aaa

Upload: yhugho-bng

Post on 04-Oct-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ringkasan

TRANSCRIPT

TRASTUZUMAB Trastuzumab (Herceptin) merupakan suatu antibodi monoklonal humanized yang menghambat sel pertumbuhan dengan cara mengikat bagian ekstraseluler reseptor HER2 protein tyrosine kinase. Trastuzumab juga menginduksi ADCC melalui sel limfosit dan monosit untuk melawan sel ganas. Trastuzumab mempunyai efek samping berupa disfungsi jantung (27% pada terapi kombinasi dan 8% terapi tunggal), mielosupresi dan diare.26 Ekspresi protein HER2 yang berlebihan ditemukan pada jaringan tumor KPKBSK dengan menggunakan teknik immunohistochemistry (IHC) 20%, fluorescence in situ hybridization (FISH) 6% dan kadar serum HER2 > 15 ng/ml pada ELISA 6%. Immunohistochemistry (IHC) didapatkan 66 spesimen memberikan hasil positif dan ELISA didapatkan 13 spesimen positif tetapi tidak satupun spesimen positif pada FISH.27

Kombinasi trastazumab dan kemoterapi memberikan hasil lebih baik growth inhibitor pada sel yang mengekspresi HER2.28 Kombinasi trastuzumab dengan kemoterapi terbukti secara klinis memberikan keuntungan pasien kanker payudara metastasis HER2 positif.29 Penelitian uji klinis randomisasi fase II efek penambahan kombinasi trastazumab dengan kemoterapi standar (gemcitabine dan cisplatin) pada pasien KPKBSK HER2 positif memberikan hasil toleransi yang baik secara klinis.30 Kombinasi paclitaxel, carboplatin dan trastuzumab dapat diberikan pada KPKBSK stage lanjut dengan toksisiti yang tidak lebih buruk dibandingkan dengan terapi tanpa trastuzumab.31 Strategi yang paling menjanjikan dari target HER2 adalah penggunaan kombinasi inhibitor EGRF TK dengan inhibitor HER2 dimerization.32

CETUXIMAB

Cetuximab (Erbitux) merupakan antibodi monoklonal chimeric yang bekerja mengikat EGFR pada bagian ekstraseluler. Cetuximab memberikan efek samping ruam acneiform, folikulitis pada wajah dan dada serta dilaporkan juga reaksi hipersensitif. Response rate (RR) lebih tinggi bila terjadi ruam pada kulit.26 Penelitian fase II monoterapi cetuximab pasien KPKBSK rekuren dan metastasis yang dideteksi EGFRnya dan yang telah diberikan satu atau lebih regimen kemoterapi sebelumnya, didapatkan 2 dari 29 (6,9%) parsial respons (PR) dan 5 pasien (17,2%) penyakitnya stabil. Uji klinis fase II pasien KPKBSK stage IIIB/IV rekuren atau metastasis didapatkan respons, 3,3% PR (2/60 pasien) dan 25% penyakitnya stabil (15/60 pasien). Hal ini menunjukkan toleransi cetuximab sangat baik.33

Efikasi cituximab ditambah kemoterapi lainnya telah diteliti. Penelitian fase I pada KPKBSK didapatkan PR 2 dari 19 pasien (10,5%) dengan dosis multipel cetuximab dan cisplatin. Uji klinis randomisasi terkontrol kemoterapi naive pasien KPKBSK stage lanjut dengan ekspresi EGFR berlebihan didapatkan RR yang tinggi pada regimen cetuximab, vinorelbine dan cisplatin dibandingkan hanya dengan vinorelbine dan cisplatin saja (31,7% vs 20,0%).34 Penelitian lain kombinasi cetuximab dilaporkan bahwa didapatkan RR yang hampir sama. Kombinasi cetuximab dengan docetaxel kemoterapi pada KPKBSK refrakter/resisten didapatkan 28% (13/47) PR dan 17% (8/47) penyakitnya stabil.35 Cetuximab yang ditambahkan regimen paclitaxel + carboplatin atau regimen gemcitabine + carboplatine pada KPKBSK nave didapatkan masing masing RR 26% (31 pasien) dan 28,6% (35 pasien).36

BEVACIZUMAB

Bevacizumab (Avastin) merupakan antibodi monoklonal humanized yang bekerja pada target VEGF, menstimulasi formasi pembuluh darah baru tumor. Bevacizumab mempunyai efek samping berupa hipertensi sedang dan efek yang jarang terjadi adalah perforasi intestinal.26 Beberapa inhibitor angiogenesis telah diteliti pada KPKBSK termasuk VEGF, VEGFR antibodi dan inhibitor VEGFR TK.37 Penelitian terbaik inhibitor angiogenesis adalah bevacizumab suatu antiVEGF antibodi yang dikombinasikan dengan kemoterapi dan erlotinib pada KPKBSK stage lanjut atau rekuren. Uji klinis randomisasi terkontrol 99 pasien KPKBSK stage IIIB/IV atau rekuren, bevacizumab ditambahkan pada paclitaxel + carboplatin memberikan respons dan time to progression (TTP) yang baik dibandingkan dengan paclitaxel + carboplatin saja. Median TTP jauh lebih bermakna pada pasien yang mendapatkan regimen bevacizumab dosis tinggi (15mg/kg) daripada yang mendapatkan dosis kecil (7,5mg/kg) (7,4 vs 4,2 bulan p=0,023). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada TTP pada grup bevacizumab dosis rendah dibandingkan paclitaxel + carboplatin saja.38

Hasil awal uji klinis fase I/II bevacizumab dan erlotinib pada KPKBSK stage IIB/IV atau rekuren didapatkan PR 8 dari 40 pasien (20%) dan penyakit stabil 26 dari 40 pasien (65%), median survival time 12,6 bulan dan progression free survival 6,2 bulan. Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) E4599 trial membandingkan regimen paclitaxel + carboplatin dengan bevacizumab (PCB) dan tanpa bevacizumab (PC) pada KPKBSK stage lanjut. Hal ini merupakan uji klinis fase III pertama yang menunjukkan keuntungan survival terapi lini pertama kombinasi target biologi dengan kemoterapi, dilaporkan RR 27% pada PCB dibandingkan 10% pada PC, progression free survival (PFS) (6,4 vs 4,5 bulan) dan median survival rates (12,5 vs 10,3 bulan) dengan bevacizumab.39 Bevacizumab memberikan toleransi yang baik bila dikombinasi dengan regimen paclitaxel + carboplatin yang akan mengubah toksisiti regimen kemoterapi. Bevacizumab mempunyai efek samping hipertensi, proteinuria dan hemoragik. Kasus hemoragik sangat kecil tetapi dilaporkan terjadi hemoragik pulmoner yang merupakan sebab hambatan angiogenesis. Hilangnya neovessel dalam jumlah besar pada sentral tumor menyebabkan perdarahan ke dalam kaviti tumor yang nekrosis.38

RituximabAntibodi monoklonal yang paling umum dipakai dalam pengobatan limfoma non Hodgkin adalah rituximab. Rituximab efektif dalam pengobatan beberapa tipe limfoma non Hodgkin yang paling umum. Rituximab umumnya diberikan dalam kombinasi dengankemoterapi, meskipun pada beberapa keadaan diberikan tunggal.Pada banyak pasien, rituximab meningkatkan efektivitas dari pengobatan lain (umumnya kemoterapi). Pada limfoma non Hodgkin indolen, rituximab dapat meningkatkan lamanya masaremisikarena pengobatan. Pada limfoma non Hodgkin agresif, tambahan rituximab pada kemoterapi standar (CHOP) telah terbukti meningkatkan kemungkinan pasien untuksembuhdan meningkatkan harapan hidup dibanding kemoterapi saja.Juga penting bahwaefek sampingterkait infus rituximab umumnya hanya terjadi saat obat diberikan dan berkurang pada dosis berikutnya, serta pemberian bersamaan dengan kemoterapi tidak menyebabkan peningkatan efek samping karena kemoterapi yang bermakna. Efek samping yang berlanjut lebih lama dari beberapa menit atau jam sangat jarang dan umumnya tidak ada makna klinisnya

Cara kerjaTidak seperti kemoterapi danradioterapi, yang bekerja secara kurang spesifik, tujuan pengobatan antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan sel-sel limfoma non Hodgkin secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel lainnya.Semua sel memiliki penanda protein pada permukaannya, yang dikenal sebagaiantigen. Antibodi monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara spesifik mengenali penanda protein tertentu di permukaan sel kanker. Antibodi monoklonal kemudian berikatan dengan protein ini. Hal ini memicu sel untuk menghancurkan diri sendiri atau memberi tanda pada siinduk kekebalan tubuh untuk menyerang dan membunuh sel kanker.Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam pengobatan limfoma non Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20 ditemukan di permukaanSel Babnormal yang ditemukan pada jenis-jenis limfoma non Hodgkin yang paling umum.Saat rituximab berikatan dengan CD20 di permukaan suatu sel-B, sel mungkin dihancurkan langsung, tetapi pertahanan alami tubuh juga disiagakan. Rituximab secara efektif menyerang sel limfoma agar dapat dihancurkan siinduk kekebalan tubuh dan membunuh sel-sel kanker.CD20 juga ditemukan di permukaan sel-B normal, salah satu jenissel darah putihyang beredar di tubuh. Ini berarti mungkin sel-B normal ini juga dihancurkan saat rituximab digunakan. Akan tetapi, sel induk dalamsumsum tulangyang berkembang menjadi sel-B tidak memiliki CD20 pada permukaannya.Oleh karena itu sel induk tidak dihancurkan oleh rituximab dan dapat terus menyediakan sel-B sehat untuk tubuh. Meskipun jumlah sel-B normal yang matang berkurang untuk sementara karena pengobatan, mereka akan kembali ke kadar semula setelah pengobatan

Dosis dan pemberianDosis dan pemberian bervariasi untuk setiap antibodi yang diberikan. Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang umum digunakan dalam pengobatan NHL diberikan intravena, melalui jarum yang masuk ke dalam pembuluh darah , biasanya di lengan. Rituximab diberikan sebagai tetesan yang berarti obat dimasukkan dulu ke dalam kantong infus, kemudian cairan menetes perlahan ke dalam pembuluh darah dengan mengandalkan kekuatan gravitasi. Jika antibodi monoklonal digunakan dalam kombinasi dengankemoterapi, rituximab biasanya diberikan sesaat sebelum kemoterapi pada awal setiap siklus pengobatan.Sebelum tetesan infus diberikan, obat lain untuk mencegah beberapa efek sampingantibodi monoklonal diberikan contohnya parasetamol untuk mengurangi demam dan anti-histamin untuk mengurangi kemungkinan reaksi alergi. Meski demikian, efek samping antibodi monoklonal umumnya ringan dan sementara serta dapat diatasi dengan mudah.Jika terjadi efek samping saat obat diberikan, tetesan infus dapat diperlambat atau bahkan dihentikan hingga efek samping berakhir.Untuk pengobatan pertama, pasien menginap di rumah sakit atau sementara tinggal di sana sebelum pulang ke rumah. Pengobatan lanjutan biasanya lebih cepat dan efek sampingnya lebih sedikit. Kebanyakan orang dapat mendapat pengobatan lanjutan ini sebagai rawat-jalan dan pulang ke rumah pada hari itu juga

Efek sampingSeperti semua obat, antibodi monoklonal dapat menyebabkanefek samping. Contohnya untuk rituximab, efek samping umumnya ringan dan bersifat sementara, hanya berlangsung selama pengobatan atau beberapa jam setelahnya. Efek samping terjadi paling sering selama masa pengobatan mingguan pertama, dan biasanya berkurang dengan dosis selanjutnya. Hal ini disebabkan lebih banyak sel limfoma selama pengobatan pertama yang harus diserang oleh antibodi monoklonal dan dihancurkan oleh si induk kekebalan tubuh.Efek samping yang paling umum adalah demam, menggigil dan gejala mirip flu lainnya, seperti nyeri otot, nyeri kepala dan rasa letih. Umumnya cepat berakhir setelah masa pengobatan berakhir. Kadang-kadang, pasien merasakanflushingmendadak dan merasa panas di wajah. Hal ini biasanya berlangsung amat singkat.Beberapa pasien mengalami mual (mual) atau muntah. Obat anti muntah (anti-muntah) umumnya sangat efektif dalam mencegah maupun meringankan gejala-gejala ini sehingga lebih dapat ditoleransi.Kadang-kadang, pasien merasakan nyeri pada bagian tubuh yang merupakan lokasi limfoma. Nyeri biasanya ringan dan dapat diatasi dengan obat anti-nyeri biasa.Rituximab dapat menyebabkan reaksi alergi. Gejalanya dapat berupa: Gatal atau mendadak muncul warna kemerahan Batuk, mengi atau sesak napas Lidah bengkak atau rasa bengkak di tenggorokan Edema, atau pembengkakan karena kelebihan cairan dalam jaringan tubuhReaksi alergi berat terhadap rituximab jarang ditemukan dan pasien diamati selama masa pengobatan akan munculnya gejala-gejala ini. Pasien harus melaporkan gejala yang dialaminya begitu muncul. Seringkali, yang perlu dilakukan hanyalah memperlambat atau menghentikan sementara tetesan intravena sampai reaksi alergi berakhir. Pasien umumnya diberikan anti-histamin sebelum mulai pengobatan untuk membantu mencegah atau mengurangi masalah ini.

ANTIBODI ANTI CD20CD 20 adalah sejenis antigen yang ditemukan pada permukaan sel B dimana dapat digunakan sebagai marker untuk menentukan perkembangan dari sel B dan 20-30% kasus limfoma sel B mengekspresikan CD 20 (3,5,6,10). Anti CD 20 antibodi berikatan pada molekul CD20 yang ditemukan pada sel B yang ganas dan akan merangsang terjadinya kematian sel melalui beberapa mekanisme,

Anti CD 20 termasuk golongan monoclonal antibody yang dipergunakan pada Limfoma Non Hodgin sel B(1).

Rituximab mengikat dua molekul CD20, mka akan memicu sinyal masuk ke dalam sel yang akan mendinduksi opotosis. Bila rituximab berikatan silang dengan antibody, maka sinyal apoptotic diintensifkan. Ikatan silang ini juga bisa terjadi bila antibodi terikat dengan sel imun lainnya melalui reseptor Fc-gamma (FC-R)

3. Alemtuzumab (Campath): Alemtuzumab merupakan antibodi yang menyerang antigen CD52, yang terlihat pada sel B maupun sel T. Agen ini digunakan untuk terapi B cell lymphocytic leukemia (B-CLL) kronik yang sudah mendapat kemoterapi. 4. Cetuximab (Erbitux): Cetuximab, antibodi dengan sasaran protein EGFR (epidermal growth factor receptors). EFGR nampak dalam jumlah besar pada beberapa sel kanker. Agen ini digunakan berbarengan dengan obat kemoterapi irinotecan untuk kanker kolorektal stadium lanjut. Selain itu juga digunakan untuk terapi kanker leher dan kepala yang tidak bisa diselesaikan dengan bedah. 5. Bevacizumab (Avastin): Bevacizumab bekerja melawan protein VEGF (Vascular Endhotelial Growth Factor) yang normalnya membantu tumor membangun jaringan pembuluh darah baru (proses angiogenesis) sebagai satu cara mendapatkan oksigen dan nutrisi. Terapi anti-angiogenesis ini digunakan bersama-sama dengan kemoterapi untuk terapi kanker kolorektal metastatik. Kemajuan pengobatan dengan antibodi melalui serangakain uji klinis sungguh suatu langkah yang berani. Antibodi ini bisa membantu pasien kanker yang tidak mengalami kemajuan dengan terapi standar. Berbagai uji klinis menunjukkan obat ini efektif, dan kemungkinan bisa digunakan sebagai terapi standart (awal) atau sebagai terapi tambahan pada kemoterapi

Efek sampingAntibodi monoklonal diberikan intravena. Dibandingkan dengan efek samping kemoterapi, efek samping naked MAbs atau MAbs murni biasanya lebih ringan dan sering dikaitkan dengan reaksi alergi. Efek ini terlihat biasanya di awal terapi, misalnya demam, menggigil, lemah, nyeri kepala, mual, muntah, diare, tekanan darah turun, dan rashes. Beberapa MAbs juga bisa berimbas pada sumsum tulang seperti halnya pada pemberian obat kemoterapi. Hal ini sebagai akibat rendahnya kadar sel darah. Efek samping ini bisa memicu peningkatan risiko pendarahan dan infeksi pada pasien. 2. Antibodi Monoklonal KombinasiConjugated monoclonal antibodies adalah antibodi yang dikombinasikan dengan berbagai jenis obat, toksin, dan materi-materi radioaktif. Obat ini hanya berperan sebagai kendaraan yang akan mengantarkan substansi-substansi obat, racun, dan materi radioaktif, menuju langsung ke sasaran yakni sel-sel kanker. Antibodi monoklonal jenis ini akan berkeliling ke seluruh bagian tubuh sampai ia berhasil menemukan sel kanker yang cocok dengan antigen yang ia bawa. Agen ini kemudian akan menghantarkan racun di tempat paling krusial, namun hebatnya, ia bisa meminimalkan dosis pada sel normal untuk menghindari kerusakan di seluruh bagian tubuh. Sayangnya, antibodi gabungan ini secara umum masih menimbulkan efek samping lebih banyak dibandingkan antibodi monoklonal yang murni. Efek yang ditimbulkan tergantung pada tipe substansi yang ikut serta atau menempel padanya. Conjugated MAbs kadang dikenal juga sebagai "tagged," "labeled," atau "loaded" antibodies. Perbedaannya sebagai berikut: MAbs yang dikombinasikan dengan obat-obat kemoterapi disebut chemolabeled. Saat ini agen ini hanya tersedia di Amerika Serikat, itupun hanya dalam rangka uji klinis.MAbs yang dikombinasikan dengan partikel radioaktif disebut radiolabeled, dan tipe terapi ini sering juga disebut radioimmunotherapy (RIT). Pada 2002, FDA menyetujui radiolabeled pertama yang boleh digunakan untuk terapi kanker (tak hanya untuk uji klinis) yakni Ibritumomab tiuxetan (Zevalin). Obat ini digunakan untuk terapi kanker B lymphocytes. Kini obat ini juga digunakan untuk terapi B cell non-Hodgkin lymphoma yang tidak mempan dengan terapi standar.Radiolabeled kedua yang disetujui FDA adalah tositumomab (Bexxar), pada 2003. Obat ini digunakan untuk tipe tertentu non-Hodgkin lymphoma yang juga tidak menunjukkan respon dengan rituximab (Rituxan) atau kemoterapi. Di samping untuk kanker, antibodi radiolabeled juga digunakan bersamaan dengan kamera khusus untuk mendeteksi penyebaran sel kanker dalam tubuh. Penggunaannya sudah disetujui FDA yakni OncoScint (untuk deteksi kanker kolorektal dan kanker ovarium) serta ProstaScint (deteksi kanker prostat). MAbs yang melekat dengan racun disebut immunotoxins. Imunotoksin dibuat dengan menempelkan racun-racun (berasal dari tanaman maupun bakteri) ke antibodi monoklonal. Berbagai racun dibuat untuk ditempelkan pada antibosi monoklonal seperti diphtherial toxin (DT), pseudomonal exotoxin (PE40), atau yang dibuat dari tanaman yakni ricin A atau saporin. Studi awal menunjukkan imunotoksin cukup menjanjikan untuk menyusutkan sebagian kecil kanker, khususnya limfoma. Namun masalah besar masih menunggu dipecahkan sebelum bentuk baru terapi kanker ini bisa digunakan secara luas.Satu-satunya imunotoksin yang mendapat persetujuan FDA untuk terapi kanker adalah gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg). Obat ini mengandung racun calicheamicin. Racun ini melekat pada antibodi yang langsung menuju sasaran antigen CD33, yang nampak pada sebagian besar sel leukemia. Saat ini Gemtuzumab digunakan untuk terapi myelogenous leukemia (AML) akut yang sudah menjalani kemoterapi atau tidak memenhui syarat untuk kemoterapi. Imunotoksin lain yakni BL22, juga cukup menjanjikan melalui studi awal untuk terapi hairy cell leukemia, bahkan pada pasien yang tidak menunjukkan respon sama sekali dengan kemoterapi. Pada uji klinis awal, lebih dari dua pertiga pasien menunjukkan respon komplit terhadap pengobatan yang berlangsung 2 tahun. Uji klinis imunotoksin juga tengah berlangsung untuk jenis leukemia tertentu, limfoma, kanker otak, dan kanker lainnya. Ilmuwan juga melakukan eksperimen dengan racun yang ada kaitannya dengan substansi serupa hormon, yang sering disebut growth factors. Banyak sel-sel kanker memiliki reseptor growth factor dalam jumlah besar di permukaan sel yang akan menstimulasi sel untuk reproduksi dan tumbuh dengan cepat. Peneliti lantas mengupayakan kombinasi gen sehingga growth factor bisa menempel pada toksin. Saat kombinasi growth factors/toksin mencapai reseptor growth factor pada permukaan sel kanker, dia akan menyalurkan muatan racun ke dalam sel kanker dan membunuhnya. Konsep di belakang obat gabungan growth factors/toksin ini mirip dengan imunotoksin. Namun karena kombinasi growth factors/toksin ini tidak mengandung antibodi, obat ini tidak bisa diklasifikasikan sebagai imunotoksin.Satu-satunya growth factors/toksin yang disetujui FDA sejauh ini adalah denileukin difitox (Ontax). Obat ini mengandung sitokin yang dikenal sebagai interleukin-2 (IL-2), yang dilekatkan ke toksin dari kuman dipteri. Denileukin diftitox digunakan untuk terapi jenis limfoma kulit (cutaneous T cell lymphoma) yang relatif jarang ditemukan.(qq)

BAB IIIKESIMPULAN

Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Ini adalah komponen penting dari sistem kekebalan tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifikAntibody monoklonal adalah antibody yang melawan protein di daerah dan atau sel kanker. Antibodi monoklonal dibuat di laboratorium khusus untuk melawan antigen tertentu. Karena tiap jenis kanker mengeluarkan antigen yang berbeda, maka berbeda pula antibody yang digunakan.Antibodi monoklonal juga dapat mempengaruhi cell growth factors, karenanya dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel-sel tumor. Jika dipadu dengan radioisotop, obat kemoterapi, atau imunotoksin, setelah menemukan antigen yang dicari antibodi monoklonal langsung membunuh sel pembuatnya (kanker).

Contoh Antibodi :1. Remicade (Infliximab) : hanya disetujui untuk pengobatan penyakit Crohn, ditemukan untuk mengurangi rasa sakit yang terkait dengan penyakit. Remicade mengalami penurunan signifikan lebih besar pada rasa sakit sebagaimana dinilai oleh empat pertanyaan nyeri berbeda setelah 10 minggu, dibandingkan dengan pasien yang menerima dosis tunggal.2. Gentuzumab ogamacin: adalah anti-CD33 zat darah penyerang kuman complexed bagi zat pembunuh kuman anti tumor calicheamicin, karena CD33 dinyatakan di 90% dari leukemic blast, produk anti-CD33. Directed ini menyediakan sel ditargetkan membunuh sampai sel-sel leukemis. Efek tak diinginkan umum meliputi terkait dengan reaksi-reaksi infus (rasa dingin & demam), neutropenia yang diperpanjang dan thrombocytopenia, dan peningkatan transient di dalam enzim-enzim hepatic. Satu lebih serius peristiwa kurang baik berhubungan dengan pengobatan gemtuzumab adalah penyakit veno occlusive.3. Humira: anti rheumatoid arthritis. Mekanisme, menghalangi otak dari sitoksin, yang bertindak sebagai utusan dalam sistem kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan peradangan pada sendi. Humira membantu sistem kekebalan tubuh untuk memperlambat proses peradangan & menghambat kerusakan sendi.4. Vedotin Brentuximab: Memiliki BM 153 kDa, sekitar 4 molekul MMAE yang melekat pada setiap molekul antibody. Vedotin Brentuximab diproduksi oleh konjugasi kimia antibodi & komponen molekul kecil. Antibodi ini diproduksi oleh mamalia (hamster ovarium cina) sel, dan komponen molekul kecil yang diproduksi oleh sintesis kimia. Adcetris (Brentuximab Vedotin) untuk injeksi diberikan sebagai steril, putih bebas pengawet kue lyophilized off-white atau bubuk dalam sekali pakai botol. Setelah pemulihan dengan 10,5 Ml steril air untuk injeksi, USP,larutan yang mengandung 5mg/mL brentuximab vedotin diproduksi.5. Gefitinib : obat yang biasa digunakan untuk jantung & kanker lainnya. Untuk karsinoma paru. EGFR inhibitor yang menghalangi sinyal reseptor faktor pertumbuhan epidermal di sel target. Namun hanya efektif untuk kanker dengan mutasi dan averaktif EGFR. Mekanismenya adalah inhibitor efektif pertama dari EGFR tyrosinase kinase. Protein target (EGFR) adalah family dari reseptor yang memuat Her1 (erb-B1), Her2 (erb B2) dan Her 3 (erb-B3). EGFR sangat ekskresif di sel dan berbagai macam tipe sari carcinoma manusia. (contohnya di jantung dan kanker payudara). Penggunaan secara klinis pada Agustus 2012 New Zealand menerima gefitinib sebagai first line pengobatan pertama untuk pasien dengan mutasi EGFR. Pilihan terakhir untuk kanker paru-paru obat ini akan menghambat pertumbuhan sel tumor dan menghambat pertumbuhan sel tumor dan menghambat pertumbuhan pembuluh darah pada sel kanker sehingga dapat mencegah penyebaran sel tumor sekaligus meningkatkan kematian sel kanker, tetapi target ini telah terbukti memiliki manfaat pada kasus kanker stadium lanjut (38). Gefitinib diberikan pada pasien kanker paru stadium lanjut (250 mg) (38) / IV. Efek toksik relative ringan dibanding kemoterapi konvensional. Efek gatal, diare mual menandakan obat sudah bekerja dalam tubuh. Terapi target bekerja pada epidermal growth factor reseptor (EGFR). Mekanismenya bekerja spesifik pada signaling pathway tertentu membuat penggunaannya harus pada individu tertentu. Setiap signaling pathway sangat dipengaruhi oleh protein-protein yang menjadi bagian dari setiap tahap tersebut. Jika ada protein yang tidak normal yang disebabkan oleh adanya mutasi gen menyebabkan signaling pathway tersebut tidak berjalan semestinya. Tidak semua individu memiliki protein penyusun signaling pathway yang sama. Karena itu perlu diketahui status mutasi gen setiap individu yang diberi terapi target. Infliksimab (nama dagang Remicade) adalah antibody monoclonal terhadap TNF. Ini digunakan untuk mengobati penyakit autoimun. Pada tahun 1998 obat ini mendapat persetujuan oleh FDA (US Food and Drug Administration) untuk pengobatan psoriasis, penyakit Crohn, spondylitis ankilosa, psoriatic arthritis, rheumatoid arthritis dan ulcerative colitis. Remicade bekerja dengan sistem kekebalan tubuh untuk membantu menghentikan kerusakan yang disebabkan oleh rheumatoid arthritis. Remicade bekerja dengan menghambat aktivitas Tumor Nekrosis Faktor alpha (TNF). TNF adalah utusan kimia (sitokin) dan bagian penting dari reaksi autoimun serta merupakan salah satu protein dalam tubuh yang menyebabkan peradangan. Hal ini membantu menghentikan nyeri sendi dan bengkak, serta kerusakan sendi lebih lanjut. Hasil individu bisa bervariasi.Infliksimab adalah sebuah antibody buatan yaitu antibodi monoclonal chimeric (bagian manusia dan bagian tikus) yang diarahkan terhadap TNF.

Infliksimab diberikan intravena. Dosis yang dianjurkan untuk pengobatan rheumatic arthritis adalah 3 mg/kg sebagai dosis tunggal. Untuk dosis pemeliharaan dapat ditingkatkan maksimum 10 mg/kg setiap 4 minggu.

Efek samping yang paling umum terjadi adalah infeksi saluran pernafasan atas, infeksi saluran kemih, batuk, ruam, sakit punggung, mual, muntah, sakit perut, sakit kepala, bahkan demam.Jika terjadi infeksi serius selama pengobatan maka infliksimab harus dihentikan. Sebelum menggunakan obat ini harus memiliki pengujian TBC kulit, karena laporan dari rekativasi TB pada pasien yang memakai infiksimab.