aborsi ektopik
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang hanif dan sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas. Salah
satu yang menjadi bukti nyata adalah disyari’atkannya
perkawinan. Bagi orang-orang yang mampu melaksanakanya,
perkawinan merupakan suatu hal yang mutlak harus
dilaksanakan.
Maksud syari’ah (Maqaasidus Syari’ah) dari
disyari’atkannya perkawinan adalah untuk memenuhi salah satu
kebutuhan dharuriyat (primer) yaitu untuk menjaga keturunan.1
Karena memang, Islam sangat menjaga kemurnian keturunan
yang mempunyai implikasi langsung terhadap sistem kewarisan.
Jika seseorang tidak jelas keturunannya, dalam arti tidak
diketahui siapa ayahnya, maka akan berdampak pula dengan
hak warisnya.
Faedah terbesar yang terkandung dalam perkawinan
adalah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang secara
kodrati mempunyai sifat lemah. Karena apabila sudah menikah,
maka nafkahnya menjadi tanggungan suaminya.2
1 Satria Efendi. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. 2005. Hal. 2342 Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1994. Hal. 375
1
Sedangkan tujuan yang paling utama dari suatu
perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan untuk
meneruskan trah keluarga. Namun, perjalanan untuk mempunyai
keturunan tersebut tidaklah selalu mulus. Terkadang ada suatu
gangguan kehamilan atau pun kehamilan abnormal yang tidak
pada tempatnya.
Salah satu gangguan kehamilan yang banyak ditemukan
adalah kehamilan ektopik. Gangguan tersebut merupakan salah
satu komplikasi kehamilan saat ovum yang sudah dibuahi
menempel pada jaringan lain yang seharusnya pada dinding
rahim.3
Proses pembuahan yakni bertemunya sel telur dengan
sperma terjadi pada tuba, kemudian sel telur yang telah dibuahi
digerakkan dan berimplantasi pada endometrium rongga rahim.
Kehamilan ektopik dapat disebabkan antara lain karena bekas
radang pada tuba, sehingga hasil pembuahan terhambat ke
rongga rahim, atau juga bisa terdapat tumor atau kista pada
tuba, endometriosis (jaringan endemetrium ditemukan di luar
kavum uteri dan di luar miometrium), memiliki riwayat operasi
tuba, dan kelainan anatomi kongenital.4
3 http://lifestyle.okezone.com/read/2008/10/16/27/154461/27/waspadai-hamil-di-luar-rahim. Selasa, 24 November 2009, 07:234 Ibid
2
Kandungan semacam ini sangat beresiko kepada ibu dan
janin yang dikandung. Karena biasanya, kandungan ini sifatnya
cenderung lemah. Sehingga kebanyakan wanita yang
mengalaminya memilih untuk menggugurkan kandungannya
dengan jalan aborsi.
Sedangkan aborsi itu sendiri di dalam Islam merupakan
perbuatan yang diharamkan. Karena hal itu sama halnya dengan
membunuh jiwa-jiwa yang suci dan tidak berdosa. Yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Islam sebagai agama
yang hanif memberikan solusi yang tepat untuk masalah
tersebut?
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih memudahkan dalam pembahasannya, maka
penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ektopik?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap aborsi?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap aborsi bagi wanita
yang mengalami ektopik?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan umum dari pembahasan ini adalah sebgai
berikut:
3
1. Menjelaskan pengertian ektopik.
2. Menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap aborsi.
3. Menjelaskan aborsi bagi wanita yang mengalami ektopik
menurut tinjauan hukum Islam.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Al Qur’an dan Al Hadits
Al Qur’an sebenarnya tidak menjelaskan secara langsung
tentang larangan aborsi. Akan tetapi, ada ayat yang melarang
membunuh anak yang sekiranya bisa dijadikan sebagai dasar
hukum.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar” (QS. Al An’am: 151)
4
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al Isra’: 31)
Berbeda dengan Al Qur’an, tentang maslah aborsi Nabi
telah menjelaskannya dalam haditsnya sebagai berikut:
Bن@ي» ب Dم@ن GةB أ BرDم@ ا Dن@ @ي ن Bج ف@ي BمP ل BسBو Dه@ Bي عBل Vالله صBلPى الله@ VلDو Vس Bر قBضBى
» BمBة_ ا DوB ا Dد_ عBب ة@ PرVغ@ ب Gا Dت مBي Bان_ ي Dح@ ل
“Rasulullah telah memutuskan untuk pembunuhan janin wanita Bani Lihyan dengan ghurrah 1 budak pria atau wanita.”
B. Kaidah Fiqh
Aborsi memang diharamkan, akan tetapi pengharaman
tersebut mempunyai batasan. Apabila aborsi tersebut
mempunyai illat yang dapat menghilangkan keharamannya,
maka hal itu diperbolehkan.5 Hal itu disandarkan kepada kaidah
fiqh yang berbunyi:
درءالمفاسد مقدم على جلب المصالح
“Menolak kerusakan didahulukan untuk meraih
kemaslahatan”
5 Hamid Laonso. Hukum Islam Alternatif: Solusi Terhadap Masalah Fiqh Kontemporer. Jakarta: Restu Ilahi. 2005. Hal. 58
5
Selain kaidah diatas masih terdapat kaidah yang lain,
yaitu:
المخضورات تبيح dimana jika dalam suatu keadaan yang , الضرورة
memaksa,6 maka sesuatu yang dilarang pun bisa menjadi halal.
Selanjutnya adalah kaidah yang berbunyi sebagai berikut:
yaitu apabila ada dua hal berbahaya ارتكاب اخف الضررين واجب
maka wajib mengambil salah satu dari keduanya yang lebih
ringan.
6 Keadaan memaksa yang maksud adalah keadaan yang bisa menghilangkan nyawa seseorang.
6
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ektopik
Kehamilan di luar kandungan atau dalam istilah medis
lebih dikenal dengan istilah ektopik adalah kehamilan dimana sel
telur (ovum) yang sudah dibuahi (oleh spermatozoon) tidak
berada (implantasi) di rongga rahim (endometrium).7
Secara medis, ada beberapa jenis kehamilan diluar
kandungan, misalnya, kehamilan tuba. Kehamilan ini merupakan
kehamilan yang paling sering terjadi atau sekitar 95-98%.
Berdasarkan implantasi hasil konsepsi, pada tuba terdapat
kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars isciadika-tuba,
kehamilan pars ampularis tuba, dan kehamilan infundibulum
tuba. Kandungan di tuba ini mengakibatkan mudah terjadinya
pendarahan.8
Selain itu terdapat juga kehamilan leher rahim (servikalis)
dan tanduk rahim (kornual). Tempat ini masih salah satu bagian
dari rahim, tetapi bukan tempat ideal untuk pertumbuhan bayi.
Ada pula kehamilan indung telur (ovarium). Organ ini
memproduksi sel telur (ovum).9
7 http://cakmoki86.files.wordpress.com/2007/02/hamildiluarkandungan.pdf8 http://www.indoforum.org/showthread.php?t=519489 Ibid
7
Ada juga kehamilan jaringan ikat rahim, kehamilan rongga
perut (abdomen), dan kehamilan kombinasi. Yang maksudnya
dengan kehamilan kombinasi adalah adanya dua kehamilan, satu
kehamilan di luar kandungan dan satunya lagi kehamilan dalam
rahim secara bersamaan.10
Kehamilan di luar kandungan dapat terjadi karena
gangguan transport hasil pembuahan dari tuba ke rongga rahim.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh radang panggul, alat
kontrasepsi dalam rahim, penyempitan tuba, dan lain-lain. Dapat
pula sebagai akibat kelainan hasil pembuahan itu sendiri yang
memang memiliki potensi kehamilan di luar kandungan.
Kehamilan ini merupakan suatu kehamilan yang berbahaya
bagi wanita karena besar kemungkinan terjadinya keadaan yang
gawat. Dalam persalinannya pun harus dilakukan dengan operasi
sesar karena tempat tumbuhnya janin bukan di tempat yang
semestinya.
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Aborsi
Sebelum menjelaskan tentang aborsi bagi wanita yang
mengalami ektopik, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai
pandangan Islam terhadap aborsi secara umum.
10 Ibid
8
Aborsi atau abortus adalah pengakhiran kehamilan atau
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.11 Di
dalam Islam, aborsi merupakan suatu hal yang sangat dilarang.
Pelaku aborsi sama halnya dengan dengan pelaku
pembunuhan.12
Akan tetapi, para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai
kebolehannya. Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan
ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya
An-Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang
bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan
alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Yang
mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Imam
Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At-Tuhfah dan Imam al-
Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumudin.13
Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al-
Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma
dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah
ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami
pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang
bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan
dilindungi eksistensinya.14
11 Masjfuk Zuhdi. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Gunung Agung. 1997. Hal.7812 John. L. Esposito. Islam Aktual: Jawaban Atas Gejolak Masyarakat Post Modern. Depok:Inisiasi Press. 2005. Hal. 15913 Zuhdi. Masail… hal. 8214 http://bibilung.wordpress.com/2007/07/14/kritik-islam-terhadap-aborsi/
9
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram
hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat
bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi
setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud
berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Sesungguhnya
setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama
40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’
selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu
pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.”[HR. Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, Ahmad, dan at-Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan
adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah
bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang
keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i
berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’âm: 151).
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada
kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab
dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak
kejahatan pembunuhan yang diharamkan oleh Islam.
10
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan,
seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat
dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul
Qadim Zallum hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah
sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh)
hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan
pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya
haram.
Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman
aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan
pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari,
maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.15
Akan tetapi menurut hemat penulis, aborsi tetap haram
meskipun dilakukan pada waktu sebelum 40 hari. Karena secara
kodrati, sejak bertemunya sel telur laki-laki dengan ovum
perempuan, sudah mengindikasikan adanya suatu kehidupan
dan mempunyai potensi besar untuk hidup. Sedangkan
mengenai peniupan ruh pada 40 hari setelah bertemunya kedua
sel tersebut, hanyalah masalah waktu dan prosedur dari Allah
SWT.
Selain itu, penghalalan aborsi sebelum 40 hari, hanya akan
memperluas ruang gerak bagi para pasangan yang tidak
15 Ibid
11
bertanggung jawab yang hanya menginginkan enaknya
berhubungan seksual tanpa menginginkan konsekuensi yang
akan terjadi. Jika hal ini dihalalkan dan dilegalkan berarti sama
saja dengan menghalalkan dan melegalkan perzinaan.
C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Aborsi Ektopik
Telah dijelaskan di depan, bahwa abortus adalah
perbuatan yang diharamkan, baik itu dilakukan sebelum atau
pun setelah 40 hari. Akan tetapi, pengharaman tersebut tidak
berlaku mutlak. Apabila memang ada illat yang dibenarkan oleh
syara’ dan medis, maka aborsi boleh dan bisa dilaksanakan.
Di dalam Islam dikenal dengan kaidah fiqh yang berbunyi:
, درءالمفاسد مق��دم على جلب المص��الح dimana mencegah suatu
mafsadah yang akan terjadi lebih didahulukan daripada menarik
kemaslahatan. Karena kemaslahatan itu sendiri bisa dikatakan
tercapai jika berhasil mencegah suatu mafsadah. Sehingga yang
awalnya haram, bisa berubah menjadi halal dengan
mempertimbangkan illat hukum yang terkandung di dalamnya.
Hal itu juga sesuai kaidah yang lain yang berbunyi:
المخضورات تبيح dimana , الضرورة suatu hal yang memaksa
(keadaan yang memaksa) membolehkan sesuatu yang dilarang.
Dalam kasus aborsi wanita yang mengalami ektopik, untuk
bisa dikatakan boleh dilakukan tindakan aborsi jika janin
12
“bermasalah” tersebut mengancam nyawa ibu yang
mengandung. Jika janin tersebut tetap dipertahankan dalam
rahim ibunya, maka nyawa ibunya akan terancam.
Dari segi medis pun, kalau janin tersebut tetap
dipertahankan, yang menurut dugaan kuat rekam medis, nyawa
ibunya tidak akan selamat, maka kehamilannya boleh
dihentikan, dengan cara menggugurkan kandungannya. Hal itu
dilakukan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa
ibunya. hal tersebut juga sesuai dengan kaidah fiqh yang
berbunyi: ارتكاب اخف الضررين واجب
Dari kaidah tersebut, dapat diketahui bahwa jika ada dua
bahaya yang sama-sama besar, maka wajib mengambil salah
satu yang lebih ringan. Demikian juga dalam kasus ektopik yang
membahayakan nyawa wanita yang mengandung, maka harus
dipilih bahaya yang lebih ringan, yaitu dengan cara
menggugurkan bayi ektopik tersebut.
Keselamatan ibu lebih diutamakan dari pada si bayi,
karena ibu merupakan salah satu tiang dalam rumah tangga
disamping ayah. Sehingga jika salah satu tiangnya roboh, tentu
rumah tangga tersebut akan hancur. Selain itu, jika seandainya
bayinya selamat sedangkan ibunya tidak, maka tidak ada ibu
yang akan merawatnya, sehingga dikhawatirkan
pertumbuhannya juga tidak akan optimal. Oleh karena itu, dipilih
13
untuk memutuskan kehamilan dan menyelamatkan ibu yang
pada masa-masa yang akan dating masih bisa hamil kembali.
Meskipun demikian, tidak selamanya kasus ektopik harus
diakhiri dengan aborsi. Apabila itu masih bisa ditolong dan tidak
membahayakan nyawa ibu yang mengandung, maka kehamilan
tersebut harus tetap dipertahankan dengan kontrol dari tim
medis dan haram untuk dilakukan aborsi. Keharaman tersebut
terjadi karena tidak ada illat yang menyebabkan keadaan
darurat.
14
BAB IV
PENUTUP
Dari pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada dasarnya aborsi diharamkan di dalam Islam, baik itu
yang dilakukan sebelum maupu setelah hari. Karena secara
kodrati, dalam pertemuan sel sperma dan sel telur telah
engandung kehidupan. Meskipun belum ditiupkan ruh, dua
sel yang menyatu tersebut mempunyai potensi yang sangat
besar untuk tumbuh dan hidup.
2. Pada kandungan di luar rahim (ektopik), terdapat dua
keadaan:
a. boleh dilakukan aborsi jika memang keberadaan bayi
tersebut mengancam nyawa ibu yang mengandung.
b. Haram dilakukan aborsi jika bayi tersebut secara medis
masih bisa ditolong dan tidak membahayakan nyawa
ibuyang mengandung.
15
DAFTAR PUSTAKA
Hamid Laonso. Hukum Islam Alternatif: Solusi Terhadap Masalah
Fiqh Kontemporer. Jakarta: Restu Ilahi. 2005.
John. L. Esposito. Islam Aktual: Jawaban Atas Gejolak Masyarakat
Post Modern. Depok:Inisiasi Press. 2005.
Masjfuk Zuhdi. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Gunung Agung. 1997.
Satria Efendi. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. 2005.
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
1994.
http://bibilung.wordpress.com/2007/07/14/kritik-islam-terhadap-
aborsi/
http://cakmoki86.files.wordpress.com/2007/02/
hamildiluarkandungan.
http://lifestyle.okezone.com/read/2008/10/16/27/154461/27/
waspadai-hamil-di-luar-rahim. Selasa, 24 November 2009,
07:23
http://www.indoforum.org/showthread.php?t=51948
16