka - angkataka = Saling menghormati.
Artinya saling menghormati, menghargai dan saling mengutamakan terhadap
sesama.
- Popia – piara = Saling memelihara atau mengabdi.
Artinya saling memelihara, mencintai atau saling mengabdi terhadap sesama.
- Pomae – maeka = Saling takut-menakuti.
Artinya saling merasa takut atau hormat terhadap sesama.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sara Pataanguna Bhinci-Bhinciki Kuli : “Pomaa-maasiaka”
Falsafah “Bhinci-bhinciki Kuli” (saling cubit-mencubit kulit) yaitu
kemanusiaan/diri manusia atau nafsahu telah dikembangkan oleh para ilmuwan
(pemikir-pemikir) lokal di Buton pada zamannya. Walaupun sistem pemerintahan
kerajaan dan kesultanan pada saat ini sudah tidak berjalan secara formal di
lingkungan masyarakat lokal, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
masih mengakar dan melekat serta merasuk dalam lubuk hati sanubari masyarakat
Buton.
Hukum bhinci-bhinciki kuli merupakan “Pokok Adat dan Dasarnya Sara.” Dan
dinyatakan pula bahwa adat-istiadat Buton itu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Demikian pula sara di Buton itu adalah sara
Allah SWT dan sara Nabi SAW.
Dari pengertian bhinci-bhinciki kuli yang telah dikemukakan di atas jika dikaitkan
dengan pelaksanaan tugas kepemimpinan, intinya adalah saling takut, saling malu,
saling segan dan saling insyaf. Hal ini jika diterapkan dalam suatu
organisasi/kelompok masyarakat, walaupun dalam lembaga tersebut ada atasan,
ada bawahan dan ada peserta personil lainnya atau terdapat berbagai personil,
berbagai suku dan agama, tingkat umur dan kepangkatannya, namun yang
ditakuti, dimalui, disegani dan diinsyafi adalah Tuhan YME di atas segalanya.
Falsafah ini mengandung makna yang fundamental yaitu bahwa setiap manusia
selaku anggota masyarakat bila mencubit kulitnya sendiri pasti akan terasa sakit
karena itu janganlah mencoba mencubit kulit orang lain, sebab ia juga akan
merasa sakit sebagaimana Anda sendiri akan merasakan sakitnya bila hendak
dicubit oleh orang lain. Falsafah ini bersumber dari keyakinan bahwa manusia
secara universal mempunyai perasaan yang sama. Seluruh umat manusia
dilahirkan ke dunia memiliki perasaan yang sama dan hak-hak azasi yang sama
pula sebagai anugerah Tuhan yang harus dihormati dan tidak boleh dilanggar oleh
2
siapapun juga. Secara singkat dapat dikatakan bahwa falsafah “Bhinci-Bhinciki
Kuli” identik dengan “perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” adalah dasar hukum yang dijadikan landasan nilai-
nilai, cara berfikir dan sekaligus sebagai sumber hukum. Dari falsafah “bhinci-
bhinciki kuli” tersebut kemudian lahirlah “sara pataanguna”, yaitu pomaa-
maasiaka, pomae-maeka, poangka-angkataka, dan popia-piara.
Secara lebih khususnya dijelaskan bahwa Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” yaitu
salah satunya adalah Pomaa – maasiaka berarti senantiasa hidup saling peduli dan
saling menyayangi antara sesama anggota masyarakat. Hal ini mengandung
makna yang luhur, bahwa antara masyarakat harus saling menyayangi dan kasih
mengasihi secara timbal balik, saling menyayangi antara yang muda kepada yang
tua, demikian pula sebaliknya, antara si kaya dan si miskin, antara si kuat dan si
lemah, pemerintahan dengan rakyatnya dan lain sebagainya.
Dengan demikian rasa kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong dapat akan
berjalan dalam masyarakat. Namun, apabila pomaa-maasiaka ini tidak diindahkan
lagi. Maka timbul sifat sebaliknya, yaitu iri hati, dengki dan sifat-sifat
menjatuhkan harga diri yang bisa memecah belah rasa kekeluargaan,
kebersamaan, dan gotong royong.
2.2. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Ekonomi
Sebelum membahas tentang Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka”
dari segi ekonomi, kita mengulas terlebih dahulu arti dari ekonomi itu sendiri.
Kata “ekonomi” berasal dari kata Yunani, oikos yang berarti “keluarga, rumah
tangga” dan nomos atau peraturan, aturan, hukum. Jadi secara garis besar,
ekonomi diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah
tangga”.
