ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

34
Ada 13 SOP dalam Pelayanan Rumah Sakit June 17, 2009 · Filed under Others Selasa, 16 Juni 2009 15:06 Berikut wawancara SH dengan Komisaris Rumah Sakit Krakatau Medika, Serang, Banten, DR Dr H Tb Rachmat Sentika Sp.A, MARS. Berkaca dari kasus Prita Mulyasari versus Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, Tangerang, sebenarnya Standar Operasional Prosedur (SOP) sebuah rumah sakit dalam menangani pasien itu seperti apa? Sebuah rumah sakit wajib menyusun standard operating procedure. Setidaknya ada 13 jenis standar yang diperlukan. Di antaranya adalah untuk pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan, sumber daya manusia, keuangan dan adminitrasi, pelayanan umum, pemasaran, manajemen infus, QUMR, kebersihan dan keselamatan kerja, perinasia/kamar bayi, dan penyebaran bahan-bahan berbahaya dari rumah sakit. Jadi rumah sakit yang tidak punya standar seperti ini tidak bisa keluar surat izin sementaranya. Penjelasannya seperti apa? Ada pula untuk pelayanan medis bagaimana penerimaan pasien di UGD, penerimaan pasien di poliklinik dan unit rawat jalan, bagaimana menangani pasien di rawat inap. Untuk penunjang medis ada farmasi, laboratorium, radiologi, instalasi medik. Sementara untuk laboratorium medis ada beberapa tindakan, cara memilih kreagen, kesesuaian hasil, ketidaksesuaian hasil bagaimana cara penanganannya. Apakah pihak rumah sakit sudah memberi tahu pasien tentang hak-haknya?

Upload: restyani-daniar

Post on 07-Dec-2014

28.092 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Ada 13 SOP dalam Pelayanan Rumah Sakit

June 17, 2009 · Filed under Others

Selasa, 16 Juni 2009 15:06

Berikut wawancara SH dengan Komisaris Rumah Sakit Krakatau Medika, Serang, Banten, DR Dr H Tb Rachmat Sentika Sp.A, MARS.

Berkaca dari kasus Prita Mulyasari versus Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, Tangerang, sebenarnya Standar Operasional Prosedur (SOP) sebuah rumah sakit dalam menangani pasien itu seperti apa?

Sebuah rumah sakit wajib menyusun standard operating procedure. Setidaknya ada 13 jenis standar yang diperlukan. Di antaranya adalah untuk pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan, sumber daya manusia, keuangan dan adminitrasi, pelayanan umum, pemasaran, manajemen infus, QUMR, kebersihan dan keselamatan kerja, perinasia/kamar bayi, dan penyebaran bahan-bahan berbahaya dari rumah sakit. Jadi rumah sakit yang tidak punya standar seperti ini tidak bisa keluar surat izin sementaranya.

Penjelasannya seperti apa?

Ada pula untuk pelayanan medis bagaimana penerimaan pasien di UGD, penerimaan pasien di poliklinik dan unit rawat jalan, bagaimana menangani pasien di rawat inap. Untuk penunjang medis ada farmasi, laboratorium, radiologi, instalasi medik. Sementara untuk laboratorium medis ada beberapa tindakan, cara memilih kreagen, kesesuaian hasil, ketidaksesuaian hasil bagaimana cara penanganannya.

Apakah pihak rumah sakit sudah memberi tahu pasien tentang hak-haknya?

Ada Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dalam Pasal 47 dikatakan bahwa setiap pasien berhak untuk menerima informasi mengenai penyakitnya, hasil pemeriksaan dirinya, dan rencana pengobatannya. Setiap kejadian ditulis di medical record. Medical record kepunyaan rumah sakit, tapi isinya kepunyaan pasien. Dan pihak yang berhak mengetahui hanya dokter dan pasien itu sendiri, bahkan pihak manajemen rumah sakit tidak boleh mengetahuinya. Selanjutnya, hak-hak pasien lainnya ialah berhak mendapat informasi dari ahli/dokter lainnya. Setiap pasien berhak mengemukakan pendapatnya, tetapi dokter tidak boleh.

Page 2: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Tetapi pasien sering tidak tahu hak-haknya?

Rumah sakit yang memiliki penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit (PKMRS) wajib memberitahukan mengenai hak-hak pasien. Di setiap rumah sakit pasti ada tulisan mengenai hak-hak pasien. Untuk itu, diperlukan SOP di setiap rumah sakit, yang setidaknya ada 13 standar itu.

