abdul rokhim1 abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/batas-batas-wewenang-direksi... ·...

16
BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI DALAM MENGURUS PERSEROAN (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah “Dinamika Hukum”, FH Unisma Malang, ISSN: 0854-7254, Th. VI No. 12, Agustus 2000, h. 67-78) Abdul Rokhim 1 Abstrak Pada dasarnya ruang lingkup wewenang direksi yang berhubungan dengan tugas-tugas pengurusan Perseroan Terbatas (PT) itu sangat luas. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) sebagai akibat dari adanya akumulasi dan sentralisasi wewenang direksi, maka perlu adanya pembatasan wewenang direksi. Pembatasan wewenang direksi tersebut hanya dapat dibenarkan sepanjang hal itu tidak meniadakan kemandirian direksi dalam melaksanakan tugas pengurusan perseroan. Sebab, pada prinsipnya tugas pengurusan perseroan itu merupakan wewenang otonom direksi, yang terpisah dari segala intervensi komisaris dan bahkan pemegang saham, sepanjang tugas pengurusan itu dilakukan oleh direksi sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, wewenang direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan dibatasi oleh: (1) peraturan perundang-undangan, khususnya Undang- undang Perseroan Terbatas; (2) maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan yang bersangkutan. Kata kunci: Batas-batas; Wewenang Direksi; Mengurus Perseroan 1. Pendahuluan Dalam hukum positif kita istilah “wewenang” atau “kewenangan” dapat ditemukan baik dalam konsep hukum publik maupun hukum privat. Secara umum istilah wewenang dalam konsep hukum sering disejajarkan dengan istilah bevoegdheid dalam bahasa Belanda yang berarti wewenang atau kekuasaan (Algra, 1983:74) atau istilah authority dalam bahasa Inggris yang berarti “right to exercise powers; to implement and enforce laws” (Black, 1990:133). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang atau suatu pihak yang mempuntai wewenang formal dengan sendirinya mempunyai kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur pemberian wewenang itu. Direksi sebagai salah satu organ Perseroan Terbatas (PT) mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka mencapai tujuan PT. Kewenangan ini, menurut Sumantoro (1986:289-290), dapat mencakup hal-hal yang secara tegas dinyatakan (express powers) dan hal-hal yang tidak secara tegas dinyatakan (implied powers). Dalam kenyataannya, kewenangan yang secara tegas dinyatakan umumnya dirumuskan dalam anggaran dasar suatu PT. Dengan demikian, kewenangan direksi suatu PT sangat tergantung kepada tujuan dan bidang usaha PT, serta perumusannya di dalam anggaran dasar PT itu 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Upload: phamthu

Post on 06-Jun-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI DALAM MENGURUS PERSEROAN

(Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah “Dinamika Hukum”, FH Unisma Malang,

ISSN: 0854-7254, Th. VI No. 12, Agustus 2000, h. 67-78)

Abdul Rokhim1

Abstrak

Pada dasarnya ruang lingkup wewenang direksi yang berhubungan dengan tugas-tugas

pengurusan Perseroan Terbatas (PT) itu sangat luas. Oleh karena itu, untuk menghindari

adanya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) sebagai akibat dari adanya akumulasi

dan sentralisasi wewenang direksi, maka perlu adanya pembatasan wewenang direksi.

Pembatasan wewenang direksi tersebut hanya dapat dibenarkan sepanjang hal itu tidak

meniadakan kemandirian direksi dalam melaksanakan tugas pengurusan perseroan. Sebab,

pada prinsipnya tugas pengurusan perseroan itu merupakan wewenang otonom direksi, yang

terpisah dari segala intervensi komisaris dan bahkan pemegang saham, sepanjang tugas

pengurusan itu dilakukan oleh direksi sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan

sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan serta tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, wewenang direksi dalam menjalankan

pengurusan perseroan dibatasi oleh: (1) peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-

undang Perseroan Terbatas; (2) maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan

sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan yang bersangkutan.

Kata kunci: Batas-batas; Wewenang Direksi; Mengurus Perseroan

1. Pendahuluan

Dalam hukum positif kita istilah “wewenang” atau “kewenangan” dapat ditemukan baik

dalam konsep hukum publik maupun hukum privat. Secara umum istilah wewenang dalam

konsep hukum sering disejajarkan dengan istilah bevoegdheid dalam bahasa Belanda yang

berarti wewenang atau kekuasaan (Algra, 1983:74) atau istilah authority dalam bahasa Inggris

yang berarti “right to exercise powers; to implement and enforce laws” (Black, 1990:133).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang atau suatu pihak yang mempuntai

wewenang formal dengan sendirinya mempunyai kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan

tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur pemberian wewenang itu.