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Ekonomi merupakan aktivitas yang boleh dikatakan
sama halnya dengan keberadaan manusia di bumi ini sehingga kemudian timbul
motif ekonomi yaitu keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3
Ekonomi memiliki prinsip, dimana prinsip tersebut merupakan langkah yang
dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan tertentu
untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Sistem ekonomi ada berbagai macam, di antaranya :
- Sistem Ekonomi Kapitalis
Prinsipnya yaitu :
- Kebebasan memiliki harta secara sendirian,
- Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas,
- Ketidaksamaan ekonomi.
- Sistem Ekonomi Komunis
Prinsipnya yaitu :
- Hak milik atas alat-alat produksi oleh Negara,
- Proses ekonomi berjalan atas dasar rencana yang telah dibuat,
- Perencanaan ekonomi sebagai rencana atau dalam proses ekonomi yang harus
dilalui.
- Sistem Ekonomi Sosialis.
Prinsipnya yaitu :
- Hak milik atas alat-alat produksi oleh koperasi-koperasi serikat pekerja, badan
hukum,dan masyarakat yang lain. Pemerintah menguasai alat-alat produk
yang vital,
- Proses ekonomi berjalan atas dasar mekanisme pasar,
- Perencanaan ekonomi sebagai pengaruh dan pendorong dengan usaha
menyesuaikan kebutuhan individual dengan kebutuhan masyarakat.
Indonesia memiliki sistem ekonomi sendiri yaitu sistem demokrasi ekonomi yang
prinsip-prinsip dasarnya tercantum dalam Undang-Undang 1945, pasal 33.
Sistem kapitalis yang saat ini banyak dipergunakan telah menunjukkan kegagalan
dengan mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi. Sistem Ekonomi Islam sebagai
pilihan alternatif mulai digali untuk diterapkan sebagai sistem perekonomian yang
4
baru. Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem
ekonomi yang lain. Di mana dalam sistem ekonomi Islam terdapat nilai moral dan
nilai ibadah dalam setiap kegiatannya.
Prinsip ekonomi Islam adalah :
- Kebebasan individu,
- Hak terhadap harta,
- Ketidaksamaan ekonomi dalam hal batasan,
- Kesamaan sosial,
- Keselamatan sosial,
- Larangan menumpuk kekayaan,
- Larangan terhadap institusi anti-sosial,
- Kebijakan individu dalam masyarakat.
Konsep ekonomi Islam, Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua
pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk
keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem
ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan
di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani atau etika yang diperlukan
manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
yaitu dalam :
- QS Al-Ahzab : 72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah )
- QS Hud : 61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi)
- QS Al-Baqarah : 30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah Allah di
bumi.)
Hal – hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut
diperoleh ketentuannya dengan jalan Ijtihad.
Dasar-dasar ekonomi Islam adalah bertujuan :
1. Untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia maupun di akhirat,
tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun
5
rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu,
alas pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan
dan kelestarian alam tetap terjaga.
2. Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan
dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3. Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlantar
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang-orang miskin yang selalu
meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian
rizki.
5. Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.
6. Perniagaan diperkenankan akan tetapi riba dilarang.
7. Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama. Dan yang menjadi
ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.
Kemudian landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya sistem ekonomi Islam
adalah sebagai berikut.
Nilai dasar dalam ekonomi Islam.
1. Hakekat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
2. Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3. Keadilan antar sesama manusia.
Nilai Instrumental sistem ekonomi Islam.
1. Kewajiban zakat.
2. Larangan riba.
3. Kerjasama ekonomi.
4. Jaminan sosial.
5. Peranan negara.
Nilai Filosofis Sistem Ekonomi Islam.
1. Sistem ekonomi Islam bersifat terikat yakni nilai.
6
2. Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian dan
pengembangannya berlangsung terus-menerus.
Nilai Normatif dalam Sistem Ekonomi Islam.
1. Landasan aqidah
2. Landasan akhlak
3. Landasan syar’iah
4. Al-Qur’anul Karim
5. Ijtihad (Ra’yu) meliputi qiyas, masalah mursalah, istishan, istishab, dan urf.
Ekonomi Islam dan tantangan Kapitalisme.