Bagaimana dengan rumah sakit yang tidak memberi tahu hak-hak pasien?

Sekarang yang diperlukan ialah kepercayan pasien dan dokter, begitu pula sebaliknya. Ketika dia menyerahkan jiwa raganya kepada dokter, memang terkadang ada dominasi dari pihak rumah sakit yang kadang membuat pasien menderita. Untuk menghilangkan hal seperti itu, kami di rumah sakit dilatih bagaimana supaya bukan pasien yang membutuhkan kami, tetapi kami yang membutuhkan mereka. Kalau falsafah ini diterapkan, maka tidak akan ada masalah di kemudian hari.

Apakah setiap rumah sakit harus memiliki falsafah seperti itu?

Rumah sakit yang memberikan pelayan prima bukanlah mengatur. Seperti yang tertulis di UU Praktik Kedokteran, setiap dokter harus menjunjung tinggi sifat humanitas. Jika tidak memiliki sifat seperti itu, jangan menjadi dokter. Dan rumah sakit harus menganggap setiap pasien yang datang untuk berobat adalah mitra rumah sakit, karena secara tidak langsung pasien akan mengeluarkan uang untuk sembuh, kenapa kami tolak?

Dalam kasus Prita Mulyasari, bagaimana dengan soal rekaman medis itu?

Prita meminta rekaman medisnya dari dokter di gawat darurat (emergency), padahal dia harusnya meminta rekaman medis pada dokter penyakit dalam yang memeriksanya. Prita memang tidak diberikan hasil rekaman medis yang pertama karena hasilnya belum valid.

Hasil pemeriksaan trombosit belum bisa dijadikan alat diagnostik yang menunjukkan seseorang menderita demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan WHO, ada enam substansi yang bisa dijadikan alat diagnostik seseorang terserang DBD, di antaranya adalah panas tubuh 39 derajat Celcius selama tiga hari berturut-turut, ada rasa nyeri di ulu hati, disertai dengan bintik-bintik merah dan pendarahan, pembesaran hati dan limpa, ada pengentalan hemotoklit serta trombosit.

Namun orang selalu mengartikan kalau trobositnya kurang dari normal, langsung mencap dia terserang DBD. Itu tidak bisa serta merta dijadikan alat diagnostik. Dalam kasus Prita ini, terjadi kesalahan komunikasi antara dokter dengan pasiennya.

(heru guntoro /

Page 3: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

stevani elisabeth)

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/

http://purnamawati.wordpress.com/2009/06/17/ada-13-sop-dalam-pelayanan-rumah-sakit/

KODE ETIK KDOKTERAN INDONESIA

dari http://library.usu.ac.id

dengan kesalahan ketik diabaikan.

Kalau perlu Pedoman Pelaksanaan KODE ETIK KDOKTERAN INDONESIA,

saya bisa bantu kirim, tapi perlu waktu u/ mempersiapkannya.,

Salam,

PUJI H

Perhimpunan INTI

Jl. Roa Malaka Utara No. 5 C-D

Jakarta 11230

Phone: +62 21 6915891

Fax. + 62 21 691 5893

www.inti.or.id

----- Original Message -----

From: "imcw" <[EMAIL PROTECTED]>

Page 4: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

To: <[email protected]>

Sent: 08 May, 2007 20:24 PM

Subject: RE: [Dokter Umum] Re: dokter bintang iklan

> Silakan Pak, untuk etika kedokteran, saya punya hard copy-nya, sayangnya

> masih dipinjam ama teman. :)

> --

> i made cock wirawan

> http://dekock.wordpress.com

> http://www.ikayanafk.org

> -------------------------------------

>

> -----Original Message-----

> From: [email protected] [EMAIL PROTECTED] On

> Behalf Of Ivan Purba

> Sent: Selasa 08 Mei 2007 11:06

> To: [email protected]

> Subject: Re: [Dokter Umum] Re: dokter bintang iklan

>

> Gimana kalau kita bahas Kode Etik Kedokteran di forum

> ini, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan

> oleh seorang dokter disaat dia berperan sebagai

> seorang dokter, ada yang punya salinan kode etik tsb ?