Direksi sebagai salah satu organ Perseroan Terbatas (PT) mempunyai kewenangan

untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka mencapai tujuan PT. Kewenangan ini,

menurut Sumantoro (1986:289-290), dapat mencakup hal-hal yang secara tegas dinyatakan

(express powers) dan hal-hal yang tidak secara tegas dinyatakan (implied powers). Dalam

kenyataannya, kewenangan yang secara tegas dinyatakan umumnya dirumuskan dalam

anggaran dasar suatu PT. Dengan demikian, kewenangan direksi suatu PT sangat tergantung

kepada tujuan dan bidang usaha PT, serta perumusannya di dalam anggaran dasar PT itu

1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Page 2: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

sendiri. Sedang, kewenangan yang tidak secara tegas dinyatakan dapat mencakup tindakan-

tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan PT dan tidak bertentangan dengan

ketentuan undang-undang yang berlaku. Mengenai ruang lingkup dan kriterianya dapat

diserahkan pada dunia praktik sesuai dengan etika bisnis dan perkembangan dunia usaha.

Persoalannya adalah dari mana direksi suatu PT memperoleh wewenang dan bagaimana

batas-batas kewenangannya itu?

2. Sumber Kewenangan Direksi

Secara umum kewenangan direksi bersumber dari ketentuan undang-undang dan

anggaran dasar PT yang bersangkutan (Fungkong, 1989:2). Kewenangan yang demikian ini

dalam literatur disebut dengan kewenangan atribusi. Atribusi merupakan pembentukan

wewenang tertentu yang diberikan oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan

kepada organ tertentu (Hadjon, 1997:2). Jadi, wewenang direksi dalam hal ini bukan

merupakan pemberian wewenang dari organ PT yang lain (RUPS), melainkan merupakan

wewenang asli (original authority) yang langsung bersumber atau berasal dari ketentuan

undang-undang dalam arti materiil (Bagir Manan, 1995:4).

Pada mulanya menurut pandangan klasik, doktrin yang berlaku adalah bahwa perseroan

itu merupakan milik para pemegang saham (shareholder; stockholder). Oleh karena itu, para

pemegang saham dipandang merupakan organ perseroan yang mempunyai kekuasaan tertinggi

dan sekaligus merupakan sumber kekuasaan bagi direksi dan komisaris. Wewenang direksi

dan komisaris merupakan mandat yang diberikan oleh para pemegang saham kepada mereka.

Namun, pandangan mutakhir yang berkembang dewasa ini berpendapat bahwa ketiga organ

perseroan (Direksi, Komisari, dan RUPS) adalah otonom, masing-masing organ mempunyai

wewenang dan tugas sendiri-sendiri sebagaimana diatur dalam undang-undang dan anggaran

dasar. Hal ini berarti bahwa kedudukan ketiga organ PT itu sederajat, yang satu tidak lebih

tinggi dari pada lainnya, juga organ PT yang satu tidak boleh campur tangan terhadap tugas

dan wewenang organ PT lainnya.

Tentang bagaimana wewenang direksi PT dapat dibatasi dalam anggaran dasar, Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) tidak mengaturnya. Dalam

hubungan ini, Rudhi Prasetya (1996:215) berpendapat bahwa dengan tidak mengurangi apa

yang telah berjalan selama ini, di dalam anggaran dasar selalu dapat ditentukan perbuatan-

perbuatan yang dikecualikan yang terlebih dahulu harus disetujui oleh komisaris dengan

memperhatikan ketentuan Pasal 88 ayat (1) UUPT.

Menurut ajaran hukum (doktrin), tindakan pengurusan atau manajemen suatu PT selalu

dilakukan oleh suatu organ yang dinamakan “direksi” atau “direktur”. Direktur, menurut

Morse (1987:373), mempunyai wewenang untuk mengurus perusahaan dan menjalankan

semua kekuasaan perusahaan (the business of the company shall be managed by the directors

who may exercise all the powers of the company). Tindakan pengurusan dalam arti luas

dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) menjalankan pekerjaan pengurusan (daden van

Page 3: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

beheer); dan (2) menjalankan pekerjaan “kepemilikan” atau “pengusaan” (daden van

eigendom atau daden van berschikking).

Perbuatan pengurusan dalam arti sempit (daden van beheer) adalah tindakan yang

dilakukan sehari-hari dalam hubungannya dengan tujuan perseroan yang bersangkutan.