Perbedaan dalam ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lain adalah
· Asumsi dasar atau norma pokok maupun aturan main dalam proses ataupun
interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan. Dalam sistem ekonomi Islam,
asumsi dasarnya adalah syari’ah Islam, diberlakukan secara menyeluruh baik
terhadap individu, keluarga, kelompok, masyarakat, usahawan, maupun
penguasa atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk
keperluan jasmaniah ataupun rohaniah.
Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan alam.
Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat
selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.
Berbicara tentang sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa
dilepaskan dari perbedaan pendapat mengenai halal haramnya bunga yang oleh
sebagian ulama dianggap sebagai riba yang diharamkan oleh Al-Qur’an.
Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik sebagai alat penukar, alat penyimpan
kekayaan dan pendukung peralihan dari sistem barter ke sistem perekonomian
uang, oleh para penulis Islam telah diakui, tetapi riba mereka sepakati sebagai
konsep yang harus dihindari dalam perekonomian. Sistem bunga dalam perbankan
(rente stelsel) mulai diyakini oleh sebagian ahli sebagai faktor yang
7
mengakibatkan semakin buruknya situasi – situasi perekonomian dan sistem
bunga sebagai faktor penggerak investasi dan tabungan dalam perekonomian
Indonesia, sudah teruji bukan satu-satunya cara terbaik mengatasi lemahnya
ekonomi rakyat.
Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi yang
menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya dan tidak ada
keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko sama
sekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan umat
Islam wajib meninggalkannya (QS Al-Baqarah : 278), akan tetapi Islam
menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (QS 83; 1-6).
Dari penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa Falsafah Bhinci – Bhinciki
Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi ekonomi dapat dilihat dari adanya keberadaan
sistem ekonomi Islam yang ada dalam kehidupan manusia, dimana pengertian
Pomaa-maasiaka dari segi ekonomi berarti harus berbasis cinta kasih atau
kepuasan kepada kedua belah pihak, dalam arti antara keduanya tidak saling
merugikan, yaitu antara pembeli dan penjual.
2.3. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Sosial
Menurut pendapat Dr. Bambang Rudito, di kehidupan kita sebagai anggota
masyarakat istilah sosial sering dikaitkan dengan hal- hal yang berhubungan
dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota,
kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dan juga sering
diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan
manusia sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang
kuat terhadap yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering
dikatakan sebagai mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Sosial berkaitan dengan kemanusiaan sehingga dapat diasumsikan sosial pada
dasarnya mengarah pada bentuk atau sifatnya yang humanis atau kemanusiaan
dalam artian kelompok, yang mengarah pada hubungan antar manusia sebagai
anggota masyarakat. Sehingga dapat dimaksudkan bahwa sosial merupakan
rangkaian norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu
8
masyarakat atau komuniti yang digunakan sebagai acuan dalam berhubungan
antar manusia.
Dari pernyataan di atas, jika dikaitkan dengan Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” dari segi sosial, maka interaksi antar hubungan sesama
manusia atau masyarakat haruslah dilandasi kasih sayang, walaupun ada
perbedaan status dalam lingkungannya.
2.4. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Budaya
Berdasarkan asal-usul katanya (etimologis), budaya bentuk jamaknya kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah” yang merupakan bentuk jamak budi,
yang artinya akal atau segala sesuatu yang berhubungan dengan akal pikiran
manusia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan budaya dalam dua pandangan
yaitu : pertama, hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian dan adat-istiadat; kedua, menggunakan pendekatan ilmu
antropologi yaitu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya yang akan menjadi
pedoman tingkah lakunya.
Budaya memiliki perwujudan, contohnya adanya aktivitas (tindakan) yang
merupakan suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, sering pula
disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia
lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
Dapat dilihat dari berbagai contoh, di antaranya dalam pelaksanaan
kepemimpinan, seorang pemimpin dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya selalu membimbing dan membantu para bawahan dan staf lainnya
melalui teguran secara langsung agar kesalahan yang dibuat oleh bawahannya
tidak berlarut-larut. Di samping itu, adanya kasih sayang yang diberikan guru
terhadap siswanya, bawahan yang selalu memberi salam dan mematuhi nasihat
9
atasannya. Kasih sayang tidak sebatas hanya sesama manusia saja, akan tetapi
juga semua makhluk ciptaan-Nya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Berkaitan dengan hal ini, maka dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-
maasiaka” dari segi budaya dapat dimaknai bahwa setiap perilaku yang dilakukan
setiap hari harus berlandaskan saling mengasihi antara yang satu dengan yang
lainnya.
2.5. Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos,
artinya (sesuatu yang) berhubungan dengan warga Negara atau warga kota. Kedua
kata itu berasal dari kata polis maknanya kota. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1989), pengertian politik sebagai kata benda ada tiga. Jika dikaitkan
dengan ilmu artinya
1. Pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dasar-dasar
pemerintahan);
2. Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai
pemerintahan atau terhadap Negara lain; dan
3. Kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau mengenai suatu masalah).
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada
dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Dapat
disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat
dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang
kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Sebagai contoh, dengan adanya UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Merupakan suatu tindakan atau keputusan pemerintah dalam menetapkan
kebijakannya yang tidak membawa kerugian kepada masyarakat ataupun
pemerintah dan negara. Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik,
dengan memakai sistem demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat
10
oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan
otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan demikian, dari segi politik, arti dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” yaitu dalam proses pengambilan kebijakan dalam tatanan
pemerintahan harus berlandaskan kasih sayang, di mana tidak ada kerugian yang
diterima oleh kedua belah pihak, baik rakyat ataupun pemerintah.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Buton telah memiliki Falsafah
Hidup yaitu Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli yang merupakan landasan utama
Hukum Adat Wolio, dasar hukum yang dijadikan landasan nilai-nilai, cara berfikir
dan sekaligus sebagai sumber hukum yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Makna-makna hakiki yang terkandung di dalamnya kemudian terjabar
dalam Sara Pataanguna atau dasar hukum yang empat, yaitu sebagai berikut :
- Pomaa – maasiaka
- Poangka - angkataka
- Popia – piara
- Pomae – maeka
Secara lebih khusus bahwa Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” yaitu salah satunya
adalah Pomaa – maasiaka berarti senantiasa hidup saling peduli dan saling
menyayangi antara sesama anggota masyarakat. Bahwa antara masyarakat harus
saling menyayangi dan kasih mengasihi secara timbal balik, saling menyayangi
antara yang muda kepada yang tua, demikian pula sebaliknya, antara si kaya dan
si miskin, antara si kuat dan si lemah, pemerintahan dengan rakyatnya dan lain
sebagainya. Sehingga rasa kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong dapat
akan berjalan dalam masyarakat. Namun, apabila pomaa-maasiaka ini tidak
diindahkan lagi. Maka timbul sifat sebaliknya, yaitu iri hati, dengki dan sifat-sifat
menjatuhkan harga diri yang bisa memecah belah rasa kekeluargaan,
kebersamaan, dan gotong royong.
Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi ekonomi dapat
dilihat dari adanya keberadaan sistem ekonomi Islam yang ada dalam kehidupan
manusia, dimana pengertian Pomaa-maasiaka dari segi ekonomi berarti harus
berbasis cinta kasih atau kepuasan kepada kedua belah pihak, dalam arti antara
keduanya tidak saling merugikan, yaitu antara pembeli dan penjual.
12
Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi sosial, maka
interaksi antar hubungan sesama manusia atau masyarakat haruslah dilandasi
kasih sayang, walaupun ada perbedaan status dalam lingkungannya.
Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi budaya dapat
dimaknai bahwa setiap perilaku yang dilakukan setiap hari harus berlandaskan
saling mengasihi antara yang satu dengan yang lainnya.
Dari segi politik, arti dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka”
yaitu dalam proses pengambilan kebijakan dalam tatanan pemerintahan harus
berlandaskan kasih sayang, di mana tidak ada kerugian yang diterima oleh kedua
belah pihak, baik rakyat ataupun pemerintah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Nabai Drs. Mutiara Buton yang Terpendam.
Andriansyah. 2009. Makalah Sistem Politik di Indonesia. Medan.
Saidi, EA Mohammad, Haziroen Koedoes & Musa Awi. 2002. Ikhtisar Adat
Istiadat Masyarakat Buton. Yayasan Keraton Wolio Buton. Bau-Bau.
Safulin, La Ode, Rustam Awat & Aris Mahmud. 2009. Akhlak dan Budaya
Buton. Bau-Bau.
Tanziylu Faizal Amir, Ld. Muhammad, dkk. Sejarah Terjadinya Negeri Buton dan
Negeri Muna. Buton.
Turi, La Ode. 2007. Esensi Kepemimpinan Bhinci-Bhinciki Kuli (Suatu Tinjauan
Budaya Kepemimpinan Lokal Nusantara). Khazanah Nusantara. Kendari.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Diposkan oleh Widya Djaati di 03.18
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
14