>

Page 5: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

http://library.usu.ac.id

KODE ETIK KDOKTERAN INDONESIA

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai

dengan standar profesi yang tertinggi.

Page 6: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan

kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji

diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun

fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah

memperoleh persetujuan pasien.

Page 7: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan

setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya

dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah

diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus dalam setiap praktik medisnya memberikan pelayanan

medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai

rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7 b

Page 8: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup

makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

Page 9: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun

psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang

sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu

melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,

ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit

tersebut.

Pasal 11

Page 10: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa

dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau

dalam masalah lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Page 11: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan

baik

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran/kesehatan.

Page 12: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

PENJELASAN KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Sumpah dokter di Indonesia telah diakui dalam PP No. 26 Tahun 1960. Lafal

ini terus disempurnakan sesuai dengan dinamika perkembangan internal dan

eksternal protesi kedokteran baik dalam lingkup nasional maupun

internasional. Penyempurnaan dilakukan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik

Kedokteran II tahun 1981, pada Rapat Kerja Nasional Majelis Kehormatan Etika

Kedokteran (MKEK) dan Majelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota (MP2A) tahun

1993, dan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran III, tahun 2001.

Pasal 2

Page 13: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan protesi kedokteran

mutakhir, yaitu yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran, etika

umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan

kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.

Pasal 3

Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik

1. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan ketrampilan

kedokteran dalam segala bentuk.

2. Menerima imbalan selain dari pada yang layak, sesuai dengan jasanya,

kecuali dengan keikhlasan dan pengetahuan dan atau kehendak pasien.

3. Membuat ikatan atau menerima imbalan dari perusahaan farmasi/obat,

perusahaan alat kesehatan/kedokteran atau badan lain yang dapat mempengaruhi

pekerjaan dokter.

4. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung untuk mempromosikan

obat, alat atau bahan lain guna kepentingan dan keuntungan pribadi dokter.

Page 14: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Pasal 4

Seorang dokter harus sadar bahwa pengetahuan dan ketrampilan profesi yang

dimilikinya adalah karena karunia dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa semata

dengan demikian imbalan jasa yang diminta harus di dalam batas-batas yang

wajar.

Hal-hal berikut merupakan contoh yang dipandang bertentangan dengan Etik

a. Menggunakan gelar yang tidak menjadi haknya.

b. Mengiklankan kemampuan, atau kelebihan-kelebihan yang dimilikinya baik

lisan maupun dalam tulisan.

Pasal 5

Sebagai contoh, tindakan pembedahan pada waktu operasi adalah tindakan demi

kepentingan pasien.

Page 15: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Pasal 6

Yang dimaksud dengan mengumumkan ialah menyebarluaskan baik secara lisan,

tulisan maupun melalui cara lainnya kepada orang lain atau masyarakat.

Pasal 7 Cukup jelas.

Pasal 7a Cukup jelas.

Pasal 7b Cukup jelas.

Pasal 7c Cukup jelas.

Pasal 7d Cukup jelas.

Page 16: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Pasal 8 Cukup jelas.

Pasal 9 Cukup jelas

Pasal 10

Dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut adalah dokter yang

mempunyai kompetensi keahlian di bidang tertentu menurut dokter yang waktu

itu sedang menangani pasien.

Pasal 11 Cukup jelas.

Pasal 12

Page 17: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Kewajiban ini sering disebut sebagai kewajiban memegang teguh rahasia

jabatan yang mempunyai aspek hukum dan tidak bersifat mutlak.

Pasal 13

Kewajiban ini dapat tidak dilaksanakan apabila dokter tersebut terancam

jiwanya

Pasal 14 Cukup jelas.

Pasal 15

Secara etik seharusnya bila seorang dokter didatangi oleh seorang pasien

yang diketahui telah ditangani oleh dokter lain, maka ia segera memberitahu

dokter yang telah terlebih dahulu melayani pasien tersebut.

Hubungan dokter-pasien terputus bila pasien memutuskan hubungan tersebut.

Page 18: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Dalam hal ini dokter yang bersangkutan seyogyanya tetap memperhatikan

kesehatan pasien, yang bersangkutan sampai dengan saat pasien telah

ditangani oleh dokter lain

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02898.html

Memulihkan Hubungan Pasien & Dokter yang Retak Januari 1, 2010

Posted by teknosehat in Bioetik & Biohukum, HUKUM KESEHATAN, Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan.

trackback

Memulihkan Hubungan Pasien & Dokter yang Retak

Billy N. <[email protected]>

Dalam kolom ‘Surat Pembaca’ di beberapa harian, mungkin kita membaca surat-surat yang berisi pertentangan antara pasien dengan rumah sakit (RS) yang pernah merawatnya mengenai kepemilikan isi rekam medik. Pasien menganggap isi rekam medik adalah miliknya, sementara RS menganggap pasien hanya berhak atas isi resume/ringkasannya saja. Dalam kasus Prita Mulyasari, masalah rekam medik pun menjadi pertentangan ketika pihak RS menolak memberikan rekam medik dengan lengkap.

Kedua pendapat ini memiliki dasar hukum masing-masing. Pasal 47 UU no.29/2004 dengan jelas menyebutkan bahwa isi medik milik pasien, sementara pasal 12 Permenkes no.269/2008 mereduksi hak pasien tersebut menjadi hanya isi ringkasannya saja. Menurut azas preferensi hukum, peraturan yang lebih tinggi mengalahkan yang lebih rendah (lex superiori derogat legi inferiori).

Masalah ini sebenarnya bukan semata masalah hukum, tetapi adalah ‘puncak dari gunung es’ retaknya hubungan antara masyarakat sebagai pasien dengan dokter/RS. Ini mengakibatkan adanya perbedaan cara pandang mengenai hubungan pasien dengan dokter/RS. Di satu sisi, masih banyak dokter beranggapan bahwa hubungannya dengan pasien adalah seperti hubungan orangtua-anak (paternalistik), dokter lebih mendominasi sehingga pasien dianggap tidak tahu apa-apa & cukup menurut saja, sedangkan dokter dianggap ‘manusia setengah dewa’ yang tahu segalanya. Dalam pola ini, dokter menganggap wajar jika pasien hanya berhak atas ringkasan rekam mediknya saja.

Page 19: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Di sisi lain, sudah banyak pasien yang menganggap hubungannya dengan dokter adalah seperti klien-teknisi atau konsumen-produsen, di mana konsumen pelayanan kesehatan adalah ‘raja’. Dokter cukup ‘memperbaiki’ tubuh & melayani kehendak pasien, karena telah dibayar mahal termasuk untuk mengisi rekam medik. Sehingga wajar jika pasien berhak meminta semua isi rekam mediknya dalam pola ini.

Kedua jenis hubungan tersebut sebenarnya bukan tipe hubungan yang tepat untuk pasien-dokter, karena tidak menjadi hubungan yang setara di antara keduanya. Pada hubungan paternalistik, dokter terkesan seenaknya dalam melayani pasien, pasien sering dianggap masalah yang harus cepat diselesaikan atau semata makhluk biologis yang harus diobati. Pasien hanya dapat pasrah apalagi dalam pola ini banyak yang biaya pengobatannya ditanggung oleh perusahaan atau negara.

Sedangkan pada hubungan konsumen-produsen, pasien menjadi konsumen yang senang ‘berbelanja’ dokter, mencari mana yang paling memuaskannya, jika diperlukan yang paling ahli sampai ke luar negeri. Jika tidak sembuh atau dianggap kurang memuaskan pelayanannya, dokter dapat dituduh melakukan malapraktik. Dalam pola ini, dokter pun menjadi penyedia jasa yang selektif, hanya mau melayani pasien yang mampu membayar sesuai tarif yang ditentukannya & berlomba menyediakan berbagai fasilitas yang diingini pasien.

Dalam buku ‘Matters of Life and Death‘, pakar etika kedokteran John Wyatt menyatakan bahwa pola hubungan yang baik untuk pasien & dokter sebenarnya adalah suatu hubungan ‘ahli-ahli’ (the expert-expert relationship), di mana terjadi suatu hubungan sejajar yang saling menghormati & percaya. Dasar pemikiran pola ini adalah dokter sebagai ahli dalam bidang kesehatan sementara pasien tentu ‘ahli’ (yang paling mengetahui) keluhan, riwayat kesehatan, sampai gaya hidup pribadinya. Dalam pola ini, pasien tidak dianggap masalah atau kumpulan trilyunan sel sakit yang dapat diobati penyakitnya sesuai prosedur standar atau perkembangan teknologi kedokteran terbaru. Namun pasien adalah manusia seutuhnya yang unik sehingga diperlukan pendekatan pribadi untuk kondisi kesehatan yang mungkin sama dengan banyak pasien lain.

Hubungan pasien & dokter dalam pola ini terjadi karena adanya aspek filantropis (mengasihi orang lain) dari dokter, bukan didasarkan pada aspek finansial belaka seperti pada pola konsumen-produsen. Sedangkan pasien dalam pola ini tidak hanya mencari pertolongan dokter ketika dalam kondisi sakit saja seperti pada pola paternalistik, tetapi juga dalam kondisi sehat untuk mencegah penyakit, menjaga & meningkatkan derajat kesehatannya.

Dengan pola ini, kepemilikan isi rekam medik bukanlah suatu hal yang perlu dipertentangkan & menjadi rahasia bagi pasien yang kondisi tubuhnya tercatat di dalamnya. Karena dalam hubungan ini, isi rekam medik menjadi salah satu pengikat hubungan pasien-dokter, yaitu sejarah hubungan keduanya dalam usaha untuk menjaga & mencapai kesehatan pasien.

Pola hubungan yang baik ini tentu bukan hanya menjadi kepentingan pasien & dokter semata, tetapi menjadi kepentingan pemerintah juga dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Pemerintah harus ikut mendukungnya dengan membuat peraturan perundangan yang tentunya tidak saling bertentangan, kebijakan yang mengutamakan pencegahan penyakit & peningkatan kesehatan, tidak menjadikan bidang kesehatan sebagai usaha populis semata untuk mendapat dukungan di pemilu, &

Page 20: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

memasukkan pola hubungan yang baik ini dalam inti kurikulum pendidikan dokter di Indonesia. Dengan hubungan pasien & dokter yang lebih baik, maka masyarakat dapat tetap sehat dalam membangun negeri ini.

(c)Hukum-Kesehatan.web.id

http://hukumkes.wordpress.com/2010/01/01/memulihkan-hubungan-pasien-dokter-yang-retak/

HAK PASIEN TERHADAP DOKTER ATAU RUMAH SAKIT

HAK PASIEN TERHADAP DOKTER ATAU RUMAH SAKIT

Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia kedokteran yang dihubungkan dengan hukum. Bidang kedokteran yang dahulu dianggap profesi mulia, seakan-akan sulit tersentuh oleh orang awam, kini mulai dimasuki unsur hukum. Gejala ini tampak menjalar ke mana-mana, baik di dunia barat yang mempeloporinya maupun Indonesia. Hal ini terjadi karena kebutuhan yang mendesak akan adanya perlindungan untuk pasien maupun dokternya.

Salah satu tujuan dari hukum adalah untuk melindungi kepentingan pasien di samping mengembangkan kualitas profesi dokter atau tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan kepentingan tenaga kesehatan, merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap kepentingan-kepentingan itu harus diutamakan.

Di satu pihak pasien menaruh kepercayaan terhadap kemampuan profesional tenaga kesehatan. Di lain pihak karena adanya kepercayaan tersebut seyogianya tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan menurut standar profesi dan berpegang teguh pada kerahasiaan profesi.

Kedudukan dokter yang selama ini dianggap lebih "tinggi" dari pasien disebabkan keawaman pasien terhadap profesi kedokteran. Dengan semakin berkembangnya masyarakat, hubungan tersebut secara perlahan-lahan mengalami perubahan. Kepercayaan kepada dokter secara pribadi berubah menjadi kepercayaan terhadap keampuhan ilmu kedokteran dan teknologi.

Agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa yang dinamakan malpraktek di bidang kedokteran, perlu diungkap hak dan kewajiban pasien. Pengetahuan tentang hak dan kewajiban pasien diharapkan akan meningkatkan kualitas sikap dan tindakan yang cermat dan hati-hati dari tenaga kedokteran.

Page 21: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukum untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan.

Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan pihak pemberi pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-haknya.

Hubungan Antara Pasien Dengan Tenaga Medis

Menurut Kartono, hubungan pasien dan dokter saat ini tidak lagi feodalistik di mana pasien biasanya pasrah dan menyerah pada dokter. Kini pasien semakin sadar bahwa dirinya sebagai konsumen mengeluarkan biaya untuk mendapat pelayanan yang baik dari dokter sehingga ketika hasilnya tidak sesuai dengan harapan maka konflik sangat mungkin terjadi.

Dalam era kesadaran konsumen sekarang selain pasien yang semakin sadar akan haknya, dokter pun membutuhkan pasien walau mereka lebih sering membantah hal ini.

Pasien pada umumnya ingin cepat sembuh dan mendapatkan pelayanan seperti yang diharapkan. Selain itu pasien juga ingin agar setiap pertanyaannya dijawab tuntas. Sementara dokter punya harapan pasiennya akan menurut dan tidak banyak bertanya. Perbedaan ini, menurut dia, merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik antara dokter dan pasien.

Menghadapi hal tersebut, lanjut Kartono, satu hal yang harus disadari dokter adalah keadaan emosi pasien. Setiap pasien yang datang ke dokter, apalagi ke rumah sakit, akan merasa stres. Hal ini disebabkan keadaan penyakitnya dan lingkungan rumah sakit yang berbeda dengan dirinya. Dengan begitu pasien lebih cenderung memakai emosi dalam bertindak. Dan jika sikap dokter tidak tepat, maka pasien akan mudah marah dan tersinggung.

Konsep sakit yang berbeda, menurut Kartono, merupakan faktor lain penyebab konflik. Bagi pasien, ada yang menganggap sakit itu sebagai ancaman serius, namun ada juga yang menganggap sakit itu sebagai peluang untuk mendapatkan perhatian lebih dari teman atau keluarga. Bahkan ada yang menganggap sakit kesempatan untuk bolos kerja. Sementara bagi dokter, penyakit seorang pasien hanyalah salah satu problem di antara sekian banyak pasien lainnya. Sehingga pendekatan yang dipakai dokter umumnya teknikal rasional. Jika pasien panik melihat darah keluar dari tubuhnya dan ingin segera masuk ICU, dokter belum tentu berpikir serupa.

Semua perbedaan tersebut, kata Kartono, dapat diselesaikan melalui komunikasi dan itu harus dimulai dari dokter. Kadang klaim seorang pasien itu bukan berpangkal dari masalah benar atau salah, tapi dari rasa ketidakpuasan. Untuk itu tidak ada jalan selain berusaha mengerti dan berkomunikasi dengan pasien dengan baik.

Konflik antara dokter dan pasien tidak perlu terjadi seandainya dokter benar-benar memahami hak pasien. Menurut salah seorang anggota dewan pembina RS Honoris, Doktor Herkutanto, hanya ada dua

Page 22: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

dasar yang membuat dokter bisa menolak memberi informasi medis pada pasiennya. Pertama jika membahayakan jiwa sang pasien dan kedua jika pasiennya tidak cakap, misalnya sakit jiwa atau masih anak-anak.

Kasus hukum dalam hubungan dokter dan pasien terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara keharusan dan kenyataan. Disanalah letak pentingnya medical record untuk penyesuaian. Sayangnya hingga kini persepsi tentang medical record itu masih salah, banyak dokter yang beranggapan bahwa rekam medis hanyalah catatan pengingat bagi dirinya. Untuk menghindari hal tersebut maka hubungan dokter dengan pasien perlu dibina dengan baik.

Pola hubungan pasien dengan dokter secara umum dapat dibagi atas tiga macam bentuk :

1.Priestly model (paternalistic), dalam hubungan ini dokter menjadi lebih dominan dibanding dengan pasien.

2.Collegial model, dalam hubungan antara pasien dengan dokter lebih bersifat sebagai mitra.

3.Engineering model, dalam hubungan ini pasien menjadi lebih dominan dibanding dengan dokter.

Hak Pasien

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggungjawab seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan atau kesehatannya.

Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dalam pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga berhak untuk mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan riwayat penyakit pasien.

Hak-hak pasien juga dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pasal 14 undang-undang tersebut mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran, dan hak opini kedua. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

Ikatan dokter Indonesia (IDI) pada akhir Oktober 2000 juga telah berikrar tentang hak dan kewajiban pasien dan dokter, yang wajib untuk diketahui dan dipatuhi oleh seluruh dokter di Indonesia. Salah satu hak pasien yang utama dalam ikrar tersebut adalah hak untuk menentukan nasibnya sendiri, yang

Page 23: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

merupakan bagian dari hak asasi manusia, serta hak atas rahasia kedokteran terhadap riwayat penyakit yang dideritanya.

Hak menentukan nasibnya sendiri berarti hak memilih dokter, perawat dan sarana kesehatannya dan hak untuk menerima, menolak atau menghentikan pengobatan atau perawatan atas dirinya, tentu saja setelah menerima informasi yang lengkap mengenai keadaan kesehatan atau penyakitnya.

Sementara itu, pasien juga memiliki kewajiban, yaitu memberikan informasi yang benar kepada dokter dengan i’tikad baik, mematuhi anjuran dokter atau perawat, baik dalam rangka diagnosis, pengobatan maupun perawatannya, dan kewajiban memberi imbalan jasa yang layak. Pasien juga mempunyai kewajiban untuk tidak memaksakan keinginannya agar dilaksanakan oleh dokter apabila ternyata berlawanan dengan kebebasan dan keluhuran profesi dokter.

Proses untuk ikut menentukan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap pasien setelah mendapatkan cukup informasi, dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah kesepakatan yang jelas (informed consent). Di Indonesia ketentuan tentang informed consent ini diatur lewat Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1981 dan Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 319/PB/A4/88. Pernyataan IDI tentang informed consent ini adalah :

Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.

Semua tindakan medis memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.

Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang cukup tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.

Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.

Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Tidak boleh menahan informasi, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang perawat atau paramedik lain sebagai saksi adalah penting.

Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan akan diambil. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis.

http://www.m2pc.web.id/2010/06/hak-pasien-terhadap-dokter-atau-rumah.html

http://ppnsdepkes.blogspot.com/search?q=PASAL-PASAL+PENYIDIKAN+DAN+KETENTUAN+PIDANA+UU+KESEHATAN+2009

Page 24: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

MUKADIMAH KODE ETIK KEDOKTERAN GIGI

Mengingat bahwa profesi dokter gigi merupakan tugas yang mulia yang tidak terlepas dari fungsi kemanusiaan dalam bidang kesehatan, Maka memiliki kode etik yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Seorang dokter gigi dalam menjalankan profesinya perlu membawa diri dalam sikap dan tindakan yang terpuji. Ia harus bertindak dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, baik dalam hubungannya terhadap penderita, masyarakat,teman sejawat, maupun profesinya.

Dengan rakhmat Tuhan Yang Maha Esa serta didorong oleh keinginan luhur untuk mewujudkan martabat, wibawa dan kehormatan [rofesi dokter gigi, maka dokter gigi yang tergabung dalam wadah Persatuan Dokter Gigi Indonesia dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab merumuskan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia yang wajib dihayati, ditaati, dan diamalkan, oleh setiap dokter yang menjalankan profesinya di wilayah hukum Indonesia.

Mukadimah merupakan kode etik uang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

Setiap dokter gigi harus bertindak dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, baik dalam hubungan apapun

Para dokter gigi di wilayah hukum Indonesia dan tergabung dalam wadah Persatuan Dokter Gigi Indonesia wajib menghayati, mentaati, dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia.

BAB 1

KEWAJIBAN UMUM

Sebagai tenaga medis, kita wajib untuk mengamalkan sumpah/janji dokter gigi Indonesia

memaksimalkan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan kewajiban sebagai dokter gigi.

Page 25: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

menjunjung tinggi martabat, harga diri sebagai seorang dokter gigi.

setiap dokter dalam melaksanakan prakteknya harus sesuai dengan SPM

segala tindakan yang dilakukan seorang dokter harus dapat dipertanggungjawabkan.

mampu bekerja sama dengan tenaga medis yang lain untuk mempermudah dalam melakukan rujukan dan konsultasi

kita wajib untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa motivasi dan pendidikan

ikut berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

BAB II

wajib memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada panderita.

dokter dalam ketidakmampuanya wajib berkonsultasi kpd teman sejawat yang lebih ahli (Bila kita melakukan pencabutan dan terjadi kecelakaan seperti akar teringgal kita wajib untuk merujuk/berkonsultasi kepada dokter yang lebih ahli.)

seorang dokter wajib menjaga kerahasiaan pasien (menjaga rekam medik)

kita wajib untuk memberikan bantuan darurat yang diperlukan

BAB III

KEWAJIBAN DOKTER GIGI TERHADAP TEMAN SEJAWATNYA

Setiap dokter gigi harus saling menghormati dan menghargai dokter gigi lain, sebagaimana ia ingin diperlakukan.

Contoh: Tidak menyebarkan fitnah mengenai teman sejawatnya kepada orang lain demi kepentingan sendiri.

Setiap dokter gigi tidak diperkenankan mengambil alih suatu kasus dari seorang pasien tanpa persetujuan.

Page 26: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

BAB IV

KEWAJIBAN DOKTER GIGI TERHADAP DIRI SENDIRI

Setiap dokter gigi wajib meningkatkan kemampuannya sesuai kemajuan teknologi yang berkembang saat ini.

Contoh: Dengan aktif mengikuti dalam seminar yang diadakan.

Setiap dokter gigi harus peduli akan kesehatan dirinya, agar dapat bekerja dengan baik.

Bab V

Penutup

KODEKI merupakan jiwa dan perbuatan untuk segala zaman yang menjadi landasan kehidupan dan lansadan dalam melaksanakan pekerjaan. Serta untuk setiap insan yang selalu mengumandangkan “APA YANG TIDAK KAU INGINKAN ORANG LAIN PERBUAT TERHADAPMU, JANGAN PERBUAT ITU TERHADAP ORANG LAIN”.

Karena itu setiap dokter gigi Indonesia harus menjaga nama baik profesi dengan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan ilmu, moral, dan etik.

http://littleaboutmyworld.wordpress.com/2009/07/18/mukadimah-kode-etik-kedokteran-gigi/

SUARA PEMBARUAN DAILY

Ilmu Kedokteran Transparan

Ilmu kedokteran adalah ilmu yang "transparent", "accountable", dan "auditable". Jika ada dokter yang marah atau tidak mau menjawab jika diminta untuk menjelaskan mengenai obat atau tindakan medis

Page 27: Ada 13 sop dalam pelayanan rumah sakit

yang diberikan kepada pasien, itu suatu tanda bahwa dokter tersebut menjalankan prakteknya secara tidak profesional.

Demikian salah satu pernyataan yang dikeluarkan Iwan Darmansjah, Guru Besar Farmakologi FKUI, sewaktu memberikan presentasinya di hadapan sekitar 130 hadirin dari FKUI (dekan, guru besar, alumni, mahasiswa), dokter (praktisi, perusahaan farmasi, lembaga konsumen kesehatan, rumah sakit, klinik), masyarakat awam dan pers.

Sebagai insan profesional, dokter harus mengedepankan penggunaan obat secara lege artis. Lege artis yang dimaksud mengandung unsur-unsur etika dan moral, kejujuran dalam diri sendiri, serta kerasionalan. Demikian dikemukakan guru besar bidang obat-obatan dari FKUI, sewaktu memberikan ceramah tunggal di Aula FKUI, 23 Januari 2002, selama sekitar 1 jam 20 menit.

Mengutip pernyataan dari George W Merck, bekas CEO dan anak pendirinya pabrik obat Merck (AS) itu, profesor yang berusia 71 tahun tersebut menyitir bahwa obat adalah untuk umat manusia, sedangkan keuntungan (profit) akan mengikutinya. Semakin diingat prinsip itu semakin besar rezekinya akan mengikuti. Merck dijuluki sebagai industri yang paling etis oleh majalah Fortune.

Seyogianya para profesional juga meletakkan kepentingan penderita di atas kepentingan diri sendiri, dan memberikan yang terbaik bagi pasiennya. Namun menurut pengamatan Prof Iwan, dasar itu telah dilanggar di seluruh dunia. Dengan nada penyesalan, kata Prof Iwan, Indonesia merupakan pelanggar yang tergolong "sangat" bila nilai-nilai Indonesia dibandingkan dengan nilai universal. Sehingga misalnya Universal

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache%3AhWvULHZ3Y0kJ%3Awww.iwandarmansjah.web.id%2Fmiscellaneous.php%3Fid%3D29+pengertian+lege+artis

Ilmu Farmasi Kedokteran (IFK) merupakan suatu disiplin ilmu yang mengkaji penerapan pengobatan kepada penderita secara komprehensif yang tertulis dalam resep yang lege artis dan rasional. Yang dimaksud dengan lege artis adalah benar/ baik (jelas dan lengkap) dan mematuhi kaidah/ pedoman penulisannya.