Sedangkan, perbuatan kepemilikan atau penguasaan adalah tindakan yang secara tidak

langsung menyangkut bidang usaha yang menjadi tujuan dari perseroan (Rudhi Prasetya,

1996:210-211).

Peran direksi terhadap perseroan sangat besar, karena yang membuat perseroan tetap

eksis, berkembang dan menjadi besar bukan RUPS atau komisaris, melainkan direksi.

Betatapun lengkap dan bagusnya keputusan RUPS, hal itu tidak ada artinya apabila direksi

tidak mampu menerapkannya dengan baik untuk kepentingan perseroan. Oleh karena begitu

besarnya peran direksi, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, maka perlu diatur secara

tegas mengenai hak-hak dan kewajiban direksi (Anisitus Amanat, 1996:128).

UUPT secara garis besar membagi dua macam kewajiban direksi, yaitu: (1) kewajiban

direksi yang berkaitan dengan perseroan; dan (2) kewajiban direksi yang berkaitan dengan

RUPS. Di samping itu, direksi juga mempunyai hak (kewenangan), yaitu: (1) untuk dan atas

nama perseroan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan; (2)

memberikan kuasa tertulis kepada seorang atau lebih karyawan perseroan atau orang lain

untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakan hukum tertentu seperti tertuang dalam

surat kuasa tersebut; (3) mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri agar perseroan

dinyatakan pailit setelah terlebih dahulu disetujui oleh RUPS; (4) hak untuk membela diri

dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

komisaris; dan (5) hak untuk mendapatkan gaji, tantieme dan tunjangan-tunjangan lain sesuai

dengan akta pendirian atau anggaran dasar.

Mengenai kewenangan direksi untuk mewakili perseroan, UUPT menganut sistem

perwakilan kolegial. Artinya, masing-masing anggota direksi mempunyai kewenangan untuk

mewakili perseroan. Meskipun, secara intern ada pembagian tugas di antara para anggota

direksi, pembagian tugas ini tidak berlaku (mengikat) secara ekstern kepada pihak ketiga

(Arifin Kadarisman, 1989:5-6). Dengan demikian, PT tidak dapat menolak tanggung jawab

manakala ada anggota direksi yang bertindak melampaui batas pembagian tugas yang

ditentukan di antara mereka. Hal ini, menurut Rudhi Prasetya (1996:26), menunjukkan bahwa

kedudukan di antara anggota direksi itu sederajat. Kedudukan Direktur Utama (Presiden

Direktur) menurut sistemnya tidak lebih tinggi dari pada anggota direksi yang lain.

Kendatipun UUPT menganut sistem perwakilan kolegial, namun untuk kepentingan praktis

masing-masing anggota direksi berwenang mewakili perseroan (Penjelasan Pasal 83 UUPT).

Bentuk perwakilan pada badan hukum itu merupakan perwakilan khusus yang

ditetapkan dalam angaran dasar atau peraturan-peraturan lain dari badan hukum itu. Oleh

karena kedudukan direksi sebagai wakil dari PT, maka segala tindakan direksi dalam batas-

batas kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang dan atau anggaran dasar dipandang

sebagai tindakan PT. Bentuk perwakilan yang demikian itu, menurut Paul Scholten, termasuk

Page 4: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

dalam golongan aanstelling atau pengangkatan (Ali Ridlo, 1986:19). Persoalannya adalah

bagaimana jika direksi melanggar batas-batas kewenangnnya, yang dalam kepustakaan

umumnya hal itu dinakaman tindakan ultra vires?

Dalam hubungannya dengan perseroan, ultra vires menurut Blak (1990:1522), adalah

suatu tindakan yang dilakukan tanpa kewenangan atau di luar ruang lingkup kekuasaan yang

ditentukan oleh statuta (anggaran dasar) atau peraturan perundang-undangan di bidang

perseroan (an act performed without any authority to act on subject. Acts beyond the scope of

the powers of a corporation, as defined by its charter or laws of state of incorporation).

Tindakan ultra vires, menurut Foulkes (1976:137-151), tidak hanya mengenai tindakan

yang dilakukan oleh orang atau badan yang tidak ditunjuk untuk itu (an act ultra vires is

where the person or body doing it has not been properly appointed or constituted), melainkan

termasuk pula tindakan yang dilakukan oleh orang yang berwenang apabila ia telah

melampaui wewenang yang diberikan kepadanya (an act will be ultra vires even if done by the

proper person properly appointed ih he exceeds the power given him).

Doktrin ultra vires, menurut Curzon (1993:392), secara efektif membebaskan hubungan

(tanggung jawab) perusahaan dengan pihak ketiga (the ultra vires doctrin was effectively

abolished in relation to the company and third person). Dalam arti, akibat dari tindakan

direksi yang melampaui batas-batas kewenangannya (ultra vires) itu tidak mengikat perseroan

yang diwakilinya, melainkan hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab direksi secara

pribadi dengan pihak ketiga. Direksi, menurut Morse (1987:338), merupakan human

instrument perseroan. Oleh karena itu, selama direksi bertindak keluar atau terhadap pihak

ketiga atas nama PT, tidak melampaui batas-batas kekuasaannya, dan tidak bertentangan

dengan maksud dan tujuan PT, maka direksi terikat secara pribadi atas tindakan yang

dilakukannya itu. Dalam hal demikian, direksi secara pribadi bertanggung jawab renteng dan

sepenuhnya terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

Di samping itu, direksi mempunyai tanggung jawab ke dalam PT yang diurusnya itu.

Tanggung jawab ini terkait dengan penunaian tugas direksi kepada perseroan. Dalam hal PT

menderita kerugian yang disebabkan oleh kecerobohan atau kurang cermatnya direksi dalam

melakukan tugasnya, seperti kelalaian melakukan kewajiban-kewajiban, kekhilafan yang tidak

diampuni, menurut Rochmat Soemitro (1993:47-48), PT dapat menuntut ganti rugi kepada diri

pribadi direksi yang menyebabkan kerugian itu. Jika hal itu dilakukan oleh lebih dari seorang

direksi, maka tiap-tiap anggota direksi bertanggung jawab renteng terhadap perseroan, kecuali

mereka dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.

Dalam hubungannya dengan kewenangan direksi, ada satu hal yang perlu ditekankan

bahwa direksi dalam melakukan tugas dan wewenangnya tidak semata-mata untuk

kepentingan para pemegang saham, tetapi mereka bertanggung jawab penuh untuk

kepentingan perseroan dalam mencapai maksud dan tujuannya (Pasal 82 dan 85 ayat (1)

UUPT). Dengan perkataan lain, direksi tidak harus selalu tunduk melaksanakan keputusan

RUPS, mereka juga berhak untuk tidak melaksanakannya atau menyimpanginya, apabila

menurut pertimbangannya keputusan tersebut bertentangan dengan kepentingan perseroan dan

Page 5: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

atau merugikan perseroan. Oleh karena itulah, untuk menghindari campur tangan wewenang

di antara organ PT, perlu diatur mengenai batas-batas kewenangan masing-masing organ

dalam undang-undang dan atau anggaran dasar PT, termasuk mengenai kewenangan direksi.

3. Wewenang Direksi dalam Mengurus Perseroan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa wewenang direksi itu bersumber pada

ketentuan undang-undang (dalam hal ini UUPT) dan anggaran dasar PT yang bersangkutan.

Secara garis besar, wewenang direksi perseroan sebagaimana diatur dalam UUPT maupun

anggaran dasar PT meliputi tugas-tugas mengurus dan mewakili perseroan, mengalihkan,

melepaskan atau menjadikan asset perseroan sebagai jaminan utang, menyelenggarakan

RUPS, memberikan kuasa tertulis, serta dalam keadaan-keadaan tertentu mengajukan

permohonan pailit ke pengadilan, mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS, dan

bertindak selaku likuidator. Tulisan ini hanya memfokuskan kajiannya pada kewenangan

direksi untuk mengurus perseroan dalam arti luas (termasuk mewakili perseroan) yang

merupakan tugas utama direksi PT.

Pasal 1 angka 4 UUPT menyatakan bahwa direksi adalah organ perseroan yang

bertanggung jawab penuh atas “pengurusan perseroan” untuk kepentingan dan tujuan

perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan

anggaran dasar. Pasal 79 ayat (1) UUPT juga menegaskan bahwa pengurusan perseroan

dilakukan oleh direksi. Kewenangan direksi untuk mengurus dan memimpin perseroan itu

kemudian dirumuskan dalam Pasal 10 ayat (1) form baku Anggaran Dasar Perseroan.

Persoalannya adalah apa yang dimaksud dengan “pengurusan perseroan” itu? Menurut

Penjelasan resmi Pasal 79 ayat (1) UUPT, tugas direksi dalam mengurus perseroan “antara

lain” meliputi “pengurusan sehari-hari” dari perseroan. Selanjutnya apa yang dimaksud

pengurusan sehari-hari tidak ada penjelasan resminya. Dalam kepustakaan, apa yang

dimaksud dengan “pengurusan sehari-hari” lazim diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang

secara langsung berhubungan dengan bidang usaha yang menjadi tujuan perseroan yang

bersangkutan (daden van beheer). Perkataan “antara lain” dalam penjelasan pasal tersebut

berarti kewenangan direksi itu tidak terbatas pada pengurusan sehari-hari (day to day

operation) suatu perseroan, akan tetapi masih dimungkinkan adanya tugas lain yang dalam

kepustakaan lazim disebut dengan perbuatan-perbuatan kepemilikan atau penguasaan (daden

van eigendom atau daden van beschikking).

UUPT tidak mengatur secara detail mengenai jenis-jenis dan bobot kepengurusan

sehari-hari perseroan. Hal ini tentunya dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas bagi

masing-masing pendiri PT atau RUPS untuk mengaturnya sendiri dalam akta pendirian atau

anggaran dasar. Biasanya ruang lingkungan kewenangan direksi dalam mengurus perseroan

tidak dirumuskan secara kaku (rigit), agar menurut Savage dan Bradgate (1993:516): “. . . the

directors may exercise such power and authority relatively freely, provided that they remain

within the legal and constitutional framework laid down by legislation and the company’s

public documents”.

Page 6: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

Haruslah disadari bahwa meskipun semua ketentuan yang mengatur mengenai

pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi itu ditetapkan oleh RUPS (Pasal 81

UUPT), dan wewenang tersebut oleh RUPS dapat dilimpahkan kepada komisaris (Pasal 11

ayat (8) form Baku Anggaran Dasar), akan tetapi mengurus perseroan adalah semata-mata

merupakan wewenang direksi yang tidak boleh ada organ lain yang ikut campur tangan

langsung di dalamnya. Hal ini secara tegas dapat disimpulkan dari Pasal 82 UUPT yang

menggariskan bahwa direksilah yang bertangung jawab penuh atas pengurusan perseroan serta

mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam melakukan tugas pengurusan perseroan tersebut, menurut Henn (1970:450),

direksi harus memperhatikan dan merujuk pada prinsip-prinsip: (1) melakukan tindakan sesuai

dan dalam batas-batas kewenangannya (to act intra vires and within their respective

authority); (1) kemampuan dan kehati-hatian dalam melakukan tindakan (duty of skill and

care); (3) itikad baik direksi dalam melakanakan tindakan-tindakannya demi tujuan dan

kepentingan perseroan (duty of loyalty); dan (4) tidak mengambil keuntungan pribadi atas

suatu opportunity yang merupakan milik perseroan (corporate opportunity doctrine). Di

samping itu, menurut Savade dan Bradgate (1993:522), dalam mengurus perseroan, direksi

juga harus selalu berpedoman pada tujuan dan kepentingan terbaik perseroan (the best interest

of the company), dalam arti direksi bertindak bukan semata-mata untuk kepentingan para

pemegang saham, tetapi termasuk juga untuk kepentingan para kreditur (not exclusively those

of the shareholders, but may include those of the creditors).

Sebagai pengurus dari perseroan yang menghadapi kegiatan-kegiatan usaha dalam lalu

lintas bisnis, direksi juga memiliki kewenangan untuk mewakili perseroan dalam mengambil

dan menjalankan keputusan bisnis (business judgment) dengan pihak ketiga. Pasal 83 ayat (1)

UUPT menegaskan bahwa dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari satu orang, maka yang

berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam

undang-undang dan atau anggaran dasar. Selanjutnya, dalam Pasal 84 ayat (1) UUPT

ditegaskan bahwa anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan, apabila:

a. terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan;

b. anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan

kepentingan perseroan.

Persoalannya adalah bagaimana kalau terjadi suatu perkara atau pertentangan

kepentingan (conflict of interest) yang melibatkan anggota direksi dengan perseroan

sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (1) UUPT? Dalam hal demikian, dalam anggaran

dasar dapat ditetapkan siapa yang mewakili perseroan (Pasal 84 ayat (2) UUPT. Akan tetapi,

jika dalam anggaran dasar tidak ditetapkan siapa yang mewakilinya, maka RUPS mengangkat

satu orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan (Pasal 84 ayat (3) UUPT.

Pengangkatan pemegang saham sebagai wakil perseroan ini merupakan salah satu wujud

pemberian perlindungan bagi kepentingan pemegang saham.

Selanjutnya, dalam penjelasan resmi pasal tersebut dikatakan bahwa undang-undang ini

(UUPT) memilih sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis masing-masing

Page 7: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

anggota direksi berwenang mewakili perseroan. Hal ini berbeda dengan sistem perwakilan

yang dianut dalam hukum Inggris. Dalam sistem hukum Inggris, menurut Savage dan

Bridgate (1993:519), kewenangan untuk bertindak mewakili perusahaan ada di tangan dewan

direktur (board of directors), sedang secara individual direksi tidak mempunyai kewenangan

sebagai “wakil” dari perusahaan (individual directors have no authority to act an agents of the

company), kecuali jika anggaran dasar perusahaan mengizinkan dewan direktur untuk

mendelegasikan wewenang tersebut ke direktur secara individual (the article of a company to

allow the boards to delegate powers to individual directors). Konsekuensi dari sistem ini

adalah secara individual masing-masing anggota direksi tidak berwenang untuk membuat

kontrak-kontrak bisnis untuk dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, atau sebaliknya.

Penerapan sistem perwakilan kolegial yang dianut dalam UUPT sebenarnya

dimaksudkan untuk mempermudah bagi perseroan maupun pihak ketiga dalam melakukan

hubungan atau transaksi bisnis. Dalam arti, pihak perseroan tidak harus diwakili oleh dewan

direksi (board of directors atau raad van beheer), melainkan cukup oleh salah seorang

anggota direksinya. Sebaliknya, pihak ketiga tidak terikat oleh pembagian tugas yang ada di

dalam dewan direksi. Meskipun ada pembagian tugas di antara mereka, secara hukum

pembagian tugas itu hanya berlaku secara intern bagi perseroan dan tidak mengikat bagi pihak

ketiga. Hal ini sesuai dengan rumusan Pasal 11 ayat (6) huruf b form Baku Angaran Dasar

yang menyatakan bahwa dalam hal direktur utama tidak hadir atau berhalangan karena alasan

apapun, hal mana tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, maka salah satu anggota direksi

lainnya berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama direksi serta mewakili

perseroan. Rumusan pasal tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kedudukan di antara

anggota dewan direksi itu bagi pihak ketiga (secara ekstern) adalah sederajat.

Bagi pihak ketiga tidak ada bedanya apakah tindakan perseroan itu diwakili oleh

direktur utama atau seorang anggota direksi perseroan, karena secara hukum mereka

dipandang mempunyai kedudukan yang sama dan masing-masing mempunyai kewenangan

yang sama untuk mewakili perseroan. Di samping itu, penerapan system ini menurut Munir

Fuady (1996:77) juga membawa konsekuensi bahwa semua anggota dewan direksi

bertanggung jawab secara bersama-sama (renteng), meskipun secara riil tindakan tersebut

hanya dilakukan oleh seorang anggota direksi. Sistem perwakilan kolegial ini sifatnya mutlak,

dalam arti tidak terbuka kemungkinan pengecualiannya. Jadi, walaupun dalam rapat direksi

seorang anggota direktur telah memberikan suara abstain atau bahkan menentang, oleh UUPT

tidak dibuka kemungkinan bagi direktur yang bersangkutan untuk lepas dari tanggung jawab

secara kolektif.

4. Pembatasan Wewenang Direksi

Pada dasarnya ruang lingkup wewenang direksi yang berhubungan dengan tugas-tugas

pengurusan perseroan itu sangat luas. Oleh karena itu, untuk menghindari penyalahgunaan

kekuasaan sebagai akibat dari adanya akumulasi dan sentralisasi wewenang direksi, maka

perlu adanya pembatasan wewenang direksi. Pembatasan wewenang direksi tersebut hanya

Page 8: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

dapat dibenarkan sepanjang hal itu tidak meniadakan kemandirian direksi dalam

melaksanakan tugas pengurusan. Sebab, pada prinsipnya tugas pengurusan perseroan itu

merupakan wewenang otonom direksi, yang terpisah dari segala intervensi komisaris dan

pemegang saham.

Kemandirian direksi dalam mengurus dan mewakili perseroan, menurut Simanjuntak

(1995:32-33), dibatasi oleh undang-undang, anggaran dasar, kepentingan dan tujuan

perseroan, asas kewajiban dan kepantasan yang dapat diukur menurut kepentingan umum dan

ukuran kesusilaan. Namun, menurut hemat saya, secara umum wewenang direksi dalam

menjalankan tugas pengurusan perseroan itu dibatas oleh: (1) peraturan perundang-undangan,

khususnya UUPT; (2) pembatasan-pembatasan yang tercantum dalam anggaran dasar; dan (3)

maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan. Secara singkat pembatasan wewenang

direksi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, meskipun pada dasarnya direksi suatu PT mempunyai kebebasan untuk

melakukan suatu tindakan-tindakan pengurusan perseroan dalam arti luas, namun terhadap

perbuatan-perbuatan tertentu undang-undang membatasi atau memberikan perkecualiannya.

Pembatasan ini misalnya menyangkut perbuatan kepemilikan (daden van eigendom) atau

perbuatan penguasaan (daden van beschikking). Terhadap perbuatan-perbuatan yang demikian

itu, direksi tidak bebas memutuskan sendiri, melainkan terlebih dahulu diwajibkan

memperoleh persetujuan dari RUPS atau komisaris. Hal ini sesuai dengan Pasal 88 ayat (1)

UUPT, yang menentukan bahwa direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan

atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan. Kewajiban

minta persetujuan RUPS untuk dapat melakukan perbuatan-perbuatan tersebut dalam Pasal 88

ayat (1) UUPT, menurut Rudhi Prasetya (1996:215-216), merupakan norma baru yang

biasanya dalam anggaran dasar cukup dilakukan dengan persetujuan komisaris. Di samping

itu, ketentuan tersebut sifatnya memaksa (dwingenrecht), dalam arti kekuasaan RUPS yang

demikian itu tidak boleh dihilangkan dalam anggaran dasar dan diganti menjadi kekuasaan

komisaris. Meskipun demikian, agar perseroan tidak mengalami kesukaran untuk setiap kali

akan menjaminkan harta kekayaan perseroan harus terlebih dahulu mengundang RUPS, maka

RUPS dapat memberikan keputusan secara umum tentang pemberian kuasa (lastgeving)

kepada komisaris untuk mewakili RUPS, untuk dan atas nama RUPS memberikan persetujuan

yang diperlukan mengenai hal itu.

Kedua, mengenai pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar, Pasal 11 ayat (3) form

baku Anggaran Dasar menentukan bahwa direksi berhak mewakili perseroan di dalam dan di

luar pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian, mengikat perseroan dengan

pihak lain dan pihak lain dengan perseroan, serta menjalankan segala tindakan baik yang

mengenai kepengurusan maupun kepemilikan, akan tetapi dengan pembatasan bahwa untuk:

a. meminjam atau meminjamkan uang atas nama perseroan (tidak termasuk mengambil uang

perseroan di bank); b. mendirikan suatu usaha baru atau turut serta pada perusahaan lain baik

di dalam maupun di luar negeri; harus dengan persetujuan RUPS atau komisaris atau rapat

Page 9: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

direksi. Maksud dari pembatasan wewenang ini adalah untuk melindungi kepentingan

perseroan, termasuk kepentingan para pemegang saham dan para kreditur.

Ketiga, pembatasan wewenang direksi atas dasar maksud dan tujuan serta kegiatan

usaha perseroan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar. Keterikatan direksi terhadap

maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT itu sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) form baku

Anggaran Dasar yang menyatakan bahwa direksi bertanggung jawab penuh dalam

melaksanakan tugasnya untuk kepentingan perseroan dalam mencapai maksud dan tujuannya.

Persoalannya adalah apa yang dimaksud dengan “maksud dan tujuan perseroan” serta

“kegiatan usaha perseroan” itu? Dalam petunjuk pengisian Pasal 3 Anggaran Dasar dijelaskan

bahwa “maksud dan tujuan perseroan” adalah menggambarkan secara umum bidang usaha

perseroan, misalnya bidang industry, pembangunan, dan angkutan. Sedang, “kegiatan usaha

perseroan” menggambarkan kegiatan yang dilakukan perseroan dalam rangka mewujudkan

maksud dan tujuan perseroan tersebut, misalnya mendirikan pabrik tekstil, menjadi kontraktor

bangunan, jalan dan jembatan; menjalankan angkutan darat dengan menggunakan bus dan

truk, dan lain-lain.

Keterikatan direksi terhadap maksud dan tujuan perseroan tersebut di atas juga sejalan

dengan Pasal 82 UUPT, yang menggariskan bahwa direksi suatu PT tidak hanya bertanggung

jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, melainkan tindakan itu

juga harus dilakukan sesuai dengan tujuan perseroan. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 85

ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan

penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

5. Kesimpulan

Pada dasarnya tugas pengurusan perseroan dilakukan oleh dan menjadi tanggung jawab

penuh direksi. Dalam melakukan tugas-tugas pengurusan itu, direksi harus bertindak untuk

kepentingan dan tujuan perseroan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (Pasal 1 angka 4 jo.

Pasal 79 ayat (1) dan Pasal 82 UUPT). Dengan demikian, supaya pengurusan itu secara

hukum dapat dipandang sebagai tindakan perseroan, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi

oleh direksi, yaitu: (1) Tindakan tersebut harus dilakukan semata-mata untuk kepentingan dan

tujuan perseroan; dan (2) Tindakan tersebut harus dilakukan sesuai dengan anggaran dasar

perseroan.

Akibat hukum dari tindakan perseroan adalah bahwa segala keuntungan yang diperoleh

atau kerugian yang diderita oleh perseroan sebagai akibat dari tindakan direksi itu, secara

hukum dipandang sebagai keuntungan atau kerugian yang harus ditanggung oleh perseroan itu

sendiri, dan bukan menjadi tanggung jawab direksi secara pribadi. Sebaliknya, apabila

tindakan direksi tersebut ternyata tidak semata-mata ditujukan untuk kepentingan dan tujuan

perseroan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya, maka tindakan tersebut

dipandang sebagai tindakan pribadi direksi, dan oleh karenanya segala konsekuensi yang

timbul dari tindakan tersebut menjadi tanggung jawab direksi yang bersangkutan secara

pribadi.

Page 10: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup wewenang direksi berhubungan dengan tugas-

tugas pengurusan perseroan, untuk menghindari terjadinya penyahgunaan kewenangan atau

kekuasaan direksi terhadap perseroan yang diurusnya maka perlu adanya pembatasan

wewenang direksi. Namun, perlu diingat, pembatasan wewenang direksi hanya dapat

dibenarkan secara hukum sepanjang hal itu tidak menghilangkan kewenangan direksi dalam

melaksanakan tugas pengurusan perseroan secara otonom berdasarkan ketentuan undang-

undang (UUPT) dan anggaran dasar perseroan itu sendiri. Karena, pada hakikatnya

pembatasan kewenangan direksi dalam menjalankan tugas pengurusan perseroan haruslah

bersumber atau berdasarkan pada kedua ketentuan tersebut.

Page 11: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

DAFTAR PUSTAKA

Algra, N.E., et al., Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia, cet. I,

Binacipta, Bandung, 1993.

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, cet. IV, Alumni, Bandung, 1986.

Anisitus Amanat, Pembahasan Undang-undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya

dalam Akta Notaris, cet. I, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996.

Arifin Kadarisman, Direksi sebagai Pekerja pada Perseroan Terbatas, Makalah dalam

Konferensi tentang “Direktur Perusahaan di Indonesia”, Centre for Management

Technology, Jakarta, 20-21 Juni 1989.

Bagir Manan, “Interaksi Fungsi Organ Perseroan Terbatas dan Perlindungan yang Diberikan

kepada Pemegang Saham dan Kreditur Menurut UU No. 1/1995”, Makalah Seminar,

UGM, Yogyakarta, 30 September 1995.

Black, Henry Cambell, Black’s Law Dictionary, ed. VI, West Publishing Co., St. Paul-

Minnesota, 1990.

Curzon, L.B., Dictionary of Law, 4th

ed., Pitman Publishing, London, 1993.

Foulkes, David, Introduction of Administrative Law, 4th

ed., Butterworths, London, 1976

Fungkong, Victor, Hukum Perusahaan dan Bentuk-bantuk Perusahaan, Makalah dalam

Konferensi tentang “Direktur Perusahaan di Indonesia”, Centre for Management

Technology, Jakarta, 20-21 Juni 1989.

Hadjon, Philipus M., “Tentang Wewenang”, Yuridika, Majalah FH Unair No. 5 & 6 Th. XII,

Surabaya, September-Desember 1997.

Henn, Harry G., The Law of Corporations, West Publishing Co., St. Paul – Minnesota, 1970

Morse, Geoffrey, Charlesworth’s Company Law, ed. XIII, ELBS ed., London, 1987.

Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek: Buku Ketiga, cet. I, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1996.

Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, cet. I, Eresco,

Bandung, 1993.

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, cet. II, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1996.

Page 12: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau

Savage, Nigel dan Robert Bradgate, Business Law, 2nd

ed., Butterworths, London, 1993

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, “Interaksi Fungsi Organ Perseroan Terbatas dan

Perlindungan yang Diberikan kepada Pemegang Saham dan Kreditur Menurut UU No.

1/1995”, Makalah Seminar, UGM, Yogyakarta, 30 September 1995.

Sumantoro, Hukum Ekonomi, cet. I, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986.

Page 13: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau
Page 14: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau
Page 15: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau
Page 16: Abdul Rokhim1 Abstrak - infodiknas.cominfodiknas.com/.../01/Batas-Batas-Wewenang-Direksi... · dